Potensi Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di kota Solo 5084

(1)

POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK DAN DAYA

TARIK WISATA BUDAYA DAN KULINER DI KOTA SOLO

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Program Studi Diploma III Usaha Perjalanan Wisata

Disusun Oleh :

Nimas Wara Teteki

C9407018

PROGRAM STUDI DIII USAHA PERJALANAN WISATA

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010


(2)

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Judul Tugas Akhir :

POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA BUDAYA DAN KULINER DI KOTA SOLO

Nama Mahasiswa : Nimas Wara Teteki NIM : C 9407018

Tanggal Ujian : 26 Juli 2010

Menyetujui

Disetujui Tanggal : 26 Juli 2010 Disetujui Tanggal : 26 Juli 2010 Pembimbing Tugas Akhir I Pembimbing Tugas Akhir II


(3)

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN

Judul Tugas Akhir : POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA BUDAYA DAN KULINER DI KOTA SOLO

Nama Mahasiswa : Nimas Wara Teteki NIM : C9407018

Tanggal Ujian : 26 Juli 2010

DITERIMA DAN DISETUJUI OLEH PANITIA PENGUJI TUGAS AKHIR DIPLOMA III USAHA PERJALANAN WISATA

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA Panitia Penguji

Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum ( ) Ketua Sidang Tugas Akhir

Tiwuk Kusuma H, SS, M.Hum ( ) Sekretaris Sidang Tugas Akhir

Umi Yuliati, SS, M.Hum ( ) Pembimbing Tugas Akhir I

Sugiman, SE, M.M ( ) Pembimbing Tugas Akhir II

Surakarta, Juli 2010

Dekan

Drs. Sudarno, M.A NIP : 195303141985061001


(4)

MOTTO

Janganlah menganggap mudah segala sesuatu

meski sekecil apapun

Keberhasilan tidak akan tercapai tanpa adanya usaha

Kegemilangan dihari esok,


(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Atas semua rahmat dan tuntunan dari Tuhan Yang Maha Esa, Tugas Akhir ini Penulis persembahkan bagi :

1. Kedua Orang Tuaku 2. Sahabat- sahabatku 3. Almamater


(6)

KATA PENGANTAR

Sembah puji syukur yang senantiasa tiada henti penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia, rahmat, berkat, serta tuntunan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA BUDAYA DAN KULINER DI KOTA SOLO” dengan lancar dan tepat waktu. Adapun Tugas Akhir ini disusun guna untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya Diploma III Program Studi DIII Usaha Perjalanan Wisata Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta

Penulis menyadari bahwa kemampuan penulis terbatas dan masih sangat jauh dari sempurna sehingga dalam proses penulisan Tugas Akhir ini penulis tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan serta motivasi dari semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Suharyana, M.Pd selaku ketua program jurusan DIII Usaha Perjalanan Wisata Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(7)

3. Ibu Umi Yuliati, SS, M.Hum selaku Pembimbing I Tugas Akhir yang telah membantu dan membimbing penulis dalam pembuatan tugas akhir ini.

4. Bapak Sugiman, SE, M.M selaku Pembimbing II Tugas Akhir yang memberikan bimbingan kepada penulis dalam pembuatan tugas akhir. 5. Semua teman – teman jurusan Usaha Perjalanan Wisata seangkatan dan

seperjuangan terima kasih atas segala kerja samanya sehingga pembuatan Tugas Akhir ini berjalan dengan lancar dan tepat waktu. 6. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang

telah membantu hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini.

Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, penulis menyadari bahwa konsep Tugas Akhir ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan Tugas Akhir ini dan segala saran serta kritik dari semua pihak penulis terima dengan hati dan pikiran yang terbuka. Akhirnya penulis berharap semoga hasil penulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Surakarta , Juli 2010


(8)

ABSTRAK

Nimas Wara Teteki . 2010. Potensi Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo. Program Diploma III Usaha Perjalanan Wisata Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Laporan Tugas Akhir ini mengkaji tentang potensi Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo. Latar belakang dari penelitian ini adalah mengetahui potensi wisata budaya dan kuliner yang ada di Pasar Gede sebagai daya tarik wisata unggulan baru bagi kepariwisataan di Kota Solo. Penelitian ini merumuskan tentang apa peran Pasar Gede dalam perkembangan sejarah kota Solo, bagaimana potensi Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo, serta kendala apa yang dihadapi pemerintah Kota Solo dalam pemberdayaan Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Pasar Gede dalam sejarah kota Solo, mengetahui potensi wisata budaya dan kuliner yang ada di Pasar Gede, mengetahui kendala-kendala yang menghambat perkembangan wisata budaya dan kuliner di Pasar Gede. Penulisan laporan Tugas Akhir ini dilakukan secara deskriptif kualitatif untuk memperoleh gambaran informasi yang berhubungan dengan wisata budaya dan kuliner khususnya yang berada di Pasar Gede Solo. Metode pengumpulan data dengan cara observasi, studi dokumen, wawancara dan studi pustaka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pasar Gede adalah pasar tertua dan terlengkap di kota Solo yang memiliki peran dalam sejarah kota Solo yaitu sebagai pusat perputaran roda ekonomi yang ramai dikunjungi oleh masyarakat Solo dan sekitarnya. Pasar Gede memiliki potensi wisata budaya dan kuliner bagi kepariwisataan kota Solo, maka usaha pemerintah kota Solo bekerja sama dengan masyarakat Solo dalam mengembangkan wisata budaya dan kuliner di Pasar Gede dengan membuat rencana program kerja yang ditekankan pada penataan ruang Pasar Gede, perbaikan dan penyediaan sarana prasarana penunjang kegiatan wisata budaya dan kuliner di Kota Solo.

Kesimpulan dari penulisan Tugas Akhir ini yaitu Pasar Gede selain sebagai pusat perputaran roda ekonomi di Kota Solo juga memiliki potensi wisata budaya dan kuliner yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata unggulan baru bagi kepariwisataan Kota Solo, tetapi dalam melakukan pengembangan Pasar Gede masih terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat usaha Pemerintah Kota Solo untuk menjadikan Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo.


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING………. ii

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN……….…… iii

HALAMAN MOTTO……….. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. v

HALAMAN KATA PENGANTAR……… vi

HALAMAN ABSTRAK………. viii

HALAMAN DAFTAR ISI ………. ix

HALAMAN DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN ………. xi

HALAMAN GAMBAR ………. xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah……….. 6

C. Tujuan Penelitian……… 7

D. Manfaat Penelitian……….. 7

E. Tinjauan Pustaka……… 8

F. Metode Penelitian……… 11

G. Sistematika Penulisan………. 14

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK YANG DITELITI A. Potensi Wisata Di Kota Solo……….. 15


(10)

C. Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede………… 28

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN MASALAH A. Peran Pasar Gede Dalam Sejarah Kota Solo……… 35

B. Potensi Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo ……… 39

C. Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede Dilihat Dari Analisa Pendekatan 4A+1P……… 52

D. Usaha Pemerintah Dalam Pemberdayaan Pasar Gede Sebagai Objek Wisata Budaya dan Kuliner………. 64

E. Kendala-Kendala Dalam Pemberdayaan Pasar Gede Sebagai Objek Wisata Budaya dan Kuliner………. 69

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan………. 72

B. Saran……… 73

DAFTAR PUSTAKA……… 75

DAFTAR INFORMAN……… 76


(11)

DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN

Tabel : Analisa Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede

Solo Berdasarkan Metode Pendekatan 4A+1P………. 62 Lampiran 1 : Surat Ijin Observasi di Pasar Gede ……… 83 Lampiran 2 : Surat Tembusan dari Dinas Pengelolaan Pasar Surakarta …. 84 Lampiran 3 : Denah Bangunan Pasar Gede 1 ……… 85 Lampiran 4 : Denah Bangunan Pasar Gede 2 ……… 86 Lampiran 5 : Denah Potensi Pasar Gede Untuk Wisata Kuliner ………… 87 Lampiran 6 : Peta Wisata Kuliner di Kota Solo ……….. 88


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Proses Perjalanan Sejarah Pasar Gede ……… 24

Gambar B.1 : Dawet Tlasih “Bu Dermi”……… 42

Gambar B.2 : Brambang asem & Cabuk Rambak”Bu Ngatmini”………….. 43

Gambar B.3 : Gempol Pleret di Pasar Gede………... 45

Gambar B.4 : Lenjongan di Pasar Gede………. 46

Gambar B.5 : Timlo Sastro Solo di Pasar Gede………. 47

Gambar B.6 : Babi Pincuk dan Bakpia Balong……….. 49

Gambar B.7 : Garebeg Sudiro di Pasar Gede……… 51

Gambar 2 : Pasar Gede Tempo Dulu……….. 77

Gambar 3 : Bangunan Pasar Gede Sekarang……….. 77

Gambar 4 : Bangunan Pasar Gede 1 ………. 78

Gambar 5 : Bangunan Pasar Gede 2 ……….. ………….. 78

Gambar 6 : Los dan kios buah di Pasar Gede……….. 79

Gambar 7 : Los dan kios sayuran ……… 79

Gambar 8 : Jajanan pasar khas Solo di Pasar Gede………. 80

Gambar 9 : Keadaan dan penataan ruang di Pasar Gede……….. 80

Gambar 10 : Keadaan pedagang oprokan di luar Pasar Gede……… 81

Gambar 11 : Fasilitas umum dan kantor di dalam Pasar Gede………….. 81

Gambar 12 : Lahan parkir dan keadaan ruas jalan di depan Pasar Gede ………... 82

Gambar 13 : Lahan parkir dan keadaan ruas jalan di belakang Pasar Gede ……… 82


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang Masalah

Pariwisata telah menjadi industri yang mendunia dan menjadi suatu bisnis yang semakin berkembang. Di Indonesia pariwisata telah menampilkan perannya dengan nyata dalam memberikan konstribusi terhadap kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya bangsa. Sektor pariwisata menjadi salah satu sumber pendapatan yang sangat penting sehingga dari waktu ke waktu terus diupayakan pengembangannya, maka pendayagunaan potensi yang ada masih dimungkinkan untuk terus ditingkatkan. Pengembangan kepariwisataan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tentunya dengan mempertimbangkan berbagai aspek antara lain aspek kelestarian budaya dan lingkungan alam, aspek peningkatan pendapatan daerah maupun aspek pelayanan terhadap wisatawan. Oleh karena itu sektor pariwisata diharapkan bisa memberikan sumbangan devisa yang besar, maka pemerintah gencar mengadakan promosi pariwisata baik secara langsung maupun tidak langsung . Promosi secara langsung misalnya dengan pengiriman misi kebudayaan ke luar negeri, pameran khusus benda-benda kebudayaan, sedangkan promosi secara tidak langsung dapat berupa pemberian informasi wisata dalam bentuk penyebaran leaflet, iklan media cetak, maupun elektronik. Selain itu ada juga promosi yang sangat efektif dan efisien yaitu informasi melalui antar personal maka terbukalah jalan bagi pengembangan dunia industri kepariwisataan .


(14)

Berwisata sangat penting bagi siapa saja. Suatu perjalanan wisata yang bermutu tidak hanya datang untuk melihat-lihat, berbelanja dan kemudian pergi . Lebih dari itu wisatawan harus mampu meresapi, memahami, dan menikmati tempat wisata, bukan hanya sekedar datang untuk bersenang-senang tetapi juga mendapat pengetahuan baru. Semua itu mereka lakukan tidak lain adalah untuk mencari sesuatu yang berbeda, mencari inspirasi dan kesegaran baru. Memahami apa yang dilakukan orang saat ini dan apa yang mereka harapkan dari sebuah wisata, maka tidak berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa wisata telah menjadi salah satu tumpuan harapan manusia modern untuk memenuhi salah satu kebutuhannya. ( Suyitno, 2001 : 1 )

Industri pariwisata dewasa ini mendapatkan prioritas utama dari pemerintah karena memiliki manfaat multi guna yaitu dapat mendorong dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat serta pendapatan asli daerah dan meningkatkan pendapatan nasional, apabila dikelola dan dikembangkan secara maksimal. Usaha untuk mengembangkan industri pariwisata pada saat ini bukan hal yang mudah, hal ini disebabkan banyaknya kendala akibat krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia. Keadaan ini sangat mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang ingin menikmati keindahan alam dan keaneka ragaman budaya Indonesia .

Perkembangan pariwisata sudah sedemikian pesat dan terjadi suatu fenomena yang sangat global dengan melibatkan jutaan manusia, baik


(15)

kalangan masyarakat, industri pariwisata maupun kalangan instansi pemerintah dengan biaya pengembangan yang tidak sedikit. Industri pariwisata yang mendapatkan perhatian dari pemerintah merupakan industri yang sangat penting dan perlu didukung sumber daya manusia yang professional dan berkualitas. Hal ini disebabkan persaingan dalam dunia pariwisata yang semakin ketat. Kita semua tahu bahwa krisis melanda bangsa Indonesia, mulai dari krisis ekonomi, krisis politik, agama, dan krisis keamanan tidak kunjung dapat diselesaikan, namun itu tidak mengurangi animo masyarakat untuk melakukan perjalanan wisata .

Salah satu jenis wisata yang terkenal di Indonesia adalah wisata budaya dan wisata kuliner. Jenis wisata inilah yang paling utama bagi wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik yang ingin mengetahui kebudayaan, kesenian, makanan khas dan segala sesuatu yang dihubungkan dengan adat-istiadat dan kehidupan seni budaya bangsa Indonesia. Pariwisata jenis ini sering dihubungkan dengan istilah atraksi wisata. Di dalam dunia kepariwisataan atraksi adalah segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat (Nyoman S. Pendit, 1986 : 17). Wisata kuliner adalah program wisata yang mengangkat tema beragam makanan yang memerlukan waktu untuk memasak khususnya mempunyai sifat khas dan menjadi unggulan dari masing-masing daerah (R.S. Damarjati, 2001). Wisata budaya adalah perjalanan yang dilakukan untuk memperkaya informasi atau pengetahuan tentang Negara atau daerah lain dengan mengadakan kunjungan ke pameran-pameran atau festival, perayaan– perayaan adat dan berkunjung ke tempat


(16)

bangunan cagar budaya ( Salah Wahab, 1989 : 6 ). Pada umumnya di Indonesia banyak sekali objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner. Salah satunya yaitu objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner yang ada di kota Solo. Mengikuti wisata budaya dan kuliner tentunya akan menambah pengetahuan wisatawan baik domestik maupun mancanegara tentang budaya dan makanan tradisional khususnya yang ada di Indonesia. Indonesia memiliki berbagai macam keanekaragaman suku dan budaya yang sangat melimpah. Keanekaragaman tersebut yang akhirnya juga mempengaruhi timbulnya keanekaragaman makanan yang ada di Indonesia. Selain menambah pengetahuan wisatawan tentang keanekaragaman budaya dan makanan yang ada, wisatawan juga dapat melihat proses pembuatan makanan. Wisata budaya dan kuliner menjadi jawaban atas kebutuhan dan animo masyarakat yang sangat tinggi tentang informasi makanan khas daerah masing-masing yang sesuai dengan cita rasa yang ingin didapatkan serta keberadaan suatu tempat makan yang terkenal dan legendaris dengan cita rasa masakan yang khas sesuai dengan daerahnya masing-masing .

Kota Solo merupakan daerah tujuan wisata yang menjadi salah satu sektor pariwisata dan menjadi sumber pendapatan yang sangat penting sehingga perlu diupayakan pengembangannya, serta pendayagunaan potensi untuk lebih ditingkatkan. Kota Solo sarat akan nuansa tradisional dan merupakan pusat budaya yang menjadi gerbang wisata budaya di Jawa Tengah. Selain itu, Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa memiliki warisan-warisan budaya yang tersebar disetiap sudut kota Solo, mulai dari kesenian dan


(17)

kerajinan tradisional, makanan-makanan tradisional sampai pasar tradisional. Salah satu pasar tradisional yang menjadi warisan bangunan cagar budaya di Solo yaitu Pasar Gede. Potensi wisata yang menarik untuk dikembangkan dan menjadi agenda bagi pemerintah setempat, baik pusat maupun daerah yaitu wisata kuliner. Wisata jenis ini memiliki potensi yang cukup menjanjikan untuk menjadi daya tarik wisata. Jenis wisata ini sangat berbeda dengan dengan jenis wisata pada umumnya karena jenis wisata ini mengutamakan makanan dan rasanya yang khas sebagai suatu daya tarik wisata sehingga wisatawan tertarik untuk mencicipi makanan tersebut dan membeli makanan tersebut untuk dijadikan oleh-oleh .Terkait dengan wisata kuliner yang menjadi unggulan di kota Solo adalah makanan khas yang sifatnya tradisional dan bersumber dari pengolahan masakan keraton dan dibuat secara turun–menurun dan sampai meluas ke masyarakat umum sampai sekarang. Wisata kuliner di Solo memang keberadaannya atas inisiatif masyarakat kota Solo sendiri bukan atas kemauan pemerintah yang bertujuan untuk lebih meningkatkan, melestarikan, dan mengembangkan makanan–makanan tradisional yang telah hilang dan punah seiring perkembangan jaman . Adanya minat khusus terhadap makanan khas berarti dapat menarik minat wisatawan untuk datang ke Solo, karena wisatawan mempunyai minat terhadap makanan khas maka wisata kuliner dikemas dengan menarik sehingga menimbulkan rasa yang berbeda dengan yang ada di daerah lain . Tidak semua wisatawan datang ke Solo itu untuk melihat objek wisata saja tetapi juga ingin menikmati makanan khas kota Solo .


(18)

Salah satu objek dan daya tarik wisata kuliner di kota Solo yaitu terletak di Pasar Gede. Pasar Gede terletak di Jalan Urip Sumoharjo, kelurahan Sudiroprajan Kecamatan Jebres Kota Solo. Sejak jaman kolonial Belanda Pasar Gede merupakan sebuah pasar transaksi model Jawa. Pasar Gede merupakan pasar terlengkap di Kota Solo karena di Pasar Gede kita dapat menjumpai berbagai macam barang kebutuhan pokok, berbagai macam makanan tradisional khas kota Solo, makanan yang melegenda dibuat secara turun-menurun dan hanya dijual di Pasar Gede. Sebagai pasar tradisional peninggalan masa lalu, pasar ini merupakan aset budaya masyarakat Solo. Seperti namanya yang berarti besar, fisik Pasar Gede memang terbilang paling besar ketimbang bangunan pasar lainnya di Kota Solo, tetapi bukan hanya arsitektur bangunannya yang membuat pasar ini begitu istimewa, keragamaan barang dagangan yang tersedia di Pasar Gede itulah yang menjadi magnet bagi sebagian besar warga Solo dan wisatawan yang bertandang ke Kota Bengawan. Jadi secara kualitatif kita dapat melihat bahwa pariwisata tidak hanya di tempat – tempat modern atau obyek wisata alam saja, namun wisata budaya, wisata kuliner dan bangunan cagar budaya seperti Pasar Gede ini juga merupakan suatu bentuk objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner yang mampu mendatangkan wisatawan. Berlatar belakang dari beberapa hal tersebut di atas maka penulis mengambil judul POTENSI PASAR GEDE SEBAGAI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA BUDAYA DAN KULINER DI KOTA SOLO.


(19)

Adapun perumusan masalah yang akan penulis bahas dalam tugas akhir ini antara lain :

1. Bagaimana peran Pasar Gede dalam sejarah kota Solo?

2. Bagaimana potensi Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo?

3. Kendala – kendala apa saja yang dihadapi dalam pemberdayaan Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya & kuliner di Kota Solo?

C . TUJUAN PENELITIAN

Proposal ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui peran Pasar Gede dalam sejarah kota Solo.

2. Mengetahui upaya pemerintah dan masyarakat Solo dalam melestarikan obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di kota Solo.

3. Mengetahui atraksi wisata budaya dan kuliner yang ada di Pasar Gede. 4. Mengetahui kendala-kendala yang menghambat perkembangan wisata

budaya dan wisata kuliner di kota Solo. D . MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat bagi kepentingan setiap pembaca , sekaligus penulis sendiri baik manfaat akademis maupun manfaat praktis .


(20)

a . Adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepentingan

semua pihak yang memerlukan refrensi sebagai penelitiannya . b . Dari penelitian ini , diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan

dan perbandingan dalam melakukan penelitian yang sama . 2 . Manfaat Praktis

a . Menambah pengetahuan penulis mengenai obyek wisata kuliner di

kota Solo, dan kemungkinan pengembangan aset wisata budaya bagi

kesejahteraan masyarakat Solo .

b . Sebagai upaya pengenalan produk wisata budaya dan wisata kuliner

kepada wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata di Solo. E . TINJAUAN PUSTAKA

Berkaitan dengan penulisan tugas akhir ini, maka dilakukan studi kepustakaan yang merupakan langkah pendahuluan dan memiliki tujuan untuk membaca , mencari data yang berhubungan dengan masalah penelitian serta meringkas untuk kepentingan penelitian. Buku, tulisan dan artikel yang dipakai sebagai rujukan dalam penulisan tugas akhir ini antara lain kumpulan tulisan dari mahasiswa ilmu sejarah, buku Babad dan mengutip artikel dari internet yang menceritakan tentang sejarah Pasar Gede .


(21)

Tulisan yang berjudul Solo Tempo Doeloe Dagang dan Air yang ditulis oleh Heri Priyatmoko mahasiswa jurusan ilmu sejarah ini di dalam tulisannya menceritakan tentang sistem pengairan dan sistem perdagangan di kota Solo pada masa kolonial Belanda, salah satunya yaitu Pasar Gede. Pasar Gede dirancang oleh Ir. Thomas Karsten seorang berkebangsaan Belanda, mulai dibangun pada tahun 1927 dan berakhir pada tahun 1930 yang diresmikan oleh Sinuhun Paku Buwono X dengan dana 650 gulden dan menjadi pasar berlantai dua yang pertama di Indonesia pada masa kolonial Belanda. Situs-situs dilihat secara komprehensif, baik dari sudut pandang sejarah maupun lanskap tata ruang kota, telah berekspresi memasuki tiga dimensi ruang dan waktu (masa kerajaan, post kolonial, dan kemerdekaan) untuk kepentingan struktural-fungsional pasar. Secara struktural, bangunan Pasar Gede berada pada kesatuan ekologi kultural,sementara dikaji secara fungsional memang sejak dahulu juga sudah berfungsi sebagai pasar transaksi model Jawa. Namun demikian nama Pasar Gede lebih dikenal dikalangan masyarakat wilayah Pasar Gede adalah area milik penguasa Cina yang bernama Babah Mayor. Pemaknaan atas nilai simbolik Pasar Gede, yang berada pada jangkauan pusat kota Solo berarti menandakan bahwa penentuan atas lanskap kawasan Pasar Gede pada skala tata ruang kota (tempo dulu), tidak main-main nilai kajian futuristiknya . (Heri Priyatmoko, 2006 : 57-59)

Selain mengkaji dari kumpulan tulisan dan buku, juga mengkaji data dari internet. Pada pengambilan data dari internet, yang pertama mengambil data yang berisi tentang sejarah perkembangan Pasar Gede. Pasar monumenal


(22)

di Solo ini mulai dibangun Herman Thomas Karsten , seorang arsitek Belanda, pada tahun 1927. Pasar Gede diresmikan oleh Paku Buwono X pada tanggal 12 Januari 1930. Pada masa kolonial Belanda, pembangunan pasar monumenal ini menelan biaya sekitar 650.000 gulden pada masa itu kini setara dengan Rp 2,47 miliar. Sebagai pasar tradisional, Pasar Gede awalnya bernama Pasar Gedé Hardjonagoro, yang diambil dari nama cucu kepala Pasar Gedé masa itu (1930), Go Tik Swan – keturunan Tionghoa namun mendapat gelar KRT Hardjonagoro dari Paku Buwono XII. Dekatnya Pasar Gede dengan komunitas Tionghoa dan area Pecinan bisa dilihat dengan keberadaan sebuah klenteng Vihara Avalokitesvara Tien Kok Sie di dekatnya yang tak jauh dari perkampungan warga keturunan Tionghoa (pecinan) yang bernama Balong yang letaknya di Kelurahan Sudiroprajan . Itulah mengapa para pedagang sekalipun sekarang tidak dominan banyak yang merupakan keturunan etnis Tionghoa. Nama “gede” yang berarti besar, dipakai juga karena pintu gerbang di bangunan utama terlihat seperti atap singgasana . Pada jaman kolonial pasar ini sebagai mediator perdagangan bagi masyarakat Belanda - Cina - pribumi dengan harapan hubungan antar etnis yang semula berkonflik dapat berlangsung harmonis. Pada jaman kolonial Pasar Gede terkenal dengan sebutan “Pasar Priyayi” karena barang-barang dagangan yang dijual di Pasar Gede berkualitas baik dari pada pasar tradisional lainnya yang berada di Kota Solo dan pada jaman kolonial Belanda yang berbelanja di Pasar Gede kebanyakkan dari golongan bangsawan atau priyayi . (Sumber: www.kabar_soloraya.com, Selasa 1 Juni 2010)


(23)

Setelah mengkaji sejarah Pasar Gede dari internet, kemudian mengambil data gambaran umum Pasar Gede dari hasil wawancara dengan pihak pengelola Pasar Gede yang bernama Mulyono. Pasar Gede terletak di Jalan Urip Sumoharjo, kelurahan Sudiroprajan Kecamatan Jebres Kota Solo. Sejak dahulu Pasar Gede merupakan sebuah Pasar Transaksi Model Jawa, yang berdiri diatas tanah Aset Pemerintah Kota Surakarta Hak Pakai No. 39 dan Hak Pakai No. 25. Ciri khas bangunan Pasar Gede dapat dilihat pada interior bangunan dengan struktur benteng lebar dan panjang. Penampilan bangunan merupakan persenyawaan antara bentuk kolonial (dinding tebal, kolong – kolong besar, skala bangunan konsep tradisional). Pada tanggal 28 April 2000 Pasar Gede mengalami kebakaran yang disebabkan konseleting aliran listrik. Tahun 2001 Pemerintah Kota Surakarta membangun kembali Pasar Gede sesuai dengan bentuk bangunan aslinya. Pasar Gede termasuk cagar budaya kota Solo berdasarkan SK Walikota No. 646 tahun 1997 tentang perlindungan cagar budaya di kota Solo. Dengan potensi lahan seluas 8.560 meter persegi yang terdiri dari 127 ruko, 133 kios, 633 los pasar dan sekitar 250 lapak pedagang, potensi pasar tersebut sangat cukup dikenal oleh orang luar Solo.

F . METODE PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian

Kegiatan observasi tugas akhir ini dilakukan di Pasar Gede Solo. Nama penulisan kota dalam tugas akhir ini lebih banyak menggunakan nama Kota Solo bukan Surakarta karena di atas pintu gerbang utama Pasar Gede menggunakan nama Solo. Selain itu usia Pasar Gede yaitu 80


(24)

tahun jadi lebih tua dari hari jadi Surakarta yang baru berusia 64 tahun. Setidaknya, ada tiga fungsi dalam notasi atau penyebutan kata Surakarta dan Solo. Pertama, Surakarta sebagai notasi pemerintahan, kedua Surakarta Hadiningrat sebagai notasi royal atau kerajaan, dan yang ketiga, Solo sebagai notasi untuk bisnis dan budaya bagi warganya. Dari situ jelas perbedaan fungsi dan makna penggunaan kata Surakarta, Surakarta Hadiningrat dan Solo.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam menyusun laporan tugas akhir ini penulis mengumpulkan data dengan metode pengumpulan data,antara lain :

a . Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan jalan mengamati ,meneliti atau mengukur kejadian yang sedang berlangsung . Observasi ini dilakukan di Pasar Gede Solo dengan membagi ke dalam unit observasi . Unit observasi di Pasar Gede Solo terdiri dari :

· Bangunan fisik dan penataan ruang di Pasar Gede Solo

· Lingkungan, lahan parkir, dan keadaan Pasar Gede Solo

· Jenis-jenis makanan tradisional yang dijual di Pasar Gede


(25)

Dengan cara ini data yang diperoleh adalah data faktual dan aktual , dalam artian data yang dikumpulkan diperoleh pada saat peristiwa berlangsung .

b . Wawancara

Wawancara adalah proses interaksi dan komunikasi antara pengumpul data dengan nara sumber ,sehingga wawancara dapat diartikan sebagai cara mengumpulkan data dengan bertanya langsung kepada nara sumber dan dilakukan dengan model wawancara yang santai namun mendalam sesuai dengan daftar pertanyaan yang telah disediakan dan jawaban –jawaban dicatat atau direkam dengan alat perekam

c . Studi Dokumen

Studi dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang ditunjukkan untuk memperoleh data secara langsung dari tempat penelitian meliputi laporan kegiatan berupa gambar, foto pasar Gede beserta para penjual makanan yang ada di pasar Gede dan data yang relevan tentang pasar Gede untuk penelitian .

d . Studi Pustaka

Studi pustaka adalah metode pengumpulan data dari mengkaji buku-buku literature yaitu mengutip bagian – bagian


(26)

yang kiranya mempunyai kaitan langsung dengan judul masalah. Tahap ini digunakan untuk memperoleh data – data yang akurat sebagai pendukung data yang diperoleh dari pengamatan dan wawancara .

2 . Teknik Analisa Data

Setelah data dikumpulkan, kemudian menganalisanya. Pada tahap ini data dikumpulkan dan dimanfaatkan untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam perumusan masalah. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena atau hubungan antar fenomena yang diteliti secara sistematis , faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki .


(27)

Untuk mempermudahkan pemahaman mengenai isi pembahasan laporan ini , maka dibuat sistematika sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Gambaran Umum Obyek Yang Diteliti berisi tentang Potensi Wisata di Kota Solo, Sejarah Pasar Gede Solo, dan Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede Solo.

BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan membahas mengenai Peran Pasar Gede Dalam Sejarah Kota Solo, Potensi Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo, Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Dilihat Dari Analisa Pandekatan 4A+1P di Pasar Gede Solo, Usaha Pemerintah Dalam Pemberdayaan Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo,dan Kendala-kendala Yang Dihadapi Pemerintah Dalam Pemberdayaan Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya Dan Kuliner di Kota Solo.

BAB IV Penutup membahas mengenai Kesimpulan dari apa yang telah dijelaskan dari bab sebelumnya dan Saran disampaikan pada akhir penutup.


(28)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBYEK YANG DITELITI

A . Potensi Wisata Di Kota Solo

Kota Solo berdiri pada tahun 1745. Kota ini pernah menjadi pusat pemerintahan pada masa akhir Kesultanan Mataram. Setelah perpecahan Mataram, Solo menjadi pusat pemerintahan keraton Kasunanan Surakarta dan

Praja Mangkunegaran. Kedua pusat feodalisme Jawa ini memiliki keterkaitan

dengan Majapahit, karena dinasti Mataram merupakan keturunan dari raja-raja Kesultanan Demak, yang juga merupakan penerus suksesi dinasti Wijaya, sang pendiri Majapahit, dalam perkembangannya Solo menjadi kota dagang penting (di Solo berdiri Syarikat Dagang Islam pada tahun 1905), kota wisata dan kota budaya. Kota Surakarta, atau lebih dikenal dengan nama Kota Solo, adalah salah satu kota budaya dan sejarah di Pulau Jawa. Penyebutan dengan predikat ini demikian karena kota ini memiliki kisah yang panjang dan selalu tampil dalam panggung sejarah Indonesia. Sejak jaman pra-sejarah, jaman kuno, jaman Islam, jaman penjajahan kolonial, sampai jaman kemerdekaan, peran Kota Solo sebagai salah satu pusat budaya dan sejarah tidak pernah bisa diabaikan. Fakta tersebut menyebabkan sebagian dari berbagai produk budaya dan sejarah masih tertinggal dan bertahan di Solo dalam berbagai kondisi dan keadaan. Produk budaya dan sejarah tersebut dapat meliputi karya fisik atau arsitektur dari masa lampau yang kesemuanya itu berkaitan erat dengan wawasan identitas yang terbentuk dari sosok arsitektur dan lingkungan budaya yang beraneka ragam, antara lain seperti warisan arsitektur tradisional Jawa


(29)

dan warisan arsitektur peninggalan kolonial Belanda. Lebih jauh lagi bahwa produk budaya dan sejarah di Kota Solo tersebut dapat berwujud : kawasan tradisional seperti kawasan Kraton dan Alun-alun Kasunanan Surakarta; bangunan kuno seperti Benteng Vastenburg, Masjid Agung, Museum Radyapustaka, Stasiun Balapan, Pasar Gede Harjonagoro; monumen bersejarah dan perabot jalan seperti : Jembatan Pasar Gede, Gapura Klewer, Gapura Gading, Tugu Lilin, Monumen Stroomvals; ruang terbuka/taman seperti : Taman Sriwedari, Taman Balekambang. Kawasan bangunan cagar budaya sebagai salah satu peninggalan budaya dan sejarah di Kota Solo pada dasarnya merupakan suatu kawasan yang memiliki nilai historis dan merupakan sebuah kawasan yang memiliki warisan yang berupa bangunan dan disain arsitektur tertentu yang mencirikan keadaan masa lalu ataupun kondisi yang ada pada masa tersebut. Kawasan ini dulunya merupakan bagian dari salah satu pusat pemerintahan kerajaan di Jawa Tengah (Keraton Solo). Bangunan bersejarah, produk kesenian, makanan khas, serta hiburan mudah dijumpai di tempat ini dan di sudut-sudut sekitar kota ini. ( Sumber: www.surakarta.co.id, Selasa 1 Juni 2010 ).

Solo merupakan salah satu tempat tujuan wisata di Jawa Tengah dan didukung oleh enam kabupaten yaitu Sragen, Karanganyar, Wonogiri, Klaten, Sukoharjo, dan Boyolali. Dari daerah tersebut memiliki potensi pariwisata yang besar dan mempunyai ciri khas sendiri dan dari setiap daerah tersebut mempunyai atraksi wisata yang menarik minat wisatawan dari dalam negeri atau luar negeri, yang kemudian dapat mendatangkan devisa disetiap


(30)

daerahnya dan mengidentikan Solo sebagai salah satu pusat budaya atau yang lebih dikenal dengan “Solo Kota Budaya”.

Solo sebagai bagian dari wilayah negara Indonesia adalah kota yang mempunyai sejarah sosial dan budaya yang panjang , karena kota Solo memiliki dua kerajaan yang dikagumi oleh semua warga kota Solo pada khususnya dan seluruh warga Indonesia pada umumnya. Dua kerajaan yang ada di Solo yaitu Keraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran. Masyarakat kota Solo yang bersifat heterogen mempunyai komunitas-komunitas etnis disetiap kampung di Solo. Kawasan wilayah kota Solo memang cukup terkenal dengan banyak potensi wisata yang terdapat didalamnya . Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap pendapatan daerah terutama dalam menghadapi otonomi daerah sekarang ini. Selain sebagai daerah tolak ukur berkembangnya bisnis, namun juga sebagai daerah pengembangan industri pariwisata. Berkembangnya industri pariwisata bermula dengan beragamnya serta kentalnya budaya yang ada serta melekat erat dihati masyarakat sekitar.Untuk menjadikan sebuah daerah perkembangan industri pariwisata , suatu daerah haruslah mempunyai lebih dari sebuah objek wisata yang tentunya menjadikan sebuah aset pemasukan bagi daerah .

Secara geografis kota Solo terletak pada ketinggian 200 m di atas permukaan laut . Berada di antara gunung Merapi, Merbabu, dan Lawu, serta dibatasi oleh Sungai Bengawan Solo dan dibelah oleh Kali Pepe. Kota yang memiliki luas wilayah 44km², berpenduduk ± 500ribu jiwa, sebagian besar penduduknya bekerja sebagai buruh dan pedagang . Sebagai kota yang sudah


(31)

berusia 265 tahun, Solo memiliki banyak kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah. Ada juga yang terkumpul di sekian lokasi, membentuk beberapa kawasan kota tua, dengan latar belakang sosialnya masing-masing Kawasan Kauman, yang awalnya diperuntukkan bagi tempat tinggal (kaum) ulama kerajaan dan kerabatnya, mengalami perkembangan mirip dengan kawasan Laweyan. Banyak tumbuh produsen dan pedagang batik yang sukses. Ada pula perkampungan Pasar Kliwon, kawasan permukiman warga keturunan Arab, yang sukses berdagang batik., serta kawasan perdagangan Balong yang merupakan konsentrasi permukiman warga etnis Cina yang mayoritas berprofesi sebagai pedagang . Kawasan-kawasan tersebut, termasuk bangunan-bangunan tua bersejarah yang juga banyak terdapat di sepanjang jalan protokol Slamet Riyadi, merupakan jejak sejarah perkembangan kota Solo, dengan warna arsitektur dan latar belakang sosiologisnya masing-masing . Keberadaan kampung-kampung dagang yang didukung oleh pasar dengan berbagai komoditi, menempatkan kota Solo sebagai kota pusat bisnis dan perdagangan . Adanya kantong-kantong kegiatan kesenian ditambah berbagai ritual upacara yang dilaksanakan Keraton Kasunanan maupun Mangkunegaran, menjadikan kota Solo menyandang predikat sebagai kota budaya sekaligus daerah tujuan wisata. Tetapi predikat kota Solo sebagai kota budaya akhir-akhir ini mengalami pelemahan, karena kurangnya perhatian dari semua kalangan masyarakat untuk mengembangkan kota Solo. Solo yang seharusnya bersandar pada “Solo masa depan adalah Solo masa lalu” (Solo’s Past is Solo’s Future), yang artinya pengembangan kepariwisataan kota Solo tidak boleh menyimpang


(32)

dari karakter atau ciri khas yang membentuk kota ini sejak awal kota Solo berdiri hingga sekarang dan visi pembangunan Kota Solo adalah kota budaya yang berorientasi pada nilai masa lalu. Yang layak jadi catatan dari sisi konseptual, adalah konsep “masa lalu” sebagai konsep yang mengarah pada budaya”. Ciri budaya yang hendak ditampilkan Solo harus menjadi ikon kota dan mendapat posisi yang spesifik di tengah jangkar pariwisata Yogyakarta – Solo -Semarang. ( Sumber:www. Visit_Solo.net, Selasa 1 Juni 2010 ).

Kota Solo mempunyai banyak objek wisata dan atraksi wisata yang beraneka ragam, antara lain wisata budaya, wisata sejarah, wisata belanja, dan wisata kuliner terdapat di kota ini. Ciri utama pariwisata di kota Solo adalah menonjolkan wisata budaya, wisata belanja dan wisata kuliner, karena kota Solo terkenal dengan budaya, makanan khas dan juga terkenal dengan wisata belanja yang murah dan mempunyai mutu yang tinggi dengan fasilitas-fasilitas pendukung pariwisata yang maju. Keberanekaragaman berbagai objek wisata yang menarik dapat menjadikan kemajuan yang baik bagi perkembangan pariwisata kota Solo. Hal tersebut dapat berdampak positif bagi pendapatan kota Solo yang semakin bertambah , ini sebagai wujud bahwa pengelolaan yang baik dapat menimbulkan dampak yang positif. Beberapa objek wisata di kota Solo yang ramai dikunjungi wisatawan antara lain : Keraton Kasunanan Surakarta, Pura Mangkunegaran, Pasar Klewer, Pasar Antik Windujenar, Kampung Batik Kauman, Kampung Batik Laweyan, Museum Radya Pustaka, Museum Batik Danar Hadi, Gedung Wayang Orang Sriwedari , Gladag Langen Bogan


(33)

Selain itu pemerintah kota Solo juga meningkatkan pariwisata dengan adanya event-event kesenian dan festival-festival kuliner di kota Solo agar lebih dikenal wisatawan, dengan begitu objek wisata yang terdapat di kota Solo juga semakin meningkat jumlah kunjungan wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Ditambah dengan wajah baru kota Solo yang semakin ramai dengan taman yang terdapat disepanjang jalan, sehingga menambah kesan sejuk dan dalam berwisata ke kota Solo terkesan lebih santai. Begitu pula dengan fasilitas-fasilitas pendukung yang lain yang telah siap dipergunakan sebagai sarana penunjang pariwisata di kota Solo. Kondisi jalan yang lebar dan baik, tersedianya air bersih dan penerangan yang baik, penginapan yang sudah pasti tersedia di kota Solo dengan berbagai macam pilihan dan kelas serta letak objek wisata yang tidak begitu jauh membuat kota ini menjadi kota wisata yang ramai dikunjungi wisatawan setiap harinya. Sehingga industri pariwisata di kota Solo dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang bekerja sama dengan instansi pemerintah dan sumber pendapatan kota Solo semakin meningkat . ( Sumber : www.Wikipedia .com, Selasa 1 Juni 2010 ).

Karakter Solo yang berwajah multikultural adalah identitas Solo masa lalu di balik sejarah hegemoni kultur Jawa Mataram. Sisa dari ciri kota multikultural masih dapat dilihat hingga saat ini. Lagi- lagi, karena kurangnya minat konservasi dan desakan kepentingan yang lebih pragmatis, kekayaan nilai budaya itu nyaris punah. Wajah multikultur Solo tampak dari pluralitas populasi yang sesuai dengan karakternya sebagai kota komersial, menjadi


(34)

tempat kelahiran organisasi dagang terbesar (Syarikat Dagang Islam), yang dengan sendirinya mengundang pelaku ekonomi dari berbagai masyarakat. Saat ini masih tampak kawasan perkampungan yang memiliki karakter arsitektur budaya etnis tertentu. Perkampungan masyarakat Cina adalah salah satu simbol perkotaan. Di Solo perkampungan Cina di kawasan Pasar Gede yaitu di Balong masih terawat dan memberi warna dominan pada tata ruang Solo, selain perkampungan masyarakat Arab di kawasan Pasar Kliwon yang juga memiliki nilai kultural khusus. Laweyan, Kauman, Balong, atau Pasar Kliwon adalah jejak sejarah perkembangan tata kota Solo, dengan warna arsitektur dan latar belakang sosiologisnya. Berbagai gedung dengan corak arsitektur Jawa, Eropa, Indis, Art Deco, Tionghoa, hingga Timur Tengah jika semua bisa dirawat dan dikonservasi, bisa dijadikan proyeksi sebagai tujuan wisata, yakni wisata kota tua. Oleh karena itu dalam penulisan tugas akhir ini akan mengulas tentang Pasar Gede Solo yang merupakan salah satu bangunan cagar budaya di kota Solo dan menyimpan potensi wisata yang dapat dikembangkan menjadi objek dan daya tarik wisata budaya dan wisata kuliner di Kota Solo. Dari pengembangan potensi wisata budaya dan kuliner yang ada di Pasar Gede, maka akan menarik minat wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata di Kota Solo dan berwisata kuliner serta belanja makanan khas Solo di Pasar Gede Solo.

B . Sejarah Pasar Gede Solo

Sejarah kota Solo dimulai dari kepindahan ibukota kerajaan Mataram Kartasura beserta keratonnya ke Desa Sala, dalam perkembangan selanjutnya


(35)

daerah kerajaan Surakarta mengalami pembagian menjadi dua, akibat Perjanjian Giyanti, yaitu Surakarta dan Jogjakarta. Kedua daerah masing-masing kemudian terpecah lagi, timbulah 4 kerajaan yang oleh Belanda dinamakan Vostenlanden, yakni Kasunanan, Mangkunegaran, Kasultanan dan Pakualaman. Dalam filosofi kebudayaan Jawa dalam hubungannya dengan bangunan yang ada dikomplek keraton dikenal adanya Catur Gatra Tunggal, yaitu Keraton merupakan pusat pemerintahan, Alun-alun sebagai simbol suara rakyat, Masjid Agung sebagai tempat peribadatan, dan. Pasar sebagai sarana penghidupan rakyat.

Pasar dalam rangkaian Catur Gatra Tunggal Keraton Solo, pada mulanya berwujud pasar tiban, yang bertempat di Pamuraan (belakang Gladak dibawah pohon beringin) dengan warungan tanah seluas 10.421 m². Sebagai pasar tradisional peninggalan masa lalu, pasar ini merupakan aset budaya Masyarakat Solo. Lebih dari itu, mengingat kesejarahan yang terkandung, pasar ini juga menjadi aset nasional yang harus dilindungi dan dilestarikan. Secara historis, pasar ini muncul berubah-ubah dari zaman ke zaman. Pertama pasar ini muncul dari embrio pasar candi yang berkarakter Candi Padurasa pada zaman kerajaan Hindhu- Budha di Jawa. Proses perubahan Pasar Candi berubah menjadi pasar ekonomi yang disebut “Pasar Gede Oprokan” yang digambarkan dengan payung-payung peneduh untuk kegiatan pasar, dan yang terakhir pada jaman kolonial Belanda ”Pasar Gede Oprokan” berubah menjadi Pasar Gede dengan bentuk bangunan kolonial Jawanis yang dibangun oleh Ir. Thomas Karsten pada tahun 1930. Kemudian pada masa pemerintahan Paku


(36)

Buwono X (1893-1939), dibangun pasar permanen yang kemudian dikenal dengan nama Pasar Gede Harjonagoro dengan arsitek Ir. Thomas Karsten dengan dana 650.000 gulden pada tahun 1927. Tiga tahun kemudian tepatnya tanggal 13 Januari 1930, Pasar Gede selesai dibangun dan diresmikan oleh Paku Buwono X dan GKR. Hemmas sebagai pasar rakyat monumental dua lantai, dengan arsitektur Kolonial Jawanis (Topologi pasar nyaris sempurna) pada lokasi lingkungan etnis Cina, yang bercitra arsitektur Cina Jawanis. Salah satu pasar tradisional yang menjadi warisan bangunan cagar budaya di Solo yaitu Pasar Gede.

( Sumber : Wawancara dengan Mulyono pegawai pengelola Pasar Gede Solo, Senin 5 Juli 2010 ).

Dalam buku Babad Solo karya RM Sajid disebutkan pada masanya Pasar Gede tumbuh dan berkembang melebihi pasar-pasar lainnya di Solo, seperti Pasar Kliwon, Pasar Legi, dan Pasar Pon, yang tingkat keramainnya dipengaruhi oleh hari pasaran. Fenomena lain yang semakin mengukukuhkan keberadaan Pasar Gede Solo adalah tahun 1927, saat Sampeyan dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) Paku Buwono (PB) X merehab bangunan pasarnya. Pembangunan ulang ini memunculkan sejarah baru bahwa pasar tradisional ini bukan hanya untuk tataran wilayah kota Solo saja, namun seluruh Indonesia. Betapa tidak, dengan pembangunan ulang ini menjadikan Pasar Gede sebagai pasar pertama bertingkat di Indonesia . Sekarang usia Pasar Gede sudah delapan puluh tahun, pasar yang telah menjadi ikon kota Solo ini tetap berdiri kokoh. Bangunan berlantai dua dengan tugu jam di


(37)

persimpangan jalan, tepat di depan bangunan itu juga masih elegan di persimpangan antara Jalan Urip Sumoharjo dan Jalan Ketandan. Kita juga bisa melihat kemegahan bangunan ini saat melintas dari arah Jalan Jenderal Sudirman menuju Jalan Urip Sumoharjo.

Gambar 1 : Proses perjalanan sejarah Pasar Gede dari mulai pasar candi, pasar oprokan sampai pasar modern karya Ir. Thomas Karsten tahun


(38)

Sumber : Dokumentasi dari Solo Heritage Comunity

Di kawasan ini, roda perekonomian kota Solo tetap berjalan seiring perkembangan jaman. Ikatan emosional masyarakat terhadap Pasar Gede ini tampaknya membuat bangunan ini terus eksis. Ratusan pedagang juga menjalankan profesinya di pasar ini, mulai pedagang ikan laut, daging babi, daging sapi, grosir buah, kembang, ayam potong, ayam hidup, pakaian, pedagang sayur, pedagang makanan dan oleh-oleh khas Solo . Para pedagang ditempatkan di selasar sepanjang kiri dan kanan koridor utama. Selain pintu utama di barat dan timur, ada pintu berukuran sedang di utara pasar . Pintu


(39)

masuk utama pasar ini berkanopi lebar bertuliskan Pasar Gede dengan gaya tulisan Art Nouveau. Lantai untuk masuk berujud ramp, setelah hall masuk terdapat ruang terbuka, kemudian ruang-ruang los pasar membujur ke utara dan timur. Selain penjual daging, tentu saja tak beda jauh dengan pasar tradisional lainnya, ragam jualan Pasar Gede terdiri dari berbagai macam jenis dari kebutuhan pangan, sandang hingga kebutuhan pelengkap yang lain .

Pasar Gede, menjadi saksi penting perjalanan sejarah interaksi sosial masyarakat Solo. Jawa, Cina dan Arab tumpah ruah di pasar Gede dan terlibat dalam transaksi jual-beli. Sekilas memang wajar, tidak peduli asal-usul genetis dan kasta. Kalau memang harus berbelanja di pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pasti akan terjadi dialog.Yang tidak wajar adalah ketika pemerintah Hindia Belanda menjadikan Pasar Gede sebagai laboratorium politik pecah-belah. Sampai-sampai, gagasan arsitek humanis Thomas Karsten yang membangun pasar itu pada kurun 1893-1939 atas titah Raja Keraton Kasunanan yaitu Paku Buwono X, mudah ditumbangkan oleh kepentingan terpadu pemerintah kolonial.Gagasan membuat bangunan dua lantai yang tidak menyulitkan kuli gendong dan kuli panggul saat mengangkut barang dagangan, pun dengan mudah ditumbangkan dengan politik preman ala kolonialis Belanda.Asal tahu saja, di kompleks pasar yang hanya terpisahkan oleh jalan (kini Jl. Kapten Mulyadi), terdapat kawasan Pecinan (kini bernama kampung Balong). Belanda menunjuk sekutunya Pecinan sebagai pengutip pajak di Pasar Gede, dalam rangka politik devide et impera, sekutunya tersebut diberi pangkat mayor. Orang-orang tua, dulu menyebutnya dengan Mayor Babah.


(40)

Dibatasi Kali Pepe, tepat di selatan Pecinan terdapat kompleks pemukiman untuk orang-orang Belanda dan bangsa Eropa namanya Lojiwetan.

Sampai sekarang, loji-loji itu masih kokoh berdiri. Pada masa kolonial di kawasan itu terdapat gedung (societet), semacam gedung kesenian untuk para penguasa Hindia Belanda. Kawasan Lojiwetan itu terletak di sebelah timur Benteng Vastenburg, kompleks tentara Belanda. Benteng itulah yang dijadikan pusat pertahanan kolonialis sekaligus untuk memantau gerak-gerik kaum pribumi, juga tentara kerajaan. Masih terkait dengan politik pecah-belah, di selatan Lojiwetan, pemerintah Hindia Belanda mengkotakkan keturunan Arab ke dalam sebuah perkampungan khusus, yang kini dikenal dengan nama Pasar Kliwon. Sebagai pusat interaksi yang terletak di kawasan Pecinan, bersebelahan dengan Pasar Gede terdapat Klenteng Avalokiteswara atau kini bernama Klenteng Tien Kok Sie. Tidak jelas asal-usulnya, namun kuat diduga klenteng memang biasa dibangun di daerah dimana komunitas keturunan Cina berada. Kali Pepe yang jaraknya hanya sejengkal dengan Pasar Gede, dahulu merupakan sarana transportasi utama bagi kaum pedagang yang menggunakan perahu atau kapal kecil . Apalagi, Kali Pepe terhubung dengan Sungai Bengawan Solo yang menghubungkan dengan dunia perdagangan internasional dengan pusatnya di Tuban dan Gresik, yang tak lain merupakan hulu sungai Bengawan Solo. (Sumber : www.wawasan_digital.com, Selasa 1 Juni 2010 ).

Seiring perkembangan waktu, pasar ini menjadi pasar terbesar dan termegah di Solo. Awalnya penyaluran barang dilakukan oleh abdi dalem


(41)

Kraton Surakarta. Mereka mengenakan pakaian tradisional Jawa berupa jubah dari kain (lebar dan panjang dari bahan batik dipakai dari pinggang ke bawah), beskap (semacam kemeja), dan blangkon. Pungutan jasa kemudian akan diberikan ke Istana Kasunanan. Pasar Gede terdiri dari dua bangunan yang terpisah, masing-masing terdiri dari dua lantai . Pintu gerbang di bangunan utama terlihat seperti atap singgasana yang kemudian diberi nama Pasar Gede. Arsitektur Pasar Gede merupakan perpaduan antara gaya Belanda dan gaya tradisional. Pada tahun 1947, Pasar Gede mengalami kerusakan karena serangan Belanda. Pemerintah Indonesia kemudian merenovasi kembali pada tahun 1949. Perbaikan atap selesai pada tahun 1981. Pemerintah indonesia mengganti atap yang lama dengan atap dari kayu. Bangunan kedua dari Pasar Gede, dahulu digunakan untuk kantor DPU yang sekarang digunakan sebagai pasar buah dan ikan hias. Kondisi bangunan pasar ini jauh lebih beradab dari pasar pada umumnya karena Thomas Karsten sudah mempertimbangkan atap, sirkulasi udara, masuknya cahaya agar kondisi pasar tidak pengap, lembab dan juga menciptakan iklim komunikasi yang baik dengan cara membuat lorong yang dibuat lebar untuk memudahkan interaksi antar pedagang. Dengan bijak ia melakukan semacam pengamatan akan kebiasaan masyarakat dan mempelajari kebudayaan setempat. Tidak seperti kebanyakan arsitek Belanda yang justru terkesan memaksakan ide “Belanda” pada bangunan-bangunan di Indonesia .

( Sumber: Wawancara dengan Mulyono pegawai kantor pengelola Pasar Gede, Senin 5 Juli 2010 ).


(42)

C. Potensi Wisata Budaya dan Kuliner di Pasar Gede Solo

Keraton Kasunanan, Pura Mangkunegaran, Museum Radyapustaka, Benteng Vastenburg dan banyak tempat bersejarah lainnya merupakan ciri khas yang telah berhasil membangun citra Solo sebagai kota budaya . Tempat-tempat tersebut sangat familiar dan dikenal banyak orang. Dibalik semua kekayaan tempat bersejarahnya yang kental dengan budaya Jawa tersebut, Solo juga terkenal dengan kulinernya atau makanan khas Solo. Pada masa kini, jenis makanan yang kemungkinan sekali telah ada pada masa lampau berkembang menjadi makanan tradisional. Beberapa jenis makanan telah ada pada masa Jawa kuno, ada yang masih bertahan sampai sekarang dan banyak juga yang telah hilang seiring dengan perkembangan jaman. Oleh karena itu sebaiknya perlu mengenali kembali jenis-jenis makanan dan minuman Jawa kuno yang merupakan aset budaya dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata. Tidak hanya bagi warga lokal Solo, tetapi juga bagi wisatawan luar Solo. Kebanyakan dari kuliner khas tersebut berada di pasar-pasar tradisional yang tersebar di kota Solo. Untuk menunjukkan khasanah kekayaan kuliner tersebut, maka sebaiknya dilakukan suatu perjalanan wisata kuliner di pasar – pasar tradisional yang tersebar di Kota Solo. Laporan tugas akhir ini akan membahas tentang potensi wisata budaya dan kuliner pada satu pasar tertua dan terbesar di Kota Solo yaitu Pasar Gede. Pasar Gede sebagai pusat belanja, wisata budaya serta wisata kuliner terbesar dan terlengkap di kota Solo, sesungguhnya


(43)

sangat berpotensi dan berpeluang untuk dikembangkan menjadi suatu obyek dan daya tarik wisata unggulan baru di Kota Solo.

Pasar Gede adalah pasar tua karya arsitek Belanda Thomas Karsten ini tidak hanya menyediakan aneka barang yang mampu memuaskan hasrat berbelanja, namun juga menyediakan sajian kuliner khas Solo. Pasar Gede buka mulai dari pagi hari sampai sore hari. Pasar tradisional yang berusia delapan puluh tahun ini menyimpan segudang pesona akan jajanan pasar dan makanan khas Solo. Makanan khas Solo yang dijual di Pasar Gede antara lain brambang asem, es dawet telasih, tiwul, ledre, intip, kerupuk rambak, cabuk rambak, pecel ndeso sampai sayuran dan buah segar. Pasar tradisional yang bernama lengkap 'Pasar Gede Hardjonagoro' ini merupakan pasar tradisional yang terbesar di kota Solo, selain Pasar Klewer. Untuk menuju ke pasar ini ada banyak cara. Selain menggunakan kendaraan pribadi, juga dapat memanfaatkan jasa angkutan umum seperti bus, andong, dan becak. Sejak pertama dibangun Pasar Gede sudah mengalami beberapa renovasi dan yang terakhir pada tahun 2001 lalu. Arsitektur Pasar Gede karya Karsten tersebut ternyata sangat multifungsi. Pasar yang biasanya terkesan lembab dan kotor tidak nampak di pasar ini. Lorong-lorongnya luas dan bersih, sirkulasi udaranya pun mengalir dengan lancar sehingga tidak terasa pengap. Keunikan lain di dalam pasar ini adalah hukum sliding price atau harga lunak dalam tawar menawar antara pembeli dan penjual. Perilaku tawar menawar masih terjaga dengan baik di sini. Umumnya pedagang menggunakan bahasa Jawa


(44)

kromo inggil ketika menyapa pembeli. Karena itu keakraban antara penjual dan pembeli yang menjadi pelanggan tetap sangat terjaga dengan baik.

Berbeda dengan hadirnya pasar modern yang ada di Solo sekarang ini, di Pasar Gede masih akan menemukan suasana guyub ketika melakukan transaksi pembelian di pasar tradisionil ini. Para pedagang akan menyapa semua dengan santun, karena ini merupakan salah satu sistem pelayanan yang dilakukan penjual untuk menarik minat pembeli atau wisatawan agar bersedia membeli barang dagangan mereka. Berbagai tawar-menawar mengunakan bahasa Jawa Kromo Inggil kerap terdengar di pasar ini. Di pasar ini pastinya jurus menawar harus dipakai, apalagi jika menggunakan bahasa Jawa pastinya mendapatkan harga yang lebih murah. Jadi, jika anda ke Solo tidak ada salahnya mampir ke Pasar Gede seberang timur Gedung Balai Kota Solo. Sambil melacak kehebatan masa lalu Pasar Gede dan tentunya bernostalgia dengan makanan, minuman dan jajanan legendaris kota Solo dan ketika pasar Gede merayakan hari jadinya yang ke delapan puluh tahun di pasar Gede diadakan festival kuliner dan jajanan pasar khas Solo acara ini dikemas dengan menarik sehingga dapat menarik minat pengunjung atau wisatawan untuk hadir dalam festival kuliner tersebut. Semoga acara festival kuliner dan jajanan pasar khas Solo di Pasar Gede diadakan rutin setiap tahun sehingga para pengunjung atau wisatawan dapat menjadikan Pasar Gede sebagai tujuan wisata utama dikota Solo, maka dari kunjungan wisatawan tersebut sumber pendapat daerah semakin meningkat, selain itu baik pedagang di Pasar Gede maupun pihak penyedia jasa perjalanan dikota Solo akan meraup keuntungan


(45)

karena di Pasar Gede para pengunjung atau wisatawan akan melakukan perjalanan wisata dan membelanjakan uangnya untuk membeli makanan dan jajanan khas Solo dan dijadikan oleh-oleh untuk dibawa pulang ke daerah atau Negara asalnya.

Selain wisata kuliner, di Pasar Gede Solo juga memiliki potensi atraksi wisata budaya yang dapat menarik minat wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Atraksi wisata budaya tersebut yaitu Garebeg Sudiro yang diadakan setiap satu tahun sekali yaitu pada perayaan Imlek. Acara yang dinamakan Garebeg Sudiroprajan ini digelar di depan kompleks Pasar Gede. Garebeg dengan gunungan biasanya diselenggarakan oleh keraton yang sudah menjadi tradisi ratusan tahun. Sedangkan kue keranjang merupakan kue khas dari daratan Tiongkok, dengan adanya gunungan kue keranjang menunjukkan terjadinya akulturasi budaya . Puncak acara garebeg adalah perebutan kue keranjang yang menyusun gunungan oleh ratusan warga yang menyesaki area depan Pasar Gede yang berhias lampion . Kue keranjang yang khas dari daratan Tiongkok dicampur gunungan yang merupakan tradisi Jawa menunjukkan terjadinya akulturasi atau percampuran budaya.

Garebeg Sudiro merupakan perayaan Tahun Baru Imlek dengan bentuk kirab gunungan dari kue keranjang oleh warga Solo baik keturunan Tionghoa, Jawa maupun etnis lainnya. Simbol akulturasi Cina-Jawa sangat terasa, karena selain peserta berbusana etnik Cina dan Jawa, juga diramaikan dengan pesta


(46)

lampion. Selain atraksi barongsai, juga dapat ditemukan festival jajanan dan pertunjukan musik tradisional Cina yang nyaris hilang sejak dilarang semasa Orde Baru. Kata Garebeg Sudiro merujuk pada nama Sudiroprajan, yakni kawasan yang banyak dihuni peranakan Cina di Solo. Di timur Pasar Gede, misalnya, terdapat dua nama kampung yang populer sebagai permukiman padat yang mayoritas dihuni oleh peranakan Cina. Event itu juga mengingatkan sejarah masa lalu, di mana etnis keturunan Cina diposisikan lebih tinggi dari masyarakat Jawa dalam rangka politik pecah belah (devide et impera) oleh kolonialis Belanda. Kolonialis sengaja memberi kepercayaan kepada pedagang-pedagang peranakan Cina sehingga mendominasi Pasar Gede sebagai sentral perekonomian kota Solo. Untuk kepentingan politik dan keamanan, Pemerintah Belanda juga mengangkat tokoh Cina sebagai kepala keamanan dengan pangkat Mayor, sehingga muncul sebutan populer Mayor Babah. Sebuah arak-arakan berlangsung meriah. Rombongan berangkat dari Pasar Harjanagara lebih terkenal dengan sebutan Pasar Gede, berkeliling melewati kampung Sudiroprajan, perempatan Warung Pelem dan berakhir di Pasar Gede. Ada warna-warni Liong, Samsi dan dua naga, juga rombongan berkostum panakawan. Peristiwa yang baru pertama kali digelar itu dinamai Garebeg Sudiro. Dikemas dengan sajian multikultur, sebab peristiwa itu sejatinya merupakan peristiwa budaya, yang sengaja diciptakan untuk menambah event dalam kalender acara wisata kota Solo. Sudiro(prajan) dan Pasar Gede merupakan kawasan yang saling terkait. Kampung Sudiroprajan lebih dikenal sebagai kampung peranakan Cina sebab di situlah Pemerintah


(47)

Belanda menempatkan mereka sebagai koloni. Tidak jauh dari Pecinan, terdapat koloni Arab di Pasar Kliwon. Di antara dua koloni itu, Belanda dan peranakan Eropa membuat kampung ‘pembatas’ yang di kemudian hari dikenal dengan nama loji Wetan. Itu semua merupakan strategi kolonialis Belanda untuk memperkuat kedudukannya sebagai penguasa Jawa, bahkan di atas Keraton Kasunanan. Strategi pecah belah dilakukan dengan memberi banyak kepercayaan kepada keturunan Cina, bahkan kedudukan setingkat lebih tinggi dibanding keturunan Arab. Padahal, fungsinya mereka sama yaitu sebagai pengumpul pajak dan penanggung jawab keamanan di masing - masing komunitas. (Sumber : www. kabar_soloraya .com, Jumat 18 Juni 2010).

Kembali ke Garebeg Sudiro, festival itu mestinya bisa diperluas cakupannya, karena kurang beragamnya tampilan. Banyak jenis kesenian warisan nenek moyang kaum Tionghoa seperti wayang Potehi, atau musik khas Tiongkok dan sebagainya di Solo. Keragaman menjadi penting dikedepankan, supaya orang tak salah paham dan terjebak pada prasangka yang dilatari oleh ketidaktahuan mengenai kenyataan yang sesungguhnya, sehingga berujung pada pertentangan Tidak cuma terhadap pemerintah semata, lebih dari itu, kesadaran dari anggota komunitas keturunan Cina harus lebih ditumbuhkan. Lebih dari itu, sebaiknya festival-festival mendatang lebih diwarnai kegiatan-kegiatan yang lebih bermakna, dalam bentuk yang lebih praktis dan bersentuhan dengan masyarakat banyak yang beragam latar belakang kultur, sosial, ekonomi dan sikap politiknya. (Sumber:www. Harian_Joglosemar.com, Jumat 18 Juni 2010 ).


(48)

Selain Garebeg Sudiro di Pasar Gede juga pernah dijadikan tempat untuk penyelenggaraan Festival Seni Pasar Kumandang yang berlangsung pada 18 – 20 Mei 2008 menjadi bukti vital pasar tradisional dalam peradaban manusia dan pertumbuhan kota. Acara-acara seni seperti seni musik tradisional, seni teater dan seni tari kontemporer dihadirkan dalam festival Seni Pasar Kumandang dengan suatu acuan bahwa pasar tradisional adalah ruang publik yang memiliki peran melahirkan dan menghidupi seni.

Pasar Gede merupakan pasar yang terletak pada daerah kekuasaan Keraton Kasunanan, dahulu ketika Keraton Kasunanan masih dalam masa kejayaannya raja Keraton Kasunanan mengadakan acara “ Angon Putu” yaitu raja Keraton Kasunanan mengajak semua keturunannya mulai dari anak, cucu, sampai cicitnya ke Pasar Gede dan di pasar itu mereka disebar dan disuruh membeli sesuai dengan keinginanya yang ada di Pasar Gede. Acara ini dilakukan ketika raja Keraton Kasunanan sedang merayakan hari kelahirannya.

Atraksi wisata budaya yang diselenggarakan di Pasar Gede hanya diselenggarakan pada acara dan waktu - waktu tertentu sehingga tidak dapat disaksikan dan dinikmati wisatawan setiap hari. Maka perlu adanya pengembangan atraksi wisata budaya dan festival kuliner di Pasar Gede Solo. Dari semua atraksi wisata budaya dan festival kuliner yang di adakan di Pasar Gede Solo dapat menarik minat wisatawan untuk menyaksikan atraksi wisata budaya tersebut sambil menikmati makanan yang khas agar lebih praktis sehingga Pasar Gede dapat dijadikan obyek dan daya tarik wisata budaya dan


(49)

kuliner di kota Solo. (Sumber: www.Harian_Joglosemar.com, Jumat 18 Juni 2010 ).


(50)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN MASALAH

A. Peran Pasar Gede Dalam Sejarah Kota Solo

Peran Pasar Gede dalam sejarah kota Solo yaitu sebagai simbol pasar pada jaman kerajaan Majapahit, simbol pasar pada jaman kerajaan Mataram, dan pasar sebagai fungsi perekonomian kota.

1. Pasar Gede menjadi simbol pasar dan kekuatan ekonomi kerajaan Majapahit pada abad ke 15. Jejak-jejaknya masih tampak dalam potret Pasar Gede yang juga disebut pasar candi.

2. Pasar Gede menjadi simbol kekuatan ekonomi kerajaan Mataram diperoleh sumbernya dari konsep pasar jaman Mataraman yaitu :

a. Potret Pasar Gede sekarang yang dibangun tahun 1930.

b. Pasar Gede pada jaman kejayaan keraton, waktu keraton Solo menghadap ke utara, maka kampung Kauman selalu berseberangan dengan kompleks Pasar Legi atau potret pasar gedenya Jogja yang dinamakan Pasar Beringharjo.

3. Pasar sebagai fungsi perekonomian kota, tanda-tanda tumbuhnya sektor perekonomian kota diawali dari tumbuhnya konsep pasar oprokan. Pasar ini memperdagangkan segala hasil bumi kepada masyarakat di kota dalam bentuk kegiatan pedagang oprokan yang sebenarnya merupakan proses


(51)

embrio dari sistem jual beli”barter”( tukar-menukar barang ) yang dilakukan dalam dunia perdagangan pertukaran barang di desa.

Apabila di Solo jejak-jejak sejarahnya pasar adalah komunikasi dari sistem pertukaran barang yang bobotnya dianggap bernilai dan bermutu, maka lokasi tempat itu selalu menjadi ingatan setiap orang yang berorientasi tetap pada penanggalan Jawa. Dengan demikian jejak-jejak peninggalan pasar di dalam kota Solo tidak lepas dari konsep penanggalan Jawa ” sepasaran”yang biasa diperingati pada persilangan hari- hari nasional. Misalnya hari selasa jatuh pada sepasaran Kliwon, demikian seterusnya hari senin jatuh pada sepasaran Legi. Itu berarti pasar Kliwon semestinya jatuh pada hari Selasa Kliwon dan pasar Legi jatuh pada hari Senin Legi.

Pasar Gede berbeda dengan jejak - jejak peninggalan pasar di kota Solo yang tidak lepas dari konsep penanggalan Jawa” sepasaran”, karena secara historis pasar ini muncul berubah-ubah dari jaman ke jaman. Pertama pasar ini muncul dari embrio pasar candi yang berkarakter Candi Padurasa pada zaman kerajaan Hindhu- Budha di Jawa. Proses perubahan Pasar Candi berubah menjadi pasar ekonomi yang disebut “Pasar Gede Oprokan” yang digambarkan dengan payung-payung peneduh untuk kegiatan pasar. Dan yang terakhir pada jaman kolonial Belanda Pasar Gede Oprokan berubah menjadi Pasar Gede dengan bentuk bangunan kolonial Jawanis yang dibangun oleh Ir. Thomas Karsten pada tahun 1930. Jadi peran Pasar Gede dalam sejarah kota Solo yaitu sebagai sarana penghidupan rakyat dan juga sebagai pusat perkembangan


(52)

ekonomi kota Solo. Pasar Gede telah berekspresi memasuki tiga dimensi ruang dan waktu (masa kerajaan, pos kolonial, dan kemerdekaan) untuk kepentingan struktural-fungsional pasar. ( Sumber : Wawancara dengan Drs. Soedarmono, SU,selaku Sejarawan Kota Surakarta, Jumat 18 Juni 2010 ).

Pada masa pemerintahan Indonesia, pasar Gede menjadi monumen/simbol/trade mark/land mark Kota Solo yang dikenal oleh dunia luar pada umumnya. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa sebenarnya kehistorisan Pasar Gede dapat dilihat dari dua hal. Pertama, umur pasar Gede yang mencapai ratusan tahun dengan usia umur Keraton Kasunanan Surakarta (300 Tahun) sehingga merupakan pasar kuno model Jawa, baik dari sisi bentuk jual beli tradisional maupun bentuk arsitekturnya. Oleh karena karakteristiknya itulah, Pasar Gede juga telah menjadi salah satu lahan pasar yang penting di Kota Solo. Kedua, adanya keterkaitan yang erat dengan Keraton Kasunanan, terutama berkaitan dengan keberadaannya sebagai cikal bakal elemen pembentuk Kota Solo. Dalam sejarah kota kerajaan-kerajaan di Jawa terdapat empat unsur penting pembentuk Kerajaan Jawa, yaitu keraton sebagai pusat kendali politik, masjid sebagai pusat keagamaan, alun-alun sebagai pusat kegiatan sosial, dan pasar sebagai pusat kegiatan perekonomian. Kesemua pembentuk kota kerajaan itu memiliki bentuk arsitektural khas Jawa dengan corak yang berbeda satu sama lain. ( Sumber : Wawancara dengan Mulyono Pegawai Pengelola Pasar Gede Solo, Senin 5 Juli 2010 ).


(53)

Pasar Gede adalah pasar tradisional yang merupakan ruang belajar yang mengajak orang untuk melakukan interaksi dan transaksi secara faktual dan simbolik. Keberadaan pasar tradisional dalam sejarah membuktikan peran untuk ruang proses belajar yang menandakan operasinalisasi suatu sistem ekonomi, sosial, politik, kesenian, dan kebudayaan. Pasar tradisional sebagai ruang belajar memiliki keunikan dan kompleksitas persoalan. Keunikan yang ada dalam pasar tradisional adalah inklusivitas dalam sirkulasi dan interaksi manusia. Kompleksitas persoalan yang ada dalam pasar tradisonal mencakup persoalan domestik sampai politik atau kekuasaan. Pasar tradisional menjadi ruang belajar yang memberi hak pada setiap orang untuk memainkan peran dengan spirit demokrasi. Pasar tradisional di Jawa memiliki peran kosmologis yang direfleksikan dalam hari kelahiran dan siklus kehidupan manusia. Pandangan kosmologis itu yang membuat pasar tradisional lahir dan tumbuh untuk menjadi ruang hidup yang sanggup memberi jawaban dari tuntutan zaman. Eksistensi pasar tradisional dalam zaman globalisasi atau abad yang berlari ini merupakan eksistensi dengan spirit masa lalu dan masa depan. Pasar tradisional niscaya membawa sejarah panjang yang kerap dipahami sebagai nostalgia kebudayaan. Nostalgia itu menjadi refleksi yang melahirkan keyakinan untuk hidup dan tumbuh dalam situasi zaman yang penuh risiko dan godaan. Nostalgia itu adalah optimisme untuk tetap ada dan memainkan peran strategis dalam peradaban manusia. Pasar tradisional memerlukan sikap kompromi yang luwes untuk tidak tersingkir atau mati karena keberadaan mall atau pusat perbelanjaan modern. Kehadiran mall atau pusat perbelanjaan


(54)

modern itu merupakan “saingan” atau kompetitor yang menuntut pasar tradisional untuk peka terhadap hukum perubahan sosial dan kuasa kapitalisme modern. Pasar tradisional adalah bukti dari resistensi positif terhadap kondisi zaman yang mengarahkan hidup secara pragmatis dan materialistis. Pasar tradisional seharusnya memainkan peran dengan basis nilai-nilai kultural untuk bisa melegitimasi dan merealisasikan sistem ekonomi dalam orientasi kerakyatan dan kesejahteraan. Peran itu merupakan realisasi dari keberadaan pasar tradisional sebagai ruang transaksi ekonomi, ruang interaksi sosial, ruang komunikasi, dan ruang hiburan (kesenian). Pasar Gede yang merupakan salah satu pasar tradisional di kota Solo dan merupakan pasar tertua di kota Solo adalah penanda peradaban yang memiliki sejarah panjang dan bukti dari realisasi perubahan zaman.

B. Potensi Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo

Kawasan wilayah kota Solo memang cukup terkenal dengan banyak potensi wisata yang terdapat didalamnya. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan. Kota Solo sebagai bagian dari wilayah Indonesia merupakan kota yang mempunyai sejarah sosial dan budaya yang panjang. Popularitas ini semakin menanjak sebagai pusat kebudayaan maupun kesenian Jawa. Masyarakat kota Solo yang heterogen mempunyai komunitas-komunitas etnis di setiap kampung. Berkembangnya industri pariwisata bermula dari beragam serta kentalnya budaya yang ada serta melekat erat dihati masyarakat sekitar. Untuk menjadikan sebuah daerah perkembangan


(55)

industri pariwisata, suatu daerah harus mempunyai lebih dari sebuah obyek wisata.

Jika berbicara tentang wisata kuliner berbeda dengan jenis-jenis wisata yang lainnya. Wisata yang satu ini benar-benar mendewakan makanan sebagai pengganti pemandangan ataupun pernak-pernik yang biasa ada disuatu objek wisata. Mengikuti wisata ini tentunya akan menambah pengetahuan tentang keanekaragaman makanan yang ada di kota Solo khusunya dan di Indonesia pada umumnya. Wisatawan juga dapat melihat proses pembuatan makanan maupun cara penyajiannya secara langsung baik yang dibuat secara tradisional maupun modern. Pada masa kini wisata kuliner mulai diperhitungkan dalam dunia pariwisata karena memiliki nilai jual yang menguntungkan, dan yang pasti wisata kuliner kota Solo memiliki ciri khas tersendiri berbeda dari daerah lain. Hal ini terlihat semakin dicarinya makanan khas kota Solo yang sudah langka oleh para wisatawan yang datang ke Solo. Sehingga ini menjadi aset yang harus bisa dilestarikan, dikembangkan serta dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata. Sejak dulu Solo dikenal sebagai surganya penikmat makanan yang enak dengan harga yang relatif terjangkau. Tidak mengherankan juga, kalau sebagian pendatang atau wisatawan yang berkunjung ke Solo tidak ingin melewatkan diri untuk menjajakan lidah dengan berbagai makanan dan minuman khas yang ada di kota Solo. Wisata kuliner di kota Solo masih berpegang teguh kepada makanan dan minuman tradisional yang bersumber dari keraton Kasunanan dan Mangkunegaran. Uniknya lagi jenis makanan di kota Solo sangat beraneka ragam karena juga


(56)

dipengaruhi oleh etnis-etnis budaya yang ada di Solo. Di kota ini bukan masalah pedagang mencari pembeli tetapi pembeli yang mencari pedagang, dan kali ini penulis akan mengulas potensi wisata budaya dan wisata kuliner makanan atau jajanan pasar khas Solo yang dijual di Pasar Gede Solo.

Makanan tradisional yang ada di kota Solo khususnya yang berada di Pasar Gede juga dapat berdampak positif dalam perkembangan kepariwisataan sebagai bentuk wisata kuliner. Karena kekayaan sumber bahan makanan merupakan aset budaya yang perlu dilestarikan, dimanfaatkan dan dikembangkan. Keberadaan wisata kuliner yang ada di Pasar Gede terhadap wisatawan yang berkunjung di Solo berdampak positif dan memberikan peluang pengembangan kegiatan minat khusus terhadap makanan tradisional. Wisatawan yang berkunjung dari luar Solo datang jauh-jauh hanya untuk menikmati makanan yang mempunyai keunikan dan kekhasan tersendiri dengan latar belakang suasana Pasar Gede yang merupakan pasar tradisional, menyimpan sejarah yang panjang dan merupakan pasar terlengkap dan tertua di kota Solo. Namun kenyataan yang ada beberapa jenis makanan tradisional yang khas dapat terus berkembang dan merupakan bukti bahwa makanan tersebut masih tetap disukai wisatawan. Biasanya wisatawan yang berkunjung menginginkan wisata kuliner bisa dijadikan satu dengan atraksi wisata atau aspek hiburan. Melihat suatu atraksi wisata sambil menikmati makanan yang khas agar lebih praktis dan menarik minat wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata kuliner di Pasar Gede Solo. Oleh karena itu dalam penulisan tugas akhir ini penulis akan mengulas potensi wisata budaya dan wisata kuliner


(57)

makanan atau jajanan pasar khas Solo yang dijual di Pasar Gede Solo. Berikut ini atraksi wisata budaya yang diselenggarakan di Pasar Gede dan makanan tradisional khas Solo yang dijual di Pasar Gede Solo yang terkenal, legendaries dan sering dikunjungi wisatawan baik domestik maupun mancanegara antara lain :

B.1 Dawet Tlasih ”Bu Dermi

Gambar B.1 : Dawet Tlasih”Bu Dermi”di Pasar Gede Solo

Sumber: Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010

Dawet Bu Dermi, salah satu ikon dawet di Pasar Gede Solo, selalu dikunjungi baik mereka yang tengah berbelanja atau mereka yang dengan sengaja datang ke sana untuk sekadar menikmati segarnya minuman ini. Minuman dengan isi biji telasih, ketan hitam, nangka, bubur sumsum, cendol, tape ketan dengan kuah santan yang diberi pemanis dari gula merah ini sangat terkenal sejak dahulu. Sebagai perintis, Dawet Bu Dermi ini telah ada sejak Pasar Gede didirikan pada 12 Januari 1930 oleh arsitektur Thomas Karsten.


(58)

Bahkan, meski Pasar Gede telah direnovasi dua kali akibat terbakar pada tahun 1947 dan 2000, hingga kini Dawet Bu Dermi masih tetap eksis, dan bisa dinikmati hanya dengan harga Rp 4.000. Meskipun saat ini telah banyak penjual dawet telasih di sekitar Pasar Gede, Dawet Bu Dermi tetap yang selalu dicari banyak orang. Selain masih tetap menawarkan rasa yang tidak berubah sejak dahulu. Setiap hari sebanyak satu panci besar santan, satu panci besar kuah pemanis yang terbuat dari gula merah, ketam hitam, telasih ditambah es batu dibawa ke kios miliknya yang terletak di dalam Pasar Gede. Jika ada pembeli, Ny Tulus Subekti atau yang biasa dipanggil dengan Bu Uti ini selalu sigap melayani dengan mencampur semua bahan dalam satu mangkok. Saat ini ada beberapa penjual dawet ayu yang menjual minuman serupa, tetapi tetap saja pembeli lebih mengenal keberadaan dawet ayu Bu Dermi, dan sekarang penjual dawet bu dermi sudah mencapai generasi ke tiga.

B.2 Brambangasem dan Cabuk rambak “Bu Ngatmini”


(59)

Solo Sumber : Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010

Cabuk Rambak dan Brambang asem merupakan makanan tradisional Solo yang penjualnya jarang dijumpai, bahkan di Kota Solo sekalipun. Di Pasar Gede hanya ada satu penjual brambang asem dan cabuk rambak yaitu Bu Ngatmini. Brambang Asem ini merupakan makanan yang terbilang sangat sederhana. Bahan utamanya hanya daun ubi jalar alias ubi rambat alias ketela rambat. Sambalnya agak encer, berwarna cokelat, dibuat dari bawang merah (di Solo disebut brambang), asam, cabai rawit, gula jawa, dan terasi. Sebelum dibuat menjadi sambal, bawang merah ini dibakar lebih dulu sehingga menghasilkan aroma yang khas. Karena komponen brambang dan asam, makanan ini kemudian disebut brambang asem. Isi brambang asem memang cuma rebusan daun ubi jalar dan sambal. Tidak pakai nasi maupun lontong. Kalaupun ada tambahan lauk, biasanya hanya tempe gembus, yang dibuat dari ampas tahu. Buat orang kota, makanan ini nyaris “tidak berharga”sebab sepincuk hanya Rp 1.500,00. Selain menjual brambang asem, Bu Ngatmini juga menjual makanan tradisional lainnya yang juga sulit djiumpai dan sudah langka, yaitu cabuk rambak. Sama seperti brambang asem, makanan ini juga sederhana sekali. Cabuk rambak hanya terdiri dari dua komponen yaitu ketupat, cabuk, dan rambak. Cabuk adalah sejenis sambal yang terbuat dari wijen putih. Sedangkan rambak adalah kerupuk gendar yang terbuat dari nasi yang ditumbuk kemudian diiris, dijemur, lalu digoreng. Disajikan di atas pincuk, setiap irisan ketupat disusun berbaris kemudian ditaburi cabuk yang


(60)

rasanya gurih asin. Di atasnya kemudian ditutupi kerupuk gendar, makanan ini harganya Rp 2.000,00.

B.3 Gempol Pleret

Gambar B.3 : Gempol Pleret di Pasar Gede Solo

Sumber : Dokumen Pribadi, Senin 5 Juli 2010

Salah satu jajanan khas Solo adalah Gempol Pleret. Jajanan ini berupa minuman seperti dawet, tetapi isinya berupa tepung beras yang dibentuk seperti bakso dan tepung beras yang dicampur dengan gula jawa, kuahnya terbuat dari santan kelapa. Rasa yang dihasilkan adalah gurih dari santan kelapa dan manis dari gula jawanya. Biasanya dihidangkan dengan es batu untuk menambah kesegarannya dan penyajiannya dengan mangkok kecil, sehingga biasanya para pembeli minum lebih dari satu mangkok. Gempol


(1)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penulisan tugas akhir tentang Potensi Pasar Gede Sebagai Obyek dan Daya Tarik Wisata Budaya dan Kuliner di Kota Solo, maka penulis dapat menyimpulkan data-data sebagai berikut :

1. Sejak keberadaannya ternyata Pasar Gede memiliki peran dalam sejarah Kota Solo yaitu menjadi pusat perputaran roda ekonomi yang banyak dikunjungi oleh masyarakat Solo dan sekitarnya.

2. Pasar Gede memiliki potensi atraksi wisata budaya dan keaneka ragaman jenis dagangan mulai dari barang kebutuhan sehari-hari sampai beraneka ragam jenis makanan khas Kota Solo yang ada sejak keberadaan Pasar Gede sampai sekarang, sehingga dapat dikembangkan menjadi obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo yang ramai dikunjungi oleh wisatawan.

3. Pemerintah Kota Solo dalam melakukan pemberdayaan Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner masih menghadapi beberapa kendala.

Jadi dari kesimpulan penulisan tersebut sebenarnya Pasar Gede selain sebagai pusat perputaran roda ekonomi di Kota Solo juga memiliki potensi wisata budaya dan kuliner yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata unggulan baru bagi kepariwisataan Kota Solo, tetapi dalam melakukan pengembangan Pasar Gede masih terdapat beberapa kendala yang dapat


(2)

menghambat usaha Pemerintah Kota Solo untuk menjadikan Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo.

B. Saran

Kurangnya kesadaran masyarakat Solo terhadap kegiatan dalam bidang pariwisata, sebaiknya pemerintah kota Solo khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata bekerja sama dengan pihak swasta yang bekerja di bidang industri pariwisata, memberikan pembekalan serta pelatihan tentang kegiatan sadar wisata. Mengajak masyarakat Solo untuk ikut serta dalam pengembangan pariwisata di kota Solo, khususnya Pasar Gede untuk dikembangkan menjadi objek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo. Di Pasar Gede perlu adanya pembenahan dalam segi penataan ruang, serta perlu adanya peningkatan pelayanan kepada para wisatawan dengan cara para penjual di Pasar Gede sebaiknya lebih bersikap ramah kepada para pengunjung atau wisatawan . Pasar Gede sebagai pasar tradisional yang terletak di Kota Solo, yang menjadi pusat budaya Jawa Tengah, sebaiknya para pedagang serta semua orang yang bekerja di Pasar Gede menggunakan pakaian tradisional Jawa Tengah atau menggunakan pakaian batik, sehingga menjadi suatu ciri khas tersendiri .

Untuk menambah jumlah kunjungan wisatawan di Kota Solo khususnya di Pasar Gede sebaiknya perlu adanya peningkatan penjualan wisata, khususnya wisata budaya dan kuliner di kota Solo dengan cara menyelenggarakan suatu event budaya dan festival makanan khas Kota Solo di Pasar Gede serta mengemas wisata budaya dan kuliner dalam bentuk


(3)

paket-paket wisata ( contoh : membuat paket-paket wisata “Jalan-jalan Solo Tempo Dulu” dengan rute perjalanan Keraton Mangkunegaran, Kampung Batik Kauman, Keraton Kasunanan, Pasar Klewer dan Pasar Gede). Untuk menunjang kegiatan perjalanan wisata di Kota Solo khususnya di Pasar Gede, sebaiknya ada jalur wisata khusus menuju ke Pasar Gede serta perlu adanya penyediaan alat transportasi tradisional ( becak atau andong ) yang khusus disediakan untuk mengantarkan wisatawan menuju Pasar Gede. Pemerintah Kota Solo yang bekerja sama dengan masyarakat kota Solo dan instansi terkait, sebaiknya harus melakukan relokasi atau pembenahan di sekitar lingkungan Pasar Gede terutama dalam penyediaan tempat parkir yang memadai dan strategis.

Selain itu untuk mengembangkan Pasar Gede sebagai obyek dan daya tarik wisata budaya dan kuliner di Kota Solo sebaiknya harus meningkatkan kegiatan promosi dengan cara membuat leaflet atau brosur tentang potensi wisata budaya dan kuliner yang ada di Pasar Gede, serta mempromosikannya ke daerah luar kota Solo atau bahkan mempromosikan Pasar Gede ke luar negeri, dari kegiatan promosi tersebut maka dapat menarik minat wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata di Kota Solo khususnya di Pasar Gede.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Damardjati, R. S . 2001 . Istilah – istilah Dunia Pariwisata . Jakarta : Pradnya Paramita .

Heri Priyatmoko, dkk. 2006. Solo Tempo Doeloe Dagang dan Air. Solo Nyoman S. Pendit . 1986 . Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana . Jakarta : Pradnya Paramita .

Sajid, R.M . 2001. Babad Sala (alih bahasa Dra. Darweni). Pura Mangkunegaran Solo : perpustakaan Reksopustoko

Salah Wahab. 1989. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta : Pradnya Paramita Suyitno.2001. Perencanaan Wisata . Yogyakarta : Kanisius

http:// www.kabar_soloraya.com/ Selasa, 1 Juni 2010 http:// www.surakarta.co.id/ Selasa 1 Juni 2010

http:// www. Vtrediting_wordpress.com/ Selasa 1 Juni 2010 http:// www.harian_Joglosemar.com/ Jumat 18 Juni 2010


(5)

DAFTAR INFORMAN

Informan 1 :

Nama : Bapak Drs. Soedarmono, SU

Pekerjaan : Dosen Jurusan Sejarah dan Sejarawan Surakarta Alamat : Kota Barat, Surakarta

Informan 2 :

Nama : Bapak Mulyono

Pekerjaan : Pegawai di Kantor Dinas Kebudayaan Surakarta Alamat : Solo

Informan 3 :

Nama : Ibu Tulus Subekti

Pekerjaan : Penjual Dawet Tlsaih”Bu Dermi” Alamat : Pasar Harjonagoro ( Pasar Gede ) Solo Informan 4

Nama : Ibu Ngatmini

Pekejaan : Penjual Brambang Asem dan Cabuk Rambak Alamat : Pasar Gede Solo

Informan 5

Nama : Bapak Suradi Pekerjaan : Penjual Babi Pincuk Alamat : Pasar Gede Solo Informan 6

Nama : Ibu Yani

Pekerjaan : Penjual Gempol Pleret Alamat : Pasar Gede Solo Informan 7

Nama : Ibu Larmi

Pekerjaan : Penjual Lenjongan Alamat : Pasar Gede Solo


(6)