PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN INDUKTIF- DEDUKTIF BERBANTUAN PROGRAM CABRI GEOMETRY TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR DIAGRAM ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Definisi Operasional ... F. Hipotesis ...
1 11 12 13 14 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Geometri ... B. Representasi Matematis ...
18 21
(2)
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ... B. Populasi dan Sampel ... C. Variabel Penelitian ... D. Deskripsi Lokasi Penelitian ... E. Instrumen Penelitian ... F. Pengembangan Bahan Ajar ... G. Teknik Pengumpulan Data ... H. Teknik Pengolahan Data ... I. Tahap Penelitian ... J. Jadwal Penelitian ... K. Prosedur Penelitian ...
56 57 59 60 61 69 71 71 76 78 78 C. Teori Van Hiele dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Matematika ... D. Pendekatan Induktif-deduktif ... E. Program Cabri Geometry ... F. Teori Belajar Pendukung ... G. Hasil Penelitian tentang Cabri Geometry dan Pendekatan
Induktif-Deduktif ... 32 36 41 48 54
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian ... B. Pembahasan Hasil Penelitian ...
80 102
(3)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... B. Saran ...
112 114 DAFTAR PUSTAKA ... 116 LAMPIRAN-LAMPIRAN
(4)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Implikasi-Implikasi untuk Konsep Representasi ... 28
Tabel 2.2 Perbedaan Pendekatan Induktif-Deduktif dengan Pendekatan Konvensional ... 40
Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 56
Tabel 3.2 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antar Variabel Bebas, variabel Terikat, dan Variabel Kontrol ... 58
Tabel 3.3 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Representasi ... 62
Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 64
Tabel 3.5 Validitas Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 64
Tabel 3.6 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 65
Tabel 3.7 Reliabilitas Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 66
Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 67
Tabel 3.9 Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 67
Tabel 3.10 Klasifikasi Daya Pembeda ... 68
Tabel 3.11 Daya Pembeda Tes Kemampuan Representasi Matematis .... 69
Tabel 3.12 Rekapitulasi Analisis Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 69
Tabel 3.13 Klasifikasi Nilai Gain ... 72
(5)
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Representasi Matematis ... 81 Tabel 4.2 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Representasi
Matematis ... 82 Tabel 4.3 Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Representasi
Matematis ... 83 Tabel 4.4 Uji Kesamaan Rataan Skor Pretes Kemampuan Representasi
Matematis ... 84 Tabel 4.5 Uji Normalitas Gain Kemampuan Representasi Matematis ... 85 Tabel 4.6 Uji Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Kemampuan
Representasi Matematis ... 86 Tabel 4.7 Deskripsi statistik Gain Kemampuan Representasi
Matematis berdasarkan KAM Siswa ... 87 Tabel 4.8 Uji Normalitas Gain Kemampuan Representasi Matematis
Menurut KAM Siswa ... 88 Tabel 4.9 Uji Homogenitas Varians Gain Kemampuan Representasi
Matematis Siswa Level Tinggi ... 90 Tabel 4.10 Uji Perbedaan Rataan Gain Kemampuan Representasi
Matematis Siswa Level Tinggi ... 90 Tabel 4.11 Uji Homogenitas Varians Gain Kemampuan Representasi
Matematis Siswa Level Sedang ... 92 Tabel 4.12 Uji Perbedaan Rataan Gain Kemampuan Representasi
(6)
Tabel 4.13 Uji Perbedaan Rataan Gain Kemampuan Representasi Matematis Siswa Level Rendah ...
94
Tabel 4.14 Rataan Skor Gain Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen berdasarkan Kategori Kemampuan Awal Siswa ...
95
Tabel 4.15 Uji Homogenitas Gain Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ...
96
Tabel 4.16 Analisis Varians Gain Kemampuan Representasi Matematis Kelas Eksperimen berdasarkan KAM Siswa ...
97
Tabel 4.17 Perbedaan Rataan Gain Kemampuan Representasi Kelas Eksperimen berdasarkan KAM Siswa ...
97
Tabel 4.18 Uji ANOVA Dua Jalur Gain Kemampuan Representasi Matematis berdasarkan KAM Siswa ...
99
Tabel 4.19 Uji Games-Howell Gain Kemampuan Representasi Matematis berdasarkan KAM Siswa ...
(7)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Gambar Menu Triangle ... 44
Gambar 2.2 Gambar Konstruksi Segitiga ABC ... 44
Gambar 2.3 Gambar Menu Polygon ... 44
Gambar 2.4 Gambar Konstruksi Segi-5 ... 44
Gambar 2.5 Gambar Menu Circle ... 45
Gambar 2.6 Gambar Konstruksi Lingkaran ... 45
Gambar 2.7 Gambar Konstruksi Segitiga ABC ... 45
Gambar 2.8 Gambar Menu Angle Bisector ... 45
Gambar 2.9 Gambar Konstruksi Garis Bagi Sudut A ... 46
Gambar 2.10 Gambar Konstruksi Garis Bagi Sudut B ... 46
Gambar 2.11 Gambar Menu Intersection Point ... 46
Gambar 2.12 Gambar Konstruksi Intersection Point ... 46
Gambar 2.13 Gambar Menu Perpendicular Line ... 47
Gambar 2.14 Gambar Konstruksi Perpendicular Line ... 47
Gambar 2.15 Gambar Rekonstruksi Titik D ... 45
Gambar 2.16 Gambar Rekonstruksi Lingkaran dalam Segitiga ABC ... 47
Gambar 4.1 Gambar Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis Siswa berdasarkan Pembelajaran dan KAM Siswa ... 101
Gambar 4.2 Gambar Hasil Pretes Siswa untuk Soal Nomor 1 ... 109
Gambar 4.3 Gambar Hasil Postes Siswa untuk Soal Nomor 1 ... 110
Gambar 4.4 Gambar Hasil Postes Siswa untuk Soal Nomor 2 ... 110
(8)
DAFTAR DIAGRAM
Halaman Diagram 2.1 Diagram Skema Perolehan Pengetahuan ... 53 Diagram 3.1 Diagram Alur Kegiatan Penelitian ... 79
(9)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A.1 Silabus ... 121
Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 126
Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 145
Lampiran B.1 Modul Penggunaan Program Cabri Geometry ... 174
Lampiran C.1 Kisi-kisi Instrumen ... 188
Lampiran C.2 Instrumen Tes ... 189
Lampiran C.3 Alternatif Jawaban Tes ... 190
Lampiran D.1 Hasil Uji Coba Soal ... 194
Lampiran E.1 Hasil Pretes, Postes, dan Gain ... 198
Lampiran E.2 Output Hasil Pengolahan Data ... 208
Lampiran F.1 Dokumentasi ... 218
Lampiran F.2 SK Izin Melaksanakan Penelitian ... 225
(10)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut James dan James (Suherman, 2003: 31) matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Mengingat objek-objek penelaahan dalam matematika bersifat abstrak dan harus dipelajari sejak anak-anak, maka kegiatan pembelajaran matematika harus direncanakan sesuai dengan kemampuan peserta didik.
Geometri merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pembelajaran matematika. Namun dalam beberapa tahun terakhir, geometri formal kurang begitu berkembang. Hal ini dapat disebabkan oleh kesulitan siswa dalam membentuk konstruksi nyata yang diperlukan secara akurat, adanya anggapan bahwa untuk melukis bangun geometri memerlukan waktu yang lama, dan kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam proses pembuktian. Sementara itu, melukis memainkan peranan yang penting dalam pembelajaran geometri di sekolah karena lukisan geometri menghubungkan antara ruang fisik dan teori.
Geometri adalah materi pelajaran matematika yang membutuhkan kemampuan matematis yang cukup baik untuk memahaminya. Menurut NCTM (Siregar, 2009: 5) kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari geometri adalah: 1) kemampuan menganalisis karakter dan sifat dari bentuk geometri baik dua dimensi ataupun tiga dimensi, dan mampu membangun
(11)
argumen-argumen matematika mengenai hubungan geometri dengan yang lainnya; 2) kemampuan menentukan kedudukan suatu titik dengan lebih spesifik dan gambaran hubungan spasial dengan menggunakan koordinat geometri serta menghubungkannya dengan sistem yang lain; 3) kemampuan aplikasi transformasi dan penggunaannya secara simetris untuk menganalisis situasi matematis; 4) mampu menggunakan visualisasi, penalaran spasial, dan model geometri untuk memecahkan masalah. Dengan menguasai kemampuan-kemampuan tersebut, diharapkan penguasaan siswa terhadap materi geometri menjadi lebih baik.
Berdasarkan Kurikulum 2006, geometri pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) mendapatkan porsi yang besar dari keseluruhan isi kurikulum matematika dibandingkan dengan materi lain seperti aljabar, peluang dan statistik. Hal ini mengidentifikasikan bahwa geometri merupakan salah satu komponen penting pada kurikulum matematika SMP, sehingga pembelajaran geometri yang tidak memadai akan memberi pengaruh yang besar terhadap ketidakberhasilan pembelajaran matematika di sekolah dan pada jenjang pendidikan lanjutan.
Sunardi (2007) menyatakan bahwa dibandingkan dengan materi-materi matematika lainnya, geometri menempati posisi yang paling memprihatinkan. Kesulitan siswa dalam belajar geometri terjadi mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT). Sejalan dengan pendapat tersebut, hasil penelitian Purniati (2009) juga menyebutkan bahwa kenyataan di lapangan, geometri merupakan materi matematika yang menjadi masalah dari jenjang SD sampai SMP.
(12)
Jika dikaji lebih lanjut mengenai kaitan antara objek-objek geometri yang abstrak dengan kesulitan siswa dalam belajar geometri, maka akan muncul dugaan bahwa sesungguhnya terdapat masalah dalam pembelajaran geometri di sekolah berkaitan dengan pembentukan konsep-konsep yang abstrak. Mempelajari konsep yang abstrak tidak dapat dilakukan hanya dengan transfer informasi saja, tetapi dibutuhkan suatu proses pembentukan konsep melalui serangkaian aktivitas yang dialami langsung oleh siswa. Rangkaian aktivitas pembentukan konsep abstrak tersebut selanjutnya disebut proses abstraksi.
Nurhasanah (2010) menyatakan bahwa sesuai karakteristik geometri, proses abstraksi haruslah terintegrasi dengan proses pembelajaran yang berlangsung sehingga harus memperhatikan beberapa aspek seperti, metode pembelajaran, model pembelajaran, bahan ajar, ketersediaan dan penggunaan alat peraga atau ketrampilan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Secara teori, pembentukan konsep yang terkait dengan objek-objek geometri dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang proses abstraksi dan sudut pandang teori Van Hiele.
Selain sudut pandang tersebut, dalam pembelajaran geometri perlu diperhatikan pula peranan alat peraga yang berkaitan erat dengan objek geometri yang abstrak. Ketika teori Van Hiele muncul, jenis alat peraga pembelajaran matematika masih sangat terbatas pada benda-benda kongkrit. Namun, seiring perkembangan teknologi saat ini telah berkembang jenis alat peraga baru yang dikenal dengan konsep alat peraga maya. Alat ini memiliki karakteristik benda-benda semi kongkrit dan dapat dimanipulasi langsung oleh siswa dalam kegiatan
(13)
pembelajaran. Contohnya jenis Dynamic Geometry Software (perangkat lunak geometri dinamis).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika khususnya materi geometri, dapat memperoleh hasil yang lebih baik setelah diberikan perlakuan dengan belajar menggunakan
software dibandingkan siswa yang belajar tanpa menggunakan software atau cara
konvensional. Siregar (2009) dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar geometri dengan Geometer’s
Sketchpad (GSP) lebih baik daripada siswa yang belajar geometri tanpa GSP.
Muabuai (2009) berdasarkan hasil penelitiannya juga menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan model kooperatif tipe STAD berbantuan program Cabri
Geometry II Plus lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran tanpa
bantuan program Cabri Geometry II Plus. Dengan demikian penggunaan teknologi berupa software telah dapat meningkatkan kemampuan matematis siswa, sehingga diharapkan dengan penggunaan software dalam pembelajaran geometri juga akan meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa.
Meskipun kemampuan representasi telah dinyatakan sebagai salah satu standar proses dalam Kurikulum 2006 yang harus dicapai oleh siswa melalui pembelajaran matematika, namun dalam pelaksanaan di sekolah umumnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Keterbatasan pengetahuan guru dan kebiasaan siswa belajar di kelas dengan cara konvensional belum memungkinkan untuk
(14)
menumbuhkan atau mengembangkan daya representasi siswa secara optimal. Hiebert & Carpenter (Hudiono, 2005) mengemukakan bahwa kemampuan representasi matematis diajarkan di sekolah karena komunikasi dalam matematika memerlukan representasi matematis yang berupa: simbol tertulis, diagram (gambar), tabel, ataupun benda/obyek. Menurut Jones (Hudiono, 2005), terdapat beberapa alasan perlunya kemampuan representasi, yaitu: kelancaran dalam membangun suatu konsep dan berpikir matematis; ide-ide yang diberikan guru sangat mempengaruhi pemahaman siswa dalam matematika; untuk memiliki kemampuan dan pemahaman konsep yang kuat dan fleksibel dapat dibangun melalui kemampuan representasi matematis.
Kemampuan mempresentasikan ide-ide matematika yang mempunyai struktur yang tinggi tersebut dapat dilaksanakan dengan sebuah pendekatan, yaitu pendekatan induktif-deduktif. Pendekatan induktif-deduktif adalah suatu cara memunculkan ide-ide baik secara lisan atau tulisan. Dahar (1996) mengatakan, para ahli teori deduktif bekerja dari atas ke bawah. Mereka membangun suatu teori yang kelihatannya logis, dengan dasar apriori yang diuji dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan kemudian dari sekumpulan asumsi dikeluarkan hipotesis atau teorema. Para ahli teori induktif bekerja sebaliknya, yaitu dari bawah ke atas. Mereka menyusun sistem-sistem dari hasil penelitian yang telah diuji dan keuntungan teori ini tidak pernah jauh dari pernyataan-pernyataan yang kebenarannya cukup tinggi. Menurut Janvier (1987) dengan suatu pendekatan maka tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien. Pendekatan
(15)
tersebut dapat diartikan sebagai tolak ukur atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.
Kusumah (2008) juga menyebutkan bahwa, secara garis besar terdapat dua jenis penalaran yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan proses berfikir berupa penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk semua/banyak) atas dasar pengetahuan tentang hal yang khusus yang dimulai dari sekumpulan fakta yang ada dengan berproses dari hal-hal yang bersifat konkrit ke yang bersifat abstrak. Untuk menemukan suatu formula siswa terlibat aktif dalam mengobservasi, berpikir dan bereksperimen.
Pembelajaran dengan pendekatan induktif-deduktif adalah proses penyajian konsep atau prinsip matematik yang diawali dengan pemberian contoh-contoh, dilanjutkan dengan menemukan/mengkonstruksi konsep, mengkonstruksi konjektur, menelaah konsep, membuktikan konjektur, dan diakhiri dengan memberikan soal-soal sesuai dengan konsep dan prinsip yang telah diberikan (Mulyana, 2005). Pendekatan deduktif sangat bersesuaian dengan metode ekspositori yang biasa digunakan oleh guru-guru di sekolah dewasa ini.
Hasil penelitian Dewanto (2003), yang mengatakan bahwa kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi mahasiswa yang meliputi aspek pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koneksi matematik, lebih meningkat dalam pembelajaran dengan pendekatan induktif-deduktif daripada pendekatan konvensional. Mulyana (2005) juga mengatakan bahwa, kemampuan berpikir kreatif matematik siswa SMA yang pembelajarannya menggunakan pendekatan
(16)
induktif-deduktif lebih baik daripada kemampuan siswa yang pembelajarannya dilakukan secara biasa.
Pembelajaran dengan penyajian bahan ajar menggunakan pendekatan induktif yang dimulai dari contoh-contoh yang bersifat khusus kemudian siswa dituntut untuk membuat kesimpulan. Dari pendekatan secara induktif kemudian dilakukan pendekatan secara deduktif yang dimulai dari suatu aturan (definisi, teorema) yang bersifat umum dilanjutkan dengan contoh-contoh.
Berkaitan dengan teori Bruner, menurut Ruseffendi (2006), dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan induktif-deduktif perlu memperhatikan empat dalil, yaitu; penyusunan (construction), notasi (notation), pengkontrasan dan keanekaragaman (contrast and variation), dan pengaitan
(connectivity). Dalil penyusunan, menjelaskan bahwa dalam mempelajari
matematika akan lebih melekat apabila siswa melakukan sendiri susunan representasinya. Dalil notasi, menjelaskan bahwa dalam pembelajaran perlu mempertimbangkan penggunaan notasi yang sesuai dengan perkembangan mental anak. Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman, menjelaskan bahwa untuk menjadikan konsep menjadi lebih bermakna, perlu sajian konsep yang kontras dan aneka ragam. Sedangkan dalil pengaitan, menjelaskan bahwa proses pembelajaran perlu mempertimbangkan pemberian kesempatan mempelajari keterkaitan antar konsep, antar topik, dan antar cabang matematika.
Berbagai pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di negara kita telah dilakukan, mulai dari penyempurnaan kurikulum sampai ke model dan media pengajaran yang mengalami pembaharuan dinamis sebagai upaya untuk
(17)
membentuk subjek didik yang berkualitas, kreatif dan dapat menghadapi perkembangan zaman.
Kehadiran media dalam proses belajar mengajar mempunyai arti yang cukup penting, karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan materi yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan materi yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Selain itu media dapat mewakili apa yang kurang mampu diucapkan seorang guru melalui kata-kata atau kalimat tertentu.
Peressini dan Knut (Jiang, 2008) menyatakan bahwa ada 5 hal dasar mengapa teknologi dipilih untuk digunakan sebagai alat pedagogis dalam pembelajaran matematika, yaitu:
1. Teknologi dapat digunakan untuk management. Dalam hal ini untuk memindahkan data pengetahuan atau arsip siswa dari bentuk buku ke dalam bentuk elektronik. Hal ini dimungkinkan untuk mempercepat proses pencarian arsip data siswa dan materi pelajaran.
2. Teknologi dapat berperan sebagai alat komunikasi. Guru dan siswa dapat melakukan pembelajaran jarak jauh, dengan menggunakan telekomfrens, atau dengan menggunakan mailing list. Guru dapat mengatur jadwal pembelajaran tidak hanya didalam kelas tapi juga diluar kelas. Siswa dapat bertanya atau berbagi informasi dengan temannya melalui kelompok mailing list.
3. Teknologi dapat berperan sebagai alat evaluasi. Dengan menggunakan teknologi berupa internet, kita dapat melihat bagaimana sistem pendidikan di
(18)
sekolah lain. Dengan melihat itu guru atau pakar pendidikan di sekolah tersebut dapat melakukan evaluasi terhadap mutu pendidikan sekolahnya. 4. Teknologi dapat digunakan sebagai alat bantu memotivasi. Teknologi berupa
komputer dapat melakukan pembelajaran yang berulang tanpa merasa bosan. Siswa tidak perlu merasa malu untuk terus mengulang materi yang mereka anggap kurang dipahami. siswa dapat terus belajar sampai mereka merasa benar-benar menguasai materi tersebut, sifat komputer yang tidak merasa jenuh dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
5. Pemanfaatan teknologi membantu pemahaman algoritma matematik siswa kepada arah yang lebih baik lagi, dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan problem solving. Dalam kapasitas peningkatan kemampuan kognitif, teknologi menawarkan sesuatu yang unik untuk siswa yaitu memberikan kesempatan untuk melakukan eksplorasi terhadap konsep-konsep matematika. Hal ini memberikan cara baru mempresentasikan konsep-konsep secara kompleks, dan membuat arti baru untuk siswa dan guru bisa memanipulasi objek-objek yang abstrak dengan tangannya sendiri.
Saat ini hampir setiap sekolah telah mempunyai laboratorium komputer. Komputer-komputer di laboratorium sekolah tersebut pada umumnya hanya digunakan untuk kepentingan administrasi, seperti mengetik surat, mengetik laporan, membuat daftar gaji, dan sebagainya. Masih jarang sekolah yang menggunakan komputer untuk pembelajaran. Kalaupun ada, sebagian besar komputer hanya digunakan untuk mata pelajaran komputer itu sendiri (TIK). Mungkin hal ini disebabkan guru bidang studi (termasuk bidang studi
(19)
Matematika), belum mampu menggunakan program-program komputer tersebut dalam pembelajaran.
Kehadiran media mempunyai peran yang penting dalam proses pembelajaran matematika yang objek kajiannya bersifat abstrak (termasuk materi geometri), terutama media yang dapat mengatasi permasalahan dalam pembelajaran geometri. Dewasa ini media pembelajaran berbasis komputer telah berkembang pesat. Beberapa software untuk pembelajaran geometri telah dikembangkan, antara lain; Cabri Geometry 2D (Cabri I dan Cabri II) dan 3D, Geometer’s Sketchpad, Geogebra, Autograph, Cinderella, Graph, Wingeom dan
Geometry Expert. Patsiomitou (2008) menyatakan bahwa pembelajaran geometri
dengan bantuan software geometri misalnya Cabri Geometry ada empat hal yang dapat dicapai siswa, yaitu; (1) siswa dapat membangun kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan software, (2) membangun skema mental melalui konstruksi dengan menggunakan skema, (3) meningkatkan kemampuan reaksi visual melalui kegiatan representasi visual, dan (4) membangun proses pemikiran mengenai geometri berdasarkan teori Van Hiele melalui kombinasi aktifitas representasi visual dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru saat proses belajar berlangsung.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan mengkaji pengaruh pemanfaatan media komputer dalam pembelajaran matematika di sekolah, yaitu
software Cabri Geometry dengan pendekatan induktif untuk meningkatkan
kemampuan representasi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama (Studi Eksperimen di SMP Negeri 8 Darussalam Banda Aceh).
(20)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri
Geometry?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa level tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CabriGeometry?
3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa level sedang yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level sedang yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CabriGeometry?
4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa level rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CabriGeometry?
(21)
5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa pada kelas eksperimen berdasarkan level kemampuan awal siswa? 6. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis
siswa secara keseluruhan berdasarkan level kemampuan awal siswa?
7. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah)?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri
Geometry.
2. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa level tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CabriGeometry.
3. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa level sedang yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level sedang yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CabriGeometry.
(22)
4. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa level rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CabriGeometry.
5. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa pada kelas eksperimen berdasarkan level kemampuan awal siswa.
6. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa secara keseluruhan berdasarkan level kemampuan awal siswa.
7. Mengetahui ada tidaknya interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberi masukan yang berarti bagi kegiatan pembelajaran di kelas, khususnya dalam usaha meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
a. Memperkenalkan pada guru, calon guru, dan siswa salah satu software yang dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran matematika di kelas.
b. Dapat mengembangkan kemandirian dan kreatifitas belajar matematika siswa dengan bantuan lembar kerja
(23)
c. Dapat mengembangkan kemampuan penggunaan aplikasi komputer dalam pembelajaran matematika di kelas bagi guru dan siswa.
d. Memberikan umpan balik (feedback) bagi guru dalam menyusun rancangan/rencana pembelajaran matematika yang lebih bervariasi.
2. Manfaat Akademik
a. Dapat mengoptimalkan pemanfaatan laboratorium komputer sekolah untuk kegiatan pembelajaran matematika
b. Memberikan alternatif rancangan pembelajaran bagi guru dan calon guru pada pelajaran matematika yang selama ini hanya menggunakan strategi-strategi pembelajaran yang tidak menggunakan komputer.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan pada rumusan masalah dalam penelitian ini, maka perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:
1. Kemampuan representasi matematis siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menyatakan ide/gagasan matematis dalam bentuk tabel, gambar, grafik, pernyataan matematis, teks tertulis atau kombinasi dari semuanya; kemampuan mengungkapkan kembali suatu uraian dengan bahasa siswa sendiri; dan kemampuan menyusun argumen atau kemampuan mengemukakan suatu pendapat.
(24)
2. Pendekatan induktif-deduktif adalah pembelajaran matematika yang diawali dengan penyajian konsep, pemberian contoh, kemudian dilanjutkan dengan proses menemukan/mengkonstruksi konsep, menelaah konsep, mengkonstruksi dan membuktikan konjektur, dan memberikan soal-soal sesuai dengan konsep dan prinsip yang telah diberikan. Pada penelitian ini pelaksanakannya hanya sampai tahap pendekatan induktif, hal ini peneliti sesuaikan dengan kurikulum sekolah menengah pertama khususnya kelas VII untuk materi segitiga.
3. Program Cabri Geometry adalah salah satu program atau software interaktif yang dapat dipergunakan untuk belajar geometri dan trigonometri
(wikipedia.org/wiki/Cabri_Geometry). Software ini diproduksi oleh
perusahaan Cabrilog Perancis (French Company Cabrilog) yang dibuat dengan berbagai kemudahan-kemudahan dalam penggunaannya. Program ini dapat dijalankan dengan Windows dan Mac OS. Dengan software ini guru dapat membuat animasi geometri dan dapat membuktikan apa yang tidak dapat atau sulit dibuktikan guru di papan tulis.
4. Peningkatan kemampuan representasi yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang ditinjau berdasarkan gain ternormalisasi dari perolehan skor pretes dan skor postes siswa.
5. Kemampuan awal matematis (KAM) siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan matematis siswa pada pembelajaran sebelumnya. KAM siswa yang digunakan didasarkan pada nilai raport atau peringkat/rangking siswa pada semester sebelumnya dan dikelompokkan menjadi tiga level, yaitu level tinggi, level sedang, dan level rendah.
(25)
6. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran ekspositori, di mana guru menjelaskan materi pelajaran, siswa mendengarkan dan membuat catatan berdasarkan penjelasan yang disampaikan guru, kemudian siswa mengerjakan sejumlah soal sebagai latihan, dan selama kegiatan tersebut siswa dipersilahkan bertanya apabila tidak mengerti. Dalam pembelajaran konvensional ini siswa dapat dikatakan individu yang pasif pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
F. Hipotesis
Penelitian ini menggunakan dua kelas siswa yang belajar geometri, yaitu siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan kelas siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktiftanpa bantuan program Cabri
Geometry. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran geometri pada masing-masing kelas tersebut dapat dilihat dari skor hasil tes kemampuan representasi matematis siswa. Oleh karena itu hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri
(26)
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa level tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CabriGeometry.
3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa level sedang yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level sedang yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CabriGeometry.
4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa level rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa level rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CabriGeometry.
5. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa pada kelas eksperimen berdasarkan level kemampuan awal siswa.
6. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa secara keseluruhan berdasarkan level kemampuan awal siswa.
7. Terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).
(27)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah Pretest-Posttest Group Design (Fraenkel dan Wallen, 2007) yaitu desain kelompok pembanding pretes/postes. Dalam penelitian ini diambil dua kelas yang homogen dengan perlakuan berbeda. Kelas eksperimen adalah kelas yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan kelas kontrol adalah kelas yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri Geometry.
Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Desain Penelitian
Treatment Group O X1 O
Control Group O X2 O
Keterangan: O : Pretes/Postes
X1 : Perlakuan pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry
X2 : Perlakuan pembelajaran dengan pendekatan induktiftanpa bantuan program Cabri Geometry
(28)
Untuk melihat secara lebih mendalam tentang pengaruh pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis siswa, maka dalam penelitian ini dilibatkan kategori kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Instrumen tes kemampuan representasi matematis yang digunakan di awal (pretest) dan akhir (posttest) sama karena tujuannya adalah untuk melihat ada tidaknya peningkatan akibat perlakuan akan lebih baik jika diukur dengan alat ukur yang sama.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 8 Banda Aceh semester genap tahun pelajaran 2011/2012 yang terdiri atas 7 kelas (196 orang siswa). Adapun alasan pemilihan subjek penelitian pada SMP Negeri 8 Banda Aceh, yaitu:
a. Menurut data dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Banda Aceh, SMP Negeri 8 merupakan sekolah kategori menengah dengan kemampuan akademik siswanya heterogen. Dengan kemampuan akademik yang heterogen tersebut maka akan mewakili siswa dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
b. Peneliti merupakan salah satu guru tetap yang mengajar bidang studi matematika pada SMP Negeri 8 Banda Aceh.
c. Prestasi belajar matematika siswa SMP Negeri 8 Banda Aceh untuk materi geometri berada pada tingkat menengah ke bawah di antara sekolah-sekolah lain yang sederajat di kota Banda Aceh
(29)
d. Siswa-siswi SMP Negeri 8 Banda Aceh adalah siswa-siswi yang berasal dari latar belakang ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan orang tua yang beragam, yaitu; pedagang, nelayan, petani, guru/dosen, sopir angkutan umum, dan swasta.
e. Guru-guru SMP Negeri 8 Banda Aceh khususnya guru matematika adalah guru-guru yang senang dan mau berinovasi untuk meningkatkan prestasi belajar siswa
f. SMP Negeri 8 Banda Aceh memiliki laboratorium komputer yang selama ini hanya digunakan untuk pelajaran komputer (TIK) dan kebutuhan administrasi sekolah
g. Belum pernah ada penelitian tentang pemanfaatan laboratorium komputer untuk pelajaran-pelajaran selain pelajaran TIK sendiri.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan ”Purposive
Sampling”, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2009: 218). Sehingga yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas yang dipilih dari 7 kelas yang tersedia, yaitu: kelas (VII4) yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan kelas (VII5) yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri Geometry.
Pemilihan tingkat kelas disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, dalam hal ini dipilih khusus kelas VII. Hal ini disebabkan peralihan siswa dari sekolah dasar ke sekolah menengah merupakan peralihan dari tingkat konkrit ke abstrak (Piaget dalam Dahar, 1996). Peneliti mengasumsikan kemampuan representasi
(30)
matematis siswa masih kurang karena mereka baru beralih dari tingkat kongkret ke abstrak, dan terdapat sejumlah materi geometri yang diperkirakan cocok diajarkan dengan menggunakan program Cabri Geometry.
C. Variabel Penelitian
Ada dua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas (independent
variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas adalah variabel
yang dapat dimodifikasi sehingga mempengaruhi variabel lain, sedangkan variabel terikat adalah hasil yang diharapkan setelah terjadi modifikasi/perlakuan pada variabel bebas.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan induktif, dan program Cabri Geometry, sedangkan kemampuan representasi matematis siswa adalah sebagai variabel terikat.
Pada setiap pelaksanaan penelitian tidak menutup kemungkinan akan muncul variabel-variabel lain yang mungkin mempengaruhi variabel terikat yang disebut variabel extraneous, misalnya bahan ajar, guru, dan waktu belajar siswa. Untuk menghindari variabel extraneous, maka variabel-variabel yang diperkirakan membuat penelitian bias perlu dinetralkan dengan langkah-langkah berikut:
Kemampuan awal matematis (KAM) siswa
Kedua kelas yang dijadikan sampel penelitian ini dikategorikan menurut level kemampuan awal yang sama. KAM siswa ditentukan berdasarkan data dari guru yang berupa nilai raport siswa (rangking/peringkat di kelas).
(31)
Guru (pengajar)
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol akan diajarkan oleh guru yang sama, yaitu peneliti sendiri.
Lama Penyampaian materi
Lama penyampaian materi harus sama. Dalam penelitian ini direncanakan lama penyampaian materi untuk masing-masing kelas sebanyak 4 pertemuan (8 jam pelajaran), dimana 1 jam pelajaran sama dengan 40 menit kemudian ditambah dengan 2 x 40 menit untuk pretes sebelum perlakuan diberikan dan 2 x 40 menit untuk postes setelah perlakuan diberikan. Peneliti merencanakan penelitian dalam 4 pertemuan dikarenakan materi yang akan dijadikan bahan kajian dalam penelitian ini hanya materi segitiga. Pengambilan materi ini disesuaikan dengan jadwal penelitian dan kurikulum matematika sekolah. Buku/bahan Ajar
Kedua kelas (eksperimen dan kontrol) diberikan bahan ajar dari buku pegangan yang sama, yaitu: Buku Matematika untuk SMP Kelas VII Semester 2 (Wono Setya Budhi, Ph.D: Erlangga) dan Buku Matematika untuk SMP Kelas VII Semester 2 (M. Cholik Adinawan, Sugijono, dan Ruhadi: Erlangga)
D. Deskripsi Lokasi Penelitian
SMP Negeri 8 Banda Aceh terletak di kota Banda Aceh dan termasuk dalam wilayah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang beralamat di Jalan Hamzah Fansury No. 1 Komplek Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma) Darussalam. Sekolah SMP Negeri 8 Banda Aceh memiliki rombongan belajar
(32)
sebanyak 21 kelas, yaitu kelas VII sebanyak 7 rombongan belajar, kelas VIII sebanyak 7 rombongan belajar, dan kelas IX sebanyak 7 rombongan belajar dengan jumlah siswa setiap kelasnya berkisar antara 25-30 orang. Sehingga jumlah keseluruhan siswa SMPN 8 Banda Aceh sebanyak ± 572
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes, berupa tes bentuk uraian untuk mengukur kemampuan representasi matematis siswa.
1. Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis
Soal tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan representasi matematis siswa terdiri dari 5 butir soal yang berbentuk uraian. Dalam penyusunan soal tes di awali dengan menyusun kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawaban dan aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal. Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan representasi matematis peneliti berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jakabcsin (Hutagaol, 2007) seperti terlihat pada tabel berikut:
(33)
Tabel 3.3
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Representasi Skor Mengilustrasikan/
Menjelaskan
Menyatakan/
Menggambar Ekspresi Matematis 0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan
ketidakpahaman tentang konsep sehingga infomasi yang diberikan tidak berarti apa-apa
1 Hanya sedikit dari penjelasan yang benar
Hanya sedikit dari gambar, diagram yang benar
Hanya sedikit dari model matematika yang benar 2 Penjelasan secara
matematis masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan benar
Melukiskan, diagram, gambar, namun kurang lengkap dan benar
Menemukan model matematika dengan benar, namun salah dalam mendapatkan solusi
3 Penjelasan secara matematis masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat sedikit kesalahan bahasa
Melukis, diagram, gambar, secara lengkap dan benar
Menemukan model matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap 4 Penjelasan secara
matematis masuk akal dan jelas tersusun secara logis dan sistematis
Melukis diagram, gambar, secara lengkap, benar dan sistematis
Menemukan model matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap serta sistematis
Sumber: Cai, lane, dan Jakabcsin (Hutagaol, 2007)
2. Analisis Tes Kemampuan Representasi Matematis
Sebelum tes dijadikan instrumen penelitian, tes tersebut terlebih dahulu diukur face validity dan content validity oleh ahli (expert) dalam hal ini dosen pembimbing dan rekan sesama mahasiswa pascasarjana. Langkah selanjutnya adalah tes diujicobakan untuk memeriksa keterbacaan, validitas item, reliabilitas,
(34)
daya pembeda, dan tingkat kesukarannya. Uji coba dilakukan pada beberapa siswa disalah satu SMP Negeri di Bandung.
Analisis instrumen menggunakan Anates, kemudian masing-masing hasil yang diperoleh dikategorikan sesuai intervalnya menurut klasifikasi yang telah dibuat oleh para ahli. Berikut ini adalah hasil analisis validitas butir soal, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya.
a. Validitas Instrumen
Kriteria yang mendasar dari suatu tes yang baik adalah tes mengukur hasil-hasil yang konsisten sesuai dengan tujuan dari tes itu sendiri. Menurut Arikunto (2007: 65) sebuah tes dikatakan valid apabila tes itu mengukur apa yang hendak diukur.
Karena uji coba dilaksanakan satu kali (single test) maka validasi instrumen tes dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor item dengan skor total butir tes dengan menggunakan rumus Koefisien Korelasi Pearson (Arikunto, 2007: 64):
= �( )−
� 2−( )2 � 2−( )2
Keterangan :
= koefisien korelasi antara variabel dan � = jumlah peserta tes
= skor item tes = skor total
Hasil interpretasi yang berkenaan dengan validitas butir tes dalam penelitian ini disajikan dalam tabel 3.1 berikut:
(35)
Tabel 3.4
Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas
Koefisien Korelasi Interpretasi
0,80 < 1,00 Sangat tinggi
0,60 < 0,80 Tinggi
0,40 < 0,60 Cukup
0,20 < 0,40 Rendah
0,20 Sangat Rendah
Sumber: Arikunto (2009)
Hasil perhitungan validitas dari soal yang telah diujicobakan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.5
Validitas Tes Kemampuan Representasi Matematis
No. Interpretasi Signifikansi
1 0,78 Tinggi Sangat signifikan
2 0,73 Tinggi Sangat signifikan
3 0,75 Tinggi Sangat signifikan
4 0,63 Tinggi Sangat signifikan
5 0,64 Tinggi Sangat signifikan
Dari 5 butir soal kemampuan representasi matematis yang diujicobakan, terlihat bahwa setiap item soal memiliki validitas tinggi yang artinya semua soal memiliki validitas yang baik. Berdasarkan tabel di atas setiap soal kemampuan representasi matematis mempunyai korelasi tinggi terhadap hasil belajar siswa dan semua soal memiliki ketepatan atau validitas yang diandalkan untuk digunakan sebagai instrumen penelitian.
b. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas suatu instrumen ialah keajegan atau kekonsistenan suatu instrumen. Suatu tes yang reliabel bila diberikan pada subjek yang sama meskipun oleh orang yang berbeda dan pada waktu yang berbeda pula, maka akan
(36)
memberikan hasil yang sama atau relatif sama. Keandalan suatu tes dinyatakan sebagai derajat suatu tes dan skornya dipengaruhi faktor yang non-sistematik. Makin sedikit faktor yang non-sistematik, makin tinggi keandalannya.
Karena instrumen dalam penelitian ini berupa tes berbentuk uraian, maka derajat reliabilitasnya ditentukan dengan menggunakan rumus Cronbach-Alpha (Suherman, 2003:154):
11 = −1 1−
2 2
dengan varians item dan variansi total hitung dengan rumus:
2 = 2−
( )2
�
� dan 2 =
2−( )2 � � Keterangan:
11 = koefisien reliabilitas tes = banyaknya butir soal
2 = jumlah varians skor tiap butir soal 2 = varians skor total
Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen digunakan tolak ukur yang ditetapkan Guilford (Ruseffendi 2005:197) sebagai berikut:
Tabel 3.6
Klasifikasi Tingkat Reliabilitas
Besarnya Tingkat Reliabilitas
11 < 0,20 Sangat rendah
0,20 11 < 0,40 Rendah
0,40 11 < 0,70 Sedang
0,70 11 < 0,90 Tinggi
0,90 11 1,00 Sangat tinggi
(37)
Hasil perhitungan reliabilitas tes kemampuan representasi matematis yang telah diujicobakan adalah seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3.7
Reliabilitas Tes Kemampuan Representasi Matematis
No. 11 Interpretasi
1 0,68 Sedang
Karena korelasi antara skor setiap soal dan skor yang diperoleh memiliki reliabilitas yang sedang, dapat dikatakan soal yang akan dijadikan alat ukur dalam penelitian memiliki keajegan yang sedang. Artinya soal yang akan digunakan dalam penelitian memiliki kehandalan kekonsistenan yang dapat dipergunakan untuk beberapa kali tes. Hal ini juga mungkin diakibatkan karena waktu antara materi yang disampaikan dengan soal yang di teskan. Materi tersebut sudah disampaikan tahun yang lalu, jadi faktor waktu mungkin menjadi penyebab tingkat reliabilitas soal. Asumsi yang digunakan peneliti adalah jika pada siswa yang sudah lama mempelajarinya bisa mendapatkan tingkat reliabilitas yang sedang, berarti siswa yang baru saja mempelajarinya seharusnya bisa mengerjakan soal tes tersebut.
c. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran digunakan untuk mengklasifikasikan setiap item instrumen tes kedalam tiga kelompok guna mengetahui apakah sebuah instrumen tergolong mudah, sedang atau sukar. Tingkat kesukaran pada masing-masing butir tes dihitung dengan menggunakan rumus (Sudjana, 2010: 45):
=
(38)
Keterangan:
= indeks kesukaran untuk setiap butir soal
= banyaknya siswa yang menjawab benar untuk setiap butir soal
� = banyaknya siswa yang memberikan jawaban pada soal yang dimaksudkan Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan menggunakan kriteria berikut:
Tabel 3.8
Kriteria Tingkat Kesukaran
Indeks Kesukaran Interpretasi
> 0,70 Soal Mudah
0,30 0,70 Soal Sedang
< 0,30 Soal Sukar
Dari hasil perhitungan diperoleh tingkat kesukaran untuk tiap butir soal terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3.9
Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Representasi Matematis No.
Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 0,78 Mudah
2 0,78 Mudah
3 0,23 Sukar
4 0,41 Sedang
5 0,37 Sedang
d. Daya Pembeda
Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu butir soal untuk membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang tidak pandai atau antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Daya pembeda untuk butir tes uraian dihitung dengan rumus (Depdiknas, 2006: 45):
(39)
��= − atau �� = − Keterangan:
�� = daya pembeda
= jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal tersebut dengan benar = jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal tersebut dengan benar = jumlah siswa kelompok atas (higher group atau upper group)
= jumlah siswa kelompok bawah/rendah (lower group)
Daya pembeda dapat diinterpretasikan berdasarkan klasifikasi berikut ini: Tabel 3.10
Klasifikasi Daya Pembeda
Kriteria Daya Pembeda Klasifikasi Daya Pembeda
�� 0,00 Sangat Jelek
0,00 <�� 0,20 Jelek
0,20 <�� 0,40 Sedang/Cukup
0,40 <�� 0,70 Baik
0,70 <�� 1,00 Sangat Baik
Untuk data dalam jumlah yang banyak (kelas besar) dengan > 30, maka sebanyak 27% siswa yang memperoleh skor tertinggi dikategorikan kedalam kelompok atas (higher group) dan sebanyak 27% siswa yang memperoleh skor terendah dikategorikan kelompok bawah (lower group).
Dari hasil perhitungan daya pembeda menggunakan klasifikasi di atas, rangkumannya secara rinci disajikan pada tabel berikut ini.
(40)
Tabel 3.11
Daya Pembeda Tes Kemampuan Representasi Matematis No.
Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,35 Cukup
2 0,42 Baik
3 0,39 Cukup
4 0,39 Cukup
5 0,32 Cukup
Berikut ini disajikan tabel rekapitulasi analisis hasil uji coba tes kemampuan representasi matematis secara keseluruhan.
Tabel 3.12
Rekapitulasi Analisis Tes Kemampuan Representasi Matematis No.
Soal Validitas
Daya Pembeda
Tingkat
Kesukaran Reliabilitas
1 Tinggi Cukup Mudah
Sedang
2 Tinggi Baik Mudah
3 Tinggi Cukup Sukar
4 Tinggi Cukup Sedang
5 Tinggi Cukup Sedang
Setelah dilakukan uji coba serta analisis terhadap tes kemampuan representasi matematis maka perangkat tes tersebut akan digunakan sebagai instrumen penelitian, karena untuk setiap butir soal dianggap cukup baik untuk dijadikan alat ukur.
F. Pengembangan Bahan Ajar
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kemungkinan terdapatnya peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa
(41)
bantuan program Cabri Geometry. Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada tujuan tersebut, di samping juga harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan induktif. Dengan perangkat pembelajaran yang memadai diharapkan proses pembelajaran dapat berlangsung sebagaimana mestinya, sehingga hasil akhir dari data yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.
Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam bentuk lembar kerja siswa (LKS). Bahan ajar/LKS tersebut dikembangkan dari topik matematika berdasarkan kurikulum yang berlaku di sekolah menengah pertama pada saat penelitian dilaksanakan. Materi yang dipilih berkenaan dengan pokok bahasan geometri yaitu segitiga. Semua perangkat pembelajaran yang digunakan pada kedua kelas penelitian dikembangkan dengan mengacu pada tahapan-tahapan pembelajaran menurut pendekatan induktif, dimana dimulai dengan kegiatan pendahuluan, kegiatan inti (tahap eksplorasi, tahap pembentukan konsep, tahap penerapan konsep), dan kegiatan penutup.
Bahan ajar dengan LKS yang digunakan dalam penelitian sudah melalui pertimbangan dari dosen pembimbing dan guru bidang studi tempat penelitian dilaksanakan. LKS juga sudah diujicobakan pada beberapa siswa kelas VIII SMP (bukan subjek penelitian) yang diambil dari salah satu SMP di kota Bandung. Uji coba ini dilakukan untuk melihat apakah petunjuk-petunjuk pada LKS dapat dipahami oleh siswa serta kesesuaian waktu yang terpakai dengan waktu yang dialokasikan.
(42)
G. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tes dan dokumentasi. Data yang berkaitan dengan kemampuan representasi matematis siswa dikumpulkan melalui pre-test dan post-test.
H. Teknik Pengolahan Data
Data yang dianalisis adalah data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan representasi matematis siswa. Untuk menguji hipotesis akan dilakukan analisis statistik pengujian perbedaan peningkatan rataan dua sampel.
Data yang diperoleh melalui pretes dan postes selanjutnya diolah melalui tahap sebagai berikut:
1. Kategori kemampuan awal matematika (KAM) siswa adalah pengelompokan siswa yang didasarkan pada kemampuan matematika siswa sebelumnya. Kategori ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu level tinggi, level sedang dan level rendah dengan perbandingan 30%, 40%, dan 30% (Dahlan, 2004). 2. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan alternatif jawaban dan rubrik
penskoran yang digunakan.
3. Membuat tabel data skor pretes dan skor postes siswa untuk kedua kelas penelitian
4. Menguji kesamaan distribusi data rataan pretes, dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:
H0 : � � =�
(43)
Keterangan:
� � : rataan pretes representasi matematis kelas eksperimen � : rataan pretes representasi matematis kelas kontrol Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika nilai Sig < �= 0,05.
5. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa diperoleh dari skor pretes dan skor postes yang dihitung dengan rumus gain ternormalisasi
(normalized gain), yaitu:
�= − �
� − � (Meltzer, 2002: 3) Keterangan:
Spos = skor postes; Spre = skor pretes;
Smaks = skor maksimal ideal
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi seperti pada Tabel di bawah ini.
Tabel 3.13 Klasifikasi Nilai Gain
Besarnya Gain (g) Interpretasi
� 0,7 Tinggi
0,3 �< 0,7 Sedang
�< 0,3 Rendah
Untuk melihat gambaran secara umum pencapaian kemampuan representasi matematis siswa dilakukan penghitungan statistik deskriptif yang meliputi rata-rata, simpangan baku, skor maksimal dan minimal. Uji hipotesis dilakukan setelah memeriksa normalitas dan homogenitas dari data. Taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 % (�= 0,05).
(44)
a. Uji Normalitas
Rumusan hipotesis yang diuji adalah: H0 : sampel berdistribusi normal H1 : sampel tidak berdistribusi normal
Uji normalitas ini menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria pengujian, jika nilai signifikansi >�, maka H0 diterima (Trihendradi, 2008).
b. Uji Homogenitas
Adapun hipotesis yang akan diuji adalah: H0 : variansi pada tiap kelompok data sama
H1 : tidak semua variansi pada tiap kelompok data sama, atau; H0 : �12 = �22
H1 : �12 ≠ �22 Keterangan:
�12: varians kemampuan representasi matematis siswa kelas eksperimen �22: varians kemampuan representasi matematis siswa kelas kontrol
Uji statistiknya menggunakan Uji Levene dengan kriteria pengujian yaitu terima H0 apabila nilai signifikansi > taraf signifikansi (Trihendradi, 2008). 6. Hipotesis penelitian diuji menggunakan statistik inferensial. Adapun uji
statistik yang digunakan pada pengolahan data berupa tes adalah sebagai berikut.
(45)
a. Uji Perbedaan Dua Rataan
Uji perbedaan dua rataan yang digunakan tergantung dari hasil uji normalitas data dan uji homogenitas variansi data. Hipotesis yang diuji antara lain:
Uji dua pihak/arah (2-tailed) : H0: �� = �
H1: �� ≠ �
Jika kedua data berdistribusi normal, maka uji perbedaan dua rataan menggunakan uji statistik parametrik, yaitu uji Idependent-Samples T Test. Jika variansi kedua kelompok data homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal variances assumed”, sedangkan jika variansi kedua kelompok data tidak homogen nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal variances
not assumed”.
Selanjutnya, jika terdapat minimal satu data tidak berdistribusi normal, maka uji perbedaan dua rataan menggunakan uji statistik nonparametrik, yaitu Uji Mann-Whitney karena dua sampel yang diuji saling bebas/independen (Ruseffendi, 1993). Kriteria pengujiannya adalah terima H0 jika nilai signifikan >�.
(46)
b. Uji ANOVA Satu Jalur
Rumusan hipotesis yang diuji dalam uji ANOVA satu jalur yaitu:
Pengaruh pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis siswa kelas eksperimen berdasarkan KAM siswa
H0: �� = � (tidak ada perbedaan) H1: �� ≠ � (terdapat perbedaan)
Kriteria pengujian adalah terima H0 jika nilai signifikansi > � (Trihendradi, 2008).
c. Uji ANOVA Dua Jalur
Rumusan hipotesis yang diuji dalam uji ANOVA dua jalur yaitu:
1) Pengaruh pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis
H0: �� =� (tidak ada perbedaan) H1: �� ≠ � (terdapat perbedaan)
2) Pengaruh kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis
H0: �1 = �2 =�3 (semua sama)
H1: � ≠ � ; � ≠ (minimal satu yang berbeda)
3) Pengaruh interaksi faktor pembelajaran dan kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan representasi. H0: tidak terdapat interaksi faktor media/pendekatan pembelajaran
dan kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis
(47)
H1: terdapat interaksi faktor media/pendekatan pembelajaran dan kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis
Kriteria pengujian, terima H0 bila nilai signifikansi > � (Trihendradi, 2008).
d. Uji Perbandingan Tiga Rataan
Uji ini dilakukan untuk membandingkan rataan tiga level kemampuan awal siswa yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Uji yang digunakan adalah Uji Scheffe dan jika data tidak normal digunakan uji Games-Howell, uji ini dapat digunakan untuk membandingkan sampel yang saling bebas. Selain itu, uji ini juga berlaku untuk membandingkan sampel yang tidak sama besar (Ruseffendi, 1993). Rumusan hipotesis yang diuji adalah: H0: � =� ; , = 1, 2, 3 (semua sama)
H1: � ≠ � ; , = 1, 2, 3 (minimal satu yang berbeda)
Kriteria pengujian, terima H0 jika nilai signifikansi hitung >� (Trihendradi, 2008).
I. Tahap Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu; tahap persiapan, tahap penelitian, dan tahap analisis data.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pada tahap ini peneliti melakukan studi kepustakaan mengenai pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan induktif, kemampuan representasi matematis, dan software atau program Cabri Geometry.
(48)
Kemudian dilanjutkan dengan menyusun instrumen penelitian yang disertai dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing, menguji coba instrumen penelitian, mengolah data hasil uji coba, membuat rencana pembelajaran untuk kelas eksperimen dan menentukan sekolah tempat penelitian.
2. Tahap Penelitian
Pada tahap ini, kegiatan diawali dengan memberikan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dalam kemampuan representasi matematis. Setelah pretest dilakukan, maka dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry pada kelas eksperimen dan pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri
Geometry pada kelas kontrol. Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai,
dilakukan postest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol tersebut dengan tujuan untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan representasi matematis siswa.
3. Tahap Analisis Data
Data-data yang diperoleh selama penelitian dilaksanakan dianalisis sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik inferensial yang digunakan untuk menguji hipotesis.
(49)
J. Jadwal Penelitian
Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai dengan April 2012. Jadwal kegiatan penelitian yang dilaksanakan adalah seperti terlihat pada Tabel 3.14 berikut:
Tabel 3.14
Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Bulan ke (2011/2012)
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
1 Kajian Kepustakaan 2 Penyusunan Proposal 3 Seminar Proposal 4 Menyusun Instrumen
Penelitian
5 Uji coba Instrumen & Revisi Instrumen 7 Pelaksanaan Penelitian 8 Pengolahan & Analisis
Data
9 Penyusunan Laporan
K. Prosedur Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian ini dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian, maka langkah-langkah atau alur pelaksanaan penelitian disajikan dalam bentuk Diagram 3.1 berikut:
(50)
Diagram 3.1 Alur Kegiatan Penelitian
Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif tanpa bantuan Cabri
Geometry Studi Kepustakaan dan
Penyusunan Proposal
Penyusunan instrumen, perangkat pembelajaran, dan modul Cabri Geometry
Uji coba instrumen
Analisis hasil uji coba dan Perbaikan instrumen
Tes Awal Kemampuan Representasi Matematis
Seminar Proposal
Perbaikan Proposal
Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif berbantuan Cabri
Geometry
Tes Akhir Kemampuan Representasi Matematis
Pengolahan dan Analisis Data
(51)
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV mengenai perbedaan peningkatan hasil belajar siswa terhadap kemampuan representasi matematis, antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry (CG) dan siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CG, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program CG dan siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CG.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa level tinggi yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program CG dan siswa level tinggi yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CG.
3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa level sedang yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program CG dan siswa level sedang yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CG.
(52)
siswa level rendah yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program CG dan siswa level rendah yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CG.
5. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program CG berdasarkan kategori kemampuan awal siswa.
6. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa berdasarkan kategori kemampuan awal siswa.
7. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah)
Ditinjau dari pencapaian nilai gain ternormalisasi, kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan berbantuan program CG untuk semua level kemampuan awal siswa tidak ada yang berada pada kasifikasi gain rendah, sedangkan pencapaian gain ternormalisasi kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran tanpa bantuan program CG sebagian besar masih dalam klasifikasi gain rendah.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa, untuk semua level kemampuan awal siswa peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang belajar geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program CG lebih baik daripada tanpa bantuan program CG.
(53)
Setelah pelaksanaan penelitian, peneliti mendapatkan beberapa temuan berupa keterbatasan-keterbatasan yang terjadi dalam penelitian ini antara lain: 1. Dalam penelitian ini, peneliti hanya dapat menggunakan 21 komputer dari 25
unit komputer yang tersedia di sekolah dikarenakan 4 unit komputer masih dalam tahap perbaikan. Sampel terdiri atas 25 orang siswa, sehingga 1 komputer ada yang digunakan untuk 2 orang siswa, hal ini menyebabkan siswa harus menggunakannya secara bergantian untuk dapat bereksplorasi secara individu.
2. Bahasa yang digunakan pada software ini menggunakan bahasa Inggris. Sementara siswa tempat peneliti melakukan penelitian menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Bagi siswa yang tidak dapat berkomunikasi dengan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar akan sangat sulit untuk memahami pelajaran. Meskipun sebelum penelitian peneliti telah memberikan modul dengan menggunakan bahasa Indonesia untuk memperkenalkan icon-icon pada software CG. Namun, untuk sebahagian siswa, khususnya siswa pada level rendah hal ini menjadi kendala tersendiri bagi mereka.
Berdasarkan temuan tersebut di atas, peneliti akan mengemukakan beberapa saran untuk dapat ditindaklanjuti pada penelitian berikutnya atau oleh peneliti lainnya sehingga keterbatasan dalam penelitian dapat diperkecil. Saran tersebut penulis rinci sebagai berikut:
(54)
program CG dapat dijadikan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa.
2. Sebaiknya melakukan penelitian pada sekolah yang memiliki fasilitas komputer yang cukup memadai, artinya setiap siswa mendapatkan satu unit komputer atau mengadakan persiapan dengan mengecek semua unit komputer yang tersedia dapat digunakan semua dengan baik.
3. Jika ingin meneliti tentang keefektifan penggunaan software dalam pembelajaran matematika di sekolah sebaiknya penelitian dilakukan pada sekolah yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris. Tidak dipungkiri bahasa menjadi salah satu kendala bagi siswa, sehingga untuk siswa yang terbiasa dengan bahasa pengantar bahasa Inggris akan lebih cepat dalam proses belajar menggunakan software berbahasa Inggris.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tingkatan sekolah yang berbeda sebagai pembanding, seperti di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah atas. Dengan materi yang lebih luas dan populasi yang lebih banyak.
(55)
DAFTAR PUSTAKA
Adesanjaya. (2010). Pendekatan dan Metode Pembelajaran. [Online], Tersedia: http://aadesanjaya.blogspot.com. [28 November 2011]
Amri. (2009). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematik Siswa SMP
Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Induktif-Deduktif. Tesis SPs
UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Arikunto, S. (2007). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arnawa, M. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pembuktian Mahasiswa dalam
Aljabar Abstrak melalui Pembelajaran Berdasarkan Teori APOS. Desertasi
SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Atik, K. (2009). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Geometry Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran
Berbasis Masalah Berbantuan Program Cabri Geometry II. Tesis pada SPs
UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Dahar, M.A., Dahar R.T., dan Dahar, R.A. (2011). Prior Achievement is the Indicator of the use of School ResourceInputs and the Best Predictor of
Academic Achievement in Punjab (Pakistan). Euro Journals. (10), 179-187.
Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Lanjutan tingkat Pertama Melalui Pendekatan
OPEN-ENDED. Disertasi SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
---. (2006). “Pengembangan Bahan Ujian dan Analisis Hasil Ujian” Materi Presentasi Sosialisasi KTSP Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Dewanto, S.P. (2003). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi melalui Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Induktif-Deduktif. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
(56)
Dwons, J. dan Dwons, M. (2002). Advanced Mathematical Thinking With a
Special Reference to Reflection on Mathematical Structure. Dalam L.P
English (Ad). Handbook International Research in Mathematics Education (IRME). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Fraenkel, J.R., dan Wallen, N.E. (2007). How to Design and Evaluate Research in
Education Sixth Edition. New York: McGraw Hill.
Goldin, A.G. (2002). Representation in Mathematical Learning and Problem
Solving. Dalam English, L.D (Ed) Handbook of International Research in
Mathematics Education (pp. 197-21). Mahwah NJ: Laurence Erlbaum.
Hake. R. (1999). Analyzing Change/Gain Score. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/AnalysingChange-Gain.pdf. [12 April 2012]
Hudiono, B. (2005). Peran Pembelajaran Diskursus Multi Representasi terhadap Pengembangan Kemampuan Matematik dan Daya Representasi pada
Siswa. Disertasi SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Hudoyo, H. (2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Jurnal Matematika dalam Pembelajaran. ISSN: 085-7792. Tahun viii, edisi khusus
Janvier, C. (1987). Conceptions and Representation: The Circle as an Example. In Janvier (Ed). Problem of Representation in The Teaching and Learning
of Mathematics. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Jiang, Z. (2007). “ The Dynamic Geometry Software as an Effective Learning and
Teaching Tool”. The Electronic Journal of Mathematics and Technology.
Kaput, J. J dan Goldin, G. A. (2004). A Join Perspective on the Idea of
Representation in Learning and Doing Mathematics. [Online]. Tersedia:
http://www.simmalac.usmassad.edu. [5 Pebruari 2012]
Karli, H. (2003). Implemantasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Bina Media Informasi.
Kartini, T. (2011). Mengembangkan Kemampuan Representasi Matematis dan
Self Efficacy Siswa SMP melalui Reciprocal Teaching Model. Tesis SPs UPI
Bandung: Tidak Diterbitkan.
Kenney M.J. (1996). Communication in Mathematics K.12 and Beyond. Using Multiple Representation to Communicate An Algebra Challenge. University of Massachusetts at Amherst
(1)
program CG dapat dijadikan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa.
2. Sebaiknya melakukan penelitian pada sekolah yang memiliki fasilitas komputer yang cukup memadai, artinya setiap siswa mendapatkan satu unit komputer atau mengadakan persiapan dengan mengecek semua unit komputer yang tersedia dapat digunakan semua dengan baik.
3. Jika ingin meneliti tentang keefektifan penggunaan software dalam pembelajaran matematika di sekolah sebaiknya penelitian dilakukan pada sekolah yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris. Tidak dipungkiri bahasa menjadi salah satu kendala bagi siswa, sehingga untuk siswa yang terbiasa dengan bahasa pengantar bahasa Inggris akan lebih cepat dalam proses belajar menggunakan software berbahasa Inggris.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tingkatan sekolah yang berbeda sebagai pembanding, seperti di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah atas. Dengan materi yang lebih luas dan populasi yang lebih banyak.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Adesanjaya. (2010). Pendekatan dan Metode Pembelajaran. [Online], Tersedia: http://aadesanjaya.blogspot.com. [28 November 2011]
Amri. (2009). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematik Siswa SMP
Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Induktif-Deduktif. Tesis SPs
UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Arikunto, S. (2007). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arnawa, M. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pembuktian Mahasiswa dalam
Aljabar Abstrak melalui Pembelajaran Berdasarkan Teori APOS. Desertasi
SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Atik, K. (2009). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Geometry Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran
Berbasis Masalah Berbantuan Program Cabri Geometry II. Tesis pada SPs
UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Dahar, M.A., Dahar R.T., dan Dahar, R.A. (2011). Prior Achievement is the Indicator of the use of School ResourceInputs and the Best Predictor of
Academic Achievement in Punjab (Pakistan). Euro Journals. (10), 179-187.
Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Lanjutan tingkat Pertama Melalui Pendekatan
OPEN-ENDED. Disertasi SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
---. (2006). “Pengembangan Bahan Ujian dan Analisis Hasil Ujian” Materi Presentasi Sosialisasi KTSP Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Dewanto, S.P. (2003). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi melalui Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Induktif-Deduktif. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
(3)
Dwons, J. dan Dwons, M. (2002). Advanced Mathematical Thinking With a
Special Reference to Reflection on Mathematical Structure. Dalam L.P
English (Ad). Handbook International Research in Mathematics Education (IRME). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Fraenkel, J.R., dan Wallen, N.E. (2007). How to Design and Evaluate Research in
Education Sixth Edition. New York: McGraw Hill.
Goldin, A.G. (2002). Representation in Mathematical Learning and Problem
Solving. Dalam English, L.D (Ed) Handbook of International Research in
Mathematics Education (pp. 197-21). Mahwah NJ: Laurence Erlbaum.
Hake. R. (1999). Analyzing Change/Gain Score. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/AnalysingChange-Gain.pdf. [12 April 2012]
Hudiono, B. (2005). Peran Pembelajaran Diskursus Multi Representasi terhadap Pengembangan Kemampuan Matematik dan Daya Representasi pada
Siswa. Disertasi SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Hudoyo, H. (2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Jurnal Matematika dalam Pembelajaran. ISSN: 085-7792. Tahun viii, edisi khusus
Janvier, C. (1987). Conceptions and Representation: The Circle as an Example. In Janvier (Ed). Problem of Representation in The Teaching and Learning
of Mathematics. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Jiang, Z. (2007). “ The Dynamic Geometry Software as an Effective Learning and
Teaching Tool”. The Electronic Journal of Mathematics and Technology.
Kaput, J. J dan Goldin, G. A. (2004). A Join Perspective on the Idea of
Representation in Learning and Doing Mathematics. [Online]. Tersedia:
http://www.simmalac.usmassad.edu. [5 Pebruari 2012]
Karli, H. (2003). Implemantasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Bina Media Informasi.
Kartini, T. (2011). Mengembangkan Kemampuan Representasi Matematis dan
Self Efficacy Siswa SMP melalui Reciprocal Teaching Model. Tesis SPs UPI
Bandung: Tidak Diterbitkan.
Kenney M.J. (1996). Communication in Mathematics K.12 and Beyond. Using Multiple Representation to Communicate An Algebra Challenge. University of Massachusetts at Amherst
(4)
Kristiyanto, AL. (2007). Pembelajaran Matematika Berdasarkan Teori. [Online]. Tersedia:http://kris-21.blogspot.com/pembelajaran-matematika-berdasar-teori.html [30 November 2011]
Kusumah, Y.S. (2005). Desain Courseware Matematika dan Implementasinya dalam Pembelajaran Berbasiskan Software Komputer untuk Meningkatkan
Kemampuan Kognitif dan Afektif Siswa. Makalah. Jurusan Pendidikan
Matematika FPMIPA UPI. Tidak Diterbitkan.
Kusumah, Y.S. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Inplementasi Computer-Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical
Thinking. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang
Pendidikan Matematika 2008, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. (Tidak Diterbitkan).
Luitel, B.C. Multiple Representation Of Mathematical Learning. [Online]. Tersedia; http://www.mathedu.cinvetav.mx/adalira.pdf [2 Pebruari 2012] Mariotti, M. A. (2007). The Influence of Technological Advances on Students
Mathematical Learning. (dalam: Handbook of International Research in
Mathematical Education. Ed. Lyn D. English)
Matlin, M.W. (1994). Cognition: Harcourt Barce Jovanovich.
Meltzer, D. E. (2002). The Relationship between Mathematic Preparation and
Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible ”Hidden Variable” In
Diagnostic Pretest Score. [Online]. Tersedia: http:www.physics.iastate.edu.
[28 November 2011]
Muabuai, Y. (2009). Pembelajaran Geometri melalui Model Kooperatif Tipe STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus dalam upaya Peningkatan
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Tesis SPs UPI. Bandung:
Tidak Diterbitkan
Mudzakkir HS. (2006). Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Mulyana, E. (2003). Masalah Ketidaktepatan Istilah dan Simbol dalam Geometri
(5)
Mulyana, T. (2005). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa SMA Jurusan IPA Melalui Pembelajaran Dengan
Pendekatan Induktif-Deduktif. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: Authur. [Online], Tersedia: http://rbaryans.wordpress.com [15 Oktober 2011]
NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston: Virginia.
Nomura, T. (2010). The Effects of Cabri Geometry for Exploring Geometry in
Classroom. Journal Mathematics Education (JME), Board of Education in
Yuki City Japan.
Nurhasanah, F. (2010). Abstraksi Siswa SMP dalam Belajar Geometri melalui
Penerapan Model Van Hiele dan Geometer’s Sketchpad (Junior High
School Students’ Abstraction in Learning Geometry Through Van Hiele’s
Model and Geometer’s Sketchpad). Tesis SPS UPI Bandung: Tidak
Diterbitkan.
Purniati. (2009). Pembelajaran Geometri Berdasarkan Tahapan Van Hiele dalam
Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SLTP.
Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Ruseffendi, E. T. (1991). Penilaian Pendidikan Hasil Belajar Siswa Khusus
dalam Pengajaran Matematika. Bandung: Tarsito
Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non
Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito
Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito.
Santos, A.G.D dan Thomas, M.(2003). Representational Ability and
Understanding of Derivative. University of Hawai
Siregar, N. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa
Madrasah Tsanawiyah Kelas yangbelajar geometri Berbantuan Geometer’s
Sketchpad dengan Siswa yang Belajar tanpa Geometer’s Sketchpad. Tesis
(6)
Sudarman. (2007). Pengaruh Frekuensi Evaluasi terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa dalam Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Inkuiri).
[Online]. Tersedia: http://pembelajaranfisika.blogspot.com. [10 Juli 2011] Sudjana, N. (1992). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Sudjana, N. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sugiyono. (2009). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta. Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA
Sumarmo, U. (2005). “Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan
Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah”. Makalah pada Seminar
Pendidikan Matematika di FMIPA Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.
Sunardi. (2007). Hubungan Tingkat Penalaran Formal dan Tingkat
Perkembangan Konsep Geometri Siswa. Jurnal Ilmu Pendidikan. Jakarta:
LPTK dan ISPI
Suparno. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jakarta: Kanisius. Tall, D. O. (1995). Cognitive Growth in Elementary and Advanced Mathematical
Thinking.(Conference of the International Group for the Psychology of
Learning Mathematics, Recife, Brazil, July 1995,Vol I)
Trihendradi. C. (2008). Step by Step SPSS 16 Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta : Lauser Cita Pustaka Whidiarso, W. (2007). Uji Hipotesis Komparatif. [Online]. Tersedia:
http://elisa.ugm.ac.id/files/wahyu_psy/maaio0d2/Membaca_t-tes.pdf
Widiastuti. (2010). Pengaruh Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs)
terhadap Kemampuan Representasi Matematis dan Self Efficacy Siswa.