SERAPAN P DAN LAJU PERKEMBANGAN BIBIT MANGGIS TERHADAP NAUNGAN, CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA, DAN PUPUK FOSFAT (P uptake and development of mangosteen seedling to shading, arbuscular mycorrhizal fungi inoculation, and phosphate fertilizer application).

181
Stigma Volume XII No.4, Oktober – Desember 2004

SERAPAN P DAN LAJU PERKEMBANGAN BIBIT MANGGIS TERHADAP
NAUNGAN, CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA, DAN PUPUK FOSFAT
(P uptake and development of mangosteen seedling to shading, arbuscular mycorrhizal fungi
inoculation, and phosphate fertilizer application)
Auzar Syarif *)
ABSTRACT
The experiment was conducted to evaluate the P uptake
and development of mangosteen (Garcinia Mangostana L.)
seedling to shading, arbuscular mycorrhizal fungi
inoculation, and phosphate fertilizer application from
April until September 2001 in the experimental field of
Andalas University Padang with an elevation of about 250
m above sea level. The pot experiment was to evaluate
three levels of shading (25, 50, and 75 percent), three
arbuscular mycorrhizal fungi species (Glomus etunicatum
and Glomus manihotis, and control) and four dosages of
phosphate fertilizer (0, 150, 300, and 450 mg pot -1 month1
). The experimental design were Randomized Blocks

Design in factorial pattern with three replications. The
results of the experiments showed that (1) there were no
interaction effects between AMF, phosphate fertilizer, and
shading on the the uptake of P and total dry weight of 5
months mangosteen seedling, (2) the development of leaf
area ratio, net assimilation rate, and relative growth rate
were the same between seedling treated with 50 and 75
percent shading, but were higher than with 25 percent
shading at any level of AMF inoculation and phosphorous
fertilizer application, (3) Shading affected total dry weight
of 5 months mangosteen seedling. Shading of 50 and 75
percent showed better results than 25 percent.
Key words: phosphate, mangosteen, mycorrhizal fungi

PENDAHULUAN
Laju perkembangan bibit manggis lambat karena
sistem perakarannya tidak berkembang dengan
baik. Mengatasi kendala tersebut dapat dilakukan
dengan mengatur intensitas radiasi matahari yang
sampai ke tanaman karena tanaman yang dapat

memanfaatkan radiasi secara efisien akan menghasilkan fotosintat bersih yang banyak. Pengaturan radiasi matahari dengan penaungan diharapkan akan mendukung perkembangan tanaman.
Bibit manggis berkembang dengan cepat pada
intensitas radiasi matahari 50% (Poerwanto,
2000), namun perkembangannya lebih didominasi oleh perkembangan tajuk daripada akar.
Pengaturan intensitas radiasi matahari saja belum
cukup karena perkembangannya tidak akan berjalan dengan seimbang jika tidak didukung oleh

*)

serapan hara dan air yang cukup. Upaya pendukung itu diantaranya dengan cendawan mikoriza
arbuskula (CMA) karena CMA memperluas daerah jelajah akar, meningkatkan pertumbuhan
akar, dan membebaskan hara terikat menjadi tersedia sehingga CMA akan dapat meningkatkan
serapan hara dan air dari dalam tanah.
Efektifitas CMA terhadap tanaman tinggi pada P tersedia tanah rendah, namun pupuk P tetap
diperlukan. Penurunan dosis pupuk P meningkatkan efektifitas CMA pada beberapa akar tanaman (Kabirun dan Widada, 1999). Efektifitas
Glomus etunicatum pada kedelai lebih tinggi
yang diberi pupuk P daripada yang tidak diberi
pupuk P (Ayako et al., 1999).
Respons tanaman terhadap CMA tinggi di
bawah intensitas radiasi matahari tinggi karena

pada kondisi tersebut infeksi CMA tinggi
(Franken dan Gnadinger, 1994). Respons bibit
manggis yang tumbuh pada intensitas radiasi
matahari tinggi dan diinokulasi dengan CMA
mungkin bersifat sebaliknya karena bibit manggis
memerlukan naungan tinggi untuk berkembang
dengan baik. Untuk itu, pengaturan intensitas
radiasi matahari dan pemberian pupuk P yang
tepat harus dilakukan agar efektivitas CMA
tinggi dalam memacu perkembangan bibit
manggis.
BAHAN DAN METODE
Percobaan telah dilaksanakan di Kebun
Percobaan Fakultas Pertanian Unand, Padang.
Percobaan dimulai bulan April sampai September
2001 dengan mengkaji tiga taraf naungan (25, 50,
dan 75%), tiga jenis CMA (Glomus etunicatum
dan Glomus manihotis, dan kontrol), dan empat
level dosis pupuk fosfat (0, 150, 300, dan 450 mg
pot-1 bulan-1) yang dirancang menurut acak

kelompok berpola faktorial. Pada percobaan ini
dikaji 36 kombinasi perlakuan yang diulang 3
kali.

Staf pengajar Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang

ISSN 0853-3776

AKREDITASI DIKTI No. 52/DIKTI/KEP/1999 tgl. 12 Nopember 2002

182
Stigma Volume XII No.4, Oktober – Desember 2004
Benih berukuran berat lebih dari 1.3 mg disterilisasi dengan merendamkan ke dalam campuran dithane M-45 dan agrimicin masingmasing 2 g l-1 selama 3 jam, serta dicelupkan dalam bayclean 15% selama 15 menit dan dibilas
dengan akuades. Media bibit terdiri atas campuran tanah, kotoran sapi matang, dan pasir 1: 1:
1 yang disterilisasi dengan alat electric soil
sterilizer. Penanaman bibit manggis dilakukan
pada saat bibit berumur 2 bulan.
Penaungan terbuat dari lis-lis kayu (lebar 3
cm dan tebal 1 cm) dan disusun pada penyangga
dengan jarak 1 cm (naungan 75%), 3 cm (naungan 50%), dan 9 cm (naungan 25%). CMA diberikan bersamaan dengan penanaman bibit dengan

dosis 20 g tanaman-1. Pupuk N, P, dan K setiap
bulan. Pupuk N dan K diberikan dengan dosis
250 mg pot-1 serta pupuk P sesuai dengan
perlakuan, yaitu 0, 150, 300, dan 450 mg pot-1.
Variabel responsnya adalah serapan P, laju
perkembangan tanaman (nisbah luas daun, laju
asimilasi bersih, laju tumbuh relatif), dan bobot
kering total tanaman. Variabel respons bobot
kering total tanaman dianalisis dengan sidik
ragam univariat dan dilanjutkan dengan uji BNT
dan data laju perkembangan tanaman dianalisis
regresi dengan sidik regresi terhadap umur dan
kurva yang diperoleh diperbandingkan dengan uji
kesejajaran dan keberimpitan.

Sesuai dengan pendapat Salisbury dan Ross
(1992), kebergantungan tanaman terhadap hara
dari luar sangat rendah selama makanan cadangan yang tersimpan dalam biji masih tersedia dalam jumlah cukup. Fisher (1984) memperkuat
alasan tersebut bahwa selama periode perkecambahan dan pertumbuhan semai, kebutuhan tanaman akan hara lebih dominan ditentukan oleh penyediaan makanan cadangan yang terdapat dalam
biji.

Tabel 1.

Kandungan fosfor pupus bibit manggis umur 5
bulan yang diinokulasi dengan CMA, diberi
pupuk P, dan dinaungi

Pupuk P
Naungan (N)
(P) mg
25%
50%
75%
-1
pot
Ppm
0
0.16
0.16
0.15
150

0.17
0.17
0.16
Tanpa CMA
300
0.17
0.17
0.17
450
0.17
0.18
0.17
0
0.15
0.16
0.16
150
0.18
0.18
0.18

G. etunicatum
300
0.19
0.17
0.17
450
0.17
0.16
0.16
0
0.16
0.16
0.16
150
0.17
0.17
0.16
G. manihotis
300
0.17

0.18
0.17
450
0.18
0.18
0.17
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam (M), (P), (N),
(MxP), (MxN), (PxN), (MxPxN) teruji tidak nyata
Jenis CMA
(M)

2. Laju perkembangan bibit
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Serapan hara
Fosfor bibit manggis umur 5 bulan sama sekali tidak ditentukan oleh CMA, pupuk P, dan
naungan (Tabel 1). Hal itu terjadi karena bibit
manggis sampai umur 5 bulan masih mempunyai
makanan cadangan (biji) yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi bibit manggis sebelum organ tumbuhnya dapat berfungsi dengan
baik. Makanan cadangan tersebut dapat mengurangi efek yang saling menentukan di antara
CMA, pupuk P, dan naungan terhadap kandungan hara bibit manggis.

Informasi tentang peran CMA terhadap serapan P pada bibit manggis belum ada, namun
peran makanan cadangan pada biji terhadap peran CMA pada tanah kurang subur telah dilakukan oleh Allosop dan Stock (1995). Mereka
menyimpulkan bahwa kebergantungan bibit yang
berbiji besar terhadap CMA lebih rendah daripada bibit yang berbiji kecil. Kandungan hara
bibit Leucaena leucocephala dan jagung yang
dibuang bijinya lebih rendah daripada tanpa
dibuang (Muthukumar dan Udaiyan, 2000).

ISSN 0853-3776

Laju perkembangan nisbah luas daun, laju
asimilasi bersih, dan laju tumbuh relatif bulanan
bibit manggis yang ditempatkan di bawah naungan, diinokulasi dengan CMA dan dipupuk dengan
P menunjukkan pola yang sama, yaitu garis lurus
(Gambar 1, 2, dan 3). Laju perkembangan itu
pada bulanan pertama untuk naungan semua tingkatan relatif sama, tetapi pada bulanan berikutnya
sampai bulanan keempat hampir berbeda untuk
setiap jenis CMA dan dosis pupuk P.
Untuk semua jenis CMA dan dosis pupuk P,
perkembangan nisbah luas daun bibit manggis

dengan naungan 50% hampir sama dengan
naungan 75%, tetapi lebih cepat daripada dengan
naungan 25%. Hal itu terjadi karena perbedaan
intensitas radiasi matahari yang diterima bibit
manggis sebagai akibat dari perbedaan tingkat
naungan. Perbedaan radiasi matahari yang diterima bibit manggis dengan naungan 75 dan 50%
tampaknya belum memberikan perbedaan yang
bermakna terhadap nisbah luas daun. Perbedaan
baru terlihat jika naungan diturunkan menjadi
25%. Perkembangan nisbah luas daun dengan
naungan 50 dan 75% lebih cepat daripada dengan
naungan 25%. Hal itu sesuai dengan sifat bibit
manggis itu sendiri yang membutuhkan intensitas

AKREDITASI DIKTI No. 52/DIKTI/KEP/1999 tgl. 12 Nopember 2002

Matriks Perbandingan
Matriks Perbandingan
Kurva
Kurva
n1Yn
: naungan
25 %;(R
n222=0.82)
:=0.80)
naunganY/Y
50 %; nn113 : naungan
n22
n33 75 % Yn1 = 38.60+2.94x (R2=0.71)
Y/Y
n1
n2
n3
Y/Y
=38.77+3.14x
39.73+3.60x
(R
1 =
n2
/
//
­
­
n2
// ­
­
55
Yn2 =
=39.30+3.49x
38.37+3.81x
(R
(R22=0.88)
=0.92)
Yn2 = 39.12+3.43x (R2=0.89)
2
2
// (/)
/ atau
­ sejajar
n3
// keberimpitan
/
­
Yn3=38.16+3.88x
= 40.76+2.99x
(R
(R2=0.89)
=0.88)
3
Yn3(//)
= 38.77+3.63x
=0.89)
Keterangan
: semua
kurvanberimpit
menurut(Ruji
kesejajaran
dan

Nisbah luas daun (cm

2

g -1 )

60

50

pada taraf nyata 0.05 sebagaimana diidentifikasi

dalam matrik perbandingan

45

60

40

55

60

55

g -1 )
2

n3

berbagai level45 dosis dengan naungan yang berbeda taraf

25
1-2

Nisbah luas daun (cm

30

50

2

35

40

2-3

3-4

4-5

35
Periode
bulanan

n1
n2
n3

Nisbah luas daun (cm

g -1 )

Gambar 1 : Perkembangan nisbah luas daun
bibit manggis sampai umur 5 bulan yang diinokulasi dengan CMA berbagai jenis
dan diberi pupuk P
50
n2
n1

45

40

n1
n2

35

n3

30

30

25

25
1-2

2-3

3-4

Periode bulanan

4-5

1-2

2-3

3-4

Periode bulanan

4-5

14

14

13.5

13.5

13.5

12.5
12
11.5
11

n1
n2

10.5

n3

10

13
12.5
12
11.5

10.5
10
9.5

9

9

2-3

3-4

n1
n2
n3

11

9.5

1-2

2-3

3-4

4-5

Periode bulanan

Matriks Perbandingan
Kurva
Y/Y

n1

n2

n3

n2
n3

//
//

­
/

­
­

12
11.5
11

n1
n2

10.5

n3

10

9
1-2

4-5

13
12.5

9.5

Periode bulanan

Yn1 =10.36+0.40x (R2=0.64)
Yn2 =10.00+0.63x (R2=0.80)
Yn3=10.96+0.75x (R2=0.73)

Laju asimilasi bersih (mg cm -2 bln-1)

13

Laju asimilasi bersih (mg -2
cm
bln-1)

Laju asimilasi bersih (mg cm -2 bln -1)

14

Yn1=10.00+0.71x (R2=0.69)
Yn2= 9.87+0.85x (R2=0.71)
Yn3= 9.82+0.87x (R2=0.88)

1-2

2-3

3-4

4-5

Periode bulanan

Matriks Perbandingan
Kurva
Y/Y
n1
n2
n3
n2
// ­
­
n3
// /
­

Matriks Perbandingan
Kurva

Yn1=10.19+0.64x (R2=0.64)
Yn2=10.01+0.87x (R2=0.66)
Yn3=10.13+0.71x (R2=0.54)

Y/Y

n1

n2

n3

n2
n3

//
//

­
/

­
­

n1 : naungan 25 %; n2 : naungan 50 %; n3 : naungan 75 %

Keterangan: semua kurva berimpit (/) atau sejajar (//) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan pada taraf nyata 0.05 sebagaimana diidentifikasi
dalam matrik perbandingan

Gambar 2: Laju asimilasi bersih bibit manggis sampai umur 5 bulan yang diinokulasi dengan CMA berbagai jenis dan diberi pupuk P berbagai
level dosis dengan naungan yang berbeda taraf

0.7

Laju tumbuh relatif (mg g

0.5
0.4
n1

0.3

n2
n3

0.2

0.7

0.5
n1

0.4

n2
n3

0.3
0.2
0.1

0.1

1-2

2-3

3-4

1-2

4-5

Yn1 =0.39+0.06x (R2=0.84)
Yn2 =0.38+0.07x (R2=0.82)
Yn3=0.37+0.08x (R2=0.83)

2-3

3-4

4-5

Periode bulanan

Periode bulanan

Matriks Perbandingan
Kurva
Y/Y

n1

n2

n3

n2
n3

//
//

­
/

­
­

0.5
0.4
0.3

n1
n2
n3

0.2
0.1

0

0

0.6

-1

0.6

Laju tumbuh relatif (mg g

0.6

0.8

bln -1)

0.7
Laju tumbuh relatif (mg g-1 bln-1)

0.8

-1

bln -1)

0.8

Yn1=0.39+0.06x (R2=0.63)
Yn2=0.38+0.07x (R2=0.85)
Yn3=0.37+0.08x (R2=0.97)

Matriks Perbandingan
Kurva
Y/Y
n1
n2
n3
n2
// ­
­
n3
// /
­

0
1-2

2-3

3-4

4-5

Periode bulanan

Matriks Perbandingan
Kurva

Yn1=0.39+0.06x (R2=0.71)
Yn2=0.39+0.07x (R2=0.73)
Yn3=0.37+0.08x (R2=0.87)

Y/Y

n1

n2

n3

n2
n3

//
//

­
/

­
­

n1 : naungan 25 %; n2 : naungan 50 %; n3 : naungan 75 %

Keterangan: semua kurva berimpit (/) atau sejajar (//) menurut uji kesejajaran dan keberimpitan pada taraf nyata 0.05 sebagaimana diidentifikasi
dalam matrik perbandingan

Gambar 3: Laju tumbuh relatif bibit manggis sampai umur 5 bulan yang diinokulasi dengan CMA berbagai jenis dan diberi pupuk P berbagai
level dosis dengan naungan yang berbeda taraf

radiasi matahari rendah untuk tumbuh dengan
baik. Intensitas itu dapat dicapai dengan naungan
50% dan atau 75% (Lukitariati et al., 1996).
Perkembangan nisbah luas daun bibit manggis dengan naungan 50% sama dengan naungan
75%. Hal itu disebabkan karena radiasi matahari
yang diterima bibit manggis dengan naungan 50
dan 75% masih berada pada kisaran toleransi
radiasi yang dibutuhkannya, tetapi jika naungan
diturunkan menjadi 25%, radiasi matahari yang
diterimanya telah melampaui titik jenuhnya.
Bibit manggis yang menerima radiasi rendah
akan menyebabkan daunnya menjadi luas sehingga menyebabkan perkembangan nisbah luas
daunnya semakin cepat. Didukung dengan pendapat Kasperbauer dan Kaul (1996), tanaman yang
menerima intensitas radiasi rendah, daunnya tipis
dan luas. Hasil yang hampir sama ditemukan
Lukitariati et al. (1996), daun bibit manggis
dengan naungan 50 dan 75% lebih luas daripada
dengan naungan 0 dan 25%.
Bibit manggis tergolong pada tanaman yang
membutuhkan intensitas radiasi matahari rendah
untuk mencapai titik konpensasi radiasi yang
tinggi. Pada intensitas radiasi rendah, daunnya
menjadi luas guna mengefisienkan pemanfaatan
radiasi terserap dengan cara mengurangi transmisi, dan refleksi. Hal demikian merupakan
adaptasi tanaman dalam meminimalisasi penggunaan hasil metabolik tanaman. Sesuai dengan
pendapat Hole dan Orcutt (1987), adaptasi tanaman terhadap intensitas radiasi rendah dengan
meningkatkan luas daun supaya radiasi matahari
yang terbatas dapat terserap lebih banyak melalui
pengurangan radiasi yang ditransmisikan dan
direfleksikan, sehingga pemanfaatan radiasi yang
terbatas dapat lebih efisien.
Dari hasil laju asimilasi bersih bibit manggis
yang diperoleh merupakan suatu bukti bahwa
efisiensi pemanfaatan radiasi matahari dengan
naungan 50 dan 75% lebih tinggi daripada dengan naungan rendah (25%). Semakin cepat perkembangan nisbah luas daun, semakin cepat pula
laju asimilasi bersihnya. Hal itu merupakan penyebab mengapa laju asimilasi bersih bibit manggis dengan naungan tinggi (50 dan 75%) lebih
cepat daripada dengan naungan rendah (25%).
Tanaman yang tumbuh di bawah kondisi intensitas radiasi rendah akan memodifikasi organ
fotosintetiknya ke bentuk organ yang mampu
memanfatkan radiasi yang rendah secara efisien.
Perubahan itu telah dibuktikan Lukitariati et al.
(1996), bibit manggis yang diberi naungan tinggi
mempunyai daun yang luas, tipis, kandungan
klorofil banyak, dan jumlah stomata yang rendah.
Perubahan organ fotosintetik tersebut merupakan
adaptasi tanaman untuk mempertahankan laju
fotosintesisnya tetap konstan tinggi melalui penambatan karbondioksida dalam jumlah yang ba-

nyak dengan kebutuhan energi minimum pada
tingkat intensitas radiasi matahari rendah
(Salisbury dan Ross, 1992).
Perkembangan laju tumbuh relatif bulanan
bibit manggis berhubungan erat dengan perkembangan nisbah luas daun dan laju asimilasi bersih
seperti terlihat pada Gambar 1 dan 2. Pada kedua
gambar tersebut terlihat bibit manggis dengan
semua tingkat naungan menunjukkan nisbah luas
daun dan laju asimilasi bersih relatif sama pada
periode bulanan pertama, tetapi pada bulanan
berikutya bibit manggis dengan naungan 50 dan
75% lebih cepat daripada dengan naungan 25%.
Hal itu terjadi karena bibit manggis pada bulan
pertama, daunnya belum banyak mengalami perubahan bentuk dan susunan, sedangkan pada
bulanan berikutnya telah terjadi perubahan itu.
Perubahan itu terjadi pada bibit manggis dengan
naungan 50 dan 75% yang memperlihatkan nisbah luas daun yang lebih cepat daripada dengan
naungan 25%. Daun bibit manggis dengan
naungan tinggi mampu memanfaatkan radiasi
yang rendah secara efisien untuk menghasilkan
fotosintat bersih yang lebih banyak dan pada
akhirnya mampu mendorong pekembangan yang
lebih cepat daripada dengan naungan rendah
Bibit manggis dengan naungan yang tinggi
pada bulanan pertama belum mampu memanfaatkan radiasi matahari yang rendah secara
efisien untuk mendorong pertumbuhan yang lebih
baik. Sebaliknya, pada naungan yang rendah,
daun-daunnya telah dapat memanfaatkan radiasi
matahari dalam jumlah yang banyak, namun
efisiensi pemanfaatannya tetap rendah karena
penggunaan hasil fotosintatnya juga tinggi pada
kondisi tersebut, sehingga dengan radiasi yang
diterimanya itu tidak mampu mendorong pertumbuhan yang lebih cepat. Hal itu merupakan penyebab mengapa laju tumbuh relatif bibit manggis pada bulanan pertama hampir sama untuk
semua tingkat naungan.
Laju tumbuh relatif bibit manggis ditentukan
oleh intensitas radiasi matahari. Bibit manggis
dengan naungan 50% lajunya hampir sama dengan naungan 75%. Laju pertumbuhan bibit
manggis pada kedua naungan itu jauh lebih tinggi
daripada dengan naungan 25%. Data itu menunjukkan bahwa laju tumbuh relatif bibit manggis
semakin cepat sejalan dengan semakin meningkatnya naungan dari 25% sampai 75%. Hasil
yang serupa didapatkan pula oleh Lukitariati et
al. (1996), laju tumbuh relatif bibit manggis dengan naungan 50 sampai 75% lebih tinggi daripada 0 sampai 25%.
4. Bobot kering total
Bobot kering total bibit manggis umur 5
bulan tidak ditentukan oleh efek interaksi di
antara CMA, pupuk P, dan naungan dan hanya

ditentukan oleh naungan (Tabel 2). Hal itu terjadi
karena CMA dan/atau pupuk P tidak mampu
meningkatkan serapan hara dari dalam tanah.
Ketidakmampuan tersebut terbukti pada kandungan hara yang dikandung bibit manggis umur
5 bulan relatif sama antara tanpa diinokulasi dan
tanpa pupuk P dengan yang diinokulasi CMA dan
diberi pupuk P.
Tabel 2. Bobot kering total bibit manggis umur 5 bulan
yang diinokulasi dengan CMA, diberi pupuk P,
dan dinaungi
Naungan (N)
50%
75%
g tanaman-1
0
2.33
2.40
2.51
150
2.36
2.67
2.78
Tanpa CMA
300
2.33
2.78
2.78
450
2.39
2.78
2.90
0
2.51
2.65
2.74
150
2.92
3.44
3.02
G. etunicatum
300
2.85
2.99
3.02
450
2.42
2.88
3.07
0
2.42
2.67
2.86
150
2.71
3.02
2.99
G. manihotis
300
2.74
3.17
2.87
450
2.75
3.37
3.02
Rata-Rata
2.56 b
2.90 a
2.88 a
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam, hanya tingkat
naungan teruji nyata . Angka-angka pada baris ditandai
dengan huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT
a = 0.05
Jenis CMA
(M)

Pupuk P
(P) mg
pot-1

25%

Bobot kering total bibit manggis hanya ditentukan oleh tingkat naungan. Bobot kering total
bibit manggis dengan naungan 75% sama dengan
naungan 50%, tetapi lebih berat daripada dengan
naungan 25%. Kenyataan itu terjadi karena bibit
manggis dengan naungan tinggi memperlihatkan
laju nisbah luas daun yang lebih cepat daripada
dengan naungan rendah, sehingga kemampuan
daunnya mengkonversi radiasi matahari ke bahan
kering tanaman juga lebih cepat dan efisien sehingga bobot kering totalnya menjadi tinggi.
Pada sisi lain, bibit manggis dengan naungan
tinggi mempunyai laju fotorespirasi dan respirasi
rendah sehingga penggunanan fotosintat yang
dihasilkan akan berkurang. Sesuai dengan pendapat (Tei et al., 1996), tanaman jenis naungan
mempunyai laju asimilasi bersih tinggi pada
tingkat intensitas radiasi matahari rendah karena
fotorespirasi dan respirasi rendah pada kondisi
tersebut. Bukti serupa ditemukan pula oleh
Lukitariati et al. (1996), bibit manggis tumbuh
lebih baik pada tingkat naungan 75 dan 50%
daripada dengan naungan 0 dan 25%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan telaahan hasil percobaan dapat
disimpulkan sebagai berikut:

(1) Tidak ada efek interaksi antara CMA, pupuk
fosfat, dan naungan terhadap serapan P dan
bobot kering total bibit manggis umur 5
bulan.
(2) Perkembangan laju nisbah luas daun, laju
asimilasi bersih, dan laju tumbuh relatif bibit
manggis yang diberi naungan 75% sama
dengan naungan 50%, tetapi lebih cepat
daripada dengan naungan 25% pada setiap
jenis CMA dan dosis pupuk P,
(3) Naungan berpengaruh terhadap bobot kering
total bibit manggis umur 5 bulan. Naungan
75% hampir sama baiknya dengan naungan
50%, tetapi lebih baik daripada dengan
naungan 25%.
Saran
Dari kesimpulan yang telah dikemukakan
dapat disarankan:
(1) percobaan lanjutan masih.perlu.dilakukan
mengingat pada percobaan ini pengaruh
pupuk P dan CMA terhadap serapan hara dan
laju perkembangan bibit lebih lanjut belum
diketahui secara pasti.
DAFTAR PUSTAKA
Allosop, N., W.D. Stock. 1995. Relationship between seed
reserves, seedling growth and mycorrhizal responses in
14 related shrubs from a low nutrition environment.
Funct. Ecol 9: 248-254.
Ayako, F., P. Katsura, and H. Hiroshi. 1997. Inoculation effect
of arbuscular mycorrhizal fungus (AMF) on soybean
(Glycine max) growth and phosphorus uptake under
different fertilized andosol. Papers Presented at the
International Coference Mycorrhizas in Sustainable
Trop. Agric. and Forest Ecosystem, Bogor, Indonesia,
Oct. 26-30, 1997. 5p.
Fisher. N. M. 1984. The growth and development of plants:
Vegetative phase. p. 156-213. In: P.R. Goldsworthy. and
N. M. Fisher (eds.). The Physiology Tropical Field
Crops. John Wiley & Sons, Ltd. London.
Hole. M.G., and D.M. Orcutt. 1987. The Physiology of Plants
under Stress. A. Wiley-Interscience. Publ. John Wiley &
Sons, Inc. New York.
Kabirun, S., and J. Widada. 1999. Growth responses of upland
rice to vesicular arbuscular mycorrhizal infection in
different level of applied phosphorus. p. 135-144. In:
F.A. Smith et al. (eds.). Proc. Int. Conf. Mycorrhizae in
Sustainable Trop. Agric. and Forest Ecosystem. Bogor,
Indonesia, Oct. 27-30, 1997.
Kasperbauer, M.J., and K.Kaul. 1996. Light quantity and
quality on source-sink relationships during plant growth
and development. p. 421-440. In: E. Zamski, and A.A.
Schaffer (eds.). Photoassimilate distribution in plants
and crops. Marcel Decker, Inc. New York.
Lukitariati,
S.,
N.L.P.
Indriyani,
Susiloadi,
dan
Anwaruddinsyah. 1996. Pengaruh naungan dan
konsentrasi indol butirat terhadap pertumbuhan bibit
batang bawah manggis. Jurnal Hortikultura 6(3):220226.
Muthukumar. T. and K.U. Udaiyan. 2000. The role seed
reserves in arbuscular mycorrhizal formation and growth
of Leucaena leucocophala (Lam.) de wit. and Zea mays
L. Mycorrhiza 9:323-330.

Poerwanto, R. 2000. Teknologi budidaya manggis. Makalah
Diskusi Nasional Bisnis dan Teknologi manggis,
Kerjasama Pusat Kajian Buah-buahan Tropika dengan
Dirjen Hortikultura dan Aneka Tanaman Departemen,
Bogor. 11 hal.
Salisbury, F. B., and C.R. Ross. 1992. Plant physiology.
Wadsworth Pub. Co. Division of Wadsworth, Inc.
Tei,. F.A., A. Scaife, and D.P. Aikman. 1996. Growth of
lettuce, onion, and red beet. I. Growth analysis, light
interception, and radiation use efficiency. Ann. Bot.
78:633-643.
------------------------------oo0oo------------------------------

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Berdasarkan Ketinggian Tempat (Studi Kasus Pada Hutan Pegunungan Sinabung Kabupaten Karo)

2 49 52

Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula Dan Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii Bl.) (The Effect Of Vesicular Arbuscular Mycorrhizal And Shade To Growth Of Cinnamon (Cinnamomum Burmanii Bl.)

1 63 7

Aspek Molekular dan Selular Simbiosis Cendawan Mikoriza Arbuskula

2 71 24

The Application of Mixed Arbuscular Mycorrhizal Fungi Inoculant to Peanut and Soybean

0 13 4

Increasing Yield of Upland Rice by Applications of Silicate, Phosphate and Inoculation of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in Ultisol

0 11 133

Increasing Yield of Upland Rice by Applications of Silicate, Phosphate and Inoculation of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in Ultisol

0 12 274

EFEK NAUNGAN, CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA, DAN PUPUK FOSFAT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT MANGGIS.

0 1 1

PATISI FOTOSINTAT BIBIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULAR DAN PUPUK FOSFAT PADA ULTISOL DI LAPANG (Photosyntate partitioning of mangosteen under field as affected by arbuscular mycorrhizal fungi and phosphate fertilize

0 0 1

KEBERGANTUNGAN MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULAR DAN PUPUK FOSFAT DI LAPANG (Mycorrhizal dependency of Mangosteen under field to Applicated Phosphate Fertilizer).

0 0 1

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit dengan Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskular dan Beberapa Dosis Pupuk Fosfat (Oil Palm Seedling Growth Treated with Arbuscular Mycorrhiza Fungi and Various Dose of Phosphate Fertilizer)

0 0 10