PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SELF ESTEEM MATEMATIKA SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI MTSN ACEH TAMIANG.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

DAN SELF ESTEEM MATEMATIKA SISWA DENGAN

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

DI MTsN ACEH TAMIANG T. A 2013/2014

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh : Taufik Nasution NIM. 8116172021

PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

DAN SELF ESTEEM MATEMATIKA SISWA DENGAN

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

DI MTsN ACEH TAMIANG T. A 2013/2014

TESIS

Disusun dan diajukan oleh :

Oleh : Taufik Nasution NIM. 8116172021

Menyetujui : Tim Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Kms M. Amin Fauzi, M. Pd Prof. Dr. Mukhtar, M. Pd NIP.196406291993031001 NIP-195908071983031033

Mengetahui :

Ketua program Studi Pendidikan Matematika

Prof. Dr. Edi Syahputra, M. Pd NIP. 195701211989031001


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

TAUFIK NASUTION. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika dan Self-Esteem Matematika Siswa dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah di MTsN Aceh Tamiang T. A 2013/2014. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika, Pasca Sarjana, Universitas Negeri Medan,2014

Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, Self-Esteem Matematika

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika siswa yang diajarkan melalui model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran Ekspositori di MTsN; (2) Mengetahui Peningkatan Self Esteem matematika siswa yang diajarkan melalui model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran Ekspositori di MTsN; (3) terdapat interaksi antara model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan Kemampuan Awal Matematika siswa terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah siswa; (4) terdapat interaksi antara Pembelajaran dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan Kemampuan Awal Matematika siswa terhadap Peningkatan Self Esteem matematika siswa. Penelitian ini adalah penelitian semi eksperimen yang dilaksanakan di MTsN Aceh Tamiang. dengan sampel 56 siswa. Penelitian ini merupakan suatu studi eksperimen semu dengan pretest-postest control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII yang mengambil dua kelas (kelas eksperimen dan kelas kontrol) melalui teknik random sampling. Instrumen yang digunakan terdiri dari tes kemampuan pemecahan masalah dan tes self esteem matematika yang berbentuk uraian. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi dan koefisien reliabilitas. Data dianalisis dengan uji ANAVA dua jalur. Sebelum digunakan uji ANAVA dua jalur terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas dengan taraf signifikan 5%. Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh hasil penelitian yaitu : (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan Self Esteem matematika siswa yang memperoleh model pembelajaran Berbasis Masalah lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori, (2) Terdapat interaksi antara model pembelajaran Berbasis Masalah dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan Self Esteem matematika siswa, Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan agar model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk meningkatkan kemampuan Pemecahan Masalah dan Self Esteem matematika siswa.


(7)

ABSTRACT

TAUFIK NASUTION. Trouble-shooting ability step-up Mathematics and Self

Esteem Student mathematics with Model Learning of Problem basis at MTsN Aceh Tamiang 2013 / 2014.Thesis.Studi's program Mathematics Education, PascaSarjana, UniversitasNegeriMedan ,2014

Key word: Learning of Problem basis, Mathematics Trouble-shooting ability, Mathematics Self Esteem

To the effect this research is: (1 ) Know Trouble-shooting ability step-ups chastened student Mathematics through Learning model of Problem basis (PBM) overbid instead of student which taught by Ekspositori's Learning at MTsN; (2 ) Know Step-up Self Esteem chastened student mathematics through Learning model of Problem basis (PBM) overbid instead of student which taught by Ekspositori's Learning at MTsN; (3 ) available interactions among model Learning of Problem basis (PBM) and Mathematics Startup ability student to Trouble-shooting ability Step-up student; (4 ) available interactions among Learning with model Learning of Problem basis (PBM) and Mathematics Startup ability student to Step-up Self Esteem student mathematics. This research is observational half experiment which be performed at MTsNTamiang'sAcheh. with sample 56 students. This research constitutes a studi illusion experiment with pretestpostest control is design's group . Population in observational it is exhaustive student braze VII one take two classes (experiment class and control class) via random's tech sampling. Instrument that is utilized consisting of essays trouble-shooting ability and essay Self Esteem mathematics that gets to form description. That instrument is stated have measured up reliabilitas's content and coefficient validity. Datas are analysed by tests ANAVA two bands. As untapped as ANAVA'S quiz two beforehand bands to be done normality quiz and homogeneity quiz with signifikan's level 5%. Base that analisis's result gotten by research result which is: (1 ) trouble-shooting ability step-ups and Self Esteem student mathematics that get learning model gets Problem basis overbid than student that get ekspositori's learning, (2 ) have interactions among model learning of Problem basis with competence student mathematics startup to trouble-shooting ability step-up and Self Esteem student mathematics, Base this observational result, researcher suggests that Learning model of Problem basis can make alternative to learn to increase Trouble-shooting ability and Self Esteem student mathematics.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga Tesis yang berjudul “PeningkatanKemampuan Pemecahan Masalah dan Self-EsteemMatematikaSiswa dengan Model

PembelajaranBerbasisMasalah di MTsN Aceh Tamiang T. A 2013/2014

dapat diselesaikan.

Penyusunan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana UNIMED. Pada tesis ini ditelaah penggunaan model PembelajaranBerbasisMasalahuntuk meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Self-EsteemMatematikaSiswa MTsN Aceh Tamiang T. A 2013/2014

Penelitian yang dilakukan dilatarbelakangi oleh suatu upaya untuk mendukung ketercapaian kompetensi yang dikembangkan pada mata pelajaran matematika dalam kurikulum 2013. Selain itu kondisi pembelajaran matematika di sekolah secara umum kurang melibatkan siswa baik secara mental, fisik, maupun sosial. Berdasarkan perbedaan hasil yang diperoleh siswa, ternyata pembelajaran yang dilakukan lebih efektif bila dibandingkan dengan pembelajaran Ekspositori.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:


(9)

1) BapakDr.Kms. Muhammad Amin Fauzi, M. Pd selaku Pembimbing I dalam penyusunan tesis ini, yang dengan penuh ketelitian, kesabaran, kesediaannya menerima keluh kesah penulis, dan pengertian yang luar biasa dalam membimbing penulis di sela-sela kesibukannya.

2) Bapak Prof Mukhtar, M.Pd. selaku pembimbing II dalam penulisan tesis ini, yang dengan kesabaran dan pengertiannya dalam membimbing penulis.

3) Bapak Prof.Dr. Edi Syahputra, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana UNIMED yang telah banyak membantu kelancaran penelitian ini.

4) Bapak Ibu dosen pengasuh matakuliah pada Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana UNIMED, yang telah mengajar dan membimbing penulis selama menuntut ilmu.

5) Kepala MTsN Aceh Tamiang serta guru matematika kelas VII yang telah memberikan kesempatan dan bantuan sehingga penulis dapat melakukan penelitian.

6) IstrikutercintaAfridaniatidansibuahhatiAkifaNailaNasutionyang

sangatsabardanmenjadimotivator yang sangatluarbiasadalamsetiap proses penyelesaiantulisanini.

7) Ibuku tercinta; Nurmala serta seluruhkeluargabesarAlm. HarisNasution yang terusberdo’atanpahenti sehingga penulis dapat melanjutkan studi danpenulisdapatmenyelesaikantulisanini.

8) Ayah dan Ibu Mertuaku serta adik iparku yang juga turut mendukungku dalam melanjutkan studi ini.


(10)

9) Teman-teman program studi pendidikan matematika UNIMED angkatan tahun 2011 yang telah memberikan kenangan baik suka maupun duka di Pasca Sarjana Unimed.

Dengansegalakekurangandanketerbatasan, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat memperkaya khasanah penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.

Medan, Juni 2015 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFATAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 17

1.3. Batasan Masalah ... 18

1.4. Rumusan Masalah ... 18

1.5. Tujuan Penelitian ... 19

1.6. Manfaat Penelitian ... 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1Masalah dalam matematika ... 22

2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 25

2.2.1 Langkah-LangkahkemampuanPemecahanMasalah ... 25

2.3 Self Esteem... 32

2.4 Pengertian Model Pembelajaran ... 33

2.5 Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 35

2.5.1 Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 37

2.5.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 41

2.5.3 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah………... ……... 43

2.6 Pembelajaran Ekspositori ... 44

2.6.1. KeunggulandanKelemahanPembelajaran Ekspositori ... 48

2.7 Perbedaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Ekspositori ... 50


(12)

2.8 Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran

BerbasisMasalah (PBM ) ... 52

2.9 Penelitian yang Relevan ... 56

2.10 Kerangka Konseptual ... 58

2.11 Hipotesis Penelitian ... 64

BAB III METODE DAN PENELITIAN 3.1. LokasidanWaktupenelitian ... 65

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 66

3.3. Karakteristik Siswa ... 68

3.4. Desain Penelitian.. ... 68

3.5. Definisi Operasional ... 70

3.6. TeknikPengumpulan Data ... 71

3.6.1. Tes kemampuan awal Matematika siswa ... 72

3.6.2. Tes kemampuan Pemecahan Masalah ... 74

3.6.3. Tes Self Esteem ... 76

3.7. Uji Instrumen ... 78

3.7.1 Menghitung Validitas ... 78

3.7.2. Menghitung reliabilitas ... 79

3.7.3. Menghitung Tingkat Kesukaran soal dan daya pembeda ... 80

3.7.4. Hasil Uji coba Instrumen penelitian ... 82

3.7.5. Bahan Ajar ... 84

3.8. Pengolahan data ... 85

3.9. Uji prasyarat analisis ... 86

3.9.1 Menghitung Gain Ternormalisasi ... 86

3.9.2.Uji Homogenitas ... 87

3.9.3.Uji Normalitas ... 87

3.10. Uji Hipotesis ... 88

3.11. Prosedur Penelitian... 89


(13)

4.1.1 Analisis Hasil Penelitian... 92

4.1.1 DeskripsiHasilTesKemampuanAwalMatematikaSiswa ... 93

4.1.2 DeskripsiHasilTesKemampuanPemecahanMasalah ... 102

4.1.3 DeskripsiHasilTesSelf Esteem matematikaSiswa 114 4.2 Pembahasan ... 123

4.2.1 Faktor Pembelajaran... 123

4.2.2 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan Self Esteem matematika Siswa ... 124

4.2.3 InteraksiAntarFaktorPendekatan (PBM)danFaktor KemampuanAwalmatematikaSiswaTerhadap KemampuanPemecahanMasalahdanSelf Esteem matematikaSiswa... 127

4.2.4 Keterbatasan dalam Penerapan PBM ... 130

4. 5. BAB VSIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 132

5.2 Saran ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 136


(14)

DAFTAR TABEL

Isi Halaman

Tabel1.1 Proses penyelesaian pemecahan masalah matematika siswa

hasil tespraPenelitian... 7

Tabel2.1. SintaksModelPembelajaran Berbasis Masalah... 42

Tabel2.2. Sintaks Pembelajaran Ekspositori . ... 46

Tabel2.3.Perbedaan Pedagogik Pembelajaran Berbasis Masalah dan Ekspositori ... 51

Tabel3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian ... ... 65

Tabel3.2.Tabel Weiner Tentang Keterkaitan Variabel Bebas, Terikat Dan Kontrol ... 69

Tabel3.3. Kriteria Pengelompokan Kemampuan Matematika siswa ... 73

Tabel3.4. Kisi- Kisi TesKemampuan Pemecahan Masalah ... 74

Tabel3.5. Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 75

Tabel3.6. Penyebaran item posifdan negativeSelf Esteem.. ... 77

Tabel3.7. Kisi-KisiAngketSelf Esteem .…... ... 77

Tabel3.8. HasilValiditasiPerangkatPembelajaran... ... 82

Tabel3.9. KeterkaitanPermasalahan, HipotesisdanJenisUjiStatistik yang digunakan 85 Tabel3.10. KriteriaSkor Gain Ternormalisasi ………. ... 86

Tabel 4.1. Data KAMberdasarkanPendekatanpembelajaran...….94

Tabel 4.2. Rekapitulasi Data KAM SiswaKeduaPendekatanPembelajaran UntukSetiapKategorin KAM... ..94

Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Tes Kemampuan AwalMatematika………….. 97

Tabel 4.4. Hasil Uji Homogenitas Tes Kemampuan AwalMatematika(KAM) Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 98 Tabel 4.5.HasilUji PersamaanduaRerataKemampuanAwal


(15)

Matematika Siswa ... 100 Tabel 4.6PengelompokanKemampuanAwal ... 101 Tabel 4.7. Deskripsi data

KemampuanPemecahanMasalahKeduaKelompokPembelajaran ... 102 Tabel 4.8. Rata-rata KemampuanPemecahanMasalahKelompokPBMdan

kelompokPembelajaranEkspositoriBerdasarkanKemampuan

MatematikaSiswa ... 104 Tabel 4.9. HasilUjiNormalitasTesKemampuanPemecahanMasalah

Matematika ... 108 Tabel 4.10.HasilUjiHomogenitasTesKemampuanPemecahanMasalah

MatematikakelompokKontroldanKelompokEksperimen... 109 Tabel 4.11.HasilUji-t PemecahanMasalah ... 111 Tabel 4.12.Uji ANAVA PemecahanMasalahMatematikaSiswa ... 112 Tabel 4.13.Deskripsi Data Self Esteem


(16)

DAFTAR GAMBAR

Isi Halaman

2.1. Keterampilanberpikirdanketerampilanmengatasimasalah ... 36

3.1. ProsedurPengambilanSampel ... 67

3.2. Desainkelompokpretest-postes ... 68

3.3. Tahapan Alur kerja penelitian... ... 91

4.1. Rata-rata Skor KAM (Tinggi, Sedang, Rendah) ... 96

4.2. Normalisasi Skor KAM pembelajaran kelas Kontrol dan kelas Eksperimen ... 99

4.3. Rata-rata Skor Kemampuan Pemecahan Masalah ... 103

4.4. Rata-rata Skor Mean dan Standart Deviasi Kemampuan Pemecahan Masalah berdasarkan Pembelajaran ... 105

4.5. Rata-rata Skor Mean Kemampuan Pemecahan Masalah berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Matematika ... 105

4.6. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan Pembelajaran dan kemampuan Awal matematika siswa terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah ... 113

4.7. Rata-rata Skor Self Esteem Matematika ... 115

4.8. Rata-rata Skor Mean dan Standar Deviasi Self Esteem Matematika berdasarkan Pembelajaran- ... 117

4.9. Rata-rata Skor Mean Self Esteem Matematika berdasarkan faktor Pembelajaran dan Kemampuan matematika ... 118

4.10. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan Pembelajaran dan kemampuan Awal matematika siswa terhadap Self esteem Matematika siswa ... 126


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Isi Halaman A. Lampiran A:

1.

RPP Kelas Kontrol 1

... 141

2.

RPP Kelas Kontrol 2

... 143

3.

RPP Kelas Kontrol 3

... 145

4.

RPP Kelas Kontrol 4

... 148

5.

RPP Kelas Eksperimen 1

... 151

6.

RPP Kelas Eksperimen 2

... 166

7.

RPP Kelas Eksperimen 3

... 180

8.

RPP Kelas Eksperimen 4

... 191

Lampiran B 1.

HasilValidasi RPP dan LAS

... 211

2.

HasilValidasiTesKemampuanPemecahan

Masalah Matematis

... 214

3.

HasilUjiValidasi, Reliabilitas, Tingkat kesukaran,

Daya Beda, dan Data UjicobaTes

KemampuanPemecahan MasalahMatematis

... 220

4.

HasilUjiValiditas, Reliabilitas, dan Data Ujicoba

SkalaSelf-EsteemMatematisSiswa

... 227

B. Lampiran C 1.

Kisi-kisiTesKemampuan Pemecahan Masalahdan

Self Esteem Matematikasiswa ... 233

2.

ButirSoalKemampuanAwalMatematikasiswa

... 236

3.

ButirSoalpretesdan postes

... 247

4.

ButirSkalaangketSelf-EsteemMatematikaSiswa

... 259

C. LampiranD 1.

DeskripsiHasilPretesdanPostesKemampuan

PemecahanMasalahMatematikaKelasEksperimen

danKelasKontrol

... 263


(18)

2.

Uji Normal, UjiHomogen, UjiPerbedaan Rata-rata,

Pretes, Postes, KemampuanPemecahanMasalahpada

KelasEksperimendanKelasKontrol

... 266

D. Lampiran E

1.

DeskripsiHasilPretesdanPostesSelf Esteem

MatematikaKelasEksperimendanKelasKontrol

... 271 2.

Uji Normal, UjiHomogen, UjiPerbedaan Rata-rata,

Pretes, Postes, Self Esteem padaKelasEksperimendan

KelasKontrol

... 275

E. Lampiran F


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan faktor yang paling besar peranannya dalam kelangsungan hidup manusia dan perkembangan suatu bangsa. Undang-undang pendidikan No 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif, mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Adapun fungsi pendidikan nasional menurut undang-undang pendidikan 2003 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Salah satu lembaga / jenjang pendidikan formal yang bertanggung jawab untuk mewujudkan fungsi pendidikan adalah jenjang pendidikan dasar (SD/MI), jenjang pendidikan menengah (SMP/MTs), jenjang pendidikan atas (SMA/MA) dan Perguruan Tinggi.

Untuk mewujudkan fungsi pendidikan seorang pendidik harus mempunyai acuan yang di kenal dengan Kurikulum yaitu suatu alat yang sangat penting bagi


(20)

2

keberhasilan suatu pendidikan, sebab pendidikan tanpa adanya kurikulum sangatlah sulit untuk dilaksanakan dan sulit untuk mencapai tujuan pendidikan. pada dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan, bagi guru kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses kegitan belajar mengajar. Muzamiroh (2013) mengemukakan bahwa seiring berjalannya waktu kurikulum mengalami perubahan atau penyempurnaan, salah satu penyebab terjadinya perubahan kurikulum di indonesia dewasa ini adalah karena adanya perubahan masyarakat akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat sehingga seiring berjalannya waktu kurikulum juga ikut berubah.

Untuk Tahun ajaran 2013/2014 MENDIKBUD akan menguji cobakan kurikulum baru yang dikenal dengan kurikulum 2013, Tujuan dari kurikulum 2013 adalah mendorong peserta didik, untuk mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), terhadap apa yang mereka peroleh ataupun mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran dengan secara mandiri, dan untuk mengatasi masalah dan tantangan berupa kompetensi riil yang dibutuhkan oleh dunia kerja, globalisasi ekonomi pasar bebas, membangun kualitas manusia Indonesia yang berakhlak mulia, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab, Antoni (2013) juga mengatakan bahwa kurikulum 2013 dianggap penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya.

Matematika merupakan salah satu pelajaran yang tetap diajarkan di dalam kurikulum 2013 di setiap jenjang pendidikan baik di SD, SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi, ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan sains dan


(21)

3

teknologi, sehingga matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan hubungan dan ilmu tentang cara berpikir untuk memahami dunia sekitar. Hal ini ditekankan di dalam Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa matematika mendasari perkembangan kemajuan teknologi, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin, dan memajukan daya pikir manusia, matematika diberikan sejak dini di sekolah untuk membekali anak dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sitematis, kritis, kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Semua kemampuan itu merupakan bekal dan modal penting yang diperlukan anak dalam meniti kehidupan di masa depan yang penuh dengan tantangan dan berubah dengan cepat.

Namun sangat disayangkan, dewasa ini banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Siswa tidak mau berusaha serta berpikir tingkat tinggi mencari solusi pada setiap kesulitan yang ditemukan dalam mempelajari matematika tetapi malah sedapat mungkin selalu menghindar dari kesulitan yang dialaminya, akibatnya rendahnya hasil belajar siswa pada bidang matematika. Abdurrahman (2003) juga mengatakan bahwa dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar.

Berdasarkan dari data yang diperoleh pada siswa kelas VII MTsN Manyak Payed tahun pelajaran 2010/2011 nampak hasil belajar siswa dibidang matematika masih rendah, yaitu 60 untuk rata-rata kelas, 60% untuk daya serap, dan 65%


(22)

4

untuk ketuntasan belajar. Dari data tersebut terlihat bahwa hasil belajar matematika siswa masih belum mencapai yang diharapkan oleh kurikulum, yaitu 65 untuk rata-rata kelas, 65% untuk daya serap dan 85% untuk ketuntasan belajar, (sumber nilai raport siswa tahun pelajaran 2010/2011).

Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa dikarenakan banyak siswa yang menganggap matematika sulit dipelajari dan karekteristik matematika yang bersifat abstrak sehingga siswa menganggap matematika merupakan momok yang menakutkan, Russefendi (1991) juga menambahkan matematika bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, dianggap sebagai ilmu yang sukar dan ruwet. Banyak faktor yang mempengaruhi siswa beranggapan matematika sulit dipelajari salah satunya karena kurangnya kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dan Self Esteem matematika.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah perlu ditingkatkan di dalam pembelajaran matematika. Hudojo (2001) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu hal yang sangat essensial didalam pengajaran matematika, disebabkan (1) siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisanya dan akhirnya meneliti hasilnya, (2) kepuasan intelektual akan timbul dari dalam, (3) potensi intelektual siswa meningkat. Akan tetapi fakta dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah. Diperkuat oleh Soejadi (1991) menyatakan bahwa dalam matematika kemampuan pemecahan masalah bagi seseorang siswa akan membantu keberhasilan siswa tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian menurut Wardani (2002)


(23)

5

bahwa secara klasikal kemampuan pemecahan masalah matematika belum mencapai taraf ketuntasan belajar. Seiring dengan rendahnya kemampuan pemecahan masalah. Penulis melakukan Uji coba soal dalam upaya menggali lebih dalam dan mengungkap lebih jelas terkait kemampuan pemecahan masalah matematika siswa MTsN. Uji coba dilakukan pada tanggal 15 Desember 2013 pada sebuah Madrasa tsanawiyah di kabupaten Aceh Tamiang pada kelas VII. Soal itu berupa soal pemecahan masalah yang terdiri dari 2 butir soal berbentuk uraian pada materi perbandingan. Berikut ini merupakan hasil analisis kinerja siswa terhadap 1 soal dari 2 soal yang diujikan.

Soal 1. Tumpukan buku dan beratnya

Sebuah tumpukan yang terdiri atas 72 buah buku beratnya 9 kg dan tiap buku sama berat. Tentukan banyaknya buku apabila tumpukan tersebut beratnya 6 kg.

Soal ini menuntut siswa untuk memahami perbandingan senilai. Bagi kelas VII semester genap soal ini merupakan soal rutin dan mudah untuk diselesaikan. Namun kenyataannya 25 orang dari 37 orang siswa yang mengerjakan soal ini tidak dapat menyelesaikan dengan benar. Dari 12 orang siswa terdapat 8 orang siswa mengerjakan secara prosedural yaitu dengan membuat bentuk penyelesaian

6 9

72 x

 lalu diperoleh x = 48. Selebihnya menjawab langsung bahwa

banyaknya buku adalah 48 buah. 4 siswa yang menjawab langsung adalah hasil mencontoh dari temannya. Dalam kasus ini, kinerja siswa atas pada penyelesaian soal tersebut memperlihatkan kurangnya siswa memahami masalah. Hal Kurangnya kreativitas siswa dalam menyelesaikan soal, pada hal soal tersebut dapat dihitung dengan mencari banyaknya buku dalam 1kg lalu dikalikan dengan 6kg sehingga diperoleh hasil 48 buah.


(24)

6

Soal 2. Kambing dengan persediaan makanan

Seorang peternak mempunyai persediaan makanan makanan untuk 30 ekor kambing selama 15 hari. Jika peternak itu menjual 5 ekor kambing, berapa hari persediaan makanan itu akan habis?

Soal ini diberikan kepada 37 orang peserta tes. Dari hasil analisis proses jawaban siswa terkait dengan kemampuan pemecahan masalah diperoleh data bahwa terdapat 4 orang siswa yang menyelesaikan dengan baik dan benar, 30 orang merencanakan penyelesaian dengan cara yang salah, dari 30 orang yang salah sebanyak 20 siswa merespon soal ini dengan menghitung 30 : 15 = 2 lalu dikalikan dengan 5 hari sehingga hasilnya 10 hari, sebanyak 11orang siswa yang memberikan jawaban dengan menyelesaikan model yang salah yaitu

x

25 15 30

 , lalu diperoleh x = 12,5 hari. Dan ada 4 orang menyelesaikan soal itu dengan benar yaitu

15 25

30 

h sehingga diperoleh h = 50 dan 3 orang siswa tidak

memberikan jawaban dan 2 orang siswa menuliskan jawabanya saja yaiu 50 hari. Proses pemecahan masalah menurut Polya (1973) terdiri 4 langkah penting yaitu memahami masalah, merencanakan cara penyelesaiannya, melaksanakan rencana dan menafsir atau mengecek hasilnya. Bila dikaji lebih dalam lembar jawaban siswa terkait proses pemecahan masalah maka diperoleh hasil pada tabel 1.1 sebagai berikut:


(25)

7

Tabel 1.1 Proses penyelesaian pemecahan masalah matematika siswa hasil tes pra penelitian

Indikator pemecahan masalah Banyak siswa Langkah Benar Langkah kurang tepat/Salah Tidak membuat

Memahami masalah 15 orang 5 orang 17 orang

Merencanakan cara penyelesaian

4 orang 28 orang 5 orang

Melaksanakan rencana Menuliskan jawaban saja

4Orang 31 orang 2 orang

Menafsir atau mengecek hasil

- -

-Berdasarkan tabel 1.1 tersebut diperoleh gambaran penyelesaian soal ini secara umum siswa tidak memahami masalah, merencanakan penyelesaian sekaligus siswa tidak melakukan refleksi dengan mengecek apakah jawaban yang diperoleh benar. Kasus ini menunjukkan bahwa secara umum siswa kurang memahami langkah-langkah pemecahan masalah.

Fakta rendahnya kemampuan pemecahan masalah juga diperkuat dari hasil tes Programme for International Student Assessment (PISA). Indonesia adalah salah satu negara peserta PISA. Distribusi kemampuan matematika siswa dalam PISA 2003 adalah level 1 (sebanyak 49,7% siswa), level 2 (25,9%), level 3 (15,5%), level 4 (6,6%), dan level 5 – 6 (2,3%). Pada level 1 ini siswa hanya mampu menyelesaikan persoalan matematika yang memerlukan satu langkah. Secara proporsional, dari setiap 100 siswa SMP di Indonesia hanya sekitar 3 siswa yang mencapai level 5 – 6.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa juga dapat dilihat dari laporan Trend in Internasional Mathematic and Sciense Study (TIMMS, 2007) yang menyebutkan bahwa kemampuan siswa indonesia dalam pemecahan


(26)

8

masalah hanya 25 % dibanding dengan negara-negara seperti Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Jepang yang sudah 75 % serta berdasarkan hasil dari peniltian MIPA yang melaporkan peringkat matematika Indonesia yang pesertanya SMP kelas 2 adalah: tahun 1999 peringkat 34 dari 38 peserta; tahun 2003 peringkat 34 dari 45 peserta; tahun 2007 peringkat 36 dari 48 peserta. Ketidakmampuan siswa menyelesaikan masalah seperti di atas dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa. Karena itu kemampuan pemecahan masalah dalam matematika perlu dilatih dan dibiasakan kepada siswa. Kemampuan ini diperlukan siswa sebagai bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Selain kemampuan pemecahan masalah, Self Esteem matematika siswa juga perlu ditanamkan dalam diri mereka untuk perkermbangan mentalnya dan membentuk pribadi yang kuat, sehat, dan memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan. Menurut Coopersmith (1967), Self Esteem adalah evaluasi yang dibuat individu atas penghargaan untuk dirinya dan mengindikasikan sejauhmana individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, sukses, dan berharga. Coopersmith menguraikan Self Esteem ke dalam empat aspek, yaitu power, significance, virtue, dan competence. Power merupakan kemampuan individu untuk mempengaruhi dan mengontrol kondisi-kondisi yang berkaitan dengan dirinya. Significance merupakan penerimaan, perhatian, dan kasih sayang yang diterima seseorang dari orang yang signifikan bagi dirinya. Virtue merupakan keterkaitan terhadap standar moral, etika, dan prinsip religi. Competence merupakan performance sukses dalam tuntutan untuk berprestasi.


(27)

9

Menurut Reasoner (Wardani, 2002), sebanyak 12% individu menunjukkan adanya penurunan Self Esteem setelah memasuki sekolah menengah pertama, dan 13% memiliki Self Esteem yang rendah pada sekolah menengah. Fenomena yang ada adalah remaja sering merasa minder dengan dirinya. Remaja suka membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain, membesar-besarkan kekurangan dibandingkan menggali potensi yang dimiliki, selalu merasa diri bodoh, merasa kurang cantik, merasa diri tidak berguna, dan iri hati. Orang yang minder umumnya memiliki Self Esteem yang rendah, perasaan minder ini kemudian menyebar ke hal-hal yang lain, misalnya malu untuk berhubungan dengan orang lain, tidak percaya diri untuk tampil di muka umum, menarik diri, pendiam, malas bergaul dengan lawan jenis atau bahkan kemudian menjadi seorang yang pemarah, sinis, dan lain-lain. Salah satu sumber penting dukungan sosial yang berpengaruh terhadap Self Esteem remaja adalah hubungan dengan orangtua. Dalam hubungan ini terkandung dukungan secara emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk konfirmasi dari orangtua.

Faktor penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan Self Esteem matematika siswa salah satunya dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika serta Self Esteem maatematika siswa.

Para peneliti menduga bahwa hal tersebut tidak terlepas dari sistem pembelajaran yang berlangsung di sekolah. salah satunya dipengaruhi oleh penggunaan model, , strategi atau metode pembelajaran yang tidak tepat. Penggunaan cara mengajar yang tidak tepat dapat mempengaruhi rendahnya hasil belajar matematika terutama pada kemampuan matematika (doing math) yakni kemampuan pemecahan masalah, kemampuan penalaran, kemampuan komunikasi,


(28)

10

kemampuan representasi dan kemampuan koneksi matematika. Seiring dengan model pembelajaran kebanyakan guru- guru di sekolah belum banyak tahu tentang model pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa sehingga kebanyakan guru mengajar dengan menggunakan pembelajaran Ekspositori. Terkait dengan penggunaan model pembelajaran bahwa faktor yang mengakibatkan kurangnya kemampuan siswa dalam matematika disebabkan cara mengajar guru masih menggunakan pembelajaran Ekspositori, lebih menekankan latihan mengerjakan soal-soal rutin atau drill dan kurang melibatkan aktivitas siswa. Kondisi pembelajaran tersebut menghasilkan siswa yang kurang memiliki kesadaran, kurang kreatif dan kurang Percaya diri.

Paradigma pembelajaran yang berpusat pada siswa yang seharusnya telah dilakukan guru adalah identik dengan pembelajaran sebagai aktivitas siswa. Namun kenyataannya di lapangan karakteristik pembelajaran matematika yang dilakukan kebanyakan guru pada saat ini mengacu pada kebutuhan jangka pendek yaitu dapat menyelesaikan soal yang diberikan guru saat setelah pembelajaran selesai, lulus ujian harian atau semester, ujian sekolah dan ujian nasional. Selain pandangan pembelajaran diatas terkait tentang pembelajaran yang biasa dilakukan oleh kebanyakan guru pada saat ini dikelas adalah bahwa dalam pembelajaran guru senantiasa mengawali pembelajaran dengan menjelaskan materi lalu memberikan contoh – contoh soal dan terakhir memberikan latihan soal dengan membuka lembar kerja siswa yang disediakan oleh penerbit atau buku paket yang digunakan oleh sekolah sebagai buku panduan. Pembelajaran yang dilakukan guru kurang memfasilitasi siswa untuk berdiskusi, bertanya atau memberikan solusi pertanyaan dari hasil kerjanya atau teman sekelasnya. Soal-soal yang dikerjakan


(29)

11

siswa cenderung mirip dengan contoh-contoh yang disajikan oleh guru dipapan tulis. Soal-soal yang diberikan oleh guru berupa soal-soal rutin dan sedikit sekali soal-soal non rutin.

Kedua gambaran pembelajaran diatas merupakan gambaran pembelajaran matematika Ekspositori sehingga dilihat dari aktivitas pembelajaran wajar jika hasil belajar matematika terutama kemampuan pemecahan masalah matematika siswa rendah. Guru dalam pembelajarannya cenderung menyampaikan informasi (ceramah) dengan lebih mendominasi pada aktivitas guru bukan aktivitas siswa, siswa passif mendengar dan menyalin, sesekali guru bertanya dan sesekali guru menjawab lalu memberikan contoh soal dan dilanjutkan dengan soal latihan yang bersifat rutin sehingga kurang melatih daya nalar dan diakhiri dengan penilaian. Seiring dengan hal ini Saragih (2007) mengatakan “ rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika adalah wajar jika dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan, kebanyakan guru mengajarkan matematika dengan menerangkan konsep dan operasi matematika , memberikan contoh cara pengerjaan soal, sedikit tanya jawab (jika ada), dilanjutkan dengan meminta siswa mengerjakan soal yang sejenis dengan soal yang diberikan guru”. Cara pembelajaran seperti ini jelas kurang melatih daya nalar siswa dan hanya menekankan pada penghafalan konsep dan posedur matematika untuk menyelesaikan soal.

Masih banyak sekolah-sekolah yang metode pembelajarannya didominasi oleh metode ceramah yaitu menjelaskan apa-apa yang telah dipersiapkannya dan siswa menjadi penerima informasi yang baik sehingga kurang atau hampir tidak memberikan perhatian pada pembelajaran bermakna. Proses pembelajaran yang


(30)

12

demikian mengakibatkan siswa hanya mencontoh apa yang dikerjakan guru, sehingga dalam menyelesaikan masalah siswa beranggapan cukup sesuai dengan apa yang dicontohkan, hal ini menyebabkan siswa kurang memiliki kemampuan menyelesaiakan masalah dengan alternatif lain.

Pembelajaran matematika di beberapa sekolah di indonesia masih di dominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus di hapal. Pembelajaran masih berpusat pada guru bukan berorientasi pada siswa. Masih banyak guru dalam mengajarkan matematika cenderung pada metode textbook oriented ( berpusat pada buku).

Pembelajaran yang selama ini digunakan guru belum mampu mengaktifkan siswa dalam belajar, memotivasi siswa untuk belajar dan memacu siswa untuk belajar, belum mampu membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah, siswa enggan bertanya kepada guru atau sesamanya apabila belum paham terhadap materi yang dijelaskan sehingga kurangnya interaksi antara guru dengan siswa pada saat proses pembelajaran. Kegiatan belajar semacam itu jelas tidak memberikan kompetensi matematis siswa sebagaimana dituntut dalam permendiknas ataupun dalam Kurikulum Permendiknas No. 22 bahwa pembelajaran matematika yang diharapkan munculnya berbagai kompetensi yang dapat dikuasai oleh siswa, diantaranya adalah kemampuan pemecahan masalah dan Self Esteem matematika yang merupakan dua kemampuan yang sangat penting dalam mencapai hasil belajar matematika yang optimal. Selain memberikan prioritas pada kemampuan pemecahan masalah sebagai upaya mengembangkan pola pikir siswa, juga diperlukan adanya Self Esteem


(31)

13

matematika, dengan Self Esteem matematika seseorang akan dapat mengungkapkan gagasan, temuan atau bahkan perasaan siswa terhadap orang lain. Namun fakta yang terjadi di lapangan terhadap guru dalam proses pelaksaan pembelajaran matematika yaitu hanya mencari kemudahan saja juga guru senantiasa dikejar oleh target waktu untuk menyelesaikan setiap pokok bahasan tanpa memperhatikan kompetensi yang dimiliki oleh siswa, soal-soal yang di berikan oleh guru adalah soal-soal yang ada di buku paket yang mengakibatkan siswa kurang memahami terhadap masalah-masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata yang ada di sekeliling siswa, serta contoh masalah yang diberikan tersebut terlebih dahulu diselesaikan secara demonstrasi kemudian siswa diberikan soal sesuai dengan contoh tersebut, guru masih beranggapan yang demikian dilakukan akan meningkatkan kemampuan siswa padahal kebalikannya siswa hanya mencontoh apa yang dikerjakan guru, karena dalam menyelesaikan soal tersebut siswa hanya mengerjakan seperti apa yang dicontohkan oleh guru tanpa perlu menggunakan kemampuan sendiri dalam menyelesaikannya. Guru dalam Penilaian terhadap suatu masalah hanya melihat pada hasil akhirnya saja dan jarang memperhatikan proses penyelesaian masalah menuju ke hasil akhir. Hal ini nampak dari hasil survei dari setiap soal yang diuji cobakan kepada setiap siswa ditemukan proses penyelesaian jawaban siswa yang tidak ada perbedaannya, sehingga siswa tidak dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika untuk meningkatkan pengembangan kemampuannya.

Fenomena proses pembelajaran guru di lapangan selama ini juga diperkuat oleh Somerset dan Suryanto (Asikin, 2002) yang mengemukakan bahwa pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru adalah


(32)

14

pembelajaran biasa yaitu ceramah, tanya jawab, pemberian tugas atau berdasarkan kepada behaviourist dan structuralist. Guru hanya memilih cara yang paling mudah dan praktis bagi dirinya, bukan memilih cara bagaimana membuat siswa belajar, sehingga siswa kurang menggunakan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah.

Melengkapi penelitan-penelitian yang terdahulu, beberapa hal yang masih perlu diungkap lebih jauh yaitu berkaitan dengan pembelajaran matematika yang berdasarkan kemampuan awal matematika siswa yang dibedakan ke dalam kelompok tinggi, sedang, dan rendah terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan Self Esteem siswa. Dugaan bahwa kemampuan awal matematika siswa yang dibedakan ke dalam kelompok kemampuan tinggi, sedang, dan rendah adanya interaksi dengan kemampuan pemecahan masalah siswa dan Self Esteem yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar matematika. Disebabkan oleh pemahaman materi atau konsep baru harus mengerti dulu konsep sebelumnya hal ini harus diperhatikan dalam urutan proses pembelajaran. Hal ini senada dengan Russefendi (1991) yang mengatakan objek langsung dalam matematika adalah fakta, ketrampilan, konsep dan aturan (prinsipal). Berdasarkan pernyataan tersebut maka objek dari matematika terdiri dari fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip yang menunjukkan bahwa matematika merupakan ilmu yang mempunyai aturan, yaitu pemahaman materi yang baru mempunyai persyaratan penguasaan materi sebelumnya.

Tes awal diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya. Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada yang kurang pandai serta


(33)

15

ada yang biasa-biasa saja serta kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir ( hereditas), tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya model pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan model pembelajaran harus dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa yang heterogen.

Bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah, apabila model pembelajaran yang digunakan oleh guru menarik dan menyenangkan , sesuai dengan tingkat kognitif siswa sangat dimungkinkan pemahaman siswa akan lebih cepat dan akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan Self Esteem. Sebaliknya bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi tidak begitu besar pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan dalam matematika. Hal ini terjadi karena siswa kemampuan tinggi lebih cepat memahami matematika.

Menyikapi permasalahan yang timbul dalam pendidikan matematika sekolah tersebut perlu dicari model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan pemecahan matematika siswa dan kemampuan Self Esteem matematika siswa. Piaget (Arends, 2008) mengatakan pembelajaran yang baik dimana guru memberikan berbagai situasi (masalah) sehingga anak dapat bereksperimen, mengujicobakan berbagai hal untuk melihat apa yang akan terjadi, memanipulasi benda-benda, memanipulasi simbol-simbol, melontarkan pertanyaan dan mencari jawaban sendiri, mengkonsilasikan apa yang ditemukan dan membandingkannya dengan temuan siswa yang lain.

Berdasarkan penjelasan di atas seorang guru harus memberikan masalah yang mampu memicu belajar berfikir siswa untuk mencari solusi dari masalah


(34)

16

yang diberikan agar siswa bisa membentuk konsep baru dengan menggunakan kemampuan mamtematika yang dimilikinya. Model pembelajaran yang sesuai dengan masalah tersebut adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah. Sinaga mengatakan bahwa salah satu model pembelajaran kontruktivis yang mengaktifkan siswa dalam berkolaborasi dalam memecahkan masalah adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah ini menurut Arends (2008) memiliki esensi yaitu menyajikan berbagai kondisi bermasalah yang real, yang nantinya akan dipecahkan oleh siswa melalui berbagai penyelidikan dan investigasi. Sehingga peran para guru adalah untuk menyajikan berbagai masalah kontekstual dengan tujuan untuk memotivasi siswa, membangkitkan gairah siswa, meningkatkan aktivitas belajar siswa, belajar terfokus pada penyelesaian masalah sehingga siswa berminat untuk belajar, menemukan konsep, dan adanya interaksi berbagi ilmu antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru.

Wilkerson dan Gijselaers (Napitulu 1995) menjelaskan PBM bercirikan berpusat pada siswa, guru lebih sebagai fasilitator, masalah iil- structured sebagai pemicu awal dan kerangka kerja bagi strategi, penyelidikan, menuntun eksplorasi, dan membantu siswa mengklarifikasi dan menulusuri jawaban atas pertanyaan penyilidikannya. Berdasarkan pendapat di atas, model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan pembelajaran yang sesuai dengan paradigma baru yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa. Trianto (2009) menjelaskan bahwa manfaat Pembelajaran Berbasis Masalah adalah “membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, memecahkan masalah,


(35)

17

belajar berperan sebagai orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata dan simulasi menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri”.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) menuntut siswa aktif untuk mengkontruksi konsep-konsep matematika serta memecahkan masalah yang diberikan, sehingga menumbuhkan Self Esteem siswa terhadap potensi yang diberikan dan meningkatkan kemampuan siswa baik kemampuan pemecahan masalah juga kemampuan Self Esteem siswa. Selain itu, beberapa penelitian yang telah dilakukan, pada umumnya menyimpulkan bahwa PBM dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Dari uraian penjelasan tersebut, peneliti berminat untuk melakukan penelitian mengungkapkan apakah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan Self Esteem matematika yang pada akhirnya akan memperbaiki hasil belajar matematika siswa. Oleh karena itu penelitian ini berjudul “Peningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self Esteem Matematika Siswa melalui Model Pembelajaran Berbasis

Masalah di Sekolah Menengah Pertama”.

1.2.Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas dapat diidentifikasikan beberapa masalah yaitu : 1. Banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami matematika,

akibatnya rendahnya hasil belajar siswa pada bidang matematika 2. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah 3. Self Esteem matematika siswa masih rendah


(36)

18

4. Pembelajaran yang selama ini digunakan guru belum mampu mengaktifkan siswa dalam belajar, memotivasi siswa untuk belajar dan memacu siswa untuk belajar serta belum mampu membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah.

5. Kurangnya interaksi antara guru dengan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.

1.3.Batasan Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, maka penelitian ini dibatasi agar lebih fokus dan mencapai tujuan yang diharapkan maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut :

1.Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) untuk Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self Esteem matematik siswa.

2.Interaksi antara Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan Kemampuan Awal Matematik Siswa terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self Esteem matematika siswa.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika siswa yang diajarkan melalui model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) lebih


(37)

19

tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran Ekspositori di MTsN ?

2. Apakah Self Esteem matematika siswa yang diajarkan melalui model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran Ekspositori di MTsN ?

3. Apakah terdapat interaksi antara model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan Kemampuan Awal Matematika siswa terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah siswa ?

4. Apakah terdapat interaksi antara Pembelajaran dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan Kemampuan Awal Matematika siswa terhadap Peningkatan Self Esteem matematika siswa?

1.5.Tujuan Penelitian :

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika siswa yang diajarkan melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) lebih tinggi dari pada siswa yang menggunakan Pembelajaran Ekspositori .

2. Untuk mengetahui Self Esteem matematika siswa yang diajarkan melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) lebih tinggi dari pada siswa yang menggunakan Pembelajaran Ekspositori.


(38)

20

3. Untuk mengetahui bahwa adanya interaksi antara Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan Kemampuan Awal Matematika siswa terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah matematika siswa

4. Untuk mengetahui bahwa adanya interaksi antara Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan Kemampuan Awal Matematika siswa terhadap peningkatan Self Esteem matematika siswa.

1.6. Manfaat Penelitian :

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah : 1. Bagi siswa

Diharapkan dengan adanya Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) bisa meningkatkan kemampuan siswa terhadap pembelajaran matematika. 2. Bagi Guru matematika di sekolah

Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan Self Esteem matematika siswa juga sebagai bahan masukan atau pertimbangan dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

3. Bagi Kepala Sekolah

Memberikan izin dan kewenangan kepada setiap guru untuk mengembangkan model-model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa pada khususnya dan hasil belajar siswa pada umumnya.


(39)

21

4. Bagi peneliti

Mendapat pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian dan melatih diri dalam menerapkan ilmu pengetahuan tentang meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self Esteem matematika siswa.


(40)

132 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah dikemukan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa simpulan yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, Kemampuan Pemecahan Masalah siswa dan Self Esteem matematika siswa. Simpulan tersebut sebagai berikut:

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik dibanding dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa yang diajar secara Ekspositori.Indikator kemampuan pemecahan masalah yang paling tinggi pada Model PBM terdapat pada soal nomor tiga sebesar 0,80 sedangkan pada pembelajaran secara Ekspositori sebesar 0,59.

2. Self Esteem matematika siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik dibanding dengan Self Esteem matematika siswa yang diajar secara Ekspositori. Indikator Self Esteem matematika yang paling tinggi pada Model PBM pada indikator generalisasi (menarik kesimpulan umum dari nilai-nilai perbandingan trigonometri) dan nilai gain sebesar 0,70 sedangkan pada pembelajaran secara Ekspositori nilai gain sebesai 0,66. 3. Terdapat interaksi antara Model pembelajaran dan kemampuan awal

matematika terhadap Self Esteem matematika siswa.Karena siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah sebelum dan sesudah mendapat pembelajaran berbasis masalah mempengaruhi terhadap kemampuan mereka.


(41)

133

4. Terdapat interaksi antara Model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah. Karena siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah sebelum dan sesudah mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah mempengaruhi terhadap kemampuan mereka.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dengan menerapkan Model pembelajaran berbasis masalah, memberikan beberapa hal untuk perbaikan kedepannya. Untuk itu peneliti menyarankan kepada pihak-pihak tertentu yang berkepentingan dengan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Guru

a. Guru yang menerapkan Model pembelajaran berbasis masalah dalam kegiatan pembelajaran harus mampu mengatasi agar siswa menjadi lebih aktif dengan cara memotivasi siswa.Pada saat pelaksanaan diskusi guru memberikan pengarahan/bimbingan kepada siswa yang pandai di dalam kelompoknya untuk mengatur jalannya diskusi dan memotivasi siswa lain untuk aktif memberikan pendapat yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari. Sebagai pendidik harus berusaha memotivasi siswa agar diskusi berjalan efektif dan tidak dimonopoli oleh siswa tertentu saja.

b. Dalam pembelajaran guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi lebih berani berargumentasi, lebih percaya diri dan kreatif. Serta guru mampu merangsang siswa untuk


(42)

134

mengorientasikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari atau lingkungan sekitar mereka sehingga siwa berusaha untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.

c. Dalam menerapkan Model pembelajaran berbasis masalah guru harus berperan sebagai fasilitator, pemandu diskusi di kelas, serta dapat memberikan scaffolding berupa bantuan sehingga siswa yang mengalami kesulitan merasa terbantu untuk menyelesaikan soal yang diberikan sehingga waktu untuk menyelesaikan soal tepat waktu, menyimpulkan hasil pembelajaran, melatih tanggung jawab dan kerja sama antar siswa. d. Guru diharapkan perlu menambah wawasan tentang teori-teori

pembelajaran yang lain (pembelajaran yang inovatif) dan dapat menerapkannya dalam pemelajaran.Sehingga dalam pembelajaran tidak terlalu memberikan banyak soal tetapi memilih beberapa soal yang cukup dapat mewakili materi yang sedang dipelajari.

2. Kepada Peneliti Lanjutan

a. Peneliti harus memahami apa-apa saja yang diperlukan dalam pelakasanaan Model pembelajaran berbasis masalah. Dimana hal yang paling utama peneliti harus mampu memberikan motivasi kepada siswa agar lebih aktif lagi karena pembelajaran dilaksanakan secara diskusi dan menghindari monopoli dari siswa yang pandai.

b. Pembelajaran berbasis masalah umumnya memerlukan waktu yang banyak dalam pelaksaannya. Jadi, apabila ingin melanjutkan penelitian ini waktu yang digunakan harus bisa digunakan secara


(43)

135

efektif dan diperhitungkan sehingga pembelajaran dapat dilakukan secara masksimal

c. Untuk penelitian lebih lanjut, perlu diteliti pembelajaran berbasis masalah pada siswa SMA apakah juga dapat berperan dalam meningkatkan Self Esteem dan kemampuan pemecahan masalah pada materi matematika lainnya.


(44)

137

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, (2003) Pendidikan Bagi Anak berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Antoni, Z (2013) Landasan Pengembangan Kurikulum (http://wordpress.com ) di akses 18 desember 2013

Arends, (2008). Learning to Teach. Buku Dua. Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara : Jakarta. Asiala (1990) Implementasi Model Pembelajaran APOS dan Modifikasi APOS

pada mata kuliah struktur Aljabar. Bandung: SPs UPI. Tidak diterbitkan. Asikin, M. (2002) Dasar-Dasar Proses Pembelajaran Matematika I.

(Online)(http:www.ocw.unnes.ac.id/ocw/matematika/pendidikan matematika, (diakses 19 Desember 2010)

Batle, J (1992 : 441) Hubungan Self Esteem dan Persepsi siswa terhadap Maatematika dengan Hasil Belajar Matematika

Branden, N (1975 : 6) Program Bimbingan untuk mengembangkan harga diri siswa rendah

Coopersmith (1967) Peningkatan kemampuan Representasi matematis dan self Esteem Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan menggunakan Model Pembelajaran Arias.

Dahar, R.W (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Fakhruddin. (2011). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Konvensional. Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)

Hadi, S. (2005) Pendidikan matematika Realistik dan Implementasinya . Banjarmasin : Tulip.

Hasanah, A (2004) Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menegah Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematik. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : PPs UPI Bandung.

Hudojo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang.


(45)

138

Ibrahim, M (2000) Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Unesa. Muzamiroh (2013) Kupas Tuntas Kurikulum 2013. Jakarta : PT Pinata Aksara. Napitupulu, E. (1995) Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma. Vol 1 No. 1

Edisi Juni 2008.

Nasution, S. (1982). Didaktik asas-asas mengajar. Jakarta : Bumi Aksara. NTCM. (200) Principles and Standarts for mathematics, Reaston, VA : NTCM Nufus, H (2012) Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa di Kelas VII Sekota Lhokseumawe T.A 2012/2013. Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)

Nurhadi (2004). Pembelajaran Konstektual dan Penerapannya dalam KBK. Malang : UNM.

Panjaitan, A. (2008) Evaluasi Pembelajaran. Medan : PPs UNIMED

Polya. (1973) . How to Solve It A New Aspect of Mathematical Method. Princeton University Press.

Ruseffendi, E.T (1991). Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:Tarsito.

Rusman, (2009) Moodel-model Pembelajaran. Surabaya : PT. Raja Grafindo Persada.

Sagala, S.(2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Saragih, S. (2007) Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung.

Sinaga, B. (1999). Efektivitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) pada Kelas I SMU dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat. Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan. 10 (2). Maret 2004. Soedjadi, R (1991). Kiat Belajar Matematika di Indonesia. Jakarta : Raja

Grafindo Persada.

Sumarmo, U. (2005). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.


(46)

139

Suparno, P. (2000) Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta : Kanisius.

Suprijono, A.(2009) Teori dan Aplikasi. Surabaya.

Trianto. (2009) Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progesif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Wardani, S. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika melalui Model Kooperatif Tipe JIGSAW. Bandung: Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.


(1)

4. Terdapat interaksi antara Model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah. Karena siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah sebelum dan sesudah mendapat Pembelajaran Berbasis Masalah mempengaruhi terhadap kemampuan mereka.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dengan menerapkan Model pembelajaran berbasis masalah, memberikan beberapa hal untuk perbaikan kedepannya. Untuk itu peneliti menyarankan kepada pihak-pihak tertentu yang berkepentingan dengan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Guru

a. Guru yang menerapkan Model pembelajaran berbasis masalah dalam kegiatan pembelajaran harus mampu mengatasi agar siswa menjadi lebih aktif dengan cara memotivasi siswa.Pada saat pelaksanaan diskusi guru memberikan pengarahan/bimbingan kepada siswa yang pandai di dalam kelompoknya untuk mengatur jalannya diskusi dan memotivasi siswa lain untuk aktif memberikan pendapat yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari. Sebagai pendidik harus berusaha memotivasi siswa agar diskusi berjalan efektif dan tidak dimonopoli oleh siswa tertentu saja.

b. Dalam pembelajaran guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi lebih berani berargumentasi, lebih percaya diri dan kreatif. Serta guru mampu merangsang siswa untuk


(2)

mengorientasikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari atau lingkungan sekitar mereka sehingga siwa berusaha untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.

c. Dalam menerapkan Model pembelajaran berbasis masalah guru harus berperan sebagai fasilitator, pemandu diskusi di kelas, serta dapat memberikan scaffolding berupa bantuan sehingga siswa yang mengalami kesulitan merasa terbantu untuk menyelesaikan soal yang diberikan sehingga waktu untuk menyelesaikan soal tepat waktu, menyimpulkan hasil pembelajaran, melatih tanggung jawab dan kerja sama antar siswa. d. Guru diharapkan perlu menambah wawasan tentang teori-teori

pembelajaran yang lain (pembelajaran yang inovatif) dan dapat menerapkannya dalam pemelajaran.Sehingga dalam pembelajaran tidak terlalu memberikan banyak soal tetapi memilih beberapa soal yang cukup dapat mewakili materi yang sedang dipelajari.

2. Kepada Peneliti Lanjutan

a. Peneliti harus memahami apa-apa saja yang diperlukan dalam pelakasanaan Model pembelajaran berbasis masalah. Dimana hal yang paling utama peneliti harus mampu memberikan motivasi kepada siswa agar lebih aktif lagi karena pembelajaran dilaksanakan secara diskusi dan menghindari monopoli dari siswa yang pandai.

b. Pembelajaran berbasis masalah umumnya memerlukan waktu yang banyak dalam pelaksaannya. Jadi, apabila ingin melanjutkan penelitian ini waktu yang digunakan harus bisa digunakan secara


(3)

efektif dan diperhitungkan sehingga pembelajaran dapat dilakukan secara masksimal

c. Untuk penelitian lebih lanjut, perlu diteliti pembelajaran berbasis masalah pada siswa SMA apakah juga dapat berperan dalam meningkatkan Self Esteem dan kemampuan pemecahan masalah pada materi matematika lainnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, (2003) Pendidikan Bagi Anak berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Antoni, Z (2013) Landasan Pengembangan Kurikulum (http://wordpress.com ) di akses 18 desember 2013

Arends, (2008). Learning to Teach. Buku Dua. Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara : Jakarta. Asiala (1990) Implementasi Model Pembelajaran APOS dan Modifikasi APOS

pada mata kuliah struktur Aljabar. Bandung: SPs UPI. Tidak diterbitkan. Asikin, M. (2002) Dasar-Dasar Proses Pembelajaran Matematika I.

(Online)(http:www.ocw.unnes.ac.id/ocw/matematika/pendidikan matematika, (diakses 19 Desember 2010)

Batle, J (1992 : 441) Hubungan Self Esteem dan Persepsi siswa terhadap Maatematika dengan Hasil Belajar Matematika

Branden, N (1975 : 6) Program Bimbingan untuk mengembangkan harga diri siswa rendah

Coopersmith (1967) Peningkatan kemampuan Representasi matematis dan self Esteem Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan menggunakan Model Pembelajaran Arias.

Dahar, R.W (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Fakhruddin. (2011). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Konvensional. Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)

Hadi, S. (2005) Pendidikan matematika Realistik dan Implementasinya . Banjarmasin : Tulip.

Hasanah, A (2004) Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menegah Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematik. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : PPs UPI Bandung.

Hudojo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang.


(5)

Ibrahim, M (2000) Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Unesa. Muzamiroh (2013) Kupas Tuntas Kurikulum 2013. Jakarta : PT Pinata Aksara. Napitupulu, E. (1995) Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma. Vol 1 No. 1

Edisi Juni 2008.

Nasution, S. (1982). Didaktik asas-asas mengajar. Jakarta : Bumi Aksara. NTCM. (200) Principles and Standarts for mathematics, Reaston, VA : NTCM Nufus, H (2012) Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa di Kelas VII Sekota Lhokseumawe T.A 2012/2013. Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)

Nurhadi (2004). Pembelajaran Konstektual dan Penerapannya dalam KBK. Malang : UNM.

Panjaitan, A. (2008) Evaluasi Pembelajaran. Medan : PPs UNIMED

Polya. (1973) . How to Solve It A New Aspect of Mathematical Method. Princeton University Press.

Ruseffendi, E.T (1991). Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:Tarsito.

Rusman, (2009) Moodel-model Pembelajaran. Surabaya : PT. Raja Grafindo Persada.

Sagala, S.(2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Saragih, S. (2007) Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung.

Sinaga, B. (1999). Efektivitas Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) pada Kelas I SMU dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat. Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan. 10 (2). Maret 2004. Soedjadi, R (1991). Kiat Belajar Matematika di Indonesia. Jakarta : Raja

Grafindo Persada.

Sumarmo, U. (2005). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.


(6)

Suparno, P. (2000) Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta : Kanisius.

Suprijono, A.(2009) Teori dan Aplikasi. Surabaya.

Trianto. (2009) Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progesif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Wardani, S. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika melalui Model Kooperatif Tipe JIGSAW. Bandung: Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN LOGIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI KABUPATEN ACEH TAMIANG.

0 2 21

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 1 55

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 17

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 17

PENDAHULUAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 5

METODE PENELITIAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 2 10

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 4 43

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 4 5

PENGARUH KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA DALAM PEMBELAJARAN MODEL MEANS-ENDS ANALYSIS (MEA)TERHADAP SELF-ESTEEM SISWA.

3 9 85

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah, berpikir kreatif dan self-confidence siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah

2 6 16