BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Pertanian Berkelanjutan - Hesti Lusianti BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Pertanian Berkelanjutan Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan implementasi

  dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada sektor pertanian. Menurut FAO (1989), pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan konservasi Sumber Daya Alam dan berorientasi pada perubahan teknologi dan kelembagaan yang dilakukan sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan dan pemuasan kebutuhan manusia secara berkelanjutan bagi generasi sekarang dan mendatang. Konsep pembangunan berkelanjutan mulai dirumuskan pada akhir tahun 1980’an sebagai respon terhadap strategi pembangunan sebelumnya yang terfokus pada tujuan pertumbuhan ekonomi tinggi yang terbukti telah menimbulkan degradasi kapasitas produksi maupun kualitas lingkungan hidup. Konsep pertama dirumuskan dalam Bruntland Report yang merupakan hasil kongres Komisi Dunia Mengenai Lingkungan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa: “Pembangunan berkelanjutan ialah pembangunan yangmewujudkan kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untukmewujudkan kebutuhan mereka” (WCED, 1987).

   

  Bedasarkan definisi pembangunan berkelanjutan tersebut, Organisasi Pangan Dunia mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai berikut: ……manajemen dan konservasibasis sumberdaya alam, dan orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan gunamenjamin tercapainya dan terpuaskannya kebutuhan manusia generasi saat ini maupunmendatang. Pembangunan pertanian berkelanjutan menkonservasi lahan, air, sumberdayagenetik tanaman maupun hewan, tidak merusak lingkungan, tepat guna secara teknis, layaksecara ekonomis, dan diterima secara sosial (FAO, 1989). Sejak akhir tahun 1980’an kajian dan diskusi untuk merumuskan konsep pembangunan bekelanjutan yang operasional dan diterima secara universal terus berlanjut. Pezzy (1992) mencatat, 27 definisi konsep berkelanjutan dan pembangunan berkelanjutan, dan tentunya masih ada banyak lagi yang luput dari catatan tersebut. Walau banyak variasi definisi pembangunan berkelanjutan, termasuk pertanian berkelanjutan, yang diterima secara luas ialah yang bertumpu pada tiga pilar: ekonomi, sosial, dan ekologi (Munasinghe, 1993). Dengan perkataan lain, konsep pembangunan berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi (profit), keberlanjutan kehidupan sosial manusia (people), keberlanjutan ekologi alam (planet), atau pilar Triple-P seperti pada Gambar 1.

     

  

Gambar-1. Segitiga Pilar Pembangunan (Pertanian Berkelanjutan)

  Dimensi ekonomi berkaitan dengan konsep maksimalisasi aliran pendapatan yang dapat diperoleh dengan setidaknya mempertahankan asset produktif yang menjadi basis dalam memperoleh pendapatan tersebut. Indikator utama dimensi ekonomi ini ialah tingkat efisiensi, dan daya saing, besaran dan pertumbuhan nilai tambah (termasuk laba), dan stabilitas ekonomi. Dimensi ekonomi menekankan aspek pemenuhan kebutuhan ekonomi (material) manusia baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang. Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan, berkaitan dengan kebutuhan akan kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis (termasuk tercegahnya konflik sosial), preservasi keragaman budaya dan modal sosio-kebudayaan, termasuk perlindungan terhadap suku minoritas. Untuk itu, pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan berusaha dan pendapatan, partisipasi sosial politik dan stabilitas sosial-budaya merupakan indikator-indikator penting yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pembangunan(Kuswaji Dwi Priyono, 2010).

B. Klasifikasi Kepemilikan Tanah  

  Kepemilikan tanah merupakan salah satu fakor penting bagi petani untuk bias memajukan usaha taninya, selain itu luas lahan juga sangat berpengaruh terhadap hasil produksi dan pendapatan yang diterima petani. Semakin luas lahan yang digarap oleh petani, maka hasil produksi yang diperoleh juga akan semakin besar. Luas lahan adalah salah satu faktor produksi yang penting,apabila dimanfaatkan secara optimal dapat meningkatkan produksi usahatani yang dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan usahatani.Menurut Sastraatmadja

  (2010), berdasarkan kepemilikan tanah, petani dibedakan menjadi beberapakelompok yaitu :

  1. Petani buruh/ buruh tani, adalah petani yang sama sekali tidak memiliki lahan sawah.

  2. Petani gurem, adalah petani yang memiliki lahan sawah antara 0,1 s/d 0,50 hektar.

  3. Petani kecil, adalah petani yang memiliki lahan sawah 0,51 s/d 1 hektar.

  4. Petani besar, adalah petani yang memiliki lahan sawah lebih dari satu hektar.

     

  C.   Hakekat Konversi Lahan

  Konversi dapat diartikan sebagai alih fungsi. Dalam hal ini diartikan sebagai alih fungsi lahan dari penggunaan lahan tertentu dialihkan kepenggunaan lahan yang lainnya. Perubahan lahan dari pertanian dan nonpertanian menjadi pemukiman yang terjadi di Kecamatan Kembaran mempunyai variasi baik dalam bentuk penggunaan lahan, konversi lahan maupun produktivitas lahannya(Esti Sarjanti 2012). Pola perubahan penggunaan lahan tersebut yang menghawatirkan justru perkembangan pemukiman menggusur lahan sawah. Dalam Penelitian ini konversi lahan dianalisis dari penggunaan lahan tahun 2010 dan tahun 2012.

Tabel 1.1. Angka penyusutan luas penggunaan lahan perduatahun

   

  Luas lahan penggunaan Konvers tanah (Ha) i (Ha) No. Penggunaan Tanah 2010 2012

  1 1.783.44 1.771.18 -1226 Luas Tanah Sawah   Pengairan Teknis

  643.70 636.03 -7.67  

  Pengairan Sederhana 934.77 878.63 -56.14

  2 Luas Lahan Kering 662.98 684.99

  22.02 Permukiman 334.33 367.04

  32.71 Tegalan 305.92 263.67 -42.25  

  Kolam

  22.72

  54.28

  31.56 Sumber: Kecamatan Kembaran dalam Angka (2010 dan 2012) D.

    Pengetahaun dan Sikap Petani (Heliawatydan Nurlina, 2009) 1. Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil dari usaha manusia untuk tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, insaf, mengerti, dan pandai (Salam, 2003).Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “What”. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa, dan raba.

  Pengatahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

  Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan atau tulisan, bukti atau tulisan tersebut merupakan suatu reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan (Notoatmodjo, 2003). a. Kategori Pengetahuan Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:

  1) Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh petanyaan 2) Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh pertanyaan 3) Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari seluruh pertanyaan b. Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif

   

  Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain

  kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:  

  1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah 2) Memahami (Comprehension)

   

  Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

  3) Aplikasi (Aplication)

   

  Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

   

  4) Analisis

   

  Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis

   

  Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

  6) Evaluasi

   

  Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2. Sikap a. Definisi Sikap

  Terdapat beberapa pendapat diantara para ahli apa yang dimaksud dengan sikap itu. Ahli yang satu mempunyai batasan lain bila dibandingkan dengan ahli lainnya. Untuk memberikan gambaran tentang hal ini, diambil beberapa pengertian yang diajukan oleh beberapa ahli, antara lain: 1) Thustone berpendapat bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afeksi, baikbersifat positif maupun negative dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis, seperti: simbul, prase, slogan, orang, lembaga, cita-cita dan gagasan (Zuriah, 2003).   2) Howard Kendle mengemukakan, bahwa sikap merupakan kecendrungan (tendency) untuk mendekati (approach) atau menjauhi (avoid), atau melakukan sesuatu, baik secara positif maupun secara negative terhadap suatu lembaga, peristiwa, gagasan atau konsep.

   

  3) Paul Massen dan David Krech, berpendapat sikap merupakan suatu system dari tiga komponen yang saling berhubungan, yaitu kognisi (pengenalan), feeling (perasaan), dan action tendency (kecendrungan untuk bertindak) (Yusuf, 2006).

   

  4) Sarlito Wirawan Sarwono mengemukakan, bahwa “sikap adalah kesiapan seseorang bertindak terhadap hal-hal tertentu (Azwar, 2007).

   

  Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kondisi mental relative menetap untuk merespon suatu objek atau perangsang tertentu yang mempunyai arti baik bersifat positif, netral, atau negative yang mengangkat aspek-aspek kognisi, afeksi, dan kecendrungan untuk bertindak.

  b.   Unsur (Komponen) Sikap

  Menurut Yusuf (2006) unsur (komponen) yang membentuk struktur sikap, yaitu:

   

  1) Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitandengan pengetahuan, pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana persepsi orang terhadap objek sikap. Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Berisi persepsi dan kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen

  

kognitif disamakan dengan pandangan (opini) apabila menyangkut masalah issu

atau problem controversial.

   

  2) Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau rasa tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif.

  Merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional ini yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen afeksi disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.   3) Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component, yaitu komponen yang berhubungan dengan kecendrungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar kecilnya kecendrungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

  Merupakan aspek kecendrungan berperilaku sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Berisi tendensi untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu dan berkaitan dengan objek yang akan dihadapi.

   

  c.   Kategori Sikap

  1) Menurut Heri Purwanto, sikap terdiri dari:

  a. Sikap Positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, menghadapkan objek tertentu. b. Sikap Negatif, terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.  

  2) Menurut Azwar (2007), sikap terdiri dari:  

  a. Menerima (Receiving)

   

  Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

  b. Merespon (Responding)   Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberika, lepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang tersebut menerima ide tersebut.

  c. Menghargai (Valuing)   Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah suatu indikasi tingkat tiga.

  d. Bertanggung Jawab (Responsible)

   

  Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

d. Pengukuran Sikap

  Dalam pengukuran sikap ada beberapa macam cara, yang pada garis besarnya dapat dibedakan secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung yaitu subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap suatu masalah atau hal yang dihadapkan kepadanya. Dalam hal ini dapat dibedakan langsung yang tidak berstruktur dan langsung berstruktur. Secara langsung yang tidak berstruktur misalnya mengukur sikap dan survei (misal

  

public option survey ). Sedangkan secara langsung yang berstruktur yaitu

  pengukuran sikap dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan dan langsung dibedakan kepada subjek yang diteliti (Arikunto, 2002).

    E.

   Dasar Hukum Tentang Lahan Pertanian Berkelanjutan

  Menurut : UU NOMER 41 TAHUN 2009 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN.

  1. Ketentuan Umum BAB I (Pasal 1) Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  a. Lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

  b. Petani pangan yang selanjutnya disebut petani adalah setiap warga negara Indonesia beserta keluarganya yang mengusahakan lahan untuk komoditas pangan pokok di lahan pertanian pangan berkelanjutan.

  2. Ketentuan Umum BAB 1 (Pasal 2) Pemberian Insentif perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan bertujuan untuk: a. Mendorong perwujudan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang telah ditetapkan; b. Meningkatkan upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan; c. Meningkatkan pemberdayaan, pendapatan, dan kesejahteraan bagi petani;

  d. Memberikan kepastian hak atas tanah bagi petani; dan

  e. Meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan, pengembangan, dan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan sesuai dengan tata ruang.

  3.Ketentuan Umum BAB II (Pasal 5) Pemerintah memberikan insentif perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan kepada petani dengan jenis berupa: a. Pengembangan infrastruktur pertanian;

  b. Pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul;

  c. Kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi;

  d. Penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian;

  e. Jaminan penerbitan sertipikat hak atas tanah pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; f. Penghargaan bagi Petani berprestasi tinggi.

  4. Ketentuan Umum BAB II (Pasal 7) Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan insentif perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan kepada petani dengan jenis berupa: a. Bantuan keringanan pajak bumi dan bangunan;

  b. Pengembangan infrastruktur pertanian;

  c. Pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul; d. Kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi;

  e. Penyediaan sarana produksi pertanian;

  f. Bantuan dana penerbitan sertipikat hak atas tanah pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; g. Penghargaan bagi Petani berprestasi tinggi.

F. Penelitian Terdahu

  Penelitian/Tahun

  I Dewa Gede SuarthaI /2011 Sasongko Putra   1 2

  3 Judul Studi korelasi tingkat pengetahuan dengan sikap petani Rencana Pertanian Berkelanjutan diKecamatan Selo Stu pengolahan hama terpadu ter ke

  Lokasi Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Ke Tujuan a. untuk mengetahui tingkat pengetahuan petani tentang Menyusun rencana peningkatan penerapan prinsip – prinsip

  1.U pengendalian hama terpadu (PHT), b. untuk pertanian La mengetahui sikap berkelanjutan di Kecamatan Selo.  

  2.U petani tentang pengandalian hama terpadu (PHT), c. Be untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara tingkat pe pengetahuan dengan sikap petani tentang pengendalian Be hama terpadu (PHT).   Bahan dan alat yang di Data statistik penduduk dan Statistikdata lahan Data Statistik lahan pertanin, UU lahan pertanian berelanjutan Da gunakan be Metode Penelitian Survey, observasi lapangan dan laboratorium, 30 Orang AHP (Analytic Hierarchy Process). Ku

    Penduduk Kec.Narmada Kab.Lobak Barat dengan sam analisis Khi Kwadrat   de Hasil

  Hasil penelitian berdasarkan matriks faktor pembobotan pendapat

  1. Tingkat pengetahuan petani tentang pengendalian gabungan semua kriteria menunjukkan hama terpadu (PHT) sebagian besar (40,00) persen bahwa urutan prioritas kriteria terpenting menurut penilaian masih   responden guna perencanaan pertanian berkelanjutan tergolong rendah. di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali adalah kriteria

  2. Sikap petani tentang pengendalian hama terpadu kelembagaan (25,04%), Sosial Budaya (20,74%), Teknologi (PHT) sebagain besar (40,00) persen sudah tergolong Pertanian (20,68%), Ekonomi (18,22%), dan Kebijakan positif.

  Pemerintah (15,31%).

   

  3.Tingkat pengetahuan berkorelasi dengan sikap petani tentang pengendalian hama terpadu (PHT) dengan derajat cukup tinggi . 

  G.   Kerangka Pikir  

  Petani

   

  Lahan Pertanian

  

 

 

Lahan Pertanian Berkelanjutan

  

 

 

  Pengetahuan Sikap

  Pengetahuan dan Sikap Petani Terhadap Lahn Pertanian

  Berkelanjutan H.

   Hipotesis

  Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu masalah. Jawaban tersebut masih perlu diuji kebenarannya (Pambudu, 2005).

  Hipotesis yang peneliti ajukan adalah:

  1. Pengetahuan petani terhadap lahan pertanian berkelanjtan di Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas berpengetahuan tinggi.

  2. Sikap petani terhadap lahan pertanian berkelanjutan di Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas setuju dengan adanya UU lahan pertanian berkelanjutan.

  3. Terdapat korelasi positif antara pengetahuan dengan sikap petani terhadaplahan pertanian berkelanjutan.