PERMASALAHAN-PERMASALAHAN PERKAWINAN USIA MUDA YANG ADA DI PAROKI KELUARGA SUCI TERING KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR SKRIPSI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERMASALAHAN-PERMASALAHAN PERKAWINAN USIA MUDA
YANG ADA DI PAROKI KELUARGA SUCI TERING
KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Maria Dolorosa Tonis
NIM: 121124031
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada
Mama Adelina Tonis dan bapak Welson Lawing (Alm),
bapak Nikolas Laki (Alm) dan mama Yuliana Taek,
mama Teriana dan bapak Murdian Tului,
kakak Elpidus Laki dan Emiliana Noi, adik Norce Sali dan Joni,
kakak Nofri dan Mega, Adik Ririn Maidiana dan Junaidi,
semua keluarga yang mendukung dan mendoakanku,
teman-teman angkatan 2012
dan
Pemerintah Kutai Barat dan Dinas Pendidikan Kutai Barat Kalimantan Timur
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
Kebahagiaan adalah ketika apa yang anda pikirkan
Apa yang anda katakan dan apa yang anda lakukan,
Semua itu di dalam keharmonisan
(Mahatma Gandhi)
Demikianlah tinggal ketiga hal ini,
yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan
yang paling besar diantaranya ialah kasih.
(1Korintus, 13:13)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha kasih dan penyayang, atas
segala rahmat dan kasih-Nya yang berlimpah penulis mampu menyelesaikan sripsi
yang
berjudul
PERMASALAHAN-PERMASALAHAN
PERKAWINAN
USIA MUDA YANG ADA DI PAROKI KELUARGA SUCI TERING
KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR, skripsi ini diajukan guna
memberikan sumbangan pemikiran, gagasan dan ispirasi bagi siapapun yang
memiliki kerinduan dalam mengembangkan Gereja Katolik dimanapun berada.
Proses penyusunan skripsi ini, berjalan dengan lancar karena atas
dukungan dan kebaikan dari banyak orang, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini meskipun mengalami banyak kesulitan. Penulis
mengalami pendampingan, dukungan, motivasi dan perhatian yang diyakini
sebagai perpanjangan kasih dan karya Tuhan dalam membimbing serta
memampukan penulis menyelesaikan skripsi pada kesempatan ini, penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1.
Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ, selaku dosen pembimbing utama dan dosen
penelitian yang dengan setia meluagkan waktu untuk membimbing dan
mendampingi penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran, memberi
masukan dan kritikan, sehingga penulis termotivasi dalam menyelesaikan
skripsi ini.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.
Drs. L. Bambang Hendarto. Y., M. Hum, selaku dosen pembimbing akademik
dan dosen penguji II yang telah meluangkan waktu untuk mempelajari dan
memberi masukan sehubungan dengan skripsi ini.
3.
Martinus Ariya, S.Pd., Mag. Theo selaku dosen penguji III yang telah
meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberikan masukan demi
semakin baiknya skripsi ini.
4.
Para dosen Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah
mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi
ini dengan penuh kasih.
5.
Staf dan karyawan Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang turut
memberi perhatian dan dukungan bagi penulis.
6.
Dinas Pendidikan Daerah Kutai Barat, Kalimantan Timur yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan diri melalui studi hingga
selesai.
7.
Kepada Bapak, Ibu, kakak, adik dan seluruh keluarga yang telah memberikan
dukungan baik moral maupun materiil yang tiada hentinya dengan memberi
cinta dan perhatian serta doa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan
studi.
8.
Sahabat dan teman-teman angkatan 2012 yang telah memberi dukungan
selama bersama dalam studi.
9.
Romo Thomas Lukas Atsui Wiyatngow, MSF, selaku pemimpin Paroki
Keluarga Suci Tering yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................
iv
MOTTO ............................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..........................................................
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................
vii
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
ABSTRACT .......................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ......................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................
xvi
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG .........................................................................
B. RUMUSAN PERMASALAHAN ........................................................
C. TUJUAN PENULISAN .......................................................................
D. MANFAAT PENULISAN ..................................................................
E. METODE PENULISAN ................................................................…
F. SISTEMATIKA PENULISAN ............................................................
1
8
8
9
10
10
BAB II. PERKAWINAN USIA MUDA DAN USIA PERKAWINAN............
13
A. PENGERTIAN PERKAWINAN PADA UMUMNYA DAN
PERKAWINAN MENURUT GEREJA ..............................................
1. Perkawinan pada umumnya ............................................................
13
13
2. Perkawinan Katolik .........................................................................
16
B. PENGERTIAN PERKAWINAN USIA MUDA .................................
1. Perkawinan Usia Muda ...................................................................
27
27
2. Usia yang Cukup untuk Menikah ....................................................
28
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan di usia muda .......... 33
C. PENGERTIAN KEHARMONISAN KELUARGA ............................. 41
1. Keharmonisan keluarga .................................................................... 41
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Faktor-faktor yang mendukung keharmonisan keluarga .................. 43
BAB III. PENELITIAN PERKAWINAN USIA MUDA DI PAROKI
KELUARGA SUCI TERING KUTAI BARAT KALIMANTAN
TIMUR ................................................................................................. 46
A. PAROKI KELUARGA SUCI TERING ............................................... 46
1. Sejarah Singkat Paroki Keluarga Suci Tering .................................. 46
2. Letak Geografis Wilayah Paroki Keluarga Suci Tering................... 47
3. Gambaran Umum Paroki Keluarga Suci Tering .............................. 49
4. Keadaan Perkawinan Usia Muda di Paroki Keluarga Suci Tering .. 53
B. PENELITIAN PERKAWINAN USIA MUDA DI PAROKI
KELUARGA SUCI TERING KUTAI BARAT KALIMANTAN
TIMUR .................................................................................................. 55
1. Metodologi Penelitian ....................................................................... 55
BAB IV. HASIL PENELITIAN
TENTANG
PERMASALAHANPERMASALAH
PERKAWINAN USIA MUDA DI PAROKI
KELUARGA SUCI TERING KUTAI BARAT KALIMANTAN
TIMUR ................................................................................................. 61
A. Hasil Penelitian .................................................................................... 61
1. Laporan Hasil Penelitian .................................................................. 61
BAB V. PERSOALAN PERKAWINAN USIA MUDA BERDASARKAN
HASIL PENELITIAN DI PAROKI KELUARGA SUCI TERING
KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR......................................... 102
A. KETERBATASAN PENELITIAN ..................................................... 102
B. PENGOLAHAN HASIL PENELITIAN ............................................. 103
1. Faktor pendukung............................................................................ 105
2. Faktor penghambat .......................................................................... 110
BAB VI. USULAN PROGRAM DENGAN MODEL REKOLEKSI BAGI
PASANGAN SUAMI ISTRI YANG MENIKAH USIA MUDA
DALAM KURUN WAKTU 1 SAMPAI DENGAN 5 TAHUN
DI PAROKI KELUARGA SUCI TERING KUTAI BARAT
KALIMANTAN TIMUR.................................................................... 117
A. LATAR BELAKANG PEMILIHAN PROGRAM DALAM
BENTUK REKOLEKSI ................................................................... 118
B. USULAN PROGRAM DALAM BENTUK REKOLEKSI BAGI
PASANGAN SUAMI ISTRI YANG USIA PERKAWINAN 1-5
TAHUN DI PAROKI KELUARGA
SUCI
TERING
KALIMANTAN TIMUR ..................................................................... 120
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. TEMA DAN TUJUAN PROGRAM REKOLEKSI ............................
D. MATRIKS PROGRAM.......................................................................
E. GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM ...................................
A. Contoh salah satu Pelaksanaan Program Pengantar dan Tema I
“Hakikat Perkawinan Kristiani” ......................................................
121
126
130
132
BAB VII. PENUTUP ......................................................................................... 146
A.
B.
KESIMPULAN ................................................................................ 146
SARAN ............................................................................................ 147
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 150
1.
2.
KITAB SUCI DAN DOKUMEN GEREJA .................................... 150
BUKU-BUKU ................................................................................. 150
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Penelitian ............................................... (1)
Lampiran 2 : Surat telah Melakukan Penelitian ................................................ (2)
Lampiran 3 : Kuesioner Penelitian .................................................................... (3)
Lampiran 4 : Salah Satu Contoh Jawaban Kuesioner dan Wawancara ............ (6)
Lampiran 5 : Rekap Hasil Kuesioner Penelitian ................................................ (17)
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan Kitab
Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru yang
diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, LAI, (2012).
Kej
: Kejadian
Im
: Imamat
Sir
: Yesus Bin Sirakh
Mat
: Matius
Mrk
: Markus
1Kor : 1 Korintus
Ef
: Efesus
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
KHK
: Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus
Yohanes Paulus II, 25 Januari 1983.
KWI
: Konverensi Waligereja Indonesia
GS
: Gaudium Et Spes (Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja
Dewasa ini, 21 November 1965)
AA
: Apostolicam Actuositatem (Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan
Awam, 18 November 1965)
C. Singkatan Lain
Art
: Artikel
Bdk
: Bandingkan
Kan
: Kanonik
UU
: Undang-Undang
RI
: Republik Indonesia
No
: Nomor
Th
: Tahun
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KK
: Kepala Keluarga
IRT
: Ibu Rumah Tangga
SD
: Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMA : Sekolah Menengah Atas
D3
: Diploma Tiga
S1
: Strata Satu
Alm
: Almarhum
Dll
: Dan lain-lain
Jl
: Jalan
Kec
: Kecamatan
Kab
: Kabupaten
RT
: Rukun Tetangga
LCD
: Liquid Crystal Display
SJ
: Serikat Yesus
SCJ
: Serikat Cinta Yesus
Pr
: Projo
MSF : Missionarium a Sacra Familia (Misionaris Keluarga Kudus)
Dkk
: Dan kawan-kawan
NTT
: Nusa Tenggara Timur
Km
: Kilometer
\
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkawinan merupakan salah satu anugerah paling besar karena dihidupi
di dalam keharmonisan tetapi anugerah itu dapat menjadi suatu kekecewaan berat
bagi mereka yang menghampirinya secara tidak hormat atau mempersiapkannya
secara salah. Karena perkawinan yang berhasil dapat menjadikan suami-istri
bersemangat dan bertahan dalam menghadapi segala situasi yang masing-masing
anggota keluarga mampu menyikapi, membangun, menumbuhkan, merawat dan
memeliharanya.
Perkawinan menghadapi tantangan dan cobaan dari zaman ke zaman. Di
zaman modern ini, tantangan dan cobaan terhadap keutuhan perkawinan semakin
berat karena sikap individualisme, hedonisme, konsumerisme, sekuarisme, dan
pendewaaan nilai kebebasan yang dapat melunturkan nilai-nilai dalam hidup
perkawinan seperti kesatuan, kerukunan, kesabaran dan lain sebaginya (Purnomo,
2015: 10). Perkawinan usia muda sering mendapat tantangan dalam kehidupan
rumah tangga yang dapat berakibat terhadap pasangan suami-istri, anak-anak yang
dilahirkan dan orang tua masing-masing keluarga. Hal ini dapat disebabkan
karena baik fisik dan psikis pasangan suami-istri belum dewasa atau belum siap
untuk membina rumah tangga sehingga sering terjadi kesalahpahaman,
kecemburuan, komunikasi yang tidak lancar, marah, takut, khawatir dan saling
membenci, apabila keduanya berada dalam situasi perkawinan yang tidak bahagia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
maka perkembangan mereka akan terhambat baik individu maupun sosialnya.
Emosi yang tidak stabil memungkinkan banyak pertengkaran dan mereka yang
bertengkar cenderung masih kekanak-kanakan artinya mereka belum mampu
mengendalikan emosi dengan baik, emosi yang tidak stabil biasanya ada pada
masa anak remaja atau orang muda. Masa remaja adalah masa transisi ke taraf
kedewasaan, masa remaja berlangsung antara usia 11/12 tahun sampai dengan
18/19 tahun, dalam usia tersebut mereka mengalami masa pertumbuhan dan
perkembangan fisik maupun perkembangan psikis. Mereka bukan lagi anak-anak
baik bentuk badan atau cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang
dewasa yang telah matang (Supriyati, 2013: 12).
Perkawinan zaman ini kebanyakan dimulai dengan tingginya daya
romantisme, tetapi dalam kehidupan perkawinan romantisme saja tidak cukup
harus ada sebuah komitmen dan komitmen itulah selalu tidak ada pada orang
muda, sehingga menjelang perkawinan biasanya masing-masing dari mereka
hanya memiliki kesadaran yang dangkal mengenai keinginan, kebutuhan dan
pengharapan yang dimiliki pasangannya selama masa itu (setelah menikah) justru
kebutuhan yang tidak pentinglah yang mendapat perhatian (Wright, 2013: 116).
Cara berpikir yang romantisme sering kali membuat mereka buta. Artinya
perbedaan pengharapan tentang perkawinan karena orang muda sering mengalami
emosi yang tidak stabil dalam hal berkomitmen, hal ini akan membuat perkawinan
hanya sebatas pada romantisme. Komitmen adalah ikrar atau janji yang mengikat,
ikrar yang harus diwujudkan, bagaimanapun halangannya ini adalah penyerahan
total diri seseorang kepada orang lain (Wright, 2013: 10).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Perkawinan bukan hanya sekedar menyatukan diri sebagai jawaban atas
permasalahan yang sedang dihadapi, seperti memenuhi kebutuh lahiriah semata
tetapi lebih dari itu perkawinan merupakan sebuah ikatan lahir-batin antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami-istri dengan tujuan
membentuk keluarga, melahirkan anak, membangun hidup kekerabatan yang
bahagia dan sejahtera (PPK, 7).
Dengan demikian perkawinan hendaknya dipandang sebagai pintu
menuju pengembangan diri pengembangan yang dimaksud adalah pertama-tama
dimensi spiritual, karena tujuan dasar perkawinan bukanlah untuk memasukkan
dua ego ke dalam “perkumpulan orang-orang yang saling mengagumi” dan bukan
sekedar untuk memperbanyak keturunan, tetapi perkawinan diarahkan untuk
pencapaian tujuan hidup yang mendasar bagi setiap pribadi, yaitu memperluas
kesadaran manusia yang terbatas menuju kesadaran universal (Walters, 2006: 35).
Kesadaran universal yang dimaksud adalah masing-masing pribadi diarahkan
untuk memahami makna tujuan perkawinan yaitu demi kesejahteran suami-istri,
anak-anak dan pendidikan anak, serta membangun kerukunan dalam hidup
bermasyarakat.
Hidup perkawinan Kristiani tidak terlepas dari persoalan hidup berumah
tangga, baik itu perkelahian, kesalahpahaman, perbedaan pendapat dan lain
sebagainya, hal tersebut berdampak pada penurunan nilai kesadaran suami-istri
akan tujuan perkawinan. Pada intinya tujuan perkawinan diarahkan untuk
mengembangkan dan memurnikan cinta kasih suami-istri menuju kesejahteraan
dan kebahagian hidup bersama (GS, 49). Setiap orang ingin hidup bahagia begitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
pula dalam hidup perkawinan orang yang ingin membangun hidup rumah tangga
harus tahu tujuan dari perkawinan itu sendiri, karena mengambil keputusan untuk
menikah adalah sebuah tanggung jawab yang sangat besar, tanggung jawabnya
yaitu pemberian seluruh diri untuk mensejahterakan keluarganya bagaimanapun
halangannya. Melalui pengalaman emprik peneliti pernah hidup dalam sebuah
keluarga dan dekat dengan sejumlah keluarga, mendengarkan cerita hidup
perkawinan mereka terutama hidup perkawinan keluarga muda, mulai dari yang
menyenangkan sampai dengan cerita yang menyedihkan seperti merasa putus asa
dan tidak mampu mempertahankan hidup rumah tangganya hingga ada niat untuk
berpisah, selain itu peneliti juga mengalami sendiri bagaimana hidup perkawinan
orang tua mengalami kehancuran yang berujung pada ambang perceraian.
Ungkapan untuk menyejahterakan mudah dikatakan, tetapi kenyataan
dalam menjalankannya sangat sulit hal ini yang menjadi persoalan bahwa hidup
perkawinan itu tidak mudah hal tersebut bisa dapat terjadi karena ketidak
mampuan pasangan suami-istri untuk keluar dari masa krisis dan tidak mampu
mengatasi kekecewaan, kejengkelan, keputusasaan dalam menghadapi pasangan
mereka sehingga akhirnya mereka memilih untuk berpisah.
Tahun 1974 di Indonesia telah merumuskan Undang-Undang perkawinan
yang dikenal dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Artinya tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang
bahagia, kekal dan sejahtera dengan demikian kesejahteraan dalam perkawinan
tidak dapat diharapkan dari mereka yang kurang matang baik fisik, emosional,
kedewasaan dan tanggung jawab, syarat perkawinan dalam Undang-Undang
perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang kematang bagi calon suami-istri
tercantum dalam pasal 7 ayat (1), bahwa pekawinan hanya diizinkan jika pihak
laki-laki telah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita berusia 16 tahun (Asmin
1986: 18-22). Dalam Kanon 1083:§1 ditetapkan bahwa laki-laki sebelum berumur
genap 16 tahun dan perempuan sebelum berumur genap 14 tahun tidak dapat
melangsungkan perkawinan yang sah. Meskipun batas perkawinan telah
ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan
dalam Kanon 1083:§1. Tetapi dalam prakteknya masih banyak dijumpai
perkawinan pada usia muda masih sangat tinggi.
Perkawinan usia muda dapat didefinisikan sebagai ikatan lahir batin
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri yang
masih remaja, orang yang digolongkan sebagai remaja adalah mereka yang
berusia 11 sampai dengan 24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia
(Sarlito, 2015: 18).
Paroki Keluarga Suci Tering merupakan salah satu paroki tertua di
Kalimantan Timur, di sini tonggak sejarah perkembangan misi Gereja Katolik
oleh para misionaris MSF. Awal mulanya pusat misi berada di Paroki Hati Kudus
Yesus, Laham dan karena mempertimbangkan keadaan geografis untuk akses
keluar sangat sulit, maka pada tahun 1932 Paroki Keluarga Suci Tering menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
pusat misi para misionaris MSF hingga saat ini. Pusat paroki terletak di tepi
sungai Mahakam, jaraknya ±50 meter dari tepi sungai Mahakam. Paroki Keluarga
Suci Tering memiliki ±1.898 kepala keluarga dan secara keseluruhan umat
berjumlah ±7.823 jiwa termasuk anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua dari
sekian banyaknya umat di Paroki Keluarga Suci Tering yang telah menikah di
tahun 2016 ini ±63 pasang dan yang menikah di usia muda berjumlah ±10 pasang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari paroki, umat Paroki Keluarga Suci
Tering sangat pasif, dimana umat mempercayakan seluruh kegiatan yang
berkaitan dengan gereja diserahkan kepada pastor atau pelayan pastoral yang lain.
Umat kurang semangat untuk aktif dalam kehidupan menggereja dan tidak peduli
dengan kebutuhan rohani, dapat disimpulkan bahwa pemahaman umat tentang
perkawinan masih sangat minim, hal tersebut membuktikan bahwa perkawinan
usia muda masih saja terjadi. Mereka yang cendrung menikah di usia muda
banyak terdapat di daerah pedalaman yang sulit dijangkau hal ini bisa saja terjadi
karena keadaan ekonomi keluarga, pergaulan bebas dan lain-lain. Dalam hal ini
umat diharapkan sadar, terutama orang-orang muda untuk memahami tentang
resiko-resiko dari perkawinan usia muda, kesadaran umat sangat penting karena
kesadaran dapat merubah hidup seseorang menjadi lebih baik terutama dalam
memperkembangkan masa sepan bangsa dan Gereja.
Beberapa fenomena perkawinan usia muda menunjukkan bahwa
keluarga-keluarga Kristiani belum menghayati secara utuh hidup perkawinan
dalam
menyejahterakan
dan
membahagiakan
keluarga.
Kesadaran
dan
penghayatan janji perkawinan adalah mutlak perlu sebagai syarat demi keutuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
sebuah ikatan perkawinan keluarga Kristiani, kesejahteraan suami istri memang
bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan dan dihidupi, tetapi kesejahteraan
itu tetap merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan perkawinan di
mana kesejahteraan itu menjadi tolak ukur kehidupan perkawinan yang bahagia
dan sejahtera.
Dari latar belakang di atas mengenai beberapa permasalahan perkawinan
usia muda dan kesejahteraan suami istri adalah sangat perlu dan penting.
Mengingat perkawinan usia muda sering mengalami ketidakbahagiaan dan
kesejahteraan dalam rumah tangga, maka bisa dikatakan hal ini menjadi salah satu
persoalan umat di Paroki Keluarga Suci Tering. Mereka yang menikah di usia
muda cenderung mengalami ketidakharmonisan dalam keluarga di mana
keduanya masih memiliki ego yang tidak stabil dalam memaknai sebuah
persoalan, maka penulis memutuskan untuk mengangkat topik perkawinan usia
muda sebagai topik utama dalam seluruh pembahasan skripsi, berdasarkan uraian
dalam latar belakang tersebut di atas, maka penulis menyusun skripsi ini dengan
judul “Permasalahan-Permasalahan Perkawinan Usia Muda yang ada di
Paroki Keluarga Suci Tering Kutai Barat Kalimantan Timur”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
B. RUMUSAN PERMASALAHAN
Bedasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka penulis
dapat mengemukakan beberapa rumusan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Apa itu perkawinan usia muda ?
2. Apa permasalahan perkawinan usia muda yang mendukung dan yang tidak
mendukung yang ada di Paroki Keluarga Suci Tering Kutai Barat
Kaliamantan Timur?
3. Upaya apa yang dilakukan untuk membantu keluarga muda Katolik dalam
menyelesaikan problematika rumah tangga di Paroki Keluarga Suci Tering
Kutai Barat Kalimantan Timur?
C. TUJUAN PENULISAN
Dalam skripsi ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai diantarnya
adalah sebagai berikut:
1. Memperdalam pemahaman tentang perkawinan usia muda.
2. Mengetahui dan memahami apa saja permasalahan perkawinan usia muda di
Paroki Keluarga Suci Tering Kutai Barat Kalimantan Timur.
3. Mengetahui dan menemukan cara dalam mengatasi problematika rumah
tangga keluarga muda dalam terang Injil demi tercipta keluarga Kristiani
yang baik di Paroki Keluarga Suci Tering Kutai Barat Kalimantan Timur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
D. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi umat
Menambah
pengetahuan
empirik
tentang
permasalah-permasalahan
perkawinan usia muda dan pengaruhnya terhadap keluarga Kristiani. Selain
itu juga diharapkan umat dapat menanamkan sikap sosialis untuk mencegah
terjadinya perkawinan usia muda.
2. Bagi Paroki Keluarga Suci Tering
Membantu paroki untuk berpastoral bagi orang muda atau anak-anak remaja
agar menghindari perkawinan usia muda. Membantu paroki dan pasanganpasangan yang akan menikah untuk memahami arti perkawinan dan tujuan
perkawinan Kristiani.
3. Bagi peneliti
Dapat
mengetahui
secara
lebih
mendalam
tentang
permasalahan-
permasalahan perkawinan usia muda dalam keluarga Kristiani yang
berpengaruh terhadap keluarga Kristiani, dengan mengetahui dan memahami
peneliti dapat mencegah perkawinan usia muda dan membantu meringankan
problematika rumah tangga keluarga muda dengan berpastoral atau
berkatekese.
4. Bagi Universitas Sanata Dharma
Sebagai tambahan sumber bacaan bagi perpustakaan Universitas Sanata
Dharma dan menjadi acuan bagi peneliti lebih lanjut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
E. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif
dengan memanfaatkan studi pustaka dan penelitian lapangan. Penelitian kualitatif
yaitu sebagai prosedur penelitian yang mengjhasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong,
1989: 3). Sedangkan studi pustaka dan penelitian lapangan yaitu dengan
menggunakan kuesioner dan instrumen wawancara yang topiknya bersumber dari
rumusan masalah, penulis membahas hasil penelitian dan menarik kesimpulan
terhadap penelitian tersebut, penulis memanfaatkan studi pustaka untuk
mendukung pembahasannya untuk memperkuat teori.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Judul skripsi ini adalah permasalahan-permasalahan perkawinan usia
muda yang ada di Paroki Keluarga Suci Tering Kutai Barat Kalimantan Timur.
Berikut penulis menguraikan gambaran umum mengenai sistematika penulisan
yang hendak dibahas dalam penulisan skripsi:
Bab I menguraikan pendahuluan, meliputi: latar belakang penelitian,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode dan sistematika
penulisan.
Bab II penulis menguraikan kajian pustaka tentang perkawinan usia
muda dan usia perkawinan, meliputi: deskripsi perkawinan pada umumnya,
perkawinan Katolik, perkawinan usia muda, tujuan perkawinan, ciri-ciri
perkawinan, usia yang cukup untuk menikah, kemudian diuraikan pula faktor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
pendukung dan faktor penghambat yang memperngaruhi perkawinan usia muda
dalam mewujudkan perkawinan yang harmonis, antara lain: faktor kepribadian,
internal keluarga, ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, alat komunikasi,
iman, dan sosial.
Bab III berisikan penelitian perkawinan usia muda di Paroki Keluarga
Suci Tering Kutai Barat Kalimantan Timur terhadap pasangan suami-isri Katolik
yang usia perkawinan 1 sampai dengan 5 tahun, meliputi: sejarah singkat Paroki
Keluarga Suci Tering, gambaran umum paroki, keadaan perkawinan usia muda di
Paroki Keluarga Suci Tering, jenis penelitian, variabel penelitian, instrumen
penelitian, waktu dan tempat, populasi dan sampel, teknik analisis serta hasil
penelitian.
Bab IV berisikan keterbatasan penelitian dan pengolahan hasil penelitian
tentang permasalahan-permasalahan perkawinan usia muda yang ada di Paroki
Keluarga Suci Tering Kutai Barat Kalimantan Timur dengan mendeskripsikan
penelitian dan mungulasnya secara mendalam.
Bab V berisikan usulan program katekese dengan model rekoleksi bagi
pasangan suami-istri yang menikah di usia muda dalam kurun waktu 1 sampai
dengan 5 tahun di Paroki Keluarga Suci Tering Kutai Barat Kalimantan Timur,
meliputi: latar belakang pemilihan program, usulan program dalam bentuk
rekoleksi, tema dan tujuan program rekoleksi, matriks program, gambaran
pelasanaan program, contoh pelaksanaan program.
Bab VI adalah penutup berisikan kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Demikian proses berpikir penulis yang dituangkan dalam skripsi ini.
Penulis berharap penulisan mengenai permasalahan-permasalahan perkawinan
usia muda berguna bagi pasangan keluarga muda khususnya Gereja dan pada
umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PERKAWINAN USIA MUDA DAN USIA PERKAWINAN
A. PENGERTIAN
PERKAWINAN
PADA
UMUMNYA
DAN
PERKAWINAN MENURUT GEREJA
1.
Perkawinan pada umumnya
Di Indonesia sejak tahun 1974 telah dirumuskan undang-undang
perkawinan yang dikenal dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan yang berbunyi:
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Menurut Sadjono dalam Asmin (1986: 19) “ikatan lahir” berarti berarti
dalam batin suami-istri yang bersangkutan terkandung niat yang sungguh-sungguh
untuk hidup bersama sebagai suami istri dengan tujuan membentuk dan membina
keluarga yang bahagia dan kekal, ikatan tersebut prinsipnya mengandung asas
monogam. Artinya perkawinan sah terjadi apabila yang melangsungkan
perkawinan itu ialah seorang laki-laki dan seorang perempuan dan perkawinan sah
dilakukan menurut hukum masing-masing agama atau kepercayaan diluar itu tidak
sah (PPK 2011: 7). Perkawinan bersifat monogam memiliki arti bahwa
perkawinan itu hanya sah apabila dilaksanakan oleh seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan yang bersifat kekal artinya tak terceraikan bahwa perkawinan
yang telah dilangsungkan secara sah tidak dapat diceraikan atau diputuskan oleh
kuasa manapun kecuali oleh kematian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Perkawinan adalah sebuah ikatan lahir-batin antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga,
melahirkan anak, membangun hidup kekerabatan yang bahagia dan sejahtera
(PPK, 7), perkawinan dipandang sebagai ikatan lahir-batin dengan tujuan
membentuk keluarga dan melahirkan anak serta hidup bahagia, maka perkawinan
layaknya diartikan sebagai lembaga yang suci dengan memiliki tujuan yang jauh
lebih tinggi daripada sekedar pemenuhan kepentingan diri (Walters, 2006: 159).
Jika perkawinan tidak dipandang sebagai lembaga yang suci demi perkembangan
diri yang jauh lebih tinggi, hal ini bisa menjadi rintangan untuk terwujudnya
kebahagiaan sejati (harmonis), pasangan yang menikah hanya demi pemuasan diri
sendiri akan lebih mengikat dan membatasi diri sendiri serta memperkuat ego
dengan demikian perkawinan yang dibangun tidak akan bertahan.
a.
Tujuan Perkawinan pada Umumnya
Setiap orang memiliki tujuan hidupnya masing-masing, demikian juga
hidup perkawinan perlu ada tujuan hidup yang jelas, karena setiap orang memiliki
tujuan hidupnya masing-masing tentu seorang laki-laki dan seorang perempuan
memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda tetapi karena telah disatukan dalam
sebuah perkawinan selayaknya tujuan yang berbeda itu harus dibulatkan agar
menjadi satu tujuan yang sama untuk membentuk hidup rumah tangga yang
bahagia.
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, pasal 1 pada anak kalimat
kedua berbunyi: “….dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Rumusan tersebut
mengandung harapan bahwa dengan melangsungkan perkawinan akan diperoleh
suatu kebahagia artinya kebahagiaan yang ingin dicapai bukanlah kebahagiaan
yang sifatnya sementara saja, tetapi kebahagiaan kekal membangun hidup rumah
tangga yang bahagia dan kekal harus didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa,
pandangan ini sejalan dengan sifat religious dari bangsa Indonesia yang mendapat
realisasinya di dalam kehidupan beragama dan bernegara (Asmin, 1986: 20).
Tujuan yang tidak sama antara pasangan suami-istri akan menjadi
sumber permasalahan dalam keluarga, karena jika salah satunya ingin hidup
bahagia dengan melahirkan, menjalin kekerabatan dan membentuk keluarga yang
bahagia sedangkan salah satunya hanya ingin hidup bersama untuk memenuhi
kebutuhan biologisnya semata, maka akan sangat sulit bagi pasangan tersebut
untuk mencapai tujuan perkawinan yang bahagia dan kekal.
Tidak mudah tetapi tidak berarti tidak dapat dilaksanakan, karena itu
perlu ditekankan bahwa antara suami dan istri demi untuk membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal selamanya perlu mempersatukan tujuan yang ingin
dicapai dalam perkawinan dan harus sungguh-sunghuh diresapi dan disadari
bahwa tujuan itu akan dicapai secara bersama-sama, bukan hanya oleh suami atau
istri saja. Karena tanpa ada kesatuan tujuan dan tanpa adanya kesadaran bahwa
tujuan harus dicapai bersama-sama, maka dapat kita bayangkan bahwa keluarga
itu akan mudah mengalami hambatan-hambatan yang akhirnya membawa mereka
jauh dari kebahagiaan, karena tujuan perkawinan merupakan titik tujuan bersama
yang akan diusahakan dan untuk dicapai bersama-sama (Walgito, 1984: 11).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
2.
Perkawinan Katolik
Perkawinan memurut Kitab Suci, menjadi suami-istri berarti suatu
kebutuhan
total
dalam
kehidupan
seseorang
dimana
keduanya
saling
membutuhkan satu sama lain, Kitab Kejadian mengatakan: “Sebab itu seorang
laki-laki akan meninggalkan ayah-ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga
keduanya menjadi satu daging (Kej. 2:24)”.
Perikop ini menceritakan kesatuan antara dua pribadi yang mana seorang
laki-laki dan seorang perempuan memulai hidup baru sebagai suami-istri,
demikian hendak ingin diungkapkan bahwa perkawinan Katolik adalah
perkawinan yang sifatnya satu atau monogam (Iman Katolik, 2012: 435). Menjadi
satu daging merupakan unsur utama dalam sebuah perkawinan, kesatuan tersebut
bukan soal “kontrak” atau janji semata, lebih dari itu keduanya menjadi manusia
baru yang bersatu meliputi seluruh hidup jiwa dan badan.
Perkawinan adalah ikatan yang mempersatukan antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan ikatan tersebut menyatukan keduanya dalam hal fisik,
emosi, rohani, kekuatan, kelemahan dan lain sebagainya. Karena itu mereka
sungguh-sungguh menjadi satu manusia baru dan dalam kesatuan tersebut mereka
harus menyadari bahwa Kristus sendiri yang telah mempersatukan mereka dalam
ikatan perkawinan. Dengan demikian kesatuan mereka adalah menjadi wakil
Allah di dunia yang melaksanakan mandat dari Allah, yaitu berkembang dan
beranak cucu, perempuan menjadi patner bagi laki-laki untuk melahirkan
keturunan yang akan mengisi muka bumi (Purnomo, 2015: 38).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Hakikat perkawinan adalah sebuah perjanjian (foedus, consensus,
convenant) merupakan tindakan kemauan antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan
untuk
kebersamaan
seluruh
hidup
Kitab
Hukum
Kanonik
menjelaskan:
“Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan
seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium)
seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan
suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak,
antara orang-orang yang dibabtis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke
martabat sakramen (Kanon No 1055-§1)”.
Arti perjanjian nikah adalah tindakan kemauan untuk saling memberi dan
menerima dalam Kitab Hukum Kanononik 1057-§1-2 menjelaskan:
“Kesepakatan pihak-pihak yang dinyatakan secara legitim antara orangorang yang menurut hukum mampu, membuat perkawinan: kesepakatan
itu tidak dapat diganti oleh kuasa manusia manapun §2 Kesepakatan
perkawinan adalah tindakan kehendak dengan seorang laki-laki dan
seorang perempuan saling menyerahkan diri dan saling menerima untuk
membentuk perkawinan dengan perjanjian yang tidak dapat ditarik
kembali”.
Kanon-kanon ini hendak menjelaskan bahwa perjanjian tersebut adalah
tindakan kemauan untuk saling memberi dan menerima sejauh laki-laki dan
perempuan yang hendak menikah membuat kesepakatan yang muncul dari
keinginan sendiri dan bukan dari kehendak orang lain, karena kesepakatan
tersebut tidak dapat digantikan oleh kuasa manapun.
Tuhan yang telah menciptakan manusia karena cinta dan memanggil
manusia untuk mencinta, merupakan suatu panggilan kodrati dan mendasar dari
setiap manusia (KGK 1604, 7) Gereja mengajarkan bahwa perkawinan adalah
persekutuan hidup dan kasih mesra antara suami-istri, yang diadakan oleh Sang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukum-Nya dan Allah sendirilah
pencipta Perkawinan (GS, 48). Dengan demikian perkawinan dipandang sebagai
suatu ikatan suci demi kesejahtraan suami-istri dan kelahiran anak serta
pendidikan anak dan tidak hanya tergantung pada kemauan manusiawi sematamata, tetapi juga kehendak Allah (PPK, 8 b) yang artinya mereka hendaknya
memandang perkawinan itu sebagai cinta kasih Allah kepada umat-Nya.
Kekhasan perkawinan Katolik berbeda dengan perkawinan pada
umumnya (formacanonica) contohnya pada Kanon 1108-§1:
“Perkawinan hanyalah sah bila dilangsungkan dihadapan Ordinaris
wilayah atau Pastor-pastor atau imam atau diakon yang diberi delegasi
oleh salah satu dari mereka itu, yang meneguhkannya, serta dengan tetap
berlaku kekecualian-kekecualian yang disebutkan dalam kanon-kanon
144, 1112, §1, 1116 dan 1127 §1-2”.
Kanon No 1108-§1 memberikan prinsip umum untuk sahnya tata peneguhan
nikah orang Katolik, yaitu perkawinan harus dilangsungkan dihadapan: ordinaris
wilayah atau pastor paroki atau seorang imam atau diakon yang mendapatkan
delegasi atau dari ordinaris wilayah atau dari pastor paroki. Mereka ini adalah
saksi resmi (testis qualificatus) yang bertugas untuk meneguhkan perkawinan,
sebab tanpa mereka perkawinan itu tidak akan terlaksana dan tidak dapat
dikatakan sah dalam Gereja.
Perkawinan adalah kesepakatan nikah antara masing-masing pribadi
yaitu antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kemampuan serta bakat yang dimiliki, juga dipandang sebagai
salah satu sekolah Allah yang terbaik, dapat menjadi tempat suami-istri
dimurnikan, sisi-sisi yang kasar secara bertahap dihaluskan, saling bekerja sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
berpadu semakin mendalam, halus, penuh kasih sayang dan memuaskan
keduabelah pihak.
Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah komitmen yang mencakup
tiga pribadi, yakni suami, istri dan Yesus Kristus, karena perkawinan adalah ikrar
untuk saling setia dan tunduk satu sama lain (Wright, 2013:11-12). Firman Allah
menunjukkan bahwa komitmen perkawinan itu kudus sekaligus praktis dimana
Allah menggunakan hubungan perkawinan untuk menggambarkan hubungan-Nya
dengan Gereja sebagai mempelai wanita-Nya dan berkomitmen untuk mencintai
tanpa syarat.
a.
Tujuan Perkawinan Katolik
Tujuan perkawinan Katolik kurang lebih sama dengan tujuan perkawinan
pada umumnya yaitu demi kesejahteraan keluarga, tetapi lebih dari itu tujuan
perkawinan Katolik lebih dirincikan lagi seperti yang tertulis di dalam Kitab
Hukum Kanonik: “Menurut ciri kondratinya terarah pada kesejahteraan suami istri
(bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak (KHK 1055-§1)”.
Tujuan pertama yaitu kesejahteraan suami-istri artinya kesejahteraan
lahiriah berupa (pangan, sandang, papan) dan kesejahteraan batiniah berupa
(mapan, harmoni, kecocokan hati) suami-istri adalah pasangan atau patner hidup
yang diberikan oleh Tuhan sendiri sebagai tanda cinta-Nya, maka sebagai wujud
syukur suami-istri diharapkan saling mencintai satu sama lain dengan sepenuh
hati sampai akhir hidup artinya cinta dan kesetiaan masing-masing adalah sebagai
wujud cinta dan kesetiaan pada Tuhan. Tujuan yang kedua ialah kesejahteraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
anak artinya dengan perkawinan keduanya terbuka terhadap keturunan, mendidik,
membersarkan anak, dengan demikian tujuan perkawinan diarahkan untuk
mengembangkan dan memurnikan cinta kasih suami-istri menuju kesejahteraan
dan kebahagiaan hidup bersama (GS, 49).
Tujuan perkawinan berarti suami-istri tidak hanya sekedar membentuk
sebuah persekutuan hidup dalam ikatan perkawinan, tetapi demi kebahagiaan dan
kesejahteraan keduanya serta terbuka pada kelahiran anak dan pendidikan anak
(Rubiayatmoko, 2015: 19), secara singkat tujuan perkawinan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Demi Kebahagiaan atau Kesejahteraan Suami-Istri
Kristianto dalam Rukiyanto (2013: 92) merumuskan perkawinan
bertujuan untuk mengembangkan dan memurnikan cinta kasih suami-istri,
kebahagiaan, kesejahteraan, kedamaian, keharmonisan, kesetiaan, serta keutuhan
adalah tanda otentik cinta suami-istri yang sungguh hidup dan berkembang
semakin murni, cinta yang demikian mampu memperkaya dan mempersatukan
keakraban suami-istri, untuk terciptanya suasana yang dengan demikian dapat
diupayakan melalui tujuan yang sekunder dalam perkawinan, bersifat sekunder
artinya memperoleh keturunan, pemenuhan kebutuhan seksual, serta mencapai
kesejahteraan hidup baik sosial, ekonomi, material, rohani dan lain-lain.
Perkawinan adalah jalan kepenuhan hidup kasih dan hidup Kristiani yang
menggambarkan hubungan Kristus dan Gereja. Agar cinta kasih suami-istri
semakin berkembang hendaklah mereka menanamkan nilai-nilai hidup dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
masing-masing orang tua dan Gereja, supaya menjadikan hidup perkawinan lebih
berarti dan bermakna bagi keduanya juga diharapkan sebuah sikap yang dewasa.
Kepenuhan hidup Kristiani berarti keduanya memiliki komitmen untuk disatukan
dalam perayaan Ekaristi. Kedepannya hidup perkawinan tidak terlepas dari
tantangan, untuk menyikapi setiap problematika kehidupan rumah tangga, tetapi
yakinlah bahwa ada keluarga, teman dan Gereja yang siap untuk mendampingi
sehingga kehidupan perkawinan yang dibangun itu tumbuh menjadi keluarga yang
bahagia dan sejahtera dengan segala isinya menjadi sempurna.
Kesejahteraan suami-istri adalah kesejahteraan keluarga dimana keluarga
adalah tempat pembentukan manusia atau lebih tepatnya memanusiakan manusia.
Di dalam lingkungan keluarga semua anggota mulai dari anak-anak sampai
dengan kakek-nenek diharapkan tumbuh dan berkembang dengan saling
membantu demi terciptanya cinta kasih dan memiliki relasi yang erat satu dengan
yang lain (GS, 52).
Kesejahteraan keluarga dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya
sangat erat hubungannya yang artinya nilai yang diterima dari dalam keluarga
akan terpantul di dalam masyarakat, pengalaman yang baik dan buruk dalam
keluarga akan sangat mempengaruhi tindakan seseorang dalam masyarakat.
Keluarga adalah pendidik utama, tetapi pendidikan yang perlu
ditanamkan oleh orang tua bukan pertama-tama pengetahuan dan perintahperintah malainkan teladan dan sikap termasuk cara berpikir, cara berbicara,
sopan santun, devosi, iman dan sebagainya. Sebab anak adalah peniru yang handal
mereka akan merasakan bahwa pendidikan yang baik justru hanya dengan melihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
bahwa orang tuanya hidup rukun, saling memperhatikan, ramah, sopan, hangat
dan penuh kasih, karena itu sangat pentinglah keluarga sebagai sekolah, harus
memiliki suasana yang dapat membuat para anggotanya itu merasa nyaman (sweet
home) (Budyapranata, 1979: 7).
2) Keterbukaan pada Kelahiran Anak (Bonum Prolis)
Tujuan ini secara spontan disadari oleh setiap orang yang hendak
menikah pada umumnya mereka yang hendak menikah bertujuan untuk
memperoleh keturunan (anak) tujuan ini dianggap sebagai tujuan hakiki dari
perkawinan oleh masyarakat umumnya, tetapi perlu diketahui bahwa dengan
menekankan hubungan pribadi antara suami-istri, Konsili Vatikan II mengoreksi
pandangan dari masa lampau, yang menganggap bahwa perkawinan bukan hanya
untuk melahirkan keturunan sebagai tujuan dalam perkawinan “Perkawinan
diadakan bukan hanya demi adanya keturunan saja” (GS, 50).
Hubungan seksual antara suami-istri mempunyai nilai yang tidak hanya
berkaitan dengan prokreasi (untuk menurunkan anak) tetapi dalam status hidup
dan kedudukannya suami-istri mempunyai karunia yang khas di tengah umat
Allah (LG, 11), sebagai orang tua ayah dan ibu bagi anak-anak yang dilahirkan
diajak untuk bersedia penuh keberanian bekerjasama dengan cinta kasih Sang
Pencipta dan Penyelamat yang melalui mereka makin memperluas dan
memperkaya keluarga-Nya dalam hidup saling berdampingan dan penuh kasih.
Prokreasi bukan tujuan tunggal atau utama perkawinan tetapi tetap
merupakan suatu tugas luhur dan prokreasi bukan peristiwa alam melainkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
peristiwa pribadi yang dijalankan oleh pasangan suami-itri dengan penuh hormat
yang telah direncanakan oleh keduanyaa dengan tanggung jawab penuh demikian
hendaknya suami-istri mempertimbangkan kesejahteraan dan kerukunan keluarga,
masyarakat dan Gereja (GS, 50).
3) Pendidikan Anak
Kristianto dalam Rukiyanto (2013: 19) mendefinisikan anak adalah buah
cinta kasih suami-istri yang hidup yang harus dirawat dan dididik agar dapat
tumbuh dan berkembang mencapai kedewasaannya. Artinya orang tua memiliki
hak sekaligus kewajiban, untuk mendidik anak-anak mereka khususnya dalam
masalah iman dan moral karena orang tua merupakan pendidik pertama bagi
anak-anak, maka sebagai tugas dasariah dari hidup perkawinan dan hidup
berkeluarga orang tua harus mampu memberi contoh dan teladan yang baik bagi
anak-anak yang dilahirkan, dengan memberi perhatian pada pendidikan anak-anak
yang sesuai dengan keyakinan mereka. Artinya orang tua tidak mengabaikan hak
anak untuk memilih apa yang anak inginkan sejauh tidak melanggar nilai-nilai
iman dan moral.
Peran utama orang tua adalah memberi contoh yang baik kepada anakanak sehingga apa yang anak-anak dapatkan dalam keluarga itu juga yang mereka
pancarkan dalam kehidupan mereka di sekolah dan masyarakat. Dengan kata lain
karakter anak ditentukan oleh bagaimana karakter orang tuanya. Dalam tahuntahun terakhir mutu moral pendidikan umum dan pendidikan perindividu merosot,
anak-anak remaja mengganggu ketertiban umum seperti halnya geng motor,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
pergaulan yang tidak sehat, tauran dan masih banyak hal lainnya, menjadi orang
tua yang bertanggung jawab juga mencakup kewajiban untuk menempatkan anakanak dalam lingkungan intelektual yang sehat dan selaras dengan kemampuan
mereka. Anak-anak perlu mendapat pendidikan yang tepat dalam keutamaankeutamaan Kristiani seperti kejujuran dan kemurnian (Marks, 2009: 93).
b. Ciri-ciri Perkawinan Katolik
Menurut (Hadiwardoyo, 2011: 26) menyimpulkan pandangan Paulus
dalam 1 Korintus 7 tentang hakikat perkawinan dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Perkawinan merupakan kesatuan erat antara seorang pria dan seorang
wanita, yang memberikan kepada keduanya hak prerogativ atas
hubungan seksual dengan patnernya dan menjauhkan keduanya dari
bahaya pencabulan; suami istri menikah karena karisma yang mereka
terima dari Allah sendiri; dengan perkawinan, orang Kristen toh tidak
mampu lagi mencurahkan perhatiannya pada Allah karena itu Paulus
lebih senang kalau orang Kristen tidak menikah demi Kerajaan-Nya”.
Artinya, Paulus mau menegaskan bahwa suami-istri harus menghindarkan diri
dari godaan untuk hubungan seksual dengan orang lain karena tubuh suami adalah
milik istri dan tubuh istri adalah milik suami, ditekankan bahwa perkawinan
merupakan kesatuan yang amat erat antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan perkawinan berperan sebagai jalan keluar yang baik dari bahaya
pencabulan karena perkawinan Katolik sifatnya satu dan tak terceraikan.
Ciri-ciri hakiki perkawinan Kristiani ialah (Unitas) kesatuan dan
(Indissolubilitas) tak dapat diputuskan yang dalam perkawinan Kristiani
memperoleh kekukuhan khusus atas dasar sakramen (KHK 1056). Artinya ikatan
perkawinan diperkuat dengan rahmat yang istimewa yang diturunkan dari Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
sendiri kepada suami-istri untuk hidup berdampingan di dalam kasih mesra.
Karena Kristus adalah sumber rahmat kekuatan bagi suami-istri untuk melangkah
maju menuju kepenuhan kasih dan kepenuhan hidup Kristiani dengan saling
mengampuni dan menanggung beban, merendahkan diri seorang kepada yang lain
di dalam takut akan Kristus (Ef. 5: 21) serta saling mengasihi dalam cinta yang
mesra, subur dan adikodrati (PPK, 9) secara singkat ciri-ciri perkawinan kristiani
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Unitas (kesatuan)
Ciri unitas menunjukkan unsur unitif dan monogam unsur unitif ini
dimaksudkan sebagai unsur yang menyatukan suami-istri secara lahir batin karena
tujuan dari perkawinan ialah kesatuan hidup yang tidak terpisahkan dari suamiistri (Hadiwaryono, 2011: 61) Allah menetapkan bahwa ikatan suami-istri tunggal
secara mutlak. Karena perkawinan Kristiani menandakan misteri kesatuan antara
Kristus dan Gereja-Nya yang dinyatakan dalam ciri tunggal, tak terceraikan dan
subur, perkawinan Kristiani berciri tunggal merupakan tanda kasih yang total
dimana keduanya saling memberikan diri secara utuh dengan kata lain tubuh
suami adalah milik istri dan tubuh istri adalah milik suami, keduanya bukan lagi
dua melai
PERMASALAHAN-PERMASALAHAN PERKAWINAN USIA MUDA
YANG ADA DI PAROKI KELUARGA SUCI TERING
KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Maria Dolorosa Tonis
NIM: 121124031
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada
Mama Adelina Tonis dan bapak Welson Lawing (Alm),
bapak Nikolas Laki (Alm) dan mama Yuliana Taek,
mama Teriana dan bapak Murdian Tului,
kakak Elpidus Laki dan Emiliana Noi, adik Norce Sali dan Joni,
kakak Nofri dan Mega, Adik Ririn Maidiana dan Junaidi,
semua keluarga yang mendukung dan mendoakanku,
teman-teman angkatan 2012
dan
Pemerintah Kutai Barat dan Dinas Pendidikan Kutai Barat Kalimantan Timur
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
Kebahagiaan adalah ketika apa yang anda pikirkan
Apa yang anda katakan dan apa yang anda lakukan,
Semua itu di dalam keharmonisan
(Mahatma Gandhi)
Demikianlah tinggal ketiga hal ini,
yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan
yang paling besar diantaranya ialah kasih.
(1Korintus, 13:13)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha kasih dan penyayang, atas
segala rahmat dan kasih-Nya yang berlimpah penulis mampu menyelesaikan sripsi
yang
berjudul
PERMASALAHAN-PERMASALAHAN
PERKAWINAN
USIA MUDA YANG ADA DI PAROKI KELUARGA SUCI TERING
KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR, skripsi ini diajukan guna
memberikan sumbangan pemikiran, gagasan dan ispirasi bagi siapapun yang
memiliki kerinduan dalam mengembangkan Gereja Katolik dimanapun berada.
Proses penyusunan skripsi ini, berjalan dengan lancar karena atas
dukungan dan kebaikan dari banyak orang, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini meskipun mengalami banyak kesulitan. Penulis
mengalami pendampingan, dukungan, motivasi dan perhatian yang diyakini
sebagai perpanjangan kasih dan karya Tuhan dalam membimbing serta
memampukan penulis menyelesaikan skripsi pada kesempatan ini, penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1.
Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ, selaku dosen pembimbing utama dan dosen
penelitian yang dengan setia meluagkan waktu untuk membimbing dan
mendampingi penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran, memberi
masukan dan kritikan, sehingga penulis termotivasi dalam menyelesaikan
skripsi ini.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.
Drs. L. Bambang Hendarto. Y., M. Hum, selaku dosen pembimbing akademik
dan dosen penguji II yang telah meluangkan waktu untuk mempelajari dan
memberi masukan sehubungan dengan skripsi ini.
3.
Martinus Ariya, S.Pd., Mag. Theo selaku dosen penguji III yang telah
meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberikan masukan demi
semakin baiknya skripsi ini.
4.
Para dosen Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah
mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi
ini dengan penuh kasih.
5.
Staf dan karyawan Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang turut
memberi perhatian dan dukungan bagi penulis.
6.
Dinas Pendidikan Daerah Kutai Barat, Kalimantan Timur yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan diri melalui studi hingga
selesai.
7.
Kepada Bapak, Ibu, kakak, adik dan seluruh keluarga yang telah memberikan
dukungan baik moral maupun materiil yang tiada hentinya dengan memberi
cinta dan perhatian serta doa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan
studi.
8.
Sahabat dan teman-teman angkatan 2012 yang telah memberi dukungan
selama bersama dalam studi.
9.
Romo Thomas Lukas Atsui Wiyatngow, MSF, selaku pemimpin Paroki
Keluarga Suci Tering yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................
iv
MOTTO ............................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..........................................................
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................
vii
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
ABSTRACT .......................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ......................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................
xvi
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG .........................................................................
B. RUMUSAN PERMASALAHAN ........................................................
C. TUJUAN PENULISAN .......................................................................
D. MANFAAT PENULISAN ..................................................................
E. METODE PENULISAN ................................................................…
F. SISTEMATIKA PENULISAN ............................................................
1
8
8
9
10
10
BAB II. PERKAWINAN USIA MUDA DAN USIA PERKAWINAN............
13
A. PENGERTIAN PERKAWINAN PADA UMUMNYA DAN
PERKAWINAN MENURUT GEREJA ..............................................
1. Perkawinan pada umumnya ............................................................
13
13
2. Perkawinan Katolik .........................................................................
16
B. PENGERTIAN PERKAWINAN USIA MUDA .................................
1. Perkawinan Usia Muda ...................................................................
27
27
2. Usia yang Cukup untuk Menikah ....................................................
28
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan di usia muda .......... 33
C. PENGERTIAN KEHARMONISAN KELUARGA ............................. 41
1. Keharmonisan keluarga .................................................................... 41
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Faktor-faktor yang mendukung keharmonisan keluarga .................. 43
BAB III. PENELITIAN PERKAWINAN USIA MUDA DI PAROKI
KELUARGA SUCI TERING KUTAI BARAT KALIMANTAN
TIMUR ................................................................................................. 46
A. PAROKI KELUARGA SUCI TERING ............................................... 46
1. Sejarah Singkat Paroki Keluarga Suci Tering .................................. 46
2. Letak Geografis Wilayah Paroki Keluarga Suci Tering................... 47
3. Gambaran Umum Paroki Keluarga Suci Tering .............................. 49
4. Keadaan Perkawinan Usia Muda di Paroki Keluarga Suci Tering .. 53
B. PENELITIAN PERKAWINAN USIA MUDA DI PAROKI
KELUARGA SUCI TERING KUTAI BARAT KALIMANTAN
TIMUR .................................................................................................. 55
1. Metodologi Penelitian ....................................................................... 55
BAB IV. HASIL PENELITIAN
TENTANG
PERMASALAHANPERMASALAH
PERKAWINAN USIA MUDA DI PAROKI
KELUARGA SUCI TERING KUTAI BARAT KALIMANTAN
TIMUR ................................................................................................. 61
A. Hasil Penelitian .................................................................................... 61
1. Laporan Hasil Penelitian .................................................................. 61
BAB V. PERSOALAN PERKAWINAN USIA MUDA BERDASARKAN
HASIL PENELITIAN DI PAROKI KELUARGA SUCI TERING
KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR......................................... 102
A. KETERBATASAN PENELITIAN ..................................................... 102
B. PENGOLAHAN HASIL PENELITIAN ............................................. 103
1. Faktor pendukung............................................................................ 105
2. Faktor penghambat .......................................................................... 110
BAB VI. USULAN PROGRAM DENGAN MODEL REKOLEKSI BAGI
PASANGAN SUAMI ISTRI YANG MENIKAH USIA MUDA
DALAM KURUN WAKTU 1 SAMPAI DENGAN 5 TAHUN
DI PAROKI KELUARGA SUCI TERING KUTAI BARAT
KALIMANTAN TIMUR.................................................................... 117
A. LATAR BELAKANG PEMILIHAN PROGRAM DALAM
BENTUK REKOLEKSI ................................................................... 118
B. USULAN PROGRAM DALAM BENTUK REKOLEKSI BAGI
PASANGAN SUAMI ISTRI YANG USIA PERKAWINAN 1-5
TAHUN DI PAROKI KELUARGA
SUCI
TERING
KALIMANTAN TIMUR ..................................................................... 120
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. TEMA DAN TUJUAN PROGRAM REKOLEKSI ............................
D. MATRIKS PROGRAM.......................................................................
E. GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM ...................................
A. Contoh salah satu Pelaksanaan Program Pengantar dan Tema I
“Hakikat Perkawinan Kristiani” ......................................................
121
126
130
132
BAB VII. PENUTUP ......................................................................................... 146
A.
B.
KESIMPULAN ................................................................................ 146
SARAN ............................................................................................ 147
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 150
1.
2.
KITAB SUCI DAN DOKUMEN GEREJA .................................... 150
BUKU-BUKU ................................................................................. 150
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Penelitian ............................................... (1)
Lampiran 2 : Surat telah Melakukan Penelitian ................................................ (2)
Lampiran 3 : Kuesioner Penelitian .................................................................... (3)
Lampiran 4 : Salah Satu Contoh Jawaban Kuesioner dan Wawancara ............ (6)
Lampiran 5 : Rekap Hasil Kuesioner Penelitian ................................................ (17)
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan Kitab
Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru yang
diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, LAI, (2012).
Kej
: Kejadian
Im
: Imamat
Sir
: Yesus Bin Sirakh
Mat
: Matius
Mrk
: Markus
1Kor : 1 Korintus
Ef
: Efesus
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
KHK
: Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus
Yohanes Paulus II, 25 Januari 1983.
KWI
: Konverensi Waligereja Indonesia
GS
: Gaudium Et Spes (Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja
Dewasa ini, 21 November 1965)
AA
: Apostolicam Actuositatem (Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan
Awam, 18 November 1965)
C. Singkatan Lain
Art
: Artikel
Bdk
: Bandingkan
Kan
: Kanonik
UU
: Undang-Undang
RI
: Republik Indonesia
No
: Nomor
Th
: Tahun
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KK
: Kepala Keluarga
IRT
: Ibu Rumah Tangga
SD
: Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMA : Sekolah Menengah Atas
D3
: Diploma Tiga
S1
: Strata Satu
Alm
: Almarhum
Dll
: Dan lain-lain
Jl
: Jalan
Kec
: Kecamatan
Kab
: Kabupaten
RT
: Rukun Tetangga
LCD
: Liquid Crystal Display
SJ
: Serikat Yesus
SCJ
: Serikat Cinta Yesus
Pr
: Projo
MSF : Missionarium a Sacra Familia (Misionaris Keluarga Kudus)
Dkk
: Dan kawan-kawan
NTT
: Nusa Tenggara Timur
Km
: Kilometer
\
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkawinan merupakan salah satu anugerah paling besar karena dihidupi
di dalam keharmonisan tetapi anugerah itu dapat menjadi suatu kekecewaan berat
bagi mereka yang menghampirinya secara tidak hormat atau mempersiapkannya
secara salah. Karena perkawinan yang berhasil dapat menjadikan suami-istri
bersemangat dan bertahan dalam menghadapi segala situasi yang masing-masing
anggota keluarga mampu menyikapi, membangun, menumbuhkan, merawat dan
memeliharanya.
Perkawinan menghadapi tantangan dan cobaan dari zaman ke zaman. Di
zaman modern ini, tantangan dan cobaan terhadap keutuhan perkawinan semakin
berat karena sikap individualisme, hedonisme, konsumerisme, sekuarisme, dan
pendewaaan nilai kebebasan yang dapat melunturkan nilai-nilai dalam hidup
perkawinan seperti kesatuan, kerukunan, kesabaran dan lain sebaginya (Purnomo,
2015: 10). Perkawinan usia muda sering mendapat tantangan dalam kehidupan
rumah tangga yang dapat berakibat terhadap pasangan suami-istri, anak-anak yang
dilahirkan dan orang tua masing-masing keluarga. Hal ini dapat disebabkan
karena baik fisik dan psikis pasangan suami-istri belum dewasa atau belum siap
untuk membina rumah tangga sehingga sering terjadi kesalahpahaman,
kecemburuan, komunikasi yang tidak lancar, marah, takut, khawatir dan saling
membenci, apabila keduanya berada dalam situasi perkawinan yang tidak bahagia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
maka perkembangan mereka akan terhambat baik individu maupun sosialnya.
Emosi yang tidak stabil memungkinkan banyak pertengkaran dan mereka yang
bertengkar cenderung masih kekanak-kanakan artinya mereka belum mampu
mengendalikan emosi dengan baik, emosi yang tidak stabil biasanya ada pada
masa anak remaja atau orang muda. Masa remaja adalah masa transisi ke taraf
kedewasaan, masa remaja berlangsung antara usia 11/12 tahun sampai dengan
18/19 tahun, dalam usia tersebut mereka mengalami masa pertumbuhan dan
perkembangan fisik maupun perkembangan psikis. Mereka bukan lagi anak-anak
baik bentuk badan atau cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang
dewasa yang telah matang (Supriyati, 2013: 12).
Perkawinan zaman ini kebanyakan dimulai dengan tingginya daya
romantisme, tetapi dalam kehidupan perkawinan romantisme saja tidak cukup
harus ada sebuah komitmen dan komitmen itulah selalu tidak ada pada orang
muda, sehingga menjelang perkawinan biasanya masing-masing dari mereka
hanya memiliki kesadaran yang dangkal mengenai keinginan, kebutuhan dan
pengharapan yang dimiliki pasangannya selama masa itu (setelah menikah) justru
kebutuhan yang tidak pentinglah yang mendapat perhatian (Wright, 2013: 116).
Cara berpikir yang romantisme sering kali membuat mereka buta. Artinya
perbedaan pengharapan tentang perkawinan karena orang muda sering mengalami
emosi yang tidak stabil dalam hal berkomitmen, hal ini akan membuat perkawinan
hanya sebatas pada romantisme. Komitmen adalah ikrar atau janji yang mengikat,
ikrar yang harus diwujudkan, bagaimanapun halangannya ini adalah penyerahan
total diri seseorang kepada orang lain (Wright, 2013: 10).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Perkawinan bukan hanya sekedar menyatukan diri sebagai jawaban atas
permasalahan yang sedang dihadapi, seperti memenuhi kebutuh lahiriah semata
tetapi lebih dari itu perkawinan merupakan sebuah ikatan lahir-batin antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami-istri dengan tujuan
membentuk keluarga, melahirkan anak, membangun hidup kekerabatan yang
bahagia dan sejahtera (PPK, 7).
Dengan demikian perkawinan hendaknya dipandang sebagai pintu
menuju pengembangan diri pengembangan yang dimaksud adalah pertama-tama
dimensi spiritual, karena tujuan dasar perkawinan bukanlah untuk memasukkan
dua ego ke dalam “perkumpulan orang-orang yang saling mengagumi” dan bukan
sekedar untuk memperbanyak keturunan, tetapi perkawinan diarahkan untuk
pencapaian tujuan hidup yang mendasar bagi setiap pribadi, yaitu memperluas
kesadaran manusia yang terbatas menuju kesadaran universal (Walters, 2006: 35).
Kesadaran universal yang dimaksud adalah masing-masing pribadi diarahkan
untuk memahami makna tujuan perkawinan yaitu demi kesejahteran suami-istri,
anak-anak dan pendidikan anak, serta membangun kerukunan dalam hidup
bermasyarakat.
Hidup perkawinan Kristiani tidak terlepas dari persoalan hidup berumah
tangga, baik itu perkelahian, kesalahpahaman, perbedaan pendapat dan lain
sebagainya, hal tersebut berdampak pada penurunan nilai kesadaran suami-istri
akan tujuan perkawinan. Pada intinya tujuan perkawinan diarahkan untuk
mengembangkan dan memurnikan cinta kasih suami-istri menuju kesejahteraan
dan kebahagian hidup bersama (GS, 49). Setiap orang ingin hidup bahagia begitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
pula dalam hidup perkawinan orang yang ingin membangun hidup rumah tangga
harus tahu tujuan dari perkawinan itu sendiri, karena mengambil keputusan untuk
menikah adalah sebuah tanggung jawab yang sangat besar, tanggung jawabnya
yaitu pemberian seluruh diri untuk mensejahterakan keluarganya bagaimanapun
halangannya. Melalui pengalaman emprik peneliti pernah hidup dalam sebuah
keluarga dan dekat dengan sejumlah keluarga, mendengarkan cerita hidup
perkawinan mereka terutama hidup perkawinan keluarga muda, mulai dari yang
menyenangkan sampai dengan cerita yang menyedihkan seperti merasa putus asa
dan tidak mampu mempertahankan hidup rumah tangganya hingga ada niat untuk
berpisah, selain itu peneliti juga mengalami sendiri bagaimana hidup perkawinan
orang tua mengalami kehancuran yang berujung pada ambang perceraian.
Ungkapan untuk menyejahterakan mudah dikatakan, tetapi kenyataan
dalam menjalankannya sangat sulit hal ini yang menjadi persoalan bahwa hidup
perkawinan itu tidak mudah hal tersebut bisa dapat terjadi karena ketidak
mampuan pasangan suami-istri untuk keluar dari masa krisis dan tidak mampu
mengatasi kekecewaan, kejengkelan, keputusasaan dalam menghadapi pasangan
mereka sehingga akhirnya mereka memilih untuk berpisah.
Tahun 1974 di Indonesia telah merumuskan Undang-Undang perkawinan
yang dikenal dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Artinya tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang
bahagia, kekal dan sejahtera dengan demikian kesejahteraan dalam perkawinan
tidak dapat diharapkan dari mereka yang kurang matang baik fisik, emosional,
kedewasaan dan tanggung jawab, syarat perkawinan dalam Undang-Undang
perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang kematang bagi calon suami-istri
tercantum dalam pasal 7 ayat (1), bahwa pekawinan hanya diizinkan jika pihak
laki-laki telah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita berusia 16 tahun (Asmin
1986: 18-22). Dalam Kanon 1083:§1 ditetapkan bahwa laki-laki sebelum berumur
genap 16 tahun dan perempuan sebelum berumur genap 14 tahun tidak dapat
melangsungkan perkawinan yang sah. Meskipun batas perkawinan telah
ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan
dalam Kanon 1083:§1. Tetapi dalam prakteknya masih banyak dijumpai
perkawinan pada usia muda masih sangat tinggi.
Perkawinan usia muda dapat didefinisikan sebagai ikatan lahir batin
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri yang
masih remaja, orang yang digolongkan sebagai remaja adalah mereka yang
berusia 11 sampai dengan 24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia
(Sarlito, 2015: 18).
Paroki Keluarga Suci Tering merupakan salah satu paroki tertua di
Kalimantan Timur, di sini tonggak sejarah perkembangan misi Gereja Katolik
oleh para misionaris MSF. Awal mulanya pusat misi berada di Paroki Hati Kudus
Yesus, Laham dan karena mempertimbangkan keadaan geografis untuk akses
keluar sangat sulit, maka pada tahun 1932 Paroki Keluarga Suci Tering menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
pusat misi para misionaris MSF hingga saat ini. Pusat paroki terletak di tepi
sungai Mahakam, jaraknya ±50 meter dari tepi sungai Mahakam. Paroki Keluarga
Suci Tering memiliki ±1.898 kepala keluarga dan secara keseluruhan umat
berjumlah ±7.823 jiwa termasuk anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua dari
sekian banyaknya umat di Paroki Keluarga Suci Tering yang telah menikah di
tahun 2016 ini ±63 pasang dan yang menikah di usia muda berjumlah ±10 pasang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari paroki, umat Paroki Keluarga Suci
Tering sangat pasif, dimana umat mempercayakan seluruh kegiatan yang
berkaitan dengan gereja diserahkan kepada pastor atau pelayan pastoral yang lain.
Umat kurang semangat untuk aktif dalam kehidupan menggereja dan tidak peduli
dengan kebutuhan rohani, dapat disimpulkan bahwa pemahaman umat tentang
perkawinan masih sangat minim, hal tersebut membuktikan bahwa perkawinan
usia muda masih saja terjadi. Mereka yang cendrung menikah di usia muda
banyak terdapat di daerah pedalaman yang sulit dijangkau hal ini bisa saja terjadi
karena keadaan ekonomi keluarga, pergaulan bebas dan lain-lain. Dalam hal ini
umat diharapkan sadar, terutama orang-orang muda untuk memahami tentang
resiko-resiko dari perkawinan usia muda, kesadaran umat sangat penting karena
kesadaran dapat merubah hidup seseorang menjadi lebih baik terutama dalam
memperkembangkan masa sepan bangsa dan Gereja.
Beberapa fenomena perkawinan usia muda menunjukkan bahwa
keluarga-keluarga Kristiani belum menghayati secara utuh hidup perkawinan
dalam
menyejahterakan
dan
membahagiakan
keluarga.
Kesadaran
dan
penghayatan janji perkawinan adalah mutlak perlu sebagai syarat demi keutuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
sebuah ikatan perkawinan keluarga Kristiani, kesejahteraan suami istri memang
bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan dan dihidupi, tetapi kesejahteraan
itu tetap merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan perkawinan di
mana kesejahteraan itu menjadi tolak ukur kehidupan perkawinan yang bahagia
dan sejahtera.
Dari latar belakang di atas mengenai beberapa permasalahan perkawinan
usia muda dan kesejahteraan suami istri adalah sangat perlu dan penting.
Mengingat perkawinan usia muda sering mengalami ketidakbahagiaan dan
kesejahteraan dalam rumah tangga, maka bisa dikatakan hal ini menjadi salah satu
persoalan umat di Paroki Keluarga Suci Tering. Mereka yang menikah di usia
muda cenderung mengalami ketidakharmonisan dalam keluarga di mana
keduanya masih memiliki ego yang tidak stabil dalam memaknai sebuah
persoalan, maka penulis memutuskan untuk mengangkat topik perkawinan usia
muda sebagai topik utama dalam seluruh pembahasan skripsi, berdasarkan uraian
dalam latar belakang tersebut di atas, maka penulis menyusun skripsi ini dengan
judul “Permasalahan-Permasalahan Perkawinan Usia Muda yang ada di
Paroki Keluarga Suci Tering Kutai Barat Kalimantan Timur”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
B. RUMUSAN PERMASALAHAN
Bedasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka penulis
dapat mengemukakan beberapa rumusan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Apa itu perkawinan usia muda ?
2. Apa permasalahan perkawinan usia muda yang mendukung dan yang tidak
mendukung yang ada di Paroki Keluarga Suci Tering Kutai Barat
Kaliamantan Timur?
3. Upaya apa yang dilakukan untuk membantu keluarga muda Katolik dalam
menyelesaikan problematika rumah tangga di Paroki Keluarga Suci Tering
Kutai Barat Kalimantan Timur?
C. TUJUAN PENULISAN
Dalam skripsi ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai diantarnya
adalah sebagai berikut:
1. Memperdalam pemahaman tentang perkawinan usia muda.
2. Mengetahui dan memahami apa saja permasalahan perkawinan usia muda di
Paroki Keluarga Suci Tering Kutai Barat Kalimantan Timur.
3. Mengetahui dan menemukan cara dalam mengatasi problematika rumah
tangga keluarga muda dalam terang Injil demi tercipta keluarga Kristiani
yang baik di Paroki Keluarga Suci Tering Kutai Barat Kalimantan Timur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
D. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi umat
Menambah
pengetahuan
empirik
tentang
permasalah-permasalahan
perkawinan usia muda dan pengaruhnya terhadap keluarga Kristiani. Selain
itu juga diharapkan umat dapat menanamkan sikap sosialis untuk mencegah
terjadinya perkawinan usia muda.
2. Bagi Paroki Keluarga Suci Tering
Membantu paroki untuk berpastoral bagi orang muda atau anak-anak remaja
agar menghindari perkawinan usia muda. Membantu paroki dan pasanganpasangan yang akan menikah untuk memahami arti perkawinan dan tujuan
perkawinan Kristiani.
3. Bagi peneliti
Dapat
mengetahui
secara
lebih
mendalam
tentang
permasalahan-
permasalahan perkawinan usia muda dalam keluarga Kristiani yang
berpengaruh terhadap keluarga Kristiani, dengan mengetahui dan memahami
peneliti dapat mencegah perkawinan usia muda dan membantu meringankan
problematika rumah tangga keluarga muda dengan berpastoral atau
berkatekese.
4. Bagi Universitas Sanata Dharma
Sebagai tambahan sumber bacaan bagi perpustakaan Universitas Sanata
Dharma dan menjadi acuan bagi peneliti lebih lanjut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
E. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif
dengan memanfaatkan studi pustaka dan penelitian lapangan. Penelitian kualitatif
yaitu sebagai prosedur penelitian yang mengjhasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong,
1989: 3). Sedangkan studi pustaka dan penelitian lapangan yaitu dengan
menggunakan kuesioner dan instrumen wawancara yang topiknya bersumber dari
rumusan masalah, penulis membahas hasil penelitian dan menarik kesimpulan
terhadap penelitian tersebut, penulis memanfaatkan studi pustaka untuk
mendukung pembahasannya untuk memperkuat teori.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Judul skripsi ini adalah permasalahan-permasalahan perkawinan usia
muda yang ada di Paroki Keluarga Suci Tering Kutai Barat Kalimantan Timur.
Berikut penulis menguraikan gambaran umum mengenai sistematika penulisan
yang hendak dibahas dalam penulisan skripsi:
Bab I menguraikan pendahuluan, meliputi: latar belakang penelitian,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode dan sistematika
penulisan.
Bab II penulis menguraikan kajian pustaka tentang perkawinan usia
muda dan usia perkawinan, meliputi: deskripsi perkawinan pada umumnya,
perkawinan Katolik, perkawinan usia muda, tujuan perkawinan, ciri-ciri
perkawinan, usia yang cukup untuk menikah, kemudian diuraikan pula faktor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
pendukung dan faktor penghambat yang memperngaruhi perkawinan usia muda
dalam mewujudkan perkawinan yang harmonis, antara lain: faktor kepribadian,
internal keluarga, ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, alat komunikasi,
iman, dan sosial.
Bab III berisikan penelitian perkawinan usia muda di Paroki Keluarga
Suci Tering Kutai Barat Kalimantan Timur terhadap pasangan suami-isri Katolik
yang usia perkawinan 1 sampai dengan 5 tahun, meliputi: sejarah singkat Paroki
Keluarga Suci Tering, gambaran umum paroki, keadaan perkawinan usia muda di
Paroki Keluarga Suci Tering, jenis penelitian, variabel penelitian, instrumen
penelitian, waktu dan tempat, populasi dan sampel, teknik analisis serta hasil
penelitian.
Bab IV berisikan keterbatasan penelitian dan pengolahan hasil penelitian
tentang permasalahan-permasalahan perkawinan usia muda yang ada di Paroki
Keluarga Suci Tering Kutai Barat Kalimantan Timur dengan mendeskripsikan
penelitian dan mungulasnya secara mendalam.
Bab V berisikan usulan program katekese dengan model rekoleksi bagi
pasangan suami-istri yang menikah di usia muda dalam kurun waktu 1 sampai
dengan 5 tahun di Paroki Keluarga Suci Tering Kutai Barat Kalimantan Timur,
meliputi: latar belakang pemilihan program, usulan program dalam bentuk
rekoleksi, tema dan tujuan program rekoleksi, matriks program, gambaran
pelasanaan program, contoh pelaksanaan program.
Bab VI adalah penutup berisikan kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Demikian proses berpikir penulis yang dituangkan dalam skripsi ini.
Penulis berharap penulisan mengenai permasalahan-permasalahan perkawinan
usia muda berguna bagi pasangan keluarga muda khususnya Gereja dan pada
umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PERKAWINAN USIA MUDA DAN USIA PERKAWINAN
A. PENGERTIAN
PERKAWINAN
PADA
UMUMNYA
DAN
PERKAWINAN MENURUT GEREJA
1.
Perkawinan pada umumnya
Di Indonesia sejak tahun 1974 telah dirumuskan undang-undang
perkawinan yang dikenal dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan yang berbunyi:
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Menurut Sadjono dalam Asmin (1986: 19) “ikatan lahir” berarti berarti
dalam batin suami-istri yang bersangkutan terkandung niat yang sungguh-sungguh
untuk hidup bersama sebagai suami istri dengan tujuan membentuk dan membina
keluarga yang bahagia dan kekal, ikatan tersebut prinsipnya mengandung asas
monogam. Artinya perkawinan sah terjadi apabila yang melangsungkan
perkawinan itu ialah seorang laki-laki dan seorang perempuan dan perkawinan sah
dilakukan menurut hukum masing-masing agama atau kepercayaan diluar itu tidak
sah (PPK 2011: 7). Perkawinan bersifat monogam memiliki arti bahwa
perkawinan itu hanya sah apabila dilaksanakan oleh seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan yang bersifat kekal artinya tak terceraikan bahwa perkawinan
yang telah dilangsungkan secara sah tidak dapat diceraikan atau diputuskan oleh
kuasa manapun kecuali oleh kematian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Perkawinan adalah sebuah ikatan lahir-batin antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga,
melahirkan anak, membangun hidup kekerabatan yang bahagia dan sejahtera
(PPK, 7), perkawinan dipandang sebagai ikatan lahir-batin dengan tujuan
membentuk keluarga dan melahirkan anak serta hidup bahagia, maka perkawinan
layaknya diartikan sebagai lembaga yang suci dengan memiliki tujuan yang jauh
lebih tinggi daripada sekedar pemenuhan kepentingan diri (Walters, 2006: 159).
Jika perkawinan tidak dipandang sebagai lembaga yang suci demi perkembangan
diri yang jauh lebih tinggi, hal ini bisa menjadi rintangan untuk terwujudnya
kebahagiaan sejati (harmonis), pasangan yang menikah hanya demi pemuasan diri
sendiri akan lebih mengikat dan membatasi diri sendiri serta memperkuat ego
dengan demikian perkawinan yang dibangun tidak akan bertahan.
a.
Tujuan Perkawinan pada Umumnya
Setiap orang memiliki tujuan hidupnya masing-masing, demikian juga
hidup perkawinan perlu ada tujuan hidup yang jelas, karena setiap orang memiliki
tujuan hidupnya masing-masing tentu seorang laki-laki dan seorang perempuan
memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda tetapi karena telah disatukan dalam
sebuah perkawinan selayaknya tujuan yang berbeda itu harus dibulatkan agar
menjadi satu tujuan yang sama untuk membentuk hidup rumah tangga yang
bahagia.
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, pasal 1 pada anak kalimat
kedua berbunyi: “….dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Rumusan tersebut
mengandung harapan bahwa dengan melangsungkan perkawinan akan diperoleh
suatu kebahagia artinya kebahagiaan yang ingin dicapai bukanlah kebahagiaan
yang sifatnya sementara saja, tetapi kebahagiaan kekal membangun hidup rumah
tangga yang bahagia dan kekal harus didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa,
pandangan ini sejalan dengan sifat religious dari bangsa Indonesia yang mendapat
realisasinya di dalam kehidupan beragama dan bernegara (Asmin, 1986: 20).
Tujuan yang tidak sama antara pasangan suami-istri akan menjadi
sumber permasalahan dalam keluarga, karena jika salah satunya ingin hidup
bahagia dengan melahirkan, menjalin kekerabatan dan membentuk keluarga yang
bahagia sedangkan salah satunya hanya ingin hidup bersama untuk memenuhi
kebutuhan biologisnya semata, maka akan sangat sulit bagi pasangan tersebut
untuk mencapai tujuan perkawinan yang bahagia dan kekal.
Tidak mudah tetapi tidak berarti tidak dapat dilaksanakan, karena itu
perlu ditekankan bahwa antara suami dan istri demi untuk membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal selamanya perlu mempersatukan tujuan yang ingin
dicapai dalam perkawinan dan harus sungguh-sunghuh diresapi dan disadari
bahwa tujuan itu akan dicapai secara bersama-sama, bukan hanya oleh suami atau
istri saja. Karena tanpa ada kesatuan tujuan dan tanpa adanya kesadaran bahwa
tujuan harus dicapai bersama-sama, maka dapat kita bayangkan bahwa keluarga
itu akan mudah mengalami hambatan-hambatan yang akhirnya membawa mereka
jauh dari kebahagiaan, karena tujuan perkawinan merupakan titik tujuan bersama
yang akan diusahakan dan untuk dicapai bersama-sama (Walgito, 1984: 11).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
2.
Perkawinan Katolik
Perkawinan memurut Kitab Suci, menjadi suami-istri berarti suatu
kebutuhan
total
dalam
kehidupan
seseorang
dimana
keduanya
saling
membutuhkan satu sama lain, Kitab Kejadian mengatakan: “Sebab itu seorang
laki-laki akan meninggalkan ayah-ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga
keduanya menjadi satu daging (Kej. 2:24)”.
Perikop ini menceritakan kesatuan antara dua pribadi yang mana seorang
laki-laki dan seorang perempuan memulai hidup baru sebagai suami-istri,
demikian hendak ingin diungkapkan bahwa perkawinan Katolik adalah
perkawinan yang sifatnya satu atau monogam (Iman Katolik, 2012: 435). Menjadi
satu daging merupakan unsur utama dalam sebuah perkawinan, kesatuan tersebut
bukan soal “kontrak” atau janji semata, lebih dari itu keduanya menjadi manusia
baru yang bersatu meliputi seluruh hidup jiwa dan badan.
Perkawinan adalah ikatan yang mempersatukan antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan ikatan tersebut menyatukan keduanya dalam hal fisik,
emosi, rohani, kekuatan, kelemahan dan lain sebagainya. Karena itu mereka
sungguh-sungguh menjadi satu manusia baru dan dalam kesatuan tersebut mereka
harus menyadari bahwa Kristus sendiri yang telah mempersatukan mereka dalam
ikatan perkawinan. Dengan demikian kesatuan mereka adalah menjadi wakil
Allah di dunia yang melaksanakan mandat dari Allah, yaitu berkembang dan
beranak cucu, perempuan menjadi patner bagi laki-laki untuk melahirkan
keturunan yang akan mengisi muka bumi (Purnomo, 2015: 38).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Hakikat perkawinan adalah sebuah perjanjian (foedus, consensus,
convenant) merupakan tindakan kemauan antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan
untuk
kebersamaan
seluruh
hidup
Kitab
Hukum
Kanonik
menjelaskan:
“Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan
seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium)
seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan
suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak,
antara orang-orang yang dibabtis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke
martabat sakramen (Kanon No 1055-§1)”.
Arti perjanjian nikah adalah tindakan kemauan untuk saling memberi dan
menerima dalam Kitab Hukum Kanononik 1057-§1-2 menjelaskan:
“Kesepakatan pihak-pihak yang dinyatakan secara legitim antara orangorang yang menurut hukum mampu, membuat perkawinan: kesepakatan
itu tidak dapat diganti oleh kuasa manusia manapun §2 Kesepakatan
perkawinan adalah tindakan kehendak dengan seorang laki-laki dan
seorang perempuan saling menyerahkan diri dan saling menerima untuk
membentuk perkawinan dengan perjanjian yang tidak dapat ditarik
kembali”.
Kanon-kanon ini hendak menjelaskan bahwa perjanjian tersebut adalah
tindakan kemauan untuk saling memberi dan menerima sejauh laki-laki dan
perempuan yang hendak menikah membuat kesepakatan yang muncul dari
keinginan sendiri dan bukan dari kehendak orang lain, karena kesepakatan
tersebut tidak dapat digantikan oleh kuasa manapun.
Tuhan yang telah menciptakan manusia karena cinta dan memanggil
manusia untuk mencinta, merupakan suatu panggilan kodrati dan mendasar dari
setiap manusia (KGK 1604, 7) Gereja mengajarkan bahwa perkawinan adalah
persekutuan hidup dan kasih mesra antara suami-istri, yang diadakan oleh Sang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukum-Nya dan Allah sendirilah
pencipta Perkawinan (GS, 48). Dengan demikian perkawinan dipandang sebagai
suatu ikatan suci demi kesejahtraan suami-istri dan kelahiran anak serta
pendidikan anak dan tidak hanya tergantung pada kemauan manusiawi sematamata, tetapi juga kehendak Allah (PPK, 8 b) yang artinya mereka hendaknya
memandang perkawinan itu sebagai cinta kasih Allah kepada umat-Nya.
Kekhasan perkawinan Katolik berbeda dengan perkawinan pada
umumnya (formacanonica) contohnya pada Kanon 1108-§1:
“Perkawinan hanyalah sah bila dilangsungkan dihadapan Ordinaris
wilayah atau Pastor-pastor atau imam atau diakon yang diberi delegasi
oleh salah satu dari mereka itu, yang meneguhkannya, serta dengan tetap
berlaku kekecualian-kekecualian yang disebutkan dalam kanon-kanon
144, 1112, §1, 1116 dan 1127 §1-2”.
Kanon No 1108-§1 memberikan prinsip umum untuk sahnya tata peneguhan
nikah orang Katolik, yaitu perkawinan harus dilangsungkan dihadapan: ordinaris
wilayah atau pastor paroki atau seorang imam atau diakon yang mendapatkan
delegasi atau dari ordinaris wilayah atau dari pastor paroki. Mereka ini adalah
saksi resmi (testis qualificatus) yang bertugas untuk meneguhkan perkawinan,
sebab tanpa mereka perkawinan itu tidak akan terlaksana dan tidak dapat
dikatakan sah dalam Gereja.
Perkawinan adalah kesepakatan nikah antara masing-masing pribadi
yaitu antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kemampuan serta bakat yang dimiliki, juga dipandang sebagai
salah satu sekolah Allah yang terbaik, dapat menjadi tempat suami-istri
dimurnikan, sisi-sisi yang kasar secara bertahap dihaluskan, saling bekerja sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
berpadu semakin mendalam, halus, penuh kasih sayang dan memuaskan
keduabelah pihak.
Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah komitmen yang mencakup
tiga pribadi, yakni suami, istri dan Yesus Kristus, karena perkawinan adalah ikrar
untuk saling setia dan tunduk satu sama lain (Wright, 2013:11-12). Firman Allah
menunjukkan bahwa komitmen perkawinan itu kudus sekaligus praktis dimana
Allah menggunakan hubungan perkawinan untuk menggambarkan hubungan-Nya
dengan Gereja sebagai mempelai wanita-Nya dan berkomitmen untuk mencintai
tanpa syarat.
a.
Tujuan Perkawinan Katolik
Tujuan perkawinan Katolik kurang lebih sama dengan tujuan perkawinan
pada umumnya yaitu demi kesejahteraan keluarga, tetapi lebih dari itu tujuan
perkawinan Katolik lebih dirincikan lagi seperti yang tertulis di dalam Kitab
Hukum Kanonik: “Menurut ciri kondratinya terarah pada kesejahteraan suami istri
(bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak (KHK 1055-§1)”.
Tujuan pertama yaitu kesejahteraan suami-istri artinya kesejahteraan
lahiriah berupa (pangan, sandang, papan) dan kesejahteraan batiniah berupa
(mapan, harmoni, kecocokan hati) suami-istri adalah pasangan atau patner hidup
yang diberikan oleh Tuhan sendiri sebagai tanda cinta-Nya, maka sebagai wujud
syukur suami-istri diharapkan saling mencintai satu sama lain dengan sepenuh
hati sampai akhir hidup artinya cinta dan kesetiaan masing-masing adalah sebagai
wujud cinta dan kesetiaan pada Tuhan. Tujuan yang kedua ialah kesejahteraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
anak artinya dengan perkawinan keduanya terbuka terhadap keturunan, mendidik,
membersarkan anak, dengan demikian tujuan perkawinan diarahkan untuk
mengembangkan dan memurnikan cinta kasih suami-istri menuju kesejahteraan
dan kebahagiaan hidup bersama (GS, 49).
Tujuan perkawinan berarti suami-istri tidak hanya sekedar membentuk
sebuah persekutuan hidup dalam ikatan perkawinan, tetapi demi kebahagiaan dan
kesejahteraan keduanya serta terbuka pada kelahiran anak dan pendidikan anak
(Rubiayatmoko, 2015: 19), secara singkat tujuan perkawinan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Demi Kebahagiaan atau Kesejahteraan Suami-Istri
Kristianto dalam Rukiyanto (2013: 92) merumuskan perkawinan
bertujuan untuk mengembangkan dan memurnikan cinta kasih suami-istri,
kebahagiaan, kesejahteraan, kedamaian, keharmonisan, kesetiaan, serta keutuhan
adalah tanda otentik cinta suami-istri yang sungguh hidup dan berkembang
semakin murni, cinta yang demikian mampu memperkaya dan mempersatukan
keakraban suami-istri, untuk terciptanya suasana yang dengan demikian dapat
diupayakan melalui tujuan yang sekunder dalam perkawinan, bersifat sekunder
artinya memperoleh keturunan, pemenuhan kebutuhan seksual, serta mencapai
kesejahteraan hidup baik sosial, ekonomi, material, rohani dan lain-lain.
Perkawinan adalah jalan kepenuhan hidup kasih dan hidup Kristiani yang
menggambarkan hubungan Kristus dan Gereja. Agar cinta kasih suami-istri
semakin berkembang hendaklah mereka menanamkan nilai-nilai hidup dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
masing-masing orang tua dan Gereja, supaya menjadikan hidup perkawinan lebih
berarti dan bermakna bagi keduanya juga diharapkan sebuah sikap yang dewasa.
Kepenuhan hidup Kristiani berarti keduanya memiliki komitmen untuk disatukan
dalam perayaan Ekaristi. Kedepannya hidup perkawinan tidak terlepas dari
tantangan, untuk menyikapi setiap problematika kehidupan rumah tangga, tetapi
yakinlah bahwa ada keluarga, teman dan Gereja yang siap untuk mendampingi
sehingga kehidupan perkawinan yang dibangun itu tumbuh menjadi keluarga yang
bahagia dan sejahtera dengan segala isinya menjadi sempurna.
Kesejahteraan suami-istri adalah kesejahteraan keluarga dimana keluarga
adalah tempat pembentukan manusia atau lebih tepatnya memanusiakan manusia.
Di dalam lingkungan keluarga semua anggota mulai dari anak-anak sampai
dengan kakek-nenek diharapkan tumbuh dan berkembang dengan saling
membantu demi terciptanya cinta kasih dan memiliki relasi yang erat satu dengan
yang lain (GS, 52).
Kesejahteraan keluarga dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya
sangat erat hubungannya yang artinya nilai yang diterima dari dalam keluarga
akan terpantul di dalam masyarakat, pengalaman yang baik dan buruk dalam
keluarga akan sangat mempengaruhi tindakan seseorang dalam masyarakat.
Keluarga adalah pendidik utama, tetapi pendidikan yang perlu
ditanamkan oleh orang tua bukan pertama-tama pengetahuan dan perintahperintah malainkan teladan dan sikap termasuk cara berpikir, cara berbicara,
sopan santun, devosi, iman dan sebagainya. Sebab anak adalah peniru yang handal
mereka akan merasakan bahwa pendidikan yang baik justru hanya dengan melihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
bahwa orang tuanya hidup rukun, saling memperhatikan, ramah, sopan, hangat
dan penuh kasih, karena itu sangat pentinglah keluarga sebagai sekolah, harus
memiliki suasana yang dapat membuat para anggotanya itu merasa nyaman (sweet
home) (Budyapranata, 1979: 7).
2) Keterbukaan pada Kelahiran Anak (Bonum Prolis)
Tujuan ini secara spontan disadari oleh setiap orang yang hendak
menikah pada umumnya mereka yang hendak menikah bertujuan untuk
memperoleh keturunan (anak) tujuan ini dianggap sebagai tujuan hakiki dari
perkawinan oleh masyarakat umumnya, tetapi perlu diketahui bahwa dengan
menekankan hubungan pribadi antara suami-istri, Konsili Vatikan II mengoreksi
pandangan dari masa lampau, yang menganggap bahwa perkawinan bukan hanya
untuk melahirkan keturunan sebagai tujuan dalam perkawinan “Perkawinan
diadakan bukan hanya demi adanya keturunan saja” (GS, 50).
Hubungan seksual antara suami-istri mempunyai nilai yang tidak hanya
berkaitan dengan prokreasi (untuk menurunkan anak) tetapi dalam status hidup
dan kedudukannya suami-istri mempunyai karunia yang khas di tengah umat
Allah (LG, 11), sebagai orang tua ayah dan ibu bagi anak-anak yang dilahirkan
diajak untuk bersedia penuh keberanian bekerjasama dengan cinta kasih Sang
Pencipta dan Penyelamat yang melalui mereka makin memperluas dan
memperkaya keluarga-Nya dalam hidup saling berdampingan dan penuh kasih.
Prokreasi bukan tujuan tunggal atau utama perkawinan tetapi tetap
merupakan suatu tugas luhur dan prokreasi bukan peristiwa alam melainkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
peristiwa pribadi yang dijalankan oleh pasangan suami-itri dengan penuh hormat
yang telah direncanakan oleh keduanyaa dengan tanggung jawab penuh demikian
hendaknya suami-istri mempertimbangkan kesejahteraan dan kerukunan keluarga,
masyarakat dan Gereja (GS, 50).
3) Pendidikan Anak
Kristianto dalam Rukiyanto (2013: 19) mendefinisikan anak adalah buah
cinta kasih suami-istri yang hidup yang harus dirawat dan dididik agar dapat
tumbuh dan berkembang mencapai kedewasaannya. Artinya orang tua memiliki
hak sekaligus kewajiban, untuk mendidik anak-anak mereka khususnya dalam
masalah iman dan moral karena orang tua merupakan pendidik pertama bagi
anak-anak, maka sebagai tugas dasariah dari hidup perkawinan dan hidup
berkeluarga orang tua harus mampu memberi contoh dan teladan yang baik bagi
anak-anak yang dilahirkan, dengan memberi perhatian pada pendidikan anak-anak
yang sesuai dengan keyakinan mereka. Artinya orang tua tidak mengabaikan hak
anak untuk memilih apa yang anak inginkan sejauh tidak melanggar nilai-nilai
iman dan moral.
Peran utama orang tua adalah memberi contoh yang baik kepada anakanak sehingga apa yang anak-anak dapatkan dalam keluarga itu juga yang mereka
pancarkan dalam kehidupan mereka di sekolah dan masyarakat. Dengan kata lain
karakter anak ditentukan oleh bagaimana karakter orang tuanya. Dalam tahuntahun terakhir mutu moral pendidikan umum dan pendidikan perindividu merosot,
anak-anak remaja mengganggu ketertiban umum seperti halnya geng motor,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
pergaulan yang tidak sehat, tauran dan masih banyak hal lainnya, menjadi orang
tua yang bertanggung jawab juga mencakup kewajiban untuk menempatkan anakanak dalam lingkungan intelektual yang sehat dan selaras dengan kemampuan
mereka. Anak-anak perlu mendapat pendidikan yang tepat dalam keutamaankeutamaan Kristiani seperti kejujuran dan kemurnian (Marks, 2009: 93).
b. Ciri-ciri Perkawinan Katolik
Menurut (Hadiwardoyo, 2011: 26) menyimpulkan pandangan Paulus
dalam 1 Korintus 7 tentang hakikat perkawinan dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Perkawinan merupakan kesatuan erat antara seorang pria dan seorang
wanita, yang memberikan kepada keduanya hak prerogativ atas
hubungan seksual dengan patnernya dan menjauhkan keduanya dari
bahaya pencabulan; suami istri menikah karena karisma yang mereka
terima dari Allah sendiri; dengan perkawinan, orang Kristen toh tidak
mampu lagi mencurahkan perhatiannya pada Allah karena itu Paulus
lebih senang kalau orang Kristen tidak menikah demi Kerajaan-Nya”.
Artinya, Paulus mau menegaskan bahwa suami-istri harus menghindarkan diri
dari godaan untuk hubungan seksual dengan orang lain karena tubuh suami adalah
milik istri dan tubuh istri adalah milik suami, ditekankan bahwa perkawinan
merupakan kesatuan yang amat erat antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan perkawinan berperan sebagai jalan keluar yang baik dari bahaya
pencabulan karena perkawinan Katolik sifatnya satu dan tak terceraikan.
Ciri-ciri hakiki perkawinan Kristiani ialah (Unitas) kesatuan dan
(Indissolubilitas) tak dapat diputuskan yang dalam perkawinan Kristiani
memperoleh kekukuhan khusus atas dasar sakramen (KHK 1056). Artinya ikatan
perkawinan diperkuat dengan rahmat yang istimewa yang diturunkan dari Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
sendiri kepada suami-istri untuk hidup berdampingan di dalam kasih mesra.
Karena Kristus adalah sumber rahmat kekuatan bagi suami-istri untuk melangkah
maju menuju kepenuhan kasih dan kepenuhan hidup Kristiani dengan saling
mengampuni dan menanggung beban, merendahkan diri seorang kepada yang lain
di dalam takut akan Kristus (Ef. 5: 21) serta saling mengasihi dalam cinta yang
mesra, subur dan adikodrati (PPK, 9) secara singkat ciri-ciri perkawinan kristiani
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Unitas (kesatuan)
Ciri unitas menunjukkan unsur unitif dan monogam unsur unitif ini
dimaksudkan sebagai unsur yang menyatukan suami-istri secara lahir batin karena
tujuan dari perkawinan ialah kesatuan hidup yang tidak terpisahkan dari suamiistri (Hadiwaryono, 2011: 61) Allah menetapkan bahwa ikatan suami-istri tunggal
secara mutlak. Karena perkawinan Kristiani menandakan misteri kesatuan antara
Kristus dan Gereja-Nya yang dinyatakan dalam ciri tunggal, tak terceraikan dan
subur, perkawinan Kristiani berciri tunggal merupakan tanda kasih yang total
dimana keduanya saling memberikan diri secara utuh dengan kata lain tubuh
suami adalah milik istri dan tubuh istri adalah milik suami, keduanya bukan lagi
dua melai