SKRIPSI RESPON PERTUMBUHAN KULTUR SEL LIMFOID UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) PADA MEDIA YANG BERBEDA

  SKRIPSI RESPON PERTUMBUHAN KULTUR SEL LIMFOID UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) PADA MEDIA YANG BERBEDA Oleh :

  INDRA TRI PRAYUGI JOMBANG – JAWA TIMUR FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2014

  SKRIPSI

RESPON PERTUMBUHAN KULTUR SEL LIMFOID UDANG VANAME

(Litopenaeus vannamei) PADA MEDIA YANG BERBEDA

  Oleh :

  INDRA TRI PRAYUGI NIM : 141011105

  Menyetujui, Komisi Pembimbing

  Pembimbing Utama Dr. Ir. Endang Dewi Masithah, M.P. HIDAYATUL UDCHIYAH NIP. 19690912 199702 2 001

  Pembimbing Serta Dr. Widjiati, M.Si., drh.

  NIP. 19620915 199002 2 001

  SKRIPSI RESPON PERTUMBUHAN KULTUR SEL LIMFOID UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) PADA MEDIA YANG BERBEDA

  Oleh :

  INDRA TRI PRAYUGI NIM : 141011105

  Telah diujikan pada Tanggal : 24 Juni 2014 KOMISI PENGUJI SKRIPSI Ketua : Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D Anggota : Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si.

  Dr. Gunanti Mahasri, Ir. M.Si. Dr. Endang Dewi Masithah, Ir. M.P.

  Dr. Widjiati, M.Si., drh.

  Surabaya, 7 Juli 2014 Fakultas Perikanan dan Kelautan

  Universitas Airlangga Dekan,

  Prof. Dr. Hj. Sri Subekti,drh.DEA NIP. 19520517 197803 2 001

  RINGKASAN

  INDRA TRI PRAYUGI. Respon Pertumbuhan Kultur Sel Limfoid Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) pada Media yang Berbeda. Dosen Pembimbing I Dr. Ir. Endang Dewi Masithah, M.P. dan Dosen Pembimbing II Dr. Widjiati, M.Si., drh.

  Masalah utama pada budidaya udang vaname hingga saat ini adalah munculnya penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur. Informasi tentang karakteristik penyakit yang diperlukan untuk pencegahan dan pengendalian penyakit pada udang belum banyak diketahui. Salah satu cara yang bisa dipakai untuk mengetahui karakteristik penyakit adalah dengan menggunakan kultur sel. Kultur sel ini nantinya bisa membantu untuk menentukan dan memahami hubungan antara udang dan patogen pada tingkat seluler dan molekuler sehingga memberikan kemudahan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit yang menyerang udang.

  Pembuatan kultur sel udang memerlukan media yang tepat untuk pertumbuhan dan perkembangan sel yang dikultur. Media yang sering digunakan untuk kultur sel udang adalah media MEM, media L-15 dan media TCM. Namun, sampai saat ini belum ada referensi khusus perihal media mana yang dapat memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan sel limfoid udang yang sedang dikultur. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian tentang jenis media pertumbuhan yang paling baik dalam kultur sel limfoid udang vaname sangat diperlukan.

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan dan media terbaik bagi pertumbuhan kultur sel limfoid udang vaname (L. vannamei) pada media yang berbeda. Penelitian dilakukan di Laboratorium In Vitro, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga Surabaya pada bulan Februari 2014. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan ANAVA. Apabila menunjukkan adanya perbedaan maka dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan.

  Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang vaname berumur 2 bulan dengan panjang tubuh ± 8 cm, media L-15, media MEM, media TCM,

  penicilin-streptomycin, amphoterycin B, Fetal Calf Serum (FCS), NaHCO ,

  3 aquabidest, tripsin, phenol red, trypanblue dan larutan fiksatif. Parameter utama

  yang diamati adalah jumlah dan viabilitas sel limfoid udang vaname sedangkan parameter pendukungnya adalah ada tidaknya kontaminasi.

  Hasil analisis varian (ANAVA) yang dilakukan mulai pengamatan awal hingga hari ke-18 menunjukkan bahwa perlakuan B (media L-15) memberikan

  6

  hasil kultur sel limfoid udang vaname tertinggi (39 x10 sel/ml) yang berbeda

  6

  nyata (p<0,05) dengan perlakuan C (media TCM sebesar 28,667 x10 sel/ml) dan

  6

  perlakuan A (media MEM sebesar 22,333 x10 sel/ml). Berdasarkan perhitungan viabilitas sel semua perlakuan masih layak dan baik untuk mendukung kelangsungan hidup sel yang dikultur yakni diatas 95% tanpa adanya kontaminasi. iv

  SUMMARY

  INDRA TRI PRAYUGI. Growth Response of White Shrimp (Litopenaeus vannamei

  ) Lymphoid Cell Cultures in Different Media. Academic Advisor I Dr. Ir. Endang Dewi Masithah, M.P. and Academic Advisor II Dr. Widjiati, M.Si., drh.

  The main problem in vaname culture is the emergence of diseases caused by viruses, bacteria and fungi. Information about disease characteristics is necessary for the prevention and control of disease in shrimp is not widely known. One way that can be used to determine the characteristics of the disease is by using cell culture. This cell culture will help determining and understanding the relation between shrimp and pathogens at cellular and molecular level so it can provide ease in the prevention and control of in shrimp.

  Shrimp cell culture requiring an exact medium for proper growth and development of cultured cells. Medium that often used for shrimp cell culture are MEM, L-15 and TCM. However, until now there is no specific reference regarding which medium can provide the best results on the growth of shrimp lymphoid cells that was cultured. Based on this fact, the research of the best media for the growth of white shrimp lymphoid cell cultures is indispensable.

  The purpose of this study was to determine the differences in growth and the best medium for the growth of white shrimp lymphoid cell cultures (L.

  vannamei) in different media. The study was conducted in the In Vitro

  Laboratory, Faculty of Veterinary Medicine, Airlangga University in February 2014. Research design used Completely Randomized Design with 3 treatments and 3 replications. The data was analyzed using ANOVA. If it shows a difference than Duncan 's Multiple Range Test is used.

  Materials used in this study were 2 months old white shrimp with a body length of ± 8 cm, L-15 medium, MEM medium, TCM medium, penicillin- streptomycin, amphoterycin B, Fetal Calf Serum (FCS), NaHCO

  3 , aquabidest,

  trypsin, phenol red, trypanblue and fixative solution. The main parameters measured were the amount and viability of white shrimp lymphoid cells while the supporting parameter is contamination .

  Results of analysis of variance (ANOVA) were conducted from initial observations up to day 18 showed that treatment B (medium L-15) gave the best

  6

  results white shrimp lymphoid cell cultures (39 x 10 cells/ml) were significantly

  6

  different ( p < 0,05 ) with treatment C (medium TCM at 28.667 x 10 cells/ml)

  6

  and treatment A (medium MEM at 22,333 x 10 cells/ml). Based on the calculation of all the cell viability still viable and better treatments to support survival of cultured cells which is above 95 % without contamination. v

KATA PENGANTAR

  Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rakhmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga Skripsi tentang Respon Pertumbuhan Kultur Sel Limfoid Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) pada Media yang Berbeda dapat penulis selesaikan. Laporan ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Laboratorium In Vitro, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga pada bulan Februari 2014.

  Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan memberikan informasi bagi semua pihak, khususnya bagi Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama budidaya perairan.

  Surabaya, Juli 2014 Penulis vi

UCAPAN TERIMA KASIH

  Pada kesempatan ini, tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

  1. Ibu Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh. DEA., selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

  2. Ibu Dr. Endang Dewi Masithah, Ir. M.P. selaku Dosen Pembimbing Pertama dan Ibu Dr. Widjiati, M.Si., drh. selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan sejak penyusunan usulan hingga selesainya Skripsi.

  3. Bapak Moch. Amin Alamsjah., Ir. M.Si.,Ph.D., Ibu Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si., dan Ibu Dr. Gunanti Mahasri., Ir. M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji serta memberikan masukan dan saran atas perbaikan laporan Skripsi.

  4. Bapak Yudi Cahyoko., Ir. M.Si. dan Bapak Moch. Amin Alamsjah., Ir.

  M.Si.,Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberi nasehat dan pengarahan selama masa perkuliahan.

  5. Bapak/Ibu dosen dan staf pendidikan di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.

  6. Kedua orangtua atas doa yang selalu terlantun dan nasehat bijak yang menjadi penguat dalam studi.

  7. Kedua kakakku tercinta atas doa dan dukungan yang diberikan.

  8. Nur Faizah, Latifah dan Arlisa yang telah berjuang bersama dalam penelitian. vii viii

  9. Azhar, Arifah, Dyah Sunaring, Januar, Onad, Sapron dan Sofi yang banyak membantu dalam penyelesaian Skripsi ini, serta teman-teman seperjuangan angkatan 2010 atas dukungan dan doa yang telah kalian berikan.

  10. Teman-teman BLM FPK UA 2013, Mapanza 2010 dan paduan suara fakultas yang telah memberi dukungan selama penyusunan Skripsi.

  11. Semua pihak yang telah membantu sehingga Skripsi ini bisa terselesaikan.

  DAFTAR ISI Halaman

  RINGKASAN ...................................................................................... iv SUMMARY ......................................................................................... v KATA PENGANTAR ......................................................................... vi UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................ vii DAFTAR ISI ........................................................................................ ix DAFTAR TABEL ............................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xiii I PENDAHULUAN ........................................................................

  1 1.1 Latar Balakang ........................................................................

  1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................

  3 1.3 Tujuan .....................................................................................

  3 1.4 Manfaat ...................................................................................

  3 II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................

  4 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang Vaname .............................

  4 2.2 Organ Limfoid.........................................................................

  5 2.3 Kultur Sel ................................................................................

  7 2.4 Media Pertumbuhan Kultur Sel ..............................................

  7 2.4.1 Minimum Esensial Medium (MEM) ............................

  8 2.4.2 Leibovitz (L-15) ............................................................

  9 2.5.3 Tissue Culture Medium (TCM)/ Medium 199..............

  9 2.5 Kultur Sel Udang ...................................................................

  10 2.6 Media Kultur Sel Udang ........................................................

  11 2.7 Teknik Aseptik .......................................................................

  12 2.8 Faktor Pendukung Kultur Sel .................................................

  13 2.8.1 Suhu ..............................................................................

  13 ix

  2.8.2 pH ..................................................................................

  14

  2.8.3 CO 2 ................................................................................

  14 2.8.4 Metode Pemisahan Sel ..................................................

  14 III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ......................

  16 3.1 Kerangka Konseptual ............................................................

  16 3.2 Hipotesis ...............................................................................

  17 IV METODOLOGI PENELITIAN ....................................................

  19 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................

  19 4.2 Materi Penelitian .....................................................................

  19 4.2.1 Bahan Penelitian ...........................................................

  19 4.2.2 Alat Penelitian ...............................................................

  19 4.3 Metode Penelitian ...................................................................

  19 4.3.1 Rancangan Penelitian ....................................................

  19 4.4 Prosedur Kerja ....... ................................................................

  20 4.4.1 Persiapan Peralatan .......................................................

  20 4.4.2 Pembuatan Media Kultur Sel ........................................

  21 4.4.3 Pengambilan Organ Limfoid.........................................

  21 4.4.4 Kultur Sel ......................................................................

  22 4.4.5 Pengamatan ...................................................................

  22 4.4.6 Parameter Penelitian .....................................................

  23 4.4.7 Analisis Data .................................................................

  24 V HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................

  25 5.1 Hasil ........................................................................................

  25 5.1.1 Pertumbuhan Kultur Sel Limfoid..................................

  25 5.1.2 Viabilitas Sel Limfoid Udang Vaname .........................

  30 5.2 Pembahasan ............................................................................

  32 VI KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................

  36 5.1 Kesimpulan ............................................................................

  36 5.2 Saran ......................................................................................

  36 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................

  37 LAMPIRAN .........................................................................................

  40 x

  DAFTAR TABEL Tabel Halaman 5.1 Penghitungan Jumlah Sel Limfoid pada Media Berbeda ...............

  28 5.2. Viabilitas Sel Limfoid pada Media Berbeda .................................

  30 xi

  xii

  DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1. Morfologi Udang Vaname .................................................................

  5 2.2. Letak Organ Limfoid Udang Penaeid ................................................

  6 3.1. Skema Kerangka Konseptual .............................................................

  18 4.1. Diagram Alir Penelitian .....................................................................

  23 5.1. Pertumbuhan Sel Limfoid pada Hari Ketiga Kultur ..........................

  26 5.2. Pertumbuhan Sel Limfoid pada Hari Keenam Kultur ........................

  27 5.3. Grafik Pertumbuhan Sel Limfoid Udang Vaname .............................

  29 5.4. Grafik Viabilitas Sel Limfoid Udang Vaname ..................................

  31 5.5. Viabilitas Sel Limfoid ........................................................................

  31

  xiii

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Komposisi Media MEM, TCM dan L-15 ........................................

  40 2. Peralatan dan Bahan Penelitian ........................................................

  42 3. Pertumbuhan Kultur Sel Limfoid pada Media Berbeda ...................

  44 4. Hasil Analisis Data Pertumbuhan dengan SPSS ..............................

  46 5. Hasil Analisis Data Viabilitas dengan SPSS ....................................

  52

  I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Udang merupakan salah satu komoditas utama dalam program industrialisasi perikanan budidaya dan merupakan andalan ekspor produk perikanan budidaya disamping ikan tuna, tongkol, cakalang dan rumput laut. ASEAN Free Trade Zone (AFTA) yang akan diterapkan pada tahun 2015, mendorong peningkatan kualitas produk dalam negeri. Salah satu komoditas unggulan yang saat ini menjadi pilihan pembudidaya udang adalah udang vaname (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2013). Rata-rata pertumbuhan produksi udang vaname di Indonesia sekitar 25 persen/tahun antara tahun 2005 hingga 2010 (Smith et al., 2012). Prosentase peningkatan produksi tahun 2012 mencapai 32,87%, dari 400.385 ton pada tahun 2011 menjadi 457.600 ton pada tahun 2012 dan pada tahun 2014, ditargetkan adanya peningkatan produksi sebesar 200 ribu ton (Hariyanto dan Maskur, 2013).

  Masalah utama yang masih sulit dikendalikan pada budidaya udang vaname hingga saat ini adalah munculnya penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur. Penyakit yang menyerang udang vaname dapat mengakibatkan kematian sehingga menimbukan kerugian ekonomi yang besar (Harijanto, 2012).

  Penyakit yang menyerang udang pada umumnya menyerang sistem kekebalan tubuh dimana pada udang, sistem kekebalan tubuh ini diperankan oleh organ limfoid (Kondo et al., 1994). Pencegahan dan pengendalian penyakit ini harus dilakukan sedini mungkin agar tidak mewabah menjadi lebih besar (Alifuddin, 2002).

  Informasi tentang karakteristik penyakit yang diperlukan untuk pencegahan dan pengendalian penyakit pada udang belum banyak diketahui.

  Salah satu cara yang bisa dipakai untuk mengetahui karakteristik penyakit adalah dengan menggunakan kultur sel (Nuryati, 2000). Kultur sel ini nantinya bisa membantu untuk menentukan dan memahami hubungan antara udang dan patogen pada tingkat seluler dan molekuler. Selain itu, juga untuk memahami fungsi kekebalan tubuh pada udang sehingga memberikan kemudahan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit yang menyerang udang (Claydon, 2009).

  Pembuatan kultur sel udang memerlukan media yang tepat untuk pertumbuhan dan perkembangan sel yang dikultur. Media kultur sel terdiri dari sejumlah besar asam amino, vitamin, mineral, glukosa dan hormon dimana setiap media kultur mempunyai kandungan nutrisi yang berbeda (Maurer, 1992). Media yang digunakan untuk kultur sel limfoid udang harus dapat menyediakan nutrisi yang dapat mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel limfoid. Jenis media yang digunakan dalam kultur sel limfoid udang masih bermacam-macam tergantung keinginan peneliti. Menurut Toullec (1999) media yang sering digunakan untuk kultur sel udang adalah media MEM, media L-15 dan media TCM. Namun, sampai saat ini belum ada referensi khusus perihal media mana yang dapat memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan sel limfoid udang yang sedang dikultur. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian tentang jenis media pertumbuhan yang paling baik dalam kultur sel limfoid udang vaname sangat diperlukan. Dengan begitu, akan didapatkan informasi tentang media terbaik yang dapat dijadikan referensi dalam proses pembuatan kultur sel limfoid udang vaname.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terdapat dua rumusan masalah sebagai berikut :

  1. Apakah terdapat perbedaan pertumbuhan kultur sel limfoid udang vaname (L. vannamei) pada media yang berbeda?

  2. Pada media manakah kultur sel limfoid udang vaname (L. vannamei) yang menunjukkan pertumbuhan paling baik?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan kultur sel limfoid udang vaname (L. vannamei) pada media yang berbeda.

  2. Untuk mengatahui media terbaik bagi pertumbuhan kultur sel limfoid udang vaname (L. vannamei).

  1.4 Manfaat Penelitian

  Memberikan informasi mengenai perbedaaan pertumbuhan dan media terbaik bagi pertumbuhan kultur sel limfoid udang vaname (L. vannamei) pada media yang berbeda. Lebih jauh penelitian ini nantinya bisa dijadikan referensi dalam kultur sel udang yang digunakan untuk pengembangan ilmu molekuler.

  II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang Vaname

  Wyban and Sweeney (1991) menyatakan bahwa udang vaname diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum : Arthropoda Subphylum : Crustacea Class : Malacostraca Subclass : Eumalacostraca Superorder : Eucarida Order : Decapoda Suborder : Dendrobranchiata Superfamily : Penaeoidea Family : Penaeidae Genus : Penaeus Subgenus : Litopenaeus Species : L. vannamei Udang vaname merupakan salah satu jenis udang penaeid yang tubuhnya terdiri dari 19 segmen. Lima segmen membentuk kepala, delapan segmen terletak di dada dan enam segmen di perut. Kepala dan dada yang menyatu disebut

  cephalothorax, atau dikenal sebagai pereon. Pada ruas kepala terdapat mata

  majemuk yang bertangkai dan memiliki dua buah antena (antena dan antennulae) yang memeiliki fungsi sensorik (Ruppert dan Barnes, 1994; Budd, 2002) yang

  dikutip oleh Corteel (2013). Pada bagian kepala terdapat mandibula yang

  berfungsi untuk menghancurkan makanan yang keras dan dua pasang maxilla yang berfungsi membawa makanan ke mandibula (Pusluh KP, 2011).

  Masing-masing ruas pada bagian dada mempunyai sepasang anggota badan disebut thoracopoda. Thoracopoda 1-3 disebut maxiliped yang berfungsi dalam memegang makanan. Thoracopoda 4-8 berfungsi sebagai kaki jalan

  (periopod). Periopod 1-3 mempunyai capit kecil yang merupakan ciri khas udang penaeidae. Ruas 1-5 pada bagian abdomen memiliki sepasang kaki renang disebut

  pleopod. Pada ruas keenam terdapat uropod dan telson yang berfungsi sebagai kemudi (Pusluh KP, 2011).

  Ciri khas dari udang vaname adalah pada rostrum terdapat dua gigi di sisi ventral, dan sembilan gigi di sisi dorsal. Badan udang vaname tidak terdapat rambut-rambut halus (setae). Pada jantan, petasma memiliki panjang 12 mm yang tumbuh dari ruas pertama dari kaki jalan dan kaki renang (coxae). Pada betina

  thelycum terbuka berupa cekungan yang ditepinya banyak ditumbuhi oleh bulu-

  bulu halus, terletak dibagian ventral dada, antara ruas kaki jalan ketiga dan keempat (Pusluh KP, 2011). Morfologi udang vaname dapat dilihat pada Gambar

  2.1. Gambar 2.1. Morfologi Udang Vaname (Bailey- Brock and Moss, 1992 yang

  dikutip oleh Giang, 2012 ) .

2.2 Organ Limfoid

  Organ limfoid pertama kali diperkenalkan oleh Masao Oka pada tahun 1969, yang terdapat pada Penaeus orientalis sehingga organ limfoid juga sering disebut dengan organ oka. Bell and Lightner (1988) yang dikutip oleh Alifuddin

  (2002) menjelaskan bahwa organ oka ini terdiri dari dua lobus, terletak di dorso- anterior hepatopankreas dan ventro-lateral lambung anterior dan posterior.

  Menurut Lu et al., (1995) organ limfoid memiliki letak yang unik dan relatif kecil, sehingga tidak mudah untuk identifikasi dan pemotongan organ, apalagi ketika udang yang digunakan ukurannya kurang dari 10 gram. Nuryati (2000) mengatakan bahwa organ limfoid terletak di bagian depan hepatopankreas. Organ ini terdiri atas dua lobus yang menyatu membentuk bulatan dengan diamater kira- kira 3 mm berwarna putih.

  Berdasarkan observasi yang dilakukan ditemukan adanya pembuluh aferen dan eferen pada organ limfoid. Pembuluh aferen dihubungkan oleh arteri antena yang membagi dua dan menjadi pusat dari tubula. Organ limfoid pada krustasea memainkan peran penting dalam respon imun. Organ ini diketahui sebagai pusat akumulasi benda-benda asing yang masuk ke tubuh udang termasuk patogen (Oka, 1969).

Gambar 2.2. Letak Organ Limfoid Udang Penaeid (Giang, 2012)

  2.3 Kultur Sel

  Kultur sel adalah kultur sel-sel yang berasal dari organ atau jaringan yang telah diuraikan secara mekanis atau enzimatis menjadi suspensi sel. Suspensi sel ini selanjutnya dibiakkan secara in vitro di atas permukaan yang keras misalnya botol, tabung atau cawan atau menjadi suspensi sel dalam media penumbuh (Malole, 1990). Kultur primer mengacu pada tahap kultur setelah sel-sel yang terisolasi dari jaringan kemudian dikembangbiakkan di bawah kondisi yang tepat dan terkontrol sampai menempati semua substrat yang tersedia (yaitu, mencapai konfluen). Pada tahap ini, sel-sel harus disubkultur dengan memindahkannya ke dalam substat dan medium pertumbuhan yang baru sehingga memberikan lebih banyak ruang untuk pertumbuhan selanjutnya (Gibco, 2011).

  Sel yang telah dikultur biasanya tanpa struktur dan kehilangan bentuk

  histotypic serta sifat biokimianya. Umumnya kultur sel tidak mencapai keadaan

  stabil kecuali dalam kondisi tertentu. Kultur sel bisa diperbanyak dan terbagi menjadi replikasi yang identik. Kultur sel dapat diawetkan dengan pembekuan dan dapat dimurnikan dengan cara menumbuhkannya pada media selektif. Pemisahan sel secara fisik atau kloning dilakukan untuk memberikan informasi tentang karakteristik sel (Freshney, 1992).

  2.4 Media Pertumbuhan Kultur Sel

  Media kultur sel merupakan campuran dari karbohidrat, vitamin, asam amino, hormon, mineral dan beberapa unsur yang lain. Formulasi nutrisi ini bervariasi tergantung sel yang akan dikultur. Karbohidrat diberikan terutama dalam bentuk glukosa. Pada beberapa kasus, glukosa diganti dengan galaktosa untuk mengurangi terbentuknya asam laktat karena metabolisme galaktosa lambat. Sumber karbon yang lain misalnya asam amino (terutama L-glutamin) dan piruvat (ATCC, 2012).

  Media dapat membantu mempertahankan pH dan osmolaritas pada saat kultur disamping penyedia nutrisi. pH dipertahankan dengan satu atau lebih buffer misalnya CO / sodium bikarbonat, fosfat dan hydroxyetil piperazine ethane

  2 sulfonic acid (HEPES). Serum biasanya juga digunakan sebagi buffer. Phenol red

  sebagai indikator pH biasa ditambahkan dalam media untuk mengamati perubahan pH dari warna media yang digunakan (ATCC, 2012). Berdasarkan kandungan asam amino dan komponen lainnya media ini terdiri dari beberapa jenis misalnya Eagle’s MEM, Ham’s F-12, CMRL 1066, RPMI 1640, medium 199/TCM, Leibovitz’s L-15 dan sebagainya (Maurer, 1992).

2.4.1 Minimum Esensial Medium (MEM)

  MEM merupakan modifikasi dari Basal Medium Eagle (BME). Media ini dikembangkan oleh Harry Eagle untuk memenuhi kebutuhan gizi spesifik subtipe tertentu dari sel HeLa dan fibroblas mamalia normal. Konsentrasi asam amino MEM yang tinggi sangat mendekati komposisi protein sel mamalia. MEM dapat digunakan baik dengan garam Earle atau garam Hank dan bisa juga ditambah suplemen dengan asam amino non-esensial. Media ini dapat lebih dimodifikasi dengan menghilangkan kalsium untuk memfasilitasi pertumbuhan sel-sel pada kultur suspensi (Himelab, 2011). Kandungan nutrisi yang ada di dalam media MEM dapat dilihat pada Lampiran. 1.

  2.4.2 Leibovitz (L-15)

  Media Leibovitz secara khusus dirancang untuk menumbuhkan sel dalam suasana bebas CO . Sistem buffer sodium bikarbonat/CO diganti dengan

  2

  2

  kombinasi dari asam amino dasar, buffer fosfat dan kadar galaktosa yang tinggi dan sodium piruvat. Akibatnya, media tidak memerlukan suplementasi dengan sodium bikarbonat dan dapat digunakan dalam kondisi bebas bertukar gas. Media dapat digunakan untuk menumbuhkan sel-sel tumor manusia dan embrio sel dan juga bisa digunakan untuk kultur sel yang stabil seperti HeLa dan Hep-2. Media ini sering digunakan dalam diagnostik virologi di mana tissue cell lines atau strain ditumbuhkan dalam sistem tertutup (Himelab, 2011). Kultur sel dapat tumbuh pada inkubator CO asalkan tidak ada pertukaran udara antara media kultur dan

  2

  inkubator (ATCC, 2012). Kandungan nutrisi yang ada di dalam Leibovitz-15 dapat dilihat pada Lampiran. 1.

  2.4.3 Tissue Culture Medium (TCM) / Medium 199

  Medium 199 adalah media pertama yang dikembangkan oleh Morgan, Morton, dan Parker pada tahun 1950. Media kompleks ini diformulasikan khusus untuk penelitian nutrisi pada fibroblast primer embrio ayam tanpa adanya aditif.

  Terlihat bahwa ekplantasi jaringan bisa bertahan pada Medium 199 tanpa serum tapi untuk kultivasi sel dalam jangka panjang diperlukan suplementasi media dengan serum. Medium 199 diformulasikan baik dengan garam Hank atau garam Earle. Media yang disuplementasi dengan serum dapat digunakan untuk pertumbuhan berbagai sel. Medium 199 saat ini digunakan untuk pemeliharaan sel, vaksin dan produksi virus dan eksplan primer sel epitel (Himelab, 2011).

  Kandungan nutrisi yang ada di dalam TCM/Medium 199 dapat dilihat pada Lampiran. 1.

2.5 Kultur Sel Udang

  Kultur sel krustasea khususnya udang penaeid pertama kali didokumentasikan oleh Quiot et al pada tahun 1968. Pada penelitiannya, para peneliti memperoleh sebagian besar fibroblas dari embrio dan ovari crayfih

  (Astacus pallipes). Kultur monolayer tersebut dapat menjaga aktivitas mitotik sel

  selama empat bulan dengan pergantian medium setiap lima hari sekali. Pada tahun yang sama Quiot et al juga melaporkan kelangsungan hidup dan replikasi kultur sel jantung dan perut dari kepiting laut Pachygrabsus marmoratus (Luedeman, 1990). Pada tahun 1986 Chen et al pertama kalinya melakukan kultur sel primer dari grass prawn (P. monodon). Jaringan yang dikultur adalah hati, gonad, perut, saraf, kulit dan hepatopankreas. Jaringan tersebut diambil dari udang muda dengan berat 20 gr. Selanjutnya pada tahun 1989, Chen and Kou melakukan penelitian tentang infeksi Monodon Baculovirus (MBV) pada kultur sel primer dari organ limfoid P. monodon.

  Spesies udang yang sering digunakan dalam kultur sel adalah P. monodon karena penyebarannya yang luas dan termasuk komoditas akuakultur yang memiliki nilai ekonomis tinggi. P. japonicus tercacat digunakan sebanyak delapan kali penelitian kultur sel, P. stylirostris enam kali dan P. vannamei lima kali. Jenis penaeid yang lain yang telah digunakan dalam kultur sel tercacat hanya satu atau dua kali saja. Hanya empat jenis spesies krustasea lain selain udang yang telah diteliti untuk kultur sel yakni kepiting pasir (Emireta asiatica), kepiting renang

  (Liocarcinus depurator), North American lobster (Homarus americanus) dan crayfish (Orconectus limosus) (Claydon, 2009).

  Kultur sel udang dapat berfungsi untuk mengetahui efek patogen secara in

  vitro dan untuk menambah pengetahuan dalam pengembangan dan proses

  maturasi seksual atau regulasi endokrin pada krustasea (Toullec, 1999). Satu dari tujuan utama dalam pengembangan kultur sel udang adalah diagnosis penyakit.

  Oleh karena itu, cell line harus memiliki potensi yang mendukung pertumbuhan penyakit secara in vitro. Organ limfoid merupakan target untuk banyak agen infeksius, sehingga sel dari organ limfoid sesuai untuk mempelajari mekanisme patogen yang menginfeksi udang. Inilah alasan mengapa organ limfoid paling banyak digunakan dalam penelitian kultur sel udang (Claydon, 2009). Ovary

  tissue juga banyak digunakan karena lokasinya yang mudah dan sangat

  menjanjikan untuk pembentukan cell line karena selnya aktif membelah secara mitosis(Luedeman and Lightner, 1992). Jaringan lain yang telah digunakan dalam kultur sel krustasea adalah hepatopankreas, hati, embrio, haemosit, haematopoietik, insang, saraf, mata, epitel, testis dan usus (Claydon, 2009).

2.6 Media Kultur Sel Udang

  Banyak penelitian yang mencoba variasi formulasi media kultur (kombinasi dari media basal dan suplemen) untuk kemampuan mereka dalam mendukung replikasi atau pemeliharaan sel krustasea yang dikultur. Setidaknya ada 25 media yang telah digunakan dalam kultur sel udang (Claydon, 2009). Media yang sering digunakan dalam kultur sel udang adalah M199, L-15 dan MEM (Toullec, 1999).

  Tercatat beberapa peneliti kultur sel udang menggunakan media M199 (Maeda et al. 2003; Crane and William, 2002; Lang et al. 2002; Shimizu et al.

  2001; Itami et al. 1999; Hu, 1990 dan Brody and Chang, 1989), media L-15 (Chen and Kou, 1989; Fuerst et al. 1991; Najafabadi et al. 1992; Tapay et al.

  1995; Lu et al. 1995; Kasornchandra et al. 1999; Mulford et al. 2001; dan Uma et

  al. 2002) dan media MEM (Neumann et al. 2000; Chen and Wang, 1999; Walton and Smith, 1999; Puroshothaman et al. 1998; Frerichs, 1996; Rosenthal and

  Diamant, 1990; dan Itami et al. 1989). Media lain yang pernah digunakan dalam kultur sel udang adalah Grace’s medium, RPMI-1640, CMRL-1066, McCoy’s

  5A medium, DMEM dan Ham F-12 (Claydon, 2009).

2.7 Teknik Aseptik

  Metode aseptis pada kultur jaringan adalah upaya untuk memberikan batas antara mikroorganisme yang banyak terdapat dalam lingkungan bebas dan lingkungan kultur yang tidak terkontaminasi di dalam dish atau flask. Oleh karena itu semua alat dan bahan yang akan berkontak langsung dengan lingkungan kultur harus dalam kondisi steril (Boediono, 2002).

  Pengerjaan kultur sel dalam Laminar Air Flow (LAF) adalah upaya untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kontaminasi selama penanganan sediaan kultur. LAF yang digunakan dalam penelitian adalah LAF dengan tipe horizontal, dimana aliran udara berasal dari arah depan mengalir paralel dengan permukaan area kerja. Pada tipe ini aliran udara lebih stabil dan merupakan tipe yang ideal untuk mencegah kontaminasi sediaan kultur jaringan (Boediono, 2002).

  Kontaminasi merupakan permasalahan umum dan biasa ditemukan pada kultur sel. Kontaminan ini terbagi atas dua jenis yaitu kontaminasi kimia dan kontaminasi biologi. Kontaminasi kimia seperti yang disebabkan oleh serum, kemurnian media, air, endotoksin, bahan plastik dan deterjen. Kontaminasi biologi biasanya disebabkan oleh bakteri, jamur, ragi, virus, mycoplasma dan kontaminasi silang oleh sel lain (Gibco, 2011).

  Bakteri, ragi, jamur, lumut dan mycoplasma adalah jenis kontaminasi yang sering terjadi melalui peneliti pelaksana, udara, area kerja, media dan sumber lain yang memungkinkan kontak langsung dengan sistem kultur jaringan. Kontaminasi bisa terjadi secara minor dan terbatas pada satu atau dua dish, namun bisa juga menyebar pada sediaan yang lain bahkan bisa mengontaminasi seluruh pekerjaan kultur jaringan dalam satu laboratorium (Boediono, 2002).

2.8 Faktor Pendukung dalam Kultur Sel

2.8.1 Suhu

  Suhu optimal untuk kultur sel sangat tergantung pada suhu tubuh hewan dari mana sel-sel tersebut diisolasi, dan untuk tingkat yang lebih rendah pada variasi anatomi suhu (misalnya, suhu kulit mungkin lebih rendah dari suhu otot rangka). Overheating adalah masalah yang lebih serius daripada underheating untuk kultur sel, sehingga seringkali suhu di inkubator diatur sedikit lebih rendah dari suhu optimal (Gibco, 2011). Temperatur yang direkomendasikan untuk sebagian besar kultur sel mamalia adalah 37

  C, mendekati panas tubuhnya, tetapi untuk keamanan kultur suhu diatur sedikit lebih rendah (Freshney, 2005).

  2.8.2 pH

  Stabilitas pH pada media sangat penting untuk pertumbuhan dan metabolisme sel. Sebagian besar kultur sel tumbuh dengan baik pada pH 7,4.

  Meskipun pH optimum untuk pertumbuhan sel relatif bervariasi antara strain sel yang berbeda. Beberapa sel fibroblas tumbuh baik pada pH 7,4-7,7, dan beberapa sel fibroblas yang lain tumbuh lebih baik pada pH 7,0-7,4 (Gibco, 2011). Sel-sel epidermis dapat tumbuh pada pH 5,5 tetapi tingkat ini belum diadopsi secara universal (Eisinger et al., 1979 dalam Freshney, 2005).

  Freshney (2005) menjelaskan bahwa phenol red umumnya digunakan sebagai indikator pH. Media yang berwarna merah menunjukkan bahwa media tersebut berada pada kisaran pH 7,4 dan warna orange pada pH 7,0, kuning pada pH 6,5, lemon kuning di bawah pH 6,5, lebih merah muda pada pH 7,6 dan ungu pada pH 7,8.

2.8.3 CO

2 Sistem karbondiokasida-bikarbonat adalah sistem buffer yang biasa

  terdapat dalam media. CO perlu ditambahkan pada ruangan di atas medium untuk

  2

  mencegah keluarnya CO

  2 yang dapat meningkatkan ion hidroksida sehingga

  menyebabkan menurunnya pH media (Malole, 1990). CO yang biasa digunakan

  2

  dalam penelitian adalah 4-10% dan yang paling sering digunakan adalah 5-7% CO 2 (Gibco, 2011).

2.8.4 Metode Pemisahan Sel Kultur sel primer dapat diperoleh dari pemisahan jaringan menjadi sel.

  Pemisahan jaringan menjadi sel ini dapat dilakukan secara mekanis ataupun enzimatis. Pemisahan secara mekanis dapat menggunakan magnetic stirrer atau dengan diaspirasi menggunakan pipet atau syringe. Pemisahan secara enzimatis menggunakan enzim tripsin, pronase, kolagenase atau enzim campuran seperti kolagenase/dispase. Penggunaan enzim ini tidak aman untuk semua jaringan karena bila enzim berlebihan atau tidak cocok malah akan merusak jaringan (Toullec, 1999).

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

  Perkembangan produksi udang Indonesia setiap tahun selalu menunjukkan peningkatan, namun dalam proses budidayanya sering mengalami masalah.

  Masalah utama yang masih sulit dikendalikan pada budidaya udang vaname adalah munculnya penyakit. Penyakit yang menyerang udang pada umumnya menyerang sistem kekebalan tubuh dimana pada udang sistem kekebalan tubuh ini diperankan oleh organ limfoid (Kondo et al., 1994). Informasi tentang karakteristik penyakit yang diperlukan untuk pencegahan dan pengendalian pada udang belum banyak diketahui sehingga perlu adanya penyediaan biakan sel udang (Nuryati, 2000).

  Kultur sel limfoid udang merupakan cara yang bisa digunakan untuk mengetahui karakteristik penyakit karena organ limfoid merupakan target dari banyak agen infeksius, sehingga sel dari organ limfoid sesuai untuk mempelajari mekanisme patogen yang menginfeksi udang (Claydon, 2009). Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap keberhasilan kultur sel diantaranya adalah CO , pH,

  2

  suhu dan media pertumbuhan. Dari faktor-faktor tersebut, media pertumbuhan merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan sel.

  Media kultur merupakan komponen terpenting pada kultur sel karena media menyediakan kebutuhan nutrisi, faktor pertumbuhan dan hormon bagi pertumbuhan sel, maupun regulasi pH dan tekanan osmotik pada kultur sel (Gibco, 2011). Media pertumbuhan kultur sel ini terdiri dari berbagai macam media. Berdasarkan kandungan nutrisinya, media yang sering digunakan dalam kultur sel udang adalah M199, L-15 dan MEM (Toullec, 1999).

  Adanya perbedaan nutrisi asam amino dan buffer yang terkandung dalam setiap media akan menunjukkan media terbaik bagi pertumbuhan kultur sel limfoid udang vaname. Media terbaik yang digunakan, akan menyebabkan sel menjadi cepat tumbuh stabil dan konfluen. Kultur sel yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai media dalam penelitian penyakit yang biasa menyerang budidaya udang vaname di Indonesia. Adanya penelitian lanjutan akan diperoleh informasi mengenai karakteristik penyakit. Informasi tersebut nantinya bisa dijadikan referensi untuk pengembangan pengendalian penyakit udang sehingga pada akhirnya masalah penyakit pada budidaya udang vaname dapat teratasi. Skema konseptual dapat dilihat pada Gambar. 3.1.

3.2 Hipotesis 1. Terdapat perbedaan pertumbuhan kultur sel limfoid udang vaname (L.

  vannamei) pada media yang berbeda.

  2. Terdapat media terbaik bagi pertumbuhan kultur sel limfoid udang vaname (L. vannamei).

  Gambar. 3.1. Skema Kerangka Konseptual

  Keterangan: : Aspek yang diteliti : Aspek yang tidak diteliti

  Udang vaname Sel limfoid

  Penyakit Kultur sel

2 Suhu pH

  Leibovitz L-15 Media kultur sel

  MEM CO

  TCM Asam amino dan buffer yang sesuai dengan kebutuhan sel limfoid

  Kultur sel limfoid tumbuh cepat Lingkungan

  Stabil Konfluen

IV METODOLOGI PENELITIAN

  4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium In Vitro, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga pada bulan Februari 2014.

  4.2 Materi Penelitian

  4.2.1 Bahan Penelitian

  Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah udang vaname berumur 2 bulan dengan panjang tubuh ± 8 cm, media MEM, media L-15, media TCM,

  penicilin-streptomycin, amphoterycin B, Fetal Calf Serum (FCS), NaHCO 3 , aquabidest, tripsin, phenol red, trypanblue dan larutan fiksatif.

  4.2.2 Alat Penelitian

  Peralatan penelitian yang digunakan adalah Petri dish, substrat, botol 250 ml, pinset, gunting, gelas ukur, centrifuge, mikroskop inverted, pipet Pasteur,

  syringe injeksi, mikrofilter, timbangan, tally counter, penggaris, Laminar Air Flow (LAF), inkubator CO , autoclave dan lemari es.

  2

4.3 Metode Penelitian

4.3.1 Rancangan Penelitian

  Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan asumsi media dan bahan percobaan sama dari pengambilan sampel sampai dengan pengerjaan serta kondisi laboratorium. Perlakuan yang digunakan sebanyak 3 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Perlakuan A : menggunakan media kultur MEM Perlakuan B : mengunakan media kultur L-15 Perlakuan C : menggunakan media kultur TCM Variabel penelitian ini adalah: Variabel bebas : media kultur MEM, L-15 dan TCM Variabel tergantung : jumlah sel limfoid udang vaname dan viabilitas Variabel kendali : inkubator anaerob, alat dan bahan yang digunakan penelitian.

4.4 Prosedur Kerja

4.4.1 Persiapan Peralatan

  Alat-alat yang akan digunakan disterilkan terlebih dahulu untuk mencegah adanya kontaminasi. Sterilisasi peralatan yang tahan terhadap panas seperti pipet, Petri dish, botol, gunting, pinset dan gelas ukur dapat dilakukan dengan metode

  °

  panas basah yaitu memanaskan alat ke dalam autoclave pada suhu 121 C selama 15 menit.

Dokumen yang terkait

PEMBERIAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA PADA PEMELIHARAAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DENGAN MEDIA BERSALINITAS RENDAH

0 18 20

APLIKASI DOSIS FERMENTASI PROBIOTIK BERBEDA PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA INTENSIF

0 0 15

PEMANFAATAN BIOFLOK PADA BUDIDAYA UDANG VANAME ( Litopenaeus vannamei) INTENSIF

0 2 12

PENGARUH PENGGUNAAN PROBIOTIK YANG DIFERMENTASI DENGAN SUMBER KARBON YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANNAME (Litopenaeus vannamei) THE GROWTH OF WHITE SHRIMP (Litopenaeus vannamei) GIVEN PROBIOTIC CULTIVATED IN VARIOUS FERMENTED CARBON SOURCES

0 2 9

STUDI PENGGUNAAN PRODUK KIMIA DAN BIOLOGI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG

0 1 19

BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) TEKNOLOGI INTENSIF MENGGUNAKAN BENIH TOKOLAN

0 0 11

PENGARUH PENGURANGAN RANSUM PAKAN SECARA PERIODIK TERHADAP PERTUMBUHAN, SINTASAN, DAN PRODUKSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA SEMI-INTENSIF DI TAMBAK

0 1 10

PERTUMBUHAN DAN SINTASAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DENGAN KOMBINASI PAKAN BERBEDA DALAM WADAH TERKONTROL

0 1 10

PREVALENSI Zoothamnium penaei, RESPON IMUN DAN KELULUSHIDUPAN PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK YANG DIIMUNISASI DENGAN PROTEIN MEMBRAN IMUNOGENIK Zoothamnium penaei Repository - UNAIR REPOSITORY

0 2 18

PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK DENGAN WAKTU BERBEDA TERHADAP PENURUNAN AMONIAK DAN BAHAN ORGANIK TOTAL MEDIA PEMELIHARAAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)

0 1 14