Pengalaman religius para penganut sapta darma yang telah berpengalaman melakukan sujud.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK
Pengalaman Religius Para Penganut Sapta Darma
Yang Telah Berpengalaman Melakukan Sujud

Helios Satryo Aryo Dewo
029114021
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma

Pengalaman religius dikatakan sebagai suatu sensasi luar biasa akan Tuhan
yang mampu merubah kehidupan seseorang. Pengalaman religius ini dapat
difasilitasi oleh ritual, salah satunya adalah ritual sujud yang menjadi bagian
dalam ajaran Sapta Darma. Oleh para praktisinya, sujud hanya dapat dipahami
dengan melakukannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
pengalaman-pengalaman religius para penganut Sapta Darma yang difasilitasi
oleh sujud serta pengaruhnya terhadap kehidupan mereka sehari- hari.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan
dengan cara wawancara. Responden dalam penelitian ini berjumlah 3 orang,
subyek pertama berusia 75 tahun dan sudah bergabung selama 50 tahun, subyek

kedua berusia 51 tahun dan sudah bergabung selama 11 tahun, subyek ketiga
berusia 60 tahun dan sudah melakukan sujud sejak umur 23 tahun. Dalam
penelitian ini para responden menceritakan pengalaman-pengalaman religius yang
mereka dapatkan melalui sujud.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sujud mampu untuk memfasilitasi
pengalaman religius. Responden merasakan suatu sensasi fisik maupun psikologis
dan merasakan suatu manfaat ketika melakukan sujud, subyek juga merasakan
pertemuan dengan Tuhan nya. Pengalaman religius yang dialami ole h subyek
memunculkan konsep tentang Tuhan yang menghasilkan suatu pengendalian diri
di dalam penghayatan akan sifat-sifat Tuhan.

Kata kunci : Pengalaman religius, ritual sujud, pengendalian diri.

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT
The Religious Experiences of Sapta Darma’s Followers
Who Are Experienced With Sujud


Helios Satryo Aryo Dewo
029114021
Psychology Department
Sanata Dharma University

Religious experience is being known as an extraordinary sensation of God in
which it has the power of changing a human being’s life. This religious
experience can be facilitated by rituals and one of them is called sujud (kneeling)
ritual in which it is a part of Sapta Darma’s teaching. By its practitioners, sujud
can only be understood when a person is actually experiences it. The purpose of
this research paper is to describe the religious experiences of Sapta Darma’s
followers which are being facilitated with sujud and also the influences to their
daily life.
This research paper was done through qualitative method. The data were
collected by doing interviews. Respondents in this research were divided into 3
people, first subject was 75 years old and had been joining since 50 years ago,
second is a 51 year-old follower since 11 years ago, and the third one is 60 years
old and had been doing sujud since the age of 23. In this research respondents
were telling their religious experiences they achieve through sujud.

Research results show that sujud has the power to facilitate religious
experiences. Respondents were felt a physical and/or psychological sensation and
a great benefits when they were doing sujud, subjects also feel their meets with
their God. The religious experiences being experienced by subjects finally
produces a concept of God in which it creates a self control in terms of their
special attentions toward God’s natural characteristics.

Keywords : Religious experience, sujud ritual, self-control.

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENGALAMAN RELIGIUS
PARA PENGANUT SAPTA DARMA YANG TELAH
BERPENGALAMAN MELAKUKAN SUJUD
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi


Disusun Oleh :
Helios Satryo Aryo Dewo - 029114021

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007

i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk
1. Tuhan ku yang selalu melindungi dan membimbingku melalui para malaikatmalaikat Nya yang sampai saat ini telah sangat berjasa di hidupku.
2. Kedua orang tuaku yang telah memunculkanku di dunia ini, aku
mencintai kalian berdua.
3. Seseorang yang sangat kusayangi yang telah sabar menantiku.
4. Saudara-saudara dan teman-teman yang aku kasihi dan aku
sayangi.
5. Keluarga besar Sapta Darma.

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN MOTTO

v Musim tidak saling berebut untuk berganti, awanpun tidak bertanding
melaju lebih cepat daripada angin. Alam lebih tahu k apan merek a harus

bek erja. (Dan Millman)

v Lebih baik tidak mengek spresik an apa-apa daripada disalahartik an. (Karl
Kraus)

v Jik a Tuhan memberi k ita roti y ang k eras, mak a Ia ak an memberi k ita
gigi y ang tajam. (Peribahasa Jerman)

v Cuk up dengan hening, hadirk an Tuhan, hay ati sif at-sif at Ny a
dik ehidupanmu dan ak an k au temuk an k ebahagiaan di dunia ini.

v Tantangan hidup y ang sebenarny a adalah k etik a k ita berusaha bangk it
dari k eterpuruk an hidup.

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA


Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya orang lain, kecuali yang sudah disebutkan dalam kutipan dan
daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK
Pengalaman Religius Para Penganut Sapta Darma
Yang Telah Berpengalaman Melakukan Sujud

Helios Satryo Aryo Dewo
029114021
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma

Pengalaman religius dikatakan sebagai suatu sensasi luar biasa akan Tuhan
yang mampu merubah kehidupan seseorang. Pengalaman religius ini dapat
difasilitasi oleh ritual, salah satunya adalah ritual sujud yang menjadi bagian

dalam ajaran Sapta Darma. Oleh para praktisinya, sujud hanya dapat dipahami
dengan melakukannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
pengalaman-pengalaman religius para penganut Sapta Darma yang difasilitasi
oleh sujud serta pengaruhnya terhadap kehidupan mereka sehari- hari.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan
dengan cara wawancara. Responden dalam penelitian ini berjumlah 3 orang,
subyek pertama berusia 75 tahun dan sudah bergabung selama 50 tahun, subyek
kedua berusia 51 tahun dan sudah bergabung selama 11 tahun, subyek ketiga
berusia 60 tahun dan sudah melakukan sujud sejak umur 23 tahun. Dalam
penelitian ini para responden menceritakan pengalaman-pengalaman religius yang
mereka dapatkan melalui sujud.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sujud mampu untuk memfasilitasi
pengalaman religius. Responden merasakan suatu sensasi fisik maupun psikologis
dan merasakan suatu manfaat ketika melakukan sujud, subyek juga merasakan
pertemuan dengan Tuhan nya. Pengalaman religius yang dialami ole h subyek
memunculkan konsep tentang Tuhan yang menghasilkan suatu pengendalian diri
di dalam penghayatan akan sifat-sifat Tuhan.

Kata kunci : Pengalaman religius, ritual sujud, pengendalian diri.


vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT
The Religious Experiences of Sapta Darma’s Followers
Who Are Experienced With Sujud

Helios Satryo Aryo Dewo
029114021
Psychology Department
Sanata Dharma University

Religious experience is being known as an extraordinary sensation of God in
which it has the power of changing a human being’s life. This religious
experience can be facilitated by rituals and one of them is called sujud (kneeling)
ritual in which it is a part of Sapta Darma’s teaching. By its practitioners, sujud
can only be understood when a person is actually experiences it. The purpose of
this research paper is to describe the religious experiences of Sapta Darma’s
followers which are being facilitated with sujud and also the influences to their

daily life.
This research paper was done through qualitative method. The data were
collected by doing interviews. Respondents in this research were divided into 3
people, first subject was 75 years old and had been joining since 50 years ago,
second is a 51 year-old follower since 11 years ago, and the third one is 60 years
old and had been doing sujud since the age of 23. In this research respondents
were telling their religious experiences they achieve through sujud.
Research results show that sujud has the power to facilitate religious
experiences. Respondents were felt a physical and/or psychological sensation and
a great benefits when they were doing sujud, subjects also feel their meets with
their God. The religious experiences being experienced by subjects finally
produces a concept of God in which it creates a self control in terms of their
special attentions toward God’s natural characteristics.

Keywords : Religious experience, sujud ritual, self-control.

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat, kasih dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjud ul “Pengalaman Religius Para Penganut Sapta
Darma Yang Difasilitasi Oleh Ritual Sujud”.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin terlaksana
dengan baik tanpa bantuan, dukungan dan dorongan serta kerja sama dari berbagai
pihak yang terkait, oleh karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima
kasih yang mendalam kepada :
1. Tuhan, yang telah membantuku dalam pengerjaan skripsi ini dengan cara
Nya yang kadang masih susah kupahami.
2. My Big Boss alias bokap, atas dukungan finansial yang telah diberikan.
3. Mamah yang penuh dengan permasalahan hidup tapi masih mau
membantuku menyelesaikan sebagian permasalahan dalam rumah tangga,
Keep Fight Mom!!!.
4. Pak Didik selaku wakil dekan dan pembimbingku, kritikan bapak memang
tajam dan kadang sangat menyakitkan tapi saran bapak sangat membantu
saya dan juga terima kasih atas referensi-referensi yang diberikan, itu
sangat memperkaya pengetahuan saya.

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5. Mbak Wahyu yang telah merelakan waktunya untuk membantu saya
dengan mengenalkan saya kepada bapak tuntunan dan para anggota Sapta
Darma.
6. Bapak Tuntunan dan anggota Sapta Darma yang sudi menjadi responden
di dalam penelitian ini.
7. Viki, atas bantuan pinjaman laptop dan printernya serta “cambuk” yang
memacuku di dalam penyelesaian skripsi ini.
8. R. M. Harcanie yang telah mengutus abdi dalemnya untuk mencari info
mengenai lokasi pusat dari Sapta Darma.
9. Teman-teman kerjaku di shooternet, atas bantuan yang kalian berikan
untuk mengisi jatah kerjaku disaat aku ingin fokus ke penyelesaian skripsi
ini.
10. Semua dosen psikologi yang telah menambah pengetahuan saya tentang
dinamika manusia.
11. Semua karyawan-karyawan di Fakultas Psikologi Sanata Dharma, Mas
Dony, Mas Gandung, Mas Muji, Mbak Nani dan pak Gie atas bantuan dan
peran serta kalian di dalam penyelesaian skripsi ini.
12. Teman-temanku psikologi angkatan 2002 yang telah mendukungku untuk
menyelesaikan skripsi ini.
13. Danang dan Suko yang telah banyak sekali membantuku baik melalui
dukungan serta fasilitas yang telah kalian berikan.
14. Kocak, Richard dan Tombro yang sangat berperan dalam penge rjaan
penelitian ini.

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15. Buat semua orang yang tidak dapat aku sebutkan satu persatu, terima kasih
atas semuanya.

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI
Halaman Judul...........................................................................................

i

Halaman Persetujuan Pembimbing............................................................

ii

Halaman Pengesahan.................................................................................

iii

Halaman Persembaha n...............................................................................

iv

Halaman Motto..........................................................................................

v

Pernyataan Keaslian Karya........................................................................

vi

Abstrak.......................................................................................................

vii

Abstract......................................................................................................

viii

Kata Pengantar...........................................................................................

ix

Daftar Isi....................................................................................................

xii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................

1

B. Rumusan Masalah.........................................................................

5

C. Tujuan Penelitian..........................................................................

5

D. Manfaat Penelitian........................................................................

6

BAB II. LANDASAN TEORI
A. Pengalaman Religius.....................................................................

7

B. Ritual.............................................................................................

11

C. Kebatinan
1. Kebatinan Secara Umum...................................................

13

2. Konsep Tuhan Dalam Kebatinan.......................................

16

3. Manunggaling Kawulo Gusti.............................................

18

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

D. Sapta Darma...................................................................................

19

E. Sujud Sebagai Yang Memfasilitasi Pengalaman Religius...........

24

F. Pertanyaan Penelitian...................................................................

26

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian........................................................................

27

B. Definisi Operasional....................................................................

27

C. Metode Pengumpulan Data.........................................................

28

D. Data Dalam Penelitian.................................................................

29

E. Subyek Penelitian........................................................................

30

F. Pedoman Wawancara..................................................................

30

G. Analisis Data...............................................................................

31

BAB IV. PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Pelaksanaan Penelitian................................................................

34

B. Proses Perkenalan dan Gambaran Komunitas Sapta Darma.......

35

C. Ritual Sujud Penggalian..............................................................

37

1. Gambaran Singkat
Mengenai Ritual Sujud Penggalian.................................

37

2. Tujuan Sujud Penggalian................................................

38

3. Inti Penggalian................................................................

38

4. Tata Tertib Penggalian...................................................

39

5. Bahan-Bahan Penggalian...............................................

42

D. Ajaran-Ajaran Dalam Sapta Darma...........................................

44

E. Deskripsi Subyek

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Sy...................................................................................

48

2. Sn....................................................................................

49

3. Wm.................................................................................

49

F. Hasil Analisis Data
1. Narasi Subyek
a. Sy.............................................................................

50

b. Sn.............................................................................

56

c. Wm..........................................................................

60

2. Kategori Hasil Penelitian.................................................

65

G. Pembahasan
1. Pembahasan Tiap Kategori
a. Latar Belakang Subyek Melakukan Sujud..................

68

b. Sensasi Fisik Yang Dirasakan Subyek
Ketika Sujud................................................................

69

c. Sensasi Psikologis Yang Dirasakan Subyek
Ketika Sujud................................................................

70

d. Pengalaman Akan Tuhan Ketika Sujud......................

71

e. Manfaat Yang Dirasakan Ketika Sujud......................

72

f. Pengaruh Ke Dalam Kehidupan Sehari- hari..............

73

g. Pengalaman Di Dalam Relasi Mereka
Dengan Tuhan nya.....................................................

74

h. Makna Sujud..............................................................

74

2. Pembahasan Umum Tentang Sujud

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dan Pengalaman Akan Tuhan.........................................

75

BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................

83

B. Keterbatasan Penelitian................................................................

84

C. Implikasi Untuk Psikologi...........................................................

85

D. Saran............................................................................................

87

DAFTAR PUSTAKA............................................................................

88

LAMPIRAN

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir ini baik di televisi maupun di media- media komunikasi
lain, sering dijumpai kisah-kisah seseorang yang menceritakan pengalamanpengalaman religius yang dia alami, salah satunya adalah acara Solusi yang
ditayangkan di SCTV. Mereka mengatakan bahwa pengalaman mereka telah
merubah semua kehidupannya, mereka percaya bahwa Tuhan telah
membimbing

mereka

di

dalam

menyelesaikan

semua

permasalahan

kehidupannya dan bahkan mereka juga merasakan keajaiban-keajaiban Nya.
Pengalaman religius dianggap sebagai suatu sensasi yang luar biasa yang telah
merubah hidup seseorang menjadi lebih baik dan hal ini menjadi sangat
penting bagi kehidupan manusia karena bisa membuat hidup manusia menjadi
lebih mudah dan lebih bahagia dan bila memang benar bahwa pengalaman
religius menjadi salah satu media untuk menyelesaikan sebagian permasalahan
manusia, pengalaman religius menjadi sangat vital untuk diteliti.
Bila berbicara mengenai pengalaman religius maka ada kemungkinan
bahwa masing- masing definisi yang dimiliki setiap orang berbeda-beda.
Pengalaman religius secara sempit dikatakan sebagai semua pengalaman akan
Tuhan yang menunjukkan keberadaanNya, jadi disitu harus ada Tuhan
(Swinburne, 1991). Habel mendefinisikan pengalaman religius sebagai jalan
yang terstruktur dimana seseorang masuk ke dalam suatu relasi atau menerima

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2

kesadaran dari yang disucikan dalam konteks tradisi religius yang khusus
(Habel dkk, 1993). Paloutzian menambahkan bahwa pengalaman religius
adalah salah satu aspek yang paling inti dan yang paling penting dari
keagamaan dan yang paling sulit dan yang paling cepat berlalu untuk
dipelajari (1996).
Pengalaman religius sering dihubungkan dengan ritual, ritual juga
diklaim sebagai salah satu kunci untuk mencapai penga laman mistik, spiritual
dan religius (Rappaport; Bloch dalam Cross Currents, 2003). Ritual dianggap
sebagai suatu aturan budaya yang mendasari semua kehidupan manusia yang
mampu membantu manusia untuk mengembangkan dirinya ketika berhadapan
dengan

permasalahan-permasalahan

yang

mendasar

dalam

hidupnya

(Malinowski; Eliade dalam Diaz & Sawatzky, 1995). Ada anggapan bahwa
ritual harus ada di dalam suatu kelompok masyarakat karena peran ritual di
dalam suatu kelompok yaitu sebagai yang mendorong keharmonisan dalam
suatu kelompok dan sebagai penopang dan yang melindungi mereka dari
kehancuran (van Gennep; McManus dalam Diaz & Sawatzky, 1995).
Di Indonesia khususnya masyarakat Jawa, ritual sesungguhnya
bukanlah sesuatu yang asing lagi. Namun kini tampaknya hal ini mulai
ditinggalkan oleh sebagian masyarakat Jawa. Kini hanya segelintir masyarakat
Jawa yang tertarik untuk mempelajari ritual-ritual yang ada di masyarakat
Jawa. Kenyataan ini menyerupai kasus yang terjadi di masyarakat asli
Amerika Utara yang diteliti oleh Laughlin dan d’Aquili. Bisa jadi hal ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3

mengindikasikan awal kehancuran dari suatu ideologi yang telah menopang
mereka (dalam Diaz & Sawatzky, 1995).
Rappaport mengatakan bahwa hanya dengan melakukan ritual, kita
baru bisa memahami apa yang sesungguhnya bisa diekspresikan olehnya
(Rappaport dalam Cross Currents, 2003). Ini mungkin erat kaitannya dengan
ritual sujud yang dilakukan oleh penganut salah satu aliran kejawen, aliran
Sapta Darma. Melalui para praktisinya, mereka percaya bahwa kebenaran
sejati dari Sapta Darma hanya dapat diekspresikan dan dialami langsung
dengan melakukan sujud yang dianggap sebagai media untuk berinteraksi
dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan-nya.
Sapta Darma merupakan salah satu aliran kebatinan yang masih hidup
di Indonesia. Sapta Darma mengajarkan kepada para pengikutnya untuk
mengembangkan ketenangan batin atau rasa, dimana metode yang digunakan
untuk menjalankan hal itu biasa disebut dengan sujud. Sujud merupakan
sebuah upaya untuk menaikkan sari hidup yang juga disebut “air perwitosari”
atau “air suci” dari tulang ekor ke ubun- ubun melalui tulang belakang serta
menurunkannya lagi ke tulang ekor, bersama dengan naik turunnya air suci itu
kepala harus ditundukkan hingga ke tanah dan diangkat lagi (Hadiwijono,
1999). Jika dilakukan dengan rutin, sujud diyakini akan mampu menghasilkan
sesuatu yang sangat penting di dalam diri manusia, yaitu “atom berjiwa” yang
dapat digunakan untuk memberantas kuman-kuman penyakit dalam tubuh,
menentramkan

berbagai

napsu

angkara,

mencerdaskan

pikiran

serta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4

menjadikan manusia dapat bersekutu dan mendapat bagian dari sifat-sifat
Hyang Maha Kuasa (Pawenang, 1962).
Sebelumnya pernah juga dilakukan penelitian mengenai Sapta Darma
yang dilakukan oleh Giri (2003) dan Maria (2006). Penelitian yang dilakukan
Giri (2003) berusaha untuk mencari apa makna kebahagiaan menurut pengikut
aliran kebatinan Sapta Darma. Ada penegasan bahwa konsep “ketentraman”
yang mereka miliki sifatnya lebih mendalam daripada konsep kebahagiaan.
Para penganut Sapta Darma memiliki pemahaman bahwa kebahagiaan pada
dasarnya terdapat di dalam diri manusia sendiri dan hal itu akan dapat tercapai
apabila hidup seseorang dipergunakan untuk berbuat baik terhadap sesama
serta yang paling jelas ketika hidup seseorang telah dapat masuk kedalam
lingkungan yang transenden. Maria (2006) berusaha untuk menjelaskan
realisasi diri penganut kerokhanian Sapta Darma ditinjau dari perspektif Jung.
Realisasi diri adalah keberhasilan individu mengintegrasikan seluruh aspek
kehidupan yang saling bertentangan, yaitu kesadaran dan ketidaksadaran,
sikap ekstroversi dan introversi dan 4 fungsi psikis, baik yang rasional yaitu
pikiran dan perasaan, maupun yang irasional yaitu pengindera dan intuisi.
Pencapaian realisasi diri penganut Kerokhanian Sapta Darma didukung oleh
penghayatan penganut terhadap ajarannya. Sujud sebagai sarana pengendalian
diri dan mawas diri merupakan upaya aktif mengintegrasikan diri secara
harmonis melalui proses memilah, mengembangkan dan mengintegrasikan
potensi unsur-unsur kepribadian, baik yang disadari maupun yang tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5

disadari sehingga meningkatkan kualitas pribadi yang mengarah pada realisasi
diri.
Dalam penelitian ini, yang akan menjadi fokus adalah pengalaman
religius ketika seseorang melakukan ritual sujud. Sujud sebagai salah satu
contoh ritual dianggap mampu memfasilitasi sua tu pengalaman religius.
Adapun yang akan menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah
pengalaman religius seperti apakah yang diperoleh para penganut Sapta
Darma yang telah berpengalaman melakukan sujud mengingat dibutuhkannya
suatu penelitian di dalam memahami sujud itu sendiri dan apa pengaruh
pengalaman religius tersebut di dalam kehidupan mereka?

B. Rumusan Masalah
Setelah melihat latar belakang di atas, maka yang akan menjadi
pertanyaan dalam penelitian ini adalah, “Apa pengalaman religius para
penganut Sapta Darma yang telah berpengalaman melakukan sujud dan apa
pengaruh pengalaman itu terhadap kehidupan mereka?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa pengalaman
religius yang dialami oleh para penganut Sapta Darma yang telah
berpengalaman melakukan ritual sujud dan apa pengaruh pengalaman itu
terhadap kehidupan mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6

D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan ritual-ritual yang ada di masyarakat
Jawa tetap terus dipertahankan dan diharapkan juga penelitian ini dapat
membantu perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi agama di dalam
melihat pengalaman religius dan pengaruhnya dalam kehidupan seseorang.
Dan bagi masyarakat nantinya diharapkan dapat berpikir lebih terbuka ketika
melihat fenomena- fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia yang
berhubungan dengan pengalaman religius mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7

BAB II
LANDASAN TEORI

Bab ini membahas pemahaman akan apa itu pengalaman religius dan
komponen-komponen apa yang harus ada agar suatu pengalaman dapat disebut
sebagai pengalaman religius; gambaran dan elemen-elemen yang ada di dalam
ritual sujud; penjelasan mengenai kebatinan dan konsep Tuhan menurut kebatinan
baru kemudian masuk ke Sapta Darma dan sujud baik itu tata cara maupun
tujuannya; kemudian akan dilanjutkan dengan penjelasan dari peneliti mengenai
ritual sujud sebagai yang memfasilitasi pengalaman religius; dan diakhir bab ini
adalah pertanyaan dari penelitian ini.

A. Pengalaman Religius
Pengalaman adalah suatu pengetahuan yang timbul bukan pertamatama dari pikiran melainkan terutama dari pergaulan praktis dengan dunia.
Pergaulan tersebut bersifat langsung, intuitif dan afektif. Istilah ‘dunia’
mencakup baik orang maupun barang. Ada penekanan pada unsur pasif.
Dalam mengalami sesuatu, orang pertama-tama merasa ‘kena’ atau disentuh
oleh sesuatu hal, lebih daripada secara aktif mengerjakan atau mengolah hal.
Oleh karena itu keindrawian dan, afeksi dan emosi memainkan peranan yang
besar dalam pengalaman. Setiap pengalaman sesungguhnya tidak dapat
dipisahkan dengan apa yang bersifat irasional dalam diri manusia. (Syukur,
1988)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8

Pengalaman religius harus dibedakan dengan pengalaman biasa,
pengalaman religius memang sulit untuk didefinisikan, James mendefinisikan
pengalaman religius sebagai semua perasaan, tingkah laku dan pengalaman
dari seseorang sejauh mereka melihat diri mereka sendiri di dalam relasi
mereka dengan apapun yang mereka pandang sebagai Tuhan mereka (James,
1958). Pengalaman religius juga dikatakan sebagai pengalaman yang spesifik
yang mencakup rasa kagum terhadap alam yang tak terbatas, keterpesonaan
sekaligus misteri menanggapi kehadiran Yang Suci, ketergantungan terhadap
kekuatan Tuhan atau perintah dari yang tak tampak, perasaan bersalah dan
kegelisahan yang menemani kepercayaan dalam keputusan Tuhan dan
perasaan damai yang mengikuti keyakinan dalam pengampunan Tuhan
(religious-experience). Otto memberi syarat kepada pengalaman agar dapat
disebut sebagai pengalaman religius (Otto, 1959):
1. Adanya keterpesonaan kepada Numinous yang merupakan suatu dunia
atau dimensi dari realita yang misterius dan mempesona.
2. Adanya suatu daya tarik yang mampu mengatasi ketakutan
3. Adanya suatu perasaan misteri dan rasa ingin tahu yang menjadi satu dan
bisa dikatakan merupakan sentuhan manusia dengan “Wholly Other”

Moore dan Habel mengidentifikasikan pengalaman religius ke dalam 2
kelompok, yaitu pengalaman religus yang didapat melalui media dan
pengalaman religius yang didapat tanpa melalui media apapun. Pengalaman
religius yang didapat melalui media bisa didapat melalui ritual, orang yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9

spesial, kelompok-kelompok religius, obyek-obyek tertentu atau dari alam.
Sedangkan pengalaman religius yang tidak melalui media apapun mereka
dapat melalui dewa atau Tuhan nya secara langsung (Habel dkk, 1993).
Pengalaman religius tidak dapat dipisahkan dari apa yang kita sebut
sebagai pengalaman mistik, mistik dianggap sebagai suatu proses identifikasi
terhadap suatu kekuatan dan realita dan semua ketidak rasionalan yang
tertinggi (Otto, 1959). James menggunakan istilah “bagian mistik dari
kesadaran” untuk meliputi seluruh bagian-bagian dari pengalaman, baik
pengalaman yang tidak religius maupun pengalaman yang sangat religius
sekalipun. Mistik dibagi menjadi 4 tanda yang menjadi bagian dari
pengalaman yaitu (James, 1958):
a) lebih menggambarkan suatu perasaan yang tak terlukiskan yang muncul
dari pengalaman yang tidak dapat dibagikan kepada yang lain
b) munculnya insight yang lebih kita kenal sebagai pencerahan atau wahyu
yang merupakan susunan dari pengetahuan yang kita pelajari dari waktu
ke waktu
c) tidak bertahan lama
d) bersifat pasif
Berangkat dari pemikiran bahwa tubuh dan pikiran memiliki suatu
hubungan, ditemukan suatu hasil penelitian yang menunjukkan kaitan erat
antara pengalaman religius dan susunan organ tubuh. Banyak ritual-ritual
religius atau latihan- latihan religius didesain untuk merangsang indra- indra
dalam tubuh khususnya mata, telinga, hidung, lidah dan organ-organ

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10

pengindraan lainnya. Tidak mungkin ditemukan adanya pengalaman religius
yang tidak berhubungan dengan penginderaan karena sensasi dan perasaanperasaan diproduksi oleh organ-organ internal dalam tubuh dan oleh reaksireaksi dalam tubuh (Wuff, 1997).
Setelah melihat penjelasan di atas mengenai pengalaman religius,
maka dapat dikatakan bahwa suatu pengalaman dapat dikatakan sebagai
pengalaman religius bila memiliki semua komponen-komponen di bawah ini:
a. Setiap pengalaman religius menceritakan pengalaman akan pertemuan
dengan Tuhan nya atau yang di Tuhan kan atau yang transenden. Maka
jelas komponen utama yang harus ada dalam pengalaman religius adalah
adanya kehadiran Tuhan atau apapun yang di Tuhan kan.
b. Pertemuan dengan Tuhan nya biasanya akan memunculkan suatu perasaan
yang kadang sulit untuk dijelaskan. Maka yang menjadi komponen kedua
adalah adanya perasaan yang muncul ketika bersentuhan dengan Tuhan
nya baik itu kekaguman, ketergantungan, kegelisahan dan sampai ke
ketakutan sekalipun tergantung bagaimana seseorang memandang Tuhan
nya sebagai yang mempesona (fascinosum) atau sebagai yang maha
dahsyat (tremendum).
c. Ada suatu penelitian yang menjelaskan keterkaitan pengalaman religius
dengan pengindraan dalam tubuh. Jadi komponen ketiga adalah semua
sensasi yang dirasakan secara fisik oleh tubuh dalam menanggapi
pengalaman religius.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11

d. Suatu pengalaman religius cenderung pasif dimana seseorang merasa
disentuh oleh kekuatan dari luar yang dirasa sebagai kehadiran dari Tuhan
mereka.
e. Yang menjadi komponen terakhir dalam pengalaman religius adalah
adanya suatu perubahan yang cukup berarti di dalam kehidupannya setelah
pengalaman akan pertemuannya dengan Tuhan nya dan perubahan itu
cenderung mengarah ke perubahan yang lebih baik meskipun tidak
menutup kemungkinan itu tidak mempengaruhi hidupnya sama sekali.

B. Ritual
Ritual merupakan susunan dari tingkah laku yang memiliki nilai- nilai
simbolik yang pelaksanaannya ditentukan oleh suatu agama atau budaya dari
suatu kelompok masyarakat tertentu (Ritual).
Ritual sujud yang nantinya akan diteliti dalam penelitian ini
merupakan ritual faktitif yang meningkatkan produktivitas atau kekuatan, atau
pemurnian dan perlindungan dan juga tindakan religius dari para anggotanya
(Dhavamony, 1995). Ritual memiliki elemen penting di dalamnya yang juga
tampak dalam ritual sujud (Erikson dalam Wuff, 1997), yaitu:
a. The Numinous
Numinous seringkali dihubungkan dengan setting religius dan
ritual, Erikson memikirkan ini sebagai hal yang sangat penting bagi ritual.
Bagi Erikson penghormatan terhadap Numinous bisa mengalami distorsi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12

sampai ke menjadi pemujaan dan ini justru merupakan perubahan ke arah
yang lebih buruk.
b. The Judicious
Istilah- istilah yang dipilih yang bisa memberi sugesti perbedaan
antara yang benar dan yang salah.
c. The Formal
Aspek ini meyakinkan bahwa susunan bagian-bagian dari suatu
ritual tampak begitu sempurna yang kadang oleh para psikoanalis ini justru
dianggap sebagai model- model dari ritual.
d. The Ideological
Berbeda dengan elemen-elemen sebelumnya yang dimulai pada
masa anak-anak. Elemen ini menegaskan bahwa anggota-anggota yang
sudah dewasa dapat secara penuh menjadi anggota dalam suatu kelompok
ritual dan sudah bisa membuat suatu komitmen bagi kelompoknya serta
membagikan pandangannya tentang dunia yang dia inginkan.
e. The Affiliative
Elemen ini berhubungan dengan ego yang diekspresikan dalam
persahabatan, cinta dan pekerjaan.
f. The Integral
Secara tradisional, para leluhur meyakinkan makna dari roda
kehidupan manusia dengan mempersonifikasi kebijaksaan suatu ritual.
Peran mereka inilah yang oleh Erikson disebut sebagai integral yang
dalam beberapa tahun kemudian dia sebut sebagai filosofi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13

Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa ritual seperti sujud
merupakan suatu tradisi dari para leluhur yang memiliki nilai filosofi dan
ideologi tersendiri yang selalu terhubung oleh sesuatu yang berbau dengan
mistik sebagai ciri mereka dan ada kecenderungan dimana ritual hanya dapat
dipahami dengan melakukan dan membuka diri terhadap pengalaman yang
dimunculkan dalam ritual. Ada peran-peran penting yang harus dimainkan
dalam ritual oleh anggota-anggotanya dalam hubungannya dengan kelompok
tersebut. Tujuan dari ritual ada bermacam- macam, mereka mencakup
pemenuhan untuk kewajiban atau pemikiran-pemikiran yang idealis akan
religiusitas mereka, pemuasan dari kebutuhan emosi dan spiritualitas para
praktisi, mempereta tali sosial dalam masyarakat, demonstrasi dari rasa hormat
atau kepatuhan, menyatakan bergabungnya seseorang dalam suatu kelompok,
mendapatkan pengakuan dari kelompok, atau kadang hanya untuk kepuasan
ritual itu sendiri (Ritual).

C. Kebatinan
1. Kebatinan Secara Umum
Aliran kebatinan lebih dikenal sebagai kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa yang merupakan suatu sistem kepercayaan atau sistem
spiritual yang ada di Indonesia selain agama, aliran, faham, sekte atau madzab
dari agama tersebut, serta bukan pula termasuk kepercayaan adat (Sofwan,
1999). Kata kebatinan itu sendiri berasal dari kata Arab, batin yang berarti
sebelah dalam, inti, bagian dalam, di dalam hati, tersembunyi dan misterius

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14

(Mulder, 1983). Geertz mengartikan batin sebagai “dunia-dalam dari
pengalaman manusia” (1963).
Dengan lebih singkat Kamil (1985) merumuskan kebatinan sebagai
olah batin yang macam apapun. Kebatinan itu sendiri seperti yang telah
dirumuskan dalam kongres BKKI (Badan Kongres Kebatinan Indonesia)
kedua di Sala pada tahun 1956 yang menyatakan bahwa kebatinan ialah
“Sumber Azaz dan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa untuk mencapai budi
luhur, guna kesempurnaan hidup.” Untuk mencapainya kebatinan berprinsip
agar manusia selalu berusaha membersihkan diri dengan semboyan “sepi ing
pamrih rame ing gawe”.
Djojodigoeno

(Giri,

2003)

menambahkan

bahwa

kebatinan

mempunyai 4 unsur yang penting yaitu :
a. Ilmu gaib
Ilmu yang menitik beratkan pada penggunaan ilmu- ilmu gaib untuk
melayani keperluan manusia.
b. Union mistik
Usaha untuk menyatukan jiwa manusia dengan Tuhan.
c. Sangkan paraning dumadi
Bertujuan mengenal Tuhan dan menembus alam rahasia mengenai
darimana manusia datang dan kemana manusia pergi.
d. Budi luhur
Menciptakan masyarakat yang saling menghargai dan saling mencintai
sesuai perintah Tuhan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15

Mukti Ali (Soesilo, 2004) juga mengemukakan 5 sifat kebatinan, yaitu:
1) Bersifat “batin”, yaitu yang dipergunakan sebagai keunggulan kekuatan
lahir, peraturan hukum yang diharuskan dari luar oleh pendapat umum.
2) Bersifat subyektif, yaitu mementingkan rasa atau pengalaman rohani.
3) Sifat keaslian, yang merupakan ciri khas kebatinan, lebih mengutamakan
gaya hidup dan kesopanan timur.
4) Hubungan erat antar para warganya.
5) Sifat kelima adalah faktor ahklak atau budi luhur.
Kebatinan tidak akan terlepas dari mistik, karena pada dasarnya
kebatinan adalah mistik, yang berupaya menembus pengetahuan mengenai
alam raya dengan tujuan mengadakan suatu hubungan langsung antara
individu dengan Yang Maha Kuasa (Endraswara, 2003).
Ada begitu banyak aliran kebatinan yang ada di Indonesia, menurut
catatan yang ada pada Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM)
Departemen Agama, jumlah aliran kebatinan pada tahun 1950 an mencapai
kurang lebih 400 aliran. Aliran-aliran tersebut baru benar-benar terorganisir
setelah kemerdekaan. Aliran kebatinan tersebut memiliki ajaran yang berbedabeda serta motivasi dan tujuan yang berbeda-beda pula, bahkan ada
diantaranya yang menyatakan diri sebagai agama atau minta diakui sebagai
agama seperti Aliran Sapta Darma sehingga pemerintah merasa perlu untuk
melakukan pengawasan terhadap aliran-aliran kebatinan tersebut.
Menurut Mulder kebangkitan kebatinan Jawa secara fenomenal dalam
tahun-tahun sesudah kemerdekaan tidak dapat diterangkan dengan suatu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16

alasan sederhana saja. Ada 2 interpretasi yang muncul, yang pertama adanya
perasaan muak terhadap bentuk-bentuk tingkah laku religius agama tertentu.
Bagi penganut kebatinan, “Tuhan” ada dalam hati manusia dan hidup manusia
sendiri harus menjadi doa terus menerus kepada Yang Mahakuasa. Interpretasi
kedua yang dianut luas menganggap bahwa bangkitnya kebatinan merupakan
reaksi melawan serangan gencar modernisasi dan sehubungan dengan itu,
kemerosotan moral bangsa (Hadiwijono, 1967).
Setelah melihat unsur dan sifat kebatinan maka dapat disimpulkan
bahwa kebatinan merupakan usaha manusia yang terus menerus dalam
mengolah batinnya sehingga manusia dapat bersatu dengan Tuhan untuk
mencapai kesempurnaan hidup.

2. Konsep Tuhan Dalam Kebatinan
Kebatinan mengakui Tuhan dimana wujud dan keberadaannya masih
diluar jangkauan manusia sehingga Tuhan dipandang sebagai Zat yang tidak
bisa digambarkan, tidak bisa dipikirkan seperti apa, yang lebih dikenal dengan
istilah tan kena kinanya ngapa (Sofwan, 1999). Oleh Hadiwijono (1999),
Tuhan dipandang sebagai Zat yang mutlak dalam arti falsafah yang menjadi
sumber segala sesuatu.
Ada ambivalensi dalam pandangan tentang Tuhan menurut kebatinan.
Disatu sisi Tuhan dipandang sebagai Dzat yang transenden namun disisi lain
Tuhan dipandang sebagai sebagai Dzat yang immanen. Tuhan sebagai Dzat
yang transenden tampak ketika ia dipandang sebagai Dzat yang mutlak yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17

tidak bisa digambarkan seperti apa yang oleh salah satu aliran kebatinan
disebut sebagai terdahulu dari segala yang terdahulu, yang paling luar dari
yang paling luar. Tuhan sebagai Dzat yang immanen artinya Tuhan ada di
dalam alam ini, Tuhan tersembunyi, terlibat di dalam alam yang nyata bahkan
Tuhan termasuk dalam susunan alam (Sofwan, 1999).
Pandangan tentang Tuhan sesungguhnya bertolak dari pengalaman
individu menanggapi suatu Dzat Gaib, Yang Illahi. Pertama Yang Illahi diakui
sebagai Fascinosum : yang menarik, yang mempesona, karib, mesra dan
menimbulkan cinta pada Nya. Yang kedua, Ia diakui sebagai Tremendum :
yang menakutkan, yang jauh, ya ng dashyat (Sofwan, 1999).
Ajaran ke Tuhan an dalam kebatinan disimpulkan sebagai paham
pantheisme. Pantheisme berasal dari kata pan (seluruh) dan Theos (Tuhan),
bahwa seluruh yang ada ini adalah Tuhan, maka ciri khas dari ajaran ini
adalah mengidentikkan Tuhan dengan akan satu keadaannya dalam dzat.
Pentheisme mangajarkan bahwa Tuhan bukan sebagai obyek penyembahan
atau kebaktian, tetapi Tuhan dipandang sebagai hukum yang merangkum
keseluruhan sebagai satu kesatuan yang tak berkepribadian, kendatipun Ia
dipandang sebagai yang hidup.
Dari

pendapat-pendapat

di

atas

maka

dapat

dilihat

bahwa

sesungguhnya dalam kebatinan, manusia dipandang sebagai mikrokosmos dan
Tuhan sebagai makrokosmos yang mengatur kehidupan di dalamNya.
Hubungan antara manusia dan Tuhan saling mempengaruhi karena manusia
hidup di dalam Tuhan sebagai keseluruhan, sehingga diantara mereka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18

diharapkan adanya suatu keselarasan agar dapat tercipta suatu hubungan yang
“satu” diantara keduanya. Manusia sebagai mikrokosmos harus mampu
menyatu dalam keseluruhan dalam artian manusia yang berkedudukan sebagai
“kawula” harus mampu menyatu dengan “Gusti”. Penyatuan ini yang nantinya
lebih dikenal sebagai “Manunggaling Kawula Gusti”.

3. Manunggaling Kawula Gusti
“Manunggaling

Kawula

Gusti”,

merupakan

istilah

untuk

menggambarkan penyatuan atau peleburan manusia sebagai “kawula” dan
Tuhan sebagai “Gusti”. Ajaran tersebut menghantarkan pada suatu kesimpulan
bahwa manusia yang telah mencapai taraf penyatuan dengan Tuhan, tidak lagi
terbebani hukum dan bebas dari hukum. Bagi mereka yang telah menemukan
kesatuan dengan hakekat hidup atau Dzat Tuhan, segala peribadatan adalah
kepalsuan. Karena Tuhan tidak terkena hukum kealaman, maka manusia yang
menyatu dalam Dzat Tuhan akan mencapai keabadian seperti Tuhan yang
terbebas dari semua kerusakan. Puncak penyatuan “Kawulo Gusti” oleh Syekh
Siti Jenar disebutkan sebagai uninong aning unong (Soesilo, 2004).
Dalam konsep “Manunggaling Kawula Gusti”, manusia yang mampu
bersatu dengan Tuhan diyakini akan memiliki sifat-sifat yang juga dimiliki
oleh Tuhan. Manusia yang telah mencapai penyatuan dengan Tuhan nantinya
juga akan memiliki kekuatan-kekuatan yang berasal dari Tuhan seperti
kemampuan untuk menyembuhkan, kemampuan mencipta dan kemampuan-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19

kemampuan lain yang diluar akal manusia. Kelebihan ini diharapkan dapat
digunakan sebijaksana mungkin oleh mereka yang telah mencapai tahapan itu.

D. Sapta Darma
Sapta Darma yang artinya 7 kewajiban suci merupakan wahyu yang
diterima oleh bapak Hardjosapuro yang kemudian lebih dikenal dengan
sebutan Sri Gutomo. Bapak Hardjosapuro dilahirkan di Pare, Kediri, Jawa
Timur pada tanggal 27 Desember 1914. Beliau hanyalah rakyat biasa yang
bekerja sebagai tukang cukur rambut ataupun sebagai tukang blangkon dan
pedagang kecil karena beliau memang hanya berijazah sekolah rakyat (Giri,
2003).
Berikut adalah hasil penelitian yang diambil dari Giri (2003). Sujud
menurut Wewarah Sapta Darma bila dilaksanakan dengan sungguh-sungguh
dan dengan cara sujud yang sempurna, niscaya kita betul-betul akan mengerti
apa yang dikatakan “pembangunan Rokhani” yang sesungguhnya. Karena
sujud, selain membuktikan kebaktian umat terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
juga memberikan manfaat yang besar bagi tercapainya keluhuran budi dan lain
sebagainya

antara

lain:

ketenangan,

kesadaran,

kewaspadaan

serta

ketentraman hidup, yang akhirnya akan menuju kepada kebahagiaan dan
kesempurnaan hidup di dunia dan di alam langgeng (Giri, 2003).
Warga Sapta Darma diwajibkan sujud dalam sehari semalam (24 jam)
sedikitnya sekali. Lebih dari itu lebih baik, dengan pengertian bahwa yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20

penting bukan banyak kalinya ia melakukan sujud tetapi kesungguhan
sujudnya (emating sujud).
Sikap duduk
Duduk tegap menghadap ke timur (=timur/kawitan/asal), artinya di
waktu sujud manusia harus menyadari/mengetahui asalnya. Bagi pria duduk
bersila kaki kanan di depan kaki kiri. Bagi wanita bertimpuh. Namun
diperkenankan, mengambil sikap duduk seenaknya asal tidak meninggalkan
kesusilaan dan tidak mengganggu jalannya getaran rasa.
Tangan bersidakep, yang kanan di luar dan yang kiri di dalam.
Selanjutnya menenteramkan badan dan pikiran, mata melihat ke depan
ke satu titik pada ujung kain sanggar yang terletak kurang lebih satu meter dari
posisi duduk. Kepala dan punggung (tulang belakang) segaris lurus.
Setelah merasa tenang dan tenteram, serta adanya getaran (hawa) dalam
tubuh yang berjalan merambat dari bawah ke atas. Selanjutnya getaran rasa
tersebut merambat ke atas sampai dikepala, karenanya lalu mata terpejam
dengan sendirinya. Kemudian setelah ada tanda pada ujung lidah terasa dingin
seperti kena angin (Jawa = pating trecep) dan keluar air liurnya terus ditelan,
lalu mengucap dalam batin:
Allah Hyang Maha Agung
Allah Hyang Maha Rokhim
Allah Hyang Maha Adil

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21

Hal ini dimaksudkan:
a. Mengagungkan/meluhurkan nama Allah.
b. Mengingat- ingat akan sifat keluhuran Allah.
Ucapan itu tidak hanya diucapkan dalam mulai sujud, tetapi juga
diucapkan bila Warga Sapta Darma akan memulai samadi (ening).
Bila kepala sudah terasa berat, tanda bahwa rasa telah berkumpul di
kepala. Hal ini menjadikan badan bergoyang dengan sendirinya. Kemudian
dimulai dengan merasakan jalannya air sari yang ada di tulang ekor (Jawa:
brutu atau silit kodok). Jalannya air sari merambat halus sekali, naik seolaholah mendorong tubuh membungkuk ke muka. Membungkukknya badan
diikuti terus (bukan karena kemampuan tapi karena ada rasa), sampai dahi
menyentuh kain sanggar.
Setelah dahi menyentuh kain sanggar, dalam batin mengucap:
“Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuasa” (3 kali).
Hyang Maha Suci ialah sebutan bagi roh suci seorang manusia yang
berasal dari Sinar Cahaya Allah ialah yang meliputi seluruh tubuh seorang
manusia.
Maha berarti ter (=paling).
Kuasa berarti kuasa atau menguasai.
Maha Suci berarti meliputi/tersuci (terputih).
Jadi maksudnya adalah kesucian yang meliputi pribadi kita bersujud
pada Hyang Maha Kuasa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22

Hyang Maha Kuasa adalah sebutan Allah yang menguasai alam seisinya
termasuk manusia baik rohaniah maupun jasmaniahnya.
Sujud berarti: penyerahan diri pada Hyang Maha Kuasa atau
menyembah Hyang Maha Kuasa. Jadi berarti: Roh suci kita menyerahkan
purbawasesa pada Hyang Maha Kuasa.
Selesai mengucapkan, kepala diangkat perlahan- lahan, hingga badan
dalam sikap duduk tegak lagi seperti semula.
Mengulang lagi merasakan di tulang ekor seperti tersebut di atas,
sehingga dahi menyentuh kain sanggar lagi. Setelah dahi menyentuh kain
sanggar di dalam batin mengucap:
“Kesalahnnya Hyang Maha Suci Mohon Ampun Hyang Maha
Kuasa”(3kali).
Maksudnya : setelah meneliti dan menyadari kesalahan-kesalahan (dosadosa) setiap harinya, maka selalu Roh Suci mohon ampun pada Nya akan
segala dosa-dosanya tersebut.
Dengan perlahan- lahan tegak kembali, lalu mengulang, merasakan lagi
di tulang ekor seperti tersebut di atas sampai dahi menyentuh kain sanggar
yang ke tiga kalinya.
Kemudian dalam batin mengucap:
“Hyang Maha Suci bertobat Hyang Maha Kuasa”(3kali).
Dimaksudkan untuk tidak berbuat kesalahan dan dosa lagi.
Akhirnya duduk tegak kembali, masih tetap dalam sikap tersebut hingga
beberapa menit lagi, baru kemudian sujud selesai.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23

Sujud yang dilakukan dengan penuh kesungguhan akan memiliki
dampak yang sangat besar sekali bila dilakukan minimal sehari sekali dan
sungguh-sungguh.
Sebenarnya sujud menurut wewarah tersebut bila didalami serta diteliti
sungguh-sungguh adalah membimbing/menuntun jalannya air sari. Air sari
yang telah tersaring sungguh-sungguh, serta menuntun Sinar Cahaya yang
ada/meliputi seluruh tubuh, diratakan sampai ke sel-sel yang sedalamdalamnya.
Getaran atau Sinar Cahaya Allah adalah cahaya yang digambaran
berwarna hijau muda (=maya) yang ada di dalam seluruh pribadi manusia.
Adapun air sari atau air putih/suci berasal dari sari bumi yang akhirnya
menjadi bahan makanan yang di makan manusia. Sari-sari makanan tersebut
mewujudkan air sari yang tempatnya di ekor (Jawa=Cetik/silit kodok/brutu).
Bersatu padunya getaran sinar cahaya dengan getaran air sari yang merambat
berjalan halus sekali di seluruh tubuh, menimbulkan daya kekuatan yang besar
sekali. Daya kekuatan ini disebut: atom berjiwa yang ada pada pribadi
manusia.
Jadi kekuatan ini mempunyai arti dan guna yang besar sekali seperti
diantaranya:
-

Dapat memberantas kuman-kuman penyakit dalam tubuh

-

Dapat menentramkan/menindas nafsu angkara

-

Dapat mencerdaskan pikiran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24

-

Dapat

memiliki

kewaskitaan,

seperti

kewaskitaan

akan

penglihatan, pendengaran, penciuman, tutur kata atau percakapan
serta kewaskitaan rasa.
Untuk mencapai itu semua maka syarat yang harus dilaksanakan adalah
pengolahan/penyempurnaan budi pekerti yang menuju keluhuran pada sikap
dan tindakan sehari- hari.
Setelah melihat penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa laku
sujud ini bertujuan untuk membangkitkan suatu kekuatan yang luar biasa di
dalam diri kita yang tertanam di tulang ekor kita yang mereka kenal sebagai
inti atom berjiwa yang kemudian mengalir melalui tulang punggung sampai ke
kepala kita. Selain itu sujud juga ditujukan sebagai bukti penyerahan diri dan
kebaktian kita kepada Tuhan.

E. Sujud Sebagai Yang Memfasilitasi Pengalaman Religius
Ritual sujud yang sering dilakukan oleh penganut Sapta Darma, baik
yang dilakukan sendiri maupun sujud yang dilakukan bersama-sama dalam
acara-acara tertentu memfasilitasi seseorang untuk mengalami suatu
pengalaman religius. Meminjam istilah “transport” dari James (Cross
Currents, 2003) yang merupakan suatu mekanisme dimana individu mencapai
tingkatan pengalaman religius atau mistis yang membutuhkan keterli