Hak Waris Anak Bawaan Istri Yang Akta Kelahirannya Dilegalisasi Oleh Suami Baru Ibunya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawian, Hukum Adat, Dan HUkum Islam.
HAK WARIS ANAK BAWAAN ISTRI YANG AKTA KELAHIRANNYA
DILEGALISASI OLEH SUAMI BARU IBUNYA DITINJAU DARI UNDANGUNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN, HUKUM
ADAT, DAN HUKUM ISLAM
ABSTRAK
AGUNG GUMELAR
110110100017
Keberadaan anak tidak selalu hadir dari sebuah hubungan perkawian.
Seorang anak bisa saja lahir dari hubungan perkawinan terdahulu. Salah satu
kondisi berbeda yang yang menarik untuk dicermati dan diteliti adalah
mengenai anak yang dilahirkan dari perkawinan terdahulu ibunya. Setelah
menikah lagi, maka anak menjadi anak tiri suami baru ibunya (ayah baru).
Tindakan legalisasi akta kelahiran banyak dilakukan dalam masyarakat
dengan cara mengganti nama ayah kandung menjadi nama ayah tiri. Praktik
legalisasi seperti ini menimbulkan banyak masalah terkait dengan pewarisan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keabsahan dari
legalisasi dalam Akta Kelahiran dengan nama suami baru ibunya ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, status hukum
dari anak bawaan istri yang dilegalisasi Akta Kelahirannya menurut Hukum
Waris Adat dan Hukum Waris Islam dan penyelesaian pewarisan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan pendekatan
yuridis normative, yaitu penelitian Hukum yang mengutamakan cara
penelitian bahan pustaka atau yang disebut data sekunder berupa hukum
positif dan implentasinya dalam praktek.
Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Akta
Kelahiran yang dilegalisasi dengan mencantumkan nama ayah tiri sebagai
ayah kandung adalah suatu penyelundupan hukum dan tidak sah. Tindakan
legalisasi ini tidak merubah status hukum anak menjadi anak kandung suami
baru ibunya, tetapi tetap sebagai anak tiri bawaan ibu. Menurut Hukum Islam,
tindakan tersebut menimbulkan hubungan pewarisan, karena tidak terdapat
hubungan Nasabiah/hubungan darah. Anak bawaan istri yang Akta
Kelahirannya dilegalisasi oleh suami baru ibunya bisa mendapat harta
sebagai penerima hibah atau Wasiat Wajibah yang besarannya maksimal 1/3
dari harta bersama dan tidak berhak mendapatkan harta asal. Namun dalam
Hukum Adat, anak tiri dan
anak angkat dapat menjadi ahli waris
sebagaimana anak kandung, kecuali ditentukan lain oleh adatnya.
iv
DILEGALISASI OLEH SUAMI BARU IBUNYA DITINJAU DARI UNDANGUNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN, HUKUM
ADAT, DAN HUKUM ISLAM
ABSTRAK
AGUNG GUMELAR
110110100017
Keberadaan anak tidak selalu hadir dari sebuah hubungan perkawian.
Seorang anak bisa saja lahir dari hubungan perkawinan terdahulu. Salah satu
kondisi berbeda yang yang menarik untuk dicermati dan diteliti adalah
mengenai anak yang dilahirkan dari perkawinan terdahulu ibunya. Setelah
menikah lagi, maka anak menjadi anak tiri suami baru ibunya (ayah baru).
Tindakan legalisasi akta kelahiran banyak dilakukan dalam masyarakat
dengan cara mengganti nama ayah kandung menjadi nama ayah tiri. Praktik
legalisasi seperti ini menimbulkan banyak masalah terkait dengan pewarisan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keabsahan dari
legalisasi dalam Akta Kelahiran dengan nama suami baru ibunya ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, status hukum
dari anak bawaan istri yang dilegalisasi Akta Kelahirannya menurut Hukum
Waris Adat dan Hukum Waris Islam dan penyelesaian pewarisan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan pendekatan
yuridis normative, yaitu penelitian Hukum yang mengutamakan cara
penelitian bahan pustaka atau yang disebut data sekunder berupa hukum
positif dan implentasinya dalam praktek.
Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Akta
Kelahiran yang dilegalisasi dengan mencantumkan nama ayah tiri sebagai
ayah kandung adalah suatu penyelundupan hukum dan tidak sah. Tindakan
legalisasi ini tidak merubah status hukum anak menjadi anak kandung suami
baru ibunya, tetapi tetap sebagai anak tiri bawaan ibu. Menurut Hukum Islam,
tindakan tersebut menimbulkan hubungan pewarisan, karena tidak terdapat
hubungan Nasabiah/hubungan darah. Anak bawaan istri yang Akta
Kelahirannya dilegalisasi oleh suami baru ibunya bisa mendapat harta
sebagai penerima hibah atau Wasiat Wajibah yang besarannya maksimal 1/3
dari harta bersama dan tidak berhak mendapatkan harta asal. Namun dalam
Hukum Adat, anak tiri dan
anak angkat dapat menjadi ahli waris
sebagaimana anak kandung, kecuali ditentukan lain oleh adatnya.
iv