PEMAHAMAN MASYARAKAT DESA PANDAN LARAS TENTANG PERKAWINAN SIRRI DALAM STATUS ISTRI ORANG LAIN.

PEMAHAMAN MASYARAKAT DESA PANDAN LARAS
TENTANG PERKAWINAN SIRRI DALAM STATUS ISTRI
ORANG LAIN
SKRIPSI

Oleh
Lailatul Komariyah
NIM. C01211029

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Ahwal Al Syakhsiyyah
Surabaya
2016

Abstrak
Skripsi dengan judul: “Pemahaman Masyarakat Desa Pandanlaras tentang
Perkawinan Sirri dalam Status Istri Orang Lain” ini merupakan hasil penelitian
lapangan yang bertujuan untuk menjawab persoalan yang ada di lapangan, yaitu:
(1) Bagaimana Pemahaman Masyarakat Desa pandanlaras tentang Perkawinan
Sirri dalam Status Istri Orang Lain. (2) Bagaimanakah Analisis Hukum Islam

terhadap Pemahaman Masyarakat Desa Pandanlaras tentang Perkawinan sirri
dalam Status Istri Orang Lain.
Data penelitian dalam skripsi ini dihimpun melalui wawancara dengan
pihak yang terkait, serta teori dalam berbagai literatur yang mendukung dalam
penelitian kualitatif. Kemudian semua data yang telah dihimpun dianalisis
dengan metode teknik deskriptif dengan menggunakan pola pikir induktif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemahaman masyarakat tentang
perkawinan sirri dalam status istri orang lain ini ada beberapa masyarakat
memandang bahwa pernikawinan sirri tersebut sah Namun, sebagian masyarakat
lainnya memandang bahwa kawin sirri itu tidak diperbolehkan. Karena dari
pernikahan tersebut yang paling dirugikan adalah pihak perempuan, sebab tidak
mendapatkan perlindungan hukum dan jika terjadi suatu perceraian pihak
perempuan tidak bisa menuntut haknya. ada dua faktor yang menyebabkan
masyarakat melakukan kawin sirri pertama faktor agama dan yang kedua faktor
pendidikan. Dua faktor tersebut selalu ada dan tumbuh dalam masyarakat,
sehingga sebagian masyarakat melakukan nikah sirri berdasarkan faktor tersebut,
namun tidak semua yang mau melakukan nikah sirri sebab mereka menyadari
bahwa mereka masih belum bercerai secara resmi di Pengadilan yakni masih
berstatus istrinya orang lain, jadi pernikahan tersebut tidak mempunyai kekuatan
hukum dan pernikahannya tidak diakui oleh Pemerintah. dalam hal ini untuk

dapat menentukan bahwa nikah sirri itu sah atau tidak menurut hukum islam,
perlu diteliti terlebih dahulu apakah nikah sirri itu sudah memenuhi syarat dan
rukunnya. Nikah sirri yang terjadi pada masyarakat Desa Pandanlaras ini
disebabkan karena si istri sudah diceraikan oleh suami pertamanya secara lisan
saja tanpa di depan sidang pengadilan dan menurut mereka perceraian semacam
itu sah secara hukum agama, namun mereka tidak tahu bahwa hukum islam tidak
membenarkan apabila perceraian itu dilakukan secara gampang.
Sejalan dengan skriipsi ini penulis menyarankan kepada pelaku sebaiknya
mengurus surat cerainya terlebih dahulu di Pengadilan sebelum melakukan
perkawinan lagi, agar perkawinannya diakui oleh hukum agama maupun hukum
Negara, dan juga agar memiliki kekuatan hukum. Para tokoh agama islam,
hendaknya jangan membedakan hukum fiqih dan hukum Negara dalam hal
perceraian. Dan seharusnya memberikan nasihat-nasihat atau saran-saran
mengenai pernikahan.

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ....................................................................................

ii

PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................................

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................

iv

PENGESAHAN .........................................................................................

v

MOTO ........................................................................................................

vi


PERSEMBAHAN ......................................................................................

vii

KATA PENGANTAR ...............................................................................

viii

ABSTRAK .................................................................................................

x

DAFTAR ISI ..............................................................................................

xi

DAFTAR TRANSLITERASI ...................................................................

xiv


BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................

1

A. Latar Belakang ...............................................................................

1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ..................................................

9

C. Rumusan Masalah ..........................................................................

10

D. Kajian Pustaka ...............................................................................

11


E. Tujuan Penelitian ...........................................................................

13

F. Kegunaan Hasil Penelitian .............................................................

14

G. Definisi Operasional ......................................................................

15

H. Metode Penelitian ..........................................................................

15

I. Sistematika Pembahasan ...............................................................

20


BAB II PERKAWINAN, PERKAWINAN SIRRI, dan PERCERAIAN ..

22

A. Perkawinan .....................................................................................

22

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1. Pengertian Perkawinan ............................................................

22

2. Dasar Hukum Perkawinan .......................................................

24


3. Rukun dan Syarat Perkawinan .................................................

26

4. Hak dan Kewajiban Suami Istri ...............................................

31

B. Kawin Sirri .....................................................................................

37

1. Pengertian Perkawinan Sirri ...................................................

37

2. Macam-Macam Perkawinan Sirri ...........................................

38


3. Hukum Perkawinan Sirri .........................................................

39

4. Dampak Kawin Sirri ...............................................................

41

C. Perceraian .......................................................................................

42

1. Pengertian Perceraian .............................................................

42

2. Dasar Hukum Perceraian .........................................................

44


3. Rukun dan Syarat Perceraian ..................................................

48

4. Alasan-Alasan Terjadinya Perceraian\ .....................................

50

5. Perceraian dalam Keadaan Marah ..........................................

52

6. Macam-Macam Perceraian .....................................................

53

BAB III Gambaran Umum terhadap Pemahaman Masyarakat Desa
Pandanlaras tentang Perkawinan Sirri dalam Status Istri Orang lain ........

58


A. Gambaran Umum Desa Pandanlaras .............................................

58

1. Sejarah Desa Pandanlaras .......................................................

58

2. Nama dan Masa Jabatan Kepala Desa Pandanlaras ................

61

3. Struktur Pemerintahan Desa Pandanlaras ..............................

62

B. Latar Belakang Masyarakat Desa Pandanlaras .............................

62

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

C. Pemahaman Masyarakat Desa Pandanlaras tentang Perkawinan
Sirri dalam Status Istri Orang Lain ..............................................

64

BAB IV Analisa Pemahaman Masyarakat Desa Pandanlaras tentang
Perkawinan Sirri dalam Status Istri Orang Lain .......................................

70

A. Pemahaman Masyarakat Desa Pandanlaras tentang
Perkawinan Sirri dalam Status Istri Orang Lain ...........................

70

B. Analisis Hukum Islam terhadap pemahaman masyarakat Desa
Pandanlaras tentang perkawinan sirri dalam status istri
orang lain .........................................................................................

77

BAB V ........................................................................................................

82

A. Kesimpulan ....................................................................................

82

B. Saran ..............................................................................................

83

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

85

LAMPIRAN ...............................................................................................

88

xiii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan salah satu Sunnatullah yang berlaku pada
semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.
Perkawinan merupakan cara yang dipilih oleh Allah sebagai jalan bagi
manusia untuk beranak-pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.1
Dalam hal perkawinan pada manusia diatur sedemikian rupa karena manusia
memiliki keistimewaan tersendiri dari makhluk Allah yang lainnya
keistimewaan itu berupa akal dan nafsu.
Menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 perkawinan ialah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi menurut UU ini perkawinan
barulah ada, apabila dilakukan antara seorang pria dengan seorang wanita,
tidak dinamakan perkawinan jika orang yang melakukan perkawinan tersebut
dua orang wanita (lesbian) atau dua orang pria saja (homo).2
Perkawinan harus dibina untuk selama-lamanya agar suami isteri
dapat mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung, menikmati
kasih sayang dan tempat mendidik anak-anak dalam pertumbuhan yang baik.

1

Slamet Abidin, Fiqh Munakahat 1 (Bandung: Pusaka Setia, 1999), 9.
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan
Zakat Menurut Hukum Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), 43.
2

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Ikatan antara suami isteri itu merupakan ikatan yang paling suci dan paling
kokoh, sebagaimana dalam Firman Allah Swt dalam surat An-Nisa’ Ayat 21,
yang bunyinya adalah:

١٢:‫ال ساء‬

ٍ ‫وكيف تأخذون وقد أفض ٰى ب عضكم إ َٰ ب ع‬
‫ض وأخذن م كم ميثاقًا غليظًا‬

Artinya:” Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian
kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan
mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”3
Perkawinan itu sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaannya, dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
perundangan yang berlaku.4 Tujuan adanya pencatatan perkawinan ialah agar
perkawinannya mempunyai kekuatan hukum. Dalam Undang-Undang
tersebut dinyatakan bahwa suatu perkawinan sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Menurut

Islam

perkawinan itu baru dikatakan sah jika sudah memenuhi syarat dan rukunnya,
karena itu merupakan kunci utama dalam melangsungkan sebuah perkawinan.
Jadi perkawinan itu dianggap tidak sah kalau tidak memenuhi syarat dan
rukunnya.
Rukun dan syarat perkawinan dalam hukum Islam merupakan hal
penting demi terwujudnya suatu ikatan perkawinan antara seorang lelaki
dengan seorang perempuan. Rukun perkawinan merupakan faktor penentu sah
atau tidaknya suatu perkawinan. Adapun syarat perkawinan adalah faktor-

Alqur’an dan terjemahnya, (Jakarta: Alfatih, cet 1, februari 2013), 81
Pasal 2 Ayat (1&2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974

3
4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

faktor yang harus dipenuhi oleh para subjek hukum yang merupakan unsur
atau bagian dari akad perkawinan.5
Adapun yang termasuk dari rukun perkawinan yaitu, calon mempelai
laki-laki dan perempuan, wali, saksi, dan akad nikah. Jika kelima unsur
tersebut terpenuhi maka perkawinannya sah, tetapi jika kelima unsur itu tidak
terpenuhi maka perkawinannya dianggap tidak sah. Syarat sah dari
perkawinan itu ialah sesuatu yang tidak dilarang oleh syari’at Islam, diantara
larangan melangsungkan perkawinan adalah karena adanya hubungan darah,
hubungan semenda, hubungan sesusuan, dan poliandri, dan juga larangan
perkawinan beda agama.6 Dari persyaratan itu tidak lain hanya untuk
mengokohkan dan mempersiapkan kedua mempelai untuk mengarungi
bahtera rumah tangga. Perkawinan merupakan hubungan yang dijalin oleh
dua individu yang berbeda, sehingga masing-masing pihak memiliki pola
pikir berbeda tentang suatu hal. Dan bukanlah suatu permasalahan jika
perbedaan tersebut disikapi dengan rasa saling memahami, dan saling
mengerti.
Pernikahan harus didasari dengan rasa cinta, kasih sayang, saling
menghargai dan saling menghormati, agar rumah tangganya dapat terpelihara
dengan baik dan dapat mewujudkan tujuan dari perkawinan tersebut yakni
menjadi keluarga yang nyaman, tentram, dan sejahtera. Jikalau antara suami
dan isteri sudah tidak ada lagi rasa cinta, kasih sayang, dan saling

5

Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatat Menurut Hukum Tertulis
Di Indonesia dan Hukum Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 107.
6
Ibid., 117.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

menghargai, maka yang akan terjadi adalah perselisihan, dan percekcokan
yang tidak ada ujungnya, meskipun sudah dilakukan perdamaian akan tetapi
tidak berhasil, maka jalan terakhir yang harus ditempuh adalah perceraian.
Perceraian merupakan salah satu cara untuk mengahiri sebuah
pernikahan, dan setiap manusia mempunyai keinginan untuk mendapatkan
keluarga yang bahagia, memberikanketenangan dan juga memberi rasa
nyaman dan ketentraman serta kasih sayang.7 Selain itu juga menginginkan
perkawinan itu menjadi perkawinan yang kekal sampai akhir hayatnya.
Tetapi dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki putusnya
perkawinan, dalam arti jika perkawinan tersebut tetap dilanjutkan akan
menimbulkan kemudharatan, sehingga Islam membenarkan putusnya
perkawinan sebagai langkah terakhir dari usaha melanjutkan rumah
tangganya.
Walaupun pada dasarnya perkawinan itu memiliki tujuan yang suci
dan bersifat selama-lamanya, namun disebabkan keadaan tertentu yang
mengakibatkan perkawinan tidak bisa dipertahankan lagi sehingga terpaksa
diputus melalui perceraian.
Perceraian merupakan sesuatu yang diperbolehkan, namun perceraian
itu termasuk perbuatan yang tidak disenangi Nabi. Adapun ketidaksenangan
Nabi terhadap perceraian itu terlihat dalam hadisnya yang berbunyi.

) ‫ (روا ابن ماج‬.‫أب غض اَْل إَ الل الطَق‬
7

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan UndangUndang Perkawinan (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), 47.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Artinya: “ perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah cerai.”8
Agama Islam memang tidak melarang adanya perceraian, tetapi
bukan berarti Agama Islam menyukai perceraian dan perceraian tidak boleh
dilakukan setiap saat yang dikehendaki walaupun perceraian itu adalah hak
mutlak seorang suami, namun harus tetap mengikuti peraturan yang berlaku.
Dalam perceraian itu harus mempunyai alasan-alasan yang kuat, dan hanya
dapat dilakukan di depan sidang pengadilan seperti yang sudah ditentukan
dalam UU Nomor 1 tahun 1974 pasal 39.
Dalam pasal 39 dijelaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan
di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha
dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan
perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami dan isteri itu tidak
akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri. Proses pelaksanaan perceraian
tersebut di depan Pengadilan Agama.9 Disini sudah jelas bahwa perceraian itu
harus diucapkan di depan sidang Pengadilan dan harus berdasarkan alasan
yang kuat.
Dalam KHI pasal 123 juga dijelaskan bahwa perceraian itu terjadi
terhitung pada saat perceraian itu diucapkan di depan sidang.10 Jadi bisa
dikatakan bercerai kalau perceraian itu diucapkan di depan persidangan,
yakni di depan para hakim beserta saksi-saksi. Jika merujuk pada pasal ini

Hakim, Irfan Maulana, Bulughul Maram (Bandung: Mizan Pustaka, 2010 ), 437.
Pasal 39 Undang-Undang No. 1 tahun 1974
10
Pasal 123 Kompilasi Hukum Islam
8

9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

perceraian yang dilakukan di luar pengadilan tidak dapat dikatakan bercerai,
karena pada dasarnya perceraian itu harus di depan sidang.
Dengan demikian perceraian yang dilakukan di luar pengadilan
merupakan perceraian yang ilegal menurut hukum perundang-undangan yang
berlaku, maksud dari kata perceraian di luar pengadilan ialah perceraian yang
dilakukan oleh pasangan suami isteri tanpa melibatkan pengadilan, namun
dilakukan secara langsung yang sifatnya lisan antara suami isteri.
Meskipun sudah diatur oleh hukum perundang-undangan, namun
perceraian yang dilakukan di luar Pengadilan Agama masih saja terjadi. Hal
ini sama seperti halnya kasus yang terjadi pada masyarakat di Desa
Pandanlaras Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo yang melakukan
perceraian di luar pengadilan.

Masyarakat di desa tersebut menganggap

bahwa perceraian dengan perkataan secara lisan dianggap sah, dan putuslah
pernikahan tersebut, tidak perlu menunggu tempat dan waktu yang
ditentukan.
Putusnya tali perkawinan yang terjadi pada masyarakat yang ada di
Desa Pandanlaras Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo ini disebabkan
oleh sikap seorang suami yang kurang bertanggungjawab terhadap
keluarganya. Berdasarkan pemahaman masyarakat mengenai perceraian itu
bahwa perceraian itu hak mutlak suami ketika suami sudah mengucapkan
kata cerai maka, sudah jatuhlah talak itu. Seperti yang terjadi pada Miswati
dengan Muhammat Ini dia bercerai secara lisan saja perceraian itu terjadi
ketika suami dan isteri tersebut berada di Malaysia, pada tahun 2011 mereka

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

pergi merantau ke Malaysia. Saat ada di sana mereka pisah tempat tinggal
disebabkan karena jarak tempat kerja antara suami dan isteri berjauhan,
seminggu sekali suami tersebut datang ke tempat si isteri. Namun suami
tidak pernah memberikan uang gajinya kepada isteri pada saat

isteri

membutuhkan uang untuk membayar sewa rumah yang ditempati. Selain itu
juga untuk keluarga di kampung karena disana mereka meninggalkan seorang
anak yang masih kecil. Menyangkut kebutuhan hidup, isteri menanggungnya
mulai dari biaya keluarga di kampungnya, sewa rumah yang ditempatinya dan
juga biaya kehidupannya. Karena banyaknya biaya yang harus ditanggungnya
si isteri terpaksa hutang ke tempat kerjanya dan harus membayar setiap
bulannya.
Pada waktu suami datang ke tempat si isteri, si isteri tersebut
mengadu ke suaminya dan meminta uang gajinya namun si suami tidak
memberikannya dengan alasan bahwa gajinya itu tidak cukup, hanya cukup
untuk makan saja, padahal gajinya itu lebih tinggi dari pada gaji si isteri. Gaji
si isteri cukup untuk bayar hutang dan untuk ngirim kekeluarganya yang ada
di kampungnya saja. Si isteri tidak percaya kalau uang itu hanya cukup untuk
makan saja karena gaji untuk pekerja bangunan di Malaysia cukup besar.
Sehingga dianggap mustahil kalau hanya cukup untuk makan saja. Pada saat
itulah si isteri marah dan mengatakan bahwa si suami adalah laki-laki yang
tidak bertanggungjawab. Ketika itu si suami langsung menampar si isteri dan
mengatakan bahwa isterinya itu terlalu banyak perhitungan. Saat itu juga si
suami menceraikannya secara langsung. Si isteri langsung mengiyakan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

perceraiannya itu dan saat itu juga langsung mengusir suaminya dari tempat
kediamannya.
Namun sekitar 1 minggu si suami datang lagi ke tempat si isteri
dengan mengajak isterinya untuk rujuk kembali, tetapi si isteri tidak ingin
kembali karena terlanjur kecewa pada suaminya. Suaminya tidak menyerah,
setiap hari dia menelephon si isteri namun tidak ada respon dari isterinya.
Karena sudah berkali-kali mencoba tidak ada respon sama sekali dari si isteri,
si suami akhirnya menyerah untuk menghubungi si isteri.
Pada tahun 2013 si isteri menikah siri dengan laki-laki lain dan
sekarang mempunyai anak satu. Si isteri meminta pada mantan suaminya
untuk mengurus surat cerai, namun si suami tidak mau mengurusnya dengan
alasan masih ada keinginan untuk kembali kepada si isteri. Tapi si isteri tetap
pada pendiriannya tidak mau kembali lagi, karena dia sudah merasa bahagia
dengan kehidupannya sekarang walaupun nikah siri.11 Seorang suami itu
mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan keluarganya. Jika
seorang suami tidak bisa bertanggungjawab terhadap kehidupan keluarganya,
maka besar kemungkinan langkah terakhir adalah perceraian.
Adapun langkah yang dilakukan itu mengakibatkan isteri yang telah
diceraikan beranggapan bahwa dirinya telah terbebas dan tidak terikat lagi
dengan pernikahan. Perceraian yang semacam ini sudah menjadi trend
dimasyarakat dan banyak diikuti oleh beberapa pasangan yang ingin bercerai
secara instan. Hal tersebut sudah jelas tidak mengikuti prosedur yang berlaku.
Wati, wawancara, masyarakat Desa Pandanlaras, 18 Juni 2015

11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Bahkan tidak jarang dari pasangan tersebut menikah lagi dengan orang lain
tanpa melalui Kantor Urusan Agama dan mereka menganggap bahwa
perkawinan yang dilakukannya itu sah secara agama karena rukun dan syarat
perkawinannya sudah terpenuhi. Menurut mereka keabsahan secara agama
lebih penting dari yang lainnya. Oleh karena itu pasangan suami isteri yang
tinggal di desa Pandanlaras tersebut berani menikah lagi walaupun perceraian
yang mereka lakukan tidak sah menurut hukum negara dan perkawinannya
tersebut dianggap tidak pernah ada oleh hukum negara.
Peristiwa yang terjadi pada masyarakat desa pandanlaras itu
merupakan salah satu masalah yang unik dalam hukum Agama dan hukum
Positif Negara. Hal inilah yang mendasari penulis untuk mengkaji terkait
dengan fenomena yang terjadi tersebut. Berkenaan dengan masalah di atas
maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Sesuai dengan paparan latar belakang masalah di atas dapat kita
identifikasikan antara lain sebagai berikut:
1. Suami tidak bertanggung jawab dengan tidak memberi nafkah
2. Suami menceraikan isterinya secara lisan saja
3. Masyarakat menganggap bahwa perceraian di luar pengadilan itu adalah
hal biasa
4. Pemahaman masyarakat Desa Pandanlaras tentang perkawinan sirri dalam
status istri orang lain.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

5. Analisis

Hukum

Islam

terhadap

pemahaman

masyarakat

Desa

Pandanlaras tentang perkawinan sirri dalam status istri orang lain.
Sehubungan dengan adanya suatu permasalahan di atas, maka untuk
memberikan arah yang jelas dalam penelitian ini penulis membatasi hanya
pada masalah-masalah berikut ini:
1. Pemahaman masyarakat Desa Pandanlaras tentang perkawinan sirri dalam
status istri orang lain.
2. Analisis

Hukum

Islam

terhadap

pemahaman

masyarakat

Desa

Pandanlaras tentang perkawinan sirri dalam status istri orang lain.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah pokok
dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana

pemahaman

masyarakat

Desa

Pandanlaras

tentang

perkawinan sirri dalam status istri orang lain?
2.

Bagaimanakah Analisis Hukum Islam terhadap pemahaman masyarakat
Desa Pandanlaras tentang perkawinan sirri dalam status istri orang lain?

D. Kajian Pustaka
Langkah awal yang dilakukan sebelum melakukan penelitian tentang
“Pemahaman Masyarakat di Desa Pandanlaras tentang perkawinan sirri
dalam Status Istri Orang Lain” ini, adalah dengan melakukan penelitian
pendahuluan melalui kajian kepustakaan. Hal ini untuk memastikan belum

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

adanya penelitian sejenis yang telah ditulis oleh para peneliti sebelumnya.
Selain itu, kajian kepustakaan ini dilakukan untuk menghindari praktik
plagiat yang bisa mencoreng dunia keilmuan.
1.

Dari hasil kajian kepustakaan yang telah dilakukan, penulis menemukan
skripsi yang membahas seputar permasalahan penyebab terjadinya
perceraian. Skripsi tersebut berjudul “ Cerai Talak dengan Alasan Isteri
Nikah Sirri dengan Laki-Laki Lain di Pengadilan Agama Sidoarjo”12
Meskipun sama-sama mengkaji permasalahan perkawinan siri, namun
yang dibahas dalam skripsi Mochammad Cholid ini terkait dengan
putusan pengadilan Agama Sidoarjo dalam perkara cerai talak dengan
alasan isteri nikah siri dengan laki-laki lain dengan mengaitkan pasal 39
ayat (2) Undang-Undang No.1 tahun 1974 jo pasal 19 huruf (f) PP. No. 9
tahun 1975 yakni antara suami dan isteri terus-menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun
lagi dalam rumah tangga, bukan karena isteri melakukan poliandri dengan
alasan bahwa pernikahan itu dianggap tidak pernah terjadi karena tidak
memiliki kekuatan hukum.
Sedangkan skripsi yang akan saya susun adalah permasalahan perkawinan
sirri dalam status istri orang lain. Isteri tersebut menikah lagi dengan
orang lain dengan alasan bahwa suami tersebut sudah menceraikannya
secara langsung tanpa melakukan di depan sidang pengadilan.

Mochammad Cholid, “Cerai Talak dengan Alasan Isteri Nikah Siri dengan Laki-Laki Lain di
Pengadilan Agama Sidoarjo” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2005)

12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

2. Selain skripsi diatas penulis juga menemukan skripsi yang berjudul “
Pengaruh Tradisi Nikah Siri di Masyarakat Desa Bicorong Kecamatan
Pakong Kabupaten Pamekasan Terhadap Pembentukan Keluarga
Sakinah” yang disusun oleh Siti Juwairiyah, pada tahun 2003, dalam
tulisan tersebut menjelaskan tentang tradisi nikah sirri dalam
pembentukan keluarga sakinah yang terjadi di Desa Bicorong
Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan.13
Meskipun sama-sama mengkaji permasalahan nikah sirri, namun
yang dibahas dalam skripsi saudari Siti Juwairiyah ini terkait dengan
tradisi nikah siri yang mempunyai pengaruh kuat terhadap
terbentuknya keluarga sakinah.
Sedangkan skripsi yang akan saya susun adalah permasalahan
pemahaman masyarakat Desa Pandanlaras tentang perkawinan sirri
dalam status istri orang lain. Isteri tersebut menikah lagi setelah ada
kata cerai dari suaminya walaupun tidak dilakukan di depan sidang
Pengadilan Agama.
3. Selain skripsi diatas penulis juga menemukan skripsi yang membahas
seputar permaslahan dalam nikah sirri. Skripsi tersebut berjudul
“Analisis Maslahah Mursalah Terhadap Pandangan Hakim Pengadilan
Agama Pasuruan Tentang Hukuman Pelaku Nikah Sirri dalam

Siti Juwairiyah, “Pengaruh Tradisi Nikah Siri Di Masyarakat Desa Bicorong Kecamatan
Pakong Kabupaten Pamekasan” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2003)
13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang
Perkawinan” yang ditulis oleh Khilyatus Sa’adah pada tahun 2014.14
Walaupun sama-sama mengkaji permasalahan nikah sirri, namun ada
perbedaan antara skripsi yang saya susun, dalam skripsi saudari
Khilyatus Sa’adah bahas terkait dengan hukuman bagi pelaku nikah
sirri, dengan menggunakan studi Analisis Maslahah Mursalah.
Sedangkan skripsi yang akan saya bahas adalah permasalahan
perkawinan sirri dalam status istri orang lain, dengan alasan bahwa
suaminya telah menceraikannya secara langsung atau lisan.

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dihasilkan dari penelitian skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat Desa Pandanlaras tentang
perkawinan sirri dalam status istri orang lain.
2. Untuk

mengetahui

analisis

hukum

Islam

terhadap

pemahaman

masyarakat Desa Pandanlaras tentang perkawinan sirri dalam status istri
orang lain.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

14

Khilyatus Sa’adah, “Analisis Maslahah Mursalah Terhadap Pandangan Hakim Pengadilan
Agama Pasuruan Tentang Hukuman Pelaku Nikah Siri dalam Rancangan Undang-Undang Hukum
Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

Pada gilirannya jika tujuan penelitian ini tercapai, maka ada beberapa
kegunaan yang diperoleh dari hasil penelitian ini baik kegunaan teoritis
maupun praktis.
1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teroritis dari penelitian diharapkan dapat mengebangkan
bidang kajian hukum keluarga Islam yang berorientasi pada sosiologi
hukum masyarakat yang ada. Konteksnya dalam penelitian ini kita bisa
lebih memahami masalah seputar perkawinan sirri dalam status istri orang
lain dalam hukum perkawinan Islam.
2. Kegunaan Praktis
a. Untuk memberikan masukan dan solusi yang tepat untuk mengatasi
masalah kontemporer mengenai hukum perkawinan sirri dalam status
istri orang lain.
b. Sebagai pedoman dan dasar bagi peneliti lain dalam mengkaji
penelitian lagi yang lebih mendalam.

G. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan persepsi perlu dijelaskan definisi
operasional dalam penyusunan skripsi ini, yaitu:
1. Pemahaman masyarakat adalah pandangan masyarakat dalam hal ini
adalah berkaitan dengan pandangan masyarakat tentang perkawinan sirri
2. Perkawinan sirri adalah perkawinan yang tidak dicatatkan di KUA.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

3. Status istri orang lain adalah seorang istri yang masih memiliki ikatan tali
perkawinan secara hukum Negara akan tetapi sudah diceraikan secara
lisan.

H. \Metode Penelitian
Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh tentang “Pemahaman
Masyarakat di Desa Pandanlaras Tentang perkawinan sirri dalam status istri
orang lain”, sesuai dengan rumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian
yang telah ditetapkan, maka penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif
dalam bentuk studi kasus.
Penggunaan metode kualitatif ini bertujuan agar data yang diperoleh
lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sesuai dengan hakikat
penelitian kualitatif yang menekankan pada pengamatan atas orang dalam
lingkungannya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan
tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.15
Sementara itu, penelitian ini termasuk penelitian lapangan. Oleh
sebab itu, data yang dihimpun adalah data yang didapatkan dari lapangan
sebagai objek penelitian. Agar penulisan skripsi ini dapat tersusun dengan
benar, maka penulis merasa perlu untuk menemukan metode penulisan skripsi
ini yaitu sebagai berikut:
1. Data yang dihimpun

15

Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, cet.IV, 2008), 180.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

Agar dalam pembahasan ini nanti dapat dipertanggungjawabkan,
maka penulis membutuhkan data sebagai berikut:
a. Data tentang perkawinan sirri dalam status istri orang lain berupa
pemahaman masyarakat tentang perkawinan sirri
2. Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, sumber yang
digunakan yaitu sumber data primer dan sekunder, terdiri dari:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang bersifat utama dan
penting yang memungkinkan untuk mendapatkan sejumlah informasi
yang diperlukan dan berkaitan dengan penelitian.16 Terdiri dari:
1) Isteri dari perkawinan sirri
2) Suami dari perkawinan sirri
3) Orang yang menikahkan secara siri
4) Masyarakat sekitar
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh atau berasal
dari bahan-bahan kepustakaan. Data ini bisa berupa penelitianpenelitian terdahulu, literatut-literatur berupa buku bacaan, dokumen,
majalah, maupun opini publik yang sedang berkembang yang
berkaitan dengan permasalahan dengan penelitian.17
1) Slamet Abidin, Fiqh Munkahat 1.
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1997), 116.
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 87-88

16
17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

2) Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum
Acara Peradilan Agama dan Zakat menurut Hukum Islam.
3) Tim Redaksi Citra Umbara, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum
Islam.
4) Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan tidak

Dicatat Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam.
5) Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara

Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan.
6) Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat.
3. Teknik Pengumpulan Data


Interview (wawancara)
Interview

yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk

mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan kepada para responden. Wawancara memiliki
arti berhadapan langsung antara pewawancara dengan informan yang
kegiatannya melakukan tanya jawab yang dikerjakan dengan
sistematik dan berlandaskan dalam tujuan penelitian.18 Wawancara
dilakukan kepada pihak yang bersangkutan, yakni pelaku pernikahan
(isteri, suami yang dinikahi secara sirri), orang yang menikahkan
secara sirri, masyarakat sekitar.
a. Teknik Pengolahan Data
18

Ibid., 39.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data
ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau
rumus-rumus tertentu.19 Yang termasuk dalam proses pengolahan data,
secara singkat dapat dilakukan sebagai berikut:20
a. Editing

Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah
dikumpulkan, karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau
data yang terkumpul itu tidak logis dan meragukan. Tujuan editing
adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat
dalam pencatatan di lapangan dan bersifat koreksi. Pada kesempatan
ini, kekurangan data atau kesalahan data dapat dilengkapi atau
diperbaiki baik dengan pengumpulan data ulang ataupun dengan
interpolasi (penyisipan). Hal-hal yang perlu diedit pada data masuk
adalah sebagai berikut:
1) Dapat dibaca atau tidaknya data yang masuk
2) Kelengkapan pengisian
3) Keserasian (konsistensi)
4) Apakah isi jawaban dapat dipahami
b. Coding

Coding adalah pemberian atau pembuatan kode-kode pada tiaptiap data yang termasuk dalam katagori yang sama. Kode adalah
Cahaya Laili, “Teknik Pengolahan Data”, dalam
http://cahayalaili.blogspot.com/2011/05/teknik-pengolahan-data-deskriptif.html, diakses pada 16
Juni 2015.
20
Ibid.,
19

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

isyarat yang dibuat dalam bentuk angka-angka atau huruf-huruf yang
memberikan petunjuk, atau identitas pada suatu informasi atau data
yang dianalisis. Contoh kode pendidikan, kode daerah (Kabupaten,
Kecamatan, dan Desa).
b. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan menguatkan
data ke dalam pola kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat
ditentukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data.21
Untuk menganalisis data-data yang telah dikumpulkan secara
keseluruhan dalam penelitian ini, peneliti menganalisis data yang
didapat dengan menggunakan metode diantaranya:
a. Metode Deskriptif Analisis yaitu metode yang diawali dengan
menjelaskan atau menggambarkan data hasil penelitian, yakni
mengenai studi kasus Pemahaman masyarakat Desa Pandanlaras
tentang perkawinan sirri dalam status istri orang lain.
b. Pola Pikir Induktif yaitu mengemukakan kenyataan yang bersifat
khusus dari hasil penelitian tentang adanya fakta studi kasus
Pemahaman masyarakat Desa Pandanlaras terhadap perkawianan
sirri dalam status istri orang lain. kemudian di analisis
menggunakan Hukum Islam.

21

Lexy J.Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rusda Karya, 2006), 103

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

I. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dipaparkan dengan tujuan untuk penulisan
dan pemahaman. Yang disusun dalam beberapa bab yang terdiri dari subbab.
Adapun sistematika pembahasan ini adalah sebagai berikut:
Bab pertamamerupakan Pendahuluan, yang terdiri dari latar
belakang, identifikasi, batasan masalah, dan rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,
metode penelitian, serta sistematika pembahasan.
Bab kedua memuat tentang kajian teori, berupa tinjauan umum
tentang perkawinan yang terdiri dari pengertian, dasar hukum perkawinan,
syarat dan rukun perkawinan, hak dan kewajiban suami istri, serta membahas
tentang perkawinan sirri yang meliputi pengertian, macam-macam nikah sirri,
hukum nikah sirri, dan dampak nikah sirri. Selain itu juga mengkaji tentang
perceraian yang meliputi pengertian perceraian, hukum perceraian, rukun dan
syarat perceraian, alasan-alasan perceraian, perceraian dalam keadaan marah,
dan macam-macam perceraian.
Bab ketiga merupakan deskripsi hasil penelitian meliputi data-data
berikut: gambaran umum desa Pandanlaras meliputi: sejarah Desa
Pandanlaras, Nama Dan Masa Jabatan Kepala Desa Pandan Laras, Struktur
Pemerintahan Desa Pandan Laras, dan latar belakang masyarakat Desa
Pandanlaras, serta Pemahaman Masyarakat Desa Pandanlaras tentang
perkawinan sirri dalam Status Istri Orang Lain.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Bab keempat merupakan analisis data yang memuat deskripsi
Pemahaman Masyarakat Desa Pandanlaras tentang Perkawinan Sirri dalam
Status Istri Orang Lain yang dikaji dan dianalisis secara Hukum Islam.
Bab kelima penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
PERKAWINAN, PERKAWINAN SIRRI, DAN PERCERAIAN
A. Perkawinan
1. Pengertian Perkawinan
Perkawinan secara etimologi (bahasa) adalah

nikah, sedangkan

secara terminologi (istilah) adalah perjodohan antara laki-laki dengan
perempuan untuk menjadi suami istri.1 Menurut ahli fiqih kawin berarti akad
perkawinan yang ditetapkan oleh syara’ bahwa seorang suami dapat
bersenang-senang dengan seorang istri dan memanfaatkan kehormatan dan
seluruh tubuhnya2.
Selain itu para ahli fiqih empat mazdhab berbeda-beda dalam
memberikan definisi kawin itu sendiri. Golongan Hanafiyah mendefinisikan
kawin adalah akad yang dapat memberikan manfaat bolehnya bersenangsenang dengan pasangannya. Golongan Syafi’iyah mendefinisikan kawin
adalah akad yang mengandung ketentuan hukum bolehnya lafaz} kawin atau

tazwi>j dan lafaz}-lafaz} yang semakna dengan keduanya. Golongan Malikiyah
mendefinisikan bahwa kawin adalah akad yang mengandung ketentuan
hukum semata-mata untuk membolehkan wati’ (bersenggama), bersenangsenang dan menikmati apa yang ada pada diri seorang wanita yang boleh
dikawininya

(bukan

mahram).

Sedangkan

golongan

Hanabilah

mendefinisikan kawin adalah akad dengan menggunakan lafaz} atau tazwi>j
guna memperoleh kesenangan dengan seorang wanita.
1
2

Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 453.
Nasiri, Praktik Prostitusi Gigolo Ala Yusuf al-Qardawi (Surabaya: Khalista, 2010), 7.

22
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Pengertian kawin tersebut di atas hanya melihat dari satu segi saja,
yaitu kebolehan berhubungan badan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan yang semula dilarang oleh syara’, padahal setiap perbuatan
hukum itu mempunyai tujuan dan akibat ataupun pengaruh pada kehidupan
masyarakat.
Hal senada juga dikemukakan oleh Abu Ishrah yang mengatakan
bahwa kawin adalah akad memberikan faidah hukum kebolehan mengadakan
hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dengan memberikan
batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masingmasingnya3.

Sedangkan Sayuti Talib mengatakan bahwa kawin adalah

suatu perjanjian yang suci, kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan, dengan tujuan untuk
membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi,
tentram dan bahagia4.
Didalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan bahwa
perkawinan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau

mii>tsaa>qan gholii>dha>n untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Perkawinan
Nomor 1 tahun 1974 yang menjelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan

3
4

Ibid., 8
Sayuti Talib, Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 1.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

tujuan membentuk keluarga atau (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa5.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dirumuskan bahwa
perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
wanita yang bukan mahramnya untuk membina rumah tangga yang kekal
dan bahagia berdasarkan syari’at Islam.
2. Dasar Hukum Perkawinan
Perkawinan mempunyai peranan penting bagi manusia dalam hidup
dan perkembangannya. Untuk itu Allah melalui utusannya memberikan
suatu tuntunan mengenai perkawinan ini sebagai dasar hukum. Adapun dasar
hukum perkawinan dalam Islam adalah firman Allah dalam Alquran
diantaranya:
Surat al-Nur ayat (32)

          

        

Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara
kamu, dann orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya dan Allah
Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.6

5

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Jakarta: PT. Pradnya
Paramita, 2001), 537
6
Mushaf Khadijah, Al-qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Alfatih, cet 1, 2013), 354.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

Surat al-Rum (21)

           

         

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al-Rum 21).7
Berdasarkan dalil-dalil yang menjadi dasar hukum disyari’atkannya
perkawinan tersebut di atas, maka bisa ditegaskan bahwa hukum asal
perkawinan adalah muba>h}. Namun berdasarkan ‘illatnya atau dilihat dari
segi

kondisi

orang

yang

sedang

melaksanakan

serta

tujuan

melaksanakannya, maka melakukan perkawinan itu dapat berubah
hukumnya menjadi sunnah, wajib, makruh, haram, dan mubah.8
a. Melakukan perkawinan hukumnya sunnah
Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
melangsungkan perkawinan, tetapi kalau tidak kawin dia tidak
dikwatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi
orang tersebut adalah sunnah
b. Melakukan perkawinan hukumnya wajib
Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
kawin dan dia dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina

7
8

Ibid…, 406
Nasiri, Praktik Prostitusi Gigolo Ala Yusuf al-Qardawi (Surabaya: Khalista, 2010), 10-14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

seandainya ia tidak kawin maka hukum melakukan perkawinan bagi orang
tersebut adalah wajib.
c. Melakukan perkawinan hukumnya makruh
Jika

seseorang

yang

dipandang

dari

sudut

pertumbuhan

jasmaniyahnya telah wajar untuk melakukan perkawinan walaupun belum
begitu mendesak, tetapi belum ada biaya untuk hidup bagi istri dan anakanaknya, maka makruh baginya untuk melakukan perkawinan
d. Melakukan perkawinan hukumnya haram
Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai
kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajibankewajiban dalam rumah tangga, sehingga apabila melangsungkan
perkawinan akan menelantarkan dirinya dan juga istrinya, maka hukum
melangsungkan perkawinan bagi orang tersebut adalah haram.
e. Melakukan perkawinan hukumnya muba>h}
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi
apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila
melakukan perkawinan, ia tidak akan menelantarkan istrinya. Dengan
kata lain, perkawinan tersebut hanya untuk memenuhi kesenangan bukan
dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga
sejahtera. Jenis perkawinan semacam ini hukumnya muba>h.}
3. Rukun dan Syarat Perkawinan
Rukun dan syarat perkawinan dalam hukum Islam merupakan hal
penting demi terwujudnya suatu ikatan perkawinan antara seorang lelaki

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

dengan seorang perempuan. Rukun perkawinan merupakan faktor penentu
sah atau tidaknya suatu perkawinan. adapun syarat perkawinan adalah
faktor-faktor yang harus dipenuhi oleh para subjek hukum yang merupakan
unsur atau bagian dari akad perkawinan. Adapun yang termasuk dari rukun
perkawinan yaitu:9
a. Calon suami
b. Calon istri
c. Wali
d. Saksi
e. Ijab dan qobul.
Sedangkan syarat perkawinan ialah syarat yang berkaitan dengan rukunrukun, yaitu syarat-syarat kelima rukun tersebut.10
a. Syarat-syarat calon suami11
Syari’at Islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi
oleh calon suami berdasarkan ijtihad para ulama, yaitu:
1) Calon suami beragama Islam
2) Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki
3) Orangnya diketahui dan tertentu
4) Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri
5) Calon mempelai laki-laki tahu/ kenal pada calon istri serta tahu
betul calon istrinya halal baginya

Amir Nuruddin.Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta, kencana, 2004), 62-63.
Abd Somad, Hukum islam (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), 277.
11
Abd. Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2003), 50-64

9

10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

6) Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu
7) Tidak sedang melakukan ihram
8) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri
9) Tidak sedang mempunyai istri empat.
b. Syarat-syarat calon istri
1) Beragama Islam atau ahli Kitab
2) Jelas orangnya bahwa ia wanita, bukan khuntsa (banci)
3) Halal bagi calon suami
4) Wanita itu tidak dalam ikat