Fungsi MARTUMBA Bagi Masyarakat Batak Toba Di PAHAE : Kajian Folklor

(1)

FUNGSI

MARTUMBA

BAGI MASYARAKAT BATAK TOBA

DI PAHAE : KAJIAN FOLKLOR

Skripsi Sarjana O

L E H

NAMA

: BILFERI HUTAPEA

NIM

: 070703004

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK

MEDAN


(2)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis banyak menerima bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini. Maka pada kesempatan ini, dari lubuk hati yang tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Syahron Lubis, M.A Selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Pembantu Dekan I, II, III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Drs. Warisman Sinaga, M.Hum selaku ketua jurusan Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan dorongan dan semangat kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Dra. Herlina Ginting, M.Hum selaku dosen pembimbing I dan

juga dosen akademik penulis, yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga serta memberikan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Drs. Ramlan Damanik, M.Hum selaku pembimbing II yang telah bersusah payah membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(3)

5. Seluruh dosen yang ada di Jurusan Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis dan memberikan perhatian kepada penulis semenjak berada di Jurusan Sastra Daerah.

6. Teristimewa kepada Ayahanda HST. Hutapea dan Ibunda S. Pardede yang telah banyak berkorban baik materi, tenaga maupun pikiran dari sejak kanak – kanak sampai menyelesaikan studi di Jurusan Sastra Daerah fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Adik penulis Sabda Hutapea dan juga adik kecilku Trigustina Hutapea yang telah banyak memberi dorongan dan semangat dan harapan serta hiburan kepada penulis.

7. Amang boru B. Sitompul dan keluarga yang selalu memberikan perhatian, semangat dan juga dorongan kepada penulis.

8. Sondang Megane yang selalu memberikan perhatian dan semangat kepada penulis baik dalam perkuliahan sampai terselesainya penulisan skripsi ini.

9. Kakanda Winda, Valentina, Bob Hendro, Irwan serta kakak – kakak stambuk ’04, ’05, ‘06 yang selalu memberikan semangat dan masukan kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi ini.


(4)

10. Rekan – rekan di kampus Arianus, Parsaoran, Christanto, Wico, Elisabeth dan masih banyak lagi yang belum penulis sebutkan. Terima kasih atas perhatian dan doanya kepada penulis.

11. Adik – adik stambuk ’08,’09,’010 terima kasih atas dukungan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, atas bantuan dari semua pihak, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya. Kiranya Tuhan Yesus Kristus memberikan kehidupan yang baik kepada kita semua sekarang, yang akan datang bahkan sampai selama – lamanya.

Medan, September 2011 Penulis


(5)

ABSTRAK

Kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dengan manusia. Manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat. Hampir semua tindakan manusia itu adalah kebudayaan, hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan.

Salah satu wujud kebudayaan sebagai kompleks aktifitas adalah tarian rakyat. Ada kaitan yang erat antara tarian rakyat dengan kebudayaan, khususnya kebudayaan daerah. Tarian rakyat tersebut memperlihatkan dan menunjukkan corak – corak kebudayaan daerah. Disamping sebagai corak dan ciri khas kebudayaan tersebut, bahwa tarian rakyat juga sebagai alat untuk menjaga kelangsungan kebudayaan daerah tersebut.

Martumba merupakan tarian rakyat dari Batak Toba, tarian yang dilakukan oleh muda – mudi. Tarian tumba ini memiliki keunikan karena tarian ini dilakukan sambil bernyanyi dan lagu yang dinyanyikan adalah pantun ( umpasa ). Setiap pantun yang dinyanyikan memiliki makna tersendiri yang disampaikan kepada muda – mudi maupun juga kepada penonton. Tarian tumba ini memiliki fungsi sebagai hiburan bagi masyarakat, belajar adat, mencari jodoh, pengumpulan dana, melatih kerja sama dan juga sebagai alat pendidik.

Tulisan ini suatu upayah untuk menuliskan kembali tarian tumba tersebut dan untuk mengajak kita semua khususnya bagi masyarakat Batak Toba untuk lebih peduli lagi akan kebudayaan kita. Tarian tumba merupakan kebudayaan yang diwariskan kepada keturunan hendaklah kita pelihara agar tidak hilang begitu saja ditelan zaman. Kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah khasanah kebudayaan daerah kita.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan waktu dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “ Fungsi Martumba Bagi Masyarakat Batak Toba di Pahae “. Sesuai dengan judul skripsi di atas maka hal pertama yang akan dibahas adalah mengenai deskripsi tentang martumba setelah itu dianalisis fungsi dari martumba yang terdapat pada masyarakat Batak Toba di Pahae.

Skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab pertama adalah pendahuluan, yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan anggapan dasar. Bab kedua merupakan tinjauan pustaka yang mencakup teori yang digunakan. Bab ketiga adalah metode penelitian yang mencakup metode dasar, sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data.

Bab keempat merupakan hasil dan pembahasan, yang menjelaskan mengenai deskripsi tentang martumba yang ada di Pahae kemudian menjelaskan fungsi dari martumba tersebut. Bab yang terakhir merupakan kesimpulan dan saran yang diambil dari penelitian tersebut.


(7)

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para dosen Fakultas Ilmu Budaya USU umumnya dan Sastra Daerah khususnya serta teman – teman yang telah memberikan sumbangan pemikiran bagi penulis dalam menyelesaikan skrpsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dalam melakukan penelitian nantinya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena, itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan dan tercapainya ke arah kesempurnaan.

Medan, September 2011 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

UCAPAN TERIMA KASIH ... i

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vi

BAB. I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian... 9

1.4 Manfaat Penelitian... 10

1.5 Anggapan Dasar...11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 13

2.1 Kepustakaan yang relevan ... 13

2.1.1 Pengertian Fungsi... 13

2.1.2 Konsep Tari... 14

2.2 Teori yang digunakan... 17

BAB III METODE PENELITIAN... 23

3.1 Metode dan Teknik... 23

3.2 Sumber Data Penelitian... 26

3.3 Instrumen Penelitian... 27


(9)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 29

4.1 Deskripsi Martumba ... 29

4.1.1 Sejarah Tarian Tumba... 29

4.1.2 Pelaksanaan Tarian Tumba... 30

4.1.3Gerakan Tarian Tumba ... 32

4.1.4 Peserta Dalam Tarian Tumba ... 34

4.1.5 Lagu Yang Dinyanyikan ... 37

4.1.6 Pakaian Yang Digunakan ... 60

4.1.7Alat Musik Yang Digunakan ... 61

4.1.8 Makna Dari Gerakan Tumba Yang Merupakan Perlambang ... 63

4. 2 Fungsi Martumba ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN :

1. Daftar Informan


(10)

ABSTRAK

Kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dengan manusia. Manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat. Hampir semua tindakan manusia itu adalah kebudayaan, hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan.

Salah satu wujud kebudayaan sebagai kompleks aktifitas adalah tarian rakyat. Ada kaitan yang erat antara tarian rakyat dengan kebudayaan, khususnya kebudayaan daerah. Tarian rakyat tersebut memperlihatkan dan menunjukkan corak – corak kebudayaan daerah. Disamping sebagai corak dan ciri khas kebudayaan tersebut, bahwa tarian rakyat juga sebagai alat untuk menjaga kelangsungan kebudayaan daerah tersebut.

Martumba merupakan tarian rakyat dari Batak Toba, tarian yang dilakukan oleh muda – mudi. Tarian tumba ini memiliki keunikan karena tarian ini dilakukan sambil bernyanyi dan lagu yang dinyanyikan adalah pantun ( umpasa ). Setiap pantun yang dinyanyikan memiliki makna tersendiri yang disampaikan kepada muda – mudi maupun juga kepada penonton. Tarian tumba ini memiliki fungsi sebagai hiburan bagi masyarakat, belajar adat, mencari jodoh, pengumpulan dana, melatih kerja sama dan juga sebagai alat pendidik.

Tulisan ini suatu upayah untuk menuliskan kembali tarian tumba tersebut dan untuk mengajak kita semua khususnya bagi masyarakat Batak Toba untuk lebih peduli lagi akan kebudayaan kita. Tarian tumba merupakan kebudayaan yang diwariskan kepada keturunan hendaklah kita pelihara agar tidak hilang begitu saja ditelan zaman. Kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah khasanah kebudayaan daerah kita.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak – puncak kebudayaan daerah. Maksudnya puncak – puncak kebudayaan daerah adalah unsur - unsur kebudayaan daerah yang bersifat universal dan dapat diterima oleh suku – suku bangsa, tanpa menimbulkan gangguan terhadap latar belakang budaya kelompok yang menerima sekaligus mewujudkan konfigurasi atau gugusan kesatuan budaya nasional.

Kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dengan manusia. Manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat. Hampir semua tindakan manusia itu adalah kebudayaan, hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan. Tetapi tindakan demikian persentasinya kecil. Tindakan yang merupakan kebudayaan dibiasakan melalui proses belajar ( Ihromi, 2006:13 ).

Gultom ( 1992 : 253 ) mengatakan adapun kebudayaan tersebut memiliki tiga wujud yaitu :


(12)

a. Kebudayaan sebagai kompleks gagasan.

Wujud kebudayaan sebagai kompleks gagasan, merupakan konsep dan pikiran manusia. Sebagai kompleks gagasan, kebudayaan adalah bersifat abstrak, yang tidak dapat dilihat, didengar, dan diraba. Wujud ini disebut sistem budaya. Sistem budaya adalah rangkaian proses gagasan atau rangkaian proses pandangan – pandangan yang paling berharga dan bernilai dalam hidup manusia.

Gagasan – gagasan ini adalah merupakan pandangan – pandangan terhadap sesuatu dalam hidupnya. Gagasan atau pandangan tadi mencakup antara lain :bagaimana pandangan tentang Ketuhanan, bagaimana pandangan manusia mengenai alam, bagaimana pandangan manusia tentang ilmu pengetahuan dan bagaimana pula pandangan manusia tentang waktu.

b. Kebudayaan sebagai kompleks aktivitas.

Wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas adalah interaksi – interaksi manusia yang timbul berkat nilai budaya yang dihayati untuk

menghadapi lingkungannya interaksi manusia untuk menghadapi lingkungannya adalah wujud nilai budaya dalam bentuk sosial.

Sistem sosial adalah sistem yang menata hubungan manusia dengan Tuhan, mengatur hubungan manusia dengan alam, mengatur hubungan


(13)

manusia dengan manusia. Masyarakat mendorong aktivitas lain untuk berkarya guna kebutuhan sosial. Melalui sistem sosial ini diketahui bagaimana sistem kemasyarakatan, sistem kerabat kelompok keluarga dan keluarga inti, atau keluarga satu suku bangsa.

c. Kebudayaan sebagai kumpulan benda.

Wujud kebudayaan sebagai kumpulan benda atau artipaks disebut aset budaya yang tumbuh dari kompleks aktivitas demi kebutuhan sosial. Untuk kebutuhan spritual maupun untuk kebutuhan material mendorong manusia itu untuk berbuat atau berkarya. Hasil kerja demikian disebut karya budaya. Berwujud kongkrit dan nyata dan sering disebut dengan istilah Phisical culture. Karya budaya itu tumbuh dari sistem sosial yang merupakan kompleks gagasan atau nilai budaya. corak dari karya budaya yang tumbuh dari sistem sosial itu berkat ide vital nilai budaya.

Penelitian pada karya budaya akan dapat mengetahui sistem sosial dan nilai yang bersumber dari gagasan mengapa karya budaya itu ada. Para ahli sependapat bahwa unsur kebudayaan materi itu adalah kebutuhan sosial antara lain tentang sistem masyarakat, bahasa, sistem ekonomi, pengetahuan, teknologi, kesenian dan religi.

Kedudukan manusia terhadap kebudayaan yaitu sebagai penganut kebudayaan, pembawa kebudayaan, manipulator kebudayaan dan pencipta


(14)

kebudayaan. Pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan pada persoalan yang memintakan pemecahan dan penyelesaian. Dalam

rangka survive maka manusia harus mampu memenuhi apa yang menjadi

kebutuhannya sehingga manusia melakukan berbagai cara.

Begitu pula dengan sejarah perkembangan kebudayaan yang ada di Indonesia dan daerah. Kebudayaan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia sehingga menghasilkan beragam budaya. Khasanah kekayaan budaya suku – suku bangsa di Indonesia sebagian masih belum tertulis dan sebagainya telah terhimpun dalam data verbal. Berbagai adat – istiadat, permaianan rakyat, cerita rakyat serta deskripsi tentang wujud dan unsur – unsur kebudayaan disamping ada yang telah tertulis akan tetapi masih banyak yang belum ditulis dan dibukukan. Masih banyaknya khasanah kebudayaan yang belum diketahui secara luas dan belum ditulis, tidak terlepas masih kuatnya tradisi lisan.

Salah satu wujud kebudayaan sebagai kompleks aktifitas adalah tarian rakyat. Ada kaitan yang erat antara tarian rakyat dengan kebudayaan, khususnya kebudayaan daerah. Tarian rakyat tersebut memperlihatkan dan menunjukkan corak – corak kebudayaan daerah. Disamping sebagai corak dan ciri khas kebudayaan tersebut, bahwa tarian rakyat juga sebagai alat untuk menjaga kelangsungan kebudayaan daerah tersebut.


(15)

Menurut Kamus Dewan Edisi Ketiga (2002:1378), tari adalah gerakan badan serta tangan dan kaki yang berirama mengikuti rentak musik. Tari merupakan gerakan tubuh mengikuti cara – cara ritmik biasanya menggunakan iringan musik dan tergantung pada ruangan, untuk tujuan mengekspresikan sebuah ide atau emosi, pelepasan atau pembebasan energi atau secara sederhana menerima dengan senang hati gerakan itu sendiri.

Tarian adalah seni yang mengekspresikan nilai batin melalui gerak yang indah dari tubuh atau fisik dan mimik. Iringan musik secara auditif mendukung kesan visual yang ada ( Nursantara, 2006 )

Gerakan tari merupakan dari seni budaya yang merupakan refleksi dari sikap, sifat, perilaku serta pengalaman hidup dari masyarakat sendiri. Seperti dalam tarian tergambar cita ras dan daya, cipta dan karya dari sekelompok orang atau masyarakat.

Tari tersebut merupakan gerakan yang rapi dan gerakan yang reguler, secara harmoni mengkomposisikan keindahan perilaku, yang berlawanan yang kegemalaian postur tubuh dan menjadi bahagian dari postur tubuh itu. Tarian tidak sama dengan dengan gerakan yang kita lakukan sehari – hari. Gerakan tari tidak langsung diarahkan untuk bekerja, berpergian, atau mempertahankan hidup walau sebahagian besar praktek tari, gerakannya untuk ekspresi, penikmatan estetika dan hiburan.


(16)

Tarian yang ada di Indonesia terdiri dari beberapa bagian :

1. Tarian Tradisional

Tarian tradisional merupakan bentuk tari yang sudah lama ada, diwariskan secara turun temurun, seperti biasanya mengandung nilai filosofis, simbolis dan religius. Semua aturan ragam, formasi dan busana dan riasnya hingga kini tidak banyak berubah.

2. Tarian Nusantara

Jenis tarian ini merupakan tarian tradisi daerah yang sudah dikreasikan kembali. Kreasi ini bisa merupakan kreasi bebas maupun hasil perpaduan gerak dan gaya tari antaretnik sehingga muncul jenis baru.

3. Tarian Kreasi

Tarian kreasi merupakan tarian yang lepas dari standart tari yang baku. Jenis tarian ini dirancang menurut kreasi penata tari sesuai dengan situasi dan kondisi dengan tetap memelihara nilai artistiknya. Tari kreasi baik sebagian penampilan utama maupun sebagian tarian latar hingga kini terus berkembang dengan iringan musik yang


(17)

bervariasi, sehingga muncul istilah tari modern. Tarian ini dapat pula dimodifikasi dengan drama.

Seperti suku – suku yang lainnya yang ada di daerah Indonesia yang memiliki beraneka ragam budaya dan adat istiadat, memiliki tarian rakyat tersendiri. Salah satunya adalah suku Batak yang terdiri dari subsuku, diantaranya adalah suku Batak Toba yang mendiami wilayah Tapanuli yang memiliki budaya dan adat istiadat tersendiri yang memiliki tarian rakyat.

“Tarian pada masyarakat Batak Toba berasal dari tari yang berkaitan animisme. Pada mulanya tarian itu dimainkan untuk memuja dewa – dewa. Tarian yang khusus disampaikan kepada dewa akhirnya menjadi tarian umum yang kemudian menjadi seni budaya Batak Toba ( Tambunan, 1982 : 85 )”

Masyarakat Batak Toba memiliki tarian yang disebut dengan tor-tor. Kegiatan menari ( manortor) ini diiringi dengan alat musik tradisional

( gondang sabangunan ). Tarian yang dilakukan pada waktu upacara adat

perkawinan, kematian dan lain – lain. Pada masyarakat Batak Toba di Pahae terdapat tarian tradisonal yang unik disebut dengan martumba.

Martumba memiliki keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan tarian Batak Toba ( tor-tor Batak ). Martumba merupakan tarian yang


(18)

diiringi nyanyi dan gerakan. Suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok muda – mudi. Tarian yang dilakukan sekelompok muda – mudi di Pahae mengekspresikan dan mengkomunikasikan emosinya. Muda – mudi yang melakukan gerakan serentak dan sambil bernyanyi secara bersamaan menyalurkan atau meluapkan perasaan kegembiraan mereka.

Martumba dahulu sering ditampilkan masyarakat Batak Toba di Pahae pada waktu terang bulan dan kini dilakukan sewaktu kegiatan besar dan perayaan tertentu saja dalam masyarakat Batak Toba. Sering juga dibuat sebagai perlombaan di kalangan muda – mudi di masyarakat Batak Toba.

Satu kegiatan yang menjunjung tinggi kebersamaan antara sesama muda- mudi. Untuk itu penulis merasa perlu untuk meneliti ini dikarenakan pengaruh modernisasi masyarakat sekarang khususnya muda – mudi tingkat menjunjung nilai kebersamaan semakin berkurang. Kebersamaan antara sesama muda – mudi sudah semakian jarang ditemukan.

Penelitian ini bermanfaat agar senantiasa tarian yang secara khusus dari Pahae yang dilakukan muda – muda ini tidak hilang ditelan jaman begitu saja. Sebagai penambah khasanah kebudayaan daerah Batak Toba dan juga kebudayaan Indonesia yang berfungsi sebagai penanda identitas kebudayaan bangsa.


(19)

1.2 Rumusan Masalah

Martumba ( tarian tumba ) merupakan kebudayaan Batak Toba yang dilakukan oleh muda – mudi dalam mengekpresikan perasaan kegembiraan mereka secara bersamaan. Dalam kegiatan martumba yang dilakukan muda – mudi secara serentak diiringi alunan nyanyian . Salah satu Dalam kegitan ini merupakan suatu acara hiburan tersendiri bagi masyarakat Batak Toba di Pahae. Suatu kegiatan yang dipertunjukkan oleh muda – mudi.

Sesuai dengan sebuah judul penelitian, yaitu “ Fungsi Martumba Bagi Masyarakat Batak Toba di Pahae “ maka dari hasil penelitian ini dapat mengetahui fungsi martumba bagi masyarakat Batak Toba di Pahae.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut dan mengetahui perumusan masalah yang akan dibahas, penulis memberikan rumusan masalah yaitu :

1. Apakah pengertian tentang tarian tumba pada masyarakat Batak

Toba di Pahae ?

2. Apakah fungsi martumba bagi masyarakat Batak Toba di Pahae ?


(20)

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah, maka yang menjadi sasaran tujuan yang hendak dicapai adalah :

1. Untuk mendeskripsikan pengertian tentang tarian tumba yang ada

pada masyarakat Batak Toba di Pahae.

2. Untuk menjelaskan fungsi martumba bagi masyarakat Batak Toba di

Pahae.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah

khasanah kepustakaan folklor yang ada di Indonesia. Mendokumentasikan tarian tumba tersebut agar terhindar dari kepunahan dan dapat diwariskan kepada generasi penerus dan juga untuk menambah atau memperkaya teori dan konsep kebudayaan suku Batak Toba khususnya tentang fungsi martumba bagi masyarakat Batak Toba.

2. Secara prakis, penelitian ini dapat menambah wawasan bagi

masyarakat Batak Toba khususnya muda – mudi tentang tarian tumba dan memotivasi untuk melakukan tarian tersebut. Bagi masyarakat diluar Batak toba agar mengetahui kebudayaan


(21)

Masyarakat Batak Toba khususnya tarian dan tertarik untuk memahami kebudayaan masyarakat Batak Toba itu sendiri. Memberikan dorongan kepada para peneliti untuk memberikan perhatian dalam penelitian bidang budaya daerah Batak Toba dan menunjang program pemerintah dalam upayah mengembangkan budaya nasional.

1.4 Anggapan Dasar

Penelitian mengenai kegiatan martumba di Pahae Kabupaten Tapanuli Utara penulis lakukan karena penulis pernah menyaksikan kegiatan martumba dan juga ikut melakukan kegiatan martumba tersebut pada waktu perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia.

Arikunto ( 1987:17 ) mengatakan anggapan dasar adalah sesuatu yang diakui kebenarannya oleh peneliti dan berfungsi sebagai pijakan bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian tersebut. Oleh sebab itu, anggapan dasar itu tidak perlu dibuktikan kebenarannya. Secara umum anggapan dasar inilah yang merupakan dasar dan titik tolak penyusunan sebuah skripsi. Dengan demikian penulis membuat anggapan dasar adalah :


(22)

1. Kegiatan martumba merupakan salah satu identitas budaya dari masyarakat Batak Toba khusunya yang berdomisili di wilayah Pahae.

2. Tumba merupakan warisan budaya dari leluhur masyarakat Batak

Toba.

3. Tumba sangat penting untuk diteliti dan ditulis dalam bentuk karya

ilmiah, agar warisan kebudayaan semakin dapat dikenal oleh kalangan masyarakat khususnya bagi muda – mudi Batak Toba dan juga agar tumba semakin sering dilakukan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kajian pustaka sangat diperlukan dalam penyusunan sebuah karya ilmiah. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep – konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian yang semuanya itu bersumber dari pendapat para ahli, emperisme ( pengalaman peneliti ), dokumentasi, dan nalar peneliti yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Sesuai dengan judul skripsi ini yakni : Fungsi Martumba Bagi Masyarakat Batak Toba di Pahae : Kajian Folklor, maka kajian pustaka mencakup tentang implementasi atau perwujudan tarhadap fungsi tarian tumba tersebut bagi masyarakat Batak Toba di Pahae, dan teori yang digunakan.


(24)

Kepustakaan Yang Relevan Pengertian Fungsi

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diketahui bahwa ada beberapa pengertian tentang fungsi, baik secara etimologi maupun secara leksikologi.

Secara leksikal fungsi memiliki pengertian sebagai kemampuan yang dimiliki dari seseorang yang sesuai dengan pekerjaan dan tugasnya. Ada juga lagi yang disebut dengan fungsi sosial yang berarti kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat.

Salah satu fungsi Tarian tumba yang ada pada masyarakat Batak Toba di Pahae adalah sebagai hiburan pada masyarakat yang ada di Pahae. Dahulu masyarakat yang ada di Pahae belum memiliki banyak hiburan yang ada seperti saat sekarang ini. Pada saat terang bulan berlangsung ketika masyarakat banyak berkumpul di halaman perkampungan, muda – mudi bersaamaan melakukan tarian tumba di halaman perkampungan tersebut. Ini merupakan sebagai hiburan yang dipertontonkan masyarakat yang ada di Pahae yang dapat menghibur setiap masyarakat yang menyaksikan tarian tumba tersebut.


(25)

Menurut Kamus Dewan Edisi Ketiga (2002:1378), tari adalah gerakan badan serta tangan dan kaki yang berirama mengikuti rentak musik. Tari merupakan gerakan tubuh mengikuti cara – cara ritmik biasanya menggunakan iringan musik dan tergantung pada ruangan, untuk tujuan mengekspresikan sebuah ide atau emosi, pelepasan atau pembebasan energi atau secara sederhana menerima dengan senang hati gerakan itu sendiri.

Gerakan tari merupakan dari seni budaya yang merupakan refleksi dari sikap, sifat, perilaku serta pengalaman hidup dari masyarakat sendiri. Seperti dalam tarian tergambar cita ras dan daya, cipta dan karya dari sekelompok orang atau masyarakat.

Tari tersebut merupakan gerakan yang rapi dan gerakan yang reguler, secara harmoni mengkomposisikan keindahan perilaku, yang berlawanan yang kegemalaian postur tubuh dan menjadi bahagian dari postur tubuh itu. Tarian tidak sama dengan dengan gerakan yang kita lakukan sehari – hari. Gerakan tari tidak langsung diarahkan untuk bekerja, berpergian, atau mempertahankan hidup walau sebahagian besar praktek tari, gerakannya untuk ekspresi, penikmatan estetika dan hiburan.

Tarian adalah seni yang mengekspresikan nilai batin melalui gerak yang indah dari tubuh atau fisik dan mimik. Iringan musik secara auditif mendukung kesan visual yang ada ( Nursantara, 2006 )


(26)

Menurut Nursantara ( 2006 ) Sebuah tarian merupakan perpaduan

dari beberapa buah unsur. Unsur – unsur ini yaitu wiraga ( raga ), wirama (irama ) dan wirasa ( rasa ). Ketiga unsur ini melebur menjadi satu

membentuk tarian yang harmonis. Ketiganya harus dilakukan dengan selaras. Jika salah satu unsur ini tidak dilakukan dengan baik, tarian akan terlihat kurang indah.

Wiraga adalah dasar keterampilan gerak tubuh atau fisik penari. Gerak merupakan substansi baku dalam tari. Bagian fisik manusia yang dapat menyalurkan ekspresi dalam bentuk gerak tari. Diantaranya adalah

- Jari – jari tangan - Jari – jari kaki

- Pergelangan tangan - Dada

- Siku – siku tangan - Perut

- Bahu - Pinggul

- Leher - Biji mata

- Muka dan kepala - Alis

- Lutut - Pergelangan kaki

- Mulut

Wirama adalah suatu pola untuk mencapai gerakan yang harmonis. Di dalamnya terdapat pengaturan dinamika seperti aksen dan tempo tarian. Ada dua macam irama untuk tari :


(27)

Wirama tandak adalah wirama yang tetap dan murni dengan ketukan dan aksen yang berulang – ulang dengan teratur.

2. Wirama bebas

Wirama bebas adalah wirama yang tidak selalu memiliki ketukan dengan aksen yang berulang – ulang dan teratur.

Wirasa merupakan tingkatan penghayatan dan penjiwaan dalam tarian. Penghayatan dan penjiwaan itu seperti : tegas, lembut, gembira dan sedih, yang diekspresikan melalui gerakan dan mimik wajah sehingga melahirkan keindahan.

Richard Sinaga ( 1994 : 399 ) mengatakan bahwa martumba adalah tarian muda – mudi yang dilakukan sambil menyanyikan lagu – lagu berpantun, biasa dilakukan pada malam hari pada waktu terang bulan.

Teori Yang Digunakan

Teori merupakan prinsip dasar yang terwujud dan berlaku secara umum dan akan mempermudah seorang penulis untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam penelitian. Teori sangat diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi tuntunan kerja bagi penulis. Dalam suatu karya ilmiah harus mempunyai landasan teori yang


(28)

jelas, agar masalah yang hendak diuraikan dapat terperinci dan terarah dengan baik.

Berdasarkan penelitian ini, maka penulis menggunakan teori folklore untuk mengkaji fungsi tarian tumba tersebut bagi masyarakat Batak Toba di Pahae.

Folklor merupakan sebagai sesuatu disiplin ilmu atau cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri di Indonesia. Suatu ilmu yang belum lama dikembangkan oleh para ahli kebudayaan di Indonesia. Berdasarkan etimologi ( asal usul kata ), kata folklor berasal dari bahasa Inggris yaitu folklore. Kata itu merupakan pengabungan dari dua suku kata yaitu folk dan lore. folk memiliki arti yang sama dengan kata kolektif.

Menurut Dundes ( dalam Dananjaya, 1986:1) :

folk merupakan sekelompok orang yang memiliki ciri – ciri pengenalan fisik, sosial dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok lainnya. ciri – ciri pengenalan itu antara lain dapat berwujud warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, mata pencaharian yang sama yang sama, taraf pendidikan yang sama dan agama yang sama. Namun yang lebih penting lagi bahwa mereka memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka wariskan secara turun temurun. Sedikitnya dua generasi yang dapat mereka akui sebagai milik bersama.

Adapun yang dimaksud dengan lore adalah sebagian kebudayaannya diwariskan secara turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat ( mnemonic device ).


(29)

Berdasarkan kedua pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa folklore adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar

yang diwariskan turun temurun, diantara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan, maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat ( mnemonic device ).

Dengan demikian yang menjadi objek penelitian foklor Indonesia adalah semua folklor dari folk yang ada di Indonesia, baik di pusat maupun

di daerah, di kota maupun di desa, pribumi maupun keturunan asing

( peranakan , baik warga negara maupun asing, asalkan mereka sadar akan identitas kelompoknya dan mengembangkan kebudayaan mereka di Indonesia. Bahkan penelitian folklor Indonesia dapat diperluas lagi dengan meneliti folklor dari folk Indonesia yang kini sudah lama ada berada di luar negeri. Penelitian folklor ini menjangkau seluruh masyarakat Indonesia dimana saja, asal saja masih ada kesadaran dalam masyarakat Indonesia akan identitas kelompoknya.

Ciri pengenalan folklor pada umumnya dapat dirumuskan sebagai berikut :

(a) Penyebaran dan pewarisannya biasa dilakukan secara lisan, (b) Folklor bersifat tradisional, (c) Folklor ada (exist) dalam versi – versi bahkan varian – varian yang berbeda, (d) Folklor bersifat anonim, (e) Folklor biasanya


(30)

mempunyai bentuk berumus atau berpola, (f) Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif, (g) Folklor bersifat pralogis (logika sendiri),

(h) Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu, (i) Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan.

Menurut Brunvand ( Danandjaya, 1986 : 21 ) berdasarkan bentuknya folklor dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar yaitu :

2. Folklor lisan ( verbal folklore )

Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan, bentuk – bentuk (genre) folklor yang termasuk ke dalam kelompok besar ini antara lain : (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional dan titel kebangsawanan, (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah dan pameo, (c) pertanyaan tradisional, seperti teka – teki, (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair, (e) cerita prosa rakyat seperti mite, legenda, dan dongeng, dan (f) nyanyian rakyat.


(31)

Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat misalnya, yang oleh masyarakat modern sering kali disebut dengan takhyul itu, terdiri dari pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap

mempunyai makna gaib, seperti tanda salib bagi orang Kristen Katolik yang dianggap dapat melindungi seseorang dari gangguan hantu, atau ditambah dengan benda material yang dianggap berkhasiat dapat melindungi diri atau dapat membawa rejeki, seperti batu – batu permata tertentu.

Bentuk folklor yang tergolong dalam kelompok besar ini, selain kepercayaan rakyat adalah permainan rakyat, teater rakyat, tarian rakyat, adat – istiadat, upacara, pesta rakyat dan lain – lain.

4. Folklor bukan lisan ( non verbal folklore ).

Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi dua subkelompok yakni yang material dan yang bukan material. Bentuk – bentuk folklor yang tergolong material antara lain arsitektur rakyat ( bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya ), kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat,


(32)

makanan dan minuman rakyat, dan obat – obatan tradisional. Sedangkan yang termasuk dalam bentuk bukan material antara lain gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat dan musik rakyat.

Tarian tumba ini merupakan folklor yang digolongkan ke dalam folklor sebagaian lisan. Namun tarian yang dinyanyikan, dan lirik yang dinyanyikan adalah pantun (umpasa) yang merupakan bagian dari folklor. Tarian ini dikelompokkan ke dalam folklor sebagian lisan. Sedangkan nyanyian rakyat dan pantun yang mengiringi tarian tersebut merupakan bagian dari folklor lisan.

Adapun fungsi Folklor tersebut menurut Willian R. Bascom ( dalam Dananjaya 1986 : 19 ) adalah

1. Sebagai sistem proyeksi ( projective system ), yakni sebagai alat

pencermin angan – angan suatu kolektif.

2. Sebagai alat pengesahan pranata – pranata dan lembaga – lembaga

kebudayaan

3. Sebagai alat pendidikan anak ( pedagogical device ).

4. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma – norma masyarakat


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

Secara etimologi metode penelitian berasal dari kata metode yang artinya adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan logis adalah ilmu atau pengetahuan. Jadi metode penelitian adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan ( Naburko, 1997 : 1).

3.1 Metode dan Teknik

Penggunaan metode dalam penelitian ini merupakan metode yang akan digunakan dalam hal proses pengumpulan data, sampai pada tahap


(34)

analisis dengan mengesplitasikan pada pokok masalah untuk mendapatkan suatu hasil yang baik, sesuai dengan apa yang akan diharapkan.

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Nawawi ( 1991 : 63 ) metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan / melukiskan keadaan objek / subjek penelitian ( perorangan, lembaga, masyarakat dan lain – lain ) pada saat sekarang berdasarkan fakta – fakta yang tampak dan sebagai mana adanya.

Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta dan sifat – sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian deskriptif ini lebih bersifat penemuan fakta – fakta seadanya ( fact finding ), penelitian yang tidak sekedar menunjukkan distribusinya, akan tetapi termasuk dalam usaha mengemukakan satu dengan yang lainnya di dalam aspek – aspek yang diselidiki.

Data yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik sebagai berikut :

1. Observasi langsung, yaitu dengan cara mengamati secara langsung

objek penelitian, dalam hal ini penglihatan dan pendengaran sangat diperlukan untuk menangkap gejala yang diamati. Hasil penangkapan


(35)

oleh indera penglihatan dan pendengaran tersebut dicatat dan selanjutnya dianalisis oleh peneliti untuk menjawab masalah penelitian. Observasi langsung atau pengamatan langsung adalah dengan cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standart lain untuk keperluan tersebut. Tujuan utama pengamatan adalah mencatat dan mendeskripsikan perilaku objek serta memahaminya. Dapat juga hanya ingin mengetahui frekuensi suatu kejadian.

Dalam hal ini penulis melakukan observasi atau pengamatan tarian tumba pada kegiatan – kegiatan HUT kemerdekaan Indonesia di Pahae.

2. Wawancara, yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara sipenanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau panduan wawancara (Nasir 1988:234).

Suatu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data ( pewawancara ) dengan sumber data ( responden ). Dengan cara ini, peneliti ingin mendapatkan informasi ( data ) untuk menjawab atau membuktikan hipotesis yang tidak diperoleh dengan metode pengumpulan data lainnya. Komunikasi tersebut dilakukan secara langsung maupan tidak langsung.


(36)

Wawancara tidak langsung menggunakan daftar pertanyaan ( kuesioner ) yang dikirim kepada responden. Responden menjawab

pertanyaan – pertanyaan yang diajukan peneliti secara tertulis kemudian mengirim kembali daftar pertanyaan yang telah dijawab. Sedangkan wawancara langsung dilakukan dengan cara face to face artinya peneliti ( pewawancara ) berhadapan langsung dengan responden untuk menanyakan secara lisan hal – hal yang ingin diketahuinya dan responden memberikan jawaban secara lisan pula. Jawaban responden tersebut dicatat maupun direkam oleh pewawancara.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara secara langsung kepada responden yang mengetahui seluk beluk tentang martumba.

3. Kepustakaan ( library research ) yaitu pengumpulan data melalui buku

– buku yang berhubungan dan berkaitan erat dengan penelitian tersebut. Metode iini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian, agar data yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang digariskan. Dalam metode ini penulis mencari buku – buku pendukung yang berkaitan dengan masalah penelitian.


(37)

Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis memperoleh data dari lapangan ( field research ) dan kepustakaan ( library research ). Sumber data tersebut berbentuk lisan dan tulisan. Sumber data yang berbentuk tulisan diperoleh dari buku – buku yang berkaitan dengan kebudayaan Batak Toba. Seperti buku Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak karangan DJ. Gultom Raja Marpodang, Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba dan Kebudayaannya oleh EH. Tambunan dan lain – lain.

Sedangkan sumber data dari lapangan yakni dari daerah Batak Toba Kabupaten Tapanuli Utara di Kecamatan Pahae Jae. Kecamatan Pahae Jae merupakan daerah pertama kali dilakukan martumba dan dari daerah ini merupakan asal tumba dan masih sering diadakan martumba tersebut.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Alat perekam yang digunakan untuk mewawancarai informan

sehubungan dengan subjek penelitian.

2. Kamera, yang diperlukan dalam pengambilan foto daerah objek

penelitian, dan kegiatan martumba tersebut.

3. Alat tulis dan kertas, yang digunakan untuk mencatatat segala hal


(38)

Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode atau cara sipeneliti dalam mengolah data yang mentah sehingga menjadi data yang akurat dan ilmiah. Pada dasarnya analisis adalah kegiatan untuk memanfaatkan data sehingga data diperoleh suatu kebenaran atau ketidak benaran. Dalam analisis data diperlukan imajinasi dan kreatifitas sehingga diuji kemampuan peneliti dalam menalar sesuatu.

Dalam penelitian ini untuk menganalisis data yang sudah terkumpul di lapangan maka akan digunakan metode struktural. Adapun langkah – langkah penulis atau peneliti menganalisis data tentang fungsi martumba bagi masyarakat Batak Toba di Pahae adalah sebagai berikut :

1. Menerjemahkan data tentang martumba yang diperoleh dari

lapangan menjadi bahasa Indonesia

2. Mendeskripsikan kegiatan martumba dan mengidentifikasi

pantun – pantun ( umpasa ) yang dinyanyikan dalam kegiatan martumba.

3. Mengklasifikasikan pantun – pantun yang dinyanyikan dari

kegiatan martumba tersebut

4. Menganalisis fungsi tarian tumba.


(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Martumba

4. 1. 1 Sejarah Tarian Martumba

Martumba berasal dari daerah Pahae, menurut MT Nainggolan bahwa martumba pertama sekali diadakan di desa Siburian Kecamatan Pahae Jae. Muncul tumba diperkirakan pertama sekali diadakan pada tahun 1930 – an atau pada masa penjajahan Belanda. Kemudian berkembang pada masa penjajahan Jepang dan sering ditampilkan pada acara – acara besar pada waktu itu. Pada masa itu kegiatan martumba tidak dilarang oleh pemerintah Jepang sehingga kegiatan martumba mengalami perkembangan


(40)

dan diminati oleh warga masyarakat dan ditata oleh seorang perempuan br. Siburian,

Sejarah mengapa dikatakan “ tumba “ adalah dahulu bahwa ketika malam terang bulan ibu – ibu dan anak gadis yang ada diperkampungan menganyam tikar dan juga menumbuk padi secara bersamaan. Mereka yang

menumbuk padi ( manduda ) sekali – kali sambil bernyanyi untuk

menambah semangat. Bunyi tumbukan itu terjadi secara berirama karena menumbuk padi tersebut dilakukan oleh beberapa orang. Bunyi sahut – sahutan atau berganti – gantian berbunyi : tum...ba, tum...ba, tum...ba dan lama kelamaan sehingga menjadi tumba.

4. 1. 2 Pelaksanaan Tarian Tumba

Pelaksanaan tumba pada dahulu dan sekarang memiliki perbedaan. Dahulu pelaksanaannya dilakukan pada saat terang bulan, pada saat malam tersebut seluruh ibu dan anak gadis di suatu perkampungan berkumpul di halaman perkampungan. Saat terang bulan ibu dan gadis diperkampungan menganyam tikar dan juga menumbuk padi, para gadis akan mengajak satu sama lain berkumpul untuk melakukan tumba setelah berkumpul lalu mereka pun martumba di halaman perkampungan.

Pelaksanaan tumba dilakukan dimulai malam hari ketika terang bulan dan tumba ini dilakukan setiap malam selama cahaya terang bulang


(41)

masih bersinar. Akan tetapi, ini tidak dilaksanakan hanya pada satu perkampungan saja. Martumba dilakukan di beberapa perkampungan yang berbeda. Ketika suatu perkampungan pada malam hari itu melaksanakan kegiatan tumba maka untuk malam berikutnya dilaksanakan pada perkampungan berikutnya.

Pada pelaksanan tumba tidaklah memiliki hari yang ditentukan dan juga tidak ditentukan dengan penanggalan hari dalam pelaksanaannya,

tidak seperti halnya dengan kegiatan muda – mudi yang ada di Karo yang disebut dengan Guro – guro aron melainkan kegiatan tumba

dilakukan pada saat sedang terang bulan. Selama pada malam tersebut masih terang bulan muda – mudi akan melakukan tumba. Muda – mudi suatu perkampungan yang melaksanakan tarian tumba, mereka akan bergabung dengan muda mudi perkampungan lain untuk melaksanakan tarian tumba tersebut.

Pada saat sekarang ini adanya perubahan dalam pelaksanan tumba tersebut. Dahulu yang diadakan pada malam terang bulan kini diadakan pada kegiatan acara besar tertentu seperti hari kemerdekaan negara Republik Indonesia, peresmian gedung sekolah, peresmian gedung gereja dan lain - lain. Saat sekarang pelaksanaan tumba tersebut lebih singkat dan dilaksanakan pada satu hari saja pada saat hari besar tersebut.


(42)

Pelaksaanaan tumba tersebut bahkan tidak hanya pada malam hari saja, tetapi pada siang hari tumba tersebut dilakukan. Perubahan – perubahan ini disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dahulu hiburan pada masyarakat Batak Toba masih jarang sekali. Saat sekarang hiburan yang ada sudah banyak seperti televisi, radio, internet dan lain - lain. Sehingga pada saat malam terang bulan masyarakat sudah jarang berada di halaman perkampungan. Masyarakat lebih memilih untuk berdiam di dalam rumah dengan kesibukan lain.

4. 1. 3 Gerakan Tarian Tumba.

Sebelum kegiatan martumba dimulai setiap peserta berbaris dan membentuk sebuah lingkaran. Setelah membentuk lingkaran maka dimulailah gerakan tarian tumba sambil menyanyikan pantun.

Adapun bentuk gerakan tubuh saat menari tumba adalah :

1. Tangan bertepuk ke depan kemudian kaki kanan dihempaskan ke depan ( gambar 1 ).

2. Tangan ditepuk kepinggang dan kaki bagian kanan di kembalikan keposisi semula ( gambar 2 ).

3. Tangan bertepuk ke depan kemudian kaki kiri kembali dihempaskan ke depan ( gambar 3 ).


(43)

4. Setiap peserta berjalan berputar sambil bertepuk tangan ketika nyanyian pengulangan dan berbalik kembali hingga keposisi semula.

5. Jika terdiri dua barisan lingkaran maka peserta berjalan berputar berlawanan arah dan berbalik kembali pada posisi semula ( gambar 4 )


(44)

Gambar 3 gambar 4

4. 1. 4 Peserta Dalam Tarian Tumba

Dalam kegiatan tarian tumba yang menjadi peserta tersebut adalah :

1. Muda – Mudi Desa.

Peserta dalam kegiatan tarian tumba adalah seluruh muda – mudi yang ada di dalam perkampungan baik laki – laki maupun perempuan.

Seluruh muda – mudi desa terlibat dalam kegiatan martumba. Umumnya yang lebih berperan aktif dalam kegiatan tarian tumba ini adalah anak gadis. Sedangkan pemudanya sering hanya ikut dalam mengiringi tumba dengan bermain musik. Namun tidak jarang juga


(45)

pemuda ikut menari bersama dengan anak gadis ketika tarian tumba berlangsung.

Gbr. Muda – mudi sedang melaksanakan tarian Tumba

2. Pengetua Adat.

Pengetua adat ikut menjadi peserta dalam martumba. Mereka juga sangat berperan dalam kegiatan martumba namun tidak secara langsung. Para muda – mudi belajar setiap pantun ( Umpasa ) yang akan dinyanyikan pada pelaksanaan tarian tumba kepada penatua adat. Karena pengetua adatlah yang lebih banyak menguasai tentang pantun, baik pantun adat maupun pantun muda – mudi.

Sebelum kegiatan tarian tumba dilaksanakan para pemuda – pemudi datang kepada pengetua adat untuk mempelajari setiap pantun yang akan dinyanyikan ketika tarian tumba berlangsung. Pada saat itulah


(46)

juga disusun setiap pantun yang akan dinyanyikan sehingga pantun yang dinyanyikan dapat berkaitan antara pantun yang satu dengan yang lain.

Pada saat sekarang ini peserta dalam kegiatan martumba juga berbeda antara lain :

1. Anak – anak

Pada saat sekarang ini anak – anak merupakan peserta dalam kegiatan martumba. Adapun yang dimaksud anak – anak adalah anak sekolah. Saat sekarang biasanya kegiatan martumba dilakukan oleh anak – anak sekolah pada waktu hari kemerdekaan Republik Indonesia. Para siswa – siswi dari setiap sekolah akan mempersembahkan tarian tumba yang mereka bawa untuk dipertunjukkan sebagai hiburan pada saat hari kemerdekaan tersebut. Para peserta dari siswa yang ada di sekolah dasar. Untuk menambah kemeriahan kadang – kadang ini kegiatan martumba yang dilakukan anak – anak diperlombakan antar sekolah Sekolah Dasar.


(47)

Gbr. Anak – anak sekolah sedang melaksanakan tarian tumba.

2. Guru

Guru merupakan salah satu peserta dalam kegiatan martumba namun tidak secara langsung. Guru berperan untuk mengajari para siswa dalam melakukan tarian tumba, baik yang membacakan pantun yang akan dinyanyikan dan juga gerakan yang akan dipertontonkan ketika tumba dilaksanakan. Pada saat kegiatan martumba berlangsung, guru berperan membacakan pantun yang akan dinyanyikan. Pada saat sekarang, guru merupakan pengganti dari pengetua adat yang mengajarkan pantun – pantun yang akan dibawakan pada saat kegiatan martumba berlangsung.


(48)

Tarian Tumba adalah tarian yang unik, sebab tarian muda – mudi ini diiringi dengan nyanyian – nyanyian. Nyanyian – nyanyian tersebut adalah pantun yang memiliki berbagai makna yang tersirat yang disampaikan kepada setiap peserta dan penonton tarian tumba. Nyanyian pada saat dahulu dan sekarang memiliki perbedaan.

Pada saat dahulu lagu – lagu yang dinyanyikan pada pelaksanaan martumba lebih tersusun dengan baik. Pantun yang dinyanyikanpun saling berkaitan antara pantun pertama dengan pantun berikutnya sehingga pantun tersebut lebih enak didengar. Lagu pertama yang dinyanyikan adalah lagu penghormatan kepada hula – hula perkampungan atau orang yang pertama sekali membuka perkampungan tersebut, dengan memohon kepada hula – hula dan penatua adat untuk memperbolehkan kiranya melakukan tumba di perkampungan tersebut. Pantun yang dinyanyikan setelah memohon

kepada hula – hula adalah pantun yang berkaitan kepada muda – mudi,

baik berupa nasehat maupun hiburan. Pantun tersebut lebih terkhusus dinyanyikan kepada muda – mudi yang memiliki makna – makna tersirat kepada setiap muda - mudi. Adapun lagu yang dinyanyikan dalam pelaksanaan tumba adalah :

5 5 3 3 1 1 Lasson ma ari


(49)

3 4 5 5 6 4 5 5 Asa manurbu panga - loan 4 3 2 2 5 5 4 4 hamalohon ma Anggi 1 1 2 2 3 1 2 5 unang sar di boto do - ngan 5 . 6 5 4 3 2 5 Se - edeng dainang oi nonge

5 . 3 . 3 2 1 Se - deng da i - nang

‘Hari semakin terik

Untuk membakar desa pangaloan Semakin pintarlah adik

Jangan diketahui teman’ Sedeng ibu oh ibu Sedenglah ibu

Pukka ma lagemi ‘Bukalah tikarmu’


(50)

Lage namarhasumba

‘Tikar yang berwarna merah’ Tapukka ma ende ta ende ‘Kita mulailah lagu’

Na mardongan tumba ‘Lagu mendampingi tumba’

Sedeng dainang oi nonge ‘Sedenglah ibu oh ibu’ Sedeng dainang

‘Sedenglah ibu’

Manuk jarum bosi ‘Ayam jarum bosi’

Mangeat ho dirassang bosi

‘Bertengger di kayu ransang bosi’

Nasorokkap ni tondi

‘Yang bukan jodoh’ Pangeolhon ma panotnot i ‘Tarianku inilah dilihat’

Sedeng dainang oi nonge ‘Sedenglah ibu oh ibu’


(51)

Sedeng dainang ‘Sedenglah ibu’ Sorat motor martimbang ‘Berat mobil martimbang’ dibantu sibual – bual i

‘Dibantu mobil sibual – buali’ E surat hon mandok marsirang ‘Surat ini berkata berpisah’ Unang be sai datdat i ‘Jangan selalu kau ulangi’

Sedeng dainang oi nonge ‘Sedenglah ibu oh ibu’ Sedeng dainang

‘Sedenglah ibu’ Arirang didokkon ho ‘bunga enau kau katakan‘ Bane – bane na hubarbari ‘kayu bane ku potongi’ Marsirang didokkon ho ‘berpisah kau katakan’ Mauliate hu dok hami


(52)

‘terima kasih ku katakan’

Sedeng dainang oi nonge ‘Sedenglah ibu oh ibu’ Sedeng dainang

‘Sedenglah ibu’

Hodong do lili ku

‘Tulang kelapa lidiku’

Bane – bane na hubarbari ‘Kayu bane kupotongi’ Holan tu ho do nipikku ‘Hanya kepadamu mimpiku’ Ganup borngin ganup ari ‘Tiap malam tiap hari’

Sedeng dainang oi nonge ‘Sedeng ibu oh ibu’ Sedeng dainang ‘Sedenglah ibu’

Hutarik – hutarik ‘Kutarik – tarik’


(53)

Hutarik marenet – enet ‘Kutarik dengan hati – hati’ Molo hujaha surat mi ‘Jika kubaca suratmu’ Iluki sabur manetek ‘Air mataku jatuh’

Sedeng dainang oi nonge ‘Sedeng ibu oh ibu’ Sedeng dainang ‘Sedenglah ibu’

Tiur ni bulanon ‘Terangnya bulan’

Marmeam hita di alaman ‘Bermain kita di halaman’ Tanda ma naung adong ‘Nampak sudah ada’ Namarbaju ni huta on

‘Anak gadis di kampung ini’ Sedeng dainang oi nonge ‘Sedeng ibu oh ibu’


(54)

Sedeng dainang ‘Sedenglah ibu’

Satallik ni gulang – gulang

‘Sepotong kayu penyanggah’ Paembang rere di alaman ‘Bentangkan tikar di halaman’ Santabi dihula – hula

‘Permisi kepada penatua’ Marembas hami di alaman ‘Menari kami di halaman’

Sedeng dainang oi nonge ‘Sedeng ibu oh ibu’ Sedeng dainang ‘Sedenglah ibu’

Setelah pantun ini habis dinyanyikan, maka untuk menyanyikan pantun yang baru dinyanyikan terlebih dahulu pantun khusus untuk mengatakan bahwa akan dimulainya pantun yang baru yaitu :


(55)

Ta singkam ma jolo ‘Kini kita potonglah’

Pisang sitabar tabar bari ‘Pisang sitabar diratakan’ Ta singkap nama jolo ‘Kini kita gantilah’ Lagu na asing taulahi ‘Lagu yang lain diulangi’

Ta singkap nama jolo da amang da inang ‘Kini kita gantilah bapak ibu’

Lagu na asing ta ulahi ‘Lagu yang lain diulangi’

5 1 . 1 1 . 2 3 . Mandurung di - a rirang

3 2 . 1 2 . 2 1 . 7 1 . . 5 So – tar huar siala ta - no 5 1 0 1 3 3 . 2 5

Disor ma ude udeng 5 1__ . 1 1 . 2 3 .


(56)

malungun di amang da inang

3 2 . 1 2 . 2 1 . 7 1 . . 5 So – tar suruk toru - ni ta - no 5 2 0 2 7 5 . 2 1 1 Disor ma ude - e ude

‘Menjaring di arirang Tak tergalik buah siala’

Disorma ude - ude ‘Rindu kepada ibu

Tak terselami bawah tanah’ Disorma ude – ude Addilo na hinan

‘Pohon addilo yang dahulu’ Hadang – hadangan saonari ‘Menjadi tas sandang sekarang’

Disor ma ude - ude Bagian na hinan


(57)

Mananggung badan saonari ‘Menanggung badan sekarang’

Disor ma ude – ude

Di paddurung durungan hi ‘Di tempat kolam – kolamku’ Dua – dua issor di batu ‘Ada ikan insor di batu’

Disor ma ude - ude Di parlungunan hi ‘Di dalam rinduku’

Dua – dua ilu madabu

‘berjatuhan air mataku’ Disor ma ude – ude Hu tatap lobu tua

‘Ku pandang desa lobu tua’ Hu tailihon lobu tolong

‘Ku toleh ke desa lobu tolong’ Disor ma ude - ude Molo hu tatap na martua ‘Jika kulihat yang diberkati’


(58)

Tar ilu – ilu simalolong ‘Berlinang air mata’

Disor ma ude - ude

Be ha bahenon i ‘Bagaimana jadinya’

Malamun pisang di balian ‘masak pisang di ladang’

Disor ma ude - ude Beha bahenon i

‘Bagaimana jadinya’

Mardomu nasib tu bagian ‘Ketemu nasib dan kenyataan’

Disor ma ude – ude Pitola so pitola

‘Pitola tidak pitola’ Pitola ni passur batu ‘Pitola di pancur batu’

Disor ma ude - ude Sikkola so sikkola ‘Sekolah tidak sekolah’


(59)

Ni arsak ni namarbaju ‘Kesedihan anak gadis’

Disor ma ude – ude

Ta singkam ma jolo ‘Kini kita potonglah’

Pisang sitabar tabar bari ‘Pisang sitabar diratakan’ Ta singkap nama jolo ‘Kini kita gantilah’ Lagu na asing taulahi ‘Lagu yang lain diulangi’

Ta singkap nama jolo da amang da inang ‘Kini kita gantilah bapak ibu’

Lagu na asing ta ulahi ‘Lagu yang lain diulangi’

5 5 5 5 1 3 3 Duda ma - i tak mi

2 3 2 1 2 2 . 5 Saut maho mar itak ba ri


(60)

5 5 5 5 1 2 2 Saut i - lo mo mi

1 2 1 3 2 1 . 1 Saut ma ho sumolsolba gi

‘Tumbuklah tepung berasmu Jadilah punya itak basi Kehendakmu yang jadi Kelak penyesalan nanti’

Idem taridem idem idem taridem olo ‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘ Amang hassit nai manetek ilu sobinoto

‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’

Tandiang piar – piar

‘Pohon tandiang piar – piar’ Ho narian

‘Kau tadi siang’ Inang boru gultom ‘Gadis gultom’ Sian dia ho narian


(61)

‘Dari mana tadi siang’

Idem taridem idem idem taridem olo ‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘ Amang hassit nai manetek ilu sobinoto

‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’

Ndada sian dia

‘Tidak dari mana – mana’ Sian passur paridian ‘Dari tempat pemandian’ Paias – ias daging ‘Bersih- bersihkan badan’ Asa lakku tu pariban ‘Agar laku kepariban’

Idem taridem idem idem taridem olo ‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘ Amang hassit nai manetek ilu sobinoto

‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’

Indion sabi tolong ‘Ini sabi tolong’


(62)

Manang marsambilu – sambilu ‘Atau mempunyai sambilu’ Ingot hami ito

‘Ingatlah kami adik’

Anggo marsahali saminggu ‘Paling tidak sekali seminggu’

Idem taridem idem idem taridem olo ‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘ Amang hassit nai manetek ilu sobinoto

‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’ Ndang sambilu sambilu

‘Tidak mempunyai sambilu’ Manang marsaludeng saludeng ‘Mempunyai saludeng pun jadi’ Ndang sahali saminggu

‘Tidak sekali seminggu’ Nanggo marsahali sabulan ‘Sekali sebulan pun jadi’

Idem taridem idem idem taridem olo ‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘ Amang hassit nai manetek ilu sobinoto


(63)

‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’ Hodong do liliku

‘Hodong lidiku’

Goring – goring mali – mali ‘Kayu kering mali – mali’ Holan tu ho do nipingku ‘Hanya kepadamu mimpiku’ Ganup borngin ganup ari ‘Tiap malam tiap hari’

Idem taridem idem idem taridem olo ‘Idem teridem idem idem ya teridem ‘ Amang hassit nai manetek ilu sobinoto

‘Batapa sedihnya tidak tahu menetes air mata’

Ta singkam ma jolo ‘Kini kita potonglah’

Pisang sitabar tabar bari ‘Pisang sitabar diratakan’ Ta singkap nama jolo ‘Kini kita gantilah’ Lagu na asing taulahi


(64)

‘Lagu yang lain diulangi’

Ta singkap nama jolo da amang da inang ‘Kini kita gantilah bapak ibu’

Lagu na asing ta ulahi ‘Lagu yang lain diulangi’

Poltak mata niari ‘Terbit matahari’

Mate – mate tu hasuddutan ‘Di barat terbenam’

Madabu soro niari ‘Kelak jatuh suatu hari’ Tu ise do panggissurutan ‘Kepada siapa pengaduan’

Sekka na uli natinerawang

,Sapu tangan yang diterawang’

Natinerawang natinerawang

‘Yang diterawang yang diterawang’

Anak nauli sanggup melawan

‘Anak baik sanggup melawan’


(65)

‘Sanggup melawan sanggup melawan’

Natinittip sanggar ‘Dipotong sanggar’ Baen huru – huruan ‘Untuk membuat sangkar’ Jolo sinukkun marga ‘Dahulu bertanya marga’ Asa binoto partuturan ‘Agar tahu cara menyapa’

Bayon situdu ‘Pandan situdu’

Naripe di panggotapan ‘Tinggal dipotongi’ Oinang pangitubbu ‘Ibu yang mengandung’ Naripe di panggoaran ‘Tinggal pemanggilan’


(66)

‘Kayu di atap’

Parasaran ni borong – borong ‘Tempat sarang kumbang’ Bulan na diginjang ‘Bulan yang di atas ‘

Pardomuan ni simalolong ‘Pertemuan antara kita’

Pining di rahis – rahis ‘Pinang di tanah terjang’ Jinakkit manogot – nogot ‘Dipanjat pagi – pagi’ Gogo damang massari ‘Semangatlah nak bekerja’

Atik na rap di hita sogot

‘Mungkin sama kita kelak nanti’

Met – met do sikkoru ‘Kecil sikoru’

Nungga di haddang haddangi ‘Sudah dipagari’


(67)

Metmet dope siboru ‘Masih kecil sigadis’

Nungga di tandang tandangi ‘Sudah didekat – dekati’

Pada saat sekarang beberapa umpasa yang dinyanyikan pada waktu martumba mengalami beberapa perubahan. Namun tetap lagu pertama yang dinyanyikan adalah permohonan kepada penonton untuk mempertunjukkan kegiatan martumba. Peserta dalam kegiatan martumba memberikan penghormatan kepada setiap penonton dan sekaligus meminta ijin untuk melaksanakan kegiatan martumba. Karena kegiatan martumba dilaksanakan pada hari kemerdekaan Republik Indonesia, pantun yang dinyanyikan juga mengenai tentang kemerdekaaan Indonesia.

Jika dilihat pada sekarang bahwa pantun yang dinyanyikan tidak hanya terkhusus kepada muda – mudi saja. Bahwa pantun tersebut ditujukan kepada siapa saja yang menyaksikan kegiatan martumba. Pantun yang ditujukan kepada profesi tertentu. Misalnya pantun kepada bapak – ibu yang bekerja sebagai petani, pedagang dan lain - lain. Bahkan pantun yang dinyanyikan ditujukan kepada penonton yang lebih dihormati. Misalnya bapak Polisi, bapak Camat dan bapak Bupati.


(68)

Pada selesai kegiatan martumba, pantun yang dinyanyikan adalah pantun yang berisikan permohonan kepada penonton untuk permisi untuk pulang bahwa tarian tumba telah selesai. Adapun lagu yang dinyanyikan pada saat sekarang ini diantaranya :

Tangan do botohon ‘Seluruh bagian tangan’ Na marujungkon jari – jari ‘Diujungnya jari tangan’ Jonjong hami dison ‘Kami berdiri disini’

Jumolo hami marsantabi ‘Lebih dahulu kami permisi’

Jonjong hami dison ale amang ale inang ‘Kami berdiri bapak ibu’

Muda - mudi ( Janjinauli ) ‘Muda – mudi ( Janjinauli )’

Tumba sirege – rege tumba tumba ‘Tumba sirege – rege tumba tumba’ Martumba hami on ale amang ala inang ‘Menari tumba kami bapak ibu’


(69)

Muda – mudi ( Janjinauli ) ‘Muda – mudi ( Janjinauli )’ Beta hita tu dolok

‘Ayo ke hutan’

Na marsitiang ni bendera ‘Mengambil tiang bendera’ Sude maolop – olop

‘Semua bersuka cita’

Na hita on naung merdeka ‘Bahwa kita sudah merdeka’

Manuk jarum bosi ‘Ayam jarum bosi’ Martahuak di alaman ‘Berkokok di halaman’ Horas ma pak polisi

‘Salam sejahtera pak polisi’ Na menjagai keamanan ‘Yang menjaga keamanan’ Habang ma pitola


(70)

Sai Songgop ma tu dangka – dangka ‘Selalu hinggap di dahan’

Hita parsingkola ‘Kita yang bersekolah’ Unang lalap di parabola ‘Jangan hanya menonton’

Honas ni sapilpil ‘Nenas sapilpil’

Sai ganjang duri – duri na ‘Panjang durinya’

Horas angka pemimpin ‘Semangat para pemimpin’ Nang songon i panuturina ‘Begitu juga pengikutnya’

Untuk mengakhiri kegiatan martumba, maka dinyanyikanlah pantun

( umpasa ) yang khusus dinyanyikan untuk menyatakan bahwa kegiatan

martumba sudah berakhir. Adapun pantun tersebut adalah :


(71)

‘Terbang burung walet’

Sai songgop ma tu dakka – dakka ‘Hinggap di dahan kayu’

Marujung ma meam – meam ‘Berakhirlah permainan’ Horas be horas be

‘Salam sejahtera bagi kita semua’ Mulak ma hami

‘Pulanglah kami’

4. 1. 6 Pakaian Yang Digunakan

Pakaian yang digunakan pada dahulu tidak memiliki pakaian yang secara terkhusus, seperti memakai pakaian adat yang secara khusus yang bersifat formal. Hal ini dikarenakan bahwa pada dahulu acara martumba dilakukan secara spontanitas dan juga pada dasarnya bahwa dahulu tarian tumba yang dilakukan muda – mudi adalah hiburan. Jadi pakaian yang digunakan hanya pakaian yang dikenakan adalah bebas apa adanya karena pada saat tarian tumba diadakan ketika para gadis di perkampungan selesai menganyam tikar dan menumbuk padi.

Pada saat sekarang pelaksanaan martumba, pakaian yang digunakan lebih baik dan lebih menunjukkan kebudayaan Batak Toba tersebut. Pada


(72)

pelaksaan tersebut setiap peserta telah ada menggunakan ulos. Ulos tersebut dikenakan pada tubuh, bahkan ada yang menggunakan pakaian adat batak secara menyeluruh. Bukan hanya ulos yang digunakan, juga memakai pakaian kain panjang yang diikatkan pada pinggang setiap peserta kemudian kedua ujung pakaian tersebut diikatkan pada kedua jari. Sehingga ketika setiap peserta melakukan tepuk tangan maka pakaian tersebut terlihat lebih indah. Perubahan pakaian ini karena seiring perubahan makna dalam tarian tumba. Dahulu tarian tumba dilaksanakan sebagai hiburan yang dilakukan muda – mudi kini perlahan bergeser menjadi pentas seni yang dipertontonkan.

4. 1. 7 Alat Musik Yang Digunakan

Untuk alat musik yang digunakan pada pelaksanaan tumba tidak menggunakan alat musik tradisional lengkap. Alat musik yang digunakan tidak hanya alat musik tradisional Batak Toba tetapi juga alat musik yang sering digunakan pada saat ini yang berasal dari budaya lain. Karena kegiatan martumba tidak dilakukan pada acara adat. Martumba ini adalah kegiatan muda – mudi. Alat musik yang sering digunakan untuk mengiringi martumba adalah sebagai berikut :


(73)

Gitar digunakan adalah gitar yang sering digunakan pada saat ini yaitu alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik yang memiliki 6 tali senar. Alat musik ini dimainkan oleh pemuda saat tarian tumba berlangsung yang mengiringi pantun yang dinyanyikan.

2. Saga – Saga

Saga – saga merupakan alat musik tradisional yang berasal dari daerah

Batak. Saga – saga ini adalah alat musik yang bertali, yang nadanya

berdasar kekencangan – kekenduran tarikan tali yang ditarik terus

menerus. Bahkan resonannya menggunakan mulut. Saga – saga ini

terbuat dari batang daun enau. Alat musik ini sering dipadukan dengan gitar ketikan tarian tumba berlangsung. Namun pada saat ini alat musik ini sudah jarang kelihatan dimainkan karena anak muda sekarang sudah banyak tidak mengetahui memainkan alat musik ini

3. 1. 8 Makna Dari Gerakan Tumba Yang Merupakan Perlambang Tarian tumba ini memiliki gerakan yang unik dari tarian yang bersifat sakral maupun formal seperti tarian tor – tor dalam masyarakat Batak Toba. Dalam tarian tumba ini gerakan – gerakan yang memiliki berbagai makna yang terkandung di dalamnya. Gerakan – gerakan itu diantaranya :


(74)

Tangan yang saling bergenggam merupakan lambang dari kesatuan yang terjadi di dalam muda – mudi. Dalam muda – mudi terjalin kesatuan yang sangat erat dan terjalinnya kerukunan sesama muda – mudi baik di dalam satu kampung maupun dengan perkampungan yang lain. Muda – mudi menari bersama dengan saling menggenggamkan tangan mereka yang menunjukkan kesatuan di antara muda – mudi tersebut.

Tangan yang bertepuk dan dihempaskan kepinggang merupakan perlambang dari kegembiraan atau sukacita yang ada pada muda – mudi. Tarian tumba ini didasarkan pada sukacita yang ada di dalam muda – mudi. Kegembiraan ini diungkapkan lewat tepuk tangan dan juga yang tepukan yang dihempaskan kepinggang. Muda – mudi merasakan gembira ketika mereka saling berkumpul dan juga bertemu dengan pasangannya.

Hasil tepukan dan bunyian yang dihasilkan hempasan kepinggang merupakan ketukan dalam suatu nyanyian yang dinyanyikan pada saat pelaksanaan tumba. Bunyi tersebut yang mengatur irama nyanyian dalam tumba tersebut.

4. 2 Fungsi Martumba

Adapun fungsi martumba pada masyarakat Batak Toba di Pahae adalah sebagai :


(75)

1. Hiburan

Dahulu di dalam perkampungan belum memiliki berbagai hiburan seperti pada saat sekarang ini. Tumba adalah salah satu hiburan dalam masyarakat Batak Toba di Pahae. Hiburan pada waktu malam terang bulan, semua penduduk diperkampungan berkumpul dihalaman perkampungan merasa terhibur ketika menyaksikan tarian tumba yang dilaksanakan muda – mudi. Penonton akan bernyanyi bersama bahkan ikut menari dengan muda – mudi tersebut.

2. Mencari Jodoh

Tumba juga dimaksudkan sebagai tempat mencari jodoh bagi seorang pemuda dan sigadis. Pada saat acara martumba dilakukkan, muda – mudi di perkampungan berkumpul, bahkan muda – mudi dari perkampungan lain berkumpul di halaman perkampungan yang akan melaksanakan tumba. Pada saat itulah antara seorang pemuda dan sigadis bertemu, saling berkenalan antara sipemuda dan sigadis dan mencari jodoh mereka masing – masing. Ketika kegiatan tumba selesai dilakukan pada malam tersebut, muda – mudi yang bergabung tersebut akan melanjutkan dengan saling berkenalan lebih dalam lagi.


(76)

3. Belajar Adat.

Dalam melaksanakan kegiatan martumba, muda – mudi belajar tentang adat Batak Toba. Adat Batak Toba yang terkandung di dalam tarian tumba diantaranya adalah Pantun ( Umpasa ) . Umpasa merupakan kebudayaan batak toba yang populer di masyarakat. Setiap adat yang dilakukkan tidak terlepas dari umpasa. Umumnya yang lebih menguasai pantun ( umpasa ) dalam masyarakat batak toba adalah orang tua, sehingga dengan mengadakan tarian tumba muda – mudi akan lebih banyak mengetahui tentang pantun.

Setiap pantun yang akan dinyanyikan untuk pelaksanaan tumba, muda – mudi mempelajarainya terlebih dahulu dari orang tua dan penatua adat. Muda – mudi akan mengetahui pantun yang digunakan sesuai dengan penempatan pantun tersebut, misalnya pantun untuk muda – mudi, pantun untuk anak – anak dan lain – lain.

4. Pengumpulan Dana

Ini terjadi pada saat sekarang ini. Pada saat pelaksanaan martumba dilakukan pada saat peresmian suatu gedung misalnya gedung gereja. Pelaksanaan martumba dimaksudkan kepada setiap penonton yang hadir menyaksikan martumba memberikan sumbangan dalam kegiatan tersebut. Ketika pelaksaan tumba dilakukan oleh anak – anak sekolah, sumbangan yang didapat untuk sekolah yang melaksanakan tumba tersebut. Hal ini


(77)

dimanfaatkan, karena ketika kegiatan tumba dilakukan banyak para pejabat yang diundang. Mereka mengungkapkan keinginannya lewat setiap pantun yang dinyanyikan.

Muda – mudi yang melaksanakan tumba tersebut menyampaikan permohonan mereka melalui pantun yang dinyanyikan tersebut. Pada saat itulah setiap penonton akan memberikan sumbangan mereka, tempat yang sudah disediakan di tengah lingkaran peserta. Bahkan ketika penonton memberikan sumbangan, mereka terlebih dahulu menari dengan peserta tumba lalu memberikan sumbangannya tersebut.

5. Melatih Kerjasama

Dalam melakukan tarian tumba setiap gerakan dilakukan dengan seirama. Agar gerakan itu seirama maka perlu adanya kerja sama bagi setiap peserta tarian tumba tersebut. Setiap lagu yang akan dinyanyikan juga setiap peserta harus menyanyikan secara bersama – sama dan lagu tersebut harus diketahui setiap peserta tarian tumba.

6. Alat Pendidik.

Setiap pantun yang dinyanyikan dalan tarian tumba memiliki makna yang sifatnya mendidik secara khusus bagi setiap muda – mudi dan juga anak – anak sekolah.


(78)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang dilakukan penulis terhadap fungsi Martumba bagi Masyarakat Batak Toba di Pahae, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :


(79)

1. Tarian Tumba adalah suatu kegiatan muda – mudi pada masyarakat Batak Toba di Pahae yang dilakukan pada saat terang bulan. Tarian tumba tersebut diiringi oleh nyanyian.

2. Nyanyian yang dinyanyikan pada saat kegiatan tarian tumba adalah

umpasa ( pantun ) yang ditujukan kepada setiap peserta tarian tumba dan juga kepada setiap penonton.

3. Umpasa ( pantun ) yang dinyanyikan tersusun secara teratur dan

saling berkaitan antara pantun yang satu dan yang berikutnya.

4. Peserta tarian tumba mengalami perubahan yaitu pada saat dahulu

adalah muda – mudi dan pengetua adat namun sekarang pesertanya adalah anak – anak dan guru, dan pelaksanaannya dahulu yang sifatnya adalah hiburan kini bergeser menjadi pentas seni.

5. Tarian tumba berfungsi sebagai hiburan masyarakat, mencari jodoh

bagi muda – mudi, mencari sumbangan, belajar adat, melatih kerja sama dan juga sebagai alat pendidik.

5.2 Saran

Kita sebagai masyarakat yang memiliki aset kebudayaan yang ada di masyarakat, salah satunya adalah tarian rakyat perlulah untuk melestarikan kebudayaan tersebut agar tidak hilang begitu saja


(80)

1. Mengangkat bentuk – bentuk kebudayaan pada Batak Toba khususnya yang ada pada muda – mudi.

2. Bagi setiap muda – mudi lebih mencintai kebudayaan daerah dan

turut melestarikan kebudayaan daerah tersebut

3. Membukukan segala bentuk tarian yang ada pada muda – mudi.

4. Para peneliti memberi perhatian terhadap kebudayaan daerah

tersebut secara khusus tarian muda – mudi.

5. Bagi setiap muda – mudi untuk sering mengadakan kembali tarian

tumba hingga tarian ini tidak hilang.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 1987. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Dananjaya, James. 1986. Folklor Indonesia : Ilmu Gosip, Dongeng dan lain - lain. Jakarta: Pustaka Grafitipers


(81)

Gultom, D.J. Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak. Medan: Armanda Medan

Ihtomi, T.O. 2006. Pokok – Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Moleong, L.J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Munandar, M. 2007. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Refika Aditama Nasir, Moh. 1988. Metode Penelitian . Jakarta: Ghalia Indonesia Narbuko. 1997. Metode Penelitian . Jakarta : Bumi Aksara Nawawi. 1991. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Refika Nursantara, Yayat. 2006. Seni Budaya. Jakarta: Erlangga

Purwanto, H. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Sinaga, Richard. 1994. Kamus Bahasa Batak Toba – Indonesia. Jakarta: Dian Utama

Takari, Muhammad. 2008. Manusia Kesenian di Indonesia. Medan: Studia Kultura

Tambunan, E.H. 1982. Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba dan Kebudayaannya Sebagai Sarana Pembangunan. Tarsito. Bandung


(82)

Wirartha. I. 2006. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi & Tesis. Yogyakarta: Andi Offset

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : S. Br. Sitompul ( Op. Agus ) Umur : 76 Tahun

Pekerjaan : Petani


(83)

2. Nama : G. Sitompul Umur : 40 Tahun Pekerjaan : Kepala Desa Alamat : Desa Janjinauli

3. Nama : A. Simanungkalit Umur : 53 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Parsaoran

4. Nama : M. Hutapea Umur : 75 Tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Janjinauli

5. Nama : L. Br. Sitompul ( Op. Benny ) Umur : 72 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Janjinauli

6. Nama : L. Panggabean Umur : 43 Tahun


(84)

Pekerjaan : Guru


(1)

1. Tarian Tumba adalah suatu kegiatan muda – mudi pada masyarakat Batak Toba di Pahae yang dilakukan pada saat terang bulan. Tarian tumba tersebut diiringi oleh nyanyian.

2. Nyanyian yang dinyanyikan pada saat kegiatan tarian tumba adalah umpasa ( pantun ) yang ditujukan kepada setiap peserta tarian tumba dan juga kepada setiap penonton.

3. Umpasa ( pantun ) yang dinyanyikan tersusun secara teratur dan saling berkaitan antara pantun yang satu dan yang berikutnya.

4. Peserta tarian tumba mengalami perubahan yaitu pada saat dahulu adalah muda – mudi dan pengetua adat namun sekarang pesertanya adalah anak – anak dan guru, dan pelaksanaannya dahulu yang sifatnya adalah hiburan kini bergeser menjadi pentas seni.

5. Tarian tumba berfungsi sebagai hiburan masyarakat, mencari jodoh bagi muda – mudi, mencari sumbangan, belajar adat, melatih kerja sama dan juga sebagai alat pendidik.

5.2 Saran

Kita sebagai masyarakat yang memiliki aset kebudayaan yang ada di masyarakat, salah satunya adalah tarian rakyat perlulah untuk melestarikan kebudayaan tersebut agar tidak hilang begitu saja


(2)

1. Mengangkat bentuk – bentuk kebudayaan pada Batak Toba khususnya yang ada pada muda – mudi.

2. Bagi setiap muda – mudi lebih mencintai kebudayaan daerah dan turut melestarikan kebudayaan daerah tersebut

3. Membukukan segala bentuk tarian yang ada pada muda – mudi.

4. Para peneliti memberi perhatian terhadap kebudayaan daerah tersebut secara khusus tarian muda – mudi.

5. Bagi setiap muda – mudi untuk sering mengadakan kembali tarian tumba hingga tarian ini tidak hilang.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 1987. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Dananjaya, James. 1986. Folklor Indonesia : Ilmu Gosip, Dongeng dan lain - lain. Jakarta: Pustaka Grafitipers


(3)

Gultom, D.J. Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak. Medan: Armanda Medan

Ihtomi, T.O. 2006. Pokok – Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Moleong, L.J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Munandar, M. 2007. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Refika Aditama Nasir, Moh. 1988. Metode Penelitian . Jakarta: Ghalia Indonesia Narbuko. 1997. Metode Penelitian . Jakarta : Bumi Aksara Nawawi. 1991. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Refika Nursantara, Yayat. 2006. Seni Budaya. Jakarta: Erlangga

Purwanto, H. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sinaga, Richard. 1994. Kamus Bahasa Batak Toba – Indonesia. Jakarta: Dian Utama

Takari, Muhammad. 2008. Manusia Kesenian di Indonesia. Medan: Studia Kultura

Tambunan, E.H. 1982. Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba dan Kebudayaannya Sebagai Sarana Pembangunan. Tarsito. Bandung


(4)

Wirartha. I. 2006. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi & Tesis. Yogyakarta: Andi Offset

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : S. Br. Sitompul ( Op. Agus )

Umur : 76 Tahun

Pekerjaan : Petani


(5)

2. Nama : G. Sitompul

Umur : 40 Tahun

Pekerjaan : Kepala Desa

Alamat : Desa Janjinauli

3. Nama : A. Simanungkalit

Umur : 53 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Parsaoran

4. Nama : M. Hutapea

Umur : 75 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Janjinauli

5. Nama : L. Br. Sitompul ( Op. Benny )

Umur : 72 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Janjinauli

6. Nama : L. Panggabean


(6)

Pekerjaan : Guru