PERAN APARAT PAMONG PRAJA DALAM MENERTIBKAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR TRADISIONAL SIBOLGA SESUAI PERDA NOMOR 4 TAHUN 1995.

PERAN APARAT PAMONG PRAJA
DALAM MENERTIBKAN PEDAGANG KAKI LIMA
DI PASAR TRADISIONAL SIBOLGA SESUAI PERDA NOMOR 4 TAHUN 1995

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi
Sebagian Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:
Ragyl Asyari
NIM. 309311035

FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013

ABSTRAK
Ragyl Asyari. NIM 309311035. Peran Aparat Pamong Praja Dalam
Menertibkan Pedagang Kaki Lima di Pasar Tradisional Sibolga Sesuai

Perda Nomor 4 Tahun 1995. Skripsi. Jurusan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Medan. 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran aparat pamong praja
dalam menertibkan pedagang kaki lima dan untuk mengetahui apakah
pelanggaran yang dilakukan pedagang kaki lima sesuai dengan Perda Nomor 4
Tahun 1995.
Penelitian ini mengambil lokasi di pasar tradisional kota Sibolga. Metode yang
digunakan metode Deskriptif Kualitatif. Jumlah sampel yang dijadikan responden
dari populasi yaitu 30 orang personil aparat pamong praja, dalam penelitian ini
penulis menggunakan sampel jenuh. Data yang di peroleh diolah dengan
menggunakan rumus Tabel Frekuensi. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah dengan penyebaran Angket, Wawancara, dan Observasi,
serta data yang telah terkumpul dianalisis melalui teknik perhitungan statistik
sederhana dengan menggunakan table frekuensi.
Berdasarkan penelitian yang terdapat dilapangan menunjukkan bahwa aparat
pamong praja menjalankan perannya dalam menertibkan pedagang kaki lima yang
melakukan pelanggaran Perda Nomor 4 Tahun 1995. Hal ini dapat dilihat melalui
jawaban angket yang telah diisi oleh responden, wawancara terhadap kepala
aparat pamong praja dan berdasarkan observasi yang dilakukan.


i

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pelaksanaan razia ketentraman dan ketertiban ............................... 34
Tabel 2 Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum...................... 35
Tabel 3 Pemeriksaan atas pelanggaran Peraturan Daerah dan Keputusan
Kepala Daerah. ................................................................................ 36
Tabel 4 Penyitaan barang dagang pedagang kaki lima ................................ 36
Tabel 5 Pemberian income agar dapat berniaga di badan jalan ................... 37
Tabel 6 Penindakan terhadap pedagang kaki lima ....................................... 39
Tabel 7 Kerja sama aparat pamong praja dengan Aparatur Pemerintah ...... 39
Tabel 8 Perundingan antara aparat pamong praja dengan Pemerintah
Daerah ............................................................................................. 40
Tabel 9 Musyawarah antara aparat pamong praja dan pemerintah daerah
Pedagang kaki lima ......................................................................... 41
Tabel 10 Penyuluhan dampak rusaknya pengelolaan penataan kota ............. 42
Tabel 11 Hukuman fisik kepada pedagang kaki lima yang melakukan
pelanggaran ..................................................................................... 43
Tabel 12 Tindakan kekerasan fisik terhadap pedagang kaki lima yang
berontak ........................................................................................... 44

Tabel 13 Pelatihan khusus terhadap aparat pamong praja ............................. 45
Tabel 14 Tuntutan masyarakat terkait dampak terganggunya
ketentraman dan ketertiban umum .................................................. 46
Tabel 15 Tuntutan pedagang kaki lima terkait penggusuran lokasi ............... 47
Tabel 16 Tabulasi frekuensi jawaban angket responden................................ 48

vii

Tabel 17 Persentase jawaban angket responden ............................................ 49

viii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Angket Penelitian
2. Foto Dokumentasi Penelitian
3. Surat Nota Tugas
4. Penerbitan Surat Izin Dari Jurusan PPKn
5. Surat Izin Penelitian Dari Fakultas
6. Surat Telah Mengadakan Penelitian

7. Daftar Peserta Seminar Proposal Penelitian Mahasiswa
8.

Kartu Bimbingan Skripsi

9. Surat Keterangan Menyerahkan 1 Buku Ke Ruang Baca Fakultas Ilmu Sosial
10. Surat Keterangan Laboratorium PPKn FIS Unimed
11. Surat Keterangan Perpustakaan Unimed
12. Pernyataan Keaslian Tulisan
13. Riwayat Hidup

ix

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pedagang kaki lima merupakan salah satu bentuk kesempatan kerja sektor
informal yang dirumuskan sebagai pedagang kecil yang mempunyai peranan
sebagai penyalur barang-barang dan jasa ekonomi. Kesempatan kerja disektor

informal pada umumnya menggunakan jam kerja yang tidak tetap atau tidak pasti,
sehingga seringkali terlihat pada waktu tertentu bekerja relatif lama, akan tetapi
dalam waktu yang lain bekerja dalam waktu yang singkat.
Minimnya lokasi kios usaha dan mahalnya harga sewa membuat rakyat
yang ingin mencoba membuka usaha agar kehidupannya lebih sejahtera membuat
masyarakat tidak lagi pedulikan aturan penataan lingkungan yang ditetapkan oleh
pemerintah sehingga sarana pinggir jalan atau kaki lima menjadi tempat yang
murah, strategis dan nyaman untuk menjadi wadah membuka usaha, dan hal ini
dapat menyebabkan hal negatif dalam berlangsungnya penerapan program
penataan lingkungan oleh pemerintah.
Hal ini terjadi dikarenakan minimnya perhatian dari pemerintah dan
sulitnya mencari kerja karena sempitnya lahan lowongan pekerjaan, serta
tingginya tuntutan biaya hidup di zaman saat sekarang ini.
Menurut pasal 8 Perda No: 4 Tahun 1995 tentang Larangan penempatan
gerobak-gerobak di pinggir jalan umum, berjualan di kaki lima, trotoar dan badan
jalan di Kotamadya Daerah tingkat II Sibolga :

1. Setiap pemilik / Pengusaha gerobak sorong dilarang menempatkan
gerobak sorong pada :
a. Diatas parit jalan umum;

b. Diatas trotoar;
c. Badan jalan, Brem jalan;
d. Pinggir jalan umum sehingga mengganggu ketentraman/arus lalu
lintas.
2. Setiap orang dilarang menggunakan kaki lima untuk tempat berjualan
Hal diatas juga di tegaskan oleh keputusan Kepala Daerah agar sejatinya
direalisasikan dengan baik dan terlaksana sesuai yang telah diatur dalam Perda
No: 4 tahun 1995.
Adapun Keputusan Kepala Daerah Nomor : 188.342/49/Tahun/1996
tentang Petunjuk pelaksanaan peraturan daerah Kotamadya daerah tingkat II
Sibolga Nomor 4 Tahun 1995, Pasal 1 yang berbunyi : Memberlakukan Peraturan
Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Sibolga Nomor 4 Tahun 1995 tentang
larangan penempatan gerobak-gerobak sorong di pinggir jalan umum, berjualan di
kaki lima, trotoar dan badan jalan di Kotamadya Daerah Tingkat II Sibolga.
Persoalan pedagang kaki lima merupakan persoalan bersama yang harus
diselesaikan. Dalam hal ini perlu adanya koordinasi dari pemerintah daerah, para
pedagang kaki lima dan masyarakat sekitar. Koordinasi tersebut diwujudkan
dengan adanya dialog yang memperbincangkan persoalan-persoalan pedagang
kaki lima serta bagaimana penataan dan pengaturannya, sehingga keberadaan
pedagang kaki lima di tiap daerah dapat menunjang perekonomian masyarakat


daerah. Keberadaan pedagang kaki lima juga diharapkan tidak merusak atau
menurunkan kualitas lingkungan hidup yang ada disekitarnya agar dapat tercipta
tata ruang yang mempertahankan ekosistem lingkungan fisik maupun sosial yang
ada di dalamnya. Oleh karena itu diperlukan adanya penataan bagi pedagang kaki
lima untuk mewujudkan fungsi tata ruang kota yang optimal, dalam hal ini
menyangkut aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan itu sendiri, sejatinya
fungsi dan peran aparat pamong praja dalam rangka pembinaan keamanan dan
penegakan

hukum.

Gambaran

ini

penting

untuk


dikemukakan

guna

memperolehnya kesamaan pandangan, baik dari masyarakat, aparat pamong praja,
maupun pemangku kepentingan lainnya mengenai sosok aparat pamong praja
yang sesungguhnya.
Pemerintah mencoba menertibkan para pedagang kaki lima dengan
menugaskan aparat pamong praja di setiap daerah, namun sampai saat ini bisa
melihat masih banyak pedagang kaki lima yang bertebaran dimana-mana seperti
badan jalan, trotoar, di atas parit dan brem jalan, jika hal ini dibiarkan, maka
bukan hanya penattaan lingkungan yang rusak, akan tetapi kenyamanan berlalu
lintas dijalan pun akan terganggu, terutama bagi yang berjalan kaki.
Namun belakangan ini, gerak langkah Satuan Polisi Pamong Praja tidak
pernah luput dari perhatian publik, mengingat segala aktivitasnya dengan mudah
diketahui melalui pemberitaan media massa, baik cetak maupun elektronik.
Sayangnya, image yang terbentuk dibenak masyarakat atas kinerja aparat pamong
praja sangat jauh dari sosok ideal, yang sejatinya menggambarkan aparatur
pemerintah daerah yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi norma


hukum, norma agama, Hak asasi manusia dan norma-norma sosial lainnya yang
hidup dan berkembang di masyarakat. Munculnya gambaran miring terhadap
sosok satuan polisi pamong praja tidak lain dan tidak bukan karena seringnya
masyarakat diberikan aksi-aksi represif, namun terkesan arogan dari aparat daerah
tersebut saat menjalankan perannya dalam menertibkan pedagang kaki lima.
Penertiban pedagang kaki lima yang sering berujung bentrokan fisik,
merupakan gambaran keseharian yang sering diberikan oleh aparat pamong praja,
sekalipun tindakan-tindakan represif tersebut hanyalah sebagian dari peran aparat
pamong praja, sebagai aparat yang kasar, arogan, penindas masyarakat kecil, serta
sebutan-sebutan lain yang tidak enak didengar. Ditambah dengan peran media
massa yang sering membumbuinya dengan berita-berita sensasional, makin
miringlah penggambaran tentang aparat pamong praja.
Terlepas dari benar atau tidaknya gambaran masyarakat tentang aparat
pamong praja, dalam tulisan ini penulis mencoba untuk menyegarkan ingatan
tentang bagaimana sejatinya peran aparat pamong praja dalam rangka
menertibkan pedagang kaki lima dan mencoba merefleksikan kembali hal yang
mungkin telah terlupakan. Gambaran ini penting untuk dikemukakan guna
diperolehnya kesamaan pandangan, baik dari masyarakat, aparat pamong praja,
maupun pemangku kepentingan lainnya mengenai sosok aparat pamong praja
yang sesungguhnya.

Hal ini tentunya menjadi pelajaran yang cukup berharga bagi pemerintah
disemua tingkatan, baik pemerintah pusat, daerah, kota, maupun desa. Akan
tetapi, dalam hal ini penulis lebih memfokuskan kepada pemerintah daerah. Sebab

didaerah, pedagang kaki lima lebih leluasa karena kurangnya perhatian
pemerintah daerah dalam mengatasi penataan lingkungan daerahnya dan juga
minimnya fasilitas serta sempit dan kurangnya infrastruktur yang mendukung
lancarnya segala aspek penataan kota,keamanan dan ketertiban umum serta tegak
dan di indahkannya peraturan daerah dan keputusan kepala daerah di berbagai
daerah.
Berdasarkan pemikiran di atas maka penulis tertarik untuk meneliti
tentang :
“Peran Aparat Pamong Praja Dalam Menertibkan Pedagang Kaki Lima Di
Pasar Tradisional Sibolga”.
B. Identifikasi masalah
Sebagaimana yang telah diterangkan dalam latar belakang masalah di atas,
agar tidak terjadi kesalah pahaman pengertian tentang masalah yang diteliti, maka
perlu diidentifikasi masalah yang terkait dengan judul di atas, yaitu :
1.


Peran aparat pamong praja dalam menertibkan pedagang kaki lima

2.

Upaya aparat pamong praja dalam mewujudkan penertiban pedagang kaki

lima
3.

Faktor-faktor apa yang menjadikan individu menjadi pedagang kaki lima

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini ditujukan kepada
Peran Aparat Pamong Praja dan Pedagang Kaki Lima yang berada di Pasar
Tradisional Sibolga.
D. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah
penelitian, karena perumusan masalah adalah inti dari seluruh permasalahan yang
telah diidentifikasi terlebih dahulu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Nasution (2007:18): “Perumusan masalah adalah hal yang pokok dalam suatu
penelitian”. Masalah yang dijadikan pokok penelitian harus dirumuskan degan
spesifik, sehingga tepat ruang lingkup dan batas-batasnya.
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : Peran aparat pamong praja dalam menertibkan pedagang
kaki lima di pasar tradisional Sibolga.
E. Tujuan Penelitian
Sebuah penelitian pasti memiliki tujuan-tujuan tertentu yang hendak
dicapai, demikian juga penelitian ini memiliki tujuan. Sebagaimana dikatakan
oleh Supranto (2003: 191) bahwa : tujuan penelitian adalah suatu penelitian
berkenaan dengan maksud peneliti melakukan penelitian terkait dengan
perumusan masalah dan judul.
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui
peran aparat pamong praja dalam menertibkan pedagang kaki lima di pasar
tradisional Sibolga.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Manfaat Teoritis, untuk pengembangan teori mengenai Peran Aparat Pamong
Praja dalam menertibkan pedagang kaki lima di Bidang Psikologi Sosial.

2. Manfaat Praktis, agar dapat mempersiapkan kondisi psikis dan fisik Aparat
Pamong Praja dalam menjalankan tugasnya sehingga anggota Aparat Pamong
Praja tidak melakukan tindakan Agresi tanpa alasan yang tidak jelas.
3. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan, wawasan dan kemampuan
penulis mengenai Peran Aparat Pamong Praja dalam menjalankan tugasnya.
Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan rincian sumbangan pikiran penulis
untuk perkembangan dalam penelitian selanjutnya

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Aparat pamong praja kota Sibolga menjalankan tugasnya sesuai dengan
Pasal 4 PP Nomor 6 Tahun 2010, jadi peraturan tersebut bukan hanya menjadi
sebuah teori, tapi juga benar-benar mempraktikkan peraturan tersebut, salah
satunya yaitu Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1995. Pada saat melaksanakan
tugasnya, aparat pamong praja mampu mengatasi masalah mengenai pelanggaran
yang dilakukan terhadap pedagang kaki lima, sehingga pada saat melakukan razia
ataupun penggusuran lokasi tempat berniaga jarang terjadi bentrokan antara aparat
pamong praja dengan pedagang kaki lima.
Dengan tugas dan fungsi baru pemerintahan daerah yaitu perwujudan
kesejahteraan rakyat, maka tugas dan fungsi Satuan polisi Pamong Praja juga
mengalami perubahan. Kalau sebelumnya bertugas menjalankan keamanan dan
ketertiban, sekarang lebih komplek karena bergeser kepada masalah-masalah yang
berkaitan dengan gejolak sosial. Untuk melihat pelanggaran yang dilakukan oleh
Pedagang Kaki Lima tidak serta merta bisa dilihat bahwa secara material telah
terjadi pelanggaran Perda. Tetapi berkaitan dengan kebijakan pengentasan
kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Pedagang Kaki Lima tidak bisa serta
merta dipersalahkan karena melanggar peruntukan wilayah. Tetapi berkaitan
dengan pertumbuhan ekonomi dan tanggung jawab pemerintah dalam
menyediakan lapangan kerja.

Sesuai dengan pasal 8 Perda No: 4 Tahun 1995 menjelaskan tentang
larangan penempatan gerobak-gerobak di pinggir jalan umum, berjualan di kaki
lima, trotoar dan badan jalan di Kotamadya Daerah tingkat II Sibolga dan juga
sesuai dengan Pasal 4 PP Nomor 6 Tahun 2010 mengenai tugas aparat pamong
praja yaitu menegakkan peraturan Peraturan Daerah. Hal ini menunjukkan bahwa
sudah menjadi tugas bagi aparat pamong praja untuk menjalankan Peraturan
Daerah No : 4 Tahun 1995 bagi pedagang kaki lima yang melanggar Peraturan
Daerah tersebut.
Menurut pasal 8 Perda No: 4 Tahun 1995 tentang Larangan penempatan
gerobak-gerobak di pinggir jalan umum, berjualan di kaki lima, trotoar dan badan
jalan di Kotamadya Daerah tingkat II Sibolga :
1. Setiap pemilik / Pengusaha gerobak sorong dilarang menempatkan gerobak
sorong pada :
a. Diatas parit jalan umum;
b. Diatas trotoar;
c. Badan jalan, Brem jalan;
d. Pinggir jalan umum sehingga mengganggu ketentraman/arus lalu
lintas.
2. Setiap orang dilarang menggunakan kaki lima untuk tempat berjualan
Hal di atas juga di tegaskan oleh keputusan Kepala Daerah agar sejatinya
direalisasikan dengan baik dan terlaksana sesuai yang telah diatur dalam Perda
No: 4 tahun 1995.

Adapun Keputusan Kepala Daerah Nomor : 188.342/49/Tahun/1996
tentang Petunjuk pelaksanaan peraturan daerah Kotamadya daerah tingkat II
Sibolga Nomor 4 Tahun 1995, Pasal 1 yang berbunyi : Memberlakukan Peraturan
Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Sibolga Nomor 4 Tahun 1995 tentang
larangan penempatan gerobak-gerobak sorong di pinggir jalan umum, berjualan di
kaki lima, trotoar dan badan jalan di Kotamadya Daerah Tingkat II Sibolga.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 PP
Nomor 6 Tahun 2010, Satpol PP mempunyai fungsi:
1) Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda, penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan
masyarakat;
2) Pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan daerah dan peraturan kepala
daerah;
3) Pelaksanaan
kebijakan
penyelenggaraan
ketertiban
umum dan
ketenteraman masyarakat di daerah;
4) Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;
(Tugas perlindungan masyarakat merupakan bagian dari fungsi
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, dengan
demikian fungsi perlindungan masyarakat yang selama ini berada pada
Satuan Kerja Perangkat Daerah bidang kesatuan bangsa dan perlindungan
masyarakat menjadi fungsi Satuan polisi Pamong Praja);
5) Pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala daerah,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
daerah, dan/atau aparatur lainnya;
Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar
mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah; dan Pelaksanaan
tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.
Pedagang Kaki Lima sebagai pelaku ekonomi informal merupakan orangorang yang kalah dalam pertarungan perebutan ekonomi dan negara tidak bisa
memenuhi dan melindunginya. Demikian juga dengan arus urban yang tinggi

karena di pedesaan sudah kehilangan lapangan kerja, dan akhirnya menimbulkan
beban baru di perkotaan, misalnya masalah pemukiman. Gejala sosial perkotaan
yang sering menimbulkan persoalan dan menjadi potensi baru gangguan dibidang
keamanan dan ketertiban menjadi bidang garapan Satuan polisi Pamong Praja.
Dengan demikian tugas Satuan polisi Pamong Praja baru adalah berkaitan erat
dengan masalah-masalah sosial. Berbeda dengan kepolisian, yang menanggulangi
kejahatan kriminal dan pelanggaran undang-undang.
Aparat pamong praja dan pedagang kaki lima yang sadar akan peraturan
dan tahu sanksi dari setiap pelanggaran yang dilakukan, hal inilah yang membuat
pasar tradisional di kota Sibolga sangat tertib dan kondusif.
B. Saran
1. Bagi pemerintah daerah Sibolga, dalam menertibkan pedagang kaki lima
hendaknya dilakukan musyawarah atau pembicaraan khusus dengan
pedagang kaki lima, hal ini agar diperoleh pandangan atau persepsi yang
sama antara pemerintah dan pedagang kaki lima dan juga akan
mempermudah

pemecahan

masalah

yang

ada

dikarenakan

melalui

pembicaraan khusus ini akan membuat keterbukaan pendapat antara
keinginan pemerintah dan keinginan pedagang kaki lima.
2. Bagi aparat pamong praja agar tidak melakukan tindakan anarkis pada saat
melakukan razia dan penggusuran pedagang kaki lima yang melanggar
peraturan dan diharapkan mampu melaksanakan tugas dengan agar tidak ada
pendapat-pendapat yang miring dari masyarakat atau pihak manapun
mengenai aparat pamong praja.

3. Bagi pedagang kaki lima diharapkan agar memilih lokasi tempat berniaga
yang sudah memiliki izin dari pemerintah setempat dan hendaknya tidak
melakukan tindakan yang anarkis setiap dilakukan razia dan penggusuran
yang dilakukan oleh aparat pamong praja. Selain itu, pedagang kaki lima mau
menerima dan menjaga lokasi yang disediakan pemerintah daerah sebagai
ganti dari lokasi yang telah digusur.
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor-faktor lain yang
lebih menarik yang berhubungan dengan social dan hukum.