MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KREATIF GEOMETRI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN PROGRAM CABRI GEOMETRY II.

(1)

viii

DAFTAR ISI

halaman

PERNYATAAN ... i

PERSEMBAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ..………... iii

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ………. viii

DAFTAR TABEL ……….. x

DAFTAR DIAGRAM ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Definisi Operasional ... 14

F. Hipotesis Penelitian ... 16

II PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KREATIF GEOMETRI A. Hakekat Geometri ... ... 18

B. Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Geometri ... ... 20

C. Teori van Hiele ...…...……….. 24

D. Berpikir Kreatif... 31

E. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 35

F. Program Cabri Geometri II ... 46


(2)

ix III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... 53

B. Populasi dan Sampel ... 54

C. Instrumen Penelitian ... 54

D. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data... 64

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis data... 75

B. Analisis Asosiasi Kontingensi antara Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif ... 106

C. Analisis Data Sikap Siswa ... 108

D. Pembahasan Hasil Penelitian... 113

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 127

B. Saran ... 128


(3)

x

DAFTAR TABEL

TABEL halaman

3.1 Pedoman Pemberian Skor Soal Kemampuan Pemecahan Masalah... 57

3.2 Pedoman Pemberian Skor Soal Kemampuan Berpikir Kreatif ... 58

3.3 Klasifikasi Koefisien Validitas ... ... 58

3.4 Perhitungan Validitas Tes Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif.. 58

3.5 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 59

3.6 Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 61

3.7 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal... ……… .... 63

3.8 Tehnik Pengumpulan Data ... ... 65

3.9 Distribusi Kategori Siswa ... ... 66

4.1 Statistik Pretes, Postes dan Gain Pemecahan Masalah... ... 79

4.2 Uji Normalitas Pretes Pemecahan Masalah... 80

4.3 Uji Homogenitas Pretes Pemecahan Masalah... 81

4.4 Uji Normalitas Gain Pemecahan Masalah... ... 84

4.5 Homogenitas Varians Pemecahan Masalah ... 85

4.6 Rerata dan Deviasi Baku Pemecahan Masalah... 89

4.7 Rekapitulasi Uji Normalitas ... ... 89

4.8 Hasil Uji Anova ... 92

4.9 Perbedaan Rata-raa Atas, Sedang, Bawah ... 93

4.10 Statistik Pretes, Postes dan Gain Berpikir Kreatif ... ... 93

4.11 Uji Normalitas Pretes Berpikir Kreatif... 94

4.12 Uji Homogenitas Pretes Berpikir Kreatif ... ... 94

4.13 Uji Normalitas Gain Berpikir Kreatif ... ... 98

4.14 Homogenitas Varians Berpikir Kreatif ... ... 99

4.15 Rerata dan Deviasi Baku. Berpikir Kreatif... 102

4.16 Rekapitulasi Uji Normalitas ... ... 103

4.17 Hasil Uji Anova ... 104

4.18 Perbedaan Rata-raa Atas, Sedang, Bawah ... 105


(4)

xi

4.20 Uji Reliabilitas ... 107 4.21 Analisis Sikap Siswa terhadap Matematika dan Kegunaanya ... 108 4.22 Analisis Sikap Siswa terhadap Cabri Geometry II ... 109 4.23 Analisis Sikap Siswa terhadap Pemecahan Masalah dan Berpikir

Kreatif ... 110 4.24 Analisis Hasil Pengamatan ... 111


(5)

xii

DAFTAR DIAGRAM

DIAGRAM halaman

2.1 Work sheet Cabri Geometry II... 48

2.2 Tolboox Cabri Geometry II... 48

4.1 Diagram Rata-rata Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri... 76

4.2 Diagram Rata-rata Kemampuan Berpikir Kreatif Geometri... 77

4.3 Diagram N-Gain Pemecahan Masalah ... 82

4.4 Diagram Rata-rata N-Gain Pemecahan Masalah ... 88

4.5 Diagram Rata-rata N-Gain Berpikir Kreatif ... 97


(6)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN halaman

A RPP dan LKS ………..…... 134

1. RPP kelas Eksperimen ... 134

2. RPP kelas Kontrol ... 153

3. LKS ... 155

4. Kunci Jawaban ... 158

B Modul Penggunaan Cabri Geometry II ...………... 168

1. Fasilitas Cabri Geometry II ... 168

2. Garis Singgung dan Pembelajarannya ... 184

C Instrumen ... ...…... 194

1. Lembar Observasi ... 194

2. Agenda Kegiatan ... 197

3. Kisi-Kisi Tes Pemecahan Masalah ... 198

4. Kisi-Kisi Tes Berpikir Kreatif ... 201

D Hasil Ujicoba ... 203

1. Reliabilitas Tes Pemecahan Masalah... 203

2. Daya Pembeda Pemecahan Masalah ... 204

3.Tingkat Kesukaran Pemecahan Masalah... 205

4. Reliabilitas Tes Berpikir Kreatif ... 207

5. Daya Pembeda Berpikir Kreatif ... 208

6. Tingkat Kesukaran Berpikir Kreatif ... 209

E Hasil Pretes, Postes, Normalitas, Homognitas dan Perbedaan Rata-rata ... 211

1. Skor Pretes, Postes, Normalitas Pemecahan masalah ... 211

2. Skor Pretes,Postes Normalitas Berpikir Kreatif ... 213

3. Skor Pretes,Postes Normalitas Gabungan Pemecahan Masalah Dan Berpikir Kreatif ... 215


(7)

xiv

4. Hasil Uji Normalitas kemampuan Pemecahan Masalah Dan

Berpikir Kreatif ... 217

5. Hasil Uji Homogenitas ... 221

6. Hasil Uji Perbedaan Rata-rata ... 223

F Hasil skala sikap... 225

1. Kisi-kisi Skala Sikap ... 225

2. Instrumen Skala sikap ... 226

3. Skor Sikap Netral Dan Sikap Siswa ... 228

4. Uji Reliabilitas ... 229

5. Skor Baku Skala Sikap ... 231


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi komputer yang demikian cepat serta penerapannya yang semakin luas ke berbagai bidang tak terkecuali dalam pengajaran, menjadikan komputer mendapat perhatian besar untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Komputer memiliki kemampuan untuk secara cepat berinteraksi dengan individu, menyimpan dan memproses sejumlah besar informasi, dan mampu digabung dengan piranti lain seperti: proyektor dan sound system, yang menjadikan komputer sebagai media potensial dalam bidang pembelajaran.

Untuk pembelajaran matematika, peranan komputer saat ini sudah semakin penting sebagai alat bantu belajar dan mengajar matematika. Tampak dari pendapat Colleen dan Steven (1989), yang menyebutkan bahwa ribuan siswa menggunakan komputer setiap hari untuk memperbaiki ketrampilan dasar matematika, untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah secara efektif, atau untuk mempelajari konsep-konsep yang lebih kompleks. Beberapa argumen mengatakan bahwa komputer mempunyai peranan penting di dalam membantu mengembangkan ketrampilan berfikir yang tinggi. Guru yang efektif mengakui bahwa komputer adalah alat pembelajaran. Artinya di dalam pembelajaran, guru mampu memanfaatkan komputer secara optimal untuk memberi fasilitas belajar kepada siswa. Tetapi yang perlu diperhatikan dalam mencapai kesuksesan


(9)

pembelajaran itu sangat tergantung pada model pengajaran dan kebutuhan siswa, seperti diungkapkan oleh Irby (1985) yang diikuti Colleen dan Steven (1989). Beberapa CD (Compact Disk) yang berisi paket-paket pembelajaran matematika pun sudah banyak ditawarkan di pasaran, dengan bermacam model seperti dalam bentuk tutorial, latihan soal, simulasi maupun permainan (game). Bisa dikatakan komputer mempunyai potensi dalam menciptakan pembelajaran matematika secara interaktif.

Dengan menggunakan pembelajaran komputer yang interaktif, dapat mempermudah pemahaman materi matematika bagi sebagian besar siswa masih dirasakan sulit. Hal ini dikarenakan objek-objek matematika bersifat abstrak. Menurut Suharta (2001), banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika karena objek matematika bersifat abstrak. Penggunaan metode-metode pembelajaran yang bervariasi sangat perlu dilakukan guru di dalam memberikan pengertian dan pemahaman konsep matematika kepada siswa.

Suatu konsep matematika yang disampaikan oleh guru hendaknya dibuat bermakna bagi siswa yang mempelajarinya. Seperti yang disebutkan oleh Marpaung (2001), yang bermakna itu lebih mudah dipahami siswa daripada yang tidak bermakna. Karena pembelajaran matematika akan diterima baik oleh siswa maupun masyarakat sebagai sesuatu yang bermakna bagi mereka (Rudhito, 2001), maka konsep matematika yang dibentuk siswa harus diupayakan tidak akan cepat lupa dari memorinya.

Piaget menegaskan, pengetahuan dibentuk seseorang melalui interaksi dengan pengalaman terhadap objek (Suparno, 1997), sehingga penting


(10)

mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran dikelas (Soedjadi, 2000; Price, 1996; Zamroni, 2000 dalam Suharta, 2001). Kaitannya dengan pembelajaran matematika, guru (calon guru) hendaknya dapat menguasai perangkat lunak yang mendukung bidang matematika seperti MS Word, MS PowerPoint, MS Exel, MS FrontPage, Turbo Pascal, Visual Basic, MATLAB, MApple, Mathcad, atau program aplikasi lainnya. Hal ini dimaksudkan para pendidik matematika dapat menyiapkan sendiri bahan pembelajaran berbasis komputer.

Program-program aplikasi tersebut di antaranya dapat dimanfaatkan untuk mendesain tutorial, presentasi, drill dan latihan, simulasi, pemecahan masalah, dan permainan. Tutorial dan presentasi akan meningkatkan atau memperkaya informasi yang dimiliki peserta didik. Drill dan latihan akan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan matematis peserta didik. Simulasi memungkinkan untuk mengajak perserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan daya kritis, sebab biasanya simulasi ini digunakan untuk menyajikan gambaran dari konteks dunia nyata.

Menurut Branca (Sumarmo, 1994) menyatakan bahwa pemecahan masalah matematik merupakan hal yang penting sehingga menjadi tujuan umum pengajaran matematika bahkan sebagai jantung matematika. Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa pemecahan masalah lebih mengutamakan proses dari pada hasil. Pemecahan masalah juga sebagai fokus dari matematika sekolah dan bertujuan untuk membantu dalam mengembangkan berpikir secara matematis (NCTM, 2000). Proses berpikir dalam pemecahan masalah memerlukan


(11)

kemampuan mengorganisasikan strategi. Hal ini akan melatih orang berpikir kritis, logis, dan kreatif yang sangat diperlukan dalam menghadapi perkembangan masyarakat (Sumarmo, 1994). Sedangkan menurut Learning and Teaching Scotland and the Ideas Network (LTSIN) bila kemampuan berpikir kreatif berkembang pada seseorang, maka akan menghasilkan banyak ide, membuat banyak koneksi (kaitan), mempunyai banyak perspektif terhadap suatu hal, membuat dan melakukan imajinasi, dan peduli akan hasil (LTSIN, 2004).

Penentuan model pembelajaran matematika merupakan kunci awal sebagai usaha pendidik meningkatkan daya matematika peserta didik. Model pembelajaran yang variatif dan menyediakan banyak pilihan belajar memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik. Dengan demikian peserta didik diberi kesempatan berkembang sesuai dengan kapasitas, gaya belajar, maupun pengalaman belajarnya. Kreativitas dan analisis pendidik di dalam mendesain serta menelaah kecenderungan karakter belajar peserta didik mutlak diperlukan. Selain itu, mempersiapkan peserta didik melalui pengayaan pengetahuan awal merupakan usaha penting lainnya yang harus dilakukan saat pendidik menentukan desain pembelajaran yang akan dipilih dalam usaha meningkatkan daya matematika peserta didik benar-benar termotivasi untuk berpikir dan berkreasi. Dalam konsep ini, pendidik matematika seolah-olah berperan seperti penulis skenario dan sutradara pada suatu permainan drama. Ia harus menyusun “plot-plot cerita” yang merupakan urutan tampilan materi pembelajaran sekaligus menentukan apa yang harus keluar atau tampil pada tiap-tiap plot cerita tersebut. Pemecahan masalah mirip dengan latih dan praktik,


(12)

namun dengan tingkat kesulitan lebih tinggi, karena siswa tidak sekedar mengingat konsep-konsep atau materi dasar, melainkan dituntut untuk mampu menganalisis dan sekaligus memecahkan masalah.

Menurut Sabandar (2002) Pengajaran geometri di sekolah diharapkan akan memberikan sikap dan kebiasaan sistematik bagi siswa untuk bisa memberikan gambaran tentang hubungan-hubungan di antara bangun-bangun geometri serta penggolongan-penggolongan diantara bangun-bangun tersebut. Karena itu perlu disediakan kesempatan serta peralatan yang memadai agar siswa bias mengobservasi, mengeksplorasi, mencoba, serta menemukan prinsip-prinsip geometri lewat aktivitas informal untuk kemudian meneruskannya dengan kegiatan formal dan menerapkannya apa yang mereka pelajari.

Ada beberapa pertimbangan tentang penggunaan Dynamic Geometry Software seperti Cabri Geometry II dalam pembelajaran matematika, khususnya geometri. Menurut Thomas (2001:47) bahwa dengan menggunakan Dynamic Geomety Software seperti Cabri Geometry II, siswa dapat dengan cepat melakukan eksplorasi, menganalisa apa yang berubah dan apa yang tetap, serta siswa dapat menyusun konjektur dari situasi geometri yang diberikan.

Goindenber & Cuoco (1998) mengatakan, bahwa Dynamic Geometry Software seperti Cabri Geometry II memberikan kesempatan bagi siswa dalam mengkonstruksi, bereksplorasi, serta melakukan proses penemuan. Siswa yang terlibat dalam Dynamic Geometry Software seperti Cabri Geometry II mempunyai kesempatan untuk melihat bentuk yang berbeda dalam konsep-konsep geometri.


(13)

Eric Bainville (2005) menyatakan, bahwa Cabri Geometry II menawarkan suatu dimensi keseluruhan baru dalam membangu objek-objek geometris di suatu komputer, seperti menggambar, menarik, dan mengolah figur-figur dari yang paling sederhana ke yang paling rumit pada tahap yang manapun untuk menguji kontruksi, membuat dugaan, mengukur, menghitung, menghilangkan objek, membuat peruahan atau mengembalikan gambar semula secara lengkap. Cabri Geometry II adalah alat untuk mengajar dan belajar ilmu ukur, yang dirancang untuk para guru seperti juga untuk para siswa pada semua tingkat, dari sekolah dasar ke universitas.

Bagaimana kaitan pemecahan masalah geometri dengan pembelajaran berbantuan program Cabri Geometry II? Pembelajaran berbantuan program Cabri Geometry II haruslah konsisten dengan prinsip pemecahan masalah geometri, yaitu : (1) Membangun pengetahuan matematika yang baru melalui pemecahan masalah, dengan menggunakan pembelajaran berbantuan Cabri Geometry II yang dilakukan identifikasi terhadap situasi yang dikatakan sebagai suatu masalah dengan memformulasikan masalah tersebut; (2) Memecahkan masalah yang ada dalam matematika maupun dalam konteks lain, dengan menggunakan pembelajaran berbantuan Cabri Geometry II dapat memberikan informasi-informasi yang lebih geometris dan eksak; (3) Menerapkan dan menggunakan berbagai strategi yang tepat untuk memecahkan masalah, dengan menggunakan pembelajaran berbantuan Cabri Geometry II dapat menemukan beberapa alternatif jawaban soal. Dalam tahap ini juga dilakukan pemecahan masalah berdasarkan penelitian yang telah dilakukan; (4) Mengamati dan merefleksikan dalam proses


(14)

pemecahan masalah matematika, dengan menggunakan pembelajaran berbantuan Cabri Geometry II dapat dilakukan pengecekan terhadap jawaban sesuai dengan apa yang ditanyakan.

Dengan meminimalisasi keterbatasan-keterbatasan pada penelitan terdahulu, baik terhadap analisis stastitik yang digunakan (kualitatif dan kuantitatif), pemilihan subyek penelitian (seluruh karakteristik populasi), topik materi yang sifatnya lebih formal pada jenjang pendidikan sekolah (sekolah menengah pertama), dan klasifikasi kemampuan matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) dirasakan masih perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan Cabry geometry dalam pembelajaran matematika.

Beberapa hal yang masih perlu diungkap lebih jauh berkaitan dengan pembelajaran matematika berdasarkan pendekatan matematika dengan penggunaan Cabry geometry dalam pembelajaran matematika antara lain: (i) Apakah kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geomety II lebih baik daripada kemampuan siswa (tinggi, sedang, rendah) yang memperoleh pembelajaran secara konvensional? (2) Apakah kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan siswa (tinggi, sedang, rendah) yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional? (3) Apakah ada kaitan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri siswa? (4) Bagaimana aktivitas selama proses belajar mengajar siswa


(15)

yang belajar dengan pembelajaran pemecahan masalah geometri berbantuan program Cabri Geometri II dan siswa yang belajar dengan pembelajaran secara konvensional?

Dugaan bahwa kemampuan matematika siswa yang diklasifikasikan kedalam kelompok kemampuan tinggi, sedang, dan rendah memberikan kontribusi pada kemampuan pemecahan masalah dan kreatif geometri, maupun sikap positif terhadap matematika yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar matematika adalah cukup beralasan. Ditinjau dari objek matematika yang terdiri dari fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip menunjukkan bahwa matematika sebagai objek abstrak yang merupakan ilmu terstruktur, akibatnya perlu memperhatikan hirarki dalam belajar matematika. Artinya pemahaman materi atau konsep baru yang mensyaratkan penguasaan materi atau konsep sebelumnya perlu menjadi perhatian dalam urutan proses pembelajaran. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Begle (Darhim, 2004) bahwa salah satu faktor prediktor terbaik untuk hasil belajar matematika adalah hasil belajar matematika sebelumnya, dan peran variabel kognitif lainnya tidak sebesar variabel hasil belajar matematika sebelumnya.

Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memahami matematika. Menurut Galton (Ruseffendi, 1991) dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara distribusi normal. Menurut Ruseffendi (1991), perbedaan kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir, tetapi juga dapat


(16)

dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya pendekatan pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan pendekatan pembelajaran harus dapat mengakomodasi kemampuan geometri siswa yang heterogen sehingga dapat memaksimalkan hasil belajar siswa.

Berkaitan dengan pendekatan pembelajaran dan kemampuan matematika siswa, menurut Ruseffendi (1988) matematika modern lebih baik untuk anak berkemampuan tinggi (pandai) tetapi lebih jelek untuk anak lemah, sedangkan back to basic lebih baik untuk anak kemampuan rendah (lemah) dan lebih jelek untuk anak kemampuan tinggi (pandai). Demikian juga dalam pembelajaran matematika menggunakan Cabry Geometry II, dimana pembelajaran yang merupakan dynamic, eksperimen, observasi, eksplorasi, cepat waktu dan konjektur salah satu karakteristiknya memainkan peranan yang sangat penting dalam membantu siswa menyelesaikan permasalahan matematika.

Kesulitan siswa dalam belajar geometri, rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan persoalan geometri, dan kurangnya tantangan siswa dalam mengerjakan soal, dikarenakan sering mengerjakan soal-soal yang sama. Oleh karena itu, kebijakan untuk menerapkan pembelajaran dalam suatu proses pembelajaran di kelas perlu mempertimbangkan perbedaan kemampuan geometri siswa. Berkaitan dengan pengelompokan kemampuan geometri siswa dilihat berdasarkan hasil dari nilai yang di peroleh pada kompetensi geometri anak sebelumnya yaitu pada bab Sudut.


(17)

Dari uraian diatas, maka diduga pemecahan masalah geometri berbantuan program Cabri Geometry II dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kreatifitas matematis siswa, yang melibatkan cara berpikir dan bernalar melalui kegiatan konstruksi, eksplorasi, dan penemuan; serta melibatkan cara menyampaikan informasi akan tetapi harus didukung dengan fasilitas sekolah yaitu adanya laboratorium komputer, yang mana satu siswa mendapat satu komputer.

Pembelajaran berbasis masalah berbantuan program Cabri Geometry II, diperkirakan dapat memberi konstribusi terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah geometri dan kreatif siswa. Mungkinkah pendekatan pembelajaran pemecahan masalah berbantuan Cabri Geometry II ini mampu memberikan suatu solusi terhadap rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan kreativitas geometri siswa? Hal ini menarik perhatian penulis untuk meneliti apakah pembelajaran pemecahan masalah berbantuan program Cabri Geometry II dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kreativitas geometri siswa?, oleh karena itu penulis mengajukan sebuah study dengan judul : Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Geometri Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajran Berbasis Masalah Berbantuan Program Cabri Geometry II

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan kajian yang telah dibahas pada latar belakang masalah di atas, penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian di Sekolah Menengah


(18)

Pertama yang menggungkap kemajuan kemampuan pemecahan masalah geometri matematik dan berpikir kreatif matematik siswa selama dan setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

Penelitian ini mengajukan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geomety II lebih baik daripada kemampuan siswa tinggi yang memperoleh pembelajaran secara konvensional? 2. Apakah kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geomety II lebih baik daripada kemampuan siswa sedang yang memperoleh pembelajaran secara konvensional? 3. Apakah kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geomety II lebih baik daripada kemampuan siswa rendah yang memperoleh pembelajaran secara konvensional? 4. Apakah kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan siswa tinggi yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?


(19)

5. Apakah kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan siswa sedang yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?

6. Apakah kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan siswa rendah yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?

7. Apakah ada kaitan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri siswa?

8. Bagaimana sikap siswa selama proses belajar mengajar siswa yang belajar dengan pembelajaran pemecahan masalah geometri berbantuan program Cabri Geometri II dan siswa yang belajar dengan pembelajaran secara konvensional?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diajukan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menggungkap proses pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama kelas VIII SMP dan menelaah lebih dalam pengaruh pembelajaran berbasis masalah berbantuan program Cabri Geometry II dalam pembelajaran matematika dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kreativitas


(20)

geometri. Selain itu juga untuk melihat perkembangan kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan pendekatan tersebut di atas.

Untuk lebih rinci tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menelaah kemampuan pemecahan masalah geometri siswa berkenaan dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II, sekaligus membandingkan kualitas hasil kemampuan siswa (tinggi, sedang, rendah) tersebut dengan kemampuan pemecahan masalah geometri pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. 2. Menelaah kemampuan berpikir kreatif geometri siswa berkenaan

dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II, sekaligus membandingkan kualitas hasil kreativitas geometri siswa yang pembelajaran konvensional.

3. Melihat pencapaian kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri geometry II, sekaligus membandingkan dengan pencapaian kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang mengikuti pembelajaran dengan konvensional.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis maupun secara akademik.


(21)

Manfaat Praktis :

1. Sebagai media bagi guru dan calon guru dalam mengenal software-software pembelajaran yang digunakan untuk mendukung pembelajaran matematika di sekolah.

2. Sebagai media bagi guru dan calon guru untuk menggembangkan kemampuan dan keahlian komputer dan mengaplikasikannya dalam pembelajaran matematika.

3. Sebagai media untuk siswa dan guru dalam mengembangkan kemandirian dan kreativitas belajar matematika dengan panduan lembar kerja siswa dalam pembelajaran.

Manfaat Akademik :

1. Mengkaji alternatif pembelajaran khususnya pada pelajaran matematika, yang selama ini biasanya hanya pendektan konvensional yang di laksanakan di kelas saja.

2. Memanfaatkan laboratorium komputer secara optimal dalam pembelajaran matematika.

E. Definisi Operasional

Berikut ini akan disajikan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kemampuan awal matematik siswa, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif geometri dan pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer.


(22)

1. Kemampuan pemecahan masalah geometri adalah kemampuan menyelesaikan masalah menurut Oregon yang meliputi empat kemampuan sebagai berikut :

a. Pemahamaan Konsep b. Proses dan Strategi c. Komunikasi dan Koneksi d. Argumentasi

e. Keakuratan

2. Kemampuan berpikir kreatif geometri adalah kemampuan dalam geometri yang meliputi empat kemampuan sebagai berikut:

a. Kelancaran

Kelancaran adalah kemampuan menjawab masalah geometri secara tepat.

b. Keluwesan

Keluwesan adalah kemampuan menjawab masalah geometri, melalui cara yang tidak baku (beragam).

c. Keaslian

Keaslian adalah kemampuan menjawab masalah geometri dengan menggunakan bahasa, cara, atau idenya sendiri (relatif asli bagi diri sendiri).


(23)

d. Elaborasi

Elaborasi adalah kemampuan memperluas jawaban masalah, memunculkan masalah baru atau gagasan baru (menggungkap secara detail).

3. Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan program Cabri Geometry II adalah pendekatan yang dimulai dengan menyiapkan masalah-masalah yang relevan dengan konsep yang akan dipelajari dan untuk menyelesaikan masalah tersebut siswa harus bekerja sendiri dengan guru sebagai fasilitator. Dalam masalah tersebut, siswa menggunakan alat bantu komputer.

F. Hipotesis

Dari uraian di atas, maka dapatlah diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Kemampuan pemecahan masalah geometri siswa tinggi yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer lebih baik dari pada siswa yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

2. Kemampuan pemecahan masalah geometri siswa sedang yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer lebih baik dari pada siswa yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.


(24)

3. Kemampuan pemecahan masalah geometri siswa rendah yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer lebih baik dari pada siswa yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

4. Kemampuan berpikir kreatif geometri pada siswa tinggi yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer lebih baik dari pada siswa mengikuti proses pembelajaran konvensional.

5. Kemampuan berpikir kreatif geometri pada siswa sedang yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer lebih baik dari pada siswa mengikuti proses pembelajaran konvensional.

6. Kemampuan berpikir kreatif geometri pada siswa rendah yang mengikuti proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan komputer lebih baik dari pada siswa mengikuti proses pembelajaran konvensional.

7. Terdapat hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri.

8. Sikap siswa selama proses belajar mengajar siswa yang belajar dengan pembelajaran pemecahan masalah geometri berbantuan program Cabri Geometri II dan siswa yang belajar dengan pembelajaran secara konvensional?


(25)

(26)

(27)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan eksperimental dengan bentuk desain kelompok kontrol pretes – postes. Desain ini digunakan karena penelitian ini menggunakan kelompok kontrol, adanya dua perlakuan yang berbeda dan pengambilan sampel yang dilakukan secara acak. Desain penelitian yang dilakukan adalah The Randomized Pre-test Pos-test Control Group Design (Fraenkel JR, Wellen, NE, 1993:248). Dipilih dua sampel kelas yang homogen secara acak, dan kepada mereka disajikan pembelajaran yang berbeda.

Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

Kelas Eksperimen : O X1 O Kelas kontrol : O X2 O Dimana : O: Observasi pretes / postes

X1: Perlakuan dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II.

X2: Perlakuan dengan pembelajaran biasa yang tidak menggunakan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II.

Pengukuran/observasi kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri siswa dilakukan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan baik


(28)

kepada kelompok eksperimen maupun kepada kelompok kontrol. Pengukuran sebelum diberikan perlakuan (pretes) bertujuan untuk melihat kesetaraan kemampuan awal kedua kelompok.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengambil populasi penelitiannya adalah SMP Aloysius Bandung. Sekolah tersebut berada di kota Bandung. Sedangkan siswanya setiap tingkat ada lima kelas.

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 8 atau VIII SMP Aloysius Bandung. Sedangkan sampel penelitiannya diambil 2 kelas dengan cara acak menurut kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol dari 5 kelas siswa.

C. Instrumen Penelitian

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan lima macam instrumen penelitian, yaitu: tes pemecahan masalah dan berpikir kreatif berbentuk uraian, angket kemandirian belajar siswa dengan model skala Likert dan lembar observasi terhadap pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri geometry II. C.1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif

a. Penyusunan Tes

Tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif siswa berupa pretes dan postes. Topik bahasan tes tersebut, yaitu garis singgung lingkaran. Soal dalam tes ini disusun dalam soal berbentuk uraian. Selanjutnya pemberian skor


(29)

untuk setiap butir soal dilakukan dengan mengikuti pedoman penskoran sebagai berikut:

Tabel 3.1

Pedoman Pemberian Skor Soal Kemampuan Pemecahan masalah (Oregon Mathematics Problem Solving Scoring Guide)

Skor 1 2 3 4 5 6

Pemahaman

Konsep Jawaban Jawaban Jawaban Jawaban Jawaban Memberikan (Conceptual

understanding) tidak Tidak Mengarah Sesuai Dilengkapi alternatif Proses dan

strategi mengarah Spesifik Pada Dengan Dengan solusi

(Processes ano

Strategies) ke solusi atau hanya solusi, Solusi Langkah yang lain

Komunikasi dan

Koneksi (Minimal sekedar Tetapi Seharusnya Langkah (enhanced)

(Communication

ano ineffective garis Belum (complete) penyelesaian

Connecting Path) or besarnya saja Lengkap yang rinci Argumentasi not evident (underdevelop (partially

(Verification) or sketchy) Effective

or partially

complete)

Keakuratan Jawaban Jawaban Jawaban

(Accuracy) salah atau benar, benar dan

benar tetapi Tetapi lengkap

tidak Terdapat (completely

didukung Sedikit correct)

Oleh Kesalahan

langkah (correct up

langkah to a minor

yang benar mistake)

(Incorrect or correct albeit unsupported by the student's work)


(30)

Tabel 3.2

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Berpikir Kreatif

Skor 1 2 3 4

Kelancaran

(fluency)

Keluwesan Menghasilkan Menghasilkan Jawaban yang Jawaban

(flexibility) banyak jawaban tidak lazim, Terperinci

Keaslian gagasan

yang

bervariasi, yang lain dari dengan

(originality) atau jawaban pemikiran yang yang lain detail dan dapat

Penguraian yang relevan berbeda-beda memperluas

(elaboration) Jawaban

Perumusan

Kembali

(reoefition)

Adanya sebuah pedoman pemberian skor dimaksudkan agar terjadinya sebuah hasil yang obyektif karena pada setiap langkah jawaban yang dinilai pada jawaban siswa selalu berpedoman pada patokan yang jelas sehingga mengurangi kesalahan pada penilaian.

Tes kemampuan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif siswa ini terdiri dari 6 butir soal berbentuk uraian. 3 soal untuk pemecahan


(31)

masalah dan 3 untuk berpikir kreatif. Tiap butir soal diperkirakan dapat diselesaikan dalam 10 sampai 15 menit sehingga alokasi untuk pelaksanaan tes ini 90 menit. Skor maksimum untuk soal pemecahan masalah adalah 30 untuk 1 soal sedangkan untuk berpikir kreatif 20 untuk 1 soal . Sehingga skor ideal untuk tes pemecahan masalah adalah 90, dan tes berpikir kreatif 60. Kisi-kisi dan soal tes dapat dilihat pada Lampiran B.

b. Analisis Tes

Untuk memperoleh perangkat tes yang memenuhi kriteria tes yang baik, maka sebelum dapat digunakan, tes yang telah disusun dikonsultasikan validitas isi (content validity) dan validitas mukanya (face validity) kepada sesama peneliti untuk mendapatkan masukan, baru kemudian kepada pembimbing. Validitas isi suatu tes artinya ketepatan tes tersebut ditinjau dari segi materi yang diajukan, yaitu materi (bahan) yang dipakai sebagai tes tersebut merupakan sampel representative dari pengetahuan yang harus dikuasai (Suherman, 2001). Validitas muka disebut juga validitas bentuk soal atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain. Validitas lain yang harus diperiksa adalah validitas empiris yaitu validitas yang diperoleh dengan melalui observasi atau pengalaman empiric, menggunakan criteria untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas yang dibuat melalui perhitungan korelasi. Validitas ini diketahui setelah perangkat tes diujicobakan. Setelah mendapat masukan tentang validitas tes pada beberapa soal dilakukan revisi seperlunya. Selanjutnya tes diuji cobakan dan


(32)

dianalisis validitas empiriknya, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukarannya. Sebelum diujicobakan pada siswa kelas 3 (IX) SMP Alloysius Bandung. Setelah dilakukan pemeriksaan dan pemberian skor terhadap jawaban siswa, maka kegiatan selanjutnya adalah menganalisa tes berdasarkan skor jawaban yang diperoleh. Berikut adalah hasil analisis validitas empiriknya, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran dari tes.

1) Analisis Validitas Tes

Klasifikasi koefisien validitas menurut Guilford (Suherman dalam Putri,2006) adalah:

Tabel 3.3.

Klasifikasi Koefisien Validitas Nilai rxy Interpretasi 0,90 < rxy ≤ 1,00

0,70 < rxy ≤ 0,90

0,40 < rxy≤ 0,70

0,20 < rxy≤ 0,40

0,00 < rxy≤ 0,20

rxy ≤ 0,00

Sangat tinggi Tinggi (baik) Sedang (cukup) Rendah Sangat rendah Tidak valid

Gambaran hasil perhitungan signifikasi dan derajat validitas butir soal dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini.

Tabel 3.4.

Perhitungan Validitas Tes Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif No. Butir

Soal Korelasi

Interpretasi

Validitas Signifikansi 1 0.895 Tinggi (baik) Sangat Signifikan 2 0.792 Tinggi (baik) Sangat Signifikan 3 0.841 Tinggi (baik) Sangat signifikan 4 0.791 Tinggi (baik) Sangat Signifikan 5 0.881 Tinggi (baik) Sangat Signifikan 6 0.755 Tinggi (baik) Sangat Signifikan


(33)

Jadi dari 6 soal yang digunakan untuk menguji kemampuan tersebut berdasarkan kriteria validitas tes dari Guilford diperoleh 6 soal mempunyai validitas tinggi atau baik. Artinya tidak semua soal mempunyai validitas yang baik.

Selanjutnya, dari hasil perhitungan validitas dari Anates V4 diperoleh nilai korelasi xy = 0,63 untuk tes pemecahan masalah dan berpikir kreatif, apabila di interpretasikan berdasarkan kriteria validitas tes dari Guilford maka dapat dikatakan bahwa soal tes pemecahan masalah dan berpikir kreatif secara keseluruhan memiliki validitas sedang atau cukup.

2) Analisis Reliabilitas Tes

Klasifikasi koefisien reliabilitas menurut Guilford (Suherman dalam Putri, 2006) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5.

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Nilai

r

11 Interpretasi 0,00 – 0,20

0,20 – 0,40 0,40 – 0,70 0,70 – 0,90 0,90 – 1,00

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian dapat menggunakan rumus Alpha, tetapi disini penulis langsung menggunakan program Anates V4 seperti pada perhitungan validitas soal dan hasilnya dapat dilihat pada lampiran. Dari hasil perhitungan didapat nilai korelasi

r

11 = 0,81 untuk soal pemecahan masalah. Dari nilai tersebut jika di interpretasikan


(34)

berdasarkan kriteria reliabilitas tes dari Guilford maka dapat dikatakan bahwa soal tes pemecahan masalah secara keseluruhan memiliki reliabilitas yang tinggi. 3) Analisis Daya Pembeda

Menentukan Daya Pembeda (DP) dari tiap soal. Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi atau pandai (termasuk dalam kelompok unggul) dengan siswa yang berkemampuan rendah atau kurang (termasuk kelompok asor). Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik jika siswa yang pandai dapat mengerjakan dengan baik dan siswa yang berkemampuan kurang tidak dapat mengerjakannya dengan baik. Proses penentuan kelompok unggul dan kelompok asor ini adalah dengan cara terlebih dahulu mengurutkan skor total setiap siswa mulai dari skor tertinggi sampai dengan yang terendah (menggunakan perhitungan dengan AnatesV4) yang dapat dilihat dalam lampiran. Dari hasil perhitungan tersebut dapat langsung dilihat daya pembeda dari tiap butir soal.

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang digunakan menurut To (dalam Putri, 2006) adalah sebagai berikut:

Negatif – 10% = sangat buruk, harus dibuang 10% – 19% = buruk, sebaiknya dibuang

20% – 29% = agak baik, kemungkinan perlu direvisi 30% – 49% = baik

50% keatas = sangat baik

Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda tiap butir soal yang kemudian di interpretasikan dengan klasifikasi daya pembeda dari To, yang secara terinci disajikan pada Tabel 3.6. dibawah ini:


(35)

Tabel 3.6.

Daya Pembeda Tiap Butir Soal Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif

Jenis Tes Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,36 Baik

Pemecahan Masalah 2 0,43 Baik

4 0,50 Baik sekali

5 0,36 Baik

Kreatif 3 0,37 Baik

6 0,39 Baik

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal tes pemecahan masalah yang terdiri dari 3 soal tes, terdapat dua soal yang memiliki daya pembeda yang baik yaitu soal nomor 1 dan 2, dan terdapat satu soal yang daya pembedanya baik sekali yakni soal nomor 4 dan untuk soal berpikir kreatif soal nomor 3, 5 dan 6 memiliki daya pembeda yang baik sehingga dapat digunakan.

4) Analisis Tingkat Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu, yang biasanya dinyatakan dengan indeks atau persentase. Semakin besar persentase tingkat kesukaran maka semakin mudah soal tersebut.

Klasifikasi interpretasi untuk tingkat kesukaran soal yang digunakan menurut To (dalam Putri, 2006) adalah:

0% – 15% = sangat sukar 16% – 30% = sukar

31% – 70% = sedang 71% – 85% = mudah


(36)

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan AnatesV4, diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal yang rangkumannya secara terinci disajikan pada Tabel 3.7 berikut ini:

Tabel 3.7.

Tingkat Kesukaran Tiap Butir Soal Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Geometri

Jenis Tes Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 0,70 Sedang

Pemecahan Masalah 2 0,58 Sedang

4 0,30 Sukar

5 0,69 Sedang

Kreatif 3 0,70 Sedang

6 0,70 Sedang

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal yang mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa yang terdiri dari 3 soal tes, terdapat satu soal yang memiliki tingkat kesukaran yang mudah yaitu soal nomor 4; dan dua soal yaitu soal nomor 1 dan 2 memiliki tingkat kesukaran yang sedang; sedangkan untuk soal kemampuan berpikir kreatif soal nomor 3, 5 dan 6 tingkat kesukarannya sedang.

5) Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes

Kesimpulan dari semua perhitungan analisis hasil uji coba soal tes pemecahan masalah dan berpikir kreatif disajikan secara lengkap pada Tabel 3.8 dibawah ini:


(37)

Tabel 3.8.

Rekapitulasi Analisis Hasil Uji coba Soal Tes Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif

Jenis Tes

Nomor Soal

Interpretasi TK

Interpretasi DP

Interpretasi

Validitas Reliabilitas

1 Sedang Baik Valid

Pemecahan

Masalah 2 Sedang Baik Valid 0, 830

4 Sukar Baik sekali Valid

3 Sedang Baik Valid

Kreatif 5 Sedang Baik Valid 0,848

6 Sedang Baik Valid

C.2. Analisa Skala Siswa

Skala siswa digunakan untuk memperoleh data mengenai tanggapan siswa terhadap model pembelajaran menggunakan komputer. Indikator yang digunakan dalam penyusunana angket adalah pendapat siswa tentang penggunaan komputer dalam pembelajaran matematika mengenai petunjuk dan keterbacaan program, pemahaman konsep, ketrampilan menggunakan program dan kesulitan tes.

Skala kemandirian belajar ini terdiri dari pernyataan positif dan negatif, yang harus direspon oleh siswa dengan pilihan STS (sangat tidak setuju), TS (tidak setuju), S (setuju), dan SS (sangat setuju). Respon siswa terhadap pernyataan positif diberikan skor STS = 1, TS = 2, S = 3, dan SS = 4. Sedangkan Respon siswa terhadap pernyataan negatif diberikan skor STS = 4, TS = 3, S = 2, dan SS = 1. Secara lengkap, kisi-kisi dan angket skala kemandirian belajar dapat dilihat pada Lampiran B.


(38)

C.3. Lembar Observasi

Tujuan dari lembar observasi ini adalah untuk mengetahui kekurangan-kekurangan terhadap proses pembelajaran sehingga pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Adapun dalam penelitian ini, dalam melakukan observasi setiap tindakan yang diambil yaitu aktivitas atau kinerja guru dan aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen. Lembar observasi digunakan pada kelas eksperimen karena indikator-indikator pengamatan yang dikembangkan dibuat khusus untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II dalam aspek kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri siswa. Observernya dilakukan oleh guru pamong sekolah tempat penelitian. Secara lengkap, lembar observasi belajar pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II dapat dilihat pada Lampiran B.

D. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

Data yang di kumpulkan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menentukan sumber data terlebih dahulu, kemudian jenis data, teknik pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan data secara lengkap dituangkan dalam tabel 3.11 berikut:


(39)

Tabel 3.11 teknik pengumpulan data No Sumber

data

Jenis Data Tehnik

Pengumpulan data

Instrumen

1 Siswa Pemahaman konsep siswa sebelum

pemanfaatan program Komputer

Pretes Butir soal uraian untuk pemahaman konsep

2 Siswa Tanggapan siswa terhadap model pembelajaran

Penyebaran angket dan wawancara

Skala dan pedoman wawancara

3 Siswa Pemahaman konsep siswa setelah pemanfaatan pembelajaran computer

Postes Butir soal uraian untuk pemahaman konsep

4 Guru Tanggapan guru terhadap pemanfaatan pembelajaran

komputer, termasuk kendala yang dihadapi

Wawancara Pedoman Wawancara

Sebelum dilakukan analisis data, seluruh siswa yang menjadi subyek penelitian dikelompokkan ke dalam tiga kategori. Pengelompokkan ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan siswa tersebut pada kelompok tinggi, sedang, dan rendah.


(40)

1. Pengelompokkan Siswa

Pengelompokkan dilakukan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah geometri dan berpikir kreatif geometri yang terjadi pada siswa berbeda menurut kategori yaitu: kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah. Pengelompokkan ini dilakukan menurut kemampuan matematik siswa dari materi sebelumnya atau hasil rata-rata ujian blok siswa.

Untuk menentukan jumlah siswa anak yang berada pada ,masing-masing kelompok siswa, maka digunakan pedoman yang dikemukakan Arikunto (2007:264) yang menggunakan rerata kelas dan simpangan baku:

1) Bila rerata nilai tes harian siswa berada pada interval lebih dari atau sama dengan ̅ + s, maka siswa dikelompokkan dalam kelompok atas.

2) Bila rerata nilai tes harian siswa berada pada interval ̅ – s sampai ̅ + s maka siswa dikelompokkan dalam kelompok sedang.

3) Bila rerata nilai tes harian siswa berada pada interval kurang dari atau sama dengan ̅ – s maka siswa dikelompokkan dalam kelompok bawah.

Tabel 3.12 Distribusi Kategori Siswa

No Kategori Rentang Jumlah Siswa

1 Tinggi 7,45 – 8,25 4

2 Sedang 6,56 – 7,44 6

3 Rendah 6,00 – 6,55 8

2. Gain Normal

Untuk melihat peningkatan pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus gain skor normal:


(41)

= Meltzer (2002) Keterangan:

= .

= .

= ! " # .

Kategori: Tinggi : g > 0,7 ;

Sedang: 0,3 ≤ ≤ 0,7 ; Rendah: g < 0,3

3. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan terhadap data pretes dan postes pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri. Uji normalitas menggunakan program SPSS for Windows versi standar 13.00.

Untuk mengetahui benar tidaknya kemampuan pemecahan masalah dan kreatif geometri kelompok eksperimen lebih menyebar dibanding kelompok kontrol perlu diuji secara statistik.

Uji normalitas data skor pertes, skor postes, dan skor N-Gain kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan kreatif geometri siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, menggunakan rumus hipotesis kerja:

H0 : Data berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 : Data berasal dari populasi tidak berdistribusi normal

Dengan kriteria pengujian: tolak Ho jika Signifikansi (2-tailed) output SPSS<*


(42)

4. Uji Homogenitas

Uji homogenitas antara dua varians pada skor N-Gain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dengan uji Levene dengan rumusan hipotesis kerja:

H0 : (.*+) = (.++) Varians populasi skor kedua kelompok homogen.

H1 : (.*+) ≠ (.++) Varians populasi skor kedua kelompok tidak

homogen.

.*+= Varians skor kelompok eksperimen

.++= Varians skor kelompok kontrol

Dengan kriteria pengujian: tolak Ho jika Signifikansi output SPSS < , Uji kesamaan rata-rata pada skor pretes, postes, dan N-Gain antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menggunakan uji satu pihak (pihak kanan) untuk menguji rumusan hipotesis kerja:

H0 : 1* = 1+ : Rata-rata kedua kelompok sama

H1 : 1* > 1+: Rata-rata kelompok eksperimen lebih besar dari

kelompok kontrol

1* = Rata-rata kelompok eksperimen

1+ = Rata-rata kelompok kontrol

Dengan kriteria pengujian satu arah: tolak Ho jika signifikansi output SPSS < ,.


(43)

5. Menguji Asosiasi antara Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Geometri

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan atau keterkaitan (assosiasi) antara kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan kreatif geometri siswa, digunakan uji independensi antara dua faktor dengan rumus Chi-Kuadrat ( 3+) untuk menguji hipotesis penelitian yaitu: ”Terdapat hubungan (assosiasi) antara kemampuan pemecahan masalah dan kreatif geometri siswa.” dengan rumusan hipotesis kerja:

H5 ∶ Kedua faktor bebas statistik (tidak ada keterkaitan)

H* ∶ Kedua faktor tidak bebas statistik ( ada keterkaitan)

Kriteria pengujian ialah: tolak Ho jika pada taraf konfidensi 95% atau

, = 0,05 nilai 3+89:;<= > 3+: > ?

389:;<=+ = @ @(A9B− D9B)+

D9B E

BF* G 9FB

dengan D9B = (H95 H5B)/H (Sudjana, 2005:279) Besarnya derajat hubungan kedua faktor dihitung menggunakan rumus koefisien kontingensi J = K LM

LMNO yang dibandingkan terhadap koefisien kontingensi maksimum J = K * dengan m adalah minimum dari banyak baris (B) dan banyak kolom (K) pada tabel kontingensi B/K.


(44)

6. Uji Perbedaan Rata-Rata antara Tiga Kelompok pada Kelompok Eksperimen.

Menguji hipotesis perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif siswa berdasarkan kelompok siswa, hipotesis yang diuji:

Ho : 1* = 1+ = 1P

H1 : paling sedikit satu tanda “sama dengan” tidak berlaku.

Dengan 1* = rerata kelompok atas, 1+ = rerata kelompok sedang, dan

1P = rerata kelompok bawah. Rumus statistik yang digunakan adalah ANOVA Satu Jalur:

F = QRE

QRES (Ruseffendi, 1993:412)

Keterangan:

RJKa = varians antar kelompok.

RJKI = varians antar kekeliruan pemilihan sampel.

Kriteria uji: tolak Ho jika Fhitung≥ Ftabel, dalam hal lainnya diterima.

Sebelumnya dilakukan uji kenormalan, hipotesis yang diuji adalah: H0 : Data berdistribusi normal.

H1 : Data tidak berdistribusi normal.

Apabila data yang diperoleh tidak berdistribusi normal, maka pengujiannya menggunakan uji non parametrik untuk tiga sampel yaitu uji Kruskal-Wallis (Ruseffendi, 1993).

7. Analisis Sikap Siswa

Untuk mengetahui kualitas sikap siswa terhadap pelajaran matematika, pembelajaran menggunakan Cabri Geometry II, serta soal-soal pemecahan


(45)

masalah dan berpikir kreatif geometri dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: pemberian skor butir skala sikap dengan berpedoman kepada model skala Likert, mencari skor netral butir skala sikap, membandingkan skor sikap siswa untuk setiap item, indikator dan klasifikasi skala sikap dengan sikap netralnya, untuk melihat kecenderungan sikap siswa. Sikap siswa dikatakan positif jika skor sikap siswa lebih besar dari sikap netralnya, sebaliknya disebut negatif jika skor sikap siswa lebih kecil dari skor netralnya.

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa skala sikap yang digunakan berdasarkan skala Likert dari Fennema-Sherman yang memuat sembilan komponen. Setiap komponen terdiri dari 24 pernyataan masing-masing 12 pernyataan positif dan 12 pernyataan negatif yang dilengkapi dengan lima pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Skor untuk setiap pilihan jawaban dari setiap pernyataan berturut-turut 5, 4, 3, 2, 1 untuk pernyataan positif, dan sebaliknya 1, 2, 3, 4, 5 untuk pernyataan negatif. Sebagai contoh, pernyataan berikut.

Ibu saya menyukai matematika. STS TS N S SS misalnya seorang siswa menjawab pernyataan di atas dengan memberi tanda

silang pada hurup S, karena pernyataan tersebut positif maka skor siswa untuk pernyataan itu adalah 4. Sikap positif siswa terhadap matematika dinyatakan sebagai total dari skor sikap.

Analisis hasil skala Skala sikap ini menggunakan metode Subino (1987), yang terdiri atas beberapa tahapan:


(46)

a. Menentukan kriteria skor dari jawaban, skor ini merupakan skor proporsional kumulatif dari frekuensi jawaban yang didapat dari sampel, kemudian ditransformasi ke skor z.

b. Setelah skor dari jawaban didapat, dilakukan validitas pernyataan, dengan metode uji-t satu arah. Pernyataan dinyatakan valid apabila nilai p < 0,05. c. Perhitungan skor netral, yaitu rata-rata skor dari tiap aspek, dan

perhitungan skor skala sikap siswa. Apabila nilai skor skala sikap siswa lebih besar daripada rata-rata skor netral, maka dapat dikatakan bahwa skor skala sikap siswa terhadap pembelajaran ini bersifat positif

Jawaban skala Skala sikap siswa dianalisis dengan metode Subino (1987), yang menentukan kriteria skor dari jawaban, dan skor ini merupakan skor proporsional kumulatif dari frekuensi jawaban yang didapat dari sampel, kemudian ditransformasi ke skor z. Setelah skor dari jawaban didapat, dilakukan validasi pernyataan, dengan metode uji-t satu arah dengan rumus ) 1 ( 2 ) ( 2 ) ( *

−Σ −

+ − Σ − = n n b x b x a x a x b a x x

b (Subino, 1987)

dengan xa dan xb berturut-turut adalah rataan kelompok atas dan bawah, n = banyak subjek.

Apabila t* > ttabel (atau nilai-p < 0,05), maka butir skala sikap siswa dinyatakan valid dan dapat digunakan.

Untuk memperhatikan apakah skor skala Skala sikap siswa positif atau tidak, dilakukan perhitungan skor netral, yaitu rata-rata skor dari tiap


(47)

pernyataan, dan perhitungan skor dari jawaban siswa. Apabila skor siswa lebih besar dari rata-rata skor netral, maka dapat dikatakan secara umum Skala sikap dari siswa bersifat positif terhadap pembelajaran yang diterapkan.

8. Data Obsevasi

Pada setiap pertemuan di kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan pendekatan berbasis masalah, observasi dilakukan oleh guru matematika. Kegiatan pengamatan ini berpedoman pada lembar observasi dan dilakukan sebaik mungkin, hingga tidak mengganggu atau mempengaruhi aktivitas siswa di kelas selama pembelajaran. Aktivitas siswa yang diamati terdiri dari delapan aspek yang tercantum pada lembar observasi.

Hasil observasi merupakan data aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Data hasil observasi dinyatakan dengan skor 5, 4, 3, 2, dan 1 untuk setiap aspek yang diobservasi, skor tertinggi menunjukkan aktivitas yang sering terjadi dan skor terendah menunjukkan aktivitas yang tidak pernah terjadi. Skor hasil observasi ini dianalisis dengan cara mencari rata-ratanya kemudian dibandingkan dengan skor netralnya.


(48)

3.1 Alur Kegiatan Penelitian


(49)

(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dalam Bab IV, diperoleh beberapa kesimpulan:

1. Siswa kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geomety II lebih baik daripada kemampuan siswa tinggi yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

2. Siswa kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geomety II lebih baik daripada kemampuan siswa sedang yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

3. Siswa kemampuan pemecahan masalah geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geomety II lebih baik daripada kemampuan siswa rendah yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

4. Siswa kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan siswa tinggi yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

5. Siswa kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah


(51)

berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan siswa sedang yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

6. Siswa kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan siswa rendah yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

7. Terdapat asosiasi yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri. Dengan derajat asosiasi (ketergantungan) kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri termasuk ke dalam kategori sedang.

8. Dalam kelas dengan pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II, siswa yang memiliki rasa antusias dan minat untuk lebih mendalami lebih lanjut matematika, selain itu berdasarkan slaka sikap siswa, siswa lebih tertarik dengan pembelajaran-pembelajaran yang baru.

B. Saran

Beberapa saran atau rekonmendasi yang dapat dikemukakan:

1. Pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran di kelas (daripada pembelajaran konvensional ‘murni’ yang sudah tidak sesuai dalam masa ini), karena


(52)

Cabri Geometry II menyediakan suatu lingkungan belajar interaktif. Hanya perlu diperhatikan bahwa tidaklah mudah untuk memulai dengan masalah dalam tiap topik geometri.

2. Untuk topik geometri, pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II memakan waktu lebih lama dari pembelajaran konvensional. Jadi, disarankan Cabri Geometry II diterapkan pada topik-topik matematika yang esensial, sehingga konsep topik-topik ini dapat lebih dipahami secara mendalam.

3. Membiasakan peserta didik dengan masalah, mengingat dalam dunia nyata terdapat sebagian besar masalah mempunyai solusi banyak dan benar. 4. Pengajar bertindak sebagai fasilitator, tidak menggurui, tidak memberikan

solusi, tidak memberikan rumus/dalil/formula yang diperlukan dalam suatu masalah, karena peserta didiklah yang harus mencari atau mengkonstruksi sendiri.

5. Penelitian ini dapat diterapkan dalam skala populasi yang lebih besar, dan ukuran sampel yang lebih besar pula, mengingat masih banyak kemampuan geometri yang belum tergali keterkaitannya dengan peningkatan pemecahan masalah geometri, seperti kemampuan siswa berpikir geometri tingkat tinggi.


(53)

Arnawa, M. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pembuktian Mahasiswa dalam

Aljabar Abstrak melalui Pembelajaran Berdasarkan teori APOS. Bandung:

Desertasi UPI, Tidak dipublikasikan.

Bandura, A. (1994). Self-Efficacy. Dalam V. S. Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia

of Human Behavior, Vol. 4. New York: Academic Press. [Online]. Tersedia:

http://www.des.emory.edu/mfp/BanEncy.html

______. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and Company.

Barrett, T et al., (2005). Handbook of Enquiry & Problem Based Learning. Barrett, T., Mac Labhrainn, I., Fallon, H. (Eds). Galway: CELT. [Online]. Tersedia http://www.nuigalway.ie/celt/pblbook [25 Februari 2008].

Begle, E.G. (1979). Critical Variabels in Mathematics Education. Washington D.C: The Mathematical Association of America and NCTM.

Clements, D.H. dan Battista, M. 1992. Geometry and Spatial Reasoning. Dalam D.A.Grouws (editor), Handbook of Research on Mathematics Teaching and

Learning. New York : Macmillan Publishing Company.

Darhim (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Konstekstual terhadap Hasil

Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika.

Disertasi Doktor pada PPS UPI. : Tidak Diterbitkan.

Darmawijaya S. 2002. Basis Kompetensi Lulusan Suatu Jenjang Pendidikan. Kumpulan Makalah, Pelatihan. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. Duch, B.J., Groh, S.E., dan Allen, D.E. (2001). Why Problem-Based Learning: A

Case Study of Institutional Change in Undergraduate Education. Dalam B.J. Duch, S.E. Groh, dan D.E. Allen (Eds): The Power of Problem-Based

Learning. Virginia, Amerika: Stylus Publishing.

Erickson, D.K. (1999). A Problem-Based Approach to Mathematics Instruction. The Mathematics Teacher. Vol. 92, No. 6, pp. 516-521


(54)

Hackett, G. dan Betz, N. E. (1989). An Exploration of the Mathematics Self-Efficacy/Mathematics Performance Correspondence. Journal for Research in

Mathematics Education, 20.

Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP. Bandung: Disertasi UPI.

Tidak dipublikasikan.

http://www.chartwellyorke.com/gettingstarted.pdf http://www.pf.jcu.cz/cabri/examples/index.html

Jacobs, H R. 1974. Geometry. W. H. Freeman And Company San Francisco.

Lee, M.G.C, dan O. S, Tan, (2004). Collaboration, Dialogue, and Critical Openness Through Problem-Based Learning Processes. Dalam Tan (ed.) Enhancing

Thinking Through Problem-Based Learning Approaches. Singapore: Thomson

Learning.

Mandell C J. & Mandell, S L. (1989): Computer in Education Today.

Mariotti, M. A. (2002). The Influence of Technological Advances on Students

Mathematical Learning. (Dalam: Handbook of International Research in Mathematical Education. Ed. Lyn D. English). New Jersey: NCTM

Marpaung, Y. 2002. Perubahan Paradigma Pembelajaran di Sekolah. Kumpulan Makalah, Universitas Sanata Dharma.

Nurkancana. 1983. Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional. Rudhito, M. A (2001): Mengapa Realistic Mathematic Education (RME)?.


(55)

[19 Mei 2005].

Ruseffendi, E. T. 1985. Pengajaran Matematika Modern Untuk Orang Tua Murid

Guru dan SPG Seri ke Enam. Bandung. Tarsito.

Ruseffendi, E, T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsido

Ruseffendi, H.E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito.

Sabandar, J. 2002. Pembelajaran Geometri Dengan Menggunakan Cabri Geometry

II. Kumpulan Makalah, Pelatihan. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Sardiman. 1986. Interaksi dan motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : CV. Rajawali. Subino. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Sobel, M A. dan Maletsky, Evan M. 2001. Mengajar Matematika. Jakarta : Erlangga. Stepien, W.J (1997). Design Problem-based Learning Unit. Journal for the

Education of the Gifted, 20(4), 380-400.

Sudjana, N Dr dan Rivai A Drs. 2002. Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Sugijono, M. Cholik A. 2004. Matematika untuk SMP. Jakarta : Erlangga.

Suharta, I. Gusti Putu (2001): Pembelajaran Pecahan Dalam Matematika Realistik, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional RME di UNESA, Surabaya tanggal 24 februari 2001.


(56)

Tall, D.O. (1995). Cognitive Growth in Elementary and Advanced Mathematical Thinking. Conference of the International Group for the Psychology of

Learning Mathematics,Recife, Brazil, July 1995, Vol I.

_______. (1991). The Psychology of Advanced Mathematical Thinking. Dalam D.O. Tall, (ed), Advanced Mathematical Thinking. The Netherlands: Kluwer Academic Publishers.

Tampomas, H Drs. M. M. 2001. Cermat Matematika SLTP. Jakarta : Yudhistira. Venkatachary, R. (2004). Keeping the Promise of Rigour and Content in PBM

Curriculum Design Issues in the One Day One Problem Pedagogy.


(1)

berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan

siswa sedang yang memperoleh pembelajaran matematika secara

konvensional.

6.

Siswa kemampuan berpikir kreatif geometri siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah

berbantuan Program Cabri Geometry II lebih baik daripada kemampuan

siswa rendah yang memperoleh pembelajaran matematika secara

konvensional.

7.

Terdapat asosiasi yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah

dan berpikir kreatif geometri. Dengan derajat asosiasi (ketergantungan)

kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif geometri termasuk ke

dalam kategori sedang.

8.

Dalam kelas dengan pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis

masalah berbantuan Cabri Geometry II, siswa yang memiliki rasa antusias

dan minat untuk lebih mendalami lebih lanjut matematika, selain itu

berdasarkan slaka sikap siswa, siswa lebih tertarik dengan

pembelajaran-pembelajaran yang baru.

B.

Saran

Beberapa saran atau rekonmendasi yang dapat dikemukakan:

1.

Pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri Geometry II dapat

menjadi salah satu alternatif pembelajaran di kelas (daripada pembelajaran

konvensional ‘murni’ yang sudah tidak sesuai dalam masa ini), karena


(2)

Cabri Geometry II menyediakan suatu lingkungan belajar interaktif. Hanya

perlu diperhatikan bahwa tidaklah mudah untuk memulai dengan masalah

dalam tiap topik geometri.

2.

Untuk topik geometri, pembelajaran berbasis masalah berbantuan Cabri

Geometry II memakan waktu lebih lama dari pembelajaran konvensional.

Jadi, disarankan Cabri Geometry II diterapkan pada topik-topik matematika

yang esensial, sehingga konsep topik-topik ini dapat lebih dipahami secara

mendalam.

3.

Membiasakan peserta didik dengan masalah, mengingat dalam dunia nyata

terdapat sebagian besar masalah mempunyai solusi banyak dan benar.

4.

Pengajar bertindak sebagai fasilitator, tidak menggurui, tidak memberikan

solusi, tidak memberikan rumus/dalil/formula yang diperlukan dalam suatu

masalah, karena peserta didiklah yang harus mencari atau mengkonstruksi

sendiri.

5.

Penelitian ini dapat diterapkan dalam skala populasi yang lebih besar, dan

ukuran sampel yang lebih besar pula, mengingat masih banyak kemampuan

geometri yang belum tergali keterkaitannya dengan peningkatan

pemecahan masalah geometri, seperti kemampuan siswa berpikir geometri

tingkat tinggi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arnawa, M. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pembuktian Mahasiswa dalam

Aljabar Abstrak melalui Pembelajaran Berdasarkan teori APOS. Bandung:

Desertasi UPI, Tidak dipublikasikan.

Bandura, A. (1994). Self-Efficacy. Dalam V. S. Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia

of Human Behavior, Vol. 4. New York: Academic Press. [Online]. Tersedia:

http://

www.des.emory.edu/mfp/BanEncy.html

______. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman

and Company.

Barrett, T et al., (2005). Handbook of Enquiry & Problem Based Learning. Barrett,

T., Mac Labhrainn, I., Fallon, H. (Eds). Galway: CELT. [Online]. Tersedia

http://www.nuigalway.ie/celt/pblbook

[25 Februari 2008].

Begle, E.G. (1979). Critical Variabels in Mathematics Education. Washington D.C:

The Mathematical Association of America and NCTM.

Clements, D.H. dan Battista, M. 1992. Geometry and Spatial Reasoning. Dalam

D.A.Grouws (editor), Handbook of Research on Mathematics Teaching and

Learning. New York : Macmillan Publishing Company.

Darhim (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Konstekstual terhadap Hasil

Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika.

Disertasi Doktor pada PPS UPI. : Tidak Diterbitkan.

Darmawijaya S. 2002. Basis Kompetensi Lulusan Suatu Jenjang Pendidikan.

Kumpulan Makalah, Pelatihan. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Duch, B.J., Groh, S.E., dan Allen, D.E. (2001). Why Problem-Based Learning: A

Case Study of Institutional Change in Undergraduate Education. Dalam B.J.

Duch, S.E. Groh, dan D.E. Allen (Eds): The Power of Problem-Based

Learning. Virginia, Amerika: Stylus Publishing.

Erickson, D.K. (1999). A Problem-Based Approach to Mathematics Instruction. The

Mathematics Teacher. Vol. 92, No. 6, pp. 516-521


(4)

Evensen, H.D. (2000). Problem-based Learning. A Research Perspective on Learning

Instructions. London: Lawrence Erlbaum Associates.

Hackett, G. dan Betz, N. E. (1989). An Exploration of the Mathematics

Self-Efficacy/Mathematics Performance Correspondence. Journal for Research in

Mathematics Education, 20.

Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP. Bandung: Disertasi UPI.

Tidak dipublikasikan.

http://www.chartwellyorke.com/gettingstarted.pdf

http://www.pf.jcu.cz/cabri/examples/index.html

Jacobs, H R. 1974. Geometry. W. H. Freeman And Company San Francisco.

Lee, M.G.C, dan O. S, Tan, (2004). Collaboration, Dialogue, and Critical Openness

Through Problem-Based Learning Processes. Dalam Tan (ed.) Enhancing

Thinking Through Problem-Based Learning Approaches. Singapore: Thomson

Learning.

Mandell C J. & Mandell, S L. (1989): Computer in Education Today.

Mariotti, M. A. (2002). The Influence of Technological Advances on Students

Mathematical Learning. (Dalam: Handbook of International Research in

Mathematical Education. Ed. Lyn D. English). New Jersey: NCTM

Marpaung, Y. 2002. Perubahan Paradigma Pembelajaran di Sekolah. Kumpulan

Makalah, Universitas Sanata Dharma.

Nurkancana. 1983. Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.

Rudhito, M. A (2001): Mengapa Realistic Mathematic Education (RME)?.


(5)

Ramussen, K. (1997). Using Real-Life Problems to Make Real-World Connections.

[Online]. Tersedia

http://www.ascd.org/readingroom/cupdate/1997/Isum.html

[19

Mei 2005].

Ruseffendi, E. T. 1985. Pengajaran Matematika Modern Untuk Orang Tua Murid

Guru dan SPG Seri ke Enam. Bandung. Tarsito.

Ruseffendi, E, T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsido

Ruseffendi, H.E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito.

Sabandar, J. 2002. Pembelajaran Geometri Dengan Menggunakan Cabri Geometry

II. Kumpulan Makalah, Pelatihan. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Sardiman. 1986. Interaksi dan motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : CV. Rajawali.

Subino. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Sobel, M A. dan Maletsky, Evan M. 2001. Mengajar Matematika. Jakarta : Erlangga.

Stepien, W.J (1997). Design Problem-based Learning Unit. Journal for the

Education of the Gifted, 20(4), 380-400.

Sudjana, N Dr dan Rivai A Drs. 2002. Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru

Algensindo.

Sugijono, M. Cholik A. 2004. Matematika untuk SMP. Jakarta : Erlangga.

Suharta, I. Gusti Putu (2001): Pembelajaran Pecahan Dalam Matematika Realistik,

Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional RME di UNESA, Surabaya

tanggal 24 februari 2001.


(6)

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruksivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:

Kanisius.

Tall, D.O. (1995). Cognitive Growth in Elementary and Advanced Mathematical

Thinking. Conference of the International Group for the Psychology of

Learning Mathematics,Recife, Brazil, July 1995, Vol I.

_______. (1991). The Psychology of Advanced Mathematical Thinking. Dalam D.O.

Tall, (ed), Advanced Mathematical Thinking. The Netherlands: Kluwer

Academic Publishers.

Tampomas, H Drs. M. M. 2001. Cermat Matematika SLTP. Jakarta : Yudhistira.

Venkatachary, R. (2004). Keeping the Promise of Rigour and Content in PBM

Curriculum Design Issues in the One Day One Problem Pedagogy.

Singapore: The Republic Polytechnic. [Online]. Tersedia:


Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN MEDIA PEMBELAJARAN POHON MATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK PESERTA DIDIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

1 31 237

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN METAKOGNISI.

0 2 25

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMECAHAN MASALAH METEMATIKA SISWA.

0 1 38

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA PADA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 0 41

Kemampuan Berpikir Kreatif, Pemecahan Masalah Matematis dan Self-Confidence Siswa SMK Melalui Pembelajaran Sinektik dan Pembelajaran Berbasis Masalah.

10 41 60

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 4 44

PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN INDUKTIF- DEDUKTIF BERBANTUAN PROGRAM CABRI GEOMETRY TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 2 59

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN PROGRAM CABRI 3D.

0 0 48

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KREATIF GEOMETRI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN PROGRAM CABRI GEOMETRY II.

0 0 56

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah, berpikir kreatif dan self-confidence siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah

2 6 16