UJI BEDA KONSEP DIRI FISIK PADA REMAJA AWAL YANG AKTIF BEROLAHRAGA DAN YANG TIDAK AKTIF BEROLAHRAGA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja adalah masa yang penuh tantangan karena pada masa
ini individu mengalami periode transisi antara masa kanak-kanak menuju
masa dewasa. Periode ini akan melibatkan perubahan-perubahan biologis,
kognitif dan sosio-emosional. Tantangan lain yang ditemui pada masa remaja
adalah pembentukan identitas karena pada masa ini seseorang mulai
membentuk identitas diri (Erikson dalam Hurlock, 1997). Salah satu faktor
yang mempengaruhi pembentukan identitas diri adalah konsep diri. Konsep
diri merujuk pada evaluasi terhadap diri sendiri dalam bidang-bidang tertentu
seperti akademik, atletik, penampilan fisik dan lain sebagainya (Santrock,
2007).
Thomas dan Weiland (dalam Hurlock, 1997) menyatakan remaja
cenderung memiliki konsep diri yang rendah terutama ketika masa pubertas.
Selain itu, Marsh et.al (dalam Klomsten, Skaalvik dan Espnes,
2004)
menyatakan bahwa konsep diri fisik juga mengalami penurunan selama masa
remaja awal dan terutama di kalangan remaja perempuan. Hal tersebut terjadi
karena individu merasa kecewa ketika melihat perubahan tubuh yang
cenderung menjadi lebih gemuk dan perilakunya yang canggung. Perasaan
kecewa dan tidak puas terhadap kondisi fisik tidak hanya terjadi pada remaja
perempuan tetapi juga pada remaja laki-laki.
1
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Konsep diri yang rendah mendorong remaja perempuan untuk
cenderung berperilaku konsumtif. Hal tersebut dikarenakan mereka memiliki
pandangan yang buruk akan diri sendiri, salah satunya terhadap aspek fisik.
Perilaku konsumtif terutama ditujukan pada barang-barang kosmetik yang
beredar di pasaran. Remaja perempuan berharap dengan menggunakan
peralatan kosmetik mereka dapat menutupi kekurangan fisiknya sehingga
mereka dapat tampil lebih menarik (Parma, 2007).
Remaja yang merasa memiliki ukuran tubuh lebih gemuk daripada
teman sebayanya cenderung merasa tidak puas dan kurang percaya diri
mengenai kondisi tubuhnya. Remaja yang merasa kecewa mengenai tubuhnya
terdorong untuk meraih bentuk tubuh idaman. Salah satu cara untuk meraih
tubuh idaman yang populer dilakukan oleh remaja terutama remaja putri
adalah melakukan diet. Remaja memilih diet karena cara ini merupakan
alternatif yang cukup cepat untuk menurunkan berat badan dan membentuk
bentuk tubuh idaman. Salah satu contoh nyata perilaku diet yang tidak sehat
dapat dilihat melalui pengalaman seorang artis perempuan di Indonesia.
Ketika berusia 17 tahun, artis tersebut merasa kurang percaya diri karena
memiliki berat badan yang berlebih. Demi mendapatkan berat tubuh ideal, ia
melakukan diet secara ketat yang justru menyebabkan wajahnya pucat hingga
kondisi fisiknya pun melemah (Karena Diet Ketat, 2009).
Menurut Vereecken dan Maes (dalam Papalia, Olds dan Feldman,
2007) perilaku berdiet atau sekedar keinginan untuk berdiet biasanya banyak
terjadi pada remaja putri usia 15 tahun. Akan tetapi, remaja seringkali
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terjerumus pada diet yang tidak sehat karena mengurangi asupan makanan
secara drastis. Perilaku tersebut justru beresiko menimbulkan gangguan
makan pada remaja (Simbolon, 2010).
Berbeda dengan remaja perempuan yang ingin memiliki tubuh
yang langsing, remaja laki-laki justru mengidamkan
tubuh yang atletis
(Chaerunnisa, 2008). Beberapa remaja laki-laki juga mengidamkan tubuh
yang berotot. Pope (dalam Knoesen, Vo dan Castle, 2009) menyatakan 43%
laki-laki merasa tidak puas dengan penampilannya secara keseluruhan. Caracara yang dilakukan oleh para laki-laki untuk mendapatkan tubuh impian
antara lain berolahraga di pusat kebugaran, berdiet dan mengkonsumsi
suplemen untuk mempercepat pembentukan otot. Hasrat laki-laki untuk
memperoleh tubuh atletis juga tampak dari munculnya produk susu khusus
laki-laki yang dijanjikan dapat mempercepat pembentukan otot tubuh.
Laki-laki yang terobsesi untuk membentuk tubuh berotot memiliki
resiko terkena gangguan mental yang dikenal dengan istilah bigorexia.
Seorang laki-laki penderita bigorexia selalu merasa bahwa tubuhnya kurang
berotot meskipun telah mengatur pola makan dengan ketat dan berlatih
selama berjam-jam di pusat kebugaran (McBride, 2010 ). Bahkan cara-cara
untuk mendapatkan otot tubuh bisa menjadi ekstrim, yaitu dengan melakukan
operasi penanaman implan pada bagian dada serta mengkonsumsi anabolic
steroid. Operasi penanaman implan di bagian dada juga dilakukan oleh
perempuan untuk mendapatkan ukuran payudara yang lebih besar (Ulfah,
2009). Organisasi kesehatan Kanada (dalam Berk, 2007) mencatat sebanyak
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3% remaja laki-laki mengkonsumsi anabolic steroid untuk memacu
pertumbuhan dan kekuatan otot. Laki-laki yang mengalami bigorexia
biasanya mengalami penurunan performansi kerja, studi dan relasi sosial
(Cafri dan Thompson dalam Knoesen et al., 2009).
Ketidakpuasan remaja terhadap bentuk tubuh dapat mengganggu
konsentrasi pada pelajaran sekolah karena mereka sangat memikirkan
kekurangannya tersebut. Akibatnya nilai-nilai pelajaran mereka menurun
(Rini, 2004). Perubahan tubuh yang cenderung menjadi lebih gemuk
menyebabkan penurunan rasa percaya diri (Hurlock, 1997). Pada akhirnya
ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh dapat mengganggu hubungan sosial
remaja di lingkungan.
Fenomena
perilaku
remaja
seperti
melakukan
diet
ketat,
berolahraga secara berlebihan dan operasi penanaman implan menunjukkan
gambaran nyata tentang besarnya perhatian remaja terhadap kondisi fisiknya.
Kondisi fisik (kesehatan dan latihan fisik) serta penampilan (berat badan,
daya tarik dan kesesuaian dengan jenis kelamin) memang menjadi
permasalahan yang menyita waktu dan perhatian remaja (Hurlock, 1973).
Perhatian terhadap tubuh pada dasarnya merupakan hal yang wajar mengingat
perilaku tersebut merupakan salah satu ciri individu yang memasuki masa
remaja (Papalia et al., 2007). Akan tetapi, hal tersebut menjadi tidak wajar
ketika individu menjadi terobsesi untuk memperoleh bentuk tubuh impian
hingga melakukan berbagai cara ekstrem yang dapat menganggu kehidupan.
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dengan mempertimbangkan paparan masalah di atas, penelitian
tertarik untuk memperhatikan tentang konsep diri fisik karena remaja sering
menemui permasalahan mengenai kondisi fisik. Konsep diri fisik berkaitan
dengan pandangan individu mengenai kondisi fisiknya. Gilman, Huebner dan
Furlong (2009) mendefinisikan konsep diri fisik sebagai suatu pandangan dan
perasaan seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk badaniah yang
meliputi penampilan fisik, kesehatan dan keterbatasan fisik serta kemampuan
fisik. Konsep diri fisik menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan
karena keterkaitannya dengan kesehatan psikologis remaja.
Konsep diri fisik yang baik dapat mengurangi tingkat depresi dan
kecemasan individu (Knapen et.al, 2005). Konsep diri yang baik
menyebabkan kesejahteraan psikologis yang baik pula sehingga resiko untuk
mengalami gangguan makan, kecemasan dan depresi semakin kecil
(Fernandez, 2010).
Melihat pentingnya konsep diri fisik dan kaitannya dengan
kesehatan psikologis remaja terutama pada remaja awal, maka perlu diketahui
hal-hal yang mempengaruhi konsep diri fisik. Hal-hal yang mempengaruhi
konsep diri fisik adalah aktivitas olahraga, lingkungan serta budaya dan jenis
kelamin. Penelitian ini lebih memilih salah satu faktor yaitu aktivitas
olahraga. Pertimbangan pemilihan faktor tersebut karena aktivitas olahraga
merupakan cara yang lebih positif untuk dilakukan daripada berdiet atau
melakukan operasi untuk mewujudkan tubuh idaman.
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam penelitiannya, Chung (2003) membedakan tingkat konsep
diri fisik pada mahasiswa yang mengikuti pendidikan olahraga dan
mahasiswa yang tidak mengikuti pendidikan olahraga. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengikuti pendidikan olahraga
memiliki tingkat konsep diri fisik yang lebih tinggi daripada kelompok
mahasiswa yang tidak mengikuti pendidikan olahraga.
Selain itu, terdapat dua penelitian lain yang bertujuan untuk
mengukur konsep diri fisik pada subjek setelah mendapatkan intervensi
berupa pemberian kegiatan olahraga dan pendidikan jasmani. Knapen et.al
(2005), melakukan penelitian untuk membandingkan perubahan konsep diri
fisik, harga diri, tingkat kecemasan dan depresi pada pasien non-psikiatrik
setelah mengikuti program terapi psikomotor berupa aerobik dan angkat
beban. Hasil penelitian menunjukkan subjek mengalami peningkatan konsep
diri fisik setelah menyelesaikan program terapi. Peningkatan konsep diri fisik
juga berkorelasi dengan meningkatnya harga diri dan penurunan tingkat
kecemasan serta depresi.
Schneider, Dunton dan Cooper (2008) juga melakukan penelitian
yang hampir serupa. Penelitian dilakukan dengan cara memberikan program
olahraga terhadap remaja perempuan yang tidak memiliki kebiasaan
beraktivitas fisik. Setelah menyelesaikan program tersebut ternyata konsep
diri fisik pada remaja perempuan mengalami peningkatan. Berdasarkan ketiga
penelitian
di atas
didapatkan
kesimpulan bahwa
meningkatkan konsep diri fisik pada individu.
olahraga
mampu
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ketiga penelitian di atas menunjukkan bahwa individu yang
melakukan olahraga secara teratur memiliki konsep diri fisik yang lebih baik
daripada individu yang tidak melakukan olahraga secara teratur.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas tampak
bahwa konsep diri fisik dan kaitannya dengan aktivitas olahraga menjadi hal
yang penting untuk diteliti. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melihat
perbedaan konsep diri fisik pada kelompok remaja awal yang aktif
berolahraga dan yang tidak aktif berolahraga. Kriteria untuk menentukan
seberapa jauh keaktifan remaja awal dalam kegiatan olahraga akan dijelaskan
secara rinci pada penjelasan mengenai tinjauan pustaka dan metodologi
penelitian.
Penelitian hanya difokuskan pada kelompok remaja awal yang
berusia 13-17 tahun yang bertempat tinggal di daerah Yogyakarta atau
Sleman. Peneliti hanya memilih remaja awal sebagai subjek penelitian karena
konsep diri fisik pada masa tersebut mengalami penurunan yang drastis
sehingga konsep diri fisik menjadi hal yang sangat krusial untuk diteliti
(Marsh et.al dalam Klomsten et.al, 2004). Pertimbangan lain menjadi dasar
pemilihan remaja awal sebagai subjek penelitian adalah karakteristik remaja
awal yang memiliki perhatian yang lebih besar terhadap kondisi fisik
daripada tahapan remaja lainnya serta kedekatan remaja awal dengan
permasalahan mengenai kondisi fisik.
Perbedaan antara penelitian ini dan penelitian sebelumnya terletak
pada pemilihan subjek. Penelitian ini berfokus untuk meneliti konsep diri
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
fisik pada remaja awal usia 13-17 tahun, sedangkan peneliti sebelumnya
melakukan penelitian pada segmen usia 20-21 tahun.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada
perbedaan konsep diri fisik pada remaja awal yang aktif berolahraga dan yang
tidak aktif berolahraga?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan
konsep diri fisik pada remaja awal yang aktif berolahraga dan yang tidak aktif
berolahraga.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat secara teoritis dan praktis. Secara
teoritis, penelitian ini menambah pengetahuan baru dalam ilmu Psikologi
mengenai perbedaan konsep diri fisik di kalangan remaja awal yang aktif
berolahraga dan yang tidak aktif berolahraga.
Secara praktis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan remaja
tentang perbedaan konsep diri fisik pada remaja yang aktif berolahraga dan
yang tidak aktif berolahraga sehingga remaja dapat melakukan refleksi
mengenai konsep diri fisik dan hubungannya dengan kegiatan olahraga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Diri Fisik
1.
Pengertian Konsep Diri Fisik
Gilman et.al (2009) menjelaskan bahwa konsep diri fisik
adalah pandangan dan perasaan individu mengenai penampilan fisik
(ukuran tubuh, kemenarikan tubuh), kesehatan dan keterbatasan fisik
(keterbatasan kesehatan, kelemahan, kesehatan yang tangguh) serta
kemampuan fisik (stamina, ketangkasan dan kemampuan atletik) sebagai
makhluk badaniah. Shavelson (dalam Alipoor, Goodarzi, Nezhad dan
Zaheri, 2009) menyatakan konsep diri fisik adalah pandangan individu
terhadap dimensi fisik yang terbentuk melalui pengalaman dan
interpretasi individu ketika berinteraksi dengan lingkungannya.
Davison dan Schmalz (2006) menyebutkan konsep diri fisik
adalah suatu konstruk yang berfokus pada persepsi individu terhadap
dimensi fisik. Konsep diri fisik dianggap memiliki banyak segi yang
meliputi persepsi individu mengenai kemampuan berolahraga, perasaan
individu mengenai penampilan fisik dan penilaian secara menyeluruh
terhadap diri fisik individu (Rodriguez dan McGovern, 2005). Konsep
diri fisik adalah suatu kualitas yang berkaitan dengan penerimaan
individu terhadap kondisi dan kemampuan fisiknya (Knapen et.al, 2005).
9
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan
berbagai
pengertian
di
atas,
peneliti
menyimpulkan konsep diri fisik adalah pandangan, perasaan dan
penilaian individu terhadap kondisi fisik yang meliputi penampilan dan
kemampuan fisiknya.
2.
Unsur-unsur Konsep Diri Fisik
Dalam penelitian ini, unsur-unsur konsep diri fisik diambil dari
Physical Self Description Questionnaire (PSDQ) yang bertujuan untuk
mengukur 11 unsur konsep diri fisik dan disusun oleh Marsh, Richards,
Johnson, Roche dan Treymane (1994). Unsur-unsur tersebut adalah :
a. Strength (kekuatan) : perasaan yang dimiliki individu mengenai
kekuatan tubuhnya
b. Body fat (lemak tubuh): perasaan yang dimiliki individu mengenai
lemak tubuhnya
c. Physical activity (aktivitas fisik) : tingkat aktivitas fisik yang
dilakukan oleh individu
d. Endurance/ fitness (ketahanan) : perasaan yang dimiliki individu
mengenai ketahanan fisik/ kesehatan jasmaninya
e. Sport competence (kompetensi di bidang olahraga): persepsi individu
mengenai kemampuannya di bidang olahraga
f. Coordination (koordinasi) : perasaan yang dimiliki individu mengenai
koordinasi tubuhnya
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
g. Health (kesehatan) : persepsi yang dimiliki individu mengenai
kesehatan tubuhnya
h. Appearance (penampilan) : persepsi yang dimiliki individu mengenai
penampilan fisiknya
i. Flexibility (kelenturan) : perasaan yang dimiliki individu mengenai
kelenturan tubuhnya
j. General physical self-concept (konsep diri fisik global): keseluruhan
perasaan dan kepuasan individu terhadap kondisi fisiknya
k. Self esteem (harga diri) : keseluruhan perasaan, kepuasan dan
penghargaan individu terhadap diri dan tidak terbatas hanya pada
kondisi fisik.
Akan tetapi, peneliti hanya menggunakan 8 unsur konsep diri
fisik yaitu kekuatan, lemak tubuh, aktivitas fisik, ketahanan, koordinasi,
kesehatan, penampilan dan kelenturan. Unsur fisik yang tidak digunakan
adalah sport competence, general physical self-concept dan self esteem.
Peneliti menghilangkan unsur sport competence untuk
memperoleh kondisi yang setara antara kedua kelompok subjek. Kondisi
yang tidak setara antara kedua kelompok dapat mempengaruhi hasil
penelitian sehingga hasil yang di dapatkan tidak lagi objektif. Jika unsur
tersebut dipergunakan maka kelompok subjek yang aktif berolahraga
berkemungkinan memperoleh skor yang lebih tinggi. Skor yang lebih
tinggi dapat terjadi karena subjek yang aktif berolahraga melakukan
kegiatan olahraga secara lebih intensif sehingga keterampilan mereka di
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bidang olahraga juga akan lebih baik. Sedangkan pertimbangan peneliti
untuk menghilangkan unsur general physical self-concept karena unsur
tersebut dapat terwakili oleh 8 unsur fisik yang lain. Unsur self-esteem
tidak disertakan dalam penelitian ini karena unsur tersebut juga
mengukur hal-hal di luar kondisi fisik sehingga kurang spesifik untuk
mengungkap permasalahan mengenai kondisi fisik.
Penelitian ini mengacu pada instrumen PSDQ yang disusun tahun
1994, namun alat tersebut masih dianggap relevan untuk dipergunakan.
Hal tersebut dikarenakan literatur dan definisi konsep diri fisik yang
cantumkan tetap memuat unsur-unsur yang sama dengan unsur konsep
diri fisik dalam PSDQ.
Penelitian-penelitian yang menjadi acuan dalam penelitian ini
juga menggunakan Physical Self Description Questionnaire (PSDQ) dan
Physical Self Perception Profile (PSPP) sebagai alat ukur konsep diri
fisik. PSPP juga mengukur unsur-unsur fisik yang hampir serupa dengan
PSDQ yaitu persepsi individu terhadap kompetensi olahraga dan kondisi
fisik, perasaan individu terhadap tubuh yang menarik, perasaan individu
terhadap kekuatan fisik serta penghargaan individu terhadap diri fisik
(dalam Knapen et.al, 2005).
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.
Aspek-aspek Konsep Diri Fisik
Dalam penelitian ini, aspek konsep diri fisik diambil dari tiga
aspek konsep diri yang dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella (1990).
Ketiga aspek tersebut kemudian dikombinasikan dengan 8 unsur konsep
diri fisik menurut Marsh et.al (1994). Berikut adalah penjelasan dari
ketiga aspek konsep diri fisik :
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hal-hal yang diketahui individu tentang
dirinya. Jika digabungkan dengan unsur-unsur fisik maka pengetahuan
diartikan sebagai sejauh mana individu mengetahui tentang kondisi
fisiknya ditinjau berdasarkan kekuatan tubuh, lemak tubuh, tingkat
aktivitas fisik, ketahanan tubuh, kesehatan tubuh, koordinasi tubuh,
penampilan dan kelenturan tubuh.
Pengetahuan tentang diri fisik memungkinkan individu
untuk mengenali kekurangan dan kelebihan yang dimiliki serta
mendeskripsikan keadaan diri fisiknya. Semakin banyak pengetahuan
yang dimiliki maka konsep diri fisik individu semakin positif.
Individu dengan konsep diri fisik yang positif dapat
mengenali dan menyimpan informasi yang positif maupun negatif
mengenai kondisinya fisik. Selain itu, individu yang memiliki konsep
diri fisik yang positif maka individu tersebut dapat memahami dan
menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang
dirinya sendiri. Sebaliknya ketika individu tidak mengetahui seperti
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
apa diri fisiknya serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki maka
individu tersebut memiliki konsep diri fisik yang negatif (Calhoun dan
Acocella, 1990).
b. Harapan
Selain pandangan mengenai siapa dirinya, individu juga
memiliki gagasan lain tentang akan menjadi seperti apa dirinya di
masa depan (Rogers dalam Calhoun dan Acocella, 1990). Dengan kata
lain individu memiliki pengharapan atau diri ideal bagi dirinya sendiri
(Calhoun dan Acocella, 1990).
Harapan adalah suatu keinginan yang ingin dicapai oleh
individu mengenai dirinya. Apabila pengertian tersebut digabungkan
dengan unsur-unsur konsep diri fisik maka harapan adalah sesuatu
yang ingin diwujudkan individu untuk mencapai gambaran ideal
mengenai kondisi fisik, ditinjau berdasarkan kekuatan tubuh, lemak
tubuh, tingkat aktivitas fisik, ketahanan tubuh, kesehatan tubuh,
koordinasi tubuh, penampilan dan kelenturan tubuh.
Individu yang memiliki harapan-harapan yang tidak realistis
cenderung memiliki konsep diri fisik negatif. Harapan yang tidak
realistis
terjadi
karena
individu
merumuskan
harapan
tanpa
mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan diri fisiknya hal
tersebut menyebabkan individu memiliki harapan yang terlalu tinggi
atau justru terlalu rendah daripada kondisi fisik yang dimiliki.
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebaliknya, individu yang memiliki konsep diri fisik positif mampu
merancang harapan-harapan yang realistis. Harapan yang realistis
memungkinkan individu memiliki kemungkinan yang besar untuk
mewujudkannya (Calhoun dan Acocella, 1990). Oleh sebab itu,
individu harus menetapkan harapan yang sesuai dengan potensi dan
kemampuan diri sendiri (Desmita, 2009).
c. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri.
Apabila digabungkan dengan unsur-unsur konsep diri fisik maka
evaluasi adalah penilaian yang dilakukan individu mengenai kondisi
fisiknya. Penilaian mengenai diri fisik ditinjau dari kekuatan tubuh,
lemak tubuh, tingkat aktivitas fisik, ketahanan tubuh, kesehatan tubuh,
koordinasi tubuh, penampilan dan kelenturan tubuh.
Dalam aspek ini terdapat dua hal penting yang dapat
mempengaruhi penilaian individu yaitu harapan dan standar yang
ditetapkan oleh individu terhadap diri fisiknya (Epstein dalam
Calhoun dan Acocella, 1990). Jika terdapat ketidaksesuaian atau
kesenjangan yang besar antara harapan dan standar individu mengenai
kondisi fisiknya dapat menimbulkan rasa tidak suka terhadap diri
fisiknya. Sebaliknya semakin besar kesesuaian antara harapan dan
standar individu mengenai kondisi fisiknya maka individu semakin
menyukai dan nyaman terhadap diri fisiknya.
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ketika individu menyukai dan merasa nyaman dengan
kondisi fisiknya maka individu akan memberikan penilaian yang
positif mengenai diri fisik. Kondisi tersebut membantu individu untuk
membentuk konsep diri fisik yang. Sebaliknya individu yang memiliki
penilaian negatif mengenai diri fisiknya maka cenderung memiliki
konsep diri fisik yang negatif. Individu tersebut selalu merasa bahwa
diri fisiknya berada dalam kondisi yang buruk meskipun ia telah
melakukan berbagai usaha untuk mengatasi permasalahan fisiknya.
Peneliti kurang setuju dengan penjelasan dan kesimpulan yang
dikemukakan oleh Calhoun dan Acoccela (1990) mengenai aspekaspek konsep diri fisik. Peneliti kurang setuju dengan pernyataan yang
menyebutkan bahwa semakin banyak pengetahuan individu mengenai
diri fisiknya maka semakin positif konsep diri fisiknya. Peneliti
berpendapat jika individu memiliki banyak pengetahuan namun
pengetahuannya mengenai kelemahan diri fisiknya maka konsep diri
fisik yang terbentuk mungkin justru menjadi negatif.
Peneliti setuju dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Calhoun dan Acoccela (1990) mengenai aspek harapan. Peneliti setuju
bahwa individu dengan harapan yang realistis memiliki konsep diri
fisik yang positif. Harapan yang realistis tersebut dapat terbentuk
karena individu mempertimbangkan kelebihan dan kelemahan diri
fisiknya. Harapan realistis memiliki kemungkinan yang besar untuk
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diwujudkan sehingga individu dapat membentuk konsep diri fisik
yang positif.
Peneliti juga menyetujui pendapat Calhoun dan Acoccela
(1990) mengenai aspek penilaian. Peneliti setuju bahwa penilaian
yang positif mengenai diri fisiknya akan membantu individu untuk
membentuk konsep diri fisik yang positif. Ketika individu memiliki
penilaian yang positif mengenai diri fisiknya maka individu akan
merasa puas dan nyaman dengan diri fisiknya.
Meskipun peneliti kurang setuju dengan salah satu pernyataan
Calhoun dan Acocella (1990) mengenai aspek konsep diri fisik, tetapi
peneliti tetap menggunakan ketiga aspek di atas sebagai dasar
penyusunan alat ukur konsep diri fisik.
4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Fisik
a.
Aktivitas Olahraga
Olahraga adalah serangkaian perilaku kegiatan fisik yang
melibatkan gerakan berulang dan bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan jantung, pernapasan dan otot tubuh. Olahraga memiliki
cara yang lebih terstruktur dan memerlukan tenaga serta intensitas
yang lebih besar daripada kegiatan fisik biasa (WHO, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Knapen et.al
(2005) dan Schneider et.al (2008), pemberian latihan fisik dapat
meningkatkan konsep diri fisik individu. Ketika kegiatan olahraga
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
secara teratur maka individu dapat memperoleh berbagai manfaat
dari kegiatan olahraga.
Manfaat dari kegiatan olahraga memiliki potensi untuk
merubah pandangan, perasaan dan penilaian individu akan
penampilan dan kemampuan fisiknya. Manfaat yang timbul dari
kegiatan olahraga akan mempengaruhi berbagai unsur fisik seperti
stamina tubuh, kekuatan tubuh, kemenarikan tubuh, ketahanan
tubuh, berat badan, serta pembentukan tulang dan otot (Sonstroem
dan Morgan; Fox dalam Knapen et.al, 2005; Papalia et.al, 2007).
Organisasi kesehatan dunia, WHO (2010) juga menyatakan bahwa
kegiatan olahraga
memiliki kontribusi dalam perkembangan
koordinasi dan pengaturan gerak, serta sistem kardiovaskuler.
Kegiatan
olahraga
yang
dilakukan
secara
teratur
memberikan peluang yang besar bagi individu untuk merubah
berbagai unsur fisiknya. Perubahan yang terjadi pada diri fisik dapat
mempengaruhi pandangan, perasaan dan penilaian individu terhadap
kondisi fisiknya yang meliputi penampilan dan kemampuan fisik.
b. Lingkungan dan Budaya
Setiap budaya memiliki perbedaan nilai mengenai bentuk
dan ukuran tubuh, serta jenis tipe tubuh yang dapat diterima dalam
lingkungan budaya tersebut (Crago et.al, Rubin et.al dan Schooler
et.al dalam Nishina, Ammon, Bellmore dan Graham, 2006). Oleh
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
karena itu, pandangan individu mengenai kondisi fisiknya juga tidak
lepas dari standar kemenarikan tubuh yang ditetapkan oleh
lingkungan dan budayanya (Marsh dalam Murcia, Gimeno, Lacarcel
dan Perez, 2007).
Murcia et.al (2007) berpendapat bahwa konteks sosial
budaya yang dianut oleh individu akan memberikan pengaruh
terhadap konsep diri fisiknya. Oleh sebab itu, individu memiliki
standar yang berbeda-beda mengenai kondisi fisik yang ideal.
Murcia et.al (2007) menerangkan bahwa gambaran mengenai tubuh
ideal yang berkembang dalam budaya dapat menentukan seberapa
besar perhatian seseorang terhadap penampilannya. Seberapa besar
perhatian individu terhadap kondisi fisik merupakan konsekuensi
dari tekanan sosial.
Salah satu contoh yang memperlihatkan pengaruh budaya
dan lingkungan terhadap standar kemenarikan tubuh dikemukakan
oleh Stice (dalam Nishina et.al, 2006). Stice (dalam Nishina et.al,
2006) menyatakan bahwa penekanan terhadap bentuk tubuh yang
ideal biasanya lebih kaku dan ekstrem di kalangan perempuan
Kaukasian. Oleh sebab itu, perempuan-perempuan Kaukasian
memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap ketidakpuasan akan tubuh
serta gangguan makan.
Sebaliknya perempuan etnis campuran Afrika-Amerika
cenderung memiliki kepuasan yang lebih besar terhadap tubuhnya
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
daripada perempuan Kaukasian, Latin dan Asia. Perempuan etnis
Afrika-Amerika juga memiliki persepsi yang lebih positif terhadap
berat badan daripada perempuan Asia (Nishina et.al, 2006).
Kepuasan perempuan etnis Afrika-Amerika mengenai tubuhnya
dapat terjadi karena meraka memberikan perhatian yang lebih sedikit
terhadap tubuh daripada perempuan Kaukasian (Crago et.al, Franko
dan Striegel-Moore, Robinson et.al dan Siegel dalam Nishina et.al,
2006).
Lingkungan serta budaya yang tidak memberikan tekanan
yang besar terhadap individu untuk memenuhi standar bentuk tubuh
ideal menyebabkan individu cenderung merasa puas dengan diri
fisiknya. Individu yang merasa tidak puas dengan kondisi fisik
karena ia merasa tidak memenuhi harapan dan standar yang
ditetapkan oleh lingkungan dan budaya.
c.
Jenis Kelamin
Konsep diri fisik juga dipengaruhi oleh perbedaan jenis
kelamin. Laki-laki memiliki tingkat konsep diri fisik yang berbeda
dengan perempuan. Klomsten et.al (dalam Davison dan Schmalz,
2006) menyatakan bahwa laki-laki cenderung memiliki konsep diri
yang lebih tinggi daripada perempuan.
Marsh (dalam Davison dan Schmalz, 2006) menyatakan
bahwa konsep diri fisik mengandung berbagai unsur yang
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengandung sifat maskulin (seperti ketahanan tubuh dan kompetensi
di bidang olahraga) dan sifat feminin (seperti kelenturan dan
kemenarikan tubuh). Crocker, Ellsworth dan Marsh (dalam Chung,
2003) menyatakan bahwa laki-laki memiliki nilai yang lebih tinggi
pada unsur kompetensi di bidang olahraga, kemampuan fisik dan
kemenarikan tubuh daripada perempuan.
Hallinan et.al (dalam Chung, 2003) menyatakan individu
perempuan cenderung memandang dirinya memiliki berat badan
berlebih. Perempuan juga cenderung merasa kurang puas dengan
penampilan fisiknya. Selain itu, stereotipe yang melekat pada
perempuan adalah sebagai seorang yang lemah dan tidak aktif. Hal
tersebut mengakibatkan perempuan memiliki konsep diri fisik yang
lebih rendah daripada laki-laki.
Berdasarkan
paparan
di
atas
maka
dapat
ditarik
kesimpulan bahwa hal-hal yang mempengaruhi tingkat konsep diri
fisik pada diri individu adalah aktivitas olahraga, konteks lingkungan
dan budaya serta jenis kelamin.
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Remaja Awal
1.
Pengertian Remaja Awal
Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang
kehidupan manusia yang menghubungkan antara masa kanak-kanak dan
masa dewasa (Santrock, 2009). Remaja awal dimulai ketika individu
memasuki usia 13-17 tahun (Hurlock, 1997). Periode transisi pada masa
remaja melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2007). Perubahan yang terjadi pada kondisi fisik
membuat individu yang memasuki masa remaja awal mengalami
keheranan terhadap diri fisiknya. Remaja awal biasanya merasa terheranheran dengan perubahan fisik yang terjadi serta munculnya dorongandorongan yang menyertai perubahan tersebut (Monks dkk dalam
Sarwono, 2007).
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas maka peneliti
menyimpulkan remaja awal adalah individu usia 13-17 tahun dan sedang
mengalami transisi dari masa anak-anak menuju kedewasaan yang
ditandai dengan adanya perubahan dan perkembangan secara biologis,
kognitif, sosio-emosional dan sosial ekonomi.
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.
Ciri-ciri Remaja Awal
Rochmah (2005) menyebutkan ciri-ciri khas individu yang
memasuki masa remaja awal. Ciri-ciri tersebut adalah :
a.
Status tidak menentu
Pada masa ini, individu berada pada status yang tidak menentu
karena individu sudah tidak bisa dianggap sebagai anak-anak tetapi
juga belum mencapai tahap kedewasaan seutuhnya.
b.
Emosional
Individu yang berada pada masa remaja awal biasanya memiliki
ketegangan emosi yang lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan
individu harus belajar untuk menyesuaikan diri dengan harapanharapan baru yang datang dari lingkungan sekitar dimana harapan
tersebut berbeda ketika individu masih kanak-kanak.
c. Memiliki keadaan yang tidak stabil
Individu yang memasuki masa remaja awal memiliki keadaan yang
tidak stabil dikarenakan adanya ketegangan emosi seperti yang
disebutkan di atas. Perasaan gembira yang dimiliki dapat berubah
menjadi kesedihan secara tiba-tiba. Kepercayaan diri yang dimiliki
berubah menjadi rasa ragu akan diri sendiri, altruisme berubah
menjadi egoisme, sedangkan antusiasme berubah menjadi sikap
acuh. Hal-hal tersebut muncul karena remaja memiliki perasaan yang
tidak pasti mengenai dirinya.
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
d. Memiliki banyak masalah
Masalah yang muncul di masa remaja cukup beragam. Masalah yang
biasa muncul pada masa remaja antara lain berkaitan dengan
keadaan jasmaninya (remaja seringkali merasa cemas terhadap
penampilannya), peran gender dan hubungan dengan lawan jenis,
nilai, kebebasan, masalah yang berhubungan dengan kemampuan
dan lain sebagainya.
e.
Masa remaja awal disebut sebagai masa yang kritis
Masa remaja menjadi suatu dasar penilaian untuk melihat apakah
individu dapat menghadapi berbagai persoalan yang muncul dengan
baik. Kemampuan individu dalam menghadapi masalah di masa
remaja akan memberikan pengaruh ketika memasuki masa dewasa.
3.
Tugas Perkembangan Remaja
Havighurst (dalam Hurlock, 1997) menyebutkan tugas
perkembangan pada masa remaja adalah :
a. Menerima kondisi fisik dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif
b. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya
laki-laki maupun perempuan
c. Mencapai peran sosial laki-laki maupun perempuan
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang
dewasa lainnya
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
f. Mempersiapkan karir ekonomi
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis yang digunakan sebagai
pegangan untuk berperilaku
4.
Remaja dan Olahraga
Monks, Knoers dan Haditono (2006) menyatakan olahraga
merupakan salah satu kegiatan yang disukai oleh remaja. Aktivitas
olahraga membantu remaja untuk mengisi waktu luang secara lebih
bermanfaat, menyalurkan kelebihan energi, dan menemukan identitas.
Jenis olahraga yang populer di kalangan remaja adalah
olahraga renang, bersepeda, bola basket, bola voli, sepakbola, lari dan
lain sebagainya (Rice, 1996). Sedangkan data Susenas (Kementerian
Negara
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Badan
Perencanaan
Pembangunan Nasional [Bappenas], 2006) menyebutkan olahraga yang
sering dilakukan oleh masyarakat usia 10-19 tahun adalah senam, sepak
bola dan bola voli. Data Podes (Kementerian Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas, 2008) juga menyatakan bahwa
kelompok kegiatan olahraga yang banyak dimiliki di sebuah desa adalah
bola voli, sepak bola dan bulu tangkis.
Jenis olahraga dalam penelitian ini dibatasi menjadi 5 jenis
olahraga yang bersifat kelompok maupun individual. Jenis olahraga
tersebut adalah sepak bola, voli, basket, berenang dan bulu tangkis.
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kelima jenis olahraga tersebut dipilih dengan mempertimbangkan jenisjenis olahraga yang populer di kalangan remaja menurut data Podes
(2008), Susenas (2006) dan Rice (1996).
Waktu yang perlu diluangkan oleh individu usia 5-17 tahun
untuk berolahraga adalah 60 menit dan dilakukan minimal 3 kali dalam
satu minggu WHO (2011). Sedangkan, Papalia et.al (2007) menyarankan
kegiatan olahraga setidaknya dilakukan secara rutin selama 30 menit.
Berdasarkan data tersebut maka remaja yang dianggap aktif berolahraga
adalah remaja yang berolahraga setidaknya 1 kali dalam seminggu dan
dilakukan minimal selama 30 menit. Kegiatan olahraga yang dilakukan
juga terlepas dari pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler olahraga
sekolah. Sedangkan remaja yang tidak aktif berolahraga adalah remaja
yang tidak berolahraga secara rutin di luar pelajaran dan kegiatan
ekstrakurikuler sekolah.
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Penjelasan Perbedaan Konsep Diri Fisik Pada Remaja Awal Yang Aktif
Berolahraga Dan Yang Tidak Aktif Berolahraga
Kondisi fisik remaja awal akan mempengaruhi konsep diri fisiknya.
Remaja awal yang memiliki tubuh lebih gemuk cenderung merasa kecewa
dan tidak puas dengan kondisi fisiknya. Hal tersebut menyebabkan remaja
awal memiliki konsep diri fisik yang negatif. Remaja dengan konsep diri fisik
yang
negatif
akan
terhambat
untuk
memenuhi
salah
satu
tugas
perkembangannya yaitu menerima kondisi fisik dan memanfaatkan fisiknya
secara efektif.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membentuk konsep diri
fisik yang positif adalah melalui kegiatan olahraga (Chung, 2003; Knapen
et.al, 2005 dan Schneider et.al, 2008). Remaja awal yang aktif berolahraga
memiliki konsep diri fisik yang lebih positif daripada yang tidak aktif
berolahraga. Hal tersebut terjadi karena remaja awal yang aktif berolahraga
memiliki kondisi fisik yang lebih baik sehingga mereka merasa lebih puas
dengan diri fisiknya.
Konsep diri fisik memiliki tiga aspek yaitu pengetahuan, harapan
dan penilaian. Ketiga aspek tersebut akan digunakan untuk menyusun alat
ukur. Remaja awal yang aktif berolahraga memiliki pengetahuan yang positif
mengenai diri fisiknya, harapan yang realistis dan penilaian yang positif
mengenai diri fisiknya. Sedangkan, remaja awal yang tidak aktif berolahraga
memiliki pengetahuan yang negatif mengenai diri fisiknya, harapan yang
tidak realistis dan penilaian yang negatif mengenai diri fisiknya.
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan teori di atas, hipotesis penelitian ini
adalah remaja awal yang aktif berolahraga memiliki konsep diri fisik yang
secara signifikan lebih tinggi daripada remaja awal yang tidak aktif
berolahraga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Skema 1
Perbedaan Konsep Diri Fisik Pada Remaja Awal Yang Aktif Berolahraga dan Yang Tidak Aktif Berolahraga
Remaja awal
yang aktif OR
Konsep diri fisik
yang positif
Remaja awal yang
tidak aktif OR
Aspek konsep diri fisik :
Konsep diri fisik
yang negatif
Aspek konsep diri fisik :
1. Pengetahuan yang positif
1. Pengetahuan yang negatif
mengenai diri fisiknya
mengenai diri fisiknya
2. Harapan yang realistis
3. Penilaian yang positif
mengenai diri fisiknya
2. Harapan yang tidak
realistis
3. Penilaian yang negatif
mengenai diri fisiknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian komparasi yang bertujuan untuk
membandingkan dan mencari perbedaan konsep diri fisik antara remaja yang
aktif berolahraga dan remaja yang tidak aktif berolahraga.
B. Identifikasi Variabel
1. Variabel X : keaktifan remaja awal dalam kegiatan olahraga
2. Variabel Y : konsep diri fisik
C. Definisi Operasional
1.
Keaktifan Remaja Awal Dalam Kegiatan Olahraga
Keaktifan dalam kegiatan olahraga adalah frekuensi remaja
awal dalam kegiatan berolahraga di luar jam pelajaran dan kegiatan
ekstrakurikuler
sekolah.
Indikator
keaktifan
berolahraga
adalah
melakukan kegiatan olahraga secara rutin minimal 1 kali seminggu
dengan durasi waktu 30 menit atau lebih.
Data mengenai keaktifan dan ketidakaktifan remaja awal
dalam kegiatan olahraga diungkap melalui 3 pertanyaan terbuka yang
terdapat dalam skala konsep diri fisik.
30
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.
Konsep Diri Fisik
Konsep diri fisik adalah pandangan, perasaan dan penilaian
individu mengenai kondisi fisik yang diukur dengan aspek-aspek konsep
diri fisik yang terdiri dari pengetahuan, harapan dan evaluasi individu
terhadap penampilan fisik dan kemampuan fisik. Konsep diri fisik
diungkap dengan Skala Konsep Diri Fisik. Semakin tinggi skor total
maka konsep diri fisik subjek semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah
skor total maka semakin rendah pula konsep diri fisiknya.
D. Subjek Penelitian
Pemilihan subjek dilakukan dengan teknik purposive sampling.
Masing-masing kelompok terdiri dari 88 orang sehingga total subjek dalam
penelitian ini adalah 176 orang.
Karakteristik subjek adalah :
1.
Remaja putra dan putri yang berada pada tahap remaja awal dengan
rentang usia 13-17 tahun.
2.
Aktif
berolahraga
di
luar
jam
pelajaran
dan
kegiatan
ekstrakurikuler olahraga sekolah secara rutin minimal 1 kali dalam
seminggu dengan durasi waktu 30 menit atau lebih.
3.
Tidak berolahraga secara rutin di luar jam pelajaran olahraga
maupun kegiatan ekstrakurikuler sekolah.
4.
Bersekolah dan berdomisili di Yogyakarta atau Sleman.
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
E. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpul data penelitian adalah skala konsep diri fisik yang
disusun oleh peneliti. Skala Konsep Diri Fisik disusun dengan metode rating
yang dijumlahkan atau skala Likert.
Skala konsep diri fisik terdiri dari 60 buah item yang dibagi
menjadi 30 pernyataan favorable dan 30 pernyataan unfavorable. Skala
konsep diri fisik terdiri dari 4 alternatif jawaban yaitu, SS (sangat sesuai), S
(sesuai), TS (tidak sesuai) dan STS (sangat tidak sesuai). Alternatif jawaban
tengah tidak disediakan untuk menghindari kecenderungan subjek memilih
jawaban tengah (Azwar, 2006).
Pemberian skor untuk pernyataan favorable bergerak dari 4 (SS), 3
(S), 2 (TS) dan 1 (STS) sedangkan pernyataan unfavorable bergerak dari 1
(SS), 2 (S), 3 (TS) dan 4 (STS). Komposisi item dapat dilihat dari tabel
berikut:
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 1
Blue Print Skala Konsep Diri Fisik Sebelum Uji Coba
Aspek Konsep Diri Fisik
Unsur-unsur fisik
Pengetahuan
Harapan
Evaluasi
Total
Fav
Unfav
Fav
Unfav
Fav
Unfav
8
42
34
5
20
46
6
Lemak tubuh
17, 50
11, 56
2, 48
23, 45
13, 38
22, 28
12
Aktivitas fisik
1
43
27
52
14
57
6
Ketahanan tubuh
32
51
41
15
53
3
6
26, 49
7, 58
18, 55
35, 59
10, 47
29, 39
12
Koordinasi tubuh
31
16
24
9
60
21
6
Penampilan
6
33
30
19
36
54
6
Kelenturan tubuh
44
25
12
40
4
37
6
Total
10
10
10
10
10
10
60
Kekuatan tubuh
Kesehatan tubuh
Unsur fisik lemak tubuh dan kesehatan tubuh memiliki jumlah
item yang lebih banyak daripada unsur fisik yang lain. Penambahan jumlah
item pada unsur fisik kesehatan tubuh dilakukan karena unsur tersebut
memiliki dua indikator. Sedangkan penambahan jumlah item pada unsur fisik
lemak tubuh dikarenakan permasalahan mengenai berat badan dan lemak
tubuh lebih banyak ditemui di kalangan remaja.
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
F. Uji Validitas, Seleksi Item dan Reliabilitas
1.
Validitas
Pengujian validitas skala diperlukan untuk mengetahui
kemampuan skala dalam menghasilkan data yang akurat dan sesuai
dengan tujuan ukurnya (Azwar, 2006). Peneliti menggunakan validitas isi
untuk mengetahui validitas Skala Konsep Diri Fisik. Validitas isi dicapai
melalui professional judgment oleh dosen pembimbing skripsi sebagai
orang yang dianggap profesional dan ahli.
2. Reliabilitas
Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil
ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas
dinyatakan dalam koefisien reliabilitas (rxx’) yang berada pada rentang
angka antara 0 sampai 1,00. Jika koefisien reliabilitas mendekati angka
1,00 maka alat ukur memiliki reliabilitas yang semakin tinggi (Azwar,
2006). Hal tersebut menunjukkan bahwa alat ukur semakin reliabel dan
dapat dipercaya konsistensinya. Reliabilitas diuji menggunakan metode
internal consistency dengan rumus Alpha Cronbach melalui program
SPSS 17.0 for windows evaluation. Hasil analisis menunjukkan,
reliabilitas skala uji coba mencapai ߙ ൌ 0,889. Setelah melalui proses
seleksi item, skala penelitian yang berjumlah 33 item memiliki
reliabilitas ߙ ൌ 0,887.
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Seleksi Item
Seleksi item dilakukan untuk memperoleh item yang
berkualitas. Parameter yang digunakan untuk seleksi item adalah daya
diskriminasi item. Pengujian daya dikriminasi item memerlukan
komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi
skor skala sehingga menghasilkan koefisien item-total (rix). Penghitungan
koefisien korelasi item-total dilakukan dengan bantuan program SPSS
17.0 for Windows Evaluation.
Peneliti menggunakan batasan koefisien korelasi item-total
(rix) 0,30 sebagai kriteria untuk memilih item yang berkualitas. Item
yang memiliki nilai rix 0,30 atau lebih dianggap memiliki daya beda yang
memuaskan (Azwar, 2006).
Proses seleksi item dilakukan setelah pelaksanaan try out
kepada 96 subjek. Penggunaan batasan rix 0,30 menyebabkan item
mengalami banyak pengguguran. Pada tahap ini skor rix berkisar antara 0,036 sampai 0,569. Jika peneliti menggunakan batasan tersebut maka
item yang gugur mencapai setengah dari total item sehingga hanya tersisa
30 buah item. 30 item yang tersisa masih memiliki kemungkinan untuk
mengalami pengguguran karena item-item tersebut belum melalui proses
penyeimbangan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka peneliti menurunkan
batas koefisien korelasi item-total menjadi 0,250. Menurut Azwar (2006)
cara tersebut dapat dilakukan jika jumlah item yang lolos seleksi tidak
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mencukupi jumlah yang diinginkan. Pengujian dilakukan tiga kali hingga
mendapatkan item-item yang berkualitas dan memiliki skor rix antara
0,250-0,564. Jumlah item yang lolos seleksi adalah 43 buah. Berikut
adalah blue print skala setelah uji coba :
Tabel 2
Blue Print Skala Konsep Diri Fisik Setelah Uji Coba
Aspek Konsep Diri Fisik
Unsur-unsur fisik
Pengetahuan
Harapan
Total
Evaluasi
Fav
Unfav
Fav
Unfav
Fav
Unfav
-
42
34
-
20
46
4
Lemak tubuh
50
56
48
-
13, 38
22, 28
7
Aktifitas fisik
1
43
27
-
14
57
5
Ketahanan tubuh
32
51
41
-
53
-
4
Kesehatan tubuh
49
7
55
35
10, 47
29, 39
8
Koordinasi tubuh
31
16
24
-
60
21
5
Penampilan
6
33
30
-
36
54
5
Kelenturan tubuh
44
25
12
-
4
37
5
Total
7
8
8
1
10
9
43
43
item
Kekuatan tubuh
Setelah
mendapatkan
yang
berkualitas
baik,
pengurangan terhadap beberapa item kembali dilakukan. Proses tersebut
bertujuan untuk mendapatkan komposisi item yang seimbang di setiap
aspek. Item yang digugurkan adalah item dengan nilai rix yang mendekati
0,250. Setelah proses penyeimbangan, tersisa 33 buah item dengan
koefisien reliabilitas sebesar 0,887. Komposisi item yang digunakan
sebagai alat ukur dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3
Blue Print Skala Konsep Diri Fisik Setelah Diseimbangkan
Aspek Konsep Diri Fisik
Unsur-unsur fisik
Pengetahuan
Harapan
Evaluasi
Total
Fav
Unfav
Fav
Fav
Unfav
-
42
34
20
-
3
Lemak tubuh
50
56
48
13
22
5
Aktifitas fisik
1
-
27
14
57
4
Ketahanan tubuh
-
51
41
53
-
3
Kesehatan tubuh
49
7
55
10
29
5
Koordinasi tubuh
31
16
24
60
21
5
-
33
30
36
54
4
Kelenturan tubuh
44
25
12
4
-
4
Total
5
7
8
8
5
33
Kekuatan tubuh
Penampilan
G. Metode Analisis Data
Uji Hipotesis Penelitian
Metode independent sample t-test digunakan untuk menguji
hipotesis penelitian. Metode tersebut digunakan untuk membandingkan ratarata (mean) dari dua kelompok penelitian. Program statistik yang digunakan
untuk menguji hipotesis penelitian adalah program SPSS versi 17.0 for
windows.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Alipoor, S., Goodarzi, A.M., Nezhad, M.Z., & Zaheri L. (2009). Analysis Of The
Relationship Between Physical Self Concept And Body Image Dissatisfaction
In Female Student. Journal of Social Sciences, 5 (1), 60-66.
Azwar, S. (2006). Penyusunan Skala Psikologis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2006). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Berk, L. E. (2007). Development Trough The Lifespan (Fourth Edition). Boston :
Pearson Education.
Calhoun, F. & Acocella, J.R. (1990). Psychology Of Adjusment And Human
Relationship (Third Edition). New York : Mc Graw Hill.
Chaerunnisa. (2008). Membentuk Tubuh Untuk Raih Penampilan Ideal. Diunduh
tanggal 23 September 2010 dari www.lifestyle.okezone.com.
Chung, P. (2003). Physical Self-Concept Between PE Major And Non-PE Major
Students In Hongkong. Journal of Exercise Science and Fitness, 1 (1) : 41-46.
Davison, K. K. & Schmalz, D. L. (2006). Differences In Physical Self-Concept
Among Pre-Adolescents Who Participate In Gender-Typed And CrossGendered Sports. Journal of Sport Behaviour, 29 (4), 335-352.
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik Panduan Bagi Orang
Tua Dan Guru Dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, Dan SMA.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Fernandez, R. A. (2009). Physical Self Concept And Psychological WellBeing/Unwellness During Adolescence. Diunduh tanggal 23 Juli 2010 dari
http://www.news-medical.net/news/2009/02/03/45499.aspx
Gilman, R., Huebner, E.S. & Furlong, M.J. (2009). Handbook Of Positive
Psychology In School. New York : Routledge.
Howell, D. C. (1982). Statistical Methods For Psychology. Massachusetts :
Duxbury Press.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent Development (Fourth Edition). Tokyo :
McGraw-Hill Kogakusha, Ltd.
Hurlock, E. B. (1997). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
50
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas). (2006). Presentase Penduduk Berumur
10 Tahun Ke Atas Yang Melakukan Olahraga Selama Seminggu Terakhir
Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Olahraga Yang Paling Sering
Dilakukan.
Diunduh
tanggal
20
Februari
2011
dari
http://kppo.bappenas.go.id/.
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas). (2008). Persentase Desa Yang Memiliki
Kelompok Kegiatan Olahraga Menurut Propinsi Dan Jenis Olahraga.
Diunduh tanggal 20 Februari 2011 dari http://kppo.bappenas.go.id/.
Klomsten, A. T., Skaalvik, E.M. & Espnes, G. A. (2004). Physical Self-Concept
And Sport : Do Gender Differences Stil Exist?. Sex Roles, Vol. 50, Nos. 1/2,
Januari.
Knapen, J., Vliet, P.V., Coppenolle, H.V., David, A., Peuskens, J., Pieters, G., &
Knapen, K. (2005). Comparison Of Changes In Physical Self-Concept,
Global Self-Esteem, Depression And Anxiety Following Two Different
Psychomotor Therapy Program In Nonpsychotic Psychiatric Inpatients.
Psychotherapy and P
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja adalah masa yang penuh tantangan karena pada masa
ini individu mengalami periode transisi antara masa kanak-kanak menuju
masa dewasa. Periode ini akan melibatkan perubahan-perubahan biologis,
kognitif dan sosio-emosional. Tantangan lain yang ditemui pada masa remaja
adalah pembentukan identitas karena pada masa ini seseorang mulai
membentuk identitas diri (Erikson dalam Hurlock, 1997). Salah satu faktor
yang mempengaruhi pembentukan identitas diri adalah konsep diri. Konsep
diri merujuk pada evaluasi terhadap diri sendiri dalam bidang-bidang tertentu
seperti akademik, atletik, penampilan fisik dan lain sebagainya (Santrock,
2007).
Thomas dan Weiland (dalam Hurlock, 1997) menyatakan remaja
cenderung memiliki konsep diri yang rendah terutama ketika masa pubertas.
Selain itu, Marsh et.al (dalam Klomsten, Skaalvik dan Espnes,
2004)
menyatakan bahwa konsep diri fisik juga mengalami penurunan selama masa
remaja awal dan terutama di kalangan remaja perempuan. Hal tersebut terjadi
karena individu merasa kecewa ketika melihat perubahan tubuh yang
cenderung menjadi lebih gemuk dan perilakunya yang canggung. Perasaan
kecewa dan tidak puas terhadap kondisi fisik tidak hanya terjadi pada remaja
perempuan tetapi juga pada remaja laki-laki.
1
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Konsep diri yang rendah mendorong remaja perempuan untuk
cenderung berperilaku konsumtif. Hal tersebut dikarenakan mereka memiliki
pandangan yang buruk akan diri sendiri, salah satunya terhadap aspek fisik.
Perilaku konsumtif terutama ditujukan pada barang-barang kosmetik yang
beredar di pasaran. Remaja perempuan berharap dengan menggunakan
peralatan kosmetik mereka dapat menutupi kekurangan fisiknya sehingga
mereka dapat tampil lebih menarik (Parma, 2007).
Remaja yang merasa memiliki ukuran tubuh lebih gemuk daripada
teman sebayanya cenderung merasa tidak puas dan kurang percaya diri
mengenai kondisi tubuhnya. Remaja yang merasa kecewa mengenai tubuhnya
terdorong untuk meraih bentuk tubuh idaman. Salah satu cara untuk meraih
tubuh idaman yang populer dilakukan oleh remaja terutama remaja putri
adalah melakukan diet. Remaja memilih diet karena cara ini merupakan
alternatif yang cukup cepat untuk menurunkan berat badan dan membentuk
bentuk tubuh idaman. Salah satu contoh nyata perilaku diet yang tidak sehat
dapat dilihat melalui pengalaman seorang artis perempuan di Indonesia.
Ketika berusia 17 tahun, artis tersebut merasa kurang percaya diri karena
memiliki berat badan yang berlebih. Demi mendapatkan berat tubuh ideal, ia
melakukan diet secara ketat yang justru menyebabkan wajahnya pucat hingga
kondisi fisiknya pun melemah (Karena Diet Ketat, 2009).
Menurut Vereecken dan Maes (dalam Papalia, Olds dan Feldman,
2007) perilaku berdiet atau sekedar keinginan untuk berdiet biasanya banyak
terjadi pada remaja putri usia 15 tahun. Akan tetapi, remaja seringkali
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terjerumus pada diet yang tidak sehat karena mengurangi asupan makanan
secara drastis. Perilaku tersebut justru beresiko menimbulkan gangguan
makan pada remaja (Simbolon, 2010).
Berbeda dengan remaja perempuan yang ingin memiliki tubuh
yang langsing, remaja laki-laki justru mengidamkan
tubuh yang atletis
(Chaerunnisa, 2008). Beberapa remaja laki-laki juga mengidamkan tubuh
yang berotot. Pope (dalam Knoesen, Vo dan Castle, 2009) menyatakan 43%
laki-laki merasa tidak puas dengan penampilannya secara keseluruhan. Caracara yang dilakukan oleh para laki-laki untuk mendapatkan tubuh impian
antara lain berolahraga di pusat kebugaran, berdiet dan mengkonsumsi
suplemen untuk mempercepat pembentukan otot. Hasrat laki-laki untuk
memperoleh tubuh atletis juga tampak dari munculnya produk susu khusus
laki-laki yang dijanjikan dapat mempercepat pembentukan otot tubuh.
Laki-laki yang terobsesi untuk membentuk tubuh berotot memiliki
resiko terkena gangguan mental yang dikenal dengan istilah bigorexia.
Seorang laki-laki penderita bigorexia selalu merasa bahwa tubuhnya kurang
berotot meskipun telah mengatur pola makan dengan ketat dan berlatih
selama berjam-jam di pusat kebugaran (McBride, 2010 ). Bahkan cara-cara
untuk mendapatkan otot tubuh bisa menjadi ekstrim, yaitu dengan melakukan
operasi penanaman implan pada bagian dada serta mengkonsumsi anabolic
steroid. Operasi penanaman implan di bagian dada juga dilakukan oleh
perempuan untuk mendapatkan ukuran payudara yang lebih besar (Ulfah,
2009). Organisasi kesehatan Kanada (dalam Berk, 2007) mencatat sebanyak
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3% remaja laki-laki mengkonsumsi anabolic steroid untuk memacu
pertumbuhan dan kekuatan otot. Laki-laki yang mengalami bigorexia
biasanya mengalami penurunan performansi kerja, studi dan relasi sosial
(Cafri dan Thompson dalam Knoesen et al., 2009).
Ketidakpuasan remaja terhadap bentuk tubuh dapat mengganggu
konsentrasi pada pelajaran sekolah karena mereka sangat memikirkan
kekurangannya tersebut. Akibatnya nilai-nilai pelajaran mereka menurun
(Rini, 2004). Perubahan tubuh yang cenderung menjadi lebih gemuk
menyebabkan penurunan rasa percaya diri (Hurlock, 1997). Pada akhirnya
ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh dapat mengganggu hubungan sosial
remaja di lingkungan.
Fenomena
perilaku
remaja
seperti
melakukan
diet
ketat,
berolahraga secara berlebihan dan operasi penanaman implan menunjukkan
gambaran nyata tentang besarnya perhatian remaja terhadap kondisi fisiknya.
Kondisi fisik (kesehatan dan latihan fisik) serta penampilan (berat badan,
daya tarik dan kesesuaian dengan jenis kelamin) memang menjadi
permasalahan yang menyita waktu dan perhatian remaja (Hurlock, 1973).
Perhatian terhadap tubuh pada dasarnya merupakan hal yang wajar mengingat
perilaku tersebut merupakan salah satu ciri individu yang memasuki masa
remaja (Papalia et al., 2007). Akan tetapi, hal tersebut menjadi tidak wajar
ketika individu menjadi terobsesi untuk memperoleh bentuk tubuh impian
hingga melakukan berbagai cara ekstrem yang dapat menganggu kehidupan.
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dengan mempertimbangkan paparan masalah di atas, penelitian
tertarik untuk memperhatikan tentang konsep diri fisik karena remaja sering
menemui permasalahan mengenai kondisi fisik. Konsep diri fisik berkaitan
dengan pandangan individu mengenai kondisi fisiknya. Gilman, Huebner dan
Furlong (2009) mendefinisikan konsep diri fisik sebagai suatu pandangan dan
perasaan seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk badaniah yang
meliputi penampilan fisik, kesehatan dan keterbatasan fisik serta kemampuan
fisik. Konsep diri fisik menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan
karena keterkaitannya dengan kesehatan psikologis remaja.
Konsep diri fisik yang baik dapat mengurangi tingkat depresi dan
kecemasan individu (Knapen et.al, 2005). Konsep diri yang baik
menyebabkan kesejahteraan psikologis yang baik pula sehingga resiko untuk
mengalami gangguan makan, kecemasan dan depresi semakin kecil
(Fernandez, 2010).
Melihat pentingnya konsep diri fisik dan kaitannya dengan
kesehatan psikologis remaja terutama pada remaja awal, maka perlu diketahui
hal-hal yang mempengaruhi konsep diri fisik. Hal-hal yang mempengaruhi
konsep diri fisik adalah aktivitas olahraga, lingkungan serta budaya dan jenis
kelamin. Penelitian ini lebih memilih salah satu faktor yaitu aktivitas
olahraga. Pertimbangan pemilihan faktor tersebut karena aktivitas olahraga
merupakan cara yang lebih positif untuk dilakukan daripada berdiet atau
melakukan operasi untuk mewujudkan tubuh idaman.
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam penelitiannya, Chung (2003) membedakan tingkat konsep
diri fisik pada mahasiswa yang mengikuti pendidikan olahraga dan
mahasiswa yang tidak mengikuti pendidikan olahraga. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengikuti pendidikan olahraga
memiliki tingkat konsep diri fisik yang lebih tinggi daripada kelompok
mahasiswa yang tidak mengikuti pendidikan olahraga.
Selain itu, terdapat dua penelitian lain yang bertujuan untuk
mengukur konsep diri fisik pada subjek setelah mendapatkan intervensi
berupa pemberian kegiatan olahraga dan pendidikan jasmani. Knapen et.al
(2005), melakukan penelitian untuk membandingkan perubahan konsep diri
fisik, harga diri, tingkat kecemasan dan depresi pada pasien non-psikiatrik
setelah mengikuti program terapi psikomotor berupa aerobik dan angkat
beban. Hasil penelitian menunjukkan subjek mengalami peningkatan konsep
diri fisik setelah menyelesaikan program terapi. Peningkatan konsep diri fisik
juga berkorelasi dengan meningkatnya harga diri dan penurunan tingkat
kecemasan serta depresi.
Schneider, Dunton dan Cooper (2008) juga melakukan penelitian
yang hampir serupa. Penelitian dilakukan dengan cara memberikan program
olahraga terhadap remaja perempuan yang tidak memiliki kebiasaan
beraktivitas fisik. Setelah menyelesaikan program tersebut ternyata konsep
diri fisik pada remaja perempuan mengalami peningkatan. Berdasarkan ketiga
penelitian
di atas
didapatkan
kesimpulan bahwa
meningkatkan konsep diri fisik pada individu.
olahraga
mampu
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ketiga penelitian di atas menunjukkan bahwa individu yang
melakukan olahraga secara teratur memiliki konsep diri fisik yang lebih baik
daripada individu yang tidak melakukan olahraga secara teratur.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas tampak
bahwa konsep diri fisik dan kaitannya dengan aktivitas olahraga menjadi hal
yang penting untuk diteliti. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melihat
perbedaan konsep diri fisik pada kelompok remaja awal yang aktif
berolahraga dan yang tidak aktif berolahraga. Kriteria untuk menentukan
seberapa jauh keaktifan remaja awal dalam kegiatan olahraga akan dijelaskan
secara rinci pada penjelasan mengenai tinjauan pustaka dan metodologi
penelitian.
Penelitian hanya difokuskan pada kelompok remaja awal yang
berusia 13-17 tahun yang bertempat tinggal di daerah Yogyakarta atau
Sleman. Peneliti hanya memilih remaja awal sebagai subjek penelitian karena
konsep diri fisik pada masa tersebut mengalami penurunan yang drastis
sehingga konsep diri fisik menjadi hal yang sangat krusial untuk diteliti
(Marsh et.al dalam Klomsten et.al, 2004). Pertimbangan lain menjadi dasar
pemilihan remaja awal sebagai subjek penelitian adalah karakteristik remaja
awal yang memiliki perhatian yang lebih besar terhadap kondisi fisik
daripada tahapan remaja lainnya serta kedekatan remaja awal dengan
permasalahan mengenai kondisi fisik.
Perbedaan antara penelitian ini dan penelitian sebelumnya terletak
pada pemilihan subjek. Penelitian ini berfokus untuk meneliti konsep diri
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
fisik pada remaja awal usia 13-17 tahun, sedangkan peneliti sebelumnya
melakukan penelitian pada segmen usia 20-21 tahun.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada
perbedaan konsep diri fisik pada remaja awal yang aktif berolahraga dan yang
tidak aktif berolahraga?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan
konsep diri fisik pada remaja awal yang aktif berolahraga dan yang tidak aktif
berolahraga.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat secara teoritis dan praktis. Secara
teoritis, penelitian ini menambah pengetahuan baru dalam ilmu Psikologi
mengenai perbedaan konsep diri fisik di kalangan remaja awal yang aktif
berolahraga dan yang tidak aktif berolahraga.
Secara praktis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan remaja
tentang perbedaan konsep diri fisik pada remaja yang aktif berolahraga dan
yang tidak aktif berolahraga sehingga remaja dapat melakukan refleksi
mengenai konsep diri fisik dan hubungannya dengan kegiatan olahraga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Diri Fisik
1.
Pengertian Konsep Diri Fisik
Gilman et.al (2009) menjelaskan bahwa konsep diri fisik
adalah pandangan dan perasaan individu mengenai penampilan fisik
(ukuran tubuh, kemenarikan tubuh), kesehatan dan keterbatasan fisik
(keterbatasan kesehatan, kelemahan, kesehatan yang tangguh) serta
kemampuan fisik (stamina, ketangkasan dan kemampuan atletik) sebagai
makhluk badaniah. Shavelson (dalam Alipoor, Goodarzi, Nezhad dan
Zaheri, 2009) menyatakan konsep diri fisik adalah pandangan individu
terhadap dimensi fisik yang terbentuk melalui pengalaman dan
interpretasi individu ketika berinteraksi dengan lingkungannya.
Davison dan Schmalz (2006) menyebutkan konsep diri fisik
adalah suatu konstruk yang berfokus pada persepsi individu terhadap
dimensi fisik. Konsep diri fisik dianggap memiliki banyak segi yang
meliputi persepsi individu mengenai kemampuan berolahraga, perasaan
individu mengenai penampilan fisik dan penilaian secara menyeluruh
terhadap diri fisik individu (Rodriguez dan McGovern, 2005). Konsep
diri fisik adalah suatu kualitas yang berkaitan dengan penerimaan
individu terhadap kondisi dan kemampuan fisiknya (Knapen et.al, 2005).
9
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan
berbagai
pengertian
di
atas,
peneliti
menyimpulkan konsep diri fisik adalah pandangan, perasaan dan
penilaian individu terhadap kondisi fisik yang meliputi penampilan dan
kemampuan fisiknya.
2.
Unsur-unsur Konsep Diri Fisik
Dalam penelitian ini, unsur-unsur konsep diri fisik diambil dari
Physical Self Description Questionnaire (PSDQ) yang bertujuan untuk
mengukur 11 unsur konsep diri fisik dan disusun oleh Marsh, Richards,
Johnson, Roche dan Treymane (1994). Unsur-unsur tersebut adalah :
a. Strength (kekuatan) : perasaan yang dimiliki individu mengenai
kekuatan tubuhnya
b. Body fat (lemak tubuh): perasaan yang dimiliki individu mengenai
lemak tubuhnya
c. Physical activity (aktivitas fisik) : tingkat aktivitas fisik yang
dilakukan oleh individu
d. Endurance/ fitness (ketahanan) : perasaan yang dimiliki individu
mengenai ketahanan fisik/ kesehatan jasmaninya
e. Sport competence (kompetensi di bidang olahraga): persepsi individu
mengenai kemampuannya di bidang olahraga
f. Coordination (koordinasi) : perasaan yang dimiliki individu mengenai
koordinasi tubuhnya
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
g. Health (kesehatan) : persepsi yang dimiliki individu mengenai
kesehatan tubuhnya
h. Appearance (penampilan) : persepsi yang dimiliki individu mengenai
penampilan fisiknya
i. Flexibility (kelenturan) : perasaan yang dimiliki individu mengenai
kelenturan tubuhnya
j. General physical self-concept (konsep diri fisik global): keseluruhan
perasaan dan kepuasan individu terhadap kondisi fisiknya
k. Self esteem (harga diri) : keseluruhan perasaan, kepuasan dan
penghargaan individu terhadap diri dan tidak terbatas hanya pada
kondisi fisik.
Akan tetapi, peneliti hanya menggunakan 8 unsur konsep diri
fisik yaitu kekuatan, lemak tubuh, aktivitas fisik, ketahanan, koordinasi,
kesehatan, penampilan dan kelenturan. Unsur fisik yang tidak digunakan
adalah sport competence, general physical self-concept dan self esteem.
Peneliti menghilangkan unsur sport competence untuk
memperoleh kondisi yang setara antara kedua kelompok subjek. Kondisi
yang tidak setara antara kedua kelompok dapat mempengaruhi hasil
penelitian sehingga hasil yang di dapatkan tidak lagi objektif. Jika unsur
tersebut dipergunakan maka kelompok subjek yang aktif berolahraga
berkemungkinan memperoleh skor yang lebih tinggi. Skor yang lebih
tinggi dapat terjadi karena subjek yang aktif berolahraga melakukan
kegiatan olahraga secara lebih intensif sehingga keterampilan mereka di
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bidang olahraga juga akan lebih baik. Sedangkan pertimbangan peneliti
untuk menghilangkan unsur general physical self-concept karena unsur
tersebut dapat terwakili oleh 8 unsur fisik yang lain. Unsur self-esteem
tidak disertakan dalam penelitian ini karena unsur tersebut juga
mengukur hal-hal di luar kondisi fisik sehingga kurang spesifik untuk
mengungkap permasalahan mengenai kondisi fisik.
Penelitian ini mengacu pada instrumen PSDQ yang disusun tahun
1994, namun alat tersebut masih dianggap relevan untuk dipergunakan.
Hal tersebut dikarenakan literatur dan definisi konsep diri fisik yang
cantumkan tetap memuat unsur-unsur yang sama dengan unsur konsep
diri fisik dalam PSDQ.
Penelitian-penelitian yang menjadi acuan dalam penelitian ini
juga menggunakan Physical Self Description Questionnaire (PSDQ) dan
Physical Self Perception Profile (PSPP) sebagai alat ukur konsep diri
fisik. PSPP juga mengukur unsur-unsur fisik yang hampir serupa dengan
PSDQ yaitu persepsi individu terhadap kompetensi olahraga dan kondisi
fisik, perasaan individu terhadap tubuh yang menarik, perasaan individu
terhadap kekuatan fisik serta penghargaan individu terhadap diri fisik
(dalam Knapen et.al, 2005).
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.
Aspek-aspek Konsep Diri Fisik
Dalam penelitian ini, aspek konsep diri fisik diambil dari tiga
aspek konsep diri yang dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella (1990).
Ketiga aspek tersebut kemudian dikombinasikan dengan 8 unsur konsep
diri fisik menurut Marsh et.al (1994). Berikut adalah penjelasan dari
ketiga aspek konsep diri fisik :
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hal-hal yang diketahui individu tentang
dirinya. Jika digabungkan dengan unsur-unsur fisik maka pengetahuan
diartikan sebagai sejauh mana individu mengetahui tentang kondisi
fisiknya ditinjau berdasarkan kekuatan tubuh, lemak tubuh, tingkat
aktivitas fisik, ketahanan tubuh, kesehatan tubuh, koordinasi tubuh,
penampilan dan kelenturan tubuh.
Pengetahuan tentang diri fisik memungkinkan individu
untuk mengenali kekurangan dan kelebihan yang dimiliki serta
mendeskripsikan keadaan diri fisiknya. Semakin banyak pengetahuan
yang dimiliki maka konsep diri fisik individu semakin positif.
Individu dengan konsep diri fisik yang positif dapat
mengenali dan menyimpan informasi yang positif maupun negatif
mengenai kondisinya fisik. Selain itu, individu yang memiliki konsep
diri fisik yang positif maka individu tersebut dapat memahami dan
menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang
dirinya sendiri. Sebaliknya ketika individu tidak mengetahui seperti
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
apa diri fisiknya serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki maka
individu tersebut memiliki konsep diri fisik yang negatif (Calhoun dan
Acocella, 1990).
b. Harapan
Selain pandangan mengenai siapa dirinya, individu juga
memiliki gagasan lain tentang akan menjadi seperti apa dirinya di
masa depan (Rogers dalam Calhoun dan Acocella, 1990). Dengan kata
lain individu memiliki pengharapan atau diri ideal bagi dirinya sendiri
(Calhoun dan Acocella, 1990).
Harapan adalah suatu keinginan yang ingin dicapai oleh
individu mengenai dirinya. Apabila pengertian tersebut digabungkan
dengan unsur-unsur konsep diri fisik maka harapan adalah sesuatu
yang ingin diwujudkan individu untuk mencapai gambaran ideal
mengenai kondisi fisik, ditinjau berdasarkan kekuatan tubuh, lemak
tubuh, tingkat aktivitas fisik, ketahanan tubuh, kesehatan tubuh,
koordinasi tubuh, penampilan dan kelenturan tubuh.
Individu yang memiliki harapan-harapan yang tidak realistis
cenderung memiliki konsep diri fisik negatif. Harapan yang tidak
realistis
terjadi
karena
individu
merumuskan
harapan
tanpa
mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan diri fisiknya hal
tersebut menyebabkan individu memiliki harapan yang terlalu tinggi
atau justru terlalu rendah daripada kondisi fisik yang dimiliki.
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebaliknya, individu yang memiliki konsep diri fisik positif mampu
merancang harapan-harapan yang realistis. Harapan yang realistis
memungkinkan individu memiliki kemungkinan yang besar untuk
mewujudkannya (Calhoun dan Acocella, 1990). Oleh sebab itu,
individu harus menetapkan harapan yang sesuai dengan potensi dan
kemampuan diri sendiri (Desmita, 2009).
c. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri.
Apabila digabungkan dengan unsur-unsur konsep diri fisik maka
evaluasi adalah penilaian yang dilakukan individu mengenai kondisi
fisiknya. Penilaian mengenai diri fisik ditinjau dari kekuatan tubuh,
lemak tubuh, tingkat aktivitas fisik, ketahanan tubuh, kesehatan tubuh,
koordinasi tubuh, penampilan dan kelenturan tubuh.
Dalam aspek ini terdapat dua hal penting yang dapat
mempengaruhi penilaian individu yaitu harapan dan standar yang
ditetapkan oleh individu terhadap diri fisiknya (Epstein dalam
Calhoun dan Acocella, 1990). Jika terdapat ketidaksesuaian atau
kesenjangan yang besar antara harapan dan standar individu mengenai
kondisi fisiknya dapat menimbulkan rasa tidak suka terhadap diri
fisiknya. Sebaliknya semakin besar kesesuaian antara harapan dan
standar individu mengenai kondisi fisiknya maka individu semakin
menyukai dan nyaman terhadap diri fisiknya.
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ketika individu menyukai dan merasa nyaman dengan
kondisi fisiknya maka individu akan memberikan penilaian yang
positif mengenai diri fisik. Kondisi tersebut membantu individu untuk
membentuk konsep diri fisik yang. Sebaliknya individu yang memiliki
penilaian negatif mengenai diri fisiknya maka cenderung memiliki
konsep diri fisik yang negatif. Individu tersebut selalu merasa bahwa
diri fisiknya berada dalam kondisi yang buruk meskipun ia telah
melakukan berbagai usaha untuk mengatasi permasalahan fisiknya.
Peneliti kurang setuju dengan penjelasan dan kesimpulan yang
dikemukakan oleh Calhoun dan Acoccela (1990) mengenai aspekaspek konsep diri fisik. Peneliti kurang setuju dengan pernyataan yang
menyebutkan bahwa semakin banyak pengetahuan individu mengenai
diri fisiknya maka semakin positif konsep diri fisiknya. Peneliti
berpendapat jika individu memiliki banyak pengetahuan namun
pengetahuannya mengenai kelemahan diri fisiknya maka konsep diri
fisik yang terbentuk mungkin justru menjadi negatif.
Peneliti setuju dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Calhoun dan Acoccela (1990) mengenai aspek harapan. Peneliti setuju
bahwa individu dengan harapan yang realistis memiliki konsep diri
fisik yang positif. Harapan yang realistis tersebut dapat terbentuk
karena individu mempertimbangkan kelebihan dan kelemahan diri
fisiknya. Harapan realistis memiliki kemungkinan yang besar untuk
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diwujudkan sehingga individu dapat membentuk konsep diri fisik
yang positif.
Peneliti juga menyetujui pendapat Calhoun dan Acoccela
(1990) mengenai aspek penilaian. Peneliti setuju bahwa penilaian
yang positif mengenai diri fisiknya akan membantu individu untuk
membentuk konsep diri fisik yang positif. Ketika individu memiliki
penilaian yang positif mengenai diri fisiknya maka individu akan
merasa puas dan nyaman dengan diri fisiknya.
Meskipun peneliti kurang setuju dengan salah satu pernyataan
Calhoun dan Acocella (1990) mengenai aspek konsep diri fisik, tetapi
peneliti tetap menggunakan ketiga aspek di atas sebagai dasar
penyusunan alat ukur konsep diri fisik.
4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Fisik
a.
Aktivitas Olahraga
Olahraga adalah serangkaian perilaku kegiatan fisik yang
melibatkan gerakan berulang dan bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan jantung, pernapasan dan otot tubuh. Olahraga memiliki
cara yang lebih terstruktur dan memerlukan tenaga serta intensitas
yang lebih besar daripada kegiatan fisik biasa (WHO, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Knapen et.al
(2005) dan Schneider et.al (2008), pemberian latihan fisik dapat
meningkatkan konsep diri fisik individu. Ketika kegiatan olahraga
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
secara teratur maka individu dapat memperoleh berbagai manfaat
dari kegiatan olahraga.
Manfaat dari kegiatan olahraga memiliki potensi untuk
merubah pandangan, perasaan dan penilaian individu akan
penampilan dan kemampuan fisiknya. Manfaat yang timbul dari
kegiatan olahraga akan mempengaruhi berbagai unsur fisik seperti
stamina tubuh, kekuatan tubuh, kemenarikan tubuh, ketahanan
tubuh, berat badan, serta pembentukan tulang dan otot (Sonstroem
dan Morgan; Fox dalam Knapen et.al, 2005; Papalia et.al, 2007).
Organisasi kesehatan dunia, WHO (2010) juga menyatakan bahwa
kegiatan olahraga
memiliki kontribusi dalam perkembangan
koordinasi dan pengaturan gerak, serta sistem kardiovaskuler.
Kegiatan
olahraga
yang
dilakukan
secara
teratur
memberikan peluang yang besar bagi individu untuk merubah
berbagai unsur fisiknya. Perubahan yang terjadi pada diri fisik dapat
mempengaruhi pandangan, perasaan dan penilaian individu terhadap
kondisi fisiknya yang meliputi penampilan dan kemampuan fisik.
b. Lingkungan dan Budaya
Setiap budaya memiliki perbedaan nilai mengenai bentuk
dan ukuran tubuh, serta jenis tipe tubuh yang dapat diterima dalam
lingkungan budaya tersebut (Crago et.al, Rubin et.al dan Schooler
et.al dalam Nishina, Ammon, Bellmore dan Graham, 2006). Oleh
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
karena itu, pandangan individu mengenai kondisi fisiknya juga tidak
lepas dari standar kemenarikan tubuh yang ditetapkan oleh
lingkungan dan budayanya (Marsh dalam Murcia, Gimeno, Lacarcel
dan Perez, 2007).
Murcia et.al (2007) berpendapat bahwa konteks sosial
budaya yang dianut oleh individu akan memberikan pengaruh
terhadap konsep diri fisiknya. Oleh sebab itu, individu memiliki
standar yang berbeda-beda mengenai kondisi fisik yang ideal.
Murcia et.al (2007) menerangkan bahwa gambaran mengenai tubuh
ideal yang berkembang dalam budaya dapat menentukan seberapa
besar perhatian seseorang terhadap penampilannya. Seberapa besar
perhatian individu terhadap kondisi fisik merupakan konsekuensi
dari tekanan sosial.
Salah satu contoh yang memperlihatkan pengaruh budaya
dan lingkungan terhadap standar kemenarikan tubuh dikemukakan
oleh Stice (dalam Nishina et.al, 2006). Stice (dalam Nishina et.al,
2006) menyatakan bahwa penekanan terhadap bentuk tubuh yang
ideal biasanya lebih kaku dan ekstrem di kalangan perempuan
Kaukasian. Oleh sebab itu, perempuan-perempuan Kaukasian
memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap ketidakpuasan akan tubuh
serta gangguan makan.
Sebaliknya perempuan etnis campuran Afrika-Amerika
cenderung memiliki kepuasan yang lebih besar terhadap tubuhnya
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
daripada perempuan Kaukasian, Latin dan Asia. Perempuan etnis
Afrika-Amerika juga memiliki persepsi yang lebih positif terhadap
berat badan daripada perempuan Asia (Nishina et.al, 2006).
Kepuasan perempuan etnis Afrika-Amerika mengenai tubuhnya
dapat terjadi karena meraka memberikan perhatian yang lebih sedikit
terhadap tubuh daripada perempuan Kaukasian (Crago et.al, Franko
dan Striegel-Moore, Robinson et.al dan Siegel dalam Nishina et.al,
2006).
Lingkungan serta budaya yang tidak memberikan tekanan
yang besar terhadap individu untuk memenuhi standar bentuk tubuh
ideal menyebabkan individu cenderung merasa puas dengan diri
fisiknya. Individu yang merasa tidak puas dengan kondisi fisik
karena ia merasa tidak memenuhi harapan dan standar yang
ditetapkan oleh lingkungan dan budaya.
c.
Jenis Kelamin
Konsep diri fisik juga dipengaruhi oleh perbedaan jenis
kelamin. Laki-laki memiliki tingkat konsep diri fisik yang berbeda
dengan perempuan. Klomsten et.al (dalam Davison dan Schmalz,
2006) menyatakan bahwa laki-laki cenderung memiliki konsep diri
yang lebih tinggi daripada perempuan.
Marsh (dalam Davison dan Schmalz, 2006) menyatakan
bahwa konsep diri fisik mengandung berbagai unsur yang
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengandung sifat maskulin (seperti ketahanan tubuh dan kompetensi
di bidang olahraga) dan sifat feminin (seperti kelenturan dan
kemenarikan tubuh). Crocker, Ellsworth dan Marsh (dalam Chung,
2003) menyatakan bahwa laki-laki memiliki nilai yang lebih tinggi
pada unsur kompetensi di bidang olahraga, kemampuan fisik dan
kemenarikan tubuh daripada perempuan.
Hallinan et.al (dalam Chung, 2003) menyatakan individu
perempuan cenderung memandang dirinya memiliki berat badan
berlebih. Perempuan juga cenderung merasa kurang puas dengan
penampilan fisiknya. Selain itu, stereotipe yang melekat pada
perempuan adalah sebagai seorang yang lemah dan tidak aktif. Hal
tersebut mengakibatkan perempuan memiliki konsep diri fisik yang
lebih rendah daripada laki-laki.
Berdasarkan
paparan
di
atas
maka
dapat
ditarik
kesimpulan bahwa hal-hal yang mempengaruhi tingkat konsep diri
fisik pada diri individu adalah aktivitas olahraga, konteks lingkungan
dan budaya serta jenis kelamin.
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Remaja Awal
1.
Pengertian Remaja Awal
Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang
kehidupan manusia yang menghubungkan antara masa kanak-kanak dan
masa dewasa (Santrock, 2009). Remaja awal dimulai ketika individu
memasuki usia 13-17 tahun (Hurlock, 1997). Periode transisi pada masa
remaja melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2007). Perubahan yang terjadi pada kondisi fisik
membuat individu yang memasuki masa remaja awal mengalami
keheranan terhadap diri fisiknya. Remaja awal biasanya merasa terheranheran dengan perubahan fisik yang terjadi serta munculnya dorongandorongan yang menyertai perubahan tersebut (Monks dkk dalam
Sarwono, 2007).
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas maka peneliti
menyimpulkan remaja awal adalah individu usia 13-17 tahun dan sedang
mengalami transisi dari masa anak-anak menuju kedewasaan yang
ditandai dengan adanya perubahan dan perkembangan secara biologis,
kognitif, sosio-emosional dan sosial ekonomi.
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.
Ciri-ciri Remaja Awal
Rochmah (2005) menyebutkan ciri-ciri khas individu yang
memasuki masa remaja awal. Ciri-ciri tersebut adalah :
a.
Status tidak menentu
Pada masa ini, individu berada pada status yang tidak menentu
karena individu sudah tidak bisa dianggap sebagai anak-anak tetapi
juga belum mencapai tahap kedewasaan seutuhnya.
b.
Emosional
Individu yang berada pada masa remaja awal biasanya memiliki
ketegangan emosi yang lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan
individu harus belajar untuk menyesuaikan diri dengan harapanharapan baru yang datang dari lingkungan sekitar dimana harapan
tersebut berbeda ketika individu masih kanak-kanak.
c. Memiliki keadaan yang tidak stabil
Individu yang memasuki masa remaja awal memiliki keadaan yang
tidak stabil dikarenakan adanya ketegangan emosi seperti yang
disebutkan di atas. Perasaan gembira yang dimiliki dapat berubah
menjadi kesedihan secara tiba-tiba. Kepercayaan diri yang dimiliki
berubah menjadi rasa ragu akan diri sendiri, altruisme berubah
menjadi egoisme, sedangkan antusiasme berubah menjadi sikap
acuh. Hal-hal tersebut muncul karena remaja memiliki perasaan yang
tidak pasti mengenai dirinya.
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
d. Memiliki banyak masalah
Masalah yang muncul di masa remaja cukup beragam. Masalah yang
biasa muncul pada masa remaja antara lain berkaitan dengan
keadaan jasmaninya (remaja seringkali merasa cemas terhadap
penampilannya), peran gender dan hubungan dengan lawan jenis,
nilai, kebebasan, masalah yang berhubungan dengan kemampuan
dan lain sebagainya.
e.
Masa remaja awal disebut sebagai masa yang kritis
Masa remaja menjadi suatu dasar penilaian untuk melihat apakah
individu dapat menghadapi berbagai persoalan yang muncul dengan
baik. Kemampuan individu dalam menghadapi masalah di masa
remaja akan memberikan pengaruh ketika memasuki masa dewasa.
3.
Tugas Perkembangan Remaja
Havighurst (dalam Hurlock, 1997) menyebutkan tugas
perkembangan pada masa remaja adalah :
a. Menerima kondisi fisik dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif
b. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya
laki-laki maupun perempuan
c. Mencapai peran sosial laki-laki maupun perempuan
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang
dewasa lainnya
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
f. Mempersiapkan karir ekonomi
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis yang digunakan sebagai
pegangan untuk berperilaku
4.
Remaja dan Olahraga
Monks, Knoers dan Haditono (2006) menyatakan olahraga
merupakan salah satu kegiatan yang disukai oleh remaja. Aktivitas
olahraga membantu remaja untuk mengisi waktu luang secara lebih
bermanfaat, menyalurkan kelebihan energi, dan menemukan identitas.
Jenis olahraga yang populer di kalangan remaja adalah
olahraga renang, bersepeda, bola basket, bola voli, sepakbola, lari dan
lain sebagainya (Rice, 1996). Sedangkan data Susenas (Kementerian
Negara
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Badan
Perencanaan
Pembangunan Nasional [Bappenas], 2006) menyebutkan olahraga yang
sering dilakukan oleh masyarakat usia 10-19 tahun adalah senam, sepak
bola dan bola voli. Data Podes (Kementerian Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas, 2008) juga menyatakan bahwa
kelompok kegiatan olahraga yang banyak dimiliki di sebuah desa adalah
bola voli, sepak bola dan bulu tangkis.
Jenis olahraga dalam penelitian ini dibatasi menjadi 5 jenis
olahraga yang bersifat kelompok maupun individual. Jenis olahraga
tersebut adalah sepak bola, voli, basket, berenang dan bulu tangkis.
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kelima jenis olahraga tersebut dipilih dengan mempertimbangkan jenisjenis olahraga yang populer di kalangan remaja menurut data Podes
(2008), Susenas (2006) dan Rice (1996).
Waktu yang perlu diluangkan oleh individu usia 5-17 tahun
untuk berolahraga adalah 60 menit dan dilakukan minimal 3 kali dalam
satu minggu WHO (2011). Sedangkan, Papalia et.al (2007) menyarankan
kegiatan olahraga setidaknya dilakukan secara rutin selama 30 menit.
Berdasarkan data tersebut maka remaja yang dianggap aktif berolahraga
adalah remaja yang berolahraga setidaknya 1 kali dalam seminggu dan
dilakukan minimal selama 30 menit. Kegiatan olahraga yang dilakukan
juga terlepas dari pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler olahraga
sekolah. Sedangkan remaja yang tidak aktif berolahraga adalah remaja
yang tidak berolahraga secara rutin di luar pelajaran dan kegiatan
ekstrakurikuler sekolah.
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Penjelasan Perbedaan Konsep Diri Fisik Pada Remaja Awal Yang Aktif
Berolahraga Dan Yang Tidak Aktif Berolahraga
Kondisi fisik remaja awal akan mempengaruhi konsep diri fisiknya.
Remaja awal yang memiliki tubuh lebih gemuk cenderung merasa kecewa
dan tidak puas dengan kondisi fisiknya. Hal tersebut menyebabkan remaja
awal memiliki konsep diri fisik yang negatif. Remaja dengan konsep diri fisik
yang
negatif
akan
terhambat
untuk
memenuhi
salah
satu
tugas
perkembangannya yaitu menerima kondisi fisik dan memanfaatkan fisiknya
secara efektif.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membentuk konsep diri
fisik yang positif adalah melalui kegiatan olahraga (Chung, 2003; Knapen
et.al, 2005 dan Schneider et.al, 2008). Remaja awal yang aktif berolahraga
memiliki konsep diri fisik yang lebih positif daripada yang tidak aktif
berolahraga. Hal tersebut terjadi karena remaja awal yang aktif berolahraga
memiliki kondisi fisik yang lebih baik sehingga mereka merasa lebih puas
dengan diri fisiknya.
Konsep diri fisik memiliki tiga aspek yaitu pengetahuan, harapan
dan penilaian. Ketiga aspek tersebut akan digunakan untuk menyusun alat
ukur. Remaja awal yang aktif berolahraga memiliki pengetahuan yang positif
mengenai diri fisiknya, harapan yang realistis dan penilaian yang positif
mengenai diri fisiknya. Sedangkan, remaja awal yang tidak aktif berolahraga
memiliki pengetahuan yang negatif mengenai diri fisiknya, harapan yang
tidak realistis dan penilaian yang negatif mengenai diri fisiknya.
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan teori di atas, hipotesis penelitian ini
adalah remaja awal yang aktif berolahraga memiliki konsep diri fisik yang
secara signifikan lebih tinggi daripada remaja awal yang tidak aktif
berolahraga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Skema 1
Perbedaan Konsep Diri Fisik Pada Remaja Awal Yang Aktif Berolahraga dan Yang Tidak Aktif Berolahraga
Remaja awal
yang aktif OR
Konsep diri fisik
yang positif
Remaja awal yang
tidak aktif OR
Aspek konsep diri fisik :
Konsep diri fisik
yang negatif
Aspek konsep diri fisik :
1. Pengetahuan yang positif
1. Pengetahuan yang negatif
mengenai diri fisiknya
mengenai diri fisiknya
2. Harapan yang realistis
3. Penilaian yang positif
mengenai diri fisiknya
2. Harapan yang tidak
realistis
3. Penilaian yang negatif
mengenai diri fisiknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian komparasi yang bertujuan untuk
membandingkan dan mencari perbedaan konsep diri fisik antara remaja yang
aktif berolahraga dan remaja yang tidak aktif berolahraga.
B. Identifikasi Variabel
1. Variabel X : keaktifan remaja awal dalam kegiatan olahraga
2. Variabel Y : konsep diri fisik
C. Definisi Operasional
1.
Keaktifan Remaja Awal Dalam Kegiatan Olahraga
Keaktifan dalam kegiatan olahraga adalah frekuensi remaja
awal dalam kegiatan berolahraga di luar jam pelajaran dan kegiatan
ekstrakurikuler
sekolah.
Indikator
keaktifan
berolahraga
adalah
melakukan kegiatan olahraga secara rutin minimal 1 kali seminggu
dengan durasi waktu 30 menit atau lebih.
Data mengenai keaktifan dan ketidakaktifan remaja awal
dalam kegiatan olahraga diungkap melalui 3 pertanyaan terbuka yang
terdapat dalam skala konsep diri fisik.
30
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.
Konsep Diri Fisik
Konsep diri fisik adalah pandangan, perasaan dan penilaian
individu mengenai kondisi fisik yang diukur dengan aspek-aspek konsep
diri fisik yang terdiri dari pengetahuan, harapan dan evaluasi individu
terhadap penampilan fisik dan kemampuan fisik. Konsep diri fisik
diungkap dengan Skala Konsep Diri Fisik. Semakin tinggi skor total
maka konsep diri fisik subjek semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah
skor total maka semakin rendah pula konsep diri fisiknya.
D. Subjek Penelitian
Pemilihan subjek dilakukan dengan teknik purposive sampling.
Masing-masing kelompok terdiri dari 88 orang sehingga total subjek dalam
penelitian ini adalah 176 orang.
Karakteristik subjek adalah :
1.
Remaja putra dan putri yang berada pada tahap remaja awal dengan
rentang usia 13-17 tahun.
2.
Aktif
berolahraga
di
luar
jam
pelajaran
dan
kegiatan
ekstrakurikuler olahraga sekolah secara rutin minimal 1 kali dalam
seminggu dengan durasi waktu 30 menit atau lebih.
3.
Tidak berolahraga secara rutin di luar jam pelajaran olahraga
maupun kegiatan ekstrakurikuler sekolah.
4.
Bersekolah dan berdomisili di Yogyakarta atau Sleman.
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
E. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpul data penelitian adalah skala konsep diri fisik yang
disusun oleh peneliti. Skala Konsep Diri Fisik disusun dengan metode rating
yang dijumlahkan atau skala Likert.
Skala konsep diri fisik terdiri dari 60 buah item yang dibagi
menjadi 30 pernyataan favorable dan 30 pernyataan unfavorable. Skala
konsep diri fisik terdiri dari 4 alternatif jawaban yaitu, SS (sangat sesuai), S
(sesuai), TS (tidak sesuai) dan STS (sangat tidak sesuai). Alternatif jawaban
tengah tidak disediakan untuk menghindari kecenderungan subjek memilih
jawaban tengah (Azwar, 2006).
Pemberian skor untuk pernyataan favorable bergerak dari 4 (SS), 3
(S), 2 (TS) dan 1 (STS) sedangkan pernyataan unfavorable bergerak dari 1
(SS), 2 (S), 3 (TS) dan 4 (STS). Komposisi item dapat dilihat dari tabel
berikut:
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 1
Blue Print Skala Konsep Diri Fisik Sebelum Uji Coba
Aspek Konsep Diri Fisik
Unsur-unsur fisik
Pengetahuan
Harapan
Evaluasi
Total
Fav
Unfav
Fav
Unfav
Fav
Unfav
8
42
34
5
20
46
6
Lemak tubuh
17, 50
11, 56
2, 48
23, 45
13, 38
22, 28
12
Aktivitas fisik
1
43
27
52
14
57
6
Ketahanan tubuh
32
51
41
15
53
3
6
26, 49
7, 58
18, 55
35, 59
10, 47
29, 39
12
Koordinasi tubuh
31
16
24
9
60
21
6
Penampilan
6
33
30
19
36
54
6
Kelenturan tubuh
44
25
12
40
4
37
6
Total
10
10
10
10
10
10
60
Kekuatan tubuh
Kesehatan tubuh
Unsur fisik lemak tubuh dan kesehatan tubuh memiliki jumlah
item yang lebih banyak daripada unsur fisik yang lain. Penambahan jumlah
item pada unsur fisik kesehatan tubuh dilakukan karena unsur tersebut
memiliki dua indikator. Sedangkan penambahan jumlah item pada unsur fisik
lemak tubuh dikarenakan permasalahan mengenai berat badan dan lemak
tubuh lebih banyak ditemui di kalangan remaja.
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
F. Uji Validitas, Seleksi Item dan Reliabilitas
1.
Validitas
Pengujian validitas skala diperlukan untuk mengetahui
kemampuan skala dalam menghasilkan data yang akurat dan sesuai
dengan tujuan ukurnya (Azwar, 2006). Peneliti menggunakan validitas isi
untuk mengetahui validitas Skala Konsep Diri Fisik. Validitas isi dicapai
melalui professional judgment oleh dosen pembimbing skripsi sebagai
orang yang dianggap profesional dan ahli.
2. Reliabilitas
Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil
ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas
dinyatakan dalam koefisien reliabilitas (rxx’) yang berada pada rentang
angka antara 0 sampai 1,00. Jika koefisien reliabilitas mendekati angka
1,00 maka alat ukur memiliki reliabilitas yang semakin tinggi (Azwar,
2006). Hal tersebut menunjukkan bahwa alat ukur semakin reliabel dan
dapat dipercaya konsistensinya. Reliabilitas diuji menggunakan metode
internal consistency dengan rumus Alpha Cronbach melalui program
SPSS 17.0 for windows evaluation. Hasil analisis menunjukkan,
reliabilitas skala uji coba mencapai ߙ ൌ 0,889. Setelah melalui proses
seleksi item, skala penelitian yang berjumlah 33 item memiliki
reliabilitas ߙ ൌ 0,887.
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Seleksi Item
Seleksi item dilakukan untuk memperoleh item yang
berkualitas. Parameter yang digunakan untuk seleksi item adalah daya
diskriminasi item. Pengujian daya dikriminasi item memerlukan
komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi
skor skala sehingga menghasilkan koefisien item-total (rix). Penghitungan
koefisien korelasi item-total dilakukan dengan bantuan program SPSS
17.0 for Windows Evaluation.
Peneliti menggunakan batasan koefisien korelasi item-total
(rix) 0,30 sebagai kriteria untuk memilih item yang berkualitas. Item
yang memiliki nilai rix 0,30 atau lebih dianggap memiliki daya beda yang
memuaskan (Azwar, 2006).
Proses seleksi item dilakukan setelah pelaksanaan try out
kepada 96 subjek. Penggunaan batasan rix 0,30 menyebabkan item
mengalami banyak pengguguran. Pada tahap ini skor rix berkisar antara 0,036 sampai 0,569. Jika peneliti menggunakan batasan tersebut maka
item yang gugur mencapai setengah dari total item sehingga hanya tersisa
30 buah item. 30 item yang tersisa masih memiliki kemungkinan untuk
mengalami pengguguran karena item-item tersebut belum melalui proses
penyeimbangan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka peneliti menurunkan
batas koefisien korelasi item-total menjadi 0,250. Menurut Azwar (2006)
cara tersebut dapat dilakukan jika jumlah item yang lolos seleksi tidak
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mencukupi jumlah yang diinginkan. Pengujian dilakukan tiga kali hingga
mendapatkan item-item yang berkualitas dan memiliki skor rix antara
0,250-0,564. Jumlah item yang lolos seleksi adalah 43 buah. Berikut
adalah blue print skala setelah uji coba :
Tabel 2
Blue Print Skala Konsep Diri Fisik Setelah Uji Coba
Aspek Konsep Diri Fisik
Unsur-unsur fisik
Pengetahuan
Harapan
Total
Evaluasi
Fav
Unfav
Fav
Unfav
Fav
Unfav
-
42
34
-
20
46
4
Lemak tubuh
50
56
48
-
13, 38
22, 28
7
Aktifitas fisik
1
43
27
-
14
57
5
Ketahanan tubuh
32
51
41
-
53
-
4
Kesehatan tubuh
49
7
55
35
10, 47
29, 39
8
Koordinasi tubuh
31
16
24
-
60
21
5
Penampilan
6
33
30
-
36
54
5
Kelenturan tubuh
44
25
12
-
4
37
5
Total
7
8
8
1
10
9
43
43
item
Kekuatan tubuh
Setelah
mendapatkan
yang
berkualitas
baik,
pengurangan terhadap beberapa item kembali dilakukan. Proses tersebut
bertujuan untuk mendapatkan komposisi item yang seimbang di setiap
aspek. Item yang digugurkan adalah item dengan nilai rix yang mendekati
0,250. Setelah proses penyeimbangan, tersisa 33 buah item dengan
koefisien reliabilitas sebesar 0,887. Komposisi item yang digunakan
sebagai alat ukur dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3
Blue Print Skala Konsep Diri Fisik Setelah Diseimbangkan
Aspek Konsep Diri Fisik
Unsur-unsur fisik
Pengetahuan
Harapan
Evaluasi
Total
Fav
Unfav
Fav
Fav
Unfav
-
42
34
20
-
3
Lemak tubuh
50
56
48
13
22
5
Aktifitas fisik
1
-
27
14
57
4
Ketahanan tubuh
-
51
41
53
-
3
Kesehatan tubuh
49
7
55
10
29
5
Koordinasi tubuh
31
16
24
60
21
5
-
33
30
36
54
4
Kelenturan tubuh
44
25
12
4
-
4
Total
5
7
8
8
5
33
Kekuatan tubuh
Penampilan
G. Metode Analisis Data
Uji Hipotesis Penelitian
Metode independent sample t-test digunakan untuk menguji
hipotesis penelitian. Metode tersebut digunakan untuk membandingkan ratarata (mean) dari dua kelompok penelitian. Program statistik yang digunakan
untuk menguji hipotesis penelitian adalah program SPSS versi 17.0 for
windows.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Alipoor, S., Goodarzi, A.M., Nezhad, M.Z., & Zaheri L. (2009). Analysis Of The
Relationship Between Physical Self Concept And Body Image Dissatisfaction
In Female Student. Journal of Social Sciences, 5 (1), 60-66.
Azwar, S. (2006). Penyusunan Skala Psikologis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2006). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Berk, L. E. (2007). Development Trough The Lifespan (Fourth Edition). Boston :
Pearson Education.
Calhoun, F. & Acocella, J.R. (1990). Psychology Of Adjusment And Human
Relationship (Third Edition). New York : Mc Graw Hill.
Chaerunnisa. (2008). Membentuk Tubuh Untuk Raih Penampilan Ideal. Diunduh
tanggal 23 September 2010 dari www.lifestyle.okezone.com.
Chung, P. (2003). Physical Self-Concept Between PE Major And Non-PE Major
Students In Hongkong. Journal of Exercise Science and Fitness, 1 (1) : 41-46.
Davison, K. K. & Schmalz, D. L. (2006). Differences In Physical Self-Concept
Among Pre-Adolescents Who Participate In Gender-Typed And CrossGendered Sports. Journal of Sport Behaviour, 29 (4), 335-352.
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik Panduan Bagi Orang
Tua Dan Guru Dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP, Dan SMA.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Fernandez, R. A. (2009). Physical Self Concept And Psychological WellBeing/Unwellness During Adolescence. Diunduh tanggal 23 Juli 2010 dari
http://www.news-medical.net/news/2009/02/03/45499.aspx
Gilman, R., Huebner, E.S. & Furlong, M.J. (2009). Handbook Of Positive
Psychology In School. New York : Routledge.
Howell, D. C. (1982). Statistical Methods For Psychology. Massachusetts :
Duxbury Press.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent Development (Fourth Edition). Tokyo :
McGraw-Hill Kogakusha, Ltd.
Hurlock, E. B. (1997). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
50
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas). (2006). Presentase Penduduk Berumur
10 Tahun Ke Atas Yang Melakukan Olahraga Selama Seminggu Terakhir
Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Olahraga Yang Paling Sering
Dilakukan.
Diunduh
tanggal
20
Februari
2011
dari
http://kppo.bappenas.go.id/.
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas). (2008). Persentase Desa Yang Memiliki
Kelompok Kegiatan Olahraga Menurut Propinsi Dan Jenis Olahraga.
Diunduh tanggal 20 Februari 2011 dari http://kppo.bappenas.go.id/.
Klomsten, A. T., Skaalvik, E.M. & Espnes, G. A. (2004). Physical Self-Concept
And Sport : Do Gender Differences Stil Exist?. Sex Roles, Vol. 50, Nos. 1/2,
Januari.
Knapen, J., Vliet, P.V., Coppenolle, H.V., David, A., Peuskens, J., Pieters, G., &
Knapen, K. (2005). Comparison Of Changes In Physical Self-Concept,
Global Self-Esteem, Depression And Anxiety Following Two Different
Psychomotor Therapy Program In Nonpsychotic Psychiatric Inpatients.
Psychotherapy and P