MODEL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN POLITIK BAGI KADER PARTAI DALAM MENINGKATKAN KESADARAN POLITIK.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR DIAGRAM ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Definisi Konsep ... 12

1. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 12

2. Pendidikan Politik ... 12

3. Kader ... 13

4. Partai Politik ... 13

5. Kesadaran Politik ... 13

F. Asumsi Penelitian ... 14

BAB II LANDASAN TEORETIS A. Pendidikan Kewarganegaraan ... 16

1. Pendidikan Kewarganegaraan di Masyarakat ... 16


(2)

3. Kewarganegaraan dan Partisipasi ... 29

B. Pendidikan Politik ... 40

1. Konsep Pendidikan Politik ... 40

2. Konsep Sosialisasi Politik ... 45

3. Perkembangan Pendidikan Politik ... 50

a. Perkembangan Pendidikan Politik di Dunia Barat ...50

b. Perkembangan Pendidikan Politik di Indonesia ... 52

4. Argumen-Argumen terhadap Pendidikan Politik ... 56

5. Maksud dan Tujuan Pendidikan Politik ... 61

6. Urgensi Pendidikan Politik ... 69

7. Materi Pendidikan Politik ... 71

C. Kesadaran Politik ... 74

1. Hakikat Kesadaran Politik ... 74

2. Pentingnya Kesadaran Politik ... 82

D. P a r t a i P o l i t i k ... 83

1. Konteks Kelahiran Partai Politik ... 85

2. Pengertian Partai Politik ... 89

3. Fungsi Partai Politik ... 94

4. Keanggotaan Partai Politik ... 98

5. Aktivitas Partai ... 100

6. Partai Politik dan Civic Literacy ... 102

7. Partai Politik dan Civil Society ... 113


(3)

E. Hasil Penelitian Sebelumnya yang Relevan... 125

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 135

1. Pendekatan ... 135

2. Metode Penelitian ... 136

B. Teknik Pengumpulan Data ... 138

1. Studi Dokumentasi ... 138

2. Wawancara ... 139

3. Observasi ... 141

C. Subjek Penelitian dan Sumber Data ... 142

1. Subjek Penelitian ... 142

2. Sumber Data ... 144

D. Analisis Data ... 146

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil Penelitian ... 150

1. Realitas Pelaksanaan Pendidikan Politik Pada Partai Politik ... 150

a. Dukungan Kebijakan Partai terhadap Pelaksanaan Pendidikan Politik ... 151

1) Partai Demokrat ... 151

2) Partai Golkar ... 156

3) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ... 175


(4)

1) Partai Demokrat ... 180

2) Partai Golkar ... 186

3) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ... 204

2. Konstruksi Pendidikan Politik yang Dibutuhkan bagi Peningkatan Kesadaran Politik ... 227

a. Pemahaman Dimensi Politik bagi Peningkatan Kesadaran Politik ... 227

b. Kompetensi Kewarganegaraan dalam Pendidikan ... 231

1) Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic knowledge) ... 232

2) Kecakapan Kewarganegaraan (Civic skill) ... 237

3) Watak Kewarganegaraan (Civic Disposition) ... 241

c. Substansi Kompetensi Dasar Kewarganegaraan yang Harus Dimiliki Kader Partai ... 246

1) Nilai dan Sikap Kewarganegaraan (Civic Dispositions) ... 247

2) Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills) ... 249

B. Pembahasan ... 252

1. Realitas pelaksanaan Pendidikan Politik oleh Partai Politik terhadap Kadernya ... 252

2. Proses Pendidikan Politik yang Dilaksanakan oleh Partai Politik terhadap Kadernya dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan ... 267

3. Pola Pendidikan Politik yang Dibutuhkan bagi Peningkatan Kesadaran Politik ... 275


(5)

b. Langkah-langkah Pelatihan ... 277

c. Kurikulum Pelatihan ... 279

1) Pendekatan ... 280

2) Materi ... 282

3) Metode ... 288

4) Media ... 308

5) Evaluasi ... 309

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 311

B. Rekomendasi ...313 Daftar Pustaka


(6)

DAFTAR DIAGRAM


(7)

DAFTAR BAGAN

Bagan

3.1 Komponen Analisis Data ... 147 3.2 Paradigma Penelitian ... 149 4.1 Perekrutan Anggota Partai ... 256


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu parameter untuk mengukur kualitas demokrasi adalah sirkulasi kepemimpinan politik yang lancar dengan sokongan kaderisasi kepemimpinan yang melembaga. Kontestasi politik pada sistem demokrasi semestinya dikawal oleh ketersediaan jalur-jalur kaderisasi kepemimpinan yang mampu memunculkan kader-kader pemimpin politik yang handal. Reformasi di tingkat kelembagaan dan prosedural yang telah digulirkan selama hampir satu dasawarsa di Negeri ini nyaris tidak disertai dengan perbaikan yang signifikan pada jalur kaderisasi kepemimpinan politik. Publik seolah masih dipaksa untuk memberikan ruang dipanggung politik bagi aktor-aktor lama. Ironisnya sebagian besar survey yang dilakukan menunjukan adanya kerinduan publik atas tampilnya figur pemimpin alternatif. “Tidak adanya pendidikan politik yang sistematis dan rendahnya penguasaan pengalaman dalam mengatasi masalah sosial (volunteerism) dan keterlibatan dalam asosiasi sukarela menjadi kendala utama kaderisasi kepemimpinan politik di Indonesia. Keadaan ini diperparah oleh pola rekrutmen dan nominasi kandidat yang tidak melibatkan anggota partai secara luas. Kandidat muncul tiba-tiba, dan terlahir dari restu elit partai bukan melalui konvensi partai” (Suryadi, 2009:205).


(9)

Dalam struktur dan sistem politik, organisasi politiklah yang paling bertanggung jawab melahirkan pemimpin-pemimpin berkualitas. Partai politik yang oleh Gramsci (Simon, 1999: 68) dikategorikan sebagai salah satu organisasi masyarakat sipil, diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai Instrumen of Political Education dengan baik dan benar, sesuai amanat yang tertuang dalam Pasal 11 huruf a UU No. 2 Tahun 2008, tentang partai politik. Partai politik sebagai suatu organisasi politik sangat berperan dalam mencetak pemimpin yang berkualitas dan berwawasan nasional. Pemimpin yang berkualitas ini tidak hanya berorientasi pada kepentingan partai politik yang diwakilinya. Ketika jadi pemimpin nasional maka otomatis menjadi pemimpin semua orang. Pemimpin ini tidak lahir dengan sendirinya. Sejarah mencatat dengan tinta emas kiprah-kiprah pemimpin transformasional seperti Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, dan Martin Luther King. Penting untuk disadari bahwa tampilnya para pemimpin dengan kualitas seperti itu kepanggung utama bukanlah melalui proses secara instan, namun melalui titian karir secara berjenjang dan melalui proses yang berliku. Dibutuhkan suatu proses pendidikan politik baik yang bersifat formal maupun non formal yang mampu membentuk jiwa dan karakter pemimpin.

Untuk dapat melakukan tugas ini, dalam tubuh organisasi partai politik perlu dikembangkan sistem rekrutmen, seleksi dan kaderisasi politik. Sistem rekrutmen merupakan langkah awal untuk mendapatkan sumber daya yang baik. Sistem ini nantinya akan dapat menyeleksi kesesuaian antara karakteristik kandidat dengan sistem nilai dan ideologi partai politiknya. Tentunya orang-orang yang mempunyai sistem nilai dan ideologi sama serta memiliki potensi untuk


(10)

dikembangkanlah yang perlu direkrut. Persaingan dengan partai politik lain juga terjadi untuk memperebutkan orang-orang terbaik yang nantinya akan memperkuat dan mengembangkan partai politiknya. Selain merekrut dalam tubuh organisasi partai politik perlu dikembangkan sistem kaderisasi yang baik. Sistem kaderisasi perlu disertai dengan sistem yang transparan yang memberikan jaminan akses kepada semua kader yang memiliki potensi. Namun kondisi internal partai politik yang ada saat ini belum mampu memberikan dukungan dalam bentuk karakter kader yang kuat dan berkarakter idealis. Berkaitan dengan hal tersebut, berdasarkan penelitian Firman Noor tahun 2009 mengenai pelaksanaan pemilihan Legislatif 2009, ”hal ini berhubungan dengan persoalan internal, yaitu sistem rekrutmen yang cenderung dimudahkan dan karenanya menjadi tidak disiplin’. Perekrutan partai sedemikian memunculkan kader-kader partai yang kurang teruji dalam memahami aspek ideologis serta komitmen-komitmen dasar yang menjadi karakter dan fokus perjuangan sebuah partai. Kondisi ini kemudian diperburuk dengan kaderisasi yang tidak berjalan baik. Kaderisasi biasanya tidak berlangsung secara berkala dan pada umumnya seringkali harus mengalah pada kepentingan politik instan yang disepakati secara eksklusif oleh pimpinan partai. Kerap ditemui pula popularitas sebagai pertimbangan utama dalam menentukan jenjang karier seseorang dalam partai politik. Dua hal ini pada gilirannya menyebabkan munculnya kegamangan dan ketidakmatangan kader ketika menjadi wakil rakyat dalam memaknai agenda perjuangan, pengidentifikasian diri pada keberpihakan tertentu pada khususnya dan memberikan pandangan rasional-ideologis atas persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa pada umumnya.


(11)

Kepragramatisa menjadi prinsip utama politik berlomba-lomb meraih hati rakyat m prosentase peningkata menjadi anggota legis oleh Bima Arya tahu partai yakni Partai G sebagai berikut:

GOLKAR

Tabel tersebut m 1999, dan 2004, polit anggota DPR dari Go prosentase pengusaha

0 10 20 30 40 50 60 70 T N I B u re a u cr a cy Latar Be

Sumber: Bima Arya, 2

isan dunia politik membuat prinsip serba in ma partai politik dalam mencetak kader partai. mba menjadikan para pengusaha sebagai ujun t melalui pencalonan mereka di Legislatif. atan politisi partai yang berlatarbelakang pen gislatif. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian ahun 2006 mengenai latar belakang anggota d

i Golkar, PDIP dan PAN. Dari Studi terseb

AR PDIP PAN Party Members Background

t menunjukan bahwa dalam tiga kali pemilu, ya olitisi yang berlatar belakang pengusaha yang Golkar, PDIP dan PAN jumlahnya terus men

aha pada PAN dan PDIP relatif sama, den

B u si n e ss P N I G M N I B u si n e ss M u h a m m a d iy a h H M I Diagram 1.1

r Belakang AnggBta Legislatif 1997-2004

a, 2006

instan dan cepat ai. Pimpinan partai ung tombak untuk if. Alhasil terjadi pengusaha terpilih ian yang dilakukan a dewan dari tiga ebut didapat data

, yaitu tahun 1997, g terpilih menjadi eningkat. Jumlah engan prosentase

B u si n e ss 1999 2004


(12)

peningkatan terbesar ada di PAN. Jika pada partai Golkar kenaikan jumlah pengusaha diiringi olah penurunan prosentase dari politisi berlatar belakang birokrat dan militer, maka pada PDIP dan PAN meningkatnya jumlah prosentase pengusaha terjadi sejalan dengan penurunan prosentase politisi dengan latar belakang aktivis dari ormas atau orsospol pendukung partai tersebut. Peningkatan prosestase jumlah politisi berlatar belakang pengusaha ini terjadi karena sengaja direkrut oleh ketua umum partai untuk mengendalikan partai. Hal yang menjadi kontradiktif dengan tujuan dari pendirian ormas, orsospol atau badan otonom pendukung partai yang bersangkutan yaitu sebagai wadah mencetak calon-calon kader partai yang disiapkan untuk menjalankan roda organisasi partai di masa depan. Selain itu langkah instan lain adalah dengan mengorbitkan calon-calon untuk menjadi cepat terkenal dan populer dikalangan masyarakat dan media masa. Popularitas dijadikan tolak ukur utama suatu keberhasilan. Orang yang berkualitas tetapi tidak dalam lingkaran kekuasaan pun menjadi tersisih. Sebaliknya mereka yang berada dalam posisi pusat perhatian media seperti penyanyi, pelawak, artis sinetron, pengamat, menjadi rebutan partai-partai politik. Semakin besar jumlah penggemar, semakin tinggi nilai jual selebritis bersangkutan. Kenyataan ini membuat dunia politik menjadi sepi ideologi dan rame dengan hura-hura para tokoh selebritis. Sulit ditemukan kaderisasi yang terpadu dan terencana di dalam dunia politik di Indonesia masa kini. Ini menyebabkan pemimpin pemerintahan maupun anggota dewan yang dicetak oleh partai politik hanya menciptakan kekecewaan bagi kebanyakan masyarakat Indonesia berkaitan dengan kinerja mereka.


(13)

Menurut hasil penelitian yang dilakukan terhadap penduduk Jawa Barat pada minggu kedua dan ketiga Desember 2007. Data dijaring dari 320 orang responden yang tersebar di Kota dan Kabupaten Bandung, Cirebon, Garut, dan Bogor. Hasilnya diketahui bahwa “85% responden tidak puas dengan kinerja parpol dan para politisinya” (Suryadi, 2008: 147). Citra buruk perihal kinerja wakil rakyat dimasyarakat memang tidak mengada-ngada, hal ini tidak terlepas dari bahan baku yang dipersiapkan oleh partai politik sebelum mereka menjadi anggota dewan. Asal comot itulah faktor utama kegagalan parpol dalam mempersiapkan utusannya di Legislatif maupun di Eksekutif. Setelah itu diperparah dengan hanya menjadikan partai sebagai media pemberi tuntunan dasar (guidance) mengenai soal-soal yang bersifat teknis kepada politisinya sebelum mereka berlaga dalam kontes pemilu. Dalam soal teknis ini partai hanya memberikan masukan dan saran sejalan dengan aturan kampanye yang telah ditetapkan oleh KPU. Bentuk pembekalan, latihan singkat dan seminar khususpun hanya mengkaji masalah-masalah yang terkait dengan kampanye. Proses tersebut tidak cukup untuk menjadi bekal bagi mereka dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka setelah menjadi wakil rakyat. Mereka mempunyai tugas berat yaitu merekam keinginan rakyat dan memformulasikannya ke dalam pelaksanaan fungsi wakil rakyat, baik fungsi legislasi, anggaran, maupun fungsi pengawasan. Pada akhirnya mereka akan memutuskan perkara-perkara yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kemampuan yang dimiliki oleh para pengambil kebijakan ini tidak sebanding dengan tugas dan fungsi mereka yang sangat urgen bagi kemajuan bangsa dan Negara.


(14)

Pendidikan politik ini sangat penting mengingat perlu adanya transfer pengetahuan (knowledge) politik, tidak hanya yang terkait dengan sejarah, visi, misi dan strategi partai politik saja, tetapi lebih dari itu terkait juga dengan permasalahan bangsa dan negara. Dalam sistem pendidikan politik juga dapat dilakukan transfer keterampilan dan keahlian berpolitik. “Pendidikan politik tidak akan memadai jika hanya dipandang sebagai dampak pengiring (nurturant effect) keterlibatan kader dalam aktivitas rutin partai” (Budimansyah dan Suryadi, 2006:160). Melihat kondisi itu maka Pendidikan Kewarganegaraan memegang peranan penting dalam menumbuhkan kesadaran politik, yang salah satunya dapat dilakukan melalui pendidikan politik, bukan hanya dalam jalur persekolahan tetapi juga di dalam masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan Kewarganegaraan diluar jalur pendidikan formal dapat pula diartikan sebagai pendidikan politik terhadap masyarakat secara luas, karena pada dasarnya “tujuan Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri adalah menciptakan partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat, baik ditingkat lokal maupun nasional” (Branson, 1999:7).

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan untuk mengembangkan dan memperkuat pemerintahan otonom (self Goverment). Pemerintahan otonom yang dimaksudkan berarti bahwa warga negara aktif dalam pemerintahannya sendiri. Mereka tidak hanya menerima dikte dari orang lain atau memenuhi tuntutan orang lain. Seperti dikatakan Aristoteles (Branson, 1999:4), bahwa:

Jika kebebasan dan kesamaan sebagaimana menurut pendapat sebagian orang dapat diperoleh terutama dalam demokrasi maka kebebasan dan


(15)

kesamaan itu akan dapat dicapai apabila semua orang tanpa kecuali ikut ambil bagian sepenuhnya dalam pemerintahan. Demokrasi dapat diwujudkan dengan sesungguhnya apabila setiap warga negara dapat berpartisipasi dalam pemerintahannya.

Pendidikan Kewarganegaraan yang efektif adalah suatu keharusan karena “kemampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat demokratis, berfikir secara kritis dan bertindak secara sadar dalam dunia yang plural, memerlukan empati yang memungkinkan kita mendengar dan karenanya mengakomodasi pihak lain, semuanya itu memerlukan kemampuan yang memadai” (Barber, 1992: 41). Lebih lanjut dikatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan harus menyentuh persoalan-persoalan utama dalam kehidupan politik. Untuk menumbuhkan dan atau meningkatkan kesadaran politik yang otonom dari setiap warga negara, maka pelaksanaan pendidikan politik yang baik dan benar mutlak diperlukan. Pelaksanaan pendidikan politik ini, selain dapat dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga pendidikan formal yang ada, juga bisa dilaksanakan secara non-formal oleh organisasi-organisasi masyarakat sipil dalam hal ini salah satunya adalah partai politik.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah idealnya suatu partai politik melaksanakan pendidikan politik dalam rangka menumbuhkan dan atau meningkatkan kesadaran politik yang otonom bagi warga negaranya, terlebih lagi bagi para kadernya yang nanti akan berperan sebagai pengemban tugas untuk menentukan masa depan bangsa dan masa depan partainya sendiri. Selama ini partai politik tidak pernah maksimal menjalankan perannya dalam melakukan pendidikan politik dengan baik kepada masyarakat secara luas apalagi kepada kadernya sendiri, sehingga yang terjadi adalah kader partai yang dilahirkan dari


(16)

partai politik tersebut selalu melakukan menyimpangan atau penipuan publik dalam praktek-praktek politik yang dilakukan, baik terhadap masyarakat maupun partai politik itu sendiri. Partai politik dianggap dan dipakai sebagai kendaraan politik saja oleh para kader partai untuk meraih kekuasaan. Partai politik yang tadinya menjadi tumpuan harapan besar untuk mencetak pemimpin-pemimpin bangsa berkualitas telah berubah menjadi arena oportunis kalangan eksternal yang menunggu untuk dipinang dan dicalonkan menjadi legislatif atau eksekutif. Tidak heran kalau karenanya image partai politik dimata publik menjadi negatif.

Tak kunjung terjadi peningkatan yang signifikan dalam hal kesadaran politik para politisi kita padahal dengan tegas diakui bahwa secara berkala partai politik di Indonesia tidak pernah ketinggalan untuk selalu melaksanakan proses pendidikan politik bagi kadernya sendiri. Hal ini menjadi tanda diperlukannya suatu model pendidikan politik yang tidak hanya bertugas memberikan pengetahuan politik saja namun pendidikan politik yang ada harus didesain bagi peningkatan keterampilan dan karakter politik para kader partai.

B. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka penulis merasa perlu untuk merumuskan apa yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini. Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka yang menjadi fokus masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimana pengembangan model Pendidikan Kewarganegaraan sebagai media pendidikan politik bagi kader partai dalam meningkatkan kesadaran politik.


(17)

Untuk mempermudah penelitian ini maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana realitas pendidikan politik yang dilaksanakan oleh partai politik terhadap para kadernya dalam meningkatkan kesadaran politik kader partai?

2. Bagaimana proses pendidikan politik yang dilaksanakan oleh partai politik terhadap para kadernya dipahami dalam konteks Pendidikan Kewarganegaraan?

3. Bagaimana pola pendidikan politik yang dibutuhkan bagi peningkatan kesadaran politik kader partai?

C. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian berisi uraian tentang rumusan hasil yang akan dicapai oleh mahasiswa selaku peneliti yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan mengapa penelitian dilakukan. Tujuan berkaitan erat dengan pokok permasalahan penelitian. Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran secara faktual mengenai pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik dan implikasinya terhadap kesadaran politik kader partai.

Sementara itu secara khusus tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Menggali, mengkaji, dan mengorganisasikan informasi-argumentatif dan teoritik-konseptual mengenai realitas pendidikan politik yang dilaksanakan


(18)

oleh partai politik terhadap para kadernya dalam meningkatkan kesadaran politik kader partai.

2. Menggali, mengkaji, dan mengorganisasikan informasi-argumentatif dan teoritik-konseptual mengenai proses pendidikan politik yang dilaksanakan oleh partai politik dipahami dalam konteks Pendidikan Kewarganegaraan. 3. Menggali, mengkaji, dan mengorganisasikan informasi-argumentatif dan

teoritik-konseptual mengenai pola pendidikan politik yang dibutuhkan bagi peningkatan kesadaran politik kader partai?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara keilmuan (teoretik) maupun secara empirik (praktis). Secara teoritik penelitian ini akan menggali, mengkaji, dan mengembangkan model Pendidikan Kewarganegaraan sebagai media Pendidikan Politik dan implikasinya terhadap peningkatan kesadaran politik.

Dari temuuan-temuan ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat praktis kepada berbagai pihak sebagaimana diuraikan berikut ini:

1. Para akademisi atau komunitas akademik, khususnya dalam bidang Pendidikan Kewarganegaraan sebagai bahan kontribusi ke arah pengembangan kesadaran politik.

2. Para pengambil kebijakan khususnya yang terkait dengan program pendidikan politik.


(19)

3. Memberikan gambaran kepada partai politik dalam rangka pengembangan pola kaderisasi yang baik.

E. Definisi Konsep

Dalam penelitian ini terdapat konsep utama yaitu Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Politik, Kader, Partai Politik, dan Kesadaran Politik.

1. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Pendidikan Kewarganegaraan dalam pengertian citizenship education oleh Cogan (Winataputra dan Budimansyah, 2007:10) dipandang sebagai:

…the more inclusive term and encompasses both these in-school experiences as well as out-of-school or ‘non-formal/informal’ learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media. Artinya, citizenship education atau education for citizenship merupakan istilah generik yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan, dan dalam media.

Pendidikan Kewarganegaraan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Pendidikan Kewarganegaraan yang didasarkan pada pengertian sebagai citizenship education.

2. Pendidikan Politik

Surbakti (2010: 150) memberikan pengertiannya mengenai pendidikan politik, yakni:

Merupakan suatu proses dialogis diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini, para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari


(20)

nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik. Pendidikan politik dipandang sebagai proses dialog antara pendidik, seperti sekolah, pemerintah, partai politik dan peserta didik dalam rangka pemahaman, penghayatan, dan mengamalan nilai, norma dan simbol politik yang dianggap ideal dan baik. Melalui kegiatan kursus, latihan kepemimpinan, diskusi, dan keikutsertaan dalam berbagai forum pertemuan, partai politik dalam sistem politik demokrasi dapat melaksanakan fungsi pendidikan politik.

Pendidikan politik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik terhadap kader-kadernya.

3. Kader

Kader adalah warga negara atau anggota suatu lembaga yang telah melalui jenjang karier dan pembinaan sehingga memiliki integritas dan kecakapan yang dapat dipertanggung jawabkan (Dananjaya, 2002:18).

4. Partai Politik

Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama, tujuannya untuk memperoleh kekuasaan politik dengan cara konstitutional untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka (Putra, 2003:9)

5. Kesadaran Politik

Dalam studi ini kesadaran politik berarti pandangan yang integral terhadap segala yang dicakup oleh politik, berupa pengetahuan perpolitikan dengan segala tingkatannya, yang memungkinkan seseorang untuk memahami berbagai persoalan politik ditengah masyarakatnya, menganalisanya, menempatkan posisi


(21)

diri darinya, serta mendorong diri untuk bergerak demi perubahan dan perkembangannya (Ruslan, 2000:46). Lebih lanjut menurut sumber yang sama, kesadaran politik dapat dicapai melalui cara berikut:

a. Arahan politik secara langsung, baik melalui jalur formal maupun non formal, melalui penjelasan-penjelasan politik, usaha-usaha bimbingan, dan pengajaran politik langsung, yang dilakukan oleh para pemikir dan pemimpin-pemimpin politik.

b. Pengalaman politik yang didapatkan melalui partisipasi politik

c. Kesadaran yang muncul dari belajar secara mandiri. Misalnya membaca Koran dan buku-buku politik, serta mengikuti berbagai peristiwa dan perkembangan politik.

d. Kesadaran yang lahir dari dialog-dialog kritis, sebagaimana yang ditekankan oleh Ferayiri yang berpendapat bahwa ini adalah metode mendasar pertemuan antar tokoh, untuk membicarakan dunia dan realitas hidup mereka, yang dengan itu mereka dapat mengubah dunianya.

e. Ditambah dengan kesadaran politik yang merupakan hasil dari dua metode yaitu apparenticeship dan generalisasi, maka seluruh metode ini mengantarkan seseorang untuk mendapatkan kesadaran politik.

F. Asumsi Penelitian

1. Pendidikan politik yang dilakukan secara sadar, terarah dan terencana harus terus ditingkatkan. Hal ini disebabkan karena pendidikan politik berperan penting dalam meningkatkan kesadaran politik, kesadaran politik yang tinggi berpengaruh terhadap tingginya tingkat partisipasi politik, dan partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik merupakan tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan (Branson, 1999:7).

2. Kompetensi kewarganegaraan merupakan pengetahuan, nilai, dan sikap, serta keterampilan siswa yang mendukung untuk menjadikan warga negara yang partisipatif dan bertanggung jawab dalam kehidupan


(22)

bermasyarakat dan bernegara. Pelaksanaan pendidikan politik terhadap kader partai akan lebih maksimal jika pola pendidikan yang dilakukan memuat konsep-konsep Pendidikan Kewarganegaraan termasuk didalamnya adalah kompetensi kewarganegaraan yang meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills), dan watak-watak kewarganegaraan (civic dispositions).


(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menguraikan aspek metodologi sebagai bagian dari penelitian yang banyak berperan dalam proses pengumpulan dan analisis data yakni: Pendekatan dan Metode Penelitian; Pengumpulan data; Penentuan Subjek Penelitian dan Sumber data; dan Analisis Data

A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu “suatu pendekatan yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya, melainkan lebih menekankan kepada kajian interpretatif” (Strauss dan Corbin, 2009:4). Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini berimplikasi pada penggunaan ukuran-ukuran kualitatif secara konsisten, artinya dalam pengolahan data, sejak mereduksi, menyajikan, memverifikasi dan menyimpulkan data tidak menggunakan perhitungan-perhitungan secara matematis dan statistik, melainkan lebih menekankan pada kajian interpretatif. Creswell (1998: 15) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai berikut:

Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes words,


(24)

reports detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting.

Kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah proses penelitian untuk memahami berdasarkan tradisi metodologi penelitian tertentu dengan cara menyelidiki masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat gambaran kompleks bersifat holistik, menganalisis kata-kata, melaporkan pandangan-pandangan para informan secara rinci, dan melakukan penelitian dalam situasi alamiah. Karakteristik pokok yang menjadi perhatian dalam penelitian kualitatif adalah kepedulian terhadap ”makna”. Dalam hal ini penelitian kualitatif tidak peduli terhadap persamaan dari obyek penelitian melainkan sebaliknya mengungkap tentang pandangan tentang kehidupan dari orang-orang yang berbeda-beda. Pemikiran ini didasari oleh kenyataan bahwa makna yang ada dalam setiap orang berbeda-beda. Maka tidak mungkin untuk mengungkap kenyataan yang ada dalam diri orang yang unik itu menggunakan alat lain kecuali manusia sebagai instrumen. Lincoln dan Guba (1985:199) menyatakan bahwa “...the human-as-instrument is inclined toward methods that are extensions of normal human activities: looking, listening, speaing, reading, and the like”. Dari pernyataan ini semakin jelas bahwa keunggulan manusia sebagai instrumen dalam penelitian naturalistik karena alat ini dapat melihat, mendengar, membaca, merasa, dan sebagainya yang biasa dilakukan manusia umumnya.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode grounded theory yaitu metode penelitian kualitatif yang menggunakan sejumlah prosedur sistematis guna


(25)

mengembangkan teori grounded yang disusun secara induktif tentang suatu fenomena. Temuan penelitiannya merupakan rumusan teori tentang realitas yang diteliti, bukan sekedar sederet angka atau sejumlah tema yang kurang berkaitan. Melalui metodologi ini tidak hanya dihasilkan konsep-konsep dan hubungan antar konsep, namun juga dilakukan pengujian sementara terhadap konsep ini. Tujuan metode grounded theory adalah “menyusun teori yang sesuai dengan dan menjelaskan tentang bidang yang diteliti” (Strauss dan Corbin, 2009:12). Lebih lanjut dijelaskan bahwa grounded theory memberikan peluang sangat besar untuk menemukan teori baru, disusun dan dibuktikan melalui pengumpulan data yang sistematis, dan analisis data yang berkenaan dengan fenomena itu. Pengumpulan data, analisis data, dan teori saling terkait dalam hubungan timbal balik. “Peneliti tidak memulai penyelidikan dengan pegangan pada suatu teori tertentu lalu membuktikannya, melainkan dengan pegangan pada suatu bidang kajian dan hal-hal yang terkait dengan bidang tersebut” (Strauss dan Corbin, 2009: 10-11).

Beberapa alasan yang mendasari penggunaan metode grounded theory dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, sesuai dengan permasalahan bagaimana kompetensi yang diperlukan bagi pengembangan model PKn sebagai media pendidikan politik. Kajian ini bersifat konseptual teoretik tentang filsafat keilmuan khususnya menyangkut epistimologi. Kedua, setelah dibahas melalui analisis data yang peneliti lakukan, diharapkan peneliti dapat menemukan teori-teori grounded atas penelitian yang peneliti lakukan secara epistimologi tersebut, mengingat dalam penelitian ini diperlukan kepekaan yang dalam untuk menyingkap makna yang dituangkan melalui interaksi peneliti dengan subjek.


(26)

B. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai cara dan teknik yang berasal dari berbagai sumber baik manusia maupun bukan manusia. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dan informasi yang digunakan adalah teknik pengumpulan data kualitatif yang meliputi studi dokumentasi, wawancara, dan observasi.

1. Studi Dokumentasi

Cara pengumpulan data yang pertama digunakan oleh peneliti adalah studi dokumentasi. Selain menjadikan peneliti sebagai instrumen dalam pengumpulan data, peneliti memanfaatkan sumber-sumber lain berupa catatan dan dokumen (non human resources). Menurut Lincoln dan Guba (1985: 276-277) “catatan dan dokumen ini dapat dimanfaatkan sebagai saksi dari kejadian-kejadian tertentu atau sebagai bentuk pertanggungjawaban”. Untuk keperluan penelitian ini, peneliti mengumpulkan catatan dan dokumen yang dipandang perlu untuk membantu analisis dengan memanfaatkan sumber kepustakaan berupa dokumen kepartaian, literatur, makalah, jurnal, dan hasil penelitian. Kajian dokumen difokuskan pada aspek materi atau substansi yang ada kaitannya dengan topik yang akan dibahas.

Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai ”human instrument”. Hal ini sejalan dengan pernyataan Bogdan dan Biklen (1982:27) bahwa ”Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and the researcher is the key instrument”. Peneliti yang berperan sebagai instrumen utama dalam proses pengumpulan data merupakan aspek penting dalam proses penelitian secara


(27)

keseluruhan. Ia dapat memanfaatkan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya untuk memperoleh data dan informasi yang akurat.

2. Wawancara

Cara pengumpulan data kedua yang digunakan adalah wawancara. Subjek penelitian yang diwawancarai adalah para pengurus partai, politisi partai dan pakar yang berlatar keilmuan terkait dengan Pendidikan Kewarganegaraan serta banyak menaruh perhatian yang tinggi terhadap pendidikan politik. Tujuannya ialah untuk mendapatkan informasi tentang persepsi perorangan, cita-cita, gagasan, perasaan, motivasi, tuntutan, pendapat, dan kepedulian para subjek penelitian tersebut terhadap model Pendidikan Kewarganegaraan sebagai media pendidikan politik. Kecuali untuk mencari informasi tentang kegiatan seseorang pada saat percakapan dilakukan, wawancara dilakukan untuk merekonstruksi perspektif dan gagasan para subjek penelitian sesuai dengan pengalamannya masing-masing tentang model Pendidikan Kewarganegaraan sebagai media pendidikan politik. Hasil wawancara dimanfaatkan untuk mengembangkan informasi yang sudah diperoleh, atau untuk perubahan dan verifikasi.

Menurut Patton (1990: 280) pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian dapat mengikuti tiga macam pilihan sebagai berikut: Pertama, wawancara percakapan informal (the informal conversation interview), ialah wawancara yang sepenuhnya didasarkan pada susunan pertanyaan spontan ketika interaksi berlangsung khususnya pada proses observasi partisipatif di lapangan. Pada saat wawancara melalui percakapan informasi berlangsung terkadang orang yang diwawancarai tidak diberitahu bahwa mereka sedang diwawancarai.


(28)

Kedua, wawancara umum dengan pendekatan terarah (the general interview guide approach), ialah jenis wawancara yang menggariskan sejumlah isu yang harus digali dari setiap responden sebelum wawancara dimulai. Artinya bahwa pertanyaan mendasar yang akan menjadi pokok bahasan pada saat wawancara dilakukan adalah pertanyaan-pertanyaan yang diangkat dari isu yang berkembang dari temuan-temuan yang didapat sebelum wawancara dilakukan, untuk kemudian digali lebih lanjut informasinya dari responden pada saat proses wawancara. Hal ini sebagai upaya untuk mendalami informasi yang didapat sebelumnya. Pertanyaan yang diajukan dalam jenis wawancara ini berkisar pada fenomena yang didapat selama penelitian. Pertanyaan tersebut tidak perlu dalam urutan yang diatur terlebih dahulu atau dengan kata-kata yang dipersiapkan, tetapi peneliti menyesuaikan baik urutan pertanyaan maupun kata-kata untuk responden tertentu dengan responden lain. Ini berarti bahwa wawancara dilakukan berdasar pada kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dituangkan dalam pertanyaan yang disesuaikan dengan keadaan informan dalam konteks wawancara yang sebenarnya. Ketiga, wawancara terbuka yang baku (the standardized open-ended interview), meliputi seperangkat pertanyaan yang secara seksama disusun dengan maksud menjaring informasi mengenai isu yang sesuai dengan urutan dan kata-kata yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Pada wawancara ini peneliti terlebih dahulu membuat pedoman wawancara yang didasarkan pada indikator variabel penelitian yaitu berkaitan dengan Pendidikan Kewarganegaraan, pendidikan politik, partai politik dan kesadaran politik. Fleksibilitas dalam menggali informasi dibatasi, tergantung pada sifat wawancara dan keterampilan peneliti.


(29)

Wawancara dilakukan secara langsung antara peneliti dan nara sumber secara dialogis, tanya jawab, diskusi dan melalui cara lain yang dapat memungkinkan diperolehnya informasi yang diperlukan. Teknik wawancara ini merupakan metode pengumpulan data dan informasi untuk mendeskripsikan pengalaman informan yang nantinya akan sangat diperlukan untuk menyusun dan mengembangkan teori grounded. Pewawancara sendiri tidak banyak melakukan intervensi dan mendesakkan pendapat sehingga informasi yang diperoleh terjamin reliabilitasnya.

3. Observasi

Alat pengumpul data berikutnya adalah observasi partisipatif. Jorgenson (Sapriya, 2007:139) menggambarkan bahwa:

Though participant observation, it is possible to describe what goes on, who or what is involved, when and where things happen, how they occur, and why - at least from the standpoint of participants – things happen as they do in particular situations.

Artinya melalui observasi partisipatif dimungkinkan peneliti mendeskripsikan apa yang sedang terjadi, siapa dan apa yang terlibat, kapan dan dimana sesuatu itu terjadi, bagaimana mereka terjadi, dan mengapa sesuatu itu terjadi, paling tidak dari sudut pandang partisipan ketika mereka melakukan sesuatu dalam situasi tertentu.

Merujuk pada pendapat Patton (1990: 203-205), maka ada sejumlah keuntungan dari digunakannya jenis observasi pada penelitian ini, yaitu dengan melaksanakan pengamatan langsung, maka peneliti akan mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang konteks pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik.


(30)

Pemahaman konteks program ini sangat penting untuk persfektif keseluruhan. Keuntungan lainnya adalah pengalaman pertama dalam program akan mendorong peneliti bersikap terbuka, berorientasi untuk menemukan sesuatu, mendekati permasalahan secara induktif, dan mengakses pengetahuan pribadi dan pengalaman langsung dengan bantuan memahami dan menafsirkan program yang sedang diteliti. Selain itu peneliti akan mempunyai kesempatan untuk melihat hal-hal yang mungkin tidak disadari oleh partisipan dan pihak-pihak terkait. Dengan observasi partisipatif maka peneliti dapat belajar tentang hal-hal yang mungkin tidak ingin dibicarakan partisipan pada saat wawancara terutama hal-hal yang sensitif.

C. Subjek Penelitian dan Sumber Data 1. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, teknik penentuan subjek penelitian dimaksudkan agar peneliti dapat sebanyak mungkin memperoleh informasi dengan segala kompleksitas yang berkaitan dengan model pengembangan pendidikan kewarganegaraan sebagai media pendidikan politik. Meskipun demikian, pemilihan subjek penelitian tidak dimaksudkan untuk mencari persamaan yang mengarah pada pengembangan generalisasi, melainkan untuk mencari informasi secara rinci yang sifatnya spesifik yang memberikan citra khas dan unik. Tujuan lain dari penentuan subjek penelitian adalah untuk mengembangkan informasi yang diperlukan sebagai landasan dan desain yang timbul dari teori yang mendasar (grounded theory) yang muncul dari telaah ini (Lincoln dan Guba,


(31)

1985: 201). ”Terdapat beberapa kriteria yang digunakan dalam penetapan subjek penelitian, yakni latar (setting), para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa (events), dan proses (process)” (Miles dan Huberman, 2007:57; Alwasilah, 2003:145-146). Kriteria pertama adalah latar, yang dimaksud adalah situasi dan tempat berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni pada kantor partai politik di Jawa Barat yang masuk kedalam tiga besar pemenang pemilu legislatif tahun 2009 yaitu Partai Demokrat, Partai Golkar, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pemilihan ketiga partai politik ini didasarkan pada argumen bahwa partai politik ini merupakan partai yang memperoleh dukungan masa terbanyak di Indonesia. Dengan posisi itu memungkinkan partai politik tersebut menempatkan banyak kadernya pada pucuk pimpinan eksekutif maupun perwakilannya di lembaga legislatif yang nantinya akan berpengaruh terhadap kemajuan bangsa dan negara. Maka dari itu peneliti ingin melihat sejauhmana partai ini melakukan proses pendidikan politik terhadap kadernya. Sementara untuk melakukan pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara terhadap narasumber, tidak menutup kemungkinan bahwa tempatnya disesuaikan dengan keinginan dan kesiapan narasumber yang bersangkutan.

Kriteria kedua adalah pelaku, yang dimaksud adalah para pimpinan, pengurus, dan anggota partai politik ditambah dengan anggota legislatif dan pimpinan eksekutif yang merupakan perwakilan dari partai tersebut. Dalam penelitian ini pelaku tersebut dijadikan sebagai subjek penelitian yang nantinya akan diobservasi bagaimana mereka menjalankan aktivitas dalam hubungannya dengan pendidikan politik dan kesadaran politiknya, baik dalam aktivitas rutin


(32)

kepartaian, dalam lembaga legislatif maupun di eksekutif. Selain itu pelaku tersebut akan dimintai informasi berkaitan dengan bagaimana proses pelaksanaan pendidikan politik yang dilakukan oleh partai terhadap para kadernya dalam meningkatkan kesadaran politik.

Kriteria ketiga adalah peristiwa, yang dimaksud adalah proses pelaksanaan pendidikan politik bagi kader partai dalam meningkatkan kesadaran politik yang dilakukan secara formal oleh partai politik baik dalam kegiatan pertemuan, seminar atau lokakarya ataupun pelatihan kader, maupun yang dilakukan secara non formal melalui aktivitas rutin kepartaian.

Kriteria keempat adalah proses, yang dimaksud adalah peneliti melakukan observasi partisipan untuk melihat bagaimana proses pendidikan politik dijalankan oleh partai politik terhadap para kadernya dalam meningkatkan kesadaran politik dan proses wawancara dengan subjek penelitian berkenaan dengan pendapat dan pandangannya terhadap fokus masalah dalam penelitian ini. 2. Sumber Data

Data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu data yang tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa narasi, deskripsi, dokumen tertulis dan tidak tertulis (gambar/foto) yang diperoleh dari sumber data. Sedangkan sumber data yang dimaksud dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok. Pertama, Sumber bahan cetak (kepustakaan), meliputi buku teks, makalah dan literatur tentang Pendidikan Kewarganegaraan, pendidikan politik, dan kesadaran politik yang diperoleh dari surat kabar, majalah ilmiah, jurnal, situs internet, dan lain-lain. Sumber data yang utama yang termasuk kedalam kategori


(33)

bahan cetak dalam penelitian ini berupa dokumen kepartaian yang meliputi AD/RT, visi dan misi, flatform, program kerja partai dan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh partai politik berkaitan dengan pendidikan politik partai tersebut yang peneliti peroleh dari partai politik yang dijadikan latar penelitian. Kategori sumber data yang kedua adalah sumber responden (human resources), dari berbagai kalangan berdasarkan kepakaran yang terkait dengan bidang kajian. Sumber responden yang pertama adalah pakar Pendidikan Kewarganegaraan, yang akan dimintai informasinya berkenaan dengan bagaimana proses pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik terhadap kadernya berdasarkan pemahaman PKn. Kedua yaitu pakar pendidikan politik, pengamat politik, dan tokoh politik yang akan dimintai keterangannya berkaitan dengan bagaimana realitas pelaksanaan pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik terhadap kadernya dalam meningkatkan kesadaran politik. Sumber responden yang ketiga yakni pimpinan partai, para pengurus partai, kader partai dan anggota legislatif dari partai yang dijadikan tempat penelitian baik ditingkat Provinsi maupun ditingkat Kabupaten/Kota. Pemilihan responden dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling, yaitu pemilihan yang diambil dengan maksud dan tujuan untuk mencari informasi dari responden yang peneliti anggap mempunyai data dan keterangan yang diperlukan bagi penelitian terutama berkenaan dengan model pendidikan kewarganegaraan sebagai media pendidikan politik bagi kader partai dalam meningkatkan kesadaran politik.


(34)

D. Analisis Data

Analisis data adalah proses pencarian dan penyusunan secara sistematis terhadap transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang terkumpul untuk meningkatkan pemahaman tentang data serta menyajikan apa yang telah ditemukan kepada orang lain (Bogdan dan Biklen, 1982:145). Dalam penelitian kualitatif, analisis data yang digunakan adalah analisis data induktif. Patton (1990: 390) mengemukakan pendapatnya, yakni “inductive analysis means that the patterns, themes, and categories of analysis come from the data; they emerge out of the data rather than being imposed on them prior to data collection and analysis”. Hal ini berarti bahwa analisis induktif meliputi pola-pola, tema-tema dan kategori-kategori analisis yang berasal dari data; pola-pola, tema dan kategori ini berasal dari data bukan ditentukan sebelum pengumpulan dan analisis data. Dengan demikian, analisis data adalah tahapan pembahasan terhadap data dan informasi yang telah terkumpul agar bermakna baik berupa pola-pola, tema-tema maupun kategori.

Dalam penelitian ini, analisis data meliputi pekerjaan yang berkaitan dengan data tentang konseptualisasi pendidikan politik dalam meningkatkan kesadaran politik. Kegiatannya antara lain adalah menyusun data, memasukkannya ke dalam unit-unit secara teratur, mensintesiskannya, mencari pola-pola, menemukan apa yang penting dan apa yang harus dipelajari, dan memutuskan apa yang akan dikemukakan kepada orang lain. Dalam penelitian ini analisis data mengacu pada langkah-langkah yang dipakai oleh Miles dan Huberman (2007: 16-19) yang terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data,


(35)

penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan merupakan rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul.

Bagan 3.1

Komponen Analisis Data

Sumber : Miles dan Huberman (2007:20)

Bagan diatas dapat dijelaskan bahwa tiga jenis kegiatan utama pengumpulan data (reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi) merupakan proses siklus interaktif. Penulis harus siap bergerak di antara empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Reduksi Data (data reduction) diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga memerlukan pencatatan secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu dirangkum dan dipilih hal-hal yang pokok dan penting.


(36)

Setelah melakukan pencatatan terhadap data yang dikumpulkan, maka tahap selanjutnya peneliti menyajikan data-data dalam bentuk deskripsi sebagai tahap penyajian data (data display) yang berdasarkan aspek-aspek yang diteliti dan disusun berturut-turut mengenai pendidikan politik dalam meningkatkan kesadaran politik. Proses terakhir pengambilan kesimpulan/verifikasi (conclussion/ verification), diawali dengan pengambilan kesimpulan sementara. Namun dengan bertambahnya data maka perlu dilakukan verifikasi data yaitu dengan mempelajari kembali data-data yang ada (yang direduksi maupun disajikan). Setelah itu penulis meminta pertimbangan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. Setelah itu dilakukan, maka peneliti baru dapat mengambil kesimpulan akhir.

Paradigma penelitian konseptual filosofis tentang pendidikan politik dalam meningkatkan kesadaran politik dapat digambarkan sebagai berikut:


(37)

Bagan 3.2 Paradigma Penelitian Analisis konseptual filosofis

gagasan/pemikiran/cita- cita/harapan Studi dokumen

Wawancara Observasi

Konstruksi Pendidikan Politik dalam meningkatkan kesadaran politik

Teoritis, Temuan Penelitian terdahulu,

Dokumen Pakar Pendidikan

Kewarganegaraan Pakar Pendidikan

Politik

Kesimpulan Pengurus dan

anggota partai politik


(38)

311

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi penelitian yang dirumuskan dari temuan penelitian dan pembahasan hasil-hasil penelitian.

A. Kesimpulan

Merujuk pada hasil temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat dirumuskan beberapa butir kesimpulan sebagai berikut:

1. Partai politik memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui partai politik para pemimpin dan wakil-wakil rakyat di negara kita terpilih. Merupakan posisi yang sangat strategis untuk menentukan nasib negara. Namun peran penting tersebut tidak disertai oleh pelaksanaan fungsi partai politik sebagai Instrumen of Political Education dengan baik dan benar terutama terhadap kadernya. Hal ini terjadi karena pelaksanaan pendidikan politik oleh partai politik sering terkendala dengan masalah dana. Dengan adanya hambatan tersebut, maka persepsi tentang bentuk pendidikan politik itu sendiri harus dirubah. Pelaksanaan pendidikan politik tidak hanya dapat dilakukan melalui bentuk-bentuk formal tetapi juga dalam bentuk-bentuk non formal. Bentuk-bentuk pendidikan politik yang dapat dilakukan oleh partai politik terhadap kadernya, diantaranya yaitu, 1) pelaksanaan rekrutmen anggota dengan pola seleksi; 2) pelatihan kepemimpinan dan manajerial partai; 3) pelaksanaan diskusi politik; 4) pelaksanaan rapat rutin


(39)

311

partai; 5) pemberian kesempatan pada kader baru dan kader muda untuk menempati posisi sebagai pengurus partai; 6) pemberian kesempatan kepada kader untuk dicalonkan dalam jabatan legislatif maupun eksekutif melalui mekanisme seleksi; 7) mengikutsertakan kader dalam seminar, pelatihan, diskusi diluar partai; 8) pemberian beasiswa atau bantuan biaya pendidikan terhadap kader; 9) memberikan informasi terbaru terhadap kadernya; dan 10) mendirikan organisasi sayap partai. 2. Pendidikan Kewarganegaraan adalah wahana pendidikan. Wahana pendidikan itu

dicirikan dengan adanya tujuan dan keterstrukturan pengetahuan. Jadi Pendidikan Kewarganegaraan dalam arti pengetahuan, memiliki body of knowledge (kestrukturan pengetahuan). Pendidikan Kewarganegaraan sebagai bidang pengetahuan maka tugasnya adalah memberikan inspiransi akademik terhadap orang-orang bagaimana menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai proses pendidikan, Pendidikan Kewarganegaraan berusaha untuk mengembangkan political awareness, political behavior, dan political attitude yang dikemas didalam satu proses pendidikan yang kita sering sebut civic competence. Jembatan antara partai politik dengan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk mendidik warganegara agar memiliki kompetensi kewarganegaraan (civic competence). Civic competence itu adalah ingredient yang utama bagi warganegara untuk menjalankan fungsinya sebagai warganegara yang baik. Memang partai politik tidak menjalankan Pendidikan Kewarganegaraan dalam arti formal, tetapi dia dapat menjalankan Pendidikan Kewarganegaraan dalam arti non formal. Partai politik dapat berperan seperti halnya Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai peran yaitu sebagai sumber-sumber inspiransi akademik (academic resources), sebagai sarana


(40)

311

pendidikan (educational vehicle), sebagai sarana perubahan perilaku (vehicle modification), dan sebagai sarana habituasi (political habits) untuk membangun kebiasaan politik. Dengan muatan tersebut maka diharapkan partai politik dapat berjalan beriringan dengan Pendidikan Kewarganegaraan untuk berperan baik didalam mencapai tujuan bangsa dan negara seperti yang selama ini bangsa Indonesia sepakati dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

3. Pola pendidikan politik yang dibuat secara umum harus berorientasi kepada pembentukan individu yang memenuhi kompetensi yang dibutuhkan dalam menjalankan aktivitas politik mereka yang dilandasi oleh kesadaran politik yang tercermin dalam bentuk-bentuk partisipasi politik. Kompetensi yang diperlukan oleh para kader tersebut meliputi kompetensi civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) yaitu berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh kader partai, civic skill (kecakapan kewarganegaraan) yaitu berkaitan dengan kecakapan intelektual dan partisipatoris kader partai yang relevan, dan civic disposition (watak kewarganegaraan) yang mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan memformulasikan dan melaksanakan pola pendidikan politik yang mengadopsi muatan-muatan pendidikan kewarganegaraan kedalam kurikulum pelatihan yang didalamnya memuat pendekatan, materi, metode penyampaian materi, dan evaluasi yang dilakukan.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan diatas, penelitian ini merekomendasikan beberapa hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan politik dalam meningkatkan kesadaran


(41)

311

politik. Rekomendasi ini disampaikan kepada berbagai pihak. Pihak-Pihak yang dimaksud diantaranya adalah:

1. Kepada partai politik ada beberapa rekomendasi yang akan disampaikan yaitu: a. Agar dapat melaksanakan pendidikan politik terutama melalui pelatihan dan

pengkaderan sesuai dengan program yang telah ditetapkan.

b. Untuk dapat menjalankan pendidikan politik kepada kadernya tidak hanya dalam bentuk-bentuk formal berupa pendidikan dan pelatihan kader, seminar dan diskusi politik, tetapi juga dalam bentuk informal berupa aktivitas-aktivitas rutin kepartaian semisal memberikan informasi politik lewat obrolan-obrolan kecil, melibatkan kader muda dalam rapat-rapat partai, mempercayakan kader muda dalam jabatan strategis partai ataupun pencalonan dalam pemilihan dan aktivitas lain yang ditujukan untuk membentuk sikap dan keterampilan berpolitik kader.

c. Untuk menjadikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai muatan dalam pelaksanaan pendidikan politik dipartai politik.

2. Kepada Pemerintah untuk dapat membuat kebijakan yang dapat dijadikan landasan dalam pelaksanaan pendidikan politik di Indonesia.

3. Para pengambil kebijakan khusus dalam bidang pendidikan, terutama para pengembang kurikulum pendidikan Nasional agar menjadikan pendidikan politik sebagai mata pelajaran dipersekolahan yang berdiri sendiri.

4. Komunitas akademik dan praktisi Pendidikan Kewarganegaraan disetiap jenjang dan jalur pendidikan seyogyanya dapat memotivasi diri dalam mengembangkan teori-teori Pendidikan Kewarganegaraan di masyarakat dan teori-teori pendidikan


(42)

311

pendidikan politik yang dirasakan masih kurang sekarang ini. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan titik tolak untuk melakukan penelitian lanjutan dalam rangka menyempurnakan penelitian ini dan menambah khazanah ilmu pengetahuan terutama Pendidikan Kewarganegaraan.

5. Kepada seluruh kader partai agar dapat mengikuti pelaksanaan pendidikan politik yang diselenggarakan oleh partainya masing-masing berdasarkan tahapan-tahapan pendidikan kader.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, I. (1996). Kepeloporan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda dalam Pendidikan Politik. Desertasi FPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Affandi, I. (2009). Bedah Buku Political Education dari Robert Brownhill dan Patricia Smart. Bandung: Kencana Utama.

Allen, J. (1960). The Role of Ninth Grade Civic in Citizenship Education. The High School Journal, Vol 44 No. 3: 106-111.

Blondel, J. (1995). Comparative Government: An Introduction. Great Britain: Prentice Hall/ Harvester Whetsheaf.

Branson, M.S. (1998). The Role of Civic Education. Calabasas: CCE.

___________. (1999). Making the Case for Civic Education: Where We Stand at the End of the 20 Century. Washingthon: CCE.

____________. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Penterjemah Syafruddin. Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LkiS).

Brownhill, C dan Smart, P (1989). Political Education. London and New York: Routledge.

Budiardjo, M. (2008). Dasar-dasar Ilmu politik. Jakarta: Gramedia.

Budimansyah, D. (2007). Pendidikan Demokrasi sebagai Konteks Civic Education di Negara Berkembang. Acta civicus, Vol 1 No. 1, Oktober 2007, 11-29.

_______________. (2008). “Revitalisasi Pembelajaran PKn melalui Praktik Belajar Kewarganegaraan (Project Citizen”, Acta civicus, Vol 1 No. 2, April 2008, 179-198.

_______________. (2009). Inovasi Pembelajaran Project Citizen. Bandung: Prodi PKn SPs UPI.

Budimansyah, D dan Suryadi, K. (2008). PKN dan Masyarakat Multikulural. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Cangara, H. (2009). Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta: CV. Rajawali.

Chandhoke, N. (2001). Benturan Negara dan Masyarakat Sipil. Yogyakarta: Istawa.


(44)

CICED. (1999). Democratic Citizenship in a Civic Society :Report of The Conference on Civic Education for Civic Society. Bandung : CICED. Commonwealth Foundation and CIVICUS. (1999). Citizen and Governance.

London: Commondwealth Foundation.

Cornwall, A. (2000). Beneficiary, Consumer, Citizen: Perspectives on Participation for Poverty Reduction. Stockholm: SIDA.

Cornwall, A. (2000). Locating Citizen Participation. IDS Bulletin, Vol. 33, No. 2: 49 - 58.

Cresswell, J.W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Traditions. London: SAGE Publication.

Darmawan, C (2008). Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Laboratorium PKn Press. Diamond, L. (2003). Developing Democracy Toward Consolidation. Yogyakarta:

IRE Press.

Djahiri, A.K. (1985). Strategi Pengajaran Afektif dan games dalam VCT. Bandung: Lab. PMPKN FPIPS IKIP Bandung.

Downs, A. (1957). An Economic Analysis of Democracy. New York: Harper and Bross.

Duverger, M. (1985). Sosiologi Politik. Penerjemah: Daniel Dhakidae dari buku The Study of Politics. Jakarta: CV. Rajawali.

Dynneson, T.L. & Gross, R.E. (1991). Citizenship Education In America Society dalam R.E. Gross and T.L. Dynneson (eds). Social Science Perspectives on Citizenship Education. New York: Teacher College Press.

Edward, M. dan Gaventa, J. (2001). Global Citizen Action. London: Earthscan and Colorado: Lynn Reiner.

Faulks, K. (2010). Sosiologi Politik: Pengantar Kritis. Penterjemah:Helmi Mahadi dan Shohifulluah dari buku berjudul Political Sociology: A Critical Introduction. Bandung: Nusa Media.

Feith, H. (1970). The Decline of Constutional Democracy in Indonesia. Ithaca, N.Y: Cormell University Press.

Firmanzah. (2008). Mengelola Partai Politik : Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ________. (2008). Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta:


(45)

Franklin, Mark, N. (1996). Electoral Participation, dalam Leduc Lawrence, Richard Niemi and Pippa Norris, eds., Comparing Democracies: Elections and and Voting in Global Perspective, Thousand Oaks: Sage.

Gaffar, M,F. (1999). Education For Democracy: A lesson From Indonesia. Bandung: Center For Indonesian Civic Education.

Gatara, S dan Said, D (2009). Sosiologi Politik: Konsep dan Dinamika Pengembangan Kajian. Bandung: Pustaka Setia.

Gaventa, J. (2002). Introduction; Exploring Citizenship, Participation and ccountability, dalam IDS Bulletin Vol. 33, No. 2.

Goetz, A-M., dan Gaventa, J. (2001). From consultation to influence: bringing citizen voices and client focus into services delivery. IDS Working Paper No. 138, Brighton: Institute of Development Studies.

Gramsci, A. (1971). Selections From the Prison Notebooks, New York: International Publishers.

Hikam, Muhammad AS. (1996). Demokrasi dan Civil Society. Jakarta: LP3ES Human Rights Council of Australia. (2001). The Rights Way to Development: A

Human Rights Approach to Development Assistance. Maroubra, Australia: Human rights Council.

Huntington, Samuel P. (2004). The Clas Of Civization and the Remaking Of Worl Order. Terjemahan M. Sadat Ismail Benturan antar Peradaban dan masa Depan Politik Dunia Yogyakarta : Penerbit Kalam.

___________________ (2003). Political Order in Changing Societies. Penerjemah Sahat Simamora dan Suryatim Tertib Politik di Tengah Pergeseran Kepentingan Masa. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Huntington, Samuel P. dan Joan M. Nelson. (1984). Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta: Sangkala Pulsar.

Imawan, R. (1998). Membedah Politik Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Jones, E dan Gaventa, J. (2002), Concepts of citizenship: a review. IDS

Development Bibliography. No. 19, Brighton: Institute of Development Studies.

Kabeer, N. (2000). Social Exclusion, Poverty and Discrimination: Toward an Analytical Framework. IDS Bulletin, vol. 31, No. 4: 83 – 97.

Kalidjernih, F.K. (2007). Cakrawala Baru Kewarganegaraan: Refleksi Sosiologi Indonesia. Bogor: CV Regina.


(46)

Kantraprawira, R. (1988). Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar. Bandung: Sinar Baru.

Kartono, K (1989). Pendidikan Politik: Sebagian dari Pandidikan Orang Dewasa. Bandung: Mandar Maju

Lee, W. (1997). Qualities of Citizenship For the New Century: Perceptions of Asian Educational Leader. Bangkok: UNESCO-ACEID.

Lincoln, Y.S. & Guba, E.G. (1985). Naturalistic Inquiry. Baverly Hills: Sage Publications.

Lister, R. (1997). Citizenship: Feminism Perspectives. New York: New York University Press.

McNair, Brian. (1999). An Introduction to Political Communication. New York: Routledge.

Miles, M.B. & Huberman, A. M. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi dari judul Qualitative Data Anlysis. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Mills, C. Wright. (1956). The Power Elit. New York: Oxford University Press. Milner, Henry. (2002). Civic Literacy: How Informed Citizen Make Democracy

Work. Tufts University: University Press of New England.

Musembi, N. (2002). Toward an actor-oriented perspectives on human rights”, background paper prepared for the DRS workshop on Meanings and Expressions of Rights and Citizenship, Bangladesh, 30 January–4 February.

Naning, R (1982). Pendidikan Politik dan Regenerasi. Jakarta: Gramedia

Newell, P. (2002), From Responsibility to Citizenship? Corporate Accountability for Development, IDS Bulletin, Vol. 33, No. 2: 91 – 100.

Noor, F. (2009). Mencernati Kampanye Pileg 2009: Gradasi peran Partai dan Gejala Pragmatisme. Dalam Jurnal Penelitian Politik. Vol. 6 no. 1. Jakarta: LIPI Press

Patton, M.Q. (1990). Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hill: Sage Publication.

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. (2008). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia


(47)

Perdana, A. (2009). Civil Society dan partai politik dalam demokratisasi di Indonesia. (Online). Tersedia: http//staff.ui.ac.id/internet/090603043/mater ial/aditya perdana. (15 Juni 2010)

Pocock J. G. A. (1992). The Ideal of Citizenship Since Classical Time. Queen’s Quarterly, Vol. 99, No. 1, 33-35.

Quigley, C.N.,Buchanan, Jr. J. H., Bahmueller, C.F. (1991). Civitas: A framework for Civic Education. Calabasas: Center for Civic Education.

Ruslan, U. AM. (2000). Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin. Solo: Era Intermedia

Sapriya. (2006). Warganegara dan Teori Kewarganegaraan. Dalam Budimansyah, Dasim dan Syaifullah Syam (Ed). Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan: Menyambut 70 Tahun Prof. Drs. H. A. Kosasih Djahiri. Bandung: Lab. PKn FPIPS UPI.

Sapriya. (2006). Perspektif Pemikiran Pakar Tentang Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembangunan Karakter Bangsa (Sebuah Kajian Konseptual-Filosofis PKn dalam Konteks Pendidikan IPS). Disertasi SPs UPI: tidak diterbitkan.

Sastroatmojo, S. (1995) Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press

Simon, Roger. (1999). Gagasan-gagasan Politik Gramsci, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Somantri, N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosda Karya

Somantri, N. (1972). Metode Pengajaran Civic. Bandung: IKIP Bandung

Strauss, A. & Corbin, J. (2009). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data. Terjemahan oleh Muhammad Shodiq dan Imam Muttaqien dari judul Basics of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures and Techniques. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiharto, Bima Aria. (2010). Anti Partai. Jakarta: Gramata Publishing Sumantri, E (2008). Pendidikan Politik. Jakarta: Universitas Terbuka Surbakti, R (2010). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo

Suryadi, K (2009). “Balihocracy” Komunikasi Politik dan Orientasi Pemasaran dlam Pemilu. Bandung: Pusat Studi Agama dan Pembangunan, Yayasan Indonesia Gemilang.


(48)

_________(2008). Partai Politik, Civic Literacy dan Mimpi Kemakmuran Rakyat” dalam Akta Civicus Vol 1 Nomor 2 , Oktober 2007

Suseno, Franz M. (2003). Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Taopan, M. (1989). Demokrasi Pancasila, Analisis, Konseptual, Aplikatif. Jakarta: Sinar Grafik.

Tilaar, H.A.R. (1999). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Wahab, A.A. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. dalam Ali, Mohammad dan rekan. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogia Press. Winataputra, U.S. (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai

Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual Dalam Konteks Pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan.

Winataputra, U.S. dan Budimansyah, D. (2007). Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI.

Dokumen-dokumen:

• UU No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional • UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, I. (1996). Kepeloporan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda dalam

Pendidikan Politik. Desertasi FPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Affandi, I. (2009). Bedah Buku Political Education dari Robert Brownhill dan

Patricia Smart. Bandung: Kencana Utama.

Allen, J. (1960). The Role of Ninth Grade Civic in Citizenship Education. The High School Journal, Vol 44 No. 3: 106-111.

Blondel, J. (1995). Comparative Government: An Introduction. Great Britain: Prentice Hall/ Harvester Whetsheaf.

Branson, M.S. (1998). The Role of Civic Education. Calabasas: CCE.

___________. (1999). Making the Case for Civic Education: Where We Stand at

the End of the 20 Century. Washingthon: CCE.

____________. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Penterjemah Syafruddin. Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LkiS).

Brownhill, C dan Smart, P (1989). Political Education. London and New York: Routledge.

Budiardjo, M. (2008). Dasar-dasar Ilmu politik. Jakarta: Gramedia.

Budimansyah, D. (2007). Pendidikan Demokrasi sebagai Konteks Civic

Education di Negara Berkembang. Acta civicus, Vol 1 No. 1, Oktober

2007, 11-29.

_______________. (2008). “Revitalisasi Pembelajaran PKn melalui Praktik

Belajar Kewarganegaraan (Project Citizen”, Acta civicus, Vol 1 No. 2,

April 2008, 179-198.

_______________. (2009). Inovasi Pembelajaran Project Citizen. Bandung: Prodi PKn SPs UPI.

Budimansyah, D dan Suryadi, K. (2008). PKN dan Masyarakat Multikulural. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Cangara, H. (2009). Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta: CV. Rajawali.

Chandhoke, N. (2001). Benturan Negara dan Masyarakat Sipil. Yogyakarta: Istawa.


(2)

CICED. (1999). Democratic Citizenship in a Civic Society :Report of The

Conference on Civic Education for Civic Society. Bandung : CICED.

Commonwealth Foundation and CIVICUS. (1999). Citizen and Governance. London: Commondwealth Foundation.

Cornwall, A. (2000). Beneficiary, Consumer, Citizen: Perspectives on

Participation for Poverty Reduction. Stockholm: SIDA.

Cornwall, A. (2000). Locating Citizen Participation. IDS Bulletin, Vol. 33, No. 2: 49 - 58.

Cresswell, J.W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing

Among Five Traditions. London: SAGE Publication.

Darmawan, C (2008). Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Laboratorium PKn Press. Diamond, L. (2003). Developing Democracy Toward Consolidation. Yogyakarta:

IRE Press.

Djahiri, A.K. (1985). Strategi Pengajaran Afektif dan games dalam VCT. Bandung: Lab. PMPKN FPIPS IKIP Bandung.

Downs, A. (1957). An Economic Analysis of Democracy. New York: Harper and Bross.

Duverger, M. (1985). Sosiologi Politik. Penerjemah: Daniel Dhakidae dari buku

The Study of Politics. Jakarta: CV. Rajawali.

Dynneson, T.L. & Gross, R.E. (1991). Citizenship Education In America Society dalam R.E. Gross and T.L. Dynneson (eds). Social Science Perspectives

on Citizenship Education. New York: Teacher College Press.

Edward, M. dan Gaventa, J. (2001). Global Citizen Action. London: Earthscan and Colorado: Lynn Reiner.

Faulks, K. (2010). Sosiologi Politik: Pengantar Kritis. Penterjemah:Helmi Mahadi dan Shohifulluah dari buku berjudul Political Sociology: A

Critical Introduction. Bandung: Nusa Media.

Feith, H. (1970). The Decline of Constutional Democracy in Indonesia. Ithaca, N.Y: Cormell University Press.

Firmanzah. (2008). Mengelola Partai Politik : Komunikasi dan Positioning

Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

________. (2008). Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia


(3)

Franklin, Mark, N. (1996). Electoral Participation, dalam Leduc Lawrence, Richard Niemi and Pippa Norris, eds., Comparing Democracies: Elections

and and Voting in Global Perspective, Thousand Oaks: Sage.

Gaffar, M,F. (1999). Education For Democracy: A lesson From Indonesia. Bandung: Center For Indonesian Civic Education.

Gatara, S dan Said, D (2009). Sosiologi Politik: Konsep dan Dinamika

Pengembangan Kajian. Bandung: Pustaka Setia.

Gaventa, J. (2002). Introduction; Exploring Citizenship, Participation and

ccountability, dalam IDS Bulletin Vol. 33, No. 2.

Goetz, A-M., dan Gaventa, J. (2001). From consultation to influence: bringing

citizen voices and client focus into services delivery. IDS Working Paper

No. 138, Brighton: Institute of Development Studies.

Gramsci, A. (1971). Selections From the Prison Notebooks, New York: International Publishers.

Hikam, Muhammad AS. (1996). Demokrasi dan Civil Society. Jakarta: LP3ES Human Rights Council of Australia. (2001). The Rights Way to Development: A

Human Rights Approach to Development Assistance. Maroubra, Australia:

Human rights Council.

Huntington, Samuel P. (2004). The Clas Of Civization and the Remaking Of Worl

Order. Terjemahan M. Sadat Ismail Benturan antar Peradaban dan masa Depan Politik Dunia Yogyakarta : Penerbit Kalam.

___________________ (2003). Political Order in Changing Societies.

Penerjemah Sahat Simamora dan Suryatim Tertib Politik di Tengah

Pergeseran Kepentingan Masa. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Huntington, Samuel P. dan Joan M. Nelson. (1984). Partisipasi Politik di Negara

Berkembang. Jakarta: Sangkala Pulsar.

Imawan, R. (1998). Membedah Politik Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Jones, E dan Gaventa, J. (2002), Concepts of citizenship: a review. IDS

Development Bibliography. No. 19, Brighton: Institute of Development Studies.

Kabeer, N. (2000). Social Exclusion, Poverty and Discrimination: Toward an

Analytical Framework. IDS Bulletin, vol. 31, No. 4: 83 – 97.

Kalidjernih, F.K. (2007). Cakrawala Baru Kewarganegaraan: Refleksi Sosiologi


(4)

Kantraprawira, R. (1988). Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar. Bandung: Sinar Baru.

Kartono, K (1989). Pendidikan Politik: Sebagian dari Pandidikan Orang Dewasa. Bandung: Mandar Maju

Lee, W. (1997). Qualities of Citizenship For the New Century: Perceptions of

Asian Educational Leader. Bangkok: UNESCO-ACEID.

Lincoln, Y.S. & Guba, E.G. (1985). Naturalistic Inquiry. Baverly Hills: Sage Publications.

Lister, R. (1997). Citizenship: Feminism Perspectives. New York: New York University Press.

McNair, Brian. (1999). An Introduction to Political Communication. New York: Routledge.

Miles, M.B. & Huberman, A. M. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber

tentang Metode-metode Baru. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi

dari judul Qualitative Data Anlysis. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Mills, C. Wright. (1956). The Power Elit. New York: Oxford University Press. Milner, Henry. (2002). Civic Literacy: How Informed Citizen Make Democracy

Work. Tufts University: University Press of New England.

Musembi, N. (2002). Toward an actor-oriented perspectives on human rights”,

background paper prepared for the DRS workshop on Meanings and Expressions of Rights and Citizenship, Bangladesh, 30 January–4

February.

Naning, R (1982). Pendidikan Politik dan Regenerasi. Jakarta: Gramedia

Newell, P. (2002), From Responsibility to Citizenship? Corporate Accountability

for Development, IDS Bulletin, Vol. 33, No. 2: 91 – 100.

Noor, F. (2009). Mencernati Kampanye Pileg 2009: Gradasi peran Partai dan

Gejala Pragmatisme. Dalam Jurnal Penelitian Politik. Vol. 6 no. 1.

Jakarta: LIPI Press

Patton, M.Q. (1990). Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hill: Sage Publication.

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. (2008). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia


(5)

Perdana, A. (2009). Civil Society dan partai politik dalam demokratisasi di

Indonesia. (Online). Tersedia: http//staff.ui.ac.id/internet/090603043/mater

ial/aditya perdana. (15 Juni 2010)

Pocock J. G. A. (1992). The Ideal of Citizenship Since Classical Time. Queen’s

Quarterly, Vol. 99, No. 1, 33-35.

Quigley, C.N.,Buchanan, Jr. J. H., Bahmueller, C.F. (1991). Civitas: A framework

for Civic Education. Calabasas: Center for Civic Education.

Ruslan, U. AM. (2000). Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin. Solo: Era Intermedia

Sapriya. (2006). Warganegara dan Teori Kewarganegaraan. Dalam Budimansyah, Dasim dan Syaifullah Syam (Ed). Pendidikan Nilai Moral

dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan: Menyambut 70 Tahun Prof. Drs. H. A. Kosasih Djahiri. Bandung: Lab. PKn FPIPS UPI.

Sapriya. (2006). Perspektif Pemikiran Pakar Tentang Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembangunan Karakter Bangsa (Sebuah Kajian Konseptual-Filosofis PKn dalam Konteks Pendidikan IPS). Disertasi SPs

UPI: tidak diterbitkan.

Sastroatmojo, S. (1995) Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press

Simon, Roger. (1999). Gagasan-gagasan Politik Gramsci, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Somantri, N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosda Karya

Somantri, N. (1972). Metode Pengajaran Civic. Bandung: IKIP Bandung

Strauss, A. & Corbin, J. (2009). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah

dan Teknik-teknik Teoritisasi Data. Terjemahan oleh Muhammad Shodiq

dan Imam Muttaqien dari judul Basics of Qualitative Research: Grounded

Theory Procedures and Techniques. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiharto, Bima Aria. (2010). Anti Partai. Jakarta: Gramata Publishing Sumantri, E (2008). Pendidikan Politik. Jakarta: Universitas Terbuka Surbakti, R (2010). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo

Suryadi, K (2009). “Balihocracy” Komunikasi Politik dan Orientasi Pemasaran

dlam Pemilu. Bandung: Pusat Studi Agama dan Pembangunan, Yayasan


(6)

_________(2008). Partai Politik, Civic Literacy dan Mimpi Kemakmuran

Rakyat” dalam Akta Civicus Vol 1 Nomor 2 , Oktober 2007

Suseno, Franz M. (2003). Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan

Modern.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Taopan, M. (1989). Demokrasi Pancasila, Analisis, Konseptual, Aplikatif. Jakarta: Sinar Grafik.

Tilaar, H.A.R. (1999). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani

Indonesia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Wahab, A.A. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. dalam Ali, Mohammad dan rekan. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogia Press. Winataputra, U.S. (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai

Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual Dalam Konteks Pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan.

Winataputra, U.S. dan Budimansyah, D. (2007). Civic Education: Konteks,

Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi

Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI.

Dokumen-dokumen:

• UU No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional • UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik


Dokumen yang terkait

PERAN TOKOH PARTAI POLITIK DALAM PENDIDIKAN POLITIK BAGI GENERASI MUDA DESA JATIPURWO KECAMATAN Peran Tokoh Partai Politik Dalam Pendidikan Politik Bagi Generasi Muda Di Desa Jatipurwo Kecamatan Jatipurno Kabupaten Wonogiri.

0 2 15

PERAN TOKOH PARTAI POLITIK DALAM PENDIDIKAN POLITIK BAGI GENERASI MUDA DI DESA JATIPURWO KECAMATAN JATIPURNO Peran Tokoh Partai Politik Dalam Pendidikan Politik Bagi Generasi Muda Di Desa Jatipurwo Kecamatan Jatipurno Kabupaten Wonogiri.

1 4 16

PERAN PARTAI POLITIK DALAM MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEMBAGA LEGISLATIF KABUPATEN CIANJUR: Studi Deskriptif Tentang Pendidikan Politik Bagi Kader Perempuan di Partai Politik.

1 1 63

STRATEGI KADER PARTAI POLITIK DALAM PENDIDIKAN POLITIK BAGI MASYARAKAT DITINJAU DARI PERSPEKTIF KETRAMPILAN KEWARGANEGARAAN (Studi terhadap kader Partai Golkar Kabupaten Sragen).

0 0 17

EFEKTIVITAS HALAQAH DALAM PROSES PENDIDIKAN POLITIK SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN PARTISIPASI POLITIK KADER PARTAI (Studi Pada Kader Perempuan SANTIKA Dewan Pengurus Daerah Partai Keadilan Sejahtera Kota Surakarta).

0 0 18

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA POLITIK

4 33 19

Pendidikan Politik oleh Partai Politik

0 0 4

STRATEGI KADER PARTAI POLITIK DALAM PENDIDIKAN POLITIK BAGI MASYARAKAT DITINJAU DARI PERSPEKTIF KETRAMPILAN KEWARGANEGARAAN (Studi terhadap kader Partai Golkar Kabupaten Sragen)1 Oleh: Irawan Septiawan, Winarno Wijianto2 ABSTRACT - STRATEGI KADER PARTAI P

0 0 12

HALAQAH SEBAGAI MODEL PENDIDIKAN POLITIK KADER PARTAI (Studi Pada Kader Perempuan SANTIKA Dewan Pengurus Daerah Partai Keadilan Sejahtera Kota Surakarta)1 Oleh : Sinta, Rima Vien PH Moh. Muchtarom2 ABSTRACT - HALAQAH SEBAGAI MODEL PENDIDIKAN POLITIK KADER

0 0 10

PERANAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADARAN POLITIK DI SMAN 1 WANADADI BANJARNEGARA

0 0 13