PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENERAPAN THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DISERTAI HYPNOTEACHING (HYPNO-TAPPS.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENERAPAN THINKING ALOUD PAIR PROBLEM

SOLVING DISERTAI HYPNOTEACHING (HYPNO-TAPPS)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

Audra Pramitha Muslim 1103041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA


(2)

2013 Peningkatan Kemampuan Representasi dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Penerapan Thinking Aloud Pair Problem Solving Disertai

Hypnoteaching (Hypno-TAPPS)

Oleh

Audra Pramitha Muslim

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada program studi pendidikan matematika

Sekolah pascasarjana

© Audra Pramitha Muslim Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, Dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Peningkatan Kemampuan Representasi dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Penerapan Thinking Aloud Pair Problem Solving Disertai

Hypnoteaching (Hypno-TAPPS) TESIS

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Dadan Dasari, M.Si Dr. H. Endang Cahya,M.A., M.Si NIP. 196407171991021001 NIP. 196506221990011001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D NIP. 196101121987031003


(4)

iv

Audra Pramitha Muslim, 2013

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan masih rendahnya kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa, padahal kedua kemampuan ini merupakan tujuan pembelajaran matematika. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi untuk mendorong siswa dalam mengembangkan kemampuan representasi dan disposisi matematis ini. Pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan representasi dan disposisi matematis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji masalah peningkatan kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching dan pembelajaran konvensional, serta melihat perbedaan peningkatan yang terjadi jika ditinjau dari kategori kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah). Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment atau eksperimen semu dengan desain kelompok kontrol non-ekuivalen. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri Kota Padang. Satu kelas dipilih sebagai kelompok kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional dan satu kelas lainnya sebagai kelompok eksperimen yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini terdiri dari instrumen tes, skala disposisi matematis, dan lembar observasi. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji perbedaan rataan (independent sample t-test dan Mann-Whitney), serta uji anova dua jalur dengan bantuan program SPSS 16 for Windows. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, (1) peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional bila ditinjau secara keseluruhan siswa dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi dengan rendah); (2) Peningkatan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching tidak lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional dan masih tergolong rendah.

Kata Kunci : TAPPS, Hypnoteaching, Kemampuan Representasi dan Disposisi Matematis.


(5)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN…………..………..………...

LEMBAR PERNYATAAN……….………..

ABSTRAK………...…...

KATA PENGANTAR………..….

UCAPAN TERIMA KASIH……….………....…

DAFTAR ISI……….……….…

DAFTAR TABEL……….………

DAFTAR GAMBAR………...

DAFTAR LAMPIRAN………

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah………... 1.2 Rumusan Masalah………... 1.3 Tujuan Penelitian……….. 1.4 Manfaat Penelitian………..……….. 1.5 Definisi Operasional……….

BAB II. KAJIAN TEORITIS

2.1 Kemampuan Representasi………...………...……….. 2.2 Disposisi Matematis………...………... 2.3 TAPPS………...………... 2.4 Hypnoteaching…….……… 2.5 Metode Pembelajaran TAPSS disertai Hypnoteaching…..…. 2.6 Penelitian yang Relevan………... 2.7 Hipotesis Penelitian………..

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian……….. 3.2 Variabel Penelitian………... 3.3 Populasi dan Sampel………....

ii iii iv v vi vii ix xi xii 1 10 10 11 11 13 16 19 23 29 32 34 35 36 36


(6)

viii

3.4 Instrumen Penelitian……… 3.4.1 Tes Kemampuan Representasi Matematis……… 3.4.2 Skala Disposisi Matematis………. 3.4.3 Lembar Observasi……….. 3.5 Teknik Analisis Instrumen……….….………...

3.5.1 Validitas………. 3.5.2 Reliabilitas………. 3.5.3 Daya Pembeda……… 3.5.4 Tingkat Kesukaran………. 3.6Perangkat Pembelajaran………. 3.7Prosedur Penelitian……… 3.8Teknik Pengumpulan Data………. 3.9 Teknik Analisis Data……….. 3.9.1 Analisis Data Kualitatif……….………. 3.9.2 Analisis Data Kuantitatif...………. 3.10 Alur Uji Statistik……….

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Penelitian……….. 4.1.1 Kemampuan Representasi Matematis……… 4.1.2 Disposisi Matematis………... 4.1.3 Lembar Observasi………..

4.2Pembahasan………

4.2.1 Kemampuan Representasi Matematis……… 4.2.2 Disposisi Matematis………... 4.2.3 Keterbatasan ………..

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan………

5.2 Saran…..……….

DAFTAR PUSTAKA………..………..

36 37 38 38 39 39 41 42 43 44 45 45 46 46 46 52 53 55 68 71 83 83 88 89 90 90 91


(7)

ix

LAMPIRAN………

.


(8)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Setiap proses pembelajaran harus sesuai dengan tujuan pendidikan yang mengembangkan kemampuan peserta didik, begitu pula dengan pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan National Council of Teacher of Mathematics (NCTM,2000) diantaranya: (1) belajar untuk berkomunikasi, (2) belajar untuk bernalar, (3) belajar untuk memecahkan masalah, (4) belajar untuk mengaitkan ide, dan (5) belajar untuk merepresentasikan ide-ide.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi menyebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam mempelajari masalah, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Setiap tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran matematika di atas pada dasarnya untuk melatih siswa agar dapat memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran matematika. Selain itu, terlihat bahwa kurikulum yang disusun juga sudah memperhatikan aspek pengembangan kemampuan komunikasi matematis dan


(9)

aspek-aspek pengiring yang ditimbulkan dalam pembelajaran matematika seperti disposisi matematis. Terutama pada butir keempat dan kelima yang sangat berkaitan dengan kemampuan representasi dan disposisi matematis tersebut.

Kemampuan representasi matematis ini diperlukan dalam ide, gagasan dan konsep matematis, khususnya dalam pembentukan pemahaman dan komunikasi matematis. Sumarmo memaparkan ciri khas keterampilan komunikasi matematis yang hendak dikembangkan dalam pembelajaran itu bertujuan, agar siswa dapat: (1) menghubungkan materi fisik atau benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematis, (2) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar, (3) menyatakan peristiwa sehari-hari ke dalam bahasa atau simbol matematis, (4) mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika, (5) membaca dengan pemahaman suatu representasi matematis tertulis, (6) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi, serta (7) menjelaskan dan membuat pernyataan tentang matematika yang telah dipelajari. Hal ini terlihat jelas bahwa keterampilan komunikasi matematis tersebut sebagian besar terdiri atas kemampuan representasi matematis. Berarti kemampuan representasi matematis sangat menunjang keterampilan komunikasi matematis.

Standar representasi yang tertuang dalam NCTM (2000) menyatakan bahwa siswa selama pembelajaran di sekolah memiliki kemampuan untuk:

1. Menciptakan dan menggunakan representasi untuk mengorganisir, mencatat dan mengkomunikasikan ide–ide matematis.

2. Memilih, menerapkan dan menerjemahkan representasi matematis untuk memecahkan masalah.

3. Menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena fisik, sosial, dan fenomena matematis.

4. Matematika merupakan pelajaran yang abstrak, sehingga dibutuhkan kemampuan untuk menjadikan ide matematis menjadi lebih konkrit.

Kegunaan kemampuan tersebut dapat membuat siswa bebas berimajinatif dan berpikir kreatif dalam bentuk gambar, simbol, lisan, grafik maupun teks tertulis,


(10)

sehingga tidak menghafal konsep semata. Selain itu, memiliki kemampuan representasi matematis yang baik akan memudahkan siswa dalam menyelesaikan masalah matematis, menyatakan ide–ide matematis, sekaligus lebih memahami konsep matematis.

Penelitian terhadap kemampuan representasi matematis ini diperlukan juga untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, karena pada proses pembelajaran matematika kita perlu mengaitkan materi yang sedang dipelajari serta merepresentasikan ide/gagasan dalam berbagai macam cara. Hal ini ditegaskan oleh Trianto (2011) bahwa implikasinya dalam proses pembelajaran adalah saat guru memperkenalkan informasi yang melibatkan siswa menggunakan konsep–konsep, memberikan waktu yang cukup untuk menemukan ide–ide dengan menggunakan pola berpikir formal.

Meskipun demikian pada pelaksanaannya bukan merupakan hal yang sederhana. Keterbatasan pengetahuan guru dan kebiasaan siswa belajar di kelas, belum memungkinkan untuk menumbuhkan atau mengembangkan kemampuan representasi matematis siswa secara optimal. Hal ini terlihat dari hasil studi pendahuluan Hudoyo (2002) yaitu, siswa mengerjakan soal matematika yang berkaitan dengan representasi matematis sebagai berikut:

Sebuah persegi dengan keliling 100meter, dibagi menjadi empat bagian persegi yang sama. Benarkah keliling persegi yang kecil seperempat dari keliling persegi semula? Jelaskan jawabanmu dan gunakan gambar untuk memperjelas tahapan yang digunakan dalam memecahkan masalah tersebut.

Dari 44 siswa kelas 2 SLTP Negeri, diperoleh respon sebagai berikut:

1. Enam siswa menjawab benar, dengan langkah yang dilakukannya adalah menggambar persegi yang diminta, dan menyimpulkannya dengan perhitungan, seperti berikut ini:


(11)

Keliling persegi kecil = 12,5 + 12,5 + 12,5 + 12,5 = 50

Jadi, keliling persegi kecil adalah setengah keliling persegi semula.

2. Siswa lainnya menjawab salah yang terbagi dalam dua kategori, yaitu 28 siswa membagi persegi menjadi empat diikuti dengan perhitungan 100 : 4 = 25, dan 10 siswa memberikan jawaban yang kurang logis seperti menggambar kubus atau memberikan alasan dengan kalimat yang tidak tepat.

Respon siswa tersebut menunjukkan, bahwa meskipun sebagian kecil siswa menjawab benar, namun sebagian besar lainnya masih lemah dalam memanfaatkan kemampuan representasi matematis yang dimilikinya, khususnya representasi visual. Hal ini sejalan dengan informasi yang disimpulkan dari hasil wawancara pada studi pendahuluan Hudoyo (2002), bahwa representasi seperti tabel dan grafik menurut guru (pengajar) merupakan obyek matematis yang berfungsi untuk menjelaskan konsep dan mendukung dalam menyelesaikan masalah matematis. Bentuk representasi tersebut disampaikan kepada siswa sebagai penyerta atau pelengkap dalam penyampaian materi dan jarang memperlihatkan representasi yang dikembangkan oleh siswa.

Penyampaian materi dalam pembelajaran matematika seperti yang tergambar pada hasil wawancara diatas, menunjukkan terdapat permasalahan mendasar yaitu kurang berkembangnya kemampuan representasi matematis siswa, khususnya pada siswa SLTP. Hal ini disebabkan karena selain guru menyampaikan materi matematika dengan pembelajaran biasa, siswa juga cenderung meniru langkah guru. Siswa jarang diberikan kesempatan untuk menghadirkan representasinya sendiri yang dapat meningkatkan perkembangan kemampuan representasi matematis siswa. Padahal menurut Piaget, usia siswa SLTP berada pada (permulaan) tahap operasi formal yang tepat untuk memberikan banyak kesempatan memanipulasi benda konkrit, membuat model, diagram, dan lain-lain, sebagai alat perantara untuk merumuskan dan menyajikan konsep-konsep abstrak.

Kenyataan lainnya yang ditemukan Sugilar (2012) pada studi pendahuluannya, yaitu siswa kurang termotivasi dan mudah menyerah dalam menyelesaikan permasalahan matematis yang berpikir tingkat tinggi, selain itu perhatian siswa terhadap hasil belajar atau nilai yang diperoleh siswa terkesan menerima apa adanya


(12)

dan “pasrah”, bahkan ketika mendapatkan nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal pun siswa tidak mau untuk melakukan perbaikan.

Rendahnya sikap positif siswa terhadap matematika, rasa percaya diri, dan keingintahuan siswa berdampak pada hasil pembelajaran yang rendah, karena pembelajaran matematika tidak hanya dimaksudkan untuk mengembangkan aspek kognitif saja, melainkan juga aspek afektif, seperti disposisi matematis. Disposisi matematis berkaitan dengan bagaimana siswa memandang dan menyelesaikan masalah; apakah percaya diri, tekun, berminat, dan berpikir terbuka untuk mengeksplorasi berbagai alternatif strategi penyelesaian masalah. Disposisi juga berkaitan dengan kecendrungan siswa untuk merefleksi pemikiran mereka sendiri (NCTM, 1991).

Sumarmo (2012) sepakat dengan butir (5) Permendiknas No 22 Tahun 2006 yang melukiskan ranah afektif harus dimiliki siswa yang belajar matematika. Pembinaan komponen ranah afektif siswa dalam pembelajaran matematika memerlukan disposisi matematis, yaitu keinginan, kesadaran, dedikasi dan kecendrungan yang kuat pada diri siswa untuk berpikir dan berbuat secara matematis dengan cara yang positif dan didasari dengan iman, taqwa, dan akhlak mulia.

Oleh karena itu, disposisi matematis merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan belajar matematis siswa. Siswa memerlukan disposisi matematis untuk bertahan dalam menghadapi masalah, mengambil tanggung jawab, dan mengembangkan kebiasaan kerja yang baik dalam belajar matematika. Pengembangan disposisi matematis menjadi keniscayaan. Kelak, siswa belum tentu memanfaatkan semua materi matematika yang mereka pelajari, sehingga dapat dipastikan bahwa siswa memerlukan disposisi positif untuk menghadapi situasi problematik dalam kehidupannya.

Kesuksesan individu sangat ditentukan oleh kebiasaan–kebiasaan yang dilakukan. Kebiasaan–kebiasaan positif yang dilakukan secara konsisten dan berpotensi dapat membentuk kemampuan–kemampuan positif. Kemampuan positif juga dapat terjadi dari proses pembelajaran yang diikuti dengan semangat positif. Semangat positif akan menarik sebanyak mungkin nilai–nilai positif dalam kelas,


(13)

sekolah, siswa, dan sesama rekan. Semangat positif tersebut juga harus diperoleh dari diri sendiri sebelum orang lain memberikan pengaruh positif kepada diri kita.

Noer (2011) mengatakan bahwa jiwa positif dapat memecahkan berbagai masalah serta mencerahkan suasana. Magnet kekuatan positif dapat menarik kegembiraan, kesenangan, keberhasilan, stamina, semangat, optimisme, dan berbagai nilai kepositifan lain dari dalam diri. Kepositifan yang dimiliki oleh seorang guru akan berefek kuat kepada siswanya dan semua yang ada dalam sekolah, baik guru, tugas rutinitas, problematika pendidikan, dan lain sebagainya. Semakin positif pikiran dan hati, niscaya semakin sehat, bahagia, nyaman, sukses dan berhasil pula dalam kehidupan. Ada empat hal penting dalam penanaman rasa kepositifan dalam diri, yaitu berpikir positif, berhati positif, bertutur kata positif, dan bertindak positif.

Kebiasaan–kebiasaan positif tersebut dapat dipengaruhi dengan sugesti–sugesti yang tertanam maupun ditanamkan oleh orang lain kepada kita. Hipnosis dapat mempengaruhi orang lain salah satunya dengan memberikan sugesti tertentu. Sedangkan sugesti merupakan kalimat–kalimat yang disampaikan dengan cara dan dalam situasi tertentu dimana kalimat yang disampaikan tersebut dapat mempengaruhi pikiran sadar suyet (orang yang dihipnosis) sesuai dengan maksud dan tujuan sugesti tersebut. Oleh karena itu sugesti tersebut bisa diartikan sebagai proses psikologis untuk membimbing pikiran, perasaan, atau perilaku seseorang melalui kata–kata yang diucapkan. Ilmu hipnosis yang dipergunakan dalam kepentingan dunia pengajaran dan pendidikan dikenal dengan sebutan Hypnoteaching.

Menurut Edistria (2012), hypnoteaching merupakan penyampaian proses pembelajaran dengan cara memberikan sugesti menggunakan kata–kata persuasif untuk mengkondisikan siswa agar berada dalam kondisi fokus. Melalui kondisi tersebut apapun informasi yang diberikan oleh guru akan mudah dipahami oleh siswa. Hypnoteaching juga merupakan perpaduan dari konsep aktivitas belajar mengajar dengan ilmu hipnosis. Belajar akan terasa lebih menyenangkan, damai, tenang, rileks, dan enjoy jika guru atau pendidik dapat mengaplikasikan konsep pendekatan hipnosis yang kaya akan makna sugestif dalam dunia pendidikan dan pengajaran di kelas, tanpa harus mengurangi hakikat dari tujuan kurikulum.


(14)

Pada hypnoteaching, guru berperan sebagai orang yang menghipnosis, sementara siswa selaku suyet atau orang yang dihipnosis. Guru selaku orang yang menghipnosis tidak perlu menidurkan siswa dalam proses pembelajaran. Guru dalam praktik hypnoteaching cukup menggunakan bahasa persuasif sebagai alat komunikasi yang dapat menyugesti siswa secara efektif dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh siswa.

Arahkan perhatian serta konsentrasi siswa pada satu titik fokus, yakni pada bahasa komunikasi sugesti sang guru. Jika kondisi kelas dan perilaku siswa dapat dikuasai dengan baik, maka siswa bisa menuruti apa saja arahan guru. Ketika siswa siap menerima masukan sugesti positif sang hipnotis (guru), maka tibalah saatnya bagi guru memberikan apa saja program positif konstruktif yang dikehendaki. Masukkan nilai–nilai, keyakinan, mentalitas, dan kebiasaan–kebiasaan positif yang harus dilakukan oleh para siswa.

Hypnoteaching ini hanya bermain pada tataran “proses pembelajaran” saja, bukan pada masalah filosofi dan kebijakan kependidikan. Peran guru dalam kegiatan pembelajaran matematis dengan menggunakan metode hypnoteaching ini tidak bersifat sebagai diktator, tetapi sebatas fasilitator, administrator, motivator dan evaluator, sehingga siswa bebas memberikan gagasan-gagasan yang bervariasi dan kreatif dalam menyelesaikan masalah matematis yang diberikan. Sugesti–sugesti yang diberikan guru juga bisa menimbulkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapatnya seperti menjelaskan suatu ide matematis secara lisan maupun tulisan serta mendiskusikan segala sesuatu tentang matematika. Hal–hal tersebut diharapkan dapat mendorong munculnya kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa. serta suasana yang menyenangkan.

Belajar matematika dengan hypnoteaching ini dapat memunculkan nilai–nilai positif pada diri siswa serta lingkungannya (termasuk guru dan teman sejawat), oleh karena itu pelaksanaan metode pembelajaran hypnoteaching ini akan disertai pada pelaksanakan metode TAPPS (Thinking Aloud Pair Problem Solving) yang diperkenalkan oleh Claparade. TAPPS menurut Akhmad, dkk (2012) merupakan salah satu strategi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah, yang


(15)

juga mampu melibatkan siswa secara aktif. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sukaesih (2009), TAPPS merupakan salah satu strategi pembelajaran berdasarkan masalah yang dilakukan secara kolaboratif terstruktur oleh beberapa orang siswa dengan guru sebagai fasilitator. Diskusi yang terkait dengan TAPPS membantu membangun kerangka kontekstual yang diperlukan untuk pemahaman. Demikian pula, TAPPS memungkinkan siswa untuk berlatih konsep, menghubungkannya dengan kerangka kerja yang ada, dan menghasilkan pemahaman materi yang lebih dalam.

Aktivitas metode TAPPS ini dilakukan dalam kelompok kecil beranggotakan dua orang yang heterogen dan memungkinkan terjadinya interaksi yang positif antar siswa sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam menyelesaikan masalah matematis. Metode TAPPS ini memiliki unsur positif yang terkait dengan kemampuan analisis siswa. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaan pembelajaran dengan metode TAPPS, siswa haruslah mampu mengidentifikasi bagian permasalahan (komponen yang dipecah dari suatu permasalahan), menganalisis hubungan antar komponen dan mengenali azas–azas organisasi yang berlaku di dalamnya, sebagai keterampilan analisis dalam memecahkan masalah.

Pengelompokkan siswa yang berpasang–pasangan ini diberi satu rangkaian permasalahan. Dua siswa tersebut diberi peranan yang berbeda satu sama lain pada setiap masalah, yaitu sebagai pemecah masalah atau problem solver (PS) dan pendengar atau listener (L). PS membacakan masalah yang diamati dan menyampaikan bagaimanakah solusi dari masalah tersebut. L mendengarkan semua yang disampaikan oleh PS termasuk langkah–langlah solusi dari permasalahan tersebut dan menangkap semua kesalahan apapun yang terjadi. Agar pembelajaran ini berjalan lebih efektif, maka L harus mengerti apa yang melatar belakangi PS dalam memaparkan langkah– langkah pemecahan masalah tersebut.

Salah satu hasil penelitian yang dilakukan Akhmad, dkk (2012) yaitu, PS mengalami beberapa kendala di dalam pelaksanaan TAPPS, seperti menyelesaikan masalah dan masih malu untuk menjelaskan hasil pemecahan masalah matematis kepada L, sehingga guru diminta harus memberikan bimbingan dan motivasi kepada beberapa PS. Kondisi ini mencerminkan metode pembelajaran TAPPS cukup


(16)

menegangkan, karena adanya tuntutan tugas masing-masing PS dan L terhadap permasalahan matematis yang diberikan guru.

Pelaksanaan metode TAPPS yang menuntut aktivitas mental dan psikologi siswa. Siswa terlebih dahulu harus dikondisikan agar memiliki minat, keterkaitan, semangat, serta rasa percaya diri, sehingga siswa tidak merasa cemas dan malu bahkan enggan ketika mencoba menyelesaikan dan menjelaskan pemecahan masalah matematisnya. Edistria (2012) memberikan upaya untuk mengkondisikan siswa terbiasa dengan cara menciptakan suasana pembelajaran matematika yang menyenangkan, tidak kaku serta memperbanyak interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Kondisi seperti itu membuat siswa nyaman dan rileks dalam belajar sehingga bisa lebih memahami pelajaran dan lancar dalam proses diskusi untuk memecahkan masalah matematis tanpa rasa tegang serta cemas menghadapi persoalan matematis. Salah satunya dengan memberikan sugesti-sugesti positif kepada siswa melalui pemanfaatan metode hypnoteaching, diharapkan agar kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa dapat mengalami peningkatan yang cukup baik. Hal ini dapat terlihat pada diagram di bawah ini.

Gambar 1.1 Hubungan antar variabel penelitian

Selain dari aspek kognitif dan afektif, aspek Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa juga dijadikan sebagai fokus dalam penelitian ini. Hal ini terkait dengan

Hypnoteaching

Disposisi Matematis

TAPPS

Pandangan siswa dalam menyelesaikan masalah

Pengembangan kebiasaan kerjasama siswa dengan teman sejawat dalam memecahkan masalah matematis

Kebiasaan-kebiasaan positif yang dipengaruhi oleh sugesti

Kemampuan Representasi


(17)

efektivitas implementasinya pada proses pembelajaran. Tujuannya yaitu untuk melihat apakah implementasi metode pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching dapat merata di semua kategori KAM siswa atau hanya kategori KAM tertentu saja. Jika merata di semua kategori KAM, maka penelitian ini dapat digeneralisir bahwa implementasi pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching cocok diterapkan untuk semua level kemampuan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengajukan suatu penelitian yang berjudul Peningkatan Kemampuan Representasi dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Penerapan Thinking Aloud Pair Problem Solving Disertai Hypnoteaching (Hypno-TAPPS).

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional bila ditinjau dari kategori kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah)?

3. Apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan penelitian ini untuk mengkaji:

1. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.


(18)

2. Perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa.

3. Peningkatan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata bagi berbagai kalangan berikut ini:

1. Bagi siswa, diharapkan dari penerapan pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan representasi matematis.

2. Bagi guru, diharapkan dari penerapan pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching dapat membantu guru dalam menyampaikan materi matematika pada siswa dan menciptakan pembelajaran matematika yang efisien dan menyenangkan.

3. Bagi sekolah penyelenggaraan pendidikan, diharapkan dengan penerapan pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching dapat memfasilitasi siswanya dalam menimba ilmu di sekolah dan dapat meningkatkan kualitas output pendidikan terutama pelajaran matematika.

4. Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai acuan/referensi untuk penelitian lain dan pada penelitian yang relevan.

1.5Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka dirasa perlu untuk memberikan defenisi operasional terhadap beberapa istilah berikut:

1. Kemampuan Representasi Matematis adalah kemampuan siswa dalam menyatakan suatu situasi/masalah matematis ke dalam ide/gagasan/strategi matematis, berupa tabel, grafik, gambar, atau pernyataan matematis secara tertulis dengan menggunakan bahasa sendiri baik formal maupun informal.


(19)

2. Disposisi Matematis adalah kemauan siswa untuk berpikir dan bertindak secara positif yang mencakup minat belajar, kegigihan serta kemauan untuk menemukan solusi dan apresiasi terhadap matematika.

3. TAPPS adalah suatu metode pembelajaran yang menggunakan pendekatan pemecahan masalah dengan berfikir keras serta melibatkan dua orang siswa yang bekerja sama dalam menyelesaikan suatu masalah.

4. Hypnoteaching adalah seni berkomunikasi dalam menyajikan materi pelajaran dengan menidurkan sejenak aktivitas pikiran sadar dan mengaktifkan pikiran bawah sadar serta memberikan sugesti pada alam bawah sadar tersebut.

5. Pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah secara berpasangan serta didukung oleh peran guru yang memberikan sugesti dengan kata-kata positif untuk persiapan siswa dalam proses diskusi dan memecahkan masalah sehingga siswa tidak cemas dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan.


(20)

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment atau eksperimen semu yang terdiri dari dua kelompok penelitian yaitu kelompok eksperimen (kelas perlakuan) adalah kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching dan kelompok kontrol (kelas pembanding) adalah kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Pertimbangan penggunaan desain penelitian ini adalah kelas yang ada sudah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan secara acak. Apabila dilakukan pembentukan kelas baru dimungkinkan akan menyebabkan kekacauan jadwal pelajaran dan mengganggu efektivitas pembelajaran di sekolah.

Selain itu, penelitian ini menggunakan desain kelompok kontrol non-ekuivalen (Ruseffendi, 2005) berikut.

Kelas Eksperimen : O X O Kelas Kontrol : O O

Keterangan:

O : Pretes atau Postes Kemampuan Representasi Matematis. X : Pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching.

: Subjek tidak dikelompokkan secara acak.

Keterkaitan antara tingkat kemampuan siswa (KAM) dengan pembelajaran yang diberikan disajikan pada rancangan ANOVA yang digunakan di bawah ini.

Tabel 3.1 Rancangan ANOVA

TAPPS disertai Hypnoteaching

Pembelajaran Konvensional

Tinggi HTTR PKTR

Sedang HTSR PKSR

Rendah HTRR PKRR

Keterangan (Contoh): HTTR adalah kemampuan representasi matematis siswa bekemampuan tinggi dengan menggunakan TAPPS disertai Hypnoteaching.

KAM

Pembelajaran


(22)

3.2Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini melibatkan tiga jenis variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol.

1. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu metode pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching.

2. Variabel terikat pada penelitian ini yaitu kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa.

3. Variabel kontrol pada penelitian ini yaitu kategori kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah).

3.3Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa Kelas VIII pada salah satu SMP Negeri di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat Tahun Ajaran 2012/2013. Pemilihan siswa SMP sebagai subyek penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa tingkat perkembangan kognitif siswa SMP masih berada pada tahap peralihan dari tahap operasi konkret ke operasi formal sehingga sesuai untuk diterapkannya pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas VIII dari dua kelas pada salah satu SMP Negeri di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat Tahun Ajaran 2012/2013.

Sampel penelitian ini ditentukan berdasarkan purposive sampling. Tujuan dilakukan pengambilan sampel seperti ini adalah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi subyek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian serta prosedur perizinan.

3.4Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan non tes. Instrumen dalam bentuk tes terdiri dari seperangkat soal tes untuk mengukur kemampuan representasi matematis, sedangkan instrumen dalam bentuk non tes yaitu skala disposisi matematis dan lembar observasi. Berikut ini merupakan uraian dari masing-masing instrumen yang digunakan.


(23)

3.4.1Tes Kemampuan Representasi Matematis

Tes kemampuan representasi matematis disusun dalam bentuk uraian sebanyak 5 soal. Tes kemampuan representasi matematis dibuat untuk mengukur kemampuan representasi matematis siswa kelas VIII mengenai materi yang sudah dipelajarinya. Adapun rincian indikator kemampuan representasi matematis yang akan diukur sebagai berikut.

Tabel 3.2

Deskripsi Indikator Kemampuan Representasi Matematis No Representasi Bentuk–bentuk Operasional

1 Representasi Visual  Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah.

 Membuat gambar untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi

penyelesaiannya. 2 Persamaan atau

ekspresi matematis

 Membuat persamaan atau model matematis dari representasi lain yang diberikan.

 Penyelesaian masalah dengan melibatkan ekspresi matematis.

3 Kata–kata atau teks tertulis

 Menuliskan interpretasi dari suatu representasi.

 Menjawab soal dengan menggunakan kata-kata atau teks tertulis.

Peroleh data untuk mengukur kemampuan representasi matematis, maka dilakukan penskoran sebagai berikut.

Tabel 3.3

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Representasi Matematis Skor Mengilustrasikan /

Menjelaskan

Menyatakan / Menggambar

Ekspresi Matematis / Penemuan 0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan ketidakpahaman tentang konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa–apa. 1 Hanya sedikit dari

penjelasan yang benar.

Hanya sedikit dari gambar atau diagram, yang benar.

Hanya sedikit dari model matematika yang benar. 2 Penjelasan secara

matematis masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan benar.

Melukiskan diagram atau gambar, namun kurang lengkap dan benar.

Menemukan model matematika dengan benar, namun salah dalam mendapatkan solusi.

3 Penjelasan secara matematis masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat sedikit kesalahan bahasa.

Melukiskan, diagram atau gambar, secara lengkap dan benar.

Menemukan model matematis dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap.


(24)

4 Penjelasan secara matematis masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis dan sistematis.

Melukiskan, diagram atau gambar, secara lengkap, benar dan sistematis.

Menemukan model matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap serta sistematis.

Sumber: Cai, Lane, dan Jacabcsin (Hutagaol,2007)

3.4.2Skala Disposisi Matematis

Skala disposisi matematis ini terdiri dari 30 butir pernyataan, diantaranya: 15 pernyataan positif dan 15 pernyataan negatif dengan indikatornya: (1) percaya diri dalam menyelesaikan masalah matematis, mengkomunikasikan ide-ide matematis, dan memberikan pendapat; (2) berpikir fleksibel dalam mengeksplorasi ide-ide matematis dan mencoba metode alternatif dalam menyelesaikan masalah; (3) gigih dalam mengerjakan tugas matematis; (4) berminat, memiliki keingintahuan, dan memiliki daya cipta dalam aktifitas bermatematis; (5) mengapresiasikan peran matematis sebagai alat dan bahasa; (6) berbagi pendapat dengan orang lain. Skala disposisi matematis ini dibuat dengan berpedoman pada bentuk skala Likert, yang terdiri atas 4 kategori respon, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan tidak ada pilihan netral. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari sikap ragu–ragu siswa untuk tidak memihak pada pernyataan yang diajukan. Kategori disposisi matematis, dapat terlihat pada tabel 3.4 berikut ini.

Tabel 3.4

Kategori Disposisi Matematis

Skor Kategori

Skor < 60% Sangat Rendah

60% ≤ Skor < 70% Rendah

70% ≤ Skor < 80% Sedang

80% ≤ Skor < 90% Tinggi

Skor ≥ 90% Sangat Tinggi Sumber: Sugilar (2012)


(25)

3.4.3Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk memperoleh gambaran tentang suasana pembelajaran yang terkait dengan aktivitas guru dan aktivitas siswa serta disposisi matematis siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil pada lembar observasi ini tidak dianalisis secara statistik, tetapi hanya dijadikan sebagai bahan masukan untuk pembahasan hasil secara deskriptif.

Data yang dihasilkan dari lembar observasi ini berupa persentase. Persentase aktivitas siswa dan guru yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching dapat diklasifikasikan menggunakan aturan klasifikasi aktivitas siswa sebagai berikut.

Tabel 3. 5

Klasifikasi Aktivitas Siswa Persentase Klasifikasi 0% < x ≤ 24% Sangat Kurang 24% < x ≤ 49% Kurang 49% < x ≤ 74% Cukup 74% < x ≤ 99% Baik x = 100% Sangat Baik

3.5Teknik Analisis Instrumen

Soal instrumen yang akan dipergunakan dalam penelitian ini, sebelumnya diuji cobakan terlebih dahulu pada siswa yang telah memperoleh materi yang berkenaan dengan penelitian ini. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut telah memenuhi syarat instrumen yang baik atau belum, yaitu validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran.

3.5.1Validitas

Validitas instrumen diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengamatan. berdasarkan hasil tersebut akan diperoleh validitas teoritik dan validitas butir tes.

1) Validitas Teoritik

Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjukkan pada kondisi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan teori dan aturan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes kemampuan representasi dan skala disposisi matematis yang berkenaan


(26)

dengan validitas isi dan validitas muka diberikan oleh ahli dalam hal ini yaitu dua orang dosen pembimbing, satu orang dosen ahli dan satu orang guru bidang studi matematika di Sekolah.

Hasil dari validitas teoritik ini dilakukan uji Cochran’s Q dengan bantuan program SPSS 16 for Windows, untuk melihat keterkaitan antar skor yang diberikan oleh beberapa validator. Hasil perhitungan selengkapnya ada pada Lampiran C.1 halaman 179 untuk tes kemampuan representasi matematis dan Lampiran C.2 halaman 180 untuk skala disposisi matematis. Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil perhitungannya.

Tabel 3.6

Data Hasil Uji Cochran’s Q Validasi Teoritik

Intrumen Test Statistik Keterangan N Cochran’s Q Df Asymp Sig.

Tes KRM 5 1.500 3 0,682 Terima H0 Skala DM 40 17.366 3 0,001 Tolak H0 H0 : validator melakukan penilaian seragam.

Hasil analisis menunjukkan bahwa validator melakukan penilaian seragam terhadap tes kemampuan representasi matematis siswa, tetapi validator tidak melakukan penilaian seragam terhadap skala disposisi matematis siswa.

Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan (Suherman, 2003). Validitas isi dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Apakah soal pada instrumen penelitian sesuai atau tidak dengan indikator.

Validitas muka dilakukan dengan melihat tampilan dari soal yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak salah tafsir. Suatu instrumen dikatakan memiliki validitas muka yang baik apabila instrumen tersebut mudah dipahami maksudnya sehingga testi tidak mengalami kesulitan ketika menjawab soal.


(27)

2) Validitas Butir Tes

Validitas butir tes diuji dengan bantuan Microsoft Excel 2007 dengan langkah-langkah sebagai berikut (Sundayana,2010):

1. Menghitung harga korelasi setiap butir tes menggunakan rumus Product Moment Pearson sebagai berikut.

Keterangan :

rx y: Koefisien validitas. X : Skor item butir soal Y : Jumlah skor total tiap soal n : Jumlah subyek.

2. Melakukan perhitungan uji-t dengan rumus.

3. Mencari ttabel dengan ttabel = tα (dk = n-2).

4. Membuat kesimpulan, dengan kriteria pengujian sebagai berikut: Jika thitung > ttabel, butir soal valid, atau

Jika thitung≤ ttabel, butir soal tidak valid.

Hasil perhitungan uji validitas ini dapat dilihat pada Lampiran C.4 halaman 183, dari 7 butir soal yang mengukur kemampuan representasi matematis, sebanyak 7 soal tersebut valid.

3.5.2Reliabilitas

Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap dan digunakan untuk subjek yang sama. Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes ini adalah rumus Cronbach’s Alpha (Sundayana,2010), dengan bantuan Microsoft Excel 2007 sebagai berikut.


(28)

Keterangan:

: reliabilitas instrumen.

: jumlah varians skor tiap–tiap butir tes. : varians total.

: banyaknya butir tes.

Menurut Suherman (2003) ketentuan klasifikasi koefisien reliabilitas sebagai berikut.

Tabel 3.7

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Besarnya nilai r11 Klasifikasi 0,80 < r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi 0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi 0,40 < r11≤ 0,60 Cukup 0,20 < r11≤ 0,40 Rendah r11 ≤ 0,20 Sangat rendah

Hasil perhitungan reliabilitas instrumen ini dapat dilihat pada Lampiran C.4 halaman 184, diperoleh koefisien reliabilitas instrumen tes kemampuan representasi matematis adalah 0,72 yang menunjukkan tingkat reliabilitas tinggi.

3.5.3Daya Pembeda

Daya pembeda butir tes dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya angka indeks diskriminasi butir tes. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda menurut Sundayana (2010) adalah.

Keterangan:

: Daya pembeda.

: Jumlah skor kelompok atas : Jumlah skor kelompok bawah


(29)

Klasifikasi interpretasi daya pembeda soal sebagai berikut. Tabel 3.8

Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Kriteria Daya Pembeda Klasifikasi DP ≤ 0,00 Sangat Jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Hasil perhitungan daya pembeda soal dengan bantuan Microsoft Excel 2007 ini dapat dilihat pada Lampiran C.4 halaman 185, dari 7 soal yang mengukur kemampuan representasi matematis, terdapat 1 soal berada pada kategori cukup, 4 soal kategori baik, dan 2 soal lainnya berkategori sangat baik.

3.5.4Tingkat Kesukaran

Menurut Sundayana (2010), tingkat kesukaran untuk soal uraian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan :

: Indeks Kesukaran.

: Jumlah skor kelompok atas : Jumlah skor kelompok bawah

: Jumlah skor ideal kelompok atas : Jumlah skor ideal kelompok bawah

Klasifikasi tingkat kesukaran soal sebagai berikut. Tabel 3.9

Klasifikasi Koefisien Tingkat Kesukaran Kriteria Indeks Kesukaran Klasifikasi IK = 0,00 Sangat Sukar 0,00  IK  0,3 Sukar 0,3  IK ≤ 0,7 Sedang 0,7  IK ≤ 1,00 Mudah IK = 1,00 Sangat Mudah


(30)

Hasil perhitungan indeks kesukaran soal instrumen dengan bantuan Microsoft Excel 2007 ini dapat dilihat pada Lampiran C.4 halaman 185, untuk tes kemampuan representasi matematis, diperoleh 1 soal dengan kategori sukar, 5 soal dengan kategori sedang, dan 1 soal lainnya dengan kategori mudah.

Adapun rekapitulasi hasil perhitungan validitas, reliabilitas, daya pembeda dan taraf kesukaran soal disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.10

Rekapitulasi Data Hasil Uji Coba Instrumen Kemampuan No.

Soal

Validitas

Reliabilitas Daya Pembeda

Indeks

Kesukaran Keterangan rxy Kriteria DP Kriteria IK Kriteria

Representasi Matematis

1 0,61 Valid

0,72 Kriteria:

Tinggi

0,31 Cukup 0,62 Sedang Dipakai 2 0,86 Valid 0,69 Baik 0,23 Sukar Dipakai 3 0,92 Valid 2,56 S.Baik 0,40 Sedang Dibuang 4 0,70 Valid 0,41 Baik 0,73 Mudah Dipakai 5 0,68 Valid 0,66 Baik 0,58 Sedang Dipakai 6 0,66 Valid 0,69 Baik 0,62 Sedang Dipakai 7 0,52 Valid 1,97 S.Baik 0,44 Sedang Dibuang

3.6Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran pada penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh peneliti dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing serta guru bidang studi matematika. RPP ini terdiri dari 6 kali pertemuan yang dilengkapi dengan problem sheet yang memuat soal-soal latihan menyangkut materi yang telah disampaikan. Problem sheet ini diselesaikan berkelompok secara berpasangan dan dijawab langsung pada lembar problem sheet tersebut dengan mencantumkan nama problem solver pada tiap soal.


(31)

3.7Prosedur Penelitian

Berikut ini merupakan tahapan–tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini:

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Kelas Eksperimen

Pembelajaran matematika dengan TAPPS disertai

Hypnoteaching

Identifikasi Masalah

Penyusunan Perangkat Pembelajaran

Penyusunan Instrumen

Uji Coba Instrumen

Analisis Validitas, Reliabilitas, Daya Pembeda, dan Tingkat Kesukaran

Pelaksanaan Penelitian

Tes Awal (Pretes)

Kelas Kontrol

Pembelajaran matematika dengan konvensional

Tes Akhir (Postes)

Analisis Data

Kesimpulan Skala Disposisi Matematis Skala Disposisi Matematis


(32)

3.8Teknik Pengumpulan Data

Data pretes dan postes kemampuan representasi matematis, serta nilai ujian akhir semester I dan nilai ujian tengah semester II Tahun Ajaran 2012/2013 sebagai rata-rata dalam menentukan kemampuan awal matematis siswa.

Data yang berkaitan dengan disposisi matematis siswa dikumpulkan melalui penyebaran skala disposisi matematis siswa pada pretes dan postes, sedangkan lembar observasi dilakukan oleh seorang observer untuk observasi aktivitas guru dan seorang observer lainnya untuk observasi aktivitas siswa pada setiap pertemuan.

3.9Teknik Analisis Data

3.9.1Analisis Data Kualitatif

Data kualitatif dalam penelitian ini berupa data dari hasil lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa selama melaksanakan proses pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching. Lembar observasi tersebut akan dihitung persentase aktivitas guru dalam setiap pertemuan. Persentase aktivitas siswa akan dilihat setiap indikatornya pada setiap pertemuan, setelah itu akan diolah secara deskriptif dan hasilnya dianalisis melalui laporan esai yang menyimpulkan kriteria, karakteristik serta proses yang terjadi dalam pembelajaran.

3.9.2Analisis Data Kuantitatif

Data kuantitatif yang diperoleh dalam penelitian ini akan dilakukan uji statistik. Pengujian tersebut dilakukan pada hasil uji coba instrumen, data skor pretes dan skor postes, N-gain serta skala disposisi matematis siswa. Hasil uji coba instrumen diolah dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel 2007 untuk memperoleh validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal. Data hasil pretes, postes, N-gain dan skala disposisi matematis siswa diolah dengan menggunakan bantuan Software SPSS 16 For Windows.

1) Data Hasil Tes Kemampuan Representasi Matematis

Hasil tes kemampuan representasi matematis digunakan untuk menelaah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang


(33)

memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Selanjutnya dilakukan pengolahan data berdasarkan kategori kemampuan awal matematis yaitu tinggi, sedang, dan rendah pada siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching.

Data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan representasi matematis pada pretes maupun postes diperiksa oleh dua orang yang berbeda, yakni peneliti sendiri dan salah seorang mahasiswi Pascasarjana UPI. Hasil pengoreksian tersebut kemudian diuji menggunakan uji-t dan dilihat korelasinya menggunakan rumus Product Moment Pearson dengan bantuan software SPSS 16.

Rumusan hipotesis untuk uji korelasi adalah sebagai berikut:

H0 :tidak terdapat hubungan antara data pengoreksi 1 dan data pengoreksi2 H1 :terdapat hubungan antara data pengoreksi 1 dan data pengoreksi 2. Rumusan hipotesis untuk uji-t adalah sebagai berikut:

H0 :tidak terdapat korelasi antara data pengoreksi 1 dan data pengoreksi 2. H1 :terdapat korelasi antara data pengoreksi 1 dan data pengoreksi 2.

Kriteria pengujian yang digunakan, adalah jika p-value (sig.) lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima, dan untuk kondisi lainnya H0 ditolak (langkah-langkah pengujiannya seperti pengujian pada hipotesis penelitian).

Hasil pengujian yang telah peneliti lakukan dapat dilihat pada Lampiran D.6 halaman 196, ternyata didapatkan hasil pengolahan korelasi

kedua data Sig. < α yaitu 0,000 < 0,05, artinya tidak terdapat korelasi yang signifikan antara pengoreksi 1 dan pengoreksi 2 dan hasil uji-t kedua data

menghasilkan Sig. > α, yaitu 0,387 > 0,05, artinya terdapat hubungan

antara pengoreksi 1 dan pengoreksi 2. Oleh karena itu, peneliti menggunakan hasil pengoreksi 1 untuk dilakukan analisis lebih lanjut dalam menjawab hipotesis penelitian ini.

Data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan representasi matematis diolah melalui tahapan sebagai berikut:

1 Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan.


(34)

2 Membuat tabel data skor pretes dan postes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3 Menentukan skor peningkatan kemampuan representasi matematis dengan rumus gain ternormalisasi Hake (Meltzer, 2002) yaitu:

Hasil perhitungan gain ternormalisasi kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut.

Tabel 3.11

Klasifikasi Gain Ternormalisasi Besarnya Gain (g) Klasifikasi g ≥ 0,70 Tinggi

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang

g < 0,30 Rendah

4 Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pretes, postes dan gain ternormalisasi kemampuan representasi matematis dengan menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk.

Adapun rumusan hipotesisnya, adalah:

Ho :data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1 :data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka Ho ditolak. Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka Ho diterima.

Apabila data tidak berdistribusi normal, maka dapat langsung dilakukan pengujian hipotesis penelitian dengan uji nonparametrik Mann-Whitney.

5 Menguji homogenitas varians data skor pretes, postes dan gain ternormalisasi kemampuan representasi matematis menggunakan uji Levene. Adapun hipotesis yang akan diuji yaitu:

Ho :data sampel memiliki variansi homogen. H1 :data sampel tidak memiliki variansi homogen. Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α = 0,05), maka Ho ditolak. Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α = 0,05), maka Ho diterima.


(35)

6 Setelah data memenuhi syarat normal dan homogen, selanjutnya dilakukan uji perbedaan rataan skor pretes dan uji perbedaan rataan skor gain ternormalisasi menggunakan Independent Sample T-Test (uji-t), tetapi apabila data tidak homogen, maka digunakan uji-t. 7 Melakukan uji perbedaan rataan skor gain ternormalisasi kemampuan

representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching dan pembelajaran konvensional berdasarkan kategori kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah). Uji statistik yang digunakan adalah analysis of variance (ANOVA) dua jalur dilanjutkan uji Scheffe jika data homegen dan uji Tamhane’s jika data tidak homogen untuk melihat letak perbedaanya.

8 Jika terjadi peningkatan, maka dilakukan uji effect size untuk melihat seberapa besar pengaruh peningkatan yang terjadi. Menurut Olejnik dan Algina (Santoso, 2010), effect size adalah “ukuran mengenai besarnya efek suatu variabel pada variabel lain, serta besarnya perbedaan maupun hubungan yang bebas dari pengaruh besarnya

sampel”.

Perhitungan effect size pada anova dua jalur dilakukan dengan bantuan software SPSS 16 for Windows untuk melihat pengaruh antara pembelajaran yang diberikan terhadap hasil tes kemampuan representasi matematis. Perhitungan effect size Independent Sample T-Test untuk melihat pengaruh antara pembelajaran yang diberikan terhadap disposisi matematis siswa, menurut Thalheimer (2002) menggunakan rumus Cohen’s d sebagai berikut.

dengan,

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1       n n S n S n Sgab Keterangan:

:rerata kelompok eksperimen. :rerata kelompok kontrol.


(36)

n1 :jumlah sampel kelompok eksperimen. n2 :jumlah sampel kelompok kontrol.

2 1

S :varians kelompok eksperimen.

2 2

S :varians kelompok kontrol.

Menurut Becker (2000) klasifikasi interpretasi effect size sebagai berikut.

Tabel 3.12 Klasifikasi Effect Size

Kriteria Effect Size Klasifikasi 0,2 ≤ d < 0,5 Rendah 0,5 ≤ d < 0,8 Sedang 0,8 ≤ d < 2 Tinggi

2) Data Skala Disposisi Matematis

Penentuan skor skala disposisi matematis menggunakan MSI (Method of Succesive Interval) dengan bantuan program Microsoft Excel 2007 untuk mengubah data ordinal menjadi data interval. Data skor skala disposisi matematis yang diperoleh diolah melalui tahap-tahap berikut: 1. Hasil jawaban setiap responden untuk setiap pernyataan dihitung

frekuensinya.

2. Frekuensi yang diperoleh setiap pernyataan dihitung proporsi setiap pilihan jawaban.

3. Berdasarkan proporsi untuk setiap pernyataan tersebut, dihitung proporsi kumulatif untuk setiap pernyataan.

4. Tentukan nilai batas untuk Z bagi setiap pilihan jawaban dan setiap pernyataan.

5. Berdasarkan nilai Z, tentukan nilai densitas (kepadatan). Nilai densitas dapat dilihat pada tabel ordinat Y untuk lengkungan normal standar.

6. Hitung nilai skala/ scale value/ SV untuk setiap pilihan jawaban dengan persamaan sebagai berikut.


(37)

7. Langkah selanjutnya yaitu tentukan nilai k, dengan rumus:

k= 1 + .

8. Langkah terakhir yaitu mentransformasikan masing-masing nilai pada SV dengan rumus: SV + k.

9. Setelah data skala disposisi matematis ini berubah dalam bentuk data interval, maka untuk menguji hipotesis dari penelitian ini akan dihitung besar peningkatan skala disposisi matematis siswa dari hasil pengisian sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan, dengan rumus gain ternormalisasi Hake (Meltzer, 2002) yaitu:

Hasil perhitungan gain ternormalisasi tersebut kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi pada tabel 3.11. 10.Melakukan uji perbedaan rataan skor Ngain disposisi matematis

menggunakan Independent Sample T-Test (uji-t) dengan bantuan program software SPSS 16 for Windows, tetapi sebelumnya dilakukan uji normalitas dan homogenitasnya.


(38)

3.10 Alur Uji Statistik

Gambar 3.2 Alur Uji Statistik

Uji Mann-Whitney Normal Tidak Normal

Tidak Homogen Homogen

Kesimpulan Uji Parametrik

Uji t

Anova 2 Jalur

Uji Parametrik (Uji t’) Uji Homogenitas

NGain

Uji Normalitas

NGain

Postes Pretes

Postes Pretes

Data Data


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis, hasil penelitian, dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dalam bab ini akan dikemukakan kesimpulan dan saran.

5.1Kesimpulan

1. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional terhadap kategori kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah), dimana lebih spesifik terdapat pada siswa berkemampuan awal matematis yang berkategori tinggi dan rendah. Tetapi pasangan kemampuan awal matematis tinggi dan sedang, serta sedang dan rendah tidak terdapat perbedaan.

3. Peningkatan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching tidak lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

5.2Saran

Kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, memberikan saran sebagai berikut: 1. Pelaksanaan hypnoteaching dapat dilaksanakan dalam menetralkan ketegangan dan kecemasan siswa dalam menyelesaikan masalah matematis. 2. Penelitian ini membagi tiga kemampuan siswa, sehingga ditemukan tidak terdapat perbedaan peningkatan pada siswa berkemampuan tinggi dan rendah serta siswa berkemampuan sedang dan rendah. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya dapat melakukan pembagian dua kategori kemampuan siswa saja, yaitu tinggi dan sedang atau tinggi dan rendah.

3. Peneliti hanya melihat peningkatan kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa saja, maka untuk peneliti selanjutnya perlu diteliti juga interaksi antara kemampuan representasi dan disposisi matematis yang terjadi.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad, S.D., Suyadi, G., dan Nurhanurawati.(2012). Efektivitas Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving dalam Meningkatkan Kemampuan Analisis Matematis Siswa. Journal Pendidikan Matematika. 1, (3), 82-84

Arikunto, S.(2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka

Edistria, E.(2012). Pengaruh Penerapan Hypnoteaching dalam Problem Problem – Based Learning Terhadap Kemampuan Komunikasi dan Berfikir Kreatif Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis Magister pada SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Goldin, A.(2002). Representation in Mathematical Learning and Problem Solving. Dalam English, L.D (Ed) Handbook of International Research in Mathematic Education. Nahwah, New Jersey: Lawrent Erlbaun Associated, Inc, 197-218

Hajar, I.(2011). Hypnoteaching. Yogyakarta: DIVA Press

Hartman.(1998). Improving Student’s Problem Solving Skills. [Online]. Tersedia: http://www.ccny.cuny.edu/ctl/handbook/hartman.html [16 Desember 2006]

Hasanah, A.(2004). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman Matematika Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan Pada Representasi Matematika. tesis Magister SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Hudoyo, H.(2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Journal Matematika atau Pembelajarannya. ISSN:085-7792. Tahun VIII, Edisi Khusus.

Hwang, W.Y, et al.(2007). Multiple Representation Skills and Creativity Effects on Mathematical Problem Solving Using A Multimedia Whiteboard System. Educational Technology And Society. Vol 10 (2), 191 – 212 Katz, L.G.(2009). Dispositions as Educational Goals. [Online]. Tersedia:

http://www.edpsycinteractive.org/files/edoutcomes.html. [9 Mei 2008] Luitel, B.C.(2001). Multiple Representations of Mathematical Learning. [Online].

Available: http://www.matedu.cinvestav.mx/adalira.pdf. [10 Desember 2012]

Majunder, T.(2006). How do Students Learn to Solve Problems to Develop Conceptual Understanding of a Subject? [Online]. Tersedia: www.sci.ccny.cuny.edu/~chemwksp/Posters-Spring2006/Majumder-poster-Sp-06.ppt [16 Desember 2006]


(41)

Maxwell, K.(2001). Positive Learning Dispositions in Mathematics. [Online]. tersedia: www.education.auckland.ac.nz/.../ACE_Paper_3_Issue_11.doc. [12 Januari 2008]

Meltzer, D.E.(2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores. American Journal of Physics. V70 n12 p1259-68 Dec 2002. [Online]. Tersedia: www.physics.iastate.edu/-per/doc/AJP-Dec-2002-Vol.70-1259-1268.pdf. [6 Juni 2012]

NCTM.(1991). Evaluation of Teaching: Standard 6: Promoting Mathematical Disposition.[Online].Tersedia:http://www.fayar.net/east/teacher.web/ma th/Standards/previous/ProfStds/EvTeachM6.htm. [5 November 2008] . (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.

[Online].Tersedia:http://www.krellinst.org/Ais/textbook/manual/stand/N CTME_stand.html. [5 Februari 2009]

. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM M. Noer. (2010). Hypnoteaching for Success Learning. Yogyakarta: Pedagogja. . (2011). Positive Teaching. Yogyakarta: Pedagogja.

Permendiknas. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta: BSNP. Polking, J.(1998). Response To NCTM’s Round 4 Questions. [Online] Tersedia: pada

http://www.ams.org/government/argrpt4.html. 5 Desember 2012

Ruseffendi.(2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Santoso, A.(2010). Studi Deskriptif Effect Size Penelitian-Penelitian di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Jurnal Penelitian. Vol. 14 (1).

[Online]. Tersedia:

http://www.usd.ac.id/lembaga/lppm/f1l3/Jurnal%20Penelitian/vol14no1 nov2010/2010%20November_01%20Agung%20Santoso.pdf. [21 Mei 2013].

Stewart, P dan Davis, S.(2005). Developing Disposition of Preservice Teachers Through Membership in Profesional Organization. Dalam Journal of Authentic Learning. [Online]. Volume 2 (1), 10 halaman. Tersedia: http://www.oswego.edu/academics/colleges

_and_departments/education/jal/vol2no1/v2n1%204th%20Stewart%20D avis%20Dispositions%20of%20Preservice%20Teachers.doc. [3 Juni 2008]


(42)

Sugilar, H.(2012). Miningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Disposisi Matematika Siswa Madrasah Tsanawiyah Melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi Doktor pada SPs Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.

Suherman, E.(2003). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka

Sukaesih, E.(2009). Efektivitas Penggunaan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Lembang. [Online]. Tersedia: http://terasafit.wordpress.com/2009/01/26/strategi-belajar-thinking-aloud-pair-problem-solving-2/. [25 Januari 2013]

Sumarmo, U.(2012). “Pendidikan karakter Serta Pengembangan Berfikir dan Disposisi Matematik dalam pembelajaran”. Makalah disajikan dalam Seminar Pendidikan Matematika di NTT Tanggal 25 Februari 2012 Sundayana, R.(2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut: STKIP Garut Press. Suparlan, A.(2005). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mengembangkan

Kemampuan Pemahaman dan Representasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama (Studi Eksperimen pada Siswa Salah Satu SMP di Cirebon). Tesis SPs UPI: tidak diterbitkan

Syaban, M.(2009). Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Investigasi. Vol. III No. 2 Juli 2009. pp: 129 - 136

Thalheimer, A. dan Samantha, C.(2002). How to Calculate Effect Sizes from Published Research: A Simplified Methodology. Work-Learning Research. [Online]. Tersedia: http://www.bwgriffin.com/gsu/courses/edur9131/content/Effect_Sizes_p df5.pdf. [21 Mei 2013].

Trianto.(2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Wahyuni, S.(2012). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis dan Self Esteem Siswa Sekolah Menengah Pertama Dengan Menggunakan Model Pembelajaran ARIAS. Tesis Magister pada SPs Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan

Whimbey, A dan Lochlead, J.(1987). Problem Solving dan Comprehensim Edisi Ke enam. USA: Lawrense Erlbaun Associates, Inc.


(1)

Audra Pramitha Muslim, 2013

Peningkatan Kemampuan Presentasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Penerapan Thingking Aloud Pair Problem Solving Disertai Hypnoteching(Hypno-Tapps)

7. Langkah selanjutnya yaitu tentukan nilai k, dengan rumus:

k= 1 + .

8. Langkah terakhir yaitu mentransformasikan masing-masing nilai pada SV dengan rumus: SV + k.

9. Setelah data skala disposisi matematis ini berubah dalam bentuk data interval, maka untuk menguji hipotesis dari penelitian ini akan dihitung besar peningkatan skala disposisi matematis siswa dari hasil pengisian sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan, dengan rumus gain ternormalisasi Hake (Meltzer, 2002) yaitu:

Hasil perhitungan gain ternormalisasi tersebut kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi pada tabel 3.11. 10.Melakukan uji perbedaan rataan skor Ngain disposisi matematis

menggunakan Independent Sample T-Test (uji-t) dengan bantuan program software SPSS 16 for Windows, tetapi sebelumnya dilakukan uji normalitas dan homogenitasnya.


(2)

Audra Pramitha Muslim, 2013

3.10 Alur Uji Statistik

Gambar 3.2 Alur Uji Statistik

Uji Mann-Whitney

Normal Tidak Normal

Tidak Homogen Homogen

Kesimpulan Uji Parametrik

Uji t

Anova 2 Jalur

Uji Parametrik (Uji t’) Uji Homogenitas

NGain

Uji Normalitas

NGain

Postes Pretes

Postes Pretes

Data Data


(3)

Audra Pramitha Muslim, 2013

Peningkatan Kemampuan Presentasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Penerapan Thingking Aloud Pair Problem Solving Disertai Hypnoteching(Hypno-Tapps)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis, hasil penelitian, dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dalam bab ini akan dikemukakan kesimpulan dan saran.

5.1Kesimpulan

1. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional terhadap kategori kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah), dimana lebih spesifik terdapat pada siswa berkemampuan awal matematis yang berkategori tinggi dan rendah. Tetapi pasangan kemampuan awal matematis tinggi dan sedang, serta sedang dan rendah tidak terdapat perbedaan.

3. Peningkatan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran TAPPS disertai hypnoteaching tidak lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

5.2Saran

Kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, memberikan saran sebagai berikut: 1. Pelaksanaan hypnoteaching dapat dilaksanakan dalam menetralkan ketegangan dan kecemasan siswa dalam menyelesaikan masalah matematis. 2. Penelitian ini membagi tiga kemampuan siswa, sehingga ditemukan tidak terdapat perbedaan peningkatan pada siswa berkemampuan tinggi dan rendah serta siswa berkemampuan sedang dan rendah. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya dapat melakukan pembagian dua kategori kemampuan siswa saja, yaitu tinggi dan sedang atau tinggi dan rendah.

3. Peneliti hanya melihat peningkatan kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa saja, maka untuk peneliti selanjutnya perlu diteliti juga interaksi antara kemampuan representasi dan disposisi matematis yang terjadi.


(4)

Audra Pramitha Muslim, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad, S.D., Suyadi, G., dan Nurhanurawati.(2012). Efektivitas Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving dalam Meningkatkan Kemampuan Analisis Matematis Siswa. Journal Pendidikan Matematika. 1, (3), 82-84

Arikunto, S.(2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka

Edistria, E.(2012). Pengaruh Penerapan Hypnoteaching dalam Problem Problem – Based Learning Terhadap Kemampuan Komunikasi dan Berfikir Kreatif Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis Magister pada SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Goldin, A.(2002). Representation in Mathematical Learning and Problem Solving. Dalam English, L.D (Ed) Handbook of International Research in Mathematic Education. Nahwah, New Jersey: Lawrent Erlbaun Associated, Inc, 197-218

Hajar, I.(2011). Hypnoteaching. Yogyakarta: DIVA Press

Hartman.(1998). Improving Student’s Problem Solving Skills. [Online]. Tersedia: http://www.ccny.cuny.edu/ctl/handbook/hartman.html [16 Desember 2006]

Hasanah, A.(2004). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman Matematika Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan Pada Representasi Matematika. tesis Magister SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Hudoyo, H.(2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Journal Matematika atau Pembelajarannya. ISSN:085-7792. Tahun VIII, Edisi Khusus.

Hwang, W.Y, et al.(2007). Multiple Representation Skills and Creativity Effects on Mathematical Problem Solving Using A Multimedia Whiteboard System. Educational Technology And Society. Vol 10 (2), 191 – 212 Katz, L.G.(2009). Dispositions as Educational Goals. [Online]. Tersedia:

http://www.edpsycinteractive.org/files/edoutcomes.html. [9 Mei 2008] Luitel, B.C.(2001). Multiple Representations of Mathematical Learning. [Online].

Available: http://www.matedu.cinvestav.mx/adalira.pdf. [10 Desember 2012]

Majunder, T.(2006). How do Students Learn to Solve Problems to Develop Conceptual Understanding of a Subject? [Online]. Tersedia: www.sci.ccny.cuny.edu/~chemwksp/Posters-Spring2006/Majumder-poster-Sp-06.ppt [16 Desember 2006]


(5)

Audra Pramitha Muslim, 2013

Peningkatan Kemampuan Presentasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Penerapan Thingking Aloud Pair Problem Solving Disertai Hypnoteching(Hypno-Tapps)

Maxwell, K.(2001). Positive Learning Dispositions in Mathematics. [Online]. tersedia: www.education.auckland.ac.nz/.../ACE_Paper_3_Issue_11.doc. [12 Januari 2008]

Meltzer, D.E.(2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores. American Journal of Physics. V70 n12 p1259-68 Dec 2002. [Online]. Tersedia: www.physics.iastate.edu/-per/doc/AJP-Dec-2002-Vol.70-1259-1268.pdf. [6 Juni 2012]

NCTM.(1991). Evaluation of Teaching: Standard 6: Promoting Mathematical Disposition.[Online].Tersedia:http://www.fayar.net/east/teacher.web/ma th/Standards/previous/ProfStds/EvTeachM6.htm. [5 November 2008] . (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.

[Online].Tersedia:http://www.krellinst.org/Ais/textbook/manual/stand/N CTME_stand.html. [5 Februari 2009]

. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM M. Noer. (2010). Hypnoteaching for Success Learning. Yogyakarta: Pedagogja. . (2011). Positive Teaching. Yogyakarta: Pedagogja.

Permendiknas. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta: BSNP. Polking, J.(1998). Response To NCTM’s Round 4 Questions. [Online] Tersedia: pada

http://www.ams.org/government/argrpt4.html. 5 Desember 2012

Ruseffendi.(2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Santoso, A.(2010). Studi Deskriptif Effect Size Penelitian-Penelitian di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Jurnal Penelitian. Vol. 14 (1).

[Online]. Tersedia:

http://www.usd.ac.id/lembaga/lppm/f1l3/Jurnal%20Penelitian/vol14no1 nov2010/2010%20November_01%20Agung%20Santoso.pdf. [21 Mei 2013].

Stewart, P dan Davis, S.(2005). Developing Disposition of Preservice Teachers Through Membership in Profesional Organization. Dalam Journal of Authentic Learning. [Online]. Volume 2 (1), 10 halaman. Tersedia: http://www.oswego.edu/academics/colleges

_and_departments/education/jal/vol2no1/v2n1%204th%20Stewart%20D avis%20Dispositions%20of%20Preservice%20Teachers.doc. [3 Juni 2008]


(6)

Audra Pramitha Muslim, 2013

Sugilar, H.(2012). Miningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Disposisi Matematika Siswa Madrasah Tsanawiyah Melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi Doktor pada SPs Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.

Suherman, E.(2003). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka

Sukaesih, E.(2009). Efektivitas Penggunaan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah

Siswa Lembang. [Online]. Tersedia:

http://terasafit.wordpress.com/2009/01/26/strategi-belajar-thinking-aloud-pair-problem-solving-2/. [25 Januari 2013]

Sumarmo, U.(2012). “Pendidikan karakter Serta Pengembangan Berfikir dan Disposisi Matematik dalam pembelajaran”. Makalah disajikan dalam Seminar Pendidikan Matematika di NTT Tanggal 25 Februari 2012 Sundayana, R.(2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut: STKIP Garut Press. Suparlan, A.(2005). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mengembangkan

Kemampuan Pemahaman dan Representasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama (Studi Eksperimen pada Siswa Salah Satu SMP di Cirebon). Tesis SPs UPI: tidak diterbitkan

Syaban, M.(2009). Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Investigasi. Vol. III No. 2 Juli 2009. pp: 129 - 136

Thalheimer, A. dan Samantha, C.(2002). How to Calculate Effect Sizes from Published Research: A Simplified Methodology. Work-Learning

Research. [Online]. Tersedia:

http://www.bwgriffin.com/gsu/courses/edur9131/content/Effect_Sizes_p df5.pdf. [21 Mei 2013].

Trianto.(2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Wahyuni, S.(2012). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis dan Self Esteem Siswa Sekolah Menengah Pertama Dengan Menggunakan Model Pembelajaran ARIAS. Tesis Magister pada SPs Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan

Whimbey, A dan Lochlead, J.(1987). Problem Solving dan Comprehensim Edisi Ke enam. USA: Lawrense Erlbaun Associates, Inc.


Dokumen yang terkait

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA

34 139 204

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS MATEMATIS SISWA (Kasus: Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 5 Metro Tahun Pelajaran 2011/2012)

1 9 58

PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Bandar Lampung TP 2012/2013)

3 21 56

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT BERBANTUAN SOFTWARE GEOGEBRA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK

0 0 10

PENINGKATAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA MELALUI PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING Fitriati

0 1 14

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING Rifaatul Mahmuzah

0 0 10

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK PROBLEM SOLVING

1 1 22

DISPOSISI MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING

0 0 12

1 PENANGANAN HAMBATAN PENALARAN ADAPTIF SISWA MELALUI STRATEGI THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DI SMP Nurul Hidayanti Kurnia Sari, Sugiatno, Bistari Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak Email: nurulsukses95yahoo.com Abstract - PENA

0 0 11

PEMBELAJARAN THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING SISWA KELAS VII A DI SMP PIRI 1 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 20132014

1 1 10