BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran 1. Pengertian Metode Direct Reading Thingking Activity - Puji Bondan Puspitorini BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran 1. Pengertian Metode Direct Reading Thingking Activity Metode Direct Reading Thingking Activity adalah langkah-

  langkah pelaksanaan pembelajaran membaca dan berpikir secara langsung, sehingga siswa dapat fokus terhadap teks serta prediksi isi cerita dengan membuktikannya saat membaca. Hal ini sesuai dengan pendapat Stauffer (Farida, 2007:47) bahwa metode Direct Reading merupakan suatu langkah-langkah pembelajaran yang

  Thingking Activity

  memfokuskan keterlibatan siswa dalam memprediksi dan membuktikan prediksinya ketika mereka membaca teks.

  Metode Direct Reading Thingking Activity adalah langkah- langkah pembelajaran yang dilaksanakan secara prosedural. Walker (2012:196) mengemukakan bahwa metode Direct Reading Thingking

  Activity merupakan instruksi dalam pembelajaran membaca dengan

  memprediksi apa yang penulis pikirkan, mengkonfirmasi atau merevisi prediksi dan mengkolaborasi pendapat. Sedangkan menurut Khomariyah (2013:5), metode Direct Reading Thingking Activity adalah dilaksanakan pada tahap prabaca, membaca dan pascabaca. Dalam kegiatan pembelajaran siswa diikutsertakan dalam memprediksi kelanjutan cerita dan menggunakan pengalamannya untuk membangun ide pengarang.

  7 Berdasarkan pengertian tersebut, disimpulkan bahwa metode

  

Direct Reading Thingking Activity adalah tahap prabaca, membaca dan

  pasca baca yang melibatkan siswa berpikir langsung dengan cara memprediksi atau dugaan terhadap kelanjutan cerita. Sehingga siswa dapat membuktikan prediksinya ketika mereka membaca teks.

2. Tujuan metode Direct Reading Thingking Activity

  Metode Direct Reading Thingking Activity bertujuan agar siswa memiliki kemampuan membaca kritis dan reflektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Abidin (2012:80) bahwa tujuan metode Direct Reading

  Thingking Activity yaitu, untuk mengembangkan kemampuan siswa

  dalam (1) menjelaskan tujuan membaca; (2) mengutip, memahami, dan mengasimilasikan informasi, (3) membahas bahan bacaan berdasarkan tujuan membaca, (4) menggantungkan keputusan, dan (5) membuat keputusan berdasarkan informasi yang diperoleh dari kegiatan membaca.

  Metode Direct Reading Thingking Activity memfokuskan keterlibatan siswa dengan teks. Sehingga siswa harus membuat prediksi dan membuktikannya ketika mereka membaca. Abidin (2012:80) mengemukakan bahwa metode Direct Reading Thingking Activity diarahkan untuk mencapai tujuan umum agar siswa mampu melibatkan proses berpikir ketika membaca sebab pembaca haruslah melibatkan pengalamannya ketika akan merekonstruksi ide-ide pengarang.

3. Tahapan Metode Direct Reading Thingking Activity

  Metode Direct Reading Thingking Activity menurut Abidin (2012:81) dilaksanakan dalam beberapa tahapan pembelajaran sebagai berikut: a. Tahap Prabaca

  1) Guru memperkenalkan bacaan, dengan jalan menyampaikan beberapa informasi tentang isi bacaan.

  2) Siswa membuat prediksi atas bacaan yang akan dibacanya. Jika siswa belum mampu guru harus memancing siswa untuk membuat prediksi. Diusahakan dihasilkan banyak prediksi sehingga akan timbul kelompok yang setuju dan kelompok yang tidak setuju.

  b. Tahap Membaca 1) Siswa membaca dalam hati wacana untuk mengecek prediksi yang telah dibuatnya. Pada tahap ini guru harus mampu membimbing siswa agar melakukan kegiatan dan membantu siswa yang menemukan kesulitan memahami makna kata dengan cara memberikan ilustrasi kata, bukan langsung menyebutkan makna kata tersebut.

  2) Menguji prediksi, pada tahap ini siswa diharuskan mengecek prediksi yang telah dibuatnya. Jika prediksi yang dibuat siswa salah, siswa harus mampu menunjukkan letak kesalahan tersebut dan mampu membuat gambaran baru tentang isi wacana yang sebenarnya. c. Tahapan Pascabaca 1) Pelatihan keterampilan fundamental. Tahapan ini dilakukan siswa untuk mengaktifkan kemampuan berpikirnya. Beberapa kegiatan yang dilakukan siswa adalah menguji kembali cerita, menceritakan kembali cerita, membuat gambar, diagram, ataupun peta konsep bacaan, dan membuat peta perjalanan tokoh (perjalanan yang menggambarkan keberadaan tokoh pada beberapa peristiwa yang dialaminya).

B. Media Pembelajaran 1. Definisi Media Pembelajaran

  Kata media menurut Sadiman, dkk (2008:6-7) berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Asosiasi Pendidikan Nasional mengatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

  Media pembelajaran secara umum menurut Suyanto (2007:102) dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu visual media atau media pandang, audio media atau media dengar, dan audio visual media atau media dengar dan pandang. Media pandang merupakan media yang dapat dipandang atau dilihat dan dapat disentuh oleh siswa, misalnya gambar, foto, benda sesungguhnya, peta, miniatur, dan realita. Sedangkan media dengar (audio) digunakan untuk keterampilan menyimak dapat berupa media yang wacana atau isinya direkam dan dapat didengarkan, misalnya

  

cassete recorder dan radio. Selanjutnya yaitu media pandang dan dengar

misalnya, TV dan film.

  2. Manfaat Media Pembelajaran

  Media pembelajaran menurut Sadiman, dkk (2008:17) mempunyai manfaat sebagai berikut: a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).

  b. Membatasi keterbatan ruang, waktu dan daya indra.

  c. Dapat mengatasi sikap pasif anak didik.

  d. Memberikan perangsang yang sama kepada anak didik.

  e. Mempersamakan pengalaman dalam pembelajaran.

  f. Menimbulkan persepsi yang sama.

  3. Teknik Penggunaan Media Pembelajaran

  Berdasarkan tempat penggunaannya, menurut Hermawan, dkk (2007:175) terdapat beberapa teknik penggunaan media pembelajaran, yaitu: a. Penggunaan media di kelas

  Media pembelajaran yang dipilih hendaknya sesuai dengan tujuan, materi, dan strategi pembelajaran. Hal yang terpenting adalah media tersebut disajikan di ruang kelas dimana guru dan siswa hadir bersama-sama berinteraksi secara langsug (face to face). Media yang digunakan dilihat dari sisi biaya, berat dan ukuran, kemampuan siswa dan guru untuk menggunakannya, dan tidak membahayakan bagi penggunanya. Dengan demikian, media harus praktis, ekonomis, mudah untuk digunakan (user friendly). b. Penggunaan media di luar kelas Media pembelajaran di luar kelas tidak secara langsung dikendalikan oleh guru, namun digunakan siswa sendiri tanpa instruksi guru atau melalui pengontrolan oleh orang tua siswa. penggunaan media di luar kelas dapat dibedakan menjadi dua yaitu penggunaan media tidak terprogram dan penggunaan media secara terprogram.

  Berdasarkan variasi penggunaannya, menurut Hernawan, dkk (2007: 177-178) media dapat digunakan secara perorangan, berkelompok dan secara massal, yaitu sebagai berikut: a. Media dapat digunakan secara perorangan

  Media untuk perorangan atau disebut individual

  learning dilengkapi dengan petunjuk penggunaan yang jelas

  (manual book). Media ini disertai petunjuk yang mengandung keterangan tentang tujuan pembelajaran yang dicapai, garis besar isi, dan urutan cara mempelajarinya. Penggunaan media ini dipadukan dengan proses belajar mengajar dalam situasi kelas.

  b. Media dapat digunakan secara berkelompok Media untuk berkelompok digunakan untuk siswa yang jumlahnya cukup banyak (big group) atau bersifat kelompok. Media ini juga disertai dengan petunjuk penggunaannya dan digunakan secara berdiskusi. Adapun syarat media secara berkelompok yaitu : 1) suara yang disajikan oleh media tersebut harus cukup keras sehingga semua anggota kelompok dapat mendengarkannya; 2) gambar atau tulisan dalam media tersebut harus cukup besar sehingga dapat dilihat oleh semua anggota kelompok; 3) perlu alat penyaji yang dapat memperkeras suara (amplifier) dan membesarkan gambar (proyektor).

  c. Media yang digunakan secara massal Media yang digunakan secara massal yaitu untuk orang yang berjumlah puluhan, ratusan, bahkan ribuan.

  Media ini dirancang melalui pemancar, seperti radio, televise, dan film. Sebelum penggunaan media massal ini, para peserta diberikan bahan tercetak yang memuat tujuan pembelajaran, garis besar isi.

4. Media Reading Box

  Reading berasal dari bahasa Inggris yang artinya membaca,

  sedangkan Box merupakan kotak, jadi diartikan secara harfiah Reading

  Box berarti kotak membaca, kotak membaca merupakan media yang

  digunakan guru untuk menunjang proses pembelajaran membaca. Media ini berfungsi melatih kemampuan membaca siswa, peralatan yang digunakan dalam media ini terdiri dari sebuah kotak yang berisi seperangkat teks beserta pertanyaan dan isinya sekaligus. Media ini dicetuskan oleh Soeparno (1987:24) yang mengatakan bahwa “penggunaan media ini bertolak dari prinsip membaca progresif”. Dalam media pembelajaran ini materi bacanya bervariasi atau beragam menggunakan kertas yang warnanya berbeda yaitu, kertas berwarna hijau, kuning, biru dan merah.

  Dalam penggunaannya, media ini membuat siswa untuk membaca dengan seksama, dimana siswa dalam setiap kelompok diperintahkan untuk mengambil amplop berisi bacaan di dalamnya. Siswa membaca teks tersebut dan harus menjawab pertanyaan dengan benar dan mencocokkan jawabannya yang ada pada guru, apabila hasil jawaban siswa sudah dicocokkan maka siswa bisa melanjutkan pertanyaan kedua dan seterusnya. Dalam penggunaan media ini guru harus bisa menguasai dan bisa mengkoordinasikan kelas agar proses pembelajaran berjalan lancar dan tidak ribut.

  Cara penggunaan media reading box adalah sebagai berikut: 1) siswa diminta untuk mengambil bacaan dalam amplop di dalam ktak membaca, kemudian disuruh untuk membacanya; 2) siswa diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan yang telah tercantum di bawah bacaan; 3) setelah selesai menjawab pertanyaan, siswa diminta untuk mencocokkannya dengan kunci jawaban pada guru.

  Kecepatan siswa dalam membaca sudah pasti berbeda-beda, ada siswa yang cepat dan ada juga siswa yang lambat. Media ini dapat pula dipakai tanpa kehadiran guru, dengan syarat para siswa sudah mengetahui cara pemakaiannya dan harus memiliki kejujuran dalam mencocokkan pekerjaannya dengan kunci jawaban yang telah tersedia. (Soeparno, 1988:24).

C. Kemampuan Membaca 1. Hakikat Membaca

  Membaca merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh pesan atau informasi dalam bacaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (2008:7) bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Pendapat lain tentang menulis yaitu menurut Anderson (Tarigan, 2008:7) mengatakan bahwa dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembaca sandi (a recording and decoding

  prosess), yaitu menghubungkan kata-kata tulis dengan bahasa lisan yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.

  Membaca juga dikatakan sebagai suatu proses. Rahim (2008:3) mengemukakan bahwa membaca adalah proses menerjemahkan simbol tulis ke dalam bunyi yang mencakup pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis (critical reading), dan membaca kreatif (creative reading), sedangkan menurut Dalman (2013:5) membaca merupakan suatu kegiatan atau proses kognitif yang berupaya untuk menemukan berbagai informasi yang terdapat dalam tulisan. Sehingga dalam proses membaca juga dapat dikatakan sebagai proses memahami dan menginterpretasikan lambang/tanda/tulisan yang bermakna sehingga pesan dapat diterima dari penulis ke pembaca.

  Berdasarkan pengertian membaca di atas, disimpulkan bahwa membaca merupakan suatu proses perubahan bentuk lambang/tanda/tulisan menjadi wujud bunyi yang bermakna.Kegiatan membaca sangat ditentukan oleh kegiatan fisik dan mental untuk menuntut seseorang menginterpretasikan simbol-simbol tulisan dengan aktif dan kritis sebagai komunikasi diri sendiri, agar pembaca dapat memperoleh makna tulisan dan informasi yang dibutuhkan.

2. Tujuan Membaca

  Kegiatan membaca di kelas menurut Rahim (2008:11-12), guru harus menyusun tujuan membaca dengan menyediakan tujuan khusus yang sesuai dengan tujuan membaca dengan menyediakan tujuan khusus yang sesuai atau dengan membantu mereka menyusun tujuan membaca siswa itu sendiri.

  Tujuan membaca mencakup:

  a. Kesenangan;

  b. Menyempurnakan membaca nyaring; c. Menggunakan strategi tertentu;

  d. Memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik;

  e. Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya; f. Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis;

  g. Mengkonfirmasikan atau menolak prediksi;

  h. Menampilkan suatu ekserimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks; i. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.

  Sedangkan tujuan utama membaca menurut Anderson (Dalman, 2013:11) ada tujuh macam yaitu: (1) reading for details or facts, (2)

  

reading for main idea, (3) (reading for sequence or organization, (4)

reading for inference , (5) reading to classify, (6) reading to evaluate, (7)

reading to compare or contrast .

3. Tujuan Pembelajaran Membaca

  Tujuan pembelajaran menurut Dalman (2013:13) membaca ada dua, yaitu tujuan behavioral dan tujuan ekspresif. Tujuan behavioral pada kegiatan membaca meliputi pemahaman makna, keterampilan- keterampilan studi, dan pemahaman terhadap teks bacaan. Sedangkan tujuan ekspresif meliputi kegiatan membaca pengarahan diri sendiri, membaca penafsiran atau interpretatif dan membaca kreatif.

  Tujuan dalam pembelajaran membaca yaitu: a. Memahami isi bacaan secara detail dan menyuruh.

  b. Menemukan ide pokok/gagasan utama buku secara cepat.

  c. Memperoleh informasi tentang sesuatu.

  d. Mengenali makna kata-kata.

  e. Informasi tentang lowongan kerja, dll. Tujuan pembelajaran membaca harus disesuaikan dengan kurikulum dan standar kompetensi lulusan (SKL). Sehingga siswa dapat memiliki kompetensi di dalam aspek pokok membaca. Dengan demikian, siswa diharapkan terampil memahami isi bacaan sesuai dengan tujuan bacaan.

  4. Aspek-aspek Membaca

  Menurut Broughton (Tarigan, 2008:12-13) terdapat dua aspek penting dalam membaca, yaitu: a. Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skill) yaitu mencakup:

  1) Pengenalan bentuk huruf. 2) Pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, klausa,kalimat dan lain-lain).

  3) Pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau “to bark at point”).

  4) Kecepatan membaca ke taraf lambat.

  b. Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehensive skills) yaitu mencakup: 1) Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal). 2) Memahami signifikan atau makna (maksud dan tujuan dan reaksi pembaca). 3) Evaluasi atau penilaian (isi, bentuk). 4) Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan.

  5. Jenis-jenis Membaca

  Menurut Tarigan (1984:22) jenis-jenis membaca adalah sebagai berikut: Kegiatan membaca sebagai sesusatu keterampilan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Kegiatan membaca ditinjau dari segi terdengar atau tidak terdengarnya suara si pembaca waktu dia membaca adalah membaca nyaring (oral reading atau

  reading alound ) dan membaca dalam hati (silent reading).

  Membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, perasaan seorang pengarang.

  Membaca nyaring menurut Dalman (2013:63) adalah kegiatan membaca dengan mengeluarkan suara atau melafalkan lambang-lambang bunyi bahasa dengan suara yang cukup keras. Selain itu. Membaca nyaring juga dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk membagi informasi kepada orang lain. Kegiatan ini dilakukan untuk menyuarakan bahan bacaan dengan kecepatan dan lafalan seperti orang berbicara.

  Kegiatan membaca nyaring tidak sama dengan membaca bersuara pada membaca permulaan.

  “Sedangkan membaca dalam hati (silent reading) menurut Tarigan (1984:29) adalah membaca yang hanya mempergunakan ingatan visual yang mengaktifkan mata dan ingatan”. “Membaca dalam hati atau membaca senyap menurut

  Dalman (2013:67) adalah membaca yang tidak bersuara, tanpa gerakan bibir, tanpa gerakan kepala, tanpa berbisik, memahami bacaan secara diam atau dalam hati, kecepatan mata dalam membaca per detik. “ Secara garis besar ada beberapa jenis membaca dalam hati menurut Tarigan (2008:13) meliputi membaca ekstensif dan membaca intensif. Membaca ekstensif berarti membaca secara luas, yang objeknya sebanyak mungkin teks dalam waktu yang singkat. Membaca ekstensif meliputi membaca survey, membaca sekilas, dan membaca dangkal. Sedangkan membaca intensif merupakan studi seksama, telaah, teliti dan penanganan terperinci yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas. Dalam hal ini tidak terlalu panjang, namun memrlukan pemahaman maksimal. Membaca intensif meliputi membaca telaah isi dan membaca telaah bahasa. Membaca telaah isi terdiri atas: 1) membaca teliti; 2) membaca pemahaman; 3) membaca kritis; 4) membaca ide.

  Sedangkan pendapat lain menurut Dalman (2013: 68) membaca dalam hati dapat dibagi menjadi membaca ekstensif dan membaca intensif. Membaca ekstensif meliputi membaca survey, membaca sekilas dan membaca dangkal. Dan membaca intensif dibedakan menjadi membaca telaah isi dan membaca telaah bahasa. Membaca telaah isi meliputi membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis, membaca ide, dan membaca kreatif. Sedangkan membaca telaah bahasa meliputi membaca bahasa dan membaca sastra.

  Membaca intensif pada hakikatnya memerlukan teks yang panjangnya tidk lebih dari 500. Kata yang dapat dibaca dalam jangka waktu 2 menit dengan kecepatan kira-kira 5 kata dalam satu detik.

  Keterampilan yang dituntut pada membaca dalam hati di sekolah dasar kelas V yaitu:

  1. Membaca dalam hati jauh lebih cepat daripada membaca bersuara

  2. Membaca dengan pemahaman yang baik.

  3. Membaca tanpa gerakan bibir atau kepalaatau menujuk dengan jari.

  4. Menikmati bahan bacaan yang dibaca dalam hati, senang membaca dalam hati.

6. Membaca Pemahaman

  Membaca pemahaman menurut Depdiknas (2004:3) pada hakikatnya adalah kegiatan membaca yang dimaksudkan untuk memahami makna yang terkandung dalam suatu teks. Pemahaman suatu teks sangat bergantung dengan beberapa hal. Salah satunya yang perlu mendapat perhatian dalam membaca adalah keterampilan yang berpengaruh pada tingkat pemahaman teks yang dibaca.

  Membaca pemahaman merupakan kelanjutan dari membaca permulaan. Hal ini dikemukakan oleh Dalman (2013:87) bahwa membaca pemahaman berada pada urutan yang lebih tinggi. Apabila anak telah melalui tahap permulaan dalam membaca, ia berhak masuk ke dalam tahap berikutnya yaitu membaca lanjut atau membaca pemahaman. Membaca pemahaman adalah membaca secara kognitif (membaca untuk memahami). Dalam membaca pemahaman, pembaca dituntut untuk memahami isi bacaan.

  Sedangkan membaca pemahaman menurut pendapat Abidin (2012:59) merupakan istilah yang digunakan untuk kegiatan membaca yang bertujuan untuk beroleh informasi yang terkandung dalam teks bacaan. Membaca pemahaman diartikan sebagai proses sungguh- sungguh yang dilakukan pembaca untuk memperoleh informasi, pesan dan makna yang terkandung dalam sebuah bacaan. Kegiatan tersebut minimal melibatkan keterampilan visual dan keterampilan kognitif.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman adalah kegiatan membaca dalam hati untuk memahami isi bacaan, baik yang tersurat maupun tersirat. Oleh karena itu, dalam membaca pemahaman isi pembaca tidak hanya dituntut sekedar mengerti dan memahami isi bacaan, tetapi juga harus mampu menghubungkan informasi baru dengan pengalaman-pengalaman yang dialami.

7. Prinsip-Prinsip Membaca Pemahaman

  Keberhasilan dalam pembelajaran membaca pemahaman, perlu memperhatikan beberapa prinsip dasar mendesain pembelajaran membaca seperti yang dikemukakan oleh Brown (Abidin, 2012:61-62) sebagai berikut.

  a. Diperlukan teknik/strategi pembelajaran membaca untuk membangun motivasi intrinsik siswa.

  b. Kesesuaian konteks siswa dengan bahan bacaan yang dipilih.

  c. Menerapkan strategi membaca yang tepat untuk setiap bahan bacaan.

  d. Menerapkan model baca interaktif selama proses pembelajaran membaca.

  e. Melaksanakan prosedur pembelajaran membaca yaitu, tahap prabaca, tahap membaca, dan tahap pascabaca.

  f. Melaksanakan prinsip strategi membaca pemahaman dalam pembelajaran sebagai berikut: 1) Identifikasi tujuan baca secara jelas dan nyata 2) Gunakan teknik membaca dalam hati yang efisien serta gunakan kecepatan membaca yang fleksibel. 3) Gunakan strategi membaca skimming untuk menemukan ide pokok bacaan. 4) Gunakan strategi membaca skaning untuk menemukan informasi khusus/penjelas. 5) Gunakan peta konsep untuk memudahkan pemahaman bacaan. 6) Gunakan tebakan untuk mendefinisikan kata yang belum diketahui maknanya. 7) Analisislah lebih lanjut kata/kosakata yang belum dipahami tersebut. 8) Bedakan antara makna literal dan makna implikatif. 9) Tandai penanda wacana yang menandakan keterhubungan antara ide satu dengan ide lainnya.

  g. Mengembangkan aspek-aspek evaluasi untuk menguji keberdayagunaan teknik/strategi baca yang dipilih.

  h. Melakukan penilaian secara proses maupun penilaian kemampuan membaca.

  Prinsip-prinsip membaca didasarkan pada penelitian yang mempengaruhi pemahaman membaca menurut Brown et.al (Rahim, (Abidin, 2012:62-64) dijelaskan sebagai berikut: a. Pemahaman merupakan proses konstruktivis sosial.

  b. Keseimbangan kemahiraksaraan merupakan kerangka kerja kurikulum yang membantu perkembangan pemahaman. c. Guru membaca yang professional (unggul) mempengaruhi belajar siswa.

  d. Pembaca yang baik memegang peranan penting yang sangat strategis dan berperan aktif dalam proses membaca.

  e. Membaca hendaknya terjadi dalam konteks yang bermakna.

  f. Siswa menemukan manfaat membaca yang berasal dari berbagai dari berbagai teks pada berbagai tingkat kelas.

  g. Perkembangan kosa kata dan pembelajaran mempengaruhi pemahaman membaca.

  h. Pengikutsertaan adalah suatu faktor kunci pada proses pemahaman. i. Gunakan strategi dan keterampilan membaca pemahaman yang bisa diajarkan meliputi: peninjauan, membuat pertanyaan sendiri, membuat hubungan, mengetahui kosa kata bermakna, memonitor, meringkas, dan mengevaluasi. j. Penilaian yang dinamis menginformasikan pembelajaran membaca pemahaman.

8. Pemahaman dalam Membaca

  Berdasarkan tingkat pemahaman, pada dasarnya kemampuan membaca dapat dikelompokkan menjadi empat tingkatan yang dikemukakan oleh Dalman (2013:87), yaitu:

  a. Pemahaman literal

  b. Pemahaman Interpretatif

  c. Pemahaman Kritis

  d. Pemahaman Kreatif Pemahaman literal artinya pembaca hanya memahami makna apa adanya, sesuai dengan makna simbol-simbol bahasa yang terdapat dalam bacaan. Pemahaman literal lebih memfokuskan pada pemahaman makna setiap kata dan kalimat yang terdapat dalam teks tersebut. Atau juga dapat dikatakan sebagai pemahaman isi bacaan secara tersurat. Artinya, pembaca hanya berusaha menangkap informasi yang terdapat secara literal. Oleh karena itu, untuk pengukuran pemahaman jenis ini dapat menggunakan kata-kata kunci pertanyaan: apa, siapa, dimana atau kapan.

  Selanjutnya tingkatan yang lebih tinggi setelah pemahaman literal adalah pemahaman interpretatif, yaitu pembaca sudah mampu mengangkap pesan secara tersirat dan dapat memberi jawaban-jawaban atas pertanyaan. Tujuan membaca interpretatif yaitu untuk menafsirkan maksud pengarang apakah karangan tersebut fakta atau fiksi agar dapat memahami isi dari karya tersebut.

  Setelah pemahaman interpretatif, tingkatan pemahaman yang lebih tinggi berikutnya yaitu pemahaman kritis. Pada tingkat ini pembaca tidak hanya mampu menangkap makna tersirat dan tersurat. Pembaca dalam tingkat ini sudah mampu membuat kritik terhadap suatu bacaan atau sebuah buku. Literal, interpretatif dan kritis adalah pemahaman kreatif. Pembaca tingkat ini memiliki pemahaman lebih tinggi dari ketiga tingkat sebelumnya. Selesai membaca pembaca akan mencoba atau bereksperimen membuat suatu yang baru berdasarkan isi bacaan.

  Apabila seorang pembaca dapat menyampaikan kembali isi bacaan yang disampaikan baik yang tersurat maupun tersirat dan mengembangkan gagasan pokok bacaan dengan kreativitasnya baik secara lisan dan tertulis, hal ini berarti pembaca tersebut benar-benar memahami isi bacaan yang dibacanya. Dengan demikian pembaca telah memiliki keempat tingkatan pemahaman membaca yaitu, pemahaman literal, interpretatif, kritis dan dan kreatif. Tujuan membaca pemahaman untuk kelas V sekolah dasar termasuk dalam tingkat F-G (kelas V-VI) yaitu pada tingkatan membaca pemahaman kedua yaitu interpretatif.

9. Membaca Pemahaman Interpretatif

  Membaca interpretatif adalah kegiatan membaca yang bertujuan agar para siswa mampu menginterpretasikan atau menafsirkan maksud pengarang apakah karangan itu fakta atau fiksi, sifat-sifat tokoh, reaksi emosional, gaya bahasa dan bahasa kias serta dampak-dampak cerita.

  a. Tujuan Membaca Interpretatif Membaca interpretatif bertujuan agar para siswa mampu menginterpretasikan atau menafsirkan maksud pengarang. Menurut

  Tarigan (Dalman, 2013:101) terdapat enam tujuan membaca interpretatif, yaitu: maksud pengarang, fakta atau fiksi, sifat-sifat tokoh, reaksi emosional, gaya bahasa, dan dampak cerita.

  Membaca interpretatif memiliki tujuan berdasarkan tingkatan kelas yaitu: Tujuan tingkatan F-G (kelas 5) menurut Dalman (2013:101) adalah:

  1) Mempertimbangkan, memikirkan pendapat penulis, 2) Menentukan unsur-unsur fakta dalam fiksi, 3) Menentukan serta memperbandingkan sifat-sifat, sikap- sikap, perubahan-perubahan dan motif-motif para tokoh, 4) Mengenali reaksi-reaksi emosional para tokoh, 5) Memperhatikan penggunaan kata-kata yang bermakna konotatif dan denotatif.

  6) Meramalkan dampak-dampak bahan bacaan. Berdasarkan uraian di atas, membaca pemahaman interpretatif di sekolah dasar bertujuan untuk membangkitkan daya imajinasi anak sehingga anak akan mampu berimajinasi secara kreatif. Anak yang sering diajararkan untuk membaca pemahaman interpretatif akan tumbuh menjadi manusia yang memiliki ide kreatif dan sikap yang baik terhadap hasil karya seseorang dan belajara banyak tentang kehidupan dan pengalaman para tokoh cerita yang dibacanya.

10. Indikator Membaca Pemahaman

  Indikator pemahaman menurut Mulyasa (2009:140) terdapat pada

tabel 2.1 sebagai berikut:Tabel 2.1 Indikator Membaca Pemahaman Aspek Kompetensi Indikator Kompetensi

  Kognitif Comprehension Menerjemahkan, mengubah, (Pemahaman) menggeneralisasi, menguraikan, menuliskan kembali, merangkum, membedakan, mempertahankan, menyimpulkan, mengemukakan pendapat, dan menjelaskan.

  Indikator kompetensi yang digunakan dalam membaca pemahaman antara lain: menerjemahkan, menyimpulkan, dan menjelaskan. Dalam proses membaca dalam hati, siswa melakukan proses menerjemahkan kalimat-kalimat bahasa jawa sehingga, mereka dapat memahami arti dalam kalimat tersebut dengan benar. Selanjutnya di akhir metode pembelajaran yaitu, tahap prabaca terdapat kegiatan menyimpulkan suatu isi cerita secara bersama-sama. Setelah itu, pada indikator menjelaskan dilaksanakan pada saat siswa memaparkan hasil diskusi kelompok dan memberikan pesan yang dapat diambil dari cerita yang telah dibaca.

D. Mata Pelajaran Bahasa Jawa di SD 1. Pengertian Bahasa Jawa di Sekolah Dasar

  Bahasa Jawa menurut Mulyana (2006:3) merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang memiliki kedudukan yang penting, sehingga Bahasa Jawa mempunyai hak sepenuhnya untuk dihormati dan dipelihara oleh Negara, dalam realisasinya bentuk penghormatan dan pemeliharaan bahasa Jawa sebagai mata pelajaran di sekolah-sekolah yang wilayahya termasuk penutur bahasa Jawa.

  Lebih lanjut Mulyana mengemukakan beberapa fungsi bahasa Jawa diantaraya adalah: (1) sebagai alat komunikasi dalam keluarga dan masyarakat, bahasa jawa berperan sebagai media interaksi dan kerjasama bagi sesame warga; (2) sebagai pendukung bahasa nasional, bahasa daerah (bahasa Jawa) berperan penting dalam memperlancar pengajaran bahasa nasional dan berbagai ilmu; (3) sebagai alat pengembang dan pendukung kebudayaan daerah. Bahasa daerah menyimpan tata nilai budaya dalam berbagai bentuk misalnya kosakata, pantun, cerita rakyat dan lain-lain.

  Pembelajaran bahasa jawa di sekolah dasar meliputi beberapa aspek yaitu, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam pembelajaran menyimak, siswa dituntut untuk bisa menangkap informasi yang diberikan secara lisan dalam bahasa Jawa. Pembelajaran berbicara, siswa diharapkan dapat memberikan tanggapan dan mengungkapkan perasaan dalam bahasa Jawa. pembelajaran membaca, siswa diharapkan dapat melafalkan kalimat bahasa Jawa, huruf jawa, serta mampu memahami bacaan dalam bahasa Jawa., huruf Jawa, serta mampu memahami bacaan dalam bahasa Jawa. Sedangkan dalam pembelajaran menulis, siswa diharapkan mampu mengungkapkan perasaan maupun tanggapan secara tertulis.

  Mata pelajaran Bahasa Jawa pada aspek membaca pemahaman berdasarkan silabus pembelajaran kelas V SD Negeri 1 Pasir Kidul terdapat pada tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  3. Mampu membaca dan memahami

  3.1 Membaca Pemahaman ragam teks bacaan dengan berbagai teknik membaca cepat, membaca bersuara, membaca indah, membaca huruf Jawa E.

   Cerita Rakyat 1. Pengertian Cerita

  Forster (Nurgiantoro, 2007:91) mengartikan cerita sebagai sebuah narasi berbagai kejadian yang sengaja disusun berdasarkan urutan waktu.

  Sedangkan Kenny (Nurgiantoro, 2009:91) mengartikan cerita sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu yang disajikan dalam sebuah karya fiksi.

  Menurut Nurgiantoro (2007:10-11) sebuah cerita yang selesai dibaca sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam yang disebut cerita pendek atau cerpen. Panjang cerpen bervariasi, ada yang pendek (short short story) berkisar 500-an kata, serta ada cerpen yang panjang (long short story) yang terdiri dari beberapa puluhan ribu kata.

  Lebih lanjut Nurgiantoro mengatakan bahwa cerpen memiliki kelebihan yang khas yaitu kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak. Unsur-unsur intrinsik di dalam cerita menurut Nurgiantoro (2007:13-14) yaitu tema, penokohan, latar dan kepaduan. Tema di dalam cerita yang pendek hanya berisi satu tema. Hal ini berkaitan dengan keadaan plot yang juga tunggal dan pelaku yang terbatas. Sedangkan penokohan atau jumlah tokoh dalam cerita terbatas. Selanjutnya yaitu, latar dalam cerita memerlukan pelukisan secara garis besar atau implisit. Yang terakhir yaitu, kepaduan dalam cerita. Artinya segala sesuatu yang diceritakan bersifat dan berfungsi mendukung tema utama.

2. Definisi Cerita Rakyat

  Dongeng merupakan salah satu cerita rakyat (folktale) yang cukup beragam cakupannya. Menurut Nurgiantoro, B (2016:198) Dongeng berasal dari berbagai kelompok etnis, masyarakat, atau daerah tertentu di berbagai belahan dunia, baik berasal dari tradisi lisan maupun tertulis.

  Lebih lanjut Nurgiantoro mengatakan bahwa dongeng merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi dan sering tidak masuk akal. Dari sudut pandang ini, dongeng termasuk cerita fantasi, tidak terikat pada waktu dan tempat, dapat terjadi dimana saja dan kapan saja tanpa ada pertanggungjawaban pelataran.

3. Unsur Dongeng

  Sebuah cerita fiksi termasuk dongeng menurut Nurgiantoro (2016:221) memilki unsur-unsur yang melekat di dalamnya yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi tokoh dan penokohan, alur, pengaluran, dan berbagai peristiwa yang membentuknya, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Sedangkan unsur ekstrinsik meliputi jati diri pengarang yaitu ideologi, pandangan hidup (way of life), kondisi kehidupan sosial-budaya masyarakat dalam latar cerita, dan lain-lain.

  Unsur unsur intrinsik yang dijelaskan oleh Nurgiantoro (2016:222-224) yaitu sebagai berikut:

  a. Tokoh Tokoh merupakan pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya dalam cerita fiksi.. Berdasarkan wujudnya dapat berupa tokoh manusia, binatang atau objek lain.

  b. Alur Cerita Alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang terjadi karena adanya sebab akibat yang menyebabkan alur cerita menjadi logis.

  c. Latar Latar merupakan unsur tempat, waktu, lokasi dimana cerita itu terjadi, dan lingkungan sosial budaya.

  d. Tema Tema adalah gagasan utama atau makna utama cerita.

  e. Moral Moral adalah pesan, amanat yang ingin disampaikan kepada pembaca.

  f. Sudut pandang Sudut pandang merupakan sebuah cara, strategi, atau siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengungkspkn cerita dan gagasannya.

  g. Gaya bahasa dan nada Gaya bahasa adalah sebuah cara pegungkapan dalam bahasa.

  F.

  

Pembelajaran Membaca Pemahaman Bahasa Jawa Melalui Penerapan

Metode Direct Readig Thingking Activity Menggunakan Media Reading

Box

  Pembelajaran membaca pemahaman siswa pada siswa sekolah dasar bertujuan agar siswa dapat memahami isi dari sebuah bacaan serta mengambil informasi dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya. Bacaan yang terdapat dapa pembelajaran bahasa Jawa kelas V sekolah dasar diantaranya adalah cerita anak, cerita wayang, cerita rakyat atau dongeng, serta karya-karya non fiksi lainnya yang berisi tentang informasi tentang kekayaan budaya Indonesia.

  Implementasi media reading box pada pembelajaran membaca pemahaman bahasa Jawa materi cerita rakyat yang dipadukan dengan metode

  

Direct Reading Thingking Activity dalam pembelajaran akan diuraikan

  sebagai berikut:

  1. Guru menyampaikan kompetensi dasar dalam pembelajaran yaitu membaca pemahaman serta indikator pembelajaran antara lain menjawab pertanyaan, menyimpulkan isi bacaan, dan menceritakan kembali isi bacaan dengan bahasa sendiri/ragam tertentu.

  2. Guru menyajikan materi tentang materi membaca pemahaman mengenai cerita rakyat, jenis dan ciri-ciri cerita rakyat.

  3. Guru membentuk siswa siswa menjadi 4 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 siswa secara heterogen.

  4. Guru melakukan tahap prabaca yaitu, meliputi memperkenalkan bacaan cerita rakyat dan membuat prediksi terhadap kelanjutan isi cerita tersebut.

  5. Guru melakukan tahap selanjutnya yaitu tahap membaca meliputi membaca dalam hati, menguji prediksi terhadap isi bacaan.

  6. Guru menyajikan media reading box materi cerita rakyat yang di dalamnya terdapat beberapa bacaan di dalam kertas yang berbeda warna.

  7. Setiap kelompok diminta mengambil teks bacaan di media reading box dan melakukan kegiatan membaca pemahaman isi teks dan dilanjutkan menjawab pertanyaan.

  8. Siswa diminta mencocokkan jawaban yang dipegang guru.

  9. Setiap kelompok diminta menjawab pertanyaan terkait bacaan yang dipilih dan membuat kesimpulan.

  10. Hasil diskusi kelompok disampaikan oleh perwakilan kelompok dan akan dibandingkan jawaban dari masing-masing kelompok.

  11. Guru melakukan tahapan ketiga yaitu membuat kesimpulan bersama- sama terhadap isi bacaan di akhir pembelajaran.

G. Penelitian Relevan

  Beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan:

  1. Penelitian oleh Samsu Somadayo., St.Y. Slamet., Joko Nurkamto., Sarwiji Suwandi (2013) dengan judul The Effect of Learning Model Drta

  (Directed Reading Thingking Activity) Toward Students‟ Reading Comprehension Ability Seeing from Their Reading Interest. Hasil

  penelitian menunjukkan bahwa siswa yang diajar oleh model pembelajaran DRTA lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran PQRST dan DRA. Siswa yang memiliki minat membaca tinggi dan diajar oleh model pembelajaran DRTA menghasilkan pemahaman bacaan yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang memiliki minat membaca tinggi yang diajarkan oleh model pembelajaran PQRST dan DRA.

  2. Penelitian oleh Arisetyawati, S. A. Kompyang (2017) dengan judul The

  

Effect of Directed Reading Thinking Activity In Cooperative Learning

Setting Toward Students‟ Reading Comprehension Of The Eleventh Grade

Students . Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dipandu melalui

  proses pembuatan prediksi berdasarkan pengetahuan, pembacaan, dan konfirmasi atau penyesuaian prediksi berdasarkan informasi baru. Melalui proses tersebut, siswa diharapkan menjadi pembaca aktif, kritis dan bijaksana. Direct Reading Thingking Activity memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemahaman bacaan siswa kelas Temuan tersebut menunjukkan bahwa nilai siswa yang diajar dengan menggunakan metode tersebut lebih tinggi daripada nilai siswa yang diajar dengan menggunakan aktivitas membaca saja.

  3. Penelitian oleh Noor Widyaningsih (2009) dengan judul Peningkatan

  

Keterampilan Membaca Pemahaman dengan Media Reading Box Kelas

  menunjukkan

  III SDn PasuruanLor Kecamatan Jati Kabupaten Kudus,

  bahwa pembelajaran dengan pemanfaatan media reading box dapat meningkatkan keterampilan membaca pemahaman siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pemanfaatan media Reading dapat meningkatkan keterampilan membaca pemahaman siswa

  Box

  dengan rata-rata kelas 66,7 meningkat menjadi 75,8 pada siklus I dan pada siklus II nilai rata-rata kelas mencapai 86,6. Dalam hal ini pemanfaatan media reading box dapat meningkatkan keterampilan guru dan meningkatkan aktivitas siswa yang pada akhirnya menunjang peningkatan kualitass pembelajaran Bahasa Jawa.

  4. Penelitian oleh Septi Wulandari (2010) dengan judul Peningkatan

  Keterampilan Membaca Ekstensif melalui Media Reading Box dengan Teknik Membaca Skimming pada siswa kelas XF SMA Muhammadiyah Kudus. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pemanfaatan media Reading Box dengan teknik skimming dapat meningkatkan keterampilan

  siswa dalam membaca ekstensif sebesar 16, 96% pada siklus I dan 6,96% pada siklus II. Serta dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran.

Tabel 2.3 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Relevan

  dengan Penelitian yang akan Diteliti

  Judul Penelitian yang akan diteliti Judul Penelitian yang

  Relevan Persamaan Perbedaan

  Penerapan Metode Direct Reading Thingking Activity Menggunakan Media Reading Box Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Pad Mata pelajaran Bahasa Jawa Materi Cerita Rakyat Siswa Kelas V SD N1 Pasir Kidul.

  The Effect of Learning Model Drta (Directed Reading Thingking Activity) Toward Students‟ Reading Comprehension Ability Seeing from Their Reading Interest

  Penerapan metode pembelajaran DRTA dalam pembelajaran membaca.

  DRTA merupakan metode pembelajaran.

  The Effect of Directed Reading Thinking Activity In Cooperative Learning Setting Toward Students‟ Reading Comprehension Of The Eleventh Grade Students .

  Penerapan metode DRTA untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa dalam bacaan.

  Penggunaan metodologi penelitian dan kelas yang diteliti Judul Penelitian yang akan diteliti Judul Penelitian yang

  Relevan Persamaan Perbedaan

  Penggunakan metode pembelajaran DRTA.

  Setelah itu, guru mengajak siswa untuk membaca bersama dengan suara keras secara klasikal dan menunjukkan setiap kata yang dibaca agar siswa benar-

  

Reading Box dapat membantu siswa belajar dengan mengkonstruksikan

makna dari gambar dan tulisan yang terdapat pada media Reading Box.

  Metode pembelajaran Direct Reading Thingking Activity dan media

  Reading Box .

  Melihat kondisi tersebut perlu adanya inovasi dalam meningkatkan pembelajaran membaca pemahaman isi bacaan pada materi cerita rakyat mata pelajaran bahasa jawa. Inovasi pembelajaran membaca dengan menerapkan metode pembelajaran Direct Reading Thingking Activity menggunakan media

  Melihat permasalahan yang ada pada mata pelajaran Bahasa Jawa di kelas V SD Negeri 1 Pasir Kidul, siswa memiliki kemampuan membaca pemahaman yang rendah. Selain itu, guru dalam kegiatan pembelajaran yang belum memaksimalkan penggunaan media pembelajaran dengan baik.

  meningkatkan kemampuan membaca.

  Peningkatan Keterampilan Membaca Pemahaman dengan Media Reading Box Kelas III SD N Pasuruan Lor Kecamatan Jati Kabupaten Kudus.

  Reading Box untuk

  Penggunaan media

  Peningkatan Keterampilan Membaca Ekstensif Melalui Media Reaing Box dengan Teknik Membaca Skimming Pada Siswa Kelas XF SMA Muhammadiyah Kudus

  Kelas yang diteliti dan metode pembelajaran

  meningkatkan kemampuan membaca pemahaman.

  Reading Box untuk

  Penggunaan media

H. Kerangka Pikir

  benar memahami isi cerita. Kegiatan belajar dilaksanakan dalam dua siklus yang setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Metode pembelajaran Direct

  Reading Thingking Activity menggunakan media Reading Box di kelas III SD

  N Pasir Kidul diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa pada mata pelajaran bahasa Jawa materi cerita rakyat.

  Berikut ini bagan kerangka pikir penggunaan metode pembelajaran

  Direct Reading Thingking Activity menggunakan media Reading Box dalam

  meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas V SD N Pasir Kidul.

  Kemampuan membaca pemahaman bacaan Kondisi Awal cerita rakyat bahasa Jawa siswa rendah.

  Guru kelas V SD N Pasir Kidul belum menggunakan media pembelajaran Siklus 1

  Tindakan Guru menerapkan metode pembelajaran Direct

  Thingking Activity menggunakan media

Reading Box

  Siklus 2 Kondisi Akhir

  Guru menerapkan Kemampuan metode pembelajaran membaca

  Direct Reading

  pemahaman

  Thingking Activity

  siswa menggunakan media meningkat. .

  Reading Box