Stabilitas Ekonomi Terjaga, Penerimaan Bea Cukai Tumbuh 15,84 persen

  Edisi April 2018 APBN KITA K I N E R J A D A N F A K T A

  Stabilitas Ekonomi Terjaga, A P B N K I TA ( K i n e r j a d a n F a k t a ) E d i s i A p r i l 2 0 1 8

  2 Foto Cover: Biro KLI

  “Ini kita ingin bersaing, berkompetisi dengan negara lain. Saat ini kita fokus investasi yang tujuan ekspor dengan semudah-mudahnya. Kita butuh 2 yang bisa Pengaruhi pertumbuhan ekonomi kita. Pertama

  Investasi, kedua ekspor.” Presiden Jokowi di PT Samick Indonesia, Desa Cileungsi Kidul, Kecamatan Cileungsi, Bogor, Selasa (27/3/2018) Infografis

  Pengawasan Post Border

  pergeseran pengawasan ke post-border larangan terbatas barang impor yang semula mencapai 48,3 persen atau mencapai 5.229 kode Harmonized System (HS) dapat dikurangi hingga mencapai 20,8 persen atau hanya menjadi 2.256 kode HS. jika sebelumnya Bea Cukai melakukan pengawasan terhadap 36 peraturan terkait barang lartas yang dititipkan oleh Kementerian Perindustrian, setelah pengawasannya digeser ke post border Bea Cukai hanya akan melakukan pengawasan terhadap 15 peraturan yang mencakup barang-barang di antaranya barang-barang yang terkait dengan Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan (K3L).

  8

  1 l 2 ri p i A is d

  Tingkat inflasi Realisasi penerimaan ) E ta perpajakan k

  0,99% (ytd) atau a

  3,40% (yoy)

  Rp262,42 triliun

  n F a a d rj e in K

  Harga minyak A (

  Realisasi Belanja Negara mentah Indonesia

  IT N K

  Rp419,55 triliun

  B US$63,02 per barel (ytd) P A

  Realisasi Transfer ke Daerah

  Rp13.758/US$ Rp185,6 triliun Ringkasan Eksekutif P erekonomian global di awal tahun 2018 mengarah pada perbaikan meskipun belum seoptimal pertumbuhan sebelum krisis keuangan global.

  Manufaktur dan perdagangan masih berekspansi, meski dengan kecepatan yang melambat bagi beberapa perekonomian. Seiring dengan kinerja perdagangan internasional yang masih tumbuh positif, pergerakan harga komoditas secara umum cenderung stabil bahkan terdapat kenaikan pada harga minyak mentah. Secara rata-rata ICP hingga Maret 2018 tercatat sebesar US$ 63,02 per barel (ytd). Kenaikan harga minyak ini diharapkan akan memberikan pengaruh positif terhadap penerimaan negara disepanjang tahun 2018. Beberapa faktor diperkirakan akan mempengaruhi aktivitas riil ekonomi global antara lain insentif pajak AS, relaksasi investasi manufaktur Tiongkok yang menjadi faktor positif pada tingkat permintaan, dan proteksionisme perdagangan yang dapat memberi tekanan pada aktivitas perdagangan global.

  Stabilitas ekonomi Indonesia terjaga cukup baik yang tercermin pada stabilitas tingkat harga di tengah depresiasi nilai tukar.

  Hingga triwulan I 2018, laju inflasi tercatat sebesar 0,99 persen (ytd) atau 3,40 persen (yoy). Tekanan inflasi terutama bersumber dari pergerakan harga komoditas bahan makanan akibat faktor cuaca dan belum meratanya panen. Namun seiring dengan mulai masuknya musim panen di bulan Maret dan kebijakan stabilitas harga, harga mulai mengalami penurunan dan diperkirakan terus berlanjut hingga bulan Mei. Pemerintah terus melakukan upaya stabilisasi harga terutama menjelang masuknya bulan Ramadan dan Idul Fitri dengan menjamin kelancaran dan kecukupan pasokan bahan makanan. Sementara pergerakan nilai tukar rupiah sepanjang triwulan I 2018 bergerak lebih fluktuatif akibat pengaruh faktor eksternal seperti A P B N K

  IT A ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i A p ri l 2

  1

  8

  kebijakan normalisasi moneter dan proteksionisme yang dilakukan AS, serta ketidakpastian permasalahan geopolitik. Hingga akhir bulan Maret 2018, rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS mencapai Rp13.758/US$.

  Pada akhir Maret atau triwulan I 2018, penerimaan pendapatan negara dan hibah telah mencapai Rp333,78 triliun atau terealisasi sebesar 17,6 persen dari target pada APBN 2018. Realisasi tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp262,42 triliun, PNBP sebesar Rp71,09 triliun, dan hibah sebesar Rp0,26 triliun atau masing-masing telah mencapai 16,2 persen, 25,8 persen, dan 22,0 persen dari target APBN 2018. Dilihat dari pertumbuhannya,

  penerimaan perpajakan masih tumbuh 10,3 persen, PNBP mampu tumbuh 22,2 persen, dan hibah tumbuh 78,1 persen secara year-on- year (yoy).

  Penerimaan perpajakan berdasarkan komposisinya terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp244,53 triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp17,89 triliun atau masing-masing telah terealisasi 17,2 persen dan 9,2 persen dari target APBN 2018.

  Capaian penerimaan pajak hingga akhir Maret 2018 meningkat hampir di seluruh jenis pajak utama, dengan pertumbuhan yang mencapai dua digit. Penerimaan Pajak pada triwulan I 2018 ini masih tetap tumbuh 9,9 persen secara yoy. Namun apabila tidak memperhitungkan uang tebusan Tax Amnesty triwulan I 2017, maka pertumbuhan pada triwulan I 2018 mencapai 16,21 persen. Tren pertumbuhan positif ini melanjutkan pertumbuhan positif yang berhasil dicapai di bulan Januari dan Februari 2018, bahkan merupakan pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015.

  Jika dilihat lebih dalam lagi, penerimaan pajak yang berasal dari penerimaan PPh Non Migas, hingga triwulan I 2018 telah mencapai 16,3 persen dari target pada APBN 2018, serta masih tumbuh 8,4 persen dari periode yang sama tahun lalu. Capaian

  PPh Non Migas tersebut secara yoy didukung oleh kontribusi dari penerimaan PPh Pasal 21 yang tumbuh 15,7 persen, PPh Badan tumbuh 28,4 persen, PPh Final tumbuh 13,5 persen, dan PPh OP mampu tumbuh 17,6 persen. Pelaporan SPT di bulan Maret turut mendorong pencapaian PPh Non Migas. Selain itu, penerimaan PPN DN dan PPN Impor pada triwulan l 2018 ini masing-masing masih tumbuh 13,1 persen dan 21,6 persen, hal ini mengindikasikan meningkatnya konsumsi dalam negeri dan membaiknya kinerja impor. Sedangkan penerimaan PPh Migas, hingga triwulan I 2018 telah mencapai 30,0 persen dari yang ditargetkan pada APBN 2018, namun pertumbuhannya negatif 3,4 persen.

  Kinerja penerimaan pajak tahun 2018 yang mampu terus tumbuh didukung juga oleh peningkatan kinerja sektor utama pajak, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan. Kedua sektor utama tersebut masing- masing mampu tumbuh hingga dua digit yaitu 16,7 persen dan 28,6 persen, dengan kontribusi terhadap penerimaan pajak masing-masing sebesar 28,1 persen dan 23,3 persen. Lebih lanjut, kontribusi kinerja penerimaan sektor lain penyumbang penerimaan pajak yaitu sebesar 12,7 persen dari sektor jasa keuangan, 4,6 persen dari sektor konstruksi, 4,2 persen dari sektor transportasi, serta sektor lain-lain sebesar 27,0 persen.

  Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai pada triwulan I 2018 tumbuh 15,84 persen secara yoy, dimana capaian tersebut merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Penerimaan kepabeanan dan cukai di triwulan I 2018 berasal dari extra effort yang dilakukan sebesar 5,4 persen atau Rp0,97 triliun, sedangkan sisanya sebesar 94,6 persen atau Rp16,92 triliun berasal dari penerimaan rutin. Lebih lanjut, penerimaan kepabeanan dan cukai

  yang bersumber dari cukai hingga akhir Maret 2018 mulai meningkat penerimaannya dengan capaian 5,2 persen dari target APBN 2018. Penerimaan cukai tersebut masih didominasi oleh penerimaan CHT akibat adanya pelunasan maju CK1 dan penyesuaian tarif yang efektif tertimbang meningkat di triwulan I 2018 sebesar 11,68 persen. Sementara untuk penerimaan Bea Masuk , hingga triwulan I 2018 telah mencapai 23,6 persen dari target dalam APBN 2018, dengan kenaikan 9,5 persen secara yoy. Capaian tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan devisa impor kelompok komoditas Barang Modal dan Bahan Baku yang tumbuh 16,28 persen dan 15,68 persen. Sedangkan penerimaan Bea Keluar telah mencapai 47,7 persen dari target APBN 2018, dimana capaian tersebut tumbuh 70,4 persen secara yoy, yang disebabkan oleh peningkatan kegiatan ekspor komoditas nikel dan bauksit, serta turut juga didukung oleh peningkatan kegiatan ekspor minerba selama triwulan I 2018.

  Hingga 31 Maret 2018, capaian PNBP mencapai Rp71,1 triliun atau 25,8 persen dari target APBN 2018 sebesar Rp275,4 triliun. Apabila dibandingkan dengan periode

  yang sama tahun sebelumnya, capaian PNBP tersebut jauh lebih tinggi dimana mampu tumbuh sebesar 23,9 persen. Capaian PNBP pada bulan Maret 2018 didorong oleh kinerja dari Penerimaan SDA, baik SDA migas dan SDA non migas, serta PNBP Lainnya. Tren peningkatan harga ICP dan Harga Batubara Acuan (HBA) pada awal tahun 2018 mendorong kinerja penerimaan SDA. Pada bulan Maret 2018, harga ICP mencapai US$61,9 per barel jauh lebih tinggi dibandingkan bulan Maret 2017 sebesar US$48,7 per barel. Untuk HBA, pada bulan Maret 2018 tercatat sebesar US$101,86 per ton, lebih tinggi dari bulan Maret 2017 sebesar Rp81,9 per ton. Untuk PNBP Lainnya, penerimaan utama pada bulan Maret 2018 bersumber dari Pendapatan dari Penjualan, Pengelolaan A P B N K

  IT A ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i A p ri l 2

  1

  Pendapatan Administrasi dan Penegakan Hukum. Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) pada Maret 2018 terutama bersumber dari Pendapatan Jasa Layanan Umum atas Penyediaan Barang dan Jasa dan Pengelolaan Dana Khusus untuk Masyarakat. Sementara itu, penerimaan dari dividen BUMN belum signifikan.

  Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir Maret 2018 sebesar Rp419,55 triliun, meningkat 4,88 persen jika dibandingkan realisasi Maret tahun sebelumnya. Realisasi

  Belanja Negara tersebut meliputi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp233,95 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp185,60 triliun. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan bulan Maret 2018 mengalami peningkatan sebesar 14,21 persen dibandingkan dengan Maret 2017 terutama akibat lebih tingginya realisasi Belanja Belanja Bantuan Sosial dan Subsidi. Hingga Maret 2018, realisasi Belanja Bantuan Sosial mencapai Rp17,89 triliun (22,02 persen dari pagu APBN), tumbuh 87,56 persen dibandingkan realisasi periode yang sama di tahun 2016.

  Sementara itu, realisasi subsidi hingga Maret 2018 tercatat sebesar Rp25,29 triliun atau sekitar 16,19 persen dari pagu APBN, lebih tinggi dibandingkan realisasi Maret tahun 2016 yang hanya mencapai Rp12,33 triliun (7,3 persen dari pagu APBN). Meningkatnya kinerja penyerapan anggaran Belanja Bantuan Sosial dan Subsidi tersebut menunjukkan komitmen Pemerintah yang senantiasa berupaya mengakselerasi pengentasan kemiskinan dan penurunan kesenjangan di Indonesia.

  Pada periode yang sama, realisasi belanja subsidi tercatat sebesar Rp25,3 triliun atau 16,2 persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN 2018. Realisasi sampai dengan

  triwulan I 2018 tersebut terdiri dari belanja subsidi BBM sebesar Rp15,6 triliun atau 33,3 persen dari APBN 2018, belanja subsidi listrik sebesar Rp9,6 triliun atau 20,2 persen, dan belanja subsidi non energi sebesar Rp0,02 triliun atau 0,04 persen. Realisasi subsidi energi pada tahun 2018 antara lain dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak, konsumsi energi bersubsidi, bauran energi input tenaga listrik, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

8 BMN dan Iuran Badan Usaha, serta

  Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan triwulan I 2018 telah mencapai Rp185,6 triliun atau 24,2

  persen dari pagu dalam APBN 2018 yang meliputi Transfer ke Daerah (TKD) Rp175,3 triliun dan Dana Desa Rp10,3 triliun. Realisasi TKD triwulan I 2018 terdiri atas Dana Perimbangan Rp170,1 triliun (25,1 persen), Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan DIY Rp2,6 triliun (12,1 persen), dan DID Rp2,7 triliun (31,8 persen). Realisasi TKD sampai dengan Triwulan I tahun 2018 lebih rendah Rp19,9 triliun (10,2 persen) dibandingkan realisasi TKD pada periode yang sama tahun 2017. Lebih rendahnya realisasi TKD Triwulan I 2018 tersebut terutama disebabkan oleh (1) lebih rendahnya realisasi DBH karena realisasi triwulan I 2017 menampung juga kurang bayar DBH tahun sebelumnya sementara pada triwulan I 2018 hanya menyalurkan realisasi DBH tahun berjalan; (2) lebih rendahnya realisasi DAK Nonfisik karena sebagian daerah belum dapat memenuhi syarat administrasi penyaluran DAK Nonfisik berupa laporan penyaluran dan penggunaan dana pada tahun sebelumnya; dan (3) lebih rendahnya realisasi penyaluran DID yang dikarenakan sebagian daerah penerima DID belum menyampaikan persyaratan penyaluran DID tahap I. Sementara itu, lebih tingginya realisasi Dana Desa Triwulan I 2018 dibandingkan Triwulan I 2017 yang belum ada realisasinya, disebabkan karena perubahan tahapan penyaluran Dana Desa tahun 2018 yang pencairannya dimulai dari tahap I paling cepat bulan Januari dan paling lambat minggu ketiga bulan Juni sebesar 20 persen. Perubahan tahapan penyaluran Dana Desa Tahun 2018, dari sebelumnya

  2 tahap menjadi 3 tahap penyaluran dilakukan dalam rangka mendukung pelaksanaan program padat karya tunai (cash for work) dan memperkuat aspek pemantauan dan evaluasi Dana Desa.

  Keberlanjutan fiskal di tahun 2018 diharapkan akan tetap terjaga. Realisasi defisit APBN hingga Maret 2018 mencapai Rp85,78 triliun atau sekitar 0,58 persen PDB.

  Realisasi defisit tersebut lebih rendah dari realisasi defisit Maret 2017, baik secara nominal maupun persentase terhadap PDB. Hal ini sejalan dengan komitmen Pemerintah yang senantiasa menjaga keberlanjutan pengelolaan APBN yang sehat. Sementara itu, realisasi pembiayaan yang dilakukan hingga Maret 2018 mencapai Rp149,79 triliun (45,96 persen dari target APBN 2018), melalui penerbitan SBN (neto) sebesar Rp143,81 triliun atau 34,69 persen dari target penerbitan di tahun 2018 dan pengadaan pinjaman (neto) sebesar Rp4,41 triliun atau minus 28,79 persen dari target tahun 2018. Adapun jumlah utang Pemerintah hingga akhir Maret 2018 mencapai Rp4.136,39 triliun yang masih terjaga di level aman pada rasio 29,78 persen terhadap PDB. Meningkatnya rasio utang terhadap PDB dibandingkan dengan akhir Februari lalu lebih disebabkan strategi front

  loading pembiayaan APBN untuk mengantisipasi dampak

  meningkatnya Fed Fund Rate serta ketidakpastian global secara keseluruhan, seperti terjadinya perang dagang, ekskalasi konflik geopolitik dunia, dan lainnya yang berdampak pada biaya pendanaan di pasar keuangan.

  Setelah semester pertama tahun ini, rasio utang akan menurun seiring dengan meningkatnya PDB. Dengan makin membaiknya fundamental perekonomian dan peringkat kredit Indonesia maka pembiayaan utang tersebut berhasil diperoleh dengan biaya yang semakin rendah. Pemerintah konsisten melakukan pengelolaan utang secara prudent untuk menjaga keberlanjutan fiskal Pemerintah yang sehat. Realisasi APBN 2018 Realisasi APBN 2018 s/d 31 Maret 2018

  % Surplus / (Defisit) Anggaran thd PDB (2.92) (0.76)

  APBN Realisasi % thd 2018 s.d. 31 mar APBN

  (59,733.8) (3,668.7)

PENDAPATAN 333,775.8 17.6% 1,894,720.4 NEGARA (A)

  (1,005.4) KELEBIHAN / (KEKURANGAN) PEMBIAYAAN ANGGARAN

  419,551.9 18.9%

BELANJA NEGARA (B) 2,220,657.0

  8

  1 l 2 ri p

   (87,329.5) (17,312.3) 19.8% KESEIMBANGAN i A is

  PRIMER d ) E ta k a n F a

SURPLUS/(DEFISIT) (325.936,6) (85,776.2)

  a d

ANGGARAN (A-B)

  rj e in K A (

  IT N K B P PEMBIAYAAN 325.936,6 149,796.6 46.0%

  A ANGGARAN dalam miliar Rupiah inerja pelaksanaan APBN 2018 sampai dengan persen dari pagu APBN tahun 2018. Triwulan I menunjukkan hasil yang positif dan Realisasi tersebut terdiri atas: berjalan on the track. Akselerasi yang tinggi ditunjukkan baik di sisi realisasi pendapatan

  a. Belanja pemerintah pusat

  K

  negara maupun belanja negara, yang berdampak pada tumbuh 14,21 persen mencapai Rp234,0 triliun atau 16,1 persen lebih terjaganya defisit anggaran dan keseimbangan primer. dari pagu APBN tahun 2018.

  Secara rinci realisasi pendapatan negara pada Triwulan I

  b. Sedangkan Transfer ke daerah sebagai berikut: dan dana desa sedikit mengalami penurunan sebesar 4,9 persen

  a. Laju realisasi penerimaan perpajakan tumbuh dengan capaian Rp185,6 triliun sebesar 10,3 persen atau mencapai Rp262,4 triliun atau 24,2 persen dari pagu APBN (16,2 persen dari target APBN 2018) yang bersumber tahun 2018 . terutama:

  Pelaksanaan APBN 2018 sampai

  • Penerimaan Pajak mampu tumbuh sebesar 9,9 dengan triwulan I dapat dikatakan persen dengan capaian sebesar Rp244,5 triliun lebih sehat, dengan melihat indikasi atau 17,6 persen dari target APBN tahun 2018.

  bahwa realisasi defisit anggaran

  • Penerimaan bea dan cukai tumbuh sebesar 15,8 sebesar 0,58 persen terhadap PDB persen dengan capaian sebesar Rp17,9 triliun atau atau Rp85,8 triliun (keseimbangan 9,2 persen dari target APBN tahun 2018,. primer sebesar Rp17,3 triliun), turun dibandingkan defisit anggaran

  b. Pertumbuhan realisasi PNBP juga menunjukkan nilai periode yang sama tahun 2017 yakni yang sangat positif sebesar 22,2 persen yang mampu 0,76 persen terhadap PDB atau membukukan nilai realisasi sebesar Rp71,1 triliun atau Rp103,8 triliun (keseimbangan primer 25,8 persen dari target APBN tahun 2018. sebesar Rp38,7 triliun). Dengan realisasi pembiayaan sebesar Rp149,8

  Selanjutnya, kinerja belanja negara pada Triwulan I triliun, maka pada Triwulan I tahun memiliki akselerasi sebesar 4,9 persen (lebih tinggi 2018 terdapat kelebihan pembiayaan dibandingkan periode tahun sebelumnya sebesar 2,3 anggaran sebesar Rp64,0 triliun. persen) dengan capaian sebesar Rp 419,6 triliun atau 18,9 A P B N K

  IT A ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i A p ri l 2

  1

  Perkembangan Makroekonomi P erekonomian global di awal tahun 2018 mengarah pada perbaikan meskipun belum seoptimal pertumbuhan sebelum krisis keuangan global.

  Manufaktur dan perdagangan masih berekspansi, meski dengan kecepatan yang melambat bagi beberapa perekonomian. Seiring dengan kinerja perdagangan internasional yang masih tumbuh positif, pergerakan harga komoditas secara umum cenderung stabil bahkan terdapat kenaikan pada harga minyak mentah. Harga komoditas pertanian juga sedikit mengalami kenaikan akibat faktor cuaca yang kurang menguntungkan. Ke depan beberapa faktor diperkirakan akan mempengaruhi aktivitas riil ekonomi global antara lain insentif pajak AS, relaksasi investasi manufaktur Tiongkok yang menjadi faktor positif pada tingkat permintaan, dan proteksionisme perdagangan yang dapat memberi tekanan pada aktivitas perdagangan global.

  Stabilitas ekonomi Indonesia terjaga cukup baik yang tercermin pada stabilitas tingkat harga di tengah depresiasi nilai tukar. Selama bulan Maret tahun 2018, tingkat inflasi dapat dijaga pada kisaran 0,20 persen (mtm).

  Inflasi ini lebih tinggi dibandingkan inflasi Maret tahun sebelumnya yang mengalami deflasi 0,02 persen (mtm). Hingga triwulan I 2018, laju inflasi tercatat sebesar 0,99 persen (ytd) atau 3,40 persen (yoy). Realisasi ini lebih rendah jika dibandingkan dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2017, yaitu sebesar 1,19 persen (ytd) atau 3,61 persen (yoy). Sepanjang triwulan I tahun 2018, tekanan inflasi terutama didorong oleh pergerakan harga komoditas bahan makanan seperti beras, ikan segar, dan produk hortikultura akibat faktor cuaca dan belum meratanya panen. Komoditas beras sempat mengalami kenaikan harga yang cukup siginifikan pada dua bulan pertama di tahun 2018. Namun demikian, seiring dengan mulai masuknya musim panen di bulan Maret dan kebijakan stabilitas harga melalui impor, harga beras mulai mengalami penurunan dan diperkirakan terus berlanjut hingga bulan Mei. Pemerintah terus melakukan upaya stabilisasi harga terutama menjelang masuknya bulan Ramadan dan Idul Fitri dengan menjamin kelancaran dan kecukupan pasokan serta mengupayakan beberapa komoditas pangan inti dijual sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET). Dari sisi komponen

8 Perkembangan Makroekonomi 2018

  administered price (AP), kenaikan harga bensin (Pertalite

  dan Pertamax series) sedikit memberikan tekanan seiring dengan meningkatnya harga minyak mentah global. Meskipun begitu, komponen ini terus melanjutkan tren menurunnya sejak Juli 2017 seiring tidak adanya kebijakan harga energi. Di sisi lain, laju inflasi komponen inti relatif stabil dalam kisaran 2,7 persen dan bergerak naik secara bulanan seiring dengan mulai meningkatnya harga komoditas global.

  Hingga akhir bulan Maret 2018, rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS mencapai Rp13.758/US$. Pergerakan nilai

  tukar yang lebih fluktuatif lebih dipengaruhi faktor eksternal seperti kebijakan normalisasi moneter dan proteksionisme yang dilakukan AS. Faktor eksternal lainnya berupa kebijakan kenaikan suku bunga obligasi Pemerintah AS, perbaikan ekonomi Tiongkok, dan ketidakpastian permasalahan geopolitik cukup mempengaruhi pergerakan nilai tukar Rupiah. Hal tersebut juga mempengaruhi pergerakan aliran modal yang masuk dan keluar Indonesia. Hingga Maret 2018, meskipun terdapat aliran modal masuk ke pasar obligasi negara sebesar Rp22,6 Triliun, namun secara total tercatat aliran modal keluar sebesar Rp-0,9 Triliun, sebagai akibat berkurangnya kepemilikan asing pada pasar saham. Sejalan dengan pergerakan nilai tukar yang fluktuatif, suku bunga dalam negeri khususnya suku bunga SPN 3 bulan mengalami sedikit peningkatan di bulan Maret dibandingkan bulan sebelumnya, mencapai 4,15 persen (Feb: 4,08 persen). Sedangkan hingga akhir Maret 2018, suku bunga SPN 3 bulan mencapai 4,10 persen lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meskipun terdapat defisit neraca perdagangan, pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal yang positif mengindikasikan adanya dorongan kinerja ekonomi domestik.

  Pada bulan Maret 2018 harga minyak mentah tercatat US$61,87 (eop) per barel, meningkat tipis US$0,26 per barel dibandingkan bulan sebelumnya. Sehingga, rata-

  rata ICP hingga Maret 2018, US$63,02 per barel (ytd), lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata ICP Januari - Maret 2017, US$51,03 per barel. Peningkatan harga yg signifikan tersebut selain dikarenakan aktivitas perekonomian global yang semakin membaik juga dipengaruhi oleh kelanjutan keputusan OPEC untuk memangkas produksi hingga akhir tahun 2018. Selain itu, peningkatan harga tahun ini juga dipenagruhi oleh gejolak geopolitik di beberapa daerah yang memberikan sentimen positif pada harga minyak mentah. Hal inilah yang mendorong pergerakan harga bulan Maret 2018 berbeda dengan historisnya yang cenderung menurun di bulan Maret. Kenaikan harga minyak ini diharapkan akan memberikan pengaruh positif terhadap penerimaan negara disepanjang tahun 2018. Pendapatan Negara

PENERIMAAN PAJAK

  Pertumbuhan Pajak Capai 9,94 persen, Peranan PPh Orang Pribadi Terus Meningkat (dalam triliun Rupiah)

  Realisasi APBN Uraian ∆% 2018 % thd Rp 2017 - APBN 2018

  Pajak Penghasilan 855,1 144,3 7,32% 16,87%

  • Migas 38,1 11,4 -3,40% 30,02%
  • Non Migas 817,0 132,8 8,36% 16,26% PPN & PPnBM 541,8 98,7 15,03% 18,21% PBB & Pajak Lainnya 27,1 1,6 -28,96% 5,73%

  Jumlah 1.424,0 244,5 9,94% 17,17%

  8

  1 l 2

  ealisasi penerimaan pajak

  ri p

i A

  periode Januari – Maret

  di luar is d

  Tax Amnesty

  2018 tercatat sebesar Rp

  ) E Pertumbuhan ta

  244,5 triliun atau tumbuh

  k R a

  (y-o-y) Bulan 9,94 persen secara year-on-year. n F a

  Januari - Maret

  Pertumbuhan positif ini ditopang

  a d rj e

  oleh pertumbuhan PPh Non Migas

  in K

  yang mencapai 8,36 persen dan

  A ( di luar

  IT Tax Amnesty PPN yang tumbuh 15,03 persen.

  N K B

  Pertumbuhan pada Triwulan I

  P A

  ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Januari – Februari 2018 disebabkan oleh adanya penerimaan uang tebusan

  Tax Amnesty

  yang cukup signifikan pada Triwulan I 2017, mencapai Rp 12,0 triliun. Apabila tidak memperhitungkan uang tebusan

  Tax Amnesty Triwulan I 2017, maka

  pertumbuhan pada Triwulan I 2018 mencapai 16,21 persen. Tren pertumbuhan positif ini melanjutkan pertumbuhan positif yang berhasil dicapai di bulan Januari dan Februari 2018, bahkan merupakan pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015. Pertumbuhan pada triwulan I ini ditopang oleh jenis-jenis penerimaan

  Jenis Pajak growth growth Triwulan I 2017

  Triwulan I 2018

  PPh Pasal 21 -0,12% 15,73% PPh Orang Pribadi 71,20% 17,61% PPh Final 1% (dari WP Orang Pribadi) 64,14% 12,62% Jumlah PPh Orang Pribadi 7,60% 15,91% pajak yang berasal dari aktivitas kegiatan impor dan produksi. Kinerja positif beberapa jenis pajak utama, seperti PPh Pasal 21, PPh Badan, dan PPN Dalam Negeri, memberikan sinyal positif adanya peningkatan aktivitas ekonomi setidaknya dari perspektif penerimaan pajak.

  Kinerja Penerimaan PPh Orang Pribadi terus menunjukkan kinerja positif di tahun 2018, pasca program

  Tax Amnesty. Pertumbuhan yang

  sangat signifikan di Triwulan I 2017 dipengaruhi adanya perubahan A P B N K

  IT A ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i A p ri l 2

  1

  8

  perilaku pembayaran pajak oleh WP Orang Pribadi peserta Tax Amnesty, dimana banyak di antaranya yang mulai melaporkan tambahan penghasilan yang signifikan dibandingkan dengan SPT Tahunan sebelum Tax Amnesty. Perubahan perilaku tersebut ternyata berlanjut di tahun 2018 khususnya pada bulan Maret 2018 dengan penerimaan PPh

  Pasal 29 (kekurangan pembayaran pajak penghasilan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi) yang mencapai Rp 4,8 triliun atau tumbuh 29,54 persen secara year-on-year. Secara nominal, dalam kurun waktu 3 tahun penerimaan PPh Pasal 29 ini telah meningkat 3 kali lipat (dibandingkan dengan Maret 2015, sebelum Tax

  Amnesty) yang menunjukkan adanya

  peningkatan kepatuhan yang sifatnya sukarela (voluntary compliance) pasca program Tax Amnesty. Jenis pajak penghasilan utama dari WP Orang Pribadi meliputi PPh Pasal 21 (yang dipotong langsung oleh pemberi kerja), PPh Orang Pribadi (PPh Pasal 25 yang merupakan pembayaran bulanan dan PPh Pasal

  29 yang merupakan kurang bayar pajak penghasilan dalam SPT Tahunan PPh), dan PPh Final 1 persen bagi WP Orang Pribadi yang melakukan usaha dengan omzet sampai dengan Rp 4,8 miliar setahun. Dari ketiga jenis pajak utama tersebut, secara agregat kontribusi WP Orang Pribadi di tahun 2018 ini semakin meningkat dengan pertumbuhan pembayaran sebesar 15,91 persen (lebih tinggi dibandingkan triwulan I tahun 2017). Kepatuhan sukarela yang semakin tinggi tercermin pula dari peningkatan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang membayar PPh

  Pasal 29 di bulan Maret 2018 dan PPh Final 1 persen selama triwulan I 2018. Jumlah WP Orang Pribadi yang melakukan pembayaran PPh Pasal 29 di bulan Maret 2018 tumbuh 15,99 persen secara year- on-year sementara untuk PPh Final 1 persen di triwulan I 2018 tumbuh 16,02 persen secara year- on-year. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembayaran pajak memberikan sinyal positif bagi pencapaian penerimaan pajak di tahun 2018.

  Jenis Pajak growth growth Triwulan I 2017 Triwulan I 2018

  PPh Pasal 21 -0,12% 15,73% PPh Orang Pribadi 71,20% 17,61% PPh Badan -7,42% 28,42% PPN Dalam Negeri 18,23% 13,06% Pajak atas Impor 17,17% 21,80%

  • PPh 22 Impor 14,23% 25,09%
  • PPN Impor 19,55% 21,56%
  • PPnBM Impor -16,15% -4,46%

  Kinerja positif penerimaan pajak juga tercermin dari

  Distribusi Penerimaan

  penerimaan sektor usaha utama seperti Industri

  per Sektor Usaha Utama

  Pengolahan dan Perdagangan yang tumbuh positif,

  Q1 2015 -2018 berturut-turut tumbuh 16,72 persen dan 28,64 persen.

  Salah satu sektor yang tumbuh sangat signifikan adalah sektor Pertambangan dimana pada Triwulan I 2018 ini tumbuh sebesar 70,88 persen sejalan dengan penguatan harga komoditas tambang minerba di pasar internasional,

  28.07% 28.07%

  sejalan dengan pertumbuhan ekspor hasil tambang (bahan bakar mineral dan bijih logam) sebesar 39,68 persen year-on-year *)

  28.07% 28.07% 28.07% Masyarakat Lebih Patuh Lapor SPT, e-Filing Makin 28.07% Diminati

  Tanggal 31 Maret merupakan batas akhir pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, meskipun masyarakat tetap dapat melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan setelah batas akhir pelaporan

  Manufaktur dengan denda keterlambatan sebesar Rp 100 ribu. Sampai Jasa Keuangan Konstruksi dengan tanggal 31 Maret 2018, jumlah SPT Tahunan Pajak Transportasi

  Penghasilan yang disampaikan telah mencapai 10,59 juta Perdagangan SPT atau tumbuh 14,01 persen secara year-on-year.

  Lainnya Jumlah SPT yang berasal dari WP Orang Pribadi sendiri A P B N K

  IT A ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i A p ri l 2

  1

  8

  mencapai 10,35 juta SPT atau 63,86 persen dari jumlah WP Wajib SPT telah menyampaikan SPT (rasio kepatuhan formal). Tingkat kepatuhan formal sebesar 63,86 persen merupakan peningkatan positif dibandingkan dengan periode Triwulan I 2017 dimana rasio kepatuhan SPT Tahunan Orang Pribadi mencapai 58,94 persen. Peningkatan rasio kepatuhan formal ini tidak lepas dari faktor pertumbuhan SPT Tahunan PPh yang disampaikan oleh WP Orang Pribadi Non Karyawan yang tumbuh 30,53 persen secara year-on-year.

  Kampanye penyampaian SPT Tahunan secara elektronik yang menjadi tema utama tahun 2018 dan didukung dengan penyampaian SPT Tahunan secara e-Filing oleh pejabat negara seperti Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR/MPR/DPD, Menteri, serta pejabat negara lainnya mendorong masyarakat untuk melaporkan SPT Tahunan secara elektronik (melalui e-Filing maupun e-Form). Pada tahun 2018 ini, jumlah SPT Elektronik yang disampaikan oleh WP Orang Pribadi mencapai 8,44 juta atau 8 dari 10 SPT Tahunan Orang Pribadi yang disampaikan merupakan SPT Elektronik (tidak termasuk e-SPT). Pertumbuhan SPT Elektronik dari WP Orang Pribadi sendiri mencapai 21,18 persen secara year-on-year sementara SPT Manual sepertinya semakin ditinggalkan oleh masyarakat dengan pertumbuhan sebesar -12,98 persen year-on-year. Partisipasi aktif masyarakat baik dari sisi pembayaran maupun pelaporan pajak merupakan fondasi yang kuat dalam mewujudkan penerimaan pajak yang berkelanjutan (sustainable) dan kemandirian

  • *) Pertumbuhan year-on-year Januari – Februari 2018 berdasarkan data Berita Resmi Statistik “Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Februari 2018” nomor No.25/03/Th.XX1 tanggal 15 maret 2018

  Halaman Kosong

KEPABEANAN DAN CUKAI

  15.84% Pertumbuhan

  • 7.07%

  Penerimaan

  • 16,35%

  Kepabeanan dan Cukai,

Q1 2015-2018

  • 48.85% 2015 2016 2017 2018

  8

  1 l 2 ri p

i A

  enerimaan kepabeanan tahun lalu. Angka per tumbuhan

  is d

  dan cukai hingga triwulan positif penerimaan kepabeanan

  ) E ta

  I (31 Maret 2018) sebesar

  k

  dan cukai selama triwulan I 2018

  a

  Rp.17,89 triliun (9,22

  n F

  lebih tinggi dibanding angka

  P a

  persen dari target APBN 2018),

  a d

  per tumbuhan periode serupa

  rj e

  terdiri dari penerimaan rutin 2017 dan merupakan yang

  in K

  sebesar Rp.16,92 triliun (94,58

  A (

  ter tinggi dalam kurun 3 tahun

  IT

  persen dari total penerimaan) terakhir. Per tumbuhan positif

  N K B P dan extra ef for t mencapai Rp.0,97

  tidak hanya terjadi pada total

  A

  triliun (5,42 persen). Capaian penerimaan, namun juga pada tersebut secara total meningkat seluruh komponen penerimaan, Rp.2,45 triliun atau tumbuh yaitu bea masuk (BM), bea keluar 15,84 persen bila dibandingkan (BK ) dan cukai. penerimaan periode serupa

  • 16.35% 8.57%
  • 5.38%

  Penerimaan BM pada triwulan I 2018 berhasil meraup Rp.8,41 triliun atau 23,56 persen dari target APBN 2018. Realisasi triwulan I tahun ini meningkat Rp.0,73 triliun atau tumbuh 9,55 persen dibanding realisasi periode yang sama tahun lalu. Capaian penerimaan bea masuk sebesar Rp.8,41 triliun tersebut merupakan yang merupakan angka capaian ter tinggi dibanding angka capaian komponen penerimaan lainnya.

  Per tumbuhan penerimaan BM ini dipengaruhi oleh faktor (i) peningkatan devisa impor yang tumbuh 13,27 persen sepanjang triwulan I, (ii) impor komoditas beras, daging dan gula yang diatur dengan kuota oleh Pemerintah sebagai bagian dari kebijakan pengendalian harga atas komoditas ter tentu yang dibutuhkan oleh masyarakat, dan (iii) penerimaan dari extra ef for t yang meningkat 14,41 persen. Per tumbuhan devisa impor sebesar 13,27 persen tersebut terutama didominasi oleh peningkatan impor kelompok komoditas Barang Modal dan Bahan Baku/Barang Penolong yang secara berturut tumbuh 16,28 persen dan 15,68 persen. Hal ini mengindikasikan masih bergairahnya aktifitas ekonomi produktif di dalam negeri.

  Pertumbuhan Penerimaan BM

  9.55% 2015 2016 2017 2018

Q1 2015-2018

  A P B N K

  IT A ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i A p ri l 2

  1

  Penerimaan Cukai Q1 2015 - 2018

  Penerimaan cukai hingga 31 Maret 2018 mulai menunjukkan geliatnya, dengan capaian Rp.8,05 triliun atau 5,18 persen dari target APBN 2018. Raihan cukai triwulan I ini meningkat 16,20 persen dibanding triwulan I tahun lalu. Bahkan secara nominal, angka pertumbuhannya yang mencapai Rp.1,12 triliun merupakan yang terbesar dibanding angka nominal pertumbuhan komponen penerimaan yang lain. Kinerja penerimaan cukai tersebut tidak lepas dari kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) yang mencapai Rp.6,95 triliun, tumbuh sebesar Rp.1,06 triliun atau 17,96 persen, yoy. Kinerja penerimaan CHT ini terutama disebabkan oleh faktor efek kenaikan tarif, yang secara efektif tertimbang meningkat sepanjang triwulan I sebesar 11,68 persen (tarif kebijakan 2018 tertimbang 10,04 persen), lebih tinggi dibanding angka kenaikan tarif efektif tertimbang tahun 2017 yang hanya mencapai 9,8 persen (tarif kebijakan 2017 tertimbang 10,54 persen). Secara arus kas, pertumbuhan penerimaan CHT ini juga dikontribusikan oleh faktor pembayaran pelunasan maju pembelian pita cukai secara kredit (CK1) yang selama Maret mencapai porsi 11 persen dari total penerimaan CHT bulan Maret, bandingkan dengan rata-rata pembayaran pelunasan maju CK1 yang hanya berkisar 5 persen dari total penerimaan CHT. Sedang pada penerimaan minuman mengandung etil alkohol (MMEA) dan etil alkohol (EA), capaiannya adalah Rp.1,04 triliun dan Rp.0,04 triliun dengan pertumbuhan masing-masing 5,80 persen dan 3,95 persen.

8 Pertumbuhan

  70.38% Pertumbuhan Penerimaan BK

  44.21% Q1 2015 - 2018

  • 32.63%
  • 75.53% 2015 2016 2017 2018

  Capaian triwulan I pada penerimaan BK adalah sebesar Rp.1,43 triliun atau 47,70 persen dari target APBN 2018. Pertumbuhannya yang mencapai 70,38 persen, meningkat dibanding angka pertumbuhan serupa tahun lalu, dan merupakan angka pertumbuhan penerimaan BK tertinggi dalam kurun 3 tahun terakhir. Kinerja penerimaan BK ini terutama disebabkan oleh kontribusi BK dari ekspor komoditas minerba (konsentrat tembaga dan komoditas nikel dan bauksit) yang secara total tumbuh 261,32 persen di sepanjang triwulan I 2018. Hal ini tidak terlepas dari faktor masih tingginya harga komoditas di pasar internasional dan membaiknya permintaan komoditas minerba di negara tujuan utama (India, Filipina, Korea dan Jepang). Namun di sisi lain, ekspor produk kelapa sawit (CPO, PKO dll.) belum memberikan kontribusi terhadap penerimaan BK dikarenakan harga komoditas ini sepanjang triwulan I masih berada di bawah level USD750/ MT. P

  emerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan regulasi baru untuk impor barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut sebagai pengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK) 188/PMK.04/2010.

  Aturan baru ini dilatarbelakangi oleh pertumbuhan penumpang yang cukup signifikan, peningkatan pendapatan per kapita warga negara Indonesia, dan menanggapi aspirasi dari masyarakat.

  Sebagaimana diketahui, Indonesia melalui PMK nomor 188/PMK.04/2010 telah mengatur tentang ketentuan ekspor dan impor barang yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengangkut. Pada kebijakan tersebut dijelaskan jika setiap penumpang atau awak sarana pengakut diberikan kebebasan barang impor atau Free on Board (FOB) senilai USD250 per orang dan USD1000 per keluarga.

  Perkembangan perekonomian Indonesia kian tahun kian meningkat yang tentunya juga berpengaruh terhadap pendapatan perkapita dari tiap-tiap masyarakat. Jika pendapatan meningkat tentunya kebutuhan hidup masyarakat pun juga bertambah dan seiring dengan itu transaksi jual beli pun menjadi lebih tinggi nilainya. Dari dinamika yang ada tersebut, Kementerian Keuangan merasa perlu menerbitkan regulasi baru khusunya untuk impor barang bawaan penumpang dan awak saran pengangkut. Perubahan ini sekaligus menindaklanjuti arahan Presiden terkait penyederhanaan regulasi dan peningkatan layanan kepada masyarakat.

  Oleh karena itu, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/ PMK.04/2017 tentang ketentuan ekspor dan impor barang yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengakut, sebagai pengganti PMK 188 tahun 2010, yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2018. Dengan tujuan, memberikan fasilitas kepada barang-barang impor yang dibawa penumpang, selain itu juga memberikan penegasan dan kepastian penyelesaian atas barang-barang impor yang dibawa penumpang yang tergolong sebagai bukan barang pribadi.

  “Untuk isu ini yang kami paling kedepankan adalah pelayanan. Ini

  A P B N K

  IT A ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i A p ri l 2

  1

  Barang Pribadi Penumpang Naik Jadi USD500

8 Kini Nilai Pembebasan Bea Masuk untuk

  bukan tentang target penerimaan dan isu fiskal, tapi kita ingin membantu dan memberi kemudahan dari masyarakat. Ini yang kami ingin pemerintah responsif. Ini bagian dari reform kami, hal-hal yang kongkret riil yang terus kami lakukan kepada masyarakat, dan kita akan evaluasi terus setiap kali ada masukkan, entah dari instagram, facebook, twitter kita akan rekap. Ini semua tujuannya supaya kami bisa melayani dan menjadi institusi yang dipercaya oleh masyarakat,” jelas Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat Konferensi Pers tentang Batas Pembebasan Bea Masuk Barang Pribadi Penumpang di Aula Djuanda, Kantor Pusat Kemenkeu pada Kamis (28/12).

  Menkeu menjelaskan batas pembebasan bea masuk barang pribadi penumpang naik menjadi USD500 per orang dari USD 250 per orang. “Kami mengubah PMK yang mengatur sejak 2010 lalu itu. Sekarang batas untuk membawa barang yang bebas bea masuk, jadi tidak dikenakan bea masuk maupun pungutan apapun dinaikkan dari USD250 per orang dinaikkan menjadi USD500 per orang,” jelasnya.

  Hal ini cukup moderat jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki income per capita lebih tinggi, seperti Malaysia USD125, Thailand USD285, Inggris USD557, Singapura USD600, Tiongkok USD764, dan Amerika Serikat USD800. Satu hal yang penting juga dalam kebijakan baru ini adalah, menghapus istilah keluarga untuk barang pribadi penumpang, karena sejalan dengan

  

best practice internasional dan

  Indonesia satu-satunya negara yang menggunakan kategori keluarga. “Dulunya kan satu keluarga 1.000 (USD), sekarang tidak. Jadi sekarang setiap orang 500 (FOB 500 USD per orang),” jelas Menkeu. Selain diberikan pembebasan bea masuk, barang pribadi penumpang yang merupakan barang kena cukai, diberikan pembebasan cukai untuk setiap orang dewasa dengan ketentuan berupa 200 batang sigaret, 25 batang cerutu, atau 100 gram tembakau iris/produk hasil tembakau lainnya; dan/atau 1 liter minuman mengandung etil alkohol.

  Sementara itu, terhadap barang bawaan penumpang yang memiliki nilai pabean melebihi FOB 500 dolar AS, berlaku ketentuan sebagai berikut. Pertama, tarif bea masuk ditetapkan sebesar 10 persen. Kedua, nilai pabean ditetapkan berdasarkan keseluruhan nilai pabean barang impor bawaan penumpang dikurangi dengan FOB 500 dolar AS. Aturan tersebut juga berlaku terhadap barang impor bawaan awak sarana pengangkut yang memiliki nilai pabean melebihi FOB 50 dolar AS. Tarif bea masuk ditetapkan sebesar 10 persen dan nilai pabean ditetapkan berdasarkan keseluruhan nilai pabean barang impor bawaan Penumpang dikurangi dengan FOB 50 dolar AS.

  Selain itu, menurut PMK ini, barang ekspor bawaan penumpang atau barang ekspor bawaan awak sarana pengangkut diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai. Adapun barang ekspor yang perlu dilaporkan terdiri atas:

  1. Perhiasan emas, perhiasan mutiara, dan perhiasan bernilai tinggi lainnya yang termasuk dalam kategori jenis barang yang tercantum dalam BAB 71 Buku Tarif Kepabeanan Indonesia;

  2. Barang yang akan dibawa kembali ke dalam Daerah Pabean;

  3. Uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain dengan nilai paling sedikit Rp100.000.000 atau dengan mata uang asing yang nilainya setara dengan itu; dan/ atau

  4. Barang ekspor yang dikenakan bea keluar. Disebutkan pula dalam Pasal 3 ayat (2) PMK ini, penumpang yang membawa barang ekspor sebagaimana dimaksud, wajib menyampaikan pemberitahuan ekspor barang, nota pelayanan ekspor, cetak tiket, dan pemberitahuan pembawaan barang ekspor yang telah ditandatangani oleh eksportir kepada pejabat bea cukai yang ditunjuk untuk mengawasi barang yang dibawa oleh penumpang di terminal keberangkatan internasional. Adapun barang ekspor yang akan dibawa kembali oleh penumpang, menurut PMK ini, diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan pembawaan barang untuk dibawa kembali. “Tentunya bea cukai mendengarkan semua aspirasi dan masukan dari masyarakat, ada yang mengusulkan terkait besaran nilai pembebasannya bisa tidak threshold-nya (batas nilai barangnya) itu dinaikkan, karena perekonomian dan income per kapita yang semakin baik tentunya menjadi masukkan yang sangat relevan” ujar Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi, saat diwawancara wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (18/9/2017).

  A P B N K

  IT A ( K in e rj a d a n F a k ta ) E d is i A p ri l 2

  1

  8

  Kebijakan yang baru ini juga mengatur kemudahan prosedur bagi para penumpang yang akan membawa barang-barang ke luar negeri untuk dibawa kembali ke Indonesia, sehingga pada saat tiba di bandara Indonesia mendapatkan kepastian dan kelancara pengeluarannya. Misalnya, seseorang yang akan berlibur ke Singapura dengan membawa sepeda lipat agar memberitahu petugas Bea Cukai di terminal keberangkatan dan menunjukan bukti pemberitahuan tersebut pada saat kembali ke Indonesia. Prosedur ini memudahkan petugas untuk mempercepat proses clearance dan tidak dikenakan pungutan apapun.

  Selain itu, kebijakan ini turut mengakomodasi ekspor barang yang karena sifat atau nilainya memerlukan penanganan khusus melalui pembawaan oleh penumpang, misalnya ekspor perhiasan dari emas. Dengan demikian, ekspor tersebut secara adminstratif tercatat resmi dan bisa dipakai sebagai bukti perpajakan.

  “Ada dua pembebasan yang cukup penting di peraturan ini, pertama pembebasan bea masuk atas impor kembali barang ekspor asal Indonesia. Misalnya, perajin Indonesia yang membawa barang untuk dipamerkan di luar negeri dapat memberitahu petugas Bea dan Cukai di terminal keberangkatan sehingga pada saat kembali tidak dipungut biaya apapun,” jelas Heru.

  Kemudahan kedua Heru menjelaskan, adanya pembebasan atau keringanan sesuai ketentuan peraturan impor sementara untuk barang yang dibeli atau diperoleh dari luar negeri, yang akan digunakan selama berada di Indonesia dan akan dibawa kembali pada saat penumpang ke luar negeri. Misalnya, wartawan yang membawa perlengkapan kamera untuk liputan selama di Indonesia dapat memberitahu kepada petugas Bea Cukai di terminal kedatangan dan tidak dipungut apapun sepanjang barang tersebut akan dibawa kembali ke luar negeri.

  Tidak hanya sampai disitu, pada kebijakan baru ini ada relaksasi ketentuan tata niaga terkait barang bawaan penumpang yang ditetapkan oleh pemerintah meliputi, obat- obatan, produk biologi, obat tradisional, kosmetik, suplemen, minuman kesehatan, dan makanan olahan sepanjang untuk pengunaan sendiri atau pribadi. Dan, importasi produk tertentu berupa pakain jadi sejumlah 10 potong dan produk elektronik sebanyak maksimal dua unit. P

  emerintah telah menetapkan kebijakan pergeseran pengawasan barang impor dari border ke post-border yang mulai diimplementasikan pada 01 Februari 2018. Kebijakan ini merupakan salah satu langkah pemerintah dalam melakukan perbaikan logistik nasional dengan penyederhanaan tata niaga dan percepatan arus barang di pelabuhan, sesuai dengan program kerja pemerintah yang dituangkan dalam Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) XV.

  Sebagai langkah untuk mewujudkan tata niaga yang efisien, pemerintah telah membentuk tim tata niaga ekspor impor untuk mengurangi larangan dan pembatasan (lartas) yang saat ini dianggap masih tinggi. Dengan pergeseran pengawasan ke post-border lartas barang impor yang semula mencapai 48,3 persen atau mencapai 5.229 kode Harmonized