BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Kepala Madrasah - Riaswati Adi BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Kepala Madrasah 1. Pengertian manajemen kepala madrasah Sebelum ke pengertian manajemen kepala madrasah, terlebih

  dahulu penulis jabarkan tentang apa itu manajemen? Dan apa itu kepala madrasah? Dari berbagai sumber agar dapat menarik kesimpulan tentang apa sebenarnya manajemen kepala madrasah itu.

  Jika ditinjau dari segi bahasa, manajemen berasal dari kata,“to

  manage” yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, dan

  mengelola. Manajemen menurut para ahli, berikut pemaparannya:

  Pertama, Paul Hersay dan Kenneth Blanchard memberikan

  batasan manajemen sebagai suatu usaha yang dilakukan dengan dan bersama individu atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi (Ula, 2013:7).

  Kedua , Stoner dan Freeman mengemukakan bahwa manajemen

  merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Ula, 2013:9).

  Ketiga, Robbin dan Coulter (2007:8) dalam bukunya Saefullah

  (2012:2), menajemen menurut istilah adalah proses mengkoordinasikan

  9 aktivitas – aktivitas kerja sehingga dapat selesai secara efektif dan efisien dengan dan melalui orang lain.

  Keempat, Hock mengemukakan manajemen berarti

  menyelesaikan masalah atau tugas organisasi melalui tangan orang lain atau melalui bawahan dari seorang manajer (Barlian, 2013: 32).

  Kelima, manajemen adalah melakukan pengelolaan sumber daya

  yang dimiliki oleh madrasah/organisasi yang diantaranya adalah manusia, uang, metode, material, mesin, dan pemasaran yang dilakukan dengan sistematis dalam suatu proses (Rohiat, 2010:14).

  Keenam, Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah

  proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisian. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan jadwal. Efektif merujuk pada tujuan hasil guna, sedangkan efisien merujuk pada daya guna, cara, dan lamanya suatu proses mencapai tujuan tersebut (Danim, 2009:2).

  Pada hakekatnya manajemen merupakan proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan usaha anggota- anggota organisasi serta pendayagunaan sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Wahjosumidjo, 2008:94).

  Dari berbagai definisi manajemen di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya yang ada untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi.

  Kemudian kepala madrasah. Menurut Wahjosumidjo, kepala madrasah terdiri dari dua kata, yaitu kepala dan madrasah. Kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi sedangkan madrasah adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Dengan demikian, secara sederhana kepala madrasah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu madrasah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran (Wahjosumidjo, 2008:82).

  Kepala madrasah juga merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan (Mulyasa, 2009:24).

  Jadi kepala madrasah ialah seorang guru yang diberi tugas dan tanggung jawab tambahan untuk memimpin madrasah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

  Sesuai dengan pengertian di atas, jika manajemen yang dilakukan oleh kepala madrasah untuk mengelola madrasah, berarti kepala madrasah dalam menyelesaikan berbagai kegiatan di madrasah tidak bekerja sendiri melainkan dibantu oleh para stafnya, baik staf administrasi maupun akademik.

  Dari pengertian tersebut, tersirat adanya lima unsur manajemen menurut Saefullah (2012:4), yaitu:

1. Pimpinan 2.

  Orang-orang (pelaksana) yang dipimpin 3. Tujuan yang akan dicapai 4. Kerja sama dalam mencapai tujuan tersebut 5. Sarana atau peralatan manajemen (tools of management) yang terdiri atas enam macam (dikenal dengan 6 M), yaitu: man

  (manusia/orang), money (uang), materials (bahan-bahan), machine (mesin), method (metode), dan market (pasar).

  Dalam memberi pengarahan dan menggerakan para stafnya, kepala madrasah terlebih dahulu merencanakan, mengorganisasikan, dan mengoordinasikan segala sesuatunya. Pada saat-saat yang tepat, kepala madrasah melakukan supervisi terhadap kinerja para stafnya. Di samping itu, ia terus memberikan motivasi agar para staf dapat berinovasi sehingga pekerjaan mereka dapat berhasil dengan baik, kreatif dan inovatif, serta efektif dan efisien (Barlian, 2013:32).

2. Fungsi-Fungsi Manajemen

  Ada empat fungsi manajer atau manajemen (Pidarta, 2011:2), yaitu: Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling (POAC), semuanya terangkum sebagai berikut: a.

  Planning (Perencanaan) Perencanaan dapat diartikan proses memikirkan dan menetapkan kegiatan-kegiatan atau progam-program yang akan dilakukan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan tertentu (Sagala, 2011:56).

  Fungsi perencanaan antara lain menentukan tujuan atau kerangka tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu.

  Perencanaan dilakukan dengan mengkaji kekuatan dan kelemahan organisasi, menentukan kesempatan dan ancaman serta menentukan strategi, kebijakan, taktik, dan program (Rohiat, 2010:3).

  Perencanaan adalah langkah awal sebelum melakukan fungsi- fungsi manajemen lainnya (Usman, 2008:58).

  b.

  Organizing (Pengorganisasian) Pengorganisasian merupakan penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan struktur organisasi, sumber daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya (Usman, 2008:141).

  Pengorganisasian adalah proses pembagian kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, mengalokasikan sumber daya, dan mengkoordinasikannya demi efektivitas pencapaian tujuan organisasi (Ula, 2013:18-19).

  c.

  Actuating (Penggerakan) Fungsi pengerakan menggambarkan bagaimana seorang manajer mengarahkan dan mempengaruhi bawahan dan bagaimana orang lain melaksanakan tugas yang esensial dalam menciptakan suasana yang menyenangkan untuk bekerja sama (Rohiat, 2010:3).

  Penggerakan merupakan salah satu fungsi terpenting dalam manajemen karena usaha-usaha perencanaan dan pengorganisasian bersifat vital tapi tak akan ada output konkrit yang dihasilkan tanpa adanya implementasi aktivitas yang di usahakan dan diorganisasikan dalam suatu tindakan actuating atau usaha yang menimbulkan action (Marno, 2008:20).

  d.

  Controlling (Pengawasan) Pengawasan erat kaitannya dengan perencanaan karena melalui pengawasan efektivitas manajemen dapat diukur

  (Rohiat, 2010:3).

  Oleh karena itu, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang perlu dilakukan oleh setiap pelaksana terutama yang memegang jabatan pimpinan. Tanpa pengawasan, pimpinan tidak dapat melihat adanya penyimpangan-penyimpangan dari rencana yang telah digariskan dan juga tidak akan dapat menyusun rencana kerja yang lebih baik sebagai hasil dari pengalaman yang lalu (Marno, 2008:24).

3. Kepemimpinan Kepala Madrasah yang Efektif

  Kepala madrasah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan madrasah yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan madrasah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Menurut Mulyasa (2004:126) kepemimpinan kepala madrasah yang efektif dapat dilihat berdasarkan kriteria berikut: a.

  Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.

  b.

  Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

  c.

  Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan madrasah dan pendidikan.

  d.

  Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di madrasah.

  e.

  Bekerja dengan tim manajemen.

  f.

  Berhasil mewujudkan tujuan madrasah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

  Menurut Tiong (Sagala, 2011: 120), ada beberapa karakteristik atau ciri-ciri kepemimpinan kepala madrasah yang efektif, yaitu: a.

  Adil dan tegas dalam mengambil keputusan b.

  Membagi tugas secara adil kepada guru c. Menghargai partisipasi staf d.

  Memahami perasaan guru e. Memiliki visi dan berupaya melakukan perubahan f. Terampil dan tertib g.

  Berkemampuan dan efisien h. Memiliki dedikasi dan rajin, serta tulus dan ikhlas

  Untuk menjadi pemimpin kepala madrasah yang efektif, seorang kepala madrasah juga harus memiliki visi dan misi serta strategi manajemen pendidikan secara utuh dan berorientasi kepada mutu. Menurut Mulyasa (2011:98), kepala madrasah harus mampu melaksanakan pekerjaannya, diantaranya adalah: a.

  Kepala madrasah sebagai Educator Dalam melaksanakan fungsinya sebagai educator, kepala madrasah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di madrasahnya. Menciptakan iklim madrasah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga madrasah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, seperti: team teaching, moving class, dan mengadakan program akselerasi bagi peserta didik yang cerdas di atas normal (Mulyasa, 2011:98-99).

  Menurut Mulyasa (2011:100-101), upaya-upaya yang dapat dilakukan kepala madrasah dalam meningkatkan kinerjanya sebagai

  

educator , khususnya dalam peningkatan kinerja tenaga kependidikan

  dan prestasi belajar peserta didik dapat dideskripsikan sebagai berikut:

  Pertama, mengikutsertakan guru-guru dalam penataran-

  penataran untuk menambah wawasan para guru. Kepala madrasah juga harus memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Misalnya memberikan kesempatan bagi para guru yang belum mencapai jenjang sarjana untuk mengikuti kuliah di Universitas terdekat dengan madrasah yang pelaksanaannya tidak mengganggu kegiatan pembelajaran. Kepala madrasah harus berusaha untuk mencari beapeserta didik bagi para guru yang melanjutkan pendidikan, melalui kerjasama dengan masyarakat, dengan dunia usaha atau kerjasama lain yang tidak mengikat.

  Kedua, kepala madrasah harus berusaha menggerakan tim

  evaluasi hasil belajar peserta didik untuk lebih giat bekerja, kemudian hasilnya diumumkan secara terbuka dan diperlihatkan di papan pengumuman. Hal ini bermanfaat untuk memotivasi peserta didik agar lebih giat belajar dan meningkatkan prestasinya.

  Ketiga, menggunakan waktu belajar secara efektif di

  madrasah, dengan cara mendorong para guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai waktu yang telah ditentukan, serta memanfaatkannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan pembelajaran.

  b.

  Kepala madrasah sebagai Manajer Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai

  manajer , kepala madrasah harus memiliki strategi yang tepat untuk

  memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program madrasah (Mulyasa, 2011: 103).

  c.

  Kepala madrasah sebagai Administrator Kepala madrasah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan, dan pendokumenan seluruh program madrasah.Secara spesifik, kepala madrasah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas madrasah (Mulyasa, 2011:107).

  d.

  Kepala madrasah sebagai Supervisor Salah satu tugas kepala madrasah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tugas sehari-hari di madrasah, agar dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua peserta didik dan madrasah serta berupaya menjadikan madrasah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif.

  Oleh karena itu, kepala madrasah harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di madrasah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan

  preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak

  melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya (Mulyasa, 2011:111).

  e.

  Kepala madrasah sebagai Leader Kepala madrasah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Kepala madrasah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, dan pengetahuan profesional serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Kemampuan yang harus diwujudkan kepala madrasah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi madrasah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi (Mulyasa, 2011:115).

  f.

  Kepala madrasah sebagai Innovator Kepala madrasah sebagai innovator akan tercermin dari cara- cara ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, delegatif, integratif, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin serta adaptabel dan fleksibel. Kepala madrasah sebagai innovator harus mampu mencari, menemukan dan melaksanakan berbagai pembaharuan di madrasah (Mulyasa, 2011:118-119).

  g.

  Kepala madrasah sebagai Motivator Menurut Mulyasa (2011:120) kepala madrasah sebagai

  motivator harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan

  motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar ( PSB ).

B. Kompetensi Profesional Guru Pendidikan Agama Islam 1.

  Pengertian Kompetensi Profesional Guru Pendidikan Agama Islam Menurut Usman, kompetensi adalah suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif. Sedangkan menurut Johnson (1974) mengatakan bahwa kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 Ayat 10, disebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Sagala, 2011: 23).

  Kompetensi adalah kumpulan pengetahuan, perilaku dan keterampilan yang harus dimiliki guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan belajar mandiri dengan memanfaatkan sumber belajar.

  Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kafah membentuk kompetensi standar profesi guru yang mencakup penguasaan materi, pemahaman peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi, dan profesionalitas (Musfah, 2012:27).

  Jadi kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru untuk dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.

  Sedangkan istilah “profesional” berasal dari kata sifat profession (pekerjaan) yang berarti sangat mampu melakukan pekerjaan. Profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntunan yang seharusnya, misalnya: “Dia sangat profesional” tapi bisa saja menunjuk pada orangnya, “Dia seorang yang profesional”, misal: dokter, insinyur dan lain-lain. Kedua, menunjuk pada orang yang mampu memangku jabatan/tugas pekerjaan dengan memenuhi persyaratan yang dicirikan sebagai profesi. Definisi lain menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Kunandar, 2009:45).

  Jadi profesional adalah suatu pekerjaan yang menuntut adanya keahlian atau keterampilan sesuai dengan bidangnya.

  Jika di atas sudah dijelaskan tentang kompetensi dan profesional, maka sekarang penulis akan menjelaskan apa itu kompetensi profesional dari berbagai sumber. Semuanya terangkum sebagai berikut:

  Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan dalam Musfah (2012:54) mendefinisikan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:

  a) Konsep, struktur dan metode keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar.

  b) Materi ajar yang ada dalam kurikulum madrasah.

  c) Hubungan konsep antar mata pelajaran terkait.

  d) Penerapan konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.

  e) Kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.

  Menurut Ni’am (2006:199), yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Tidak jauh berbeda dengan Ni’am, Mulyasa (2009:135) mengemukakan bahwa kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi, pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan

  Dengan demikian, kompetensi profesional adalah kumpulan pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pengajar dan pendidik.

  Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik disebut dengan

  

murrabi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid. Murabi berasal

  dari kata rabba, yurabbi yang mempunyai makna memelihara. Kata

  

murabbi lebih cenderung pada pemeliharaan terhadap peserta didik baik

  jasmani maupun rohani, proses ini sering terlihat sebagai tugas orang tua kepada anaknya. Mu’allim lebih fokus terhadap pemindahan atau transformasi pengetahuan kepada anak didik, hal ini sering terlihat di madrasah, pondok pesantren atau lembaga pendidikan lainnya. Muaddib terfokus pada dua-duanya yaitu memelihara dan memindah pengetahuan, dalam artian kata muaddib memiliki fungsi memelihara jasmani, memberikan ilmu serta mendidik atau menanamkan nilai agama.

  

Mudarris berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas

  kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Mursyid, pendidik menjadi panutan, teladan, dan konsultan bagi peserta didiknya (Abdul Mujib, 2008:87-92).

  Menurut Ahmad Tafsir dalam Mujib, pendidik dalam Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).

  Sedangkan menurut Suryosubrata dalam Mujib menyatakan bahwa pendidik berarti orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT, dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri (Mujib, 2008:87).

  Dalam paradigma jawa, pendidik diidentikan dengan guru (gu dan

  

ru ) yang berarti “ digugu dan ditiru “. Dikatakan digugu (dipercaya)

  karena guru memiliki seperangkat ilmu yang memadai yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri teladan oleh peserta didiknya. Pengertian ini diasumsikan bahwa tugas guru tidak sekedar transformasi ilmu, tapi juga bagaimana ia mampu menginternalisasikan ilmunya pada peserta didiknya (Mujib, 2008: 90).

  Jadi, guru adalah orang-orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di madrasah atau di kelas. Lebih khususnya diartikan orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membentuk anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.

  Menurut Zakiyah Daradjat (2009:86) Pendidikan Agama Islam (PAI) ialah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah pendidikannya selesai dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup. Pendidkan agama Islam ialah pendidikan yang dilaksanakan berdasar ajaran Islam Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani (2005: 132) Pendidikan

  Agama Islam (PAI) merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  Menurut Zuhairini (2004:54) Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pembentukan pribadi anak yang sesuai dengan ajaran Islam, ia juga bertanggung jawab kepada Allah SWT.

  Menurut Ahmad D. Marimba (1998:98) bahwa Guru Pendidik Agama Islam (GPAI) adalah orang yang bertanggung jawab, mengarahkan, dan membimbing anak didik berdasarkan hukum-hukum Islam.

  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) adalah orang yang mengajarkan bidang studi agama Islam atau orang dewasa yang memiliki kemampuan agama Islam secara baik dan diberi wewenang untuk mengajarkan bidang studi agama Islam untuk dapat mengarahkan, membimbing, dan mendidik peserta didik berdasarkan hukum-hukum Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.

  Dari definisi-definisi di atas, maka dapat di simpulkan bahwa kompetensi profesional guru pendidikan agama Islam adalah kemampuan penguasaan materi secara luas dan mendalam yang harus dimiliki oleh seorang guru yang mendapat wewenang untuk mengajarkan materi pendidikan agama Islam untuk mengarahkan, membimbing, dan mendidik peserta didik berdasarkan hukum-hukum Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.

2. Ruang Lingkup Kompetensi Profesional

  Adapun ruang lingkup kompetensi profesional menurut Mulyasa (2009:135) adalah sebagai berikut :

  a) Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis, sosiologis, dan sebagainya.

  b) Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik.

  c) Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya.

  d) Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi.

  e) Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media, dan sumber belajar yang relevan.

  f) Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran.

g) Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik.

  h) Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik

  Seorang pendidik agama, terutama agama Islam harus memiliki kompetensi profesional dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik dan pengajar karena menurut Abdul Majid dan Dian Andayani (2005:134- 135) pendidikan agama Islam berfungsi sebagai berikut:

  a) Meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.

  b) Sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

  c) Untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.

  d) Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan, dan kelemahan-kelemahan ajaran dalam kehidupan sehari-hari.

  e) Untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungan atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.

  f) Sebagai pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, sistem dan fungsi sosialnya.

  g) Menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.

  Selain itu, dalam kurikulum PAI (2002:5) pendidikan agama Islam dalam bukunya Abdul Majid dan Dian Andayani (2005:135) dijelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah/madrasah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pngetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimannya, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

C. Penelitian Terdahulu

  Peneliti menggunakan 3 skripsi sebagai pembanding. Skripsi pertama oleh Masmudin Affandi, mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, tahun penelitiannya 2007, dalam skripsinya yang berjudul Peranan Kepala Madrasah dalam Peningkatan Mutu Madrasah di MTs Al Hidayah Nusawungu Cilacap tahun pelajaran 2007/2008. Jenis penelitiannya deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa peranan kepala MTs Al Hidayah Nusawungu Cilacap dalam peningkatan mutu madrasah sebagai berikut:1) Upaya di bidang fisik, sarana dan prasarana antara membangun atau membuat gedung, ruang, atau lokal baru, merehab gedung, ruang atau lokal, menambah atau mengganti fasilitas belajar mengajar madrasah, pembenahan administrasi madrasah, penambahan fasilitas kantor, dan meningkatkan kesejahteraan guru dan karyaawan, 2) Upaya di bidang pembelajaran antara lain: melengkapi sarana atau fasilitas belajar mengajar, menyesuaikan kualifikasi pendidikan guru dengan mata pelajaran yang diampu, mengadakan pembinaan guru, mengadakan supervisi guru, mengirim guru untuk mengikuti penataran, diklat, dan MGMP, serta menciptakan suasana KBM yang kondusif, 3) Upaya di bidang prestasi siswa meliputi peningkatan prestasi akademik yaitu mewujudkan proses pembelajaran yang bermutu, memotivasi belajar siswa, mengadakan lomba mata pelajaran antar kelas, mengadakan tambahan jam pelajaran, dan meningkatkan kedisiplinan siswa. Selain itu, melalui peningkatan prestasi non akademik. Prestasi non akademik yaitu menyelenggarakan ekstrakurikuler dan mengikutkan siswa dalam berbagai kegiatan lomba, 4) Upaya di bidang hubungan dan kerjasama dengan masyarakat meliputi: mengadakan hubungan dengan yayasan Al Hidayah Nusawungu, mengadakan hubungan dengan tokoh-tokoh masyarakat/agama, mengadakan hubungan dengan majelis- majelis ta’lim, mengadakan hubungan dengan orang tua siswa, dan mengadakan hubungan dengan para donatur.

  Perbedaannya terletak pada variabel yang mengikutinya yakni penelitian terdahulu pada peningkatan mutu sedangkan penulis pada kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam (PAI).

  Skripsi kedua oleh Cholifah, mahasiswa Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Purwokerto, tahun penelitiannya 2008, dalam skripsinya yang berjudul Kompetensi Profesional Guru PAI di Madrasah Dasar Negeri di kecamatan Banyumas kabupaten Banyumas. Penelitian skripsinya penelitian lapangan (field research). Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa dari 20 guru, 8 guru atau 40 % mempunyai kategori sangat berkompeten, 11 guru atau 55 % berkompeten, dan 1 orang guru atau 5 % kurang berkompeten. Dengan demikian, maka terbukti bahwa guru PAI SD Negeri di kecamatan Banyumas kabupaten Banyumas berkompetensi profesional baik.Perbedaannya, pada penulis fokus utamanya adalah manajemen kepala madrasahnya terutama dalam peningkatan kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam sedangkan pada penelitian terdahulu hanya kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam.

  Skripsi ketiga oleh Mimi Permanasari, mahasiswa Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Purwokerto, tahun penelitiannya 2013, dalam skripsinya yang berjudul guru Pendidikan Agama Islam Profesional dalam Pembentukan Kepribadian Muslim Peserta Didik. Jenis penelitiannya penelitian kepustakaan (library research). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa guru PAI professional atau biasanya dijuluki dengan ustadz dituntut untuk komitmen terhadapa profesionalisme dalam mengemban tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zaman, dan memiliki karakter seperti berjiwa ikhlas, memiliki kepribadian yang baik dan bersifat kebapakan serta memiliki kompetensi sebagai guru profesional yang meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi profesional, kompetensi personal, dan kompetensi sosial.

  Perbedaannya adalah jika penelitian terdahulu fokus pada guru PAI professional dalam kepribadian muslim peserta didik, pada penulis fokus pada manajemen kepala madrasah dalam peningkatkan kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam. Selain itu, pada penelitian terdahulu jenis penelitiannya kepustakaan (library research) sedangkan jenis penelitian pada penulis adalah penelitian deskriptif kualitatif.