Keterlambatan Bicara Pada Anak Usia Dini.

(1)

KETERLAMBATAN BICARA PADA ANAK USIA DINI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratandalam Menyelesaikan

Program Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Ainun Jariyah (B07210125)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i INTISARI

Masalah gangguan pada tumbuh kembang anak semakin sering dijumpai belakangan ini. Semakin lama jumlah anak yang mengalami gangguan tersebut semakin bertambah. Perkembangan bicara dan bahasa anak dapat mempengaruhi kesuksesan anak disekolah. Anak dengan gangguan bicara berisiko mengalami kesulitan membaca dan menulis yang berujung pada kemampuan akademis rendah saat usia sekolah. Bila terlambat ditangani anak biasanya akan kesulitan beradaptasi dan memiliki gangguan perilaku. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterlambatan bicara pada anak usia dini. Penelitian ini menggunaka penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek penelitian ini adalah seorang anak berusia 3 tahun 9 bulan. Peneliti akan mengumpulkan data dengan metode observaasi pada subjek dan wawancara pada orangtua dan guru subjek. Dari penelitian ini ditemukan bahwa orangtua subjek mengetahui keterlambatan bicara pada subjek dengan membandingkan karakteristik perkembangan subjek dengan teman-teman sebayanya. Subjek mengalami keterlambatan bicara disebabkan oleh faktor internal. Untuk berkomunikasi dalam kesehariannya subjek lebih sering menggunakan bahasa isyarat (gerak tubuh) seperti menunjuk dengan tangan, menggelengkan kepala, dan menepuk.


(7)

ii ABSTRACT

The problem of children’s developmental disorders in is increasingly encountered lately. The longer the number of children who experience the disorder is increasing. The development of speech and language of children can affect the success of children in school. Early childhood with speech disorders is at increased risk of reading and writing that lead to low academic ability at school age. When handled late the child will usually have difficulty adapting and has a behavioral disorder. The purpose of this research is to know the speech delay at early childhood. This research uses qualitative research with case study approach. The subject of this study was a child aged 3 years and 9 months. The researcher will collect data by observation method on subject and interview on parent and teacher subject. From this study found that the subject's parents know the delay talk on the subject by comparing the characteristics of the development of the subject with peers. Subjects experienced speech delays caused by internal factors. To communicate in daily life subjects more often use sign language (gestures) such as pointing by hand, shaking his head, and pat.


(8)

i DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian ... 17

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Keterlambatan Bicara ... 23

1. Pengertian Keterlambatan Bicara ... 23

2. Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan Bicara ... 32

B. Anak Usia Dini ... 40

1. Pengertian Anak Usia Dini ... 40

2. Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Dini ... 45

3. Karakteristik Anak Usia Dini ... 51

4. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini ... 56

BAB III: METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 58

B. Lokasi Penelitian ... 59

C. Sumber Data ... 59

D. Metode Pengumpulan Data ... 60

E. Prosedur Analisis dan Interpretasi data ... 61


(9)

ii BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah dan Persiapan... 64

1. Orientasi Kancah ... 64

2. Persiapan ... 64

B. Laporan Pelaksanaan ... 65

C. Hasil Temuan Penelitian ... 67

D. Pembahasan ... 75

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah gangguan pada tumbuh kembang anak semakin sering dijumpai belakangan ini. Contohnya seperti keterlambatan perkembangan motor halus dan kasar, berbicara, kognisi, personal, kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari, serta sosial. Semakin lama jumlah anak yang mengalami gangguan tersebut semakin bertambah. Dibuktikan dengan data yang didapatkan dari penelitian di klinik khusus tumbuh kembang (KKTK) RSAB Harapan Kita dari Januari 2008 hingga Desember 2009. Dari peneitian tersebut diketahui terdapat 30,9% dari 604 pasien baru (187 pasien) yang mengalami keterlambatan perkembangan umum (Tjandrajani, 2012).

Diantara beberapa jenis keterlambatan perkembangan umum, keterlambatan bicara termasuk sebagai salah satunya. Data yang diperoleh dari penelitian di KKTK RSAB Harapan Kita, sebanyak 44 anak (46,81%) mengalami gangguan dalam bicara seperti gagap, dan tidak dapat mengucapkan kalimat secara kompleks.


(11)

2 Anak dengan masalah keterlambatan bicara tentu akan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Meskipun sulit, anak dengan keterlambatan bicara pasti akan menemukan cara agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Studi faktor risiko untuk keterlambatan bicara dan bahasa menunjukkan hasil yang tidak konsisten, sehingga The US Preventive Services Task Force tidak dapat mengembangkan daftar faktor risiko tertentu untuk memandu dokter perawatan primer dalam penyaringan selektif. Faktor risiko yang paling konsisten dilaporkan adalah riwayat keluarga bicara dan keterlambatan bahasa, jenis kelamin laki-laki, prematuritas, dan berat lahir rendah. Faktor risiko lain yang dilaporkan kurang konsisten termasuk tingkat pendidikan orang tua, penyakit masa kanak-kanak, urutan kelahiran terlambat, dan keluarga besar (McLaughlin, 2011).

Orangtua umumnya sudah mengeluh mengenai keterlambatan bicara pada umur dua tahun namun sebagian dokter memilih menunggu berdasarkan fakta bahwa perkembangan bicara masih sangat bervariasi pada umur dua tahun. Anak yang mengalami keterlambatan bicara, 50% akan mengejar keterlambatan tersebut pada umur tiga tahun dan bila keterlambatan bicara hanya disebabkan oleh keterlambatan perkembangan (maturational delay), prognosisnya cukup baik. Diagnosis keterlambatan bicara seringkali belum ditegakkan pada umur 2-3 tahun akibat dari adanya pandangan seperti diatas (Pusponegoro,2010).


(12)

3 Keterlambatan bicara pada anak didefinisikan sebagai ketidaknormalan kemampuan berbicara seseorang anak jika dibandingkan dengan kemampuan anakyang seusia dengannya (APA, 2015). Perkembangan bicara dan bahasa anak dapat mempengaruhi kesuksesan anak disekolah. Anak dengan gangguan bicara berisiko mengalami kesulitan membaca dan menulis yang berujung pada kemampuan akademis rendah saat usia sekolah. Bila terlambat ditangani anak biasanya akan kesulitan beradaptasi dan memiliki gangguan perilaku. Saat remaja, mereka juga rentan mengalami gangguan kejiwaan. Sehingga penting bagi orang tua untuk mendeteksi dini adanya gangguan bicara pada anak.

Keterlambatan bicara seperti mana yang diketahui mengacu pada hambatan maupun gangguan perkembangan anak. Gangguan berbicara pada anak telah didefinisikan sebelumnya sebagai ketidaknormalan kemampuan berbicara seorang anak jika dibandingkan dengan kemampuan anak yang seusia dengannya. Ketidaknormalan ini diketahui dari kemampuan berbicara seorang anak yang berada di bawah anak normal pada usianya.

Tidak selamanya keterlambatan bicara dapat digolongkan sebagai gangguan berbicara karena tidak memenuhi syarat dalam PPDGJ yang telah dikemukakan. Pada kenyataannya keterlambatan bicara yang tidak memenuhi syarat diagnosa gangguan berbicara sering dijumpai.


(13)

4 Salah satunya keterlambatan bicara tanpa disertai adanya hendaya atau kelambatan perkembangan fungsifungsi yang berkaitan erat dengan susunan saraf pusat yang sering disebut sebagai disfungsi neurologis. Keterlambatan bicara ini dapat digolongkan sebagai hambatan berbicara. Hambatan (barrier) adalah suatu kesukarakan atau halangan seseorang untuk mencapai suatu tujuan (Chaplin, 2006).

Dalam tugas perkembangan anak, hambatan dapat diartikan sebagai suatu kesukaran atau halangan anak dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Terkait definisi hambatan perkembangan yang telah dipaparkan, hambatan berbicara dapat diartikan sebagai suatu kesukaran atau halangan anak dalam berbicara sesuai usia perkembangan yang dimilikinya.

Poses perkembangan anak merupakan hal yang penting dalam menyiapkan anak sebagai generasi penerus bangsa. Masa emas kembang bahasa anak sebagaimana perkembangan anak yang lain ialah ketika anak berusia 0-6 tahun (WHO, 2009). Usia toddler (0-3 tahun) adalah usia terpenting yang dalam perkembangannya sangat perlu dipantau karena pada masa ini perkembangan pada masa ini sangat cepat.


(14)

5 Penelitian selama 10 tahun yang melibatkan anak-anak di berbagai daerah menemukan fakta empiris bahwa kognitif bahasa anak selain dipengaruhi oleh faktor genetis juga dipengaruhi oleh faktor jumlah anak dalam keluarga, urutan dilahirkan, pola komunikasi dalam keluarga dan jumlah bahasa yang dipergunakan dalam keluarga yang bersangkutan (Sujiono, 2009).

Tahun 2006 Departemen Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo memperlihatkan bahwa 8% anak usia toddler mengalami gangguan bicara dan bahasa, hamper 20% dari anak berumur 2 tahun mempunyai gangguan keterlambatan bicara. Kemudian penelitian Wahjuni (2005) di wilayah Jakarta Pusat menemukan prevalensi keterlambatan bahasa sebesar 9,3% pada anak berusia di bawah tiga tahun. Komunikasi dalam sebuah keluarga yang efektif dan kemampuan berkomunikasi yang baik adalah hal penting, hal ini karena komunikasi merupakan bagian integral dalam kehidupan sehari-hari.

Komunikasi yang dilakukan oleh orang tua dapat dilakukan secara verbal maupun non vernal, dengan alurnya secara satu arah (orang tua saja atau anak saja) dan banyak arah (orang tua ke anak dan anak ke orang tua dan atau orang tua-anak-saudara). Pola komunikasi yang dilakukan dalam keluarga seharusnya merupakan komunikasi yang bersifat dua arah karena dengan pola komunikasi ini secara langsung akan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pendapat dan/atau untuk anak usia toddler hal ini akan membantu melatih mereka berbicara. Namun jika


(15)

6 komunikasi yang disampaikan hanya bersifat satu arah saja (dari orang tua) maka sulit bagi anak untuk berlatih berbicara atau mengembangkan kemampuan bahasanya.

Adapun perkembangan bahasa anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intelegensi, jenis disiplin, urutan kelahiran, besarnya saudara, status sosial ekonomi, status ras, berbahasa dua, penggolangan peran seks dan interaksi orang tua (Marimbi, 2010). Salah satu aspek yang sering dikeluhkan orang tua adalah mengenai keterlambatan bicara pada anaknya. Namun tidak jarang juga keluhan mengenai keterlambatan bicara ini disadari ketika anak sudah berada pada usia sekolah. Fenomena yang ditemukan peneliti pada lokasi penelitian adalah masih adanya anak yang terlambat bicara, namun ibu belum memahami betul bahwa hal tersebut merupakan bagian dari gangguan bicara.

Survey awal atau pendahuluan yang dilaksanakan di Kelompok Bermain Aisyiyah Bae Kabupaten Kudus sebanyak 10 anak ratarata usia 2-3 tahun, hasil yang diperoleh 60% anak menyatakan biasanya komunikasi berasal dari orang tua (anak hanya mendengar), 20% anak menyatakan biasanya anak memulai berkomunikasi (tapi dengan merengek atau marah) dan 20% anak biasanya baik orang tua maupun anak sama-sama saling berbicara.


(16)

7 Bilingual yang digunakan di rumah, diperoleh 70% anak berbicara dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa (bahasa Jawa lebih dominan), 2 anak berbicara dalam bahasa Indonesia dan Jawa (bahasa Indonesia lebih dominan) dan 10% anak bicara dalam bahasa Jawa, Indonesia dan Inggris (dibiasakan tidak hanya ketika belajar).

Perkembangan bahasa, diperoleh bahwa 70% anak belum mampu menyusun kalimat dengan benar dan 30% anak sudah mampu menyusun kalimat dengan benar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola komunikasi orang tua dan bilingual dengan perkembangan bahasa pada anak usia toddler di kelompok bermain Aisyiyah Bae Kabupaten Kudus.

Berbeda dengan hambatan, gangguan berbicara lebih bersifat mendetail sesuai yang ditetapkan dalam PPDGJ mengenai ketentuan gangguan berbicara. Hambatan berbicara lebih bersifat fleksibel sesuai dengan kendala anak sukar atau terhalang untuk berbicara sesuai usia perkembangan bicaranya. Tidak seperti gangguan berbicara, hambatan berbicara memiliki banyak faktor yang mempengaruhinya salah satunya faktor lingkungan (Tjandrajani, 2012).

Semakin dini mendeteksi keterlambatan bicara, maka semakin baik kemungkinan pemulihan hambatan tersebut. Deteksi dini keterlambatan bicara harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam penanganan anak ini. Kegiatan deteksi dini ini melibatkan orang tua, keluarga, dokter kandungan yang merawat sejak kehamilan dan dokter


(17)

8 anak yang merawat anak tersebut. Dalam deteksi dini tersebut harus bisa mengenali apakah keterlambatan bicara anak merupakan sesuatu yang fungsional atau yang nonfungsional.

Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara golongan ini biasanya ringan dan hanya merupakan ketidakmatangan fungsi bicara pada anak. Pada usia tertentu terutama setelah usia dua tahun, anak tersebut akan membaik. Tetapi bila keterlambatan bicara tersebut bukan karena proses fungsional (non fungsional) maka gangguan tersebut harus lebih diwaspadai karena bukan sesuatu yang ringan, maka harus cepat dilakukan stimulasi dan intervensi dapat dilakukan pada anak tersebut.

Melihat sedemikian besar dampak yang timbul akibat keterlambatan bahasa pada anak usia pra sekolah maka sangatlah penting untuk mengoptimalkan proses perkembangan bahasa pada periode ini. Deteksi dini keterlambatan dan gangguan bicara usia prasekolah adalah tindakan yang terpenting untuk menilai perkembangan bahasa dan bicara anak, sehingga dapat meminimalkan kesulitan dalam proses belajar anak tersebut (Wahjuni, 1998).

Beberapa ahli neurologi menyimpulkan perkembangan bicara dan bahasa dapat dipakai sebagai indikator perkembangan anak secara keseluruhan, termasuk kemampuan kognisi dan kesuksesan dalam proses belajar di sekolah.


(18)

9 Hasil studi longitudinal menunjukkan bahwa keterlambatan perkembangan bahasa berkaitan dengan intelegensi dan membaca di kemudian hari. Penanganan keterlambatan bicara memerlukan waktu yang agak lama serta kerja sama yang baik dari orangtua. Beberapa anak tidak memperoleh penanganan dengan baik sampai masalah perkembangan itu menjadi sesuatu yang tidak dapat ditangani atau berdampak secara signifikan terhadap hal-hal lain.

Gangguan bicara adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 – 10% pada anak sekolah.

Keterlambatan bicara disini meliputi belum mampu bicara, terlambat bicara, bicara belum lancar, bicara tidak jelas. Keterlambatan bicara dapat merupakan gejala dari berbagai penyakit seperti retardasi mental, kelainan pada pendengaran, gangguan dalam berbahasa, autis, afasia, dan keterlambatan dalam perkembangan.

Dalam pemeriksaan anak dengan keluhan gangguan bicara, diharapkan dokter juga memeriksa perkembangan kognitif, neurologis, fisik serta perkembangan anak lainnya. Hal tersebut sangat penting karena gangguan bicara dapat bersifat sekunder dari perkembangan lainnya atau bersamaan dengan kelainan lain. Perhatian awal orang tua mungkin adalah


(19)

10 pada keterlambatan bicara, namun evaluasi perkembangan menunjukkan terdapat keterlambatan dalam reseptif, memecahkan masalah serta keterlambatan dalam motorik (Burhany, 2012).

Orangtua seringkali terlambat menyadari bahwa anaknya mengalami keterlambatan. Gangguan bicara dapat disebabkan antara lain karena gangguan pendengaran, retardasi mental, autism dan beberapa kelainan neurologis. Prevalensi keterlambatan bicara dan bahasa pada anak usia 2-4,5 tahun adalah 5-8%, prevalensi keterlambatan bahasa adalah 2,3-19%.

Data di Departemen Rehabilitasi Medik RSCM tahun 2006 dari 1125 kunjungan terdapat 10,13%. Penelitian di salah satu kelurahan di Jakarta Pusat menemukan prevalensi keterlambatan bicara sebesar 9,3% dari 214 anak yang berusia di bawah 3 tahun (Wahjuni, 1998).

Dalam penelitiannya, Wenty Aggraini (2011) mengungkapkan apabila anak sampai mengalami hambatan dalam perkembangan bicaranya, mereka pasti memiliki faktor penyebab dari timbulnya hambatan tersebut. Faktor pertama, yang dapat menjadi penyebab dari keterlambatan bicara di sini adalah kurang terpenuhinya hal-hal yang penting esensial dalam berkomunikasi. Hal tersebut adalah persiapan fisik untuk berbicara, kesiapan mental untuk berbicara, model yang baik untuk ditiru, kesempatan untuk berpraktek, motivasi, dan bimbingan.


(20)

11 Faktor yang kedua adalah tidak tercukupinya kondisi yang dapat menimbulkan anak untuk dapat belajar berbicara dengan baik. Kondisi yang mempengaruhi anak dalam proses belajar berbicara adalah kesehatan, kecerdasan, keadaan sosial ekonomi, jenis kelamin, keinginan berkomunikasi, dorongan, ukuran keluarga, urutan kelahiran, metode pelatihan anak, kelahiran kembar, hubungan dengan teman sebaya, kepribadian (mengenai kemampuan penyesuaian diri anak).

Sedangkan faktor yang ketiga adalah faktor yang membuat anak menjadi sedikit dalam berbicara, dan menghilangkan istilah masa tukang ngobrol pada awal masa kanak-kanak. Faktor tersebut adalah inteligensi, jenis disiplin, posisi urutan, besarnya keluarga, status sosial ekonomi, status ras, berbahasa dua, dan penggolongan peran seks. Jika salah satu indikator dalam faktor yang mempengaruhi keterlambatan bicara itu mengalami kekurangan atau bahkan hilang, maka saat belajar berbicara akan terlambat dan kualitas bicara akan berada di bawah potensi anak dan juga di bawah tingkat kemampuan teman sebayanya.

Anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa beresiko mengalami kesulitan belajar, kesulitan membaca dan menulis dan akan menyebabkan pencapaian akademik yang kurang secara menyeluruh, hal ini dapat berlanjut sampai usia dewasa muda. Selanjutnya orang dewasa dengan pencapaian akademik yang rendah akibat keterlambatan bicara dan bahasa, akan mengalami masalah perilaku dan penyesuaian psiko-sosial.


(21)

12 Anak dikatakan berbicara adalah ketika anak tersebut dapat mengeluarkan berbagai bunyi yang dibuat dengan mulut mereka menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu dalam berkomunikasi. Kemampuan berbicara pada masing-masing anak berbeda-beda, tetapi kemampuan tersebut dapat dibandingkan dengan anak yang seusia pada umumnya.

Perkembangan kemampuan berbicara seorang anak dikatakan normal apabila kemampuan berbicara mereka sama dengan anak seusianya dan juga memenuhi tugas dari tugas perkembangan dan ketika perkembangan kemampuan berbicara tidak sama dan juga tidak bisa memenuhi tugas dari perkembangan bicara pada usianya tersebut, maka anak tersebut dapat dikatakan mengalami hambatan perkembangan pada kemampuan berbicara (speech delay).

Dengan stimulasi lebih dini diharapkan kemampuan bicara dan bahasa pada anak lebih optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas komunikasinya. Penanganan keterlambatan bicara dilakukan pendekatan medis sesuai dengan penyebab kelainan tersebut. Biasanya hal ini memerlukan penanganan multi disiplin ilmu di bidang kesehatan, di anataranya dokter anak dengan minat tumbuh kembang anak, Rehabilitasi Medik, Neurologi anak, Alergi anak, atau klinisi atau praktisi lainnya yang berkaitan (Pusponegoro, 2010).


(22)

13 Anak-anak mulai mengeksplorasi lingkungan disekitarnya tentu akan dihadapkan dengan situasi yang menuntut harus mampu menyesuaikan diri bukan hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi juga pada lingkungannya. Dengan demikian, anak dapat mengadakan interaksi seimbang antara diri dengan lingkungan sekitar.

Dari uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Keterlambatan Bicara pada Anak Usia Dini”.

B. FOKUS PENELITIAN

Penelitian ini difokuskan pada penggalian berbagai informasi mengenai keterlambatan bicara pada anak usia dini dengan mengkaji; 1. Bagaimana orangtua mengetahui keterlambatan bicara pada subjek 2. Apa faktor-faktor penyebab keterlambatan bicara pada subjek 3. Bagaimana subjek berkomunikasi

4. Bagaimana upaya orangtua setelah mengetahui subjek mengalamai keterlambatan bicara


(23)

14 C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan atas rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin didapat adalah untuk mengetahui keterlambatan bicara pada anak usia dini dengan mengkaji;

1. Mengetahui bagaimana orangtua mengetahui keterlambatan bicara pada subjek

2. Mengetahui faktor-faktor penyebab keterlambatan bicara pada subjek 3. Mengetahui cara subjek berkomunikasi

4. Megetahui upaya orangtua setelah mengetahui keterlambatan pada bicara subjek

D. MANFAAT PENELITIAN

Dalam setiap penelitian tentu terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh. Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah; 1. Secara Teoritis

A. Bagi mahasiswa

Mahasiswa diharapkan dapat memahami lebih dalam bagaimana perkembangan bicara pada anak terutama mengenai keterlambatan bicara yang dilihat dari sudut pandang psikologi. Mahasiswa dapat memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dari keterlambatan bicara.


(24)

15 B. Bagi peneliti

Melalui penelitian ini akan diteliti bagaimana penyesuaian diri pada anak yang mengalami keterlambatan bicara, dikaji dari sudut pandang psikologi. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk membuktikan teori yang sudah ada dan dapat juga digunakan sebagai pijakan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang sejenis.

C. Bagi ilmu pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis pada ilmu pengetahuan khususnya Psikologi Klinis.

2. Secara Praktis A. Bagi mahasiswa

Melalui penelitian ini mahasiswa diharapkan dapat memahami lebih dalam bagaimana penyesuaian diri pada anak yang mengalami keterlambatan bicara yang dilihat dari sudut pandang psikologi. Hal ini dapat menjadi bekal bagi mahasiswa dalam menghadapi dan memberikan perlakuan kepada kasus keterlambatan bicara pada anak secara lebih baik dan bijak sesuai kompetensi.


(25)

16 B. Bagi orang tua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi orang tua untuk lebih memperhatikan berbagai macam bentuk penyesuaian diri pada anak yang mengalami keterlambatan bicara. C. Bagi masyarakat

Masyarakat diharapkan ikut ambil alih dalam menanggapi permasalahan keterlambatan bicara pada anak secara positif dengan memanfaatkan hasil penelitian ini. Peran aktif masyarakat diharapkan dapat mengurangi dampak yang akan terjadi di masa yang akan datang. D. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dan menjadi pedoman informasi atas penelitian selanjutnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penyesuaian diri pada anak yang mengalami keterlambatan bicara.

E. Bagi terapis

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat menjadi masukan untuk membuat terapi yang tepat dalam penanganan kasus keterlambatan bicara pada anak.


(26)

17 E. KEASLIAN PENELITIAN

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wenty Aggraini (2011) menunjukkan bahwa terdapat 12 faktor yang mempengaruhi keterlambatan bicara (speech delay) yang terjadi pada subjek dalam kasus ini. 12 faktor tersebut adalah Multilingual, model yang baik untuk ditiru, kurangnya kesempatan untuk berpraktek bicara, kurangnya motivasi untuk berbicara, dorongan, bimbingan, hubungan dengan teman sebaya, penyesuaian diri, kelahiran kembar, jenis kelamin, penggolongan peran seks, dan besarnya keluarga/ukuran keluarga.

Selain faktor-faktor tersebut di atas terdapat 3 faktor yang merupakan temuan dalam penelitian ini, yaitu sistem kakak adik, kebiasaan anak dalam menonton televisi, dan pengetahuan orang-orang di sekitar subjek yang kurang mengetahui akan hambatan ini.

Annisa Fitri (2013) melakukan penelitian dengan hasil Menonton televisi pada anak-anak usia batita merupakan faktor yang membuat anak lebih menjadi pendengar pasif. Anak akan lebih berperan sebagai pihak yang menerima tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu, yang mana seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari lingkungan/orang tua untuk kemudian memberikan feedback, namun karena yang lebih banyak memberikan stimulasi adalah televisi, maka sel-sel otak yang berperan dalam bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya.


(27)

18 Penelitian lain yang dilakukan oleh Hartanto dan Selina menunjukkan hasil terdapat pengaruh antara perkembangan bahasa terhadap perkembangan kognitif pada anak usia 1-3 tahun. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah yang mempengaruhi perkembangan kognitif hanya pada bahasa ekspresif atau reseptif atau keduanya.

Penyebab keterlambatan bicara sangat banyak dan bervariasi. Gangguan tersebut ada yang ringan sampai yang berat. Penyebab keterlambatan bicara bisa terjadi gangguan mulai dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otot atau organ pembuat suara. Beberapa penyebab utama keterlambatan bicara diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi.

Keterlambatan maturasi sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional termasuk gangguan yang paling ringan dan saat usia tertentu akan membaik. Penyebab lain yang relatif jarang adalah kelainan organ bicara, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, afasia reseptif, dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan bisa disebabkan lingkungan sepi, dua bahasa, status ekonomi sosial, teknik pengajaran salah, sikap orangtua (Judarwanto, 2013).


(28)

19 Terdapat penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan bicara (speech delay). Jurnal yang berkaitan dengan topik yang diangkat yaitu jurnal yang berjudul “Risk Factors for Speech Delay of Unknown Origin in 3-Year-Old Children”. Jurnal psikologi ini ditulis oleh Thomas F. Campbell, Christine A. Dollaghan, Howard E. Rockette, Jack L. Paradise, Heidi M. Feldman, Lawrence D. Shriberg, Diane L. Sabo, and Marcia Kurs-Lasky mencoba mengungkap faktor resiko untuk keterlambatan bicara pada anak dengan ras yang tidak diketahui atau campuran pada anak usia 3 tahun.

Penelitian ini dikenakan pada subjek 639 anak-anak dari berbagai ras dengan usia 3 tahun. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 100 anak mengalami speech delay sedangkan 539 anak tidak mengalami speech delay. Dari 100 anak yang mengalami speech delay, 22% anak berasal dari ibu yang pendidikannya rendah (dalam hal ini tidak lulus SMA), 70% berjenis kelamin laki-laki, 36% yang mempunyai masalah dengan sejarah hidupnya, 63% tidak mempunyai asuransi kesehatan, dan 38% berasal dari ras Afrika Amerika.

Penelitian ini menghasilkan 3 faktor yang mempunyai rasio menjadi penyebab dari keterlambatan bicara (speech delay) yaitu;

1. Male sex. Jenis kelamin laki-laki lebih beresiko mengalami keterlambatan bicara (speech delay) daripada perempuan. “In the present study, 70% of the 100 children with speech delay were male and 300% were female”.


(29)

20 2. Positive family history. Yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah anak sebagai dampak dari orang tua yang mengalami gangguan tersebut, tetapi gangguan tersebut tidak diturunkan kepada anaknya (anak normal), akan tetapi lingkungan sosialnya menganggap bahwa si anak membawa faktor keturunan dari orang tuanya. Hal tersebut membuat lingkungan mengurangi interaksi dengan anak dan menyebabkan keterlambatan dalam berbicaranya karena kurang stimulus dari lingkungannya.

3. Low maternal education. Arti dalam cakupan tersebut adalah mengenai rendahnya pendidikan ibu. Pendidikan ibu yang menjadi batasan pengertian di sini adalah ibu yang tidak bisa menyelesaikan pendidikan SMA-nya.

Pemahaman tentang manifestasi klinis penyebab keterlambatan bicara sangat diperlukan untuk membedakan keterlambatan fungsional atau nonfungsional. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa yang disebabkan keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Keterlambatan bicara nonfungsional disebabkan adanya gangguan bahasa reseptif, gangguan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor,dan keterlambatan perkembangan.


(30)

21 Keterlambatan bicara nonfungsional dicurigai bila disertai kelainan neurologis bawaan atau didapat seperti wajah dismorfik, perawakan pendek, mikrosefali, makrosefali, tumor otak, kelumpuhan umum, infeksi otak, gangguan anatomis telinga, gangguan mata, cerebral palsi,dan gangguan neurologis lainnya. Klinisi dan orang tua harus dapat membedakan dengan keterlambatan bicara fungsional dan nonfungsional.

Hasil analisis bivariat yang dilakukan oleh Suparmiati (2008) menunjukkan tidak terdapat hubungan antara ibu bekerja dengan keterlambatan bicara pada anak. Demikian juga, pada faktor-faktor lain, tidak berpengaruh terhadap keterlambatan bicara pada anak kecuali faktor riwayat keluarga yang mengalami keterlambatan bicara. Anak dengan riwayat keluarga terlambat bicara mempunyai faktor risiko 7,8 untuk terjadi keterlambatan bicara.

Berdasarkan penelitian yang ditulis oleh Anna Tjandrajani, dkk tahun 2012 di KKTK RSAB Harapan Kita, menyebutkan bahwa gangguan perkembangan bicara menjadi keluhan terbanyak yang ditemukan pada keterlambatan perkembangan umum tanpa penyakit penyerta.

Dalam jurnal “pola keterlambatan perkembangan balita di daerah pedesaan dan perkotaan bandung, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya” oleh Eddy Fadlyana, dkk yang ditulis tahun 2003 menyebutkan Balita yang mengalami keterlambatan perkembangan di daerah pedesaan sebesar 30% dan di perkotaan 19%, perbedaan ini secara statistik bermakna (p=0,012).


(31)

22 Di daerah pedesaan pola keterlambatan perkembangan secara urutan dari yang paling banyak adalah aspek vokalisasi/pengertian bicara (66%), persepsi (38%), motorik halus (35%), motorik kasar (35%) dan sosial (1%). Sedangkan di daerah perkotaan adalah vokalisasi/ pengertian bahasa (58%), motorik halus (38%), persepsi (36%), motorik kasar (26%) dan sosial (12%). Faktor-faktor yang berhubungan dengan status perkembangan adalah umur anak, pendidikan ibu, penghasilan keluarga dan tempat tinggal. Perlu dilakukan upaya untuk menanggulangi keterlambatan perkembangan balita di daerah pedesaan maupun di perkotaan terutama pada kelompok umur di bawah 2 tahun.


(32)

23 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. KETERLAMBATAN BICARA

1. Pengertian Keterlambatan Bicara

Komunikasi pada anak berarti suatu pertukaran pikiran, perasaan, gagasan, dan emosi antara antara anak dengan lingkungan. Pertukaran tersebut dapat menggunakan media yang bernama bahasa. Bahasa di sini adalah bentuk ataulambang yang digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya. Bahasa dapat diekspresikan melalui dua cara, yaitu bahasa yangberupa verbal dan non verbal. Bahasa non verbal mencakup aspek komunikasi yang berupa tulisan, gestikulasi, gestural/pantomim. Sedangkan bahasa verbalbisa diekspresikan melalui bicara mengacu pada simbol verbal.

Anak dikatakan berbicara adalah ketika anak tersebut dapat mengeluarkan berbagai bunyi yang dibuat dengan mulut mereka menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu dalam berkomunikasi.Kemampuan berbicara pada masing-masing anak berbeda-beda, tetapi kemampuan tersebut dapat dibandingkan dengan anak yang seusia pada umumnya.


(33)

24 Perkembangan kemampuan berbicara seorang anak dikatakan normalapabila kemampuan berbicara mereka sama dengan anak seusianya dan jugamemenuhi tugas dari tugas perkembangan. Dan ketika perkembangan kemampuan berbicara tidak sama dan juga tidak bisa memenuhi tugas dari perkembangan bicara pada usianya tersebut, maka anak tersebut dapat dikatakan mengalami hambatan perkembangan pada kemampuan berbicara (speech delay).

Menurut Hurlock (1997), seorang anak dikatakan terlambat bicara apabila tingkat perkembangan bicara berada di bawah tingkat kualitas perkembangan bicara anak yang umurnya sama yang dapat diketahui dari ketepatan penggunaan kata. Apabila pada saat teman sebaya mereka berbicara dengan menggunakan kata-kata, sedangkan si anak terus menggunakan isyarat dan gaya bicara bayi maka anak yang demikian dianggap orang lain terlalu muda untuk diajak bermain.

Sedangkan Papalia (2004) menjelaskan bahwa anak yang terlambat bicara adalah anak yang pada usia 2 tahun memliki kecenderungan salah dalam menyebutkan kata, kemudian memiliki perbendaharaan kata yang buruk pada usia 3 tahun, atau juga memiliki kesulitan dalam menamai objek pada usia 5 tahun. Dan anak yang seperti itu, nantinya mempunyai kecenderungan tidak mampu dalam hal membaca.


(34)

25 Kriteria diagnosis gangguan berbahasa berdasarkan DSM-5 adalah;

1. Kesulitan yang menetap untuk memperoleh dan menggunakan bahasa pada berbagai modalitas (misalnya secara wicara, tertulis, bahasa isyarat, atau lainnya) karena adanya kekurangan dalam pemahaman atau produksi yang meliputi sebagai berikut;

a. Berkurangnya kosakata (pengetahuan dan penggunaan kata). b. Struktur kalimat yang terbatas (kemampuan untuk menyusun

kata dan akhiran kata secara bersama-sama untuk membentuk kalimat berdasarkan aturan tata bahasa dan morfologi).

c. Gangguan pada bercerita (kemampuan untuk menggunakan kosakata dan menghubungkan kalimat untuk menjelaskan atau menggambarkan suatu topik atau serangkaian kejadian atau untuk melakukan percakapan).

2. Kemampuan berbahasa secara bermakna dan terukur berada di bawah yang diharapkan untuk usia yang sesuai, menyebabkan keterbatasan fungsional pada komunikasi efektif, partisipasi social, pencapaian akademik, atau performa dalam pekerjaan, secara individual atau dalam kombinasi.


(35)

26 3. Awitan gejala adalah pada periode perkembangan awal.

4. Kesulitan ini tidak disebabkan oleh gangguan pendengaran atau gangguan sensoris lainnya, disfungsi motorik, atau kondisi medis atau neurologis lainnya dan tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh hendaya intelektual (gangguan perkembangan intelektual) atau penundaan perkembangan global.

Kridalaksana (2007) menyatakan bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Pengertian bahasa menurut Gunarsa (2008) yang menyatakan bahasa adalah alat penghubung atau komunikasi antar anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan pikiran, perasaan dan keinginannya.

Suyanto (2005), mengatakan bahwa anak mulai memeram atau cooing yaitu melafalkan bunyi yang tidak ada artinya secara berulang, seperti suara burung yang sedang bernyanyi. Setelah itu anak mulai belajar kalimat dengan satu kata seperti “maem” yang dimaksud minta makan dan “cucu” yang dimaksud minta susu. Anak pada umumnya belajar nama-nama benda yang ada disekitarnya sebelum kata-kata yang lain.


(36)

27 Potensi akan berkembang lebih cepat menjadi pola kebiasaan dimana perkembangan pada usia dini berpengaruh bagi diri anak sepanjang hayat dan mempengaruhi penyesuaian pribadi serta sosialnya, bertambahnya usia perilaku yang dibentuk dan terbentuk pada awal kehidupan cenderung akan bertahan.

Menurut Musfiroh (2008) perkembangan merupakan suatu perubahan yang berlangsung seumur hidup dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi seperti biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Bahasa adalah suatu system simbol untuk berkomunikasi yang meliputi fonologi (unit suara), morfologi (unit arti), sintaksis (unit bahasa), semantik (variasi arti), dan pragmatik (penggunaan bahasa). Dengan bahasa anak dapat mengkomunikasikan maksud, tujuan, pemikiran, maupun perasaanya pada orang lain.

Perkembangan bahasa juga terbagi atas dua periode besar, periode tersebut yaitu periode Prelinguistik (0-1 tahun) dan Linguistik (1-5 tahun). Perubahan terhadap sesuatu yang diajarkan lebih dini akan menjadi semakin cepat dan lebih mudah serta akan lebih mudah dan cepat untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan perubahan yang diharapkan dalam proses pengembangan. Secara umum tahaptahap perkembangan anak dapat dibagai ke dalam beberapa rentang usia, yang masingmasing menunjukkan ciri-ciri tersendiri.


(37)

28 Menurut Susanto (2005) terhadap perkembangan ini sebagai berikut;

1. Tahap I, (Pralinguistik), yaitu antara 0-1 tahun Tahap ini terdiri dari tahap meraban-1 (pralinguistik pertama) dimulai dari bulan pertama hingga bulan keenam dimanan anak akan mulai menangis, tertawa, dan menjerit. Tahap meraban-2 (pralinguistik kedua) pada dasarnya merupakan tahap kata tanpa makna mulai dari bulan keenan hingga satu tahun. Tahap II (Linguistik) ; Tahap ini terdiri dari tahap I dan II.

2. Tahap 2, Holafrastik (1 tahun), ketika anak-anak mulai menyatakan makana keseluruhan frasa atau kalimat dalam satu kata. Tahap ini juga ditandai dengan perbendaharaan kata anak hingga kurang lebih 50 kosakata. Tahap-2; frasa (1-2), pada tahap ini anak sudah mampu mengucapkan dua kata (ucapan dua kata). Tahap ini juga ditandai dengan perbendaharaan kata anak sampai dengan rentang 50-100 kosakata.

3. Tahap 3, (pengembangan tata bahasa, yaitu prasekolah 3,4,5 tahun). Pada tahap ini anak sudah dapat membuat kalimat, seperti telegram. Dilihat dari aspek pengembangan tata bahasa seperti : S-P-O, anak dapat memperjuangkan kata menjadi satu kalimat. Tata bahasa menjelang dewasa, yaitu 6 – 8 tahun). Tahap ini ditandai dengan kemampuan yang mampu menggabungkan kalimat sederhana menjadi kalimat kompleks.


(38)

29 Adapun Moeslichatoen (2008) ada tiga tahap perkembangan bahasa anak yang menentukan tingkat perkembangan berepikir dengan bahasa: Tahap eksternal merupakan tahap berpikir denga bahasa yang disebut berbicara secara eksternal, Tahap egosentris yaitu tahap dimana pembicaraan orang dewasa tidak lagi menjadi persyaratan.

Tahap berbicara secara internal dalam pembahasan fungsi berbahasa bagi anak taman kanak-kanak, dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, terutama ditujukan pada fungsi secar langsung pada anak itu sendiri ada beberapa sumber yang telah mencoba mamberikan pembelajaran dari fungsi bahasa bagi anak taman kanak-kanak.

Menurut Depdiknas (2006) fungsi perkembangan bahasa bagi anak prasekolah adalah sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan, sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak, sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi anak dan sebagai alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada orang lain. Terdapat beberapa fungsi bahasa menurut Moeslichatoen (2008) yaitu bahasa sebagai alat yang dapat memuaskan kebutuhan anak untuk menyatakan keinginannya. Hal ini biasanya dinyatakan dengan “saya ingin”.

Bahasa juga berfungsi mengatur anak untuk dapat mengendalikan tingkah laku orang lain. Bahasa berfungsi sebagai hubungan antar pribadi dalam lingkungan sosial. Selanjutnya bahasa juga berfungsi bagi diri anak sendiri. Anak menyatakan pandangannya,


(39)

30 perasaannya, dan sikapnya yang unik serta melalui bahasa anak dalam membangun jati diri anak. Lain halnya menurut Susanto (2011) bahwa fungsi bahasa bagi anak adalah sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kemampuan dasar anak. Secara khusus bahwa fungsi bahasa bagi anak taman kanak-kanak adalah untuk mengembangkan ekspresi, perasaan, imajinasi, dan pikiran.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi pengembangan kemampuan berbahasa bagi anak antara lain;

a. Sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan

b. Sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak c. Sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi anak

d. Sebagai alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada orang lain.

Batita atau toddler adalah sekelompok penduduk berusia kurang dari tiga tahun atau penduduk yang belum merayakan ulang tahunnya yang ketiga dan menjadi sasaran pelayanan program kesehatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Pemerolehan bahasa pada anak usia 1-3 tahun merupakan proses yang bersifat fisik dan psikis. Secara fisik, kemampuan anak dalam memproduksi kata-kata ditandai oleh perkembangan bibir, lidah, dan gigi mereka yang sedang tumbuh.


(40)

31 Pada tahap tertentu pemeroleh bahasa (kemampuan mengucapkan, dan memahami arti kata juga tidak lepas dari kemampuan mendengarkan, melihat dan mengartikan simbol-simbol bunyi dengan kematangan otaknya). Sedangkan serca psikis, kemampuan memproduksi kata-kata dan variasi ucapan sangat ditentukan oleh situasi emosional anak saat berlatih mengucapkan kata-kata. Anak-anak yang mendapatkan bimbingan dan dorongan moral yang sangat kuat akan memperoleh kata-kata yang banyak dan bervariasi dibandingkan anak-anak lainnya.

Dalam setiap perkembangan bahasa selalu mengalami perubahan dalam setiap bulannya. Berikut karakteristik perkembangan utama bahasa dan bicara anak yang dikemukakan Denver Developmental Screening Test II (DDST II), yang telah disempurnakan menjadi Denver II (Soetjiningsih, 2007). Marimbi (2010) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi bahasa anak yaitu intelegensi. semakin cerdas anak semakin cepat ketrampilan berbicara yang dikuasinya, Jenis disiplin. Anak-anak yang dibesarkan dengan disiplin yang lemah cenderung lebih banyak bicara daripda anak yang dibesarkan dengan disiplin otoriter,


(41)

32 Posisi urutan kelahiran. Anak sulung didorong untuk lebih banyak bicara daripada adiknya, Berbahasa dua (dwibahasa). Meskipun dalam keluarga berbahasa dua tidak ada pembatasan dalam berbicara, biasanya anak menjadi terbatas pembicaraanya.

Berdasarkan pendapat Hurlock (1997) yang telah dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan definisi anak yang mengalami terlambat bicara adalah anak yang tingkat kualitas perkembangan bicaranya tidak sama dengan anak yang seusianya.

2. Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan Bicara

Banyak penyebab keterlambatan bicara, yang paling umum adalah rendahnya tingkat kecerdasan yang membuat anak tidak mungkin belajar berbicara sama baiknya seperti teman sebaya mereka yang kecerdasannya normal atau tinggi; kurang motivasi karena anak mengetahui bahwa mereka dapat berkomunikasi secara memadai dengan bentuk prabicara dorongan orang tua untuk terus menggunakan “bicara bayi” karena mereka mengira yang demikian “manis”; terbatasnya kesempatan praktek berbicara karena ketatnya batasan tentang seberapa banyak mereka diperkenankan bicara di rumah; terus menerus bergaul dengan saudara kembar yang dapat memahami ucapan khusus mereka dan penggunaan bahasa asing di rumah yang memperlambat memperlajari bahasa ibu.


(42)

33 Salah satu penyebab yang tidak diragukan lagi, paling umum dan paling serius adalah ketida kmampuan mendorong anak berbicara, bahkan pada saat anak mulai berceloteh. Apabila anak tidak didorong berceloteh, hal itu akanmenghambat penggunaan kosakata dan mereka akan terus tertinggal di belakang teman seusia mereka yang mendapat dorongan berbicara lebih banyak.

Kekurangan dorongan tersebut merupakan penyebab yang serius. Keterlambatan bicara terlihat dari fakta bahwa apabila orang tua tidak hanya berbicara kepada anak mereka tetapi juga menggunakan variasi kata yang luas, kemampuan bicara anak akan berkembang dengan cepat (Hurlock, 1997)

Awal dari masa kanak-kanak terkenal sebagai masa tukang ngobrol, karena sekali anak-anak dapat berbicara dengan mudah, ia tidak putus-putusnya bicara. Sebaliknya ada anak-anak lain yang relatif diam, yang tegolong pendiam. Menurut Hurlock (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya anak berbicara sebagai berikut;

1. Inteligensi

Semakin cerdas anak, semakin cepat keterampilan berbicara dikuasai sehingga semakin cepat dapat berbicara.


(43)

34 2. Jenis disiplin

Anak yang dibesarkan dengan disiplin yang cenderung lemah lebih banyakberbicara daripada anak-anak yang orang tuanya bersikap keras dan berpandangan bahwa “anak-anak harus dilihat tetapi tidak didengar”.

3. Posisi urutan

Anak sulung didorong untuk lebih banyak bicara daripada adiknya dan orang tua lebih mempunyai banyak waktu untuk berbicara dengan adiknya.

4. Besarnya keluarga

Anak tunggal di dorong untuk lebih banyak bicara daripada anak-anak dari keluarga besar dan orang tuanya mempunyai lebih banyak waktu untuk berbicara dengannya.Dalam keluarga besar, disiplin yang ditegakkan lebih otoriter dan ini menghambat anak-anak untuk berbicara sesukanya.

5. Status sosial ekonomi

Dalam keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung kurang terorganisasi daripada keluarga kelas menengah dan atas.Pembicaraan antar anggota keluarga juga jarang dan anak kurang didorong untuk berbicara.


(44)

35 6. Status ras

Mutu dan keterampilan berbicara yang kurang baik pada kebanyakan anak berkulit hitam dapat disebabkan sebagian karena mereka dibesarkan dalam rumah dimana para ayah tidak ada atau dimana kehidupan keluarga tidak teratur karena banyaknya anak atau karena ibu harus bekerja di luar rumah.

7. Berbahasa dua

Meskipun anak dari keluarga berbahasa dua sebanyak anak dari keluarga berbahasa satu, tetapi pembicaraannya sangat terbatas kalau ia berada dalam kelompok sebayanya atau dengan orang dewasa di luar rumah.

8. Penggolongan peran seks

Terdapat efek penggolongan peran seks pada pembicaraan anak sekalipun anak masih berada dalam tahun-tahun pra-sekolah. Anak laki-laki diharapkan sedikit berbicara dibandingkan dengan anak perempuan misalnya.


(45)

36 Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan bicara, selain dari faktor-faktor diatas, faktor risiko yang menyebabkan seorang anak menjadi terlambat bicara juga diungkapkan oleh beberapa peneliti dan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu;

A. Faktor internal 1. Genetik

Gangguan bicara dan bahasa berkaitan dengan kerusakan kromosom 1,3,6,7, dan 15. Kerusakan di kromosom ini juga berhubungan dengan gangguan membaca. Kromosom tersebut membawa gen yang mempengaruhi perkembangan sel saraf saat prenatal (Korbin, 2008).

2. Kecacatan fisik

Cacat yang berhubungan dengan gangguan bicara adalah kondisi fisik yang menyebabkan gangguan penghantaran suara seperti gangguan pada telinga dan bagian pendengaran. Gangguan yang lain adalah yang memengaruhi artikulasi seperti abnormalitas bentuk lidah, frenulum yang pendek, atau adanya celah di langit-langit mulut (Perna, 2013).


(46)

37 3. Malfungsi neurologis

Gangguan neurologis juga dapat berkaitan dengan gangguan penghantaran suara di telinga akibat kerusakan sistem saraf. Proses pembentukan saraf selama masa prenatal yang terganggu merupakan penyebab tersering karena pemakaian obat-obatan selama kehamilan (Perna, 2013).

4. Prematur

Prematuritas dalam hal keterlambatan bicara pada anak berhubungan dengan berat badan lahir yang rendah. Berat badan lahir rendah merupakan indikasi bahwa nutrisi yang diedarkan ke dalam tubuh belum maksimal sehingga perkembangan beberapa bagian tidak optimal. Prematur juga menyebabkan belum sempurnanya pembentukan beberapa organ sehingga dalam perkembangannya mengalami keterlambatan (Amin dkk, 2009).

5. Jenis kelamin

Keterlambatan bahasa lebih banyak pada anak laki-laki (77,8%) dibandingkan pada perempuan(Hertanto dkk, 2011). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayati di RSUD Kariadi Semarang, dimana secara teori dikatakan bahwa level tinggi dari testosteron pada masa prenatal memperlambat pertumbuhan neuron di hemisfer kiri (Hidajati, 2009).


(47)

38 B. Faktor Eksternal

1. Urutan/jumlah anak

Anak pertama lebih sering mengalami terlambat bicara dan bahasa. Jumlah anak yang semakin banyak maka kejadian keterlambatan bicara makin meningkat atau insiden keterlambatan bicara sering terjadi pada anak yang memiliki jumlah saudara banyak karena berhubungan dengan komunikasi antara orangtua dan anak. Anak yang banyak akan mengurangi intensitas komunikasi anak dan orangtua (Hartanto dkk, 2009).

2. Pendidikan ibu

Pendidikan ibu yang rendah meningkatkan kejadian keterlambatan bicara pada anak. Penelitian mendapatkan angka sekitar 20% anak dengan ibu berpendidikandibawah SMAmengalami keterlambatan bicara.Pendidikan ibu yang rendah menyebabkan ibu kurang perhatian terhadap perkembangan anak dan kosakata yang dimiliki ibu juga kurang sehingga tidak mampu melatih anaknya untuk bicara (Hertanto dkk, 2009).


(48)

39 3. Status sosial ekonomi

Sosial ekonomi yang rendah meningkatkan risiko terjadinya keterlambatan bicara. Orangtua yang tidak mampu secara ekonomi akan lebih fokus untuk pemenuhan kebutuhan pokoknya dan mengabaikan perkembangan anaknya. Sosial ekonomi rendah juga rawan untuk terjangkit penyakit infeksi yang memungkinkan terjadinya gangguan saraf dan kecacatan (Perna, 2013).

4. Fungsi keluarga

Fungsi keluarga berhubungan dengan pola asuh atau interaksi orangtua dengan anak dalam suatu keluarga. Fungsi keluarga berpengaruh terhadap perilaku anak dan juga insiden keterlambatan bicara pada anak. Keluarga dengan fungsi buruk maka di dalam keluarga tidak terdapat kehangatan dan hubungan emosi tidak terjalin dengan baik. Anak sering mengalami salah asuh atau perawatan yang salah dan pengabaian.

Keluarga yang fungsinya baik tidak akan pernah terjadi kekerasan dalam rumah tangga terutama kehamilan yang berefek terhadap perkembangan mental anak. Keluarga yang berfungsi buruk karena pengabaian dan kesibukan orangtua sehingga anak dibekali dengan gadget untuk bermain sehingga tenang dan hal tersebut membuat kemampuan anak dalam bicara dan bahasa tidak terlatih dengan baik (Restiyani, 2013).


(49)

40 5. Bilingual

Penggunaan dua bahasa atau lebih di rumah dapat memperlambat kemampuan anak menguasai kedua bahasa tersebut. Anak dengan kemampuan bilingual dapat menguasai kedua bahasa tersebut sebelum usia lima tahun. Pada anak dengan keterlambatan bicara yang disertai penggunaan beberapa bahasa di rumah, akan menghambat kemajuan anak tersebut dalam tata laksana selanjutnya sehingga bilingual harus dihilangkan pada anak yang mengalami keterlambatan bicara (Mangunatmadja, 2010).

B. Anak Usia Dini

1. Pengertian Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-8 tahun. Menurut Beichler dan Snowman (dalam Yulianti, 2010), anak usia dini adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun. Sedangkan hakikat anak usia dini adalah individu yang unik dimana ia memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosioemosional, kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus yang sesuai dengan tahapan yang sedang dilalui oleh anak tersebut. Dari berbagai definisi, peneliti menyimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berusia 0-8 tahun yang sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun mental.


(50)

41 Masa anak usia dini sering disebut dengan istilah “golden age” atau masa emas. Pada masa ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat. Perkembangan setiap anak tidak sama karena setiap individu memiliki perkembangan yang berbeda. Makanan yang bergizi dan seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Apabila anak diberikan stimulasi secara intensif dari lingkungannya, maka anak akan mampu menjalani tugas perkembangannya dengan baik (Augusta, 2012).

Masa kanak-kanak merupakan masa saat anak belum mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Mereka cenderung senang bermain pada saat yang bersamaan, ingin menang sendiri dan sering mengubah aturan main untuk kepentingan diri sendiri. Dengan demikian, dibutuhkan upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan, baik perkembangan fisik maupun perkembangan psikis. Potensi anak yang sangat penting untuk dikembangkan. Potensi-potensi tersebut meliputi kognitif, bahasa, sosioemosional, kemampuan fisik dan lain sebagainya.

Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh seseorang individu (anak usia dini) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik itu menyangkut aspek fisik dan psikis, Wiyani (2012). Sistematis dimaknai bahwa perubahan dalam


(51)

42 perkembangan itu bersifat saling ketergantungan atau mempengaruhi antara bagian-bagian organisme. Progresif berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat dan meluas, baik fisik dan psikis. Sedangkan berkesinambungan berarti perubahan berlangsung secara bertahap dan berurutan.

Montessori dalam Ropnarine (2011) memandang perkembangan sebagai serangkaian “kelahiran” atau periode penguatan kepekaan, dimana setiap kepekaan memunculkan minat dan ketrampilan baru. Perkembangan dan pertumbuhan anak dapat diuraikan dalam beberapa butir pemikiran yang ditinjau dari beberapa sudut pandang yag berbeda dari para ahli, diantaranya adalah;

a. Teori Psikososial Ericson

Ericson mengemukakan ada delapan tahap perkembangan manusia, tiga di antaranya adalah tahap perkembangan yang terjadi pada anak usia dini; tahap percaya dan tidak percaya (usia lahir hingga 1,5 tahun), rasa percaya akan berkembang jika kebutuhan anak bertemu dengan sikap konsisten dan penuh kasih sayang dari lingkungan.

Tahap otonom dan malu-ragu (usia 1,5-3 tahun), merupakan tahap kemerdekaan atau kebebasan ketika anak ingin melakukan sesuatu untuk mereka sendiri. Jika banyak dilarang dan dihukum, mereka cenderung mengembangkan perasaan malu dan ragu. Tahap inisiatif vs rasa bersalah,). Anak prasekolah


(52)

43 menghadapi dunia sosial yang lebih luas, mereka menghadapi tantangan-tantangan baru yang menuntut perilaku aktif dan berguna. Anak dituntut untuk bertanggungjawwab tubuh, prilaku, mainan dan binantang peliharaan mereka dan berinisiatif, Santrock (2007).

b. Teori Maturation (kematangan)

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Hall, Rosseau dan Gesel dalam Sujiono (2009), menurut ketiganya, anak-anak harus diberi kesempatan untuk berkembang. Teori ini meyakini bahwa perkembangan fisik, sosial emosional dan intelektual mengikuti tahapan perkembangan. Anak dapat mengembangkan potensi secara optimal atau tidak tergantung dengan lingkungannya.

c. Teori Konstruktivisme

Piaget dalam Sujiono (2009) menyatakan bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak sudah membangun pengetahuannya melalui eksplorasi aktif dan penyelidikan pada lingkungan fisik dan sosial.


(53)

44 Sedangkan Vygotsky dalam Morisson (2012) meyakini bahwa perkembangan mental, bahasa dan sosial ditingkatkan oleh orang lain lewat interaksi sosial. Proses belajar membangkitkan beragam prosess perkembangan yang dapat terjadi jika anak berinteraksi dengan orang lain dan ketika mereka bekerjasama dengan temannya. Piaget membagi perkembangan kognitif dalam beberapa tahap;

1. Tahap sensori motor yang berlangsung sejak lahir hingga 2 tahun. Pada saat ini bayi membangun pengertiannya dengan mengkoordinasikan pengalaman sensoris (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan fisik kegiatan motorik (sensor-motor).

2. Tahap oprasional pada umur 2-7 tahun, anak-anak mulai dapat menghubungkan informasi sensori dengan tindakan fisik dan menunjukkan melalui kata-kata, imajinasi dan gambaran (Santrock, 2011).


(54)

45 2. Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia Dini

Ada beberapa aspek perkembangan anak prasekolah menurut beberapa pemerhati anak-anak sebagai berikut;

A. Perkembangan Fisik

Santrock (2007) mengemukakan ada beberapa hal yang termasuk kedalam perkembangan fisik;

1. Tinggi badan anak mengalami penambahan 6 cm dan berat badan 2-kg pertahun. Namun pola pertumbuhan bervariasi secara individual. Ada pengaruh faktor bawaan, defisiensi hormon pertumbuhan dan masalah fisik yang terjadi pada masa kanak-kanak.

2. Perkembangan otak. Pada usia 6 tahun, otak telah mencapai 95 persen volume dewasanya. Sebagian peningkatan tersebut dusebabkan oleh peningkatan jumlah dan ukuran ujung-ujung syaraf reseptor. Neurotranmiter yang konsentrasinya meningkat pada usia 3-6 tahun adalah dopamin. Peningkatan kematangan otak berkontribusi terhadap perubahan-perubahan kemampuan kognitif. Sedangkan dalam Suyadi (2010), disebutkan bahwa banyak penelitian yang menunjukkan bahwa otak pada anak usia dini telah mencapai 80% dari otak orang dewasa. Ketika anak berusia 3 tahun, sel otak telah membentuk 1.000 trilyun jaringan/koneksi sinapsis. Jaringan terebut dua kali lebih banyak daripada jaringan


(55)

46 yang dimiliki orang deswasa. Padahal, sebuah sel otak saja dapat berhubungan dengan 15.000 sel lain. Jaringan yang jarang digunakan akan mati, sedangkan yang sering digunakan akan semakin kuat dan permanen. Sel-sel berkembang mengikuti pengalaman, oleh sebab itu, anak perlu diberikan berbagai rangsangan (stimulus) dan memfasilitasi perkembaangan agar otak dapat tumbuh optimal. Schunk (2012) mengemukakan beberapa hal yang mempengaruhi perkembangan otak;

a. Faktor genetik; menentukan ukuran, struktur dan konektivitas saraf, meskipun berbeda masih dapat berfungsi normal, hanya perbedaan genetik tertentu yang bisa mengakibatkan ketidaknormalan.

b. Stimulasi lingkungan c. Nutrisi

d. Steroid;sekelompok hormone

e. Teratogen; zat asing misalnya alkohol dan virus yang dapat menyebabkan ketidaknormalan pada janin.

2. Motorik kasar. Gerak motorik kasar adalah gerak anggota badan secara kasar atau keras. Menurut Laura E. Ber dalam Suyadi (2010), semakin anak bertambah dewasa dan kuat tubuhnya, maka gaya geraknya semakin sempurna. Hal ini mengakibatkan tumbuh kembang otot semakin membesar dan menguat, dengan demikian


(56)

47 ketrampilan baru selalu bermunculan dan semakin bertambah kompleks. Contoh gerakan motorik kasar adalah, melakukan gerakan berjalan, berlari, melompat, melempar dan sebagainya. 3. Perkembangan Gerak Motorik halus. Perkembangan motorik

mengikuti hukum arah perkembangan, Hurlock (1997).dan kemampuan fisik tersebut diatas terjadi secara teratur dan bertahap sesuai dengan pertambahan umur. Perkembangan fisik-motorik adalah perkembangan jasmaniah melalui kegiatan pusat saraf, urat saraf dan otot yang terkoordinasi. Hasil pengamatan Laura E.Berk terhadap anak usia dini adalah ketika anak bermain maka, akan muncul ketrampilan motorik baru, Suyadi. Anak akan terus melakukan integrasi gerak dari berbagai macam pola jadi, kemampuannya berkembang dan terbarukan terus menerus atau disebut sebagai dynamic system.

B. Perkembangan Kognitif

Piaget dalam Suyadi (2010) bahwa perkembangan kognitif, khususnya intelektual, merupakan sebagai proses konstruksi. Secara sederhana, perkembangan kognitif terdiri atas dua bidang, yakni logika-matematika dan sains, untuk mengingkatkan hal tersebut maka anak dilatih meningkatkan pengertian pada bilangan, menemukan hubungan sebab akibat dan meningkatkan kemampuan berpikir logisnya, Suyadi (2010).


(57)

48 Selain hal-hal tersebut, Anthoni Robin dalam C.J Simister (2013) menjadikan bertanya logis adalah sebuah kemampuan anak-anak yang harus terus ditumbuhkan secara terus menerus karena, bertanya sebagai tanda keingintahuan adalah salah satu karakteristik paling permanen dan pasti dari pemikiran yang kuat. Keingintahuan menandakan semangat yang aktif, terbuka dan berorientasi pada pemecahan masalah dan merupakan elemen penting dari kreativitas, inovassi dan kemajuan anak-anak.

C. Perkembangan Sosio-Emosional

Perkembangan sosial-emosional adalah kepekaan anak untuk memahami perasaan orang lain ketika berinterasi dalam kehidupan sehari hari, Suyadi (2010). Untuk dapat mengembangkan atau mencerdaskan sisio emosional anak anak diberikan stimulus melalui permainan yang sesuai dengan tingkat perkembangan sosio emosional anak. Pola perkembangan sosio emosional anak usia dini menurut Suyadi (2010) yang diadaptasi dari Hurlock (1997) diantaranya: takut, malu, khawatir, cemas, marah, cemburu, dukua cita, rasa ingin tahu, dan kegembiraan.


(58)

49 Ada beberapa hal yang hendaknya ditanamkan agar sosio-emosionalnya tumbuh dan berkembang dengan baik, Suyadi (2010) diantaranya. a) Mengembangkan empati dan kepedulian, b) menanamkan sikap optimis yang merupakan hasil kebiasaan berfikir positif c) memberikan kebebasan terhadap anak untuk mecahkan masalah dan d) menumbuhkan motivasi.

D. Perkembangan Bahasa

Montessori dalam Roopnarine (2011) mengatakan bahwa anak pada usia sesitiv merupakan penjelajah lingkungan dengan menggunakan tangan dan lidah (yang mengarah keperkembangan bahasa). Ini dapat djadikan sebagai salah satu cikal bakal perkembangan berbahasa anak. Morrison (2008) menyebutkan bahwa, kemampuan berbahasa anak tumbuh dan berkembang pesat selama masa prasekolah. Anak belajar bahasa secara intuitif tanpa banyak instruksi. Hasilnya adalah terus bertambah kosakata, jumlah kata yang diketahui anak dan penggunaan kalimat yang panjang, tata bahasanya juga terus berkembang pada masa ini.

Periode kritis dalam perkembangan kemampuan bahasa terjadi antara usia baru lahir dan lima tahun. Pada masa itu otak anak-anak mengembangkan sebagian besar dari kemampuan berbahasa mereka. Perkembangan Kemampuan berbahasa meningkat ketika anak-anak berada dalam lingkungan yang kaya


(59)

50 akan bahasa, Schunk (2012), untuk mempelajari bahasa, daerah-daerah otak yang berbeda-beda harus bekerja sama, diantaranya otak yang terlibat dalam aktivitas melihat, mendengarkan, berbicara, dan berpikir.

Sedangkan Toddler dalam Santrock jilid 2 (2011) mengurutkan perkembangan bahasa anak prasekolah dalam beberapa tahap secara spesifik. a) Memahami fonologi dan morfologi; anak lebih sensitif terhadap bunyi bahasa lisan, dalam morfologi, anak bisa diajarkan kata baru tanpa pengetahuan sebelumnya. 2) Perubahan dalam sintaksis dan semantik; anak dapat menyusun kata bersamaan dengan perkembangan kosakatanya. 3) Kemajuan dalam pragmatik; anak dapat mengubah gaya bicara sesuai situasi. 4) Kemampuan membaca. Perkembangan tersebut bisa optimal jika terus distimulir secara terus menerus, seperti yang diungkapkan Turner dalam Roopnaire (2011) menyatakan bahwa bahasa bukan materi, bahasa adalah sebuah proses.


(60)

51 3. Karakteristik Anak Usia Dini

Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, sosial, moral dan sebagainya. Menurut Aisyah,dkk (2010) karakteristik anak usia dini antara lain;

a). Memiliki rasa ingin tahu yang besar, b). Merupakan pribadi yang unik, c). Suka berfantasi dan berimajinasi, d). Masa paling potensial untuk belajar, e). Menunjukkan sikap egosentris, f). Memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek, g). Sebagai bagian dari makhluk sosial.

Usia dini merupakan masa emas, masa ketika anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pada usia ini anak paling peka dan potensial untuk mempelajari sesuatu, rasa ingin tahu anak sangat besar. Hal ini dapat kita lihat dari anak sering bertanya tentang apa yang mereka lihat. Apabila pertanyaan anak belum terjawab, maka mereka akan terus bertanya sampai anak mengetahui maksudnya.

Di samping itu, setiap anak memiliki keunikan sendiri-sendiri yang berasal dari faktor genetic atau bisa juga dari faktor lingkungan. Faktor genetik misalnya dalam hal kecerdasan anak, sedangkan faktor lingkungan bisa dalam hal gaya belajar anak. Anak usia dini suka berfantasi dan berimajinasi. Hal ini penting bagi pengembangan kreativitas dan bahasanya. Anak usia dini suka membayangkan dan mengembangkan suatu hal melebihi kondisi


(61)

52 yang nyata. Salah satu khayalan anak misalnya kardus, dapat dijadikan anak sebagai mobil-mobilan.

Menurut Santrock (2007), rentang perhatian anak usia 5 tahun untuk dapat duduk tenang memperhatikan sesuatu adalah sekitar 10 menit, kecuali hal-hal yang biasa membuatnya senang. Anak sering merasa bosan dengan satu kegiatan saja. Bahkan anak mudah sekali mengalihkan perhatiannya pada kegiatan lain yang dianggapnya lebih menarik.

Anak yang egosentris biasanya lebih banyak berpikir dan berbicara tentang diri sendiri dan tindakannya yang bertujuan untuk menguntungkan dirinya, misalnya anak masih suka berebut mainan dan menangis ketika keinginannya tidak dipenuhi. Anak sering bermain dengan teman-teman di lingkungan sekitarnya. Melalui bermain ini anak belajar bersosialisasi.

Apabila anak belum dapat beradaptasi dengan teman lingkungannya, maka anak anak akan dijauhi oleh teman-temannya. Dengan begitu anak akan belajar menyesuaikan diri dan anak akan mengerti bahwa dia membutuhkan orang lain di sekitarnya.


(62)

53 Pendapat lain tentang karakteristik anak usia dini (Hibama, 2002) adalah sebagai berikut;

a. Usia 0–1 tahun

Perkembangan fisik pada masa bayi mengalami pertumbuhan yang paling cepat dibanding dengan usia selanjutnya karena kemampuan dan keterampilan dasar dipelajari pada usia ini. Kemampuan dan keterampilan dasar tersebut merupakan modal bagi anak untuk proses perkembangan selanjutnya. Karakteristik anak usia bayi adalah sebagai berikut;

1. Keterampilan motorik antara lain anak mulai berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan

2. Keterampilan menggunakan panca indera yaitu anak melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium, dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulut.

3. Komunikasi dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi.


(63)

54 b. Anak Usia 2–3 tahun

Usia ini anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat pada perkembangan fisiknya. Karakteristik yang dilalui anak usia 2-3 tahun antara lain;

1. Anak sangat aktif untuk mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Eksplorasi yang dilakukan anak terhadap benda yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif. 2. Anak mulai belajar mengembangkan kemampuan berbahasa

yaitu dengan berceloteh. Anak belajar berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.

3. Anak belajar mengembangkan emosi yang didasarkan pada faktor lingkungan karena emosi lebih banyak ditemui pada lingkungan.

c. Anak usia 4–6 tahun

Anak pada usia ini kebanyakan sudah memasuki Taman Kanak-kanak. Karakteristik anak 4-6 tahun adalah;

1. Perkembangan fisik, anak sangat aktif dalam berbagai kegiatan sehingga dapat membantu mengembangkan otot-otot anak 2. Perkembangan bahasa semakin baik anak mampu memahami

pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya


(64)

55 3. Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat ditunjukkan dengan rasa keingintahuan anak terhadap lingkungan sekitarnya. Anak sering bertanya tentang apa yang dilihatnya 4. Bentuk permainan anak masih bersifat individu walaupun

dilakukan anak secara bersama-sama.

d. Anak usia 7–8 tahun

Karakteristik anak usia 7-8 tahun adalah;

1. Dalam perkembangan kognitif, anak mampu berpikir secara analisis dan sintesis, deduktif dan induktif (mampu berpikir bagian per bagian).

2. Perkembangan sosial, anak mulai ingin melepaskan diri dari orangtuanya. Anak sering bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebayanya

3. Anak mulai menyukai permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi

4. Perkembangan emosi anak mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian anak.


(65)

56 4. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini

Menurut Bredekamp dan Coople (Aisyah dkk, 2010), beberapa prinsip perkembangan anak usia dini yaitu sebagai berikut; Aspek-aspek perkembangan anak seperti Aspek-aspek fisik, sosial, emosional, dan kognitif satu sama lain saling terkait secara erat. Perkembangan anak tersebut terjadi dalam suatu urutan yang berlangsung dengan rentang bervariasi antar anak dan juga antar bidang perkembangan dari masingmasing fungsi. Perkembangan berlangsung ke arah kompleksitas, organisasi, dan internalisasi yang lebih meningkat.

Pengalaman pertama anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap perkembangan anak. Perkembangan dan belajar dapat terjadi karena dipengaruhi oleh konteks sosial dan kultural yang merupakan hasil dari interaksi kematangan biologis dan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun social tempat anak tinggal. Perkembangan mengalami percepatan bila anak memiliki kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan yang baru diperoleh dan ketika mereka mengalami tantangan. Sarana penting bagi perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak serta merefleksikan perkembangan anak yaitu dengan bermain.


(66)

57 Melalui bermain anak memiliki kesempatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya sehingga anak disebut dengan pembelajar aktif. Anak akan berkembang dan belajar dengan baik apabila berada dalam suatu konteks komunitas yang aman (fisik dan psikologi), menghargai, memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiknya, dan aman secara psikologis.

Anak menunjukkan cara belajar yang berbeda untuk mengetahui dan belajar tentang suatu hal yang kemudian mempresentasikan apa yang mereka tahu dengan cara mereka sendiri. Dari berbagai uraian, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip anak usia dini adalah anak merupakan pembelajar aktif. Perkembangan dan belajar anak merupakan interaksi anak dengan lingkungan antara lain melalui bermain (Santrock, 2007).


(67)

58 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian, maka peneliti mengunakan berbagai macam cara untuk mengumpulkan informasi dan data sebanyak-banyaknya untuk mewujudkan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2010), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Peneliti memilih penelitian studi kasus karena penelitian studi kasus berusaha menggambarkan kehidupan dan tindakan-tindakan manusia secara khusus pada lokasi tertentu dengan kasus tertentu. Penelitian studi kasus menurut Basuki (2006) adalah kajian mendalam tentang peristiwa, lingkungan, dan situasi tertentu yang memungkinkan mengungkapkan atau memahami sesuatu hal.


(68)

59 B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian yaitu wawancara dan observasi. Penelitian ini berlokasi di kediaman subjek yang terletak di daerah Lakarsantri, sekolah subjek, serta kediaman nenek subjek. Untuk alamat lengkap subyek dirahasiakan agar menjaga kesejahteraan subjek penelitian.

Penelitian ini dilakukan karena peneliti menemukan adanya seorang anak yang berusia 3 tahun 9 bulan dan mengalami keterlambatan dalam perkembangan bicara, dimana usia tersebut termasuk usia anak yang sedang memulai proses sosialisasinya dengan lingkungan diluar keluarganya. Ditambah dengan sekolah yang mayoritas merupakan anak normal dalam perkembangannya dan hanya dirinyalah yang mengalami gangguan keterlambatan bicara.

C. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong: 2007) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan, seperti dokumen dan lain sebagainya. Menurut Banister (dalam Poerwandari: 2001) penelitian kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah kasus sedikit dengan fokus pada kedalaman dan proses.


(69)

60 Pendekatan yang dipakai untuk memilih subjek penelitian adalah dengan menggunakan metode pengambilan sampel purpossive sampling, yaitu sampel yang salah satu cirinya sampel tidak bisa ditentukan dan ditarik terlebih dahulu.

Data penelitian diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer yakni data yang diperoleh dari sumber pertama di lapangan, yaitu anak yang mengalami keterlambatan bicara dengan cara melakukan observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari beberapa informan pendukung (significant other).

Informan pendukung (significant other) yang digunakan dalam proses wawancara dipilih berdasarkan kedekatan personal dan pehaman informan pendukung tersebut atas subjek. Sehingga teknik yang digunakan dalam pemilihan partisipan wawancara penelitian ini adalah teknik jejaring. Informan pendukung (significant other) yang terlibat dalam penelitian ini adalah orang tua dan guru subjek.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi untuk subjek primer dan wawancara untuk subjek sekunder. Menurut Moleong (2007) Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan


(70)

61 tersebut. Wawancara bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan tertentu.

Sedangkan observasi adalah suatu aktivitas dalam mengenal tingkah laku individu dan biasanya diakhiri dengan mencatat hal-hal yang penting dan merupakan studi yang dilakukan dengan sengaja dan secara sistematis melalui proses pengamatan atau gejala-gejala spontan yang terjadi pada saat itu. Observasi selalu menjadi bagian dalam penelitian psikologis, dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun dalam konteks alamiah (Poerwandari, 2001).

E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan dalam suatu pola dan satu uraian dasar (Moleong, 2007). Analisis terhadap data pengamatan dan wawancara sangat dipengaruhi oleh kejelasan mengenai hal-hal yang ingin di ungkap peneliti melalui pengamatan yang diinginkan (Poerwandari, 2001).

Creswell (2010) mengemukakan beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis data kualitatif, antara lain;

1. Analisis data kualitatif dapat dilakukan secara stimulan dengan proses pengumpulan data, interpretasi data, dan penulisan naratif lainnya.


(1)

77 2. Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan Bicara pada Subjek

Untuk faktor penyebab keterlambatan bicara pada subjek belum dapat diketahui dengan pasti. Hal tersebut dikarenakan ketidaktahuan orangtua subjek dalam mengidentifikasi penyebab keterlambatan bicara (Wcr OS. 53-55). Ibu subjek hanya mengetahui bahwasannya ayah subjek juga mengalami hal yang sama.

Selain itu ibu subjek juga membetulkan bahwa subjek memang pernah mengalami sakit panas hingga membuat subjek kejang (Wcr OS 57-64). Tidak ada satupun hasil wawancara dengan orangtua maupun guru subjek yang jelas menunjukkan faktor-faktor keterlambatan bicara yang diungkapkan oleh Hurlock (1980)

Namun jika ditinjau dengan faktor keterlambatan bicara yang diungkapkan oleh Korbin (2008), keterlambatan bicara pada subjek bisa disebabkan oleh salah satu faktor internal, yaitu faktor genetik. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh ibu subjek, bahwa ayah subjek juga mengalami hal yang sama ketika seumuran dengan subjek dan baru perkembangan bicaranya normal saat TK (Wcr OS. 57-64).


(2)

3. Cara Subjek Berkomunikasi

Mengawali pembahasan tentang bagaimana cara subjek berkomunikasi dan bentuk-bentuk penyesuaian diri subjek, peneliti meninjau dari hasil wawancara dengan orangtua subjek yang menyebutkan bahwa subjek menggunakan bahasa isyarat dan terkadang subjek juga menyebutkan beberapa patah kata meskipun kata tersebut belum benar (Wcr OS. 68-75). Selain orang tua subjek, guru subjek juga mengungkapkan hal yang sama bahwa subjek menggunakan bahasa isyaratnya seperti menggelengkan kepala, manggut-manggut, atau menunjuk ketika menginginkan sesuatu atau ketika berkomunikasi dengan teman-temannya (Wcr GS. 33-39)

4. Upaya Orangtua setelah Mengetahui Keterlambatan pada Bicara

Subjek

Dari hasil wawancara, orangtua memang mengakui bahwasannya subjek belum pernah diperiksakan ke dokter. Namun orangtua berinisatif untuk selalu melatih dan menstimulus perkembangan bicara subjek baik di rumah maupun di sekolah. Usaha-usaha tersebut berupa audio-visual, poster yang ditempel di dinding, dan permainan yang dapat menstimulus keinginan anak untuk berbicara (Wcr OS. 105-111). Orangtua subjek juga meminta guru-gurunya untuk memberikan bimbingan lebih kepada subjek ketika subjek mengalami kesulitan dalam suatu tugas, atau saat berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah (Wcr OS. 120-124).


(3)

79 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Simpulan yang dapat di hasilkan dari penelitian tentang penyesuaian diri anak yang mengalami keterlambatan bicara adalah sebagai berikut:

1. Ditemukan cara orangtua subjek mengetahui keterlambatan bicara pada subjek dengan membandingkan karakteristik perkembangan bicara subjek dengan anak-anak sebayanya dengan tanda-tanda subjek belum bisa lancar berbicara seperti teman-teman sebayanya. Selain itu subjek juga masih banyak menggunakan isyarat ketika berkomunikasi dengan orang lain.

2. Ditemukan adanya faktor keterlambatan bicara pada subjek dari faktor internal, yaitu faktor genetik.

3. Ditemukan adanya bentuk komunikasi berupa isyarat (gerak tubuh) seperti menunjuk dengan tangan, menggelengkan kepala, dan menepuk. Selain isyarat (gerak tubuh).

4. Ditemukan upaya-upaya orangtua untuk menunjang kemampuan berbicara subjek berupa audio-visual, poster-poster yang ditempel di dinding, dan permainan-permainan yang dapat menstimulus keinginan anak untuk berbicara.


(4)

B. Saran

Saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian, berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi orangtua yang memiliki anak usia 2-5 tahun untuk lebih preventif dalam memantau tumbuh kembang anak. Hendaknya jangan meremehkan hambatan atau penyimpangan sekecil apapun dalam masalah tumbuh kembang anak. Segera periksakan anak jika merasa tumbuh kembangnya tidak normal.

2. Bagi praktisi baik dilembaga formal maupun non formal seperti psikolog, dokter, dan terapis hendaknya lebih ikut andil dalam maslah seperti ini, seperti sosialisasi terhadap psikologi perkembangan anak. 3. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat terhadap tema penyesuaian

diri anak yang mengalami keterlambatan bicara untuk melakukan riset dengan metode yang berbeda seperti kuantitatif atau bahkan eksperimen tentang penyebab atau dampak dari keterlambatan bicara.


(5)

81 Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI). Perkembangan beberapa indikator utama sosial-ekonomi Indonesia, 2011. Didapat dari: http://www.bps.go.id.

Hurlock. E.B. (1997). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Tentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Gunarsa, S. 2003. Psikologi untuk Keluarga. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.

Alex, Sobur. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sunarto. (1994). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.

Papalia, Old, Feldman. (2004). Human Development (terjemah). Jakarta: Kencana.

Moleong, Prof. DR. Lexy J., M.A. (2010). Metodelogi Penelitian Kualitatif. (rev. Ed). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Poerwandari, E. Kristi. (2001). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: LPSP3 UI.

Hapsariyanti., D. 2006. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Penyesuaian Diri dalam Perkawinan pada Pasangan yang Baru Menikah. Kumpulan Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Davidoff, L.L. (1991). Psikologi Suatu Pengantar Edisi Kedua Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Anggraini, Wenty. (2011). Keterlambatan Bicara (Speech Delay) pada anak (Studi kasus Anak Usia 5 Tahun).

Hartanto. (2009). Pengaruh Perkembangan Bahasa terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia 1-3 Tahun. Sari pediatri, Vol. 12 No. 6. April 2011


(6)

Suparmiati, Aries. Dkk. (2008). Hubungan Ibu Bekerja dengan Keterlambatan Bicara Pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 14, No. 15. Februari, 2013

Fadlyana, Eddy. (2003). Pola Keterlambatan Perkembangan Balita di Daerah Pedesaan dan Perkotaan Bandung, Serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Sari Pediatri, Vol 4, No. 4. Maret 2003.

Soetjiningsih, Ranuh, IGN. Tumbuh kembang anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.

Jacinta F.R. Keterlambatan bicara, 2008. Didapat dari: www.e-psikologi.com.

Morales S. Developmental language disorder children’s speech care center, 2005. Didapat dari: www.asha.org.

Lyen K. Speech Delay, 2002. Didapat dari: http://www.lyen.net/gpage153.html/.

Law J, Garrett Z, Nye C. Speech and language therapy intervention for children with primary speech and language delay or disorder. The Cochrane Library, 2003.

Sidiarto L. Berbagai gejala disfungsi minimal otak (DMO) yang berwujud kesulitan belajar spesifik dan permasalahannya. Dalam: Mudjiman H, Yusup M, penyunting. DMO dan kesulitan belajar anak. Pusat Penelitian Universitas Sebelas Maret Surakarta, 1990.

Judarwanto W. Keterlambatan bicara, berbahaya atau tidak berbahaya, 2006. Didapat dari: www.childrenfamily.com.

Law J, Boyle J, Harris F, Harkness a. Screening foe speech and language delay: systematic review of literature. Health Technol Asses. 1998. Wahjuni S. Pemeriksaan Penyaringan Keterlambatan Bahasa pada Anak

Batita dengan Early Language Milestone Scale di Kelurahan Paseban Jakarta Pusat. Jakarta: FKUI, 1998.