Tinjauan hukum Islam terhadap sistem pembayaran dalam penggilingan gabah di Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang.

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PEMBAYARAAN

DALAM PENGGILINGAN GABAH

(Studi Kasus di Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten

Rembang)

SKRIPSI Oleh KASAN NIM. C92213183

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Surabaya 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelititan lapangan dengan judaul” Tinjuan

Hukum Islam terhadap Sistem Pembayaran dalam Penggilingan Gabah di

Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupatin Rembangjudul tersebut

bertujuan untuk menjawab permasalahan tentang: (1) Bagaiamana pratek

sistem pembayaran dalam penggilingan gabah di Desa Dadapmulyo

Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang? (2) Bagaiman tinjauan hukum

Islam terhadap sistem pembayaran dalam penggilingan gabah di Desa

Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang?

Data penelitian yang dikumpulkan menggunakan metode

wawancara, observasi dan pustaka. Sedangkan untuk menganalisis data yang telah terkumpul, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yakni sebuah metode yang dipakai untuk menggambarkan secara obyektif pelaksanaan sistem pembayaran dalam penggilingan gabah di Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang.

Dalam pratek simtem pembayaran dalam penggilingan gabah di Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang, ini menggunakan sistem karungan atau tafsiran, perkarung ini hargai oleh pemilik jasa gilingan Rp. 20.000,- jadi walaupun dalam karung tersebut berisi 30 Kg ataupun 50 Kg tetap tarifnya Rp. 20.000. Maka tarif pembayaran system karungan ini memukinkan banyak terjadinya kerugian pada salah satu pihak, tetapi praktek ini udah adat kebiasaan yang dilakukan oleh masyarkat Dadapmulyo dari nenek moyangnya. Dari hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa, penulis menemukan bawah ada ketidak kepastian dalam ukuran besar kecil karungnya dalam praktek pembayaran upah penggilingan gabah dengan sistem karungan di Desa Dadapmulyo Kecamatan Kabupaten Rembang. Tarif pembayaran sistem karungan ini dianggap sah dan diperbolehkan menurut hukum Islam karena sudah memenuhi syarat-syarat ujrah dan hukum adat. Walapun mengadung unsur-unsur tidak ada kepastian, karena praktek ini sudah tradisi atau udah kebiasaan masyarakat Dadapmulyo.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, penulis menyarankan kepada

para jasa penggilingan gabah hendaknya transparan dan tidak mencari

keuntungan semata menjalankan usahanya, bagi masyarakat

Dadapmulyo disarankan ketika melakukan kegiatan bermuamalah seperti ujrah hendak lebih cermat agar tidak merasa dirugikan. Hal itu agar mendapatkan berkah dan terjalin hubungan baik antara sesama manusia melalui ujrah yang sesuai dengan kententuan hukum Islam.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM. ... i

PERNYATAAN KEASLIAN. ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING. ... iii

PENGESAHAN...iv

ABSTRAK. ... v

KATA PENGANTAR. ... vi

DAFTAR ISI. ... viii

DAFTAR TABEL. ... x

DAFTAR TRANSLITERASI. ... xi

BAB I PENDAHULUAN. ... 1

A.Latar Belakang Masalah. ... 1

B.Identifikasi dan Batasan Masalah. ... 8

C.Rumusan Masalah. ... 8

D.Kajian Pustaka. ... 9

E. Tujuan Penelitian. ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian. ... 11

G.DefinisiOperasional. ... 12

H.Metode Penelitian. ... 13

I. Sistematika Pembahasan. ... 17

BAB II KONSEP UPAH DALAM ISLAM...19

A.Pengertian Upah. ... 19

B.Dasar Hukum Upah. ... 23

C.Rukun dan Syarat Upah. ... 31

D.Macam-macam Upah. ... 37

E. Batal dan Berakhirnya Upah. ... 38


(8)

BAB III PRAKTEK SISTEM PEMBAYARAN KARUNGAN DALAM

PENGGILINGAN GABAH di DESA DADAPMULYO. ... 44

A.Gambaran Umum dan Objek Penelitian...44

B. Praktek sistem pembayaran dalam penggilingan gabah di Desa Ddapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang. ... 53

BAB IV ANALISIS ISLAM TERHADAP SISTEM PEMBAYARAN DALAM PENGGILINGAN GABAH. ... 56

A.Analisis terhadap praktek sistem pembayaran dalam penggiligan gabah di Desa Dadapmulyo Kcamatan Sarang Kabupaten Rembang. ... 56

B. Analisis Hukum terhadap praktek sistem pembayaran dalam penggiligan gabah di Desa Dadapmulyo Kcamatan Sarang Kabupaten Rembang. ... 50

BAB V PENUTUP. ... 62

A. Kesimpulan. ... 62

B. Saran. ... 63 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3. 1 Luas Wilayah Menurut Pengguna ...45

3. 2 Jumlah Perangkat Desa Dadapmulyo Beserta Jabatanya ...45

3.3 Jumlah Penduduk Desa Dadapmulyo ...46

3.4 Tempat Sarana Ibadah di Desa Dadapmulyo ...47

3.5 Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Dadapmulyo ...49

3.6 Data Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ...49


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat di Indonesia,

dibutuhkan sebuah bentuk kemitraan sebagai kerjasama antara pihak yang

mempunyai modal dengan pihak yang mempunyai keahlian usaha dengan

prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling

menguntungkan.Walaupun demikian, realitanya masih banyak praktik

pembayaran yang masih ada unsur penipuan dan pemaksaan dan itu

merugikan salah satu pihak. Dalam perkembangan yang sudah modern seperti

sekarang ini, maka praktik pembayaran beraneka ragam bentuk maupun

caranya.

Demikian pula kasus yang terjadi di Desa Dadapmulyo Kecamatan

Sarang Kabupaten Rembang ini, mayoritas masyarakat di sana masih

melakukan transaksi pembayaran khususnya pembayaran pada penggilingan

gabah dengan menggunakan alat karungan. Pembayaran dengan alat ini tidak

jauh berbeda dengan pembayaran yang lain, seperti menggunakan timbangan

atau yang lainnya. Perbedaannya di sini menggunakan karungan. Karungan

ini tidak mempunyai ukuran standart baku atau pasti, sehingga di sini terdapat

celah yang biasa dimanfaatkan untuk memanipulasi takaran itu, semisal

membuatnya lebih kecil untuk mendapat keuntungan yang lebih besar dari


(11)

2

Dalam sebuah perusahaan penggilingan gabah di Desa Dadapmulyo

Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang terdapat peraktik yang memberikan

sebuah jasa penggilingan dengan pembayaran sistem karungan. Adapun

sistem pembayaran yang terjadi tidak sesuai dengan hukum Islam terutama

dalam teori ujrah dimana ujrah sendiri mempunyai arti upah dengan syarat

diantaranya barang harus jelas serta tidak merugikan salah satu pihak

terutama pelanggan. Merugikan pelanggan dalam pandangan peneliti

ketimpangan antara sistemnya mengacu pada kondisi yang ada antara bobot

karung dengan biaya yang harus dibayar, sedangkan dalam hal terminologi

karung sendiri belum jelas beratnya.

Sedangkan di desa yang berbeda adatnya menggunakan sistem

timbangan, bahwa sistem timbangan lebih efektif diantara kedua belah pihak

dan tidak saling merugikan. Sedangkan skripsi ini membahas dengan tinjauan

hukum Islam mengenai sistem pembayaran yang di anggap tidak sesuai dan

bertentangan dengan hukum Islam terutama dalam hal ujrah.

Adapun perjanjian jasa penggilingan gabah di Desa Dadapmulo yaitu

perjanjian yang terlebih dahulu dibuat oleh pengusaha penggiling gabah

dengan sistem karungan. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa di berikan

pada semua pelanggan penggilingan gabah.

Dalam transaksi sistem pembayaran dalam penggilingan gabah di

Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang bahwa tidak ada

kejelasan dalam pembayaran sistem karungan, misalnya pelanggan


(12)

3

sistem karungan dan perkarung itu dihargai Rp 20.000,-. Dalam kasus ini

terdapat permasalahan yaitu jika di penggilingannya lain menggunakan

takaran perklogram, maka tarif pembayaran system karungan memukinkan

banyak terjadinya kerugian pada salah satu pihak, sedangkan di penggilingan

lain harga 1kgnya 250, dan dalam satu karung itu kurang lebih ada 30-50kg

maka seharusnya harga satu karung itu 10000 (dihitung dalam takaran

perkilogram) dalam membayar dengan sistem karungan. Dalam halini harga

gabah pada karung sebelum digiling sebesar Rp 20.000-, perkarung, padahal

kalau menggunakan timbangan harganya tidak sampai atau juga melebihi

harga perkarung.

Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya praktik

tersebut adalah sebagai berikut :1

1. Dalam pengetahuan agama masyarakat desa minim dengan ilmu

pengetahuan dan masih kental dengan tradisi adat dan tidak ada yang bisa

mengubahnya sedikitpun.

2. Desa Dadapmulyo merupakan sebuah desa yang jauh dari keramaian kota

atau desa yang sangat terpencil antara desa dengan jalan raya ditempuh

selama satu jam.

3. Pekerjaan masyarakat atau mata pencahariannya adalah petani dan buruh

tani dimana dalam musim hujan dan kemarau biasanya petani nya

menanam padi dan jagung saja, padi pada musim hujansedangkan jagung

pada musim kemarau.

1


(13)

4

4. Sikap tolong menolong masyarakat desa sangat kental meskipun

masyarakat desa melakukan apapun maka pihak tetangga yang satu dengan

yang lainnya selalu membantunya.

Dari paparan kasus diatas hal tersebut relevan dengan

kententuan-ketentuan teori ujra, ujrah menurut hukum islam yaitu upah harus jelas

dengan bukti dan ciri yang bisa menghilangkan ketidak jelasakan dan

disebutkan besar bentuk upah, upah harus dibayar segera mungkin atau

seseuai waktu yang telah ditentukan dalam akad, barang pengganti upah

yang diberikan tidak cacat, misalnya barang pengganti tersebut adalah nasik

dan lauk pauk, maka tidak boleh diberikan yang sudah basi atau berbau

yang kurang sedap,upah tersebut bisa dimanfaatkan oleh pekerja untuk

memenuhi kebutuhan kehidupanya dan keluarganya.

Muamalah merupakan bagian dari rukun hukum Islam yang mengatur

tentang hubungan antara seseorang dengan orang lain. Contoh hukum Islam

yang termasuk muamalah salah satunya adalah Ijarah (sewa menyewa dan

upah). Upah menurut Hukum Islam ialah ijarah atau ujrah. Ijarah artinya

upah, sewa, jasa atau imbalan.2 Menurut bahasa Ijarah berarti “upah” atau

“ganti” umum yang meliputi upah atas pemanfaatan sesuatu benda atau

imbalan sesuatu kegiatan, atau upah karena melakukan sesuatu aktivitas.3

Dalam arti luas, Ijarah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat

2

M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 227.

3


(14)

5

sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Seperti

dalam Al-Quran surah Az-Zukhruf: 32

  َ   َ   َ   َ  َ   َ  َ  َ   َ  َ   َ  َ  َ  َ   َ   َ   َ   َ   َ  َ  َ  َ  َ   َ   َ   َ  َ   َ  َََ

Artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.4

Para ulama fikih juga mengemukakan Hadis Rasulullah yang berbunyi:

ر سل للااِ يَلعس َلمِاحتجم َأعَطىاْلِحاجمَأجر

ّ َأ

Artinya : “Rasulullah SAW Berbekam, lalu beliau membayar upahnya kepada orang yang membekamnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad Ibnu

Hanbal).5

Ijarah sendiri dibagi menjadi 2 yaitu Ijarah manfaat (Al-ijarah ‘ala>

al-manfa’ah) atau sewa-menyewa murni dan Ijarah yang bersifat pekerjaan

(Al-Ijarah ‘ala> al-a’mal).

Al-Ijarah ‘ala< al-a’ma<l (Ijarah yang bersifat pekerjaan) yaitu;

dengan cara memperkerjakan seseorang untuk melakukan sesuatu. Mu’jir

adalah orang yang mempunyai keahlian, tenaga dan jasa. Kemudian musta’jir

adalah pihak yang membutukan keahlian, tenaga, atau jasa tersebut dengan

imbalan tertentu. Mu’jir mendapatkan upah (ujrah) atas tenaga yang ia

4

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), 491. 5

Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al Islamiy wa Adillatuhu Juz IV (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah,1990), 731.


(15)

6

keluarkan untuk musta’jir dan musta’jir mendapatkan tenaga atau jasa dari

mu’jir.6

Islam menghendaki agar dalam pelaksanaan Ijarah itu senantiasa

diperhatikan ketentuan-ketentuan yang bisa menjamin pelaksanaannya yang

tidak merugikan salah satu pihak pun serta terpelihara pula maksud mulia

yang diinginkan agama, diantaranya di dalam melakukan akad tidak boleh

ada unsur penipuan, baik yang datang dari mu’jir dan musta’jir.7

Islam menawarkan sebuah solusi yang masuk akal mengenai

masalah-masalah yang ada di masyarakat saat ini. Didasarkan pada keadilan dan

kejujuran serta melindungi kepentingan baik majikan maupun pekerja.

Menurut Islam, upah harus ditetapkan dengan cara yang layak, patut tanpa

merugikan kepentingan pihak mana pun, dengan tetap mengingat ajaran Islam

berikut ini:  َ   َ   َ   َ   َ   َ   َ  َ  َ   َ   َ   َ   َ   َ  َ   َ   َ   َ



ََ

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS.An-Nahl: 90)

ا ُطعا

َ

أا

َ

رِج

َأَ

هرج

َ

َل ًق

ََأ

َ

فّجي

َ

رع

َ

هُق

6

M.Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah

(Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 188. 7


(16)

7

Artinya “Dari Abdullah bin ‘Umar, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah: “Berilah upah kepada orang yang kamu pakai tenaganya sebelum keringatnya kering”. (HR. Ibnu Majah)8

Di dalam setiap transaksi muamalah haruslah disertai akad untuk

mengikat kedua belah pihak dalam satu perjanjian atau perserikatan. Akad

adalah suatu perikatan antara ijab dan qabul dengan cara yang dibenarkan

syarak yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada objeknya. Ijab

adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan,

sedangkan qabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya.9 Dari

definisi diatas akad haruslah sesuai dengan keinginan kedua belah pihak dan

tidak boleh mengingkari dari akad yang dibuat oleh kedua pihak tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menggagap bahwa tarif

pembayaran sistem karungan itu ada ketidak sesuai dengan prinsip-prinsip

bermuamalah menurut Islam, yaitu tidak ada kepastian dalam pembayaranya,

cuma memakai penafsiran (sistem karungan). Dari masalah-masalah tersebut

perlu dikaji secara mendalam untuk melihat dari pandangan hukum islam dan

prinsip-prinsip brmuamalah yang menyangkut praktik tarif pembayaran sistem

karungan dalam penggilingan gabah di Desa Dadapmulyo. Oleh karena itu,

penelitian mengangkat judul skripsi “Tinjuan Hukum Islam terhadap Tarif

Pembayaran Sistem Karungan dalam Penggilingan Gabah di Desa

Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupatin Rembang”.

8

Hafid Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Qozwiny Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Juz 2,

(Beirut Lebanon: Darul Fikr, 1990), 817. 9

Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Mualamat (Hukum Perdata Islam) (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2004), 65.


(17)

8

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Menjelaskan kemungkinan-kemungkinan cakupan yang dapat muncul

dalam penelitian dengan melakukan identifikasi dan inventarisasi

sebanyak-banyaknya kemungkinan yang dapat dapat diduga sebagai masalah.10Yaitu:

1. Proses terjadinya praktik pembayaran sistem karungan

2. Rukun dan syarat pembayaran sistem karungan dalam penggilingan gabah

3. Praktik pembayaran sistem karungan dalam penggilingan gabah

4. Hukum Islam terhadap sistem pembayaran dalam penggilingan

gabah di Desa Dadap Mulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang

Agar pokok permasalahan di atas lebih terarah, maka yang perlu dikaji dan

menetapkan batasan-batasan pada:

1. Praktik sistem pembayaran dalam penggilingan gabah di Desa

Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang.

2. Tinjauan Hukum Islam terhadap sistem pembayaran dalam penggilingan

gabah di Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang.

C. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian berdasarkan

paparan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah di atas, maka peneliti

merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

10


(18)

9

1. Bagaiamana pratik sistem pembayaran dalam penggilingan gabah di Desa

Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang?

2. Bagaiman Tinjauan Hukum Islam terhadap sistem pembayaran dalam

penggilingan gabah di Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten

Rembang?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskrepsi ringkas tentang kajian/penelitian yang

sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat

jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan

atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.

Pertama Skripsi yang di tulis oleh Eva Sastri Rahayu dalam skripsinya

Analisis Al-‘Ur f Dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Terhadap Upah

Giling Padi Yang Tidak Berbentuk Uang Di Desa Tanon Kecamatan Papar

Kabupaten Kediri. Kesimpulan bahwa menurut undang-undang, adanya

pengupahan yang tidak berbentuk uang tidak menjadi masalah selama antara

kedua belah pihak merasa saling diuntungkan dan tidak mendatangkan

kerugian.Walaupun dalam hadis Nabi diperintahkan agar membayar sewa

dengan uang, emas dan perak.11

Kedua Skripsi yang ditulis oleh Evy Heni Fitriana dalam skripsinya

pengupahan buruh lepas di pusat penggilingan padi larpuma desa badas

kecamatan badas kabupaten Kediri, tinjauan undang-undang nomor 13 tahun

11Eva Sastri Rahayu,” Analisis

Al-‘Urf Dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Terhadap Upah

Giling Padi Yang Tidak Berbentuk Uang Di Desa Tanon Kecamatan Papar Kabupaten Kediri” (Skiripsi UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).


(19)

10

2003 tentang tenagakerjaan dan hukum islam kesimpulan hasil penelitian

menemukan bahwah di UD lapurma ditemukan beberpa fakta, bahwa jam

kerja yang di tetapkan di UD lapurma tidak sesuai dan tidak ada kepasian.

Berdasarkan undanga-undang tenaga kerjaan praktik perburuhan di UD

larpuma belum sesuai. Hal ini dijelaskan pasal 77 undang-undang tahun 2003

tentang tenagakerjaan yang berisi kesesuian jam kerja.12

Ketiga Skripsi yang ditulis Muhammad Fauzi, dalam skripsinya

Penetapan Upah Jasa Penggilingan Padi Di Desa Sungai Upih kecamatan

Kuala Kampar Kabupaten Pelalawan. Menurut Perspektif Fikih Muamalah,

kesimpulan hasil penelitian menemukan bahwah upah jasa penggilingan padi

di Desa Sungai Upih Kecamatan Kuala Kampar Kabupaten Pelalawan tidak

sesuai dengan pengupahan yang diatur oleh hukum Islam. Dengan demikian

pelaksanaan upah jasa penggilingan padi di Desa Sungai Upih Kecamatan

Kuala Kampar Kabupaten pelalawan ini belum sesuai dengan hukum islam

karena terdapat kecurangan, penyimpangan.13

Adapun fokus kajian di dalam skripsi ini yang berjudul Tinjauan

Hukum Islam Terhadap Sistem pembayaran Dalam Penggilingan Gabah di Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang adalah lebih

fokus pada tarif pembayaran sistem karung dalam penggilingan gabah

menurut Tinjauan Hukum Islam.

12Evy Heni Fitriana,” pengup

ahan buruh lepas di pusat penggilingan padi larpuma desa badas kecamatan badas kabupaten Kediri, tinjauan undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang tenagakerjaan dan hukum Islam”(UIN Malang, Malang, 2016)

13Muhammad Fauzi,”

Penetapan Upah Jasa Penggilingan Padi Di Desa Sungai Upihkecamatan Kuala Kampar Kabupaten Pelalawanditinjau Menurut Perspektif Fiqih Mu’amalah” (Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Riau, 2015)


(20)

11

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penelitian yang di lakukan

ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui praktik sistem pembayaran dalam penggilingan gabah

di Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang.

2. Untuk mengetahui Tinjauan Hukum Islam terhadap sistem pembayaran

dalam penggilingan gabah di Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang

Kabupaten Rembang.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian ini, peneliti berharap dapat bermanfaat dan dapat

bagi peneliti pembaca lain:

Kegunaan secara teoretis, dengan adanya penelitian ini diharapkan

dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya ilmu ekonomi syariah (muamalah) dan digunakan sebagai

landasan bagi penelitian selanjutnya yang sejenis dimasa yang akan datang.

Kegunaan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

solusi dan manfaat bagi:

1. Peneliti

Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir agar dapat

mendapatkan S-1 dan juga harapankan menambah wawasan keilmuan khusus dibidang Hukum Ekonomi Syari’ah.


(21)

12

2. Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada akademisi yaitu

beruupa sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khusus dibidang Hukum Ekonomi Syari’ah.

3. Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapatt memberikan pemahaman yang

lebih mendalam kepada masyarakat dalam melakukan macam kegiatan

ekonomi yan sesuai dengan Syaria Islam.

G. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya

adalah sebagai berikut:

Hukum Islam : Hukum islam yang di maksud penelitian ini

adalah teori ujrah dan prinsip-prinsip muamalah

dalam Islam.

Sistem

Pembayaran

: Tarif/ biaya atas jasa penggilingan gabah in

menggunakan dengan karungangabah.

Penggilingan

Gabah

: Suatu alat atau mesin yang digunakan untuk

memisahkan antara kulit padi dengan isinya


(22)

13

H. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan berorientasi pada pengumpulan data empiris

yaitu lapangan, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah penelitian

kualitatif, karena kualitatif memuat tentang prosedur penelitian yang

menghasilkan deskritif berupa tulisan dari orang-orang atau pelaku yang

diamati.

Adapun metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Data-data yang dikumpulkan

a. Data primer

Data primer adalah data utama yang di dihasilkan setentang ; (1) pratik

tarif pembayaran sistem dalam karungan penggilingan gabah diDesa

Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupatin Rembang; (2) hukum islam,

yang berkaitan dengan konsep ujrah dan prinsip-prinsip bermuamalah

dalam Islam.

b. Data Sekunder

Data Sekunder Yaitu data pelengkap yang diambil dari berbagai tulisan

buku, dokomen yang ada dan berhubungan dengan penelitian ini.


(23)

14

Sumber data dalam penelitian ini agar bisa mendapatkan data yang

akurat terkait praktik pembayaran sistem karungan dalam penggilingan

gabah di Desa Dadapmulyo meliputi primer dan sekunder, yaitu:

a. Sumber Primer

Sumber primer adalah sumber pertama dimana sebuah data dihasilkan,

yaitu sumber yang terkait secara langsung.14

Sumber data primer dalam

penelitian ini adalah sumber yang berkaitan langsung dengan objek yang

dikaji yaitu tentang pratik sistem pembayaran karungan dalam

penggilingan gabah di Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupatin

Rembang berupa: Pemilik penggiling gabah di Desa Dadapmulyo

Kecamatan Sarang Kabupatin Rembang, dan Pelanggan penggiling gabah

di Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupatin Rembang, dan buku

hendi suhendi.

b. Sumber sekunder

Yaitu diambil dari bahan dan dokumen yang ada dan berhubungan

dengan penelitian ini, antara lain:

1) Abdul Aziz muhammad Azzam, Fiqh muamalah (sistem transaksi

dalam fiqh islam), 2010

2) Hendi Suhendi, Fiqh muamalah, 1998

3) Wahbah Az-zuhaili, Fiqh muamalah, 1990

4) Naroen Haroen, Fiqh muamalah, 2000

5) Rahmad Syafie, Fiqh muamalah, 2001

14


(24)

15

6) Sulaiman Rajid, Fiqh muamalah, 2001

7) Ahmad Azhar Basyid, Fiqh muamalah, 2005.15

3. Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data antara lain:

a. Observasi

Observasi adalah kegiatan memperhatikan secara akurat,

mempercatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan

antar aspek dalam fenomena tersebut.16 Dalam hal ini peniliti akan

langsung meneliti ke lapangan di Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang

Kabupaten Rembang untuk mendapatkan data yang akurat.

b. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dimana pewawancara

(peneliti atau yang diberi tugas melakukan pengumpulan data), dalam

mengumpulkan data mengajukan suatu pertanyaan kepada yang

diwawancarai yakni pihak pemilik penggilingan gabah dan konsumennya

yang berjumlah 7 0rang yaitu 1 orang dari pihak pemilik penggilingan

gabah dan 6 orang dari pihak pelanggan atau konsumen.. Wawancara

digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin

melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus

diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden

yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil.17 Dalam

15

Ibid., 16

Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), 222 17


(25)

16

penelitian ini penulis mewancarai para pemilik penggilingan gabah dan

pelanggan menggilingkan gabah.

c. Pustaka

Pustaka adalah metode pengumpulan data dengan cara membaca dan mutola’ah, buku-buku dan litaratur-litaratur, tekni ini digunakan untuk memperoleh data tentang Hukum Islam.

4. Teknik pengolahan data

a. Editing, memeriksa kelengkapan, dan kesesuaian data. Teknik ini ini

digunakan untuk meneliti kembali data-data yang telah diperoleh.

b. Organizing, menyusun data yang telah diperoleh untuk dijadikan

karangan paparan yang telah direncanakan sebelumnya untuk

memperoleh bukti-bukti secara jelas tentang pratik sistem pembayaran

dalam penggilingan gabah di Desa Dadap Mulyo Kecamatan Sarang

Kabupatin Rembang.

c. Analizing, yaitu dengan memberikan analisi lanjutan terhadap hasil

Editing dan Organizing data yang diperoleh dab sumber-sumber

penelitian, dengan menggunakan teori dan dahlil-dahlil lainya, sehingga

diperoleh kesimpulan.

5. Teknik analisis data

Teknik analisa ini menggunakan teknik deskriftif analisis dengan

polapikir dekduktif

a. Deskritif analisis adalah cara analisis data dengan cara


(26)

17

praktek pembayaran system karungan dalam penggilingan gabah

kemudian di analisi dengan teori ujrah dan prinsip-prinsip

bermuamalah dalam Islam.

b. Pola pikir dekduktif adalah Pola pikir yang merangkap dari variabel

bersifat umum dalam hal ini teori ujrah dan prinsip-prinsip

bermuamalah dalam Islam. kemudian diaplikasikan kepada variabel

bersifat khusus, dalam hal ini praktik pembayaran penggilingan gabah.

I. Sistematika Penulisan

Sistem pembahasan ini bertujuan agar penyusun penelitian terarah

sesuai dengan bidang kajian untuk mempermudah pembahasan, dalam

penelitian ini terbagi atas lima bab, dari kelima bab tersebut terdiri dari subbab,

dimana antara satu dengan yang lain saling berkaitan sebagai pembahasan yang

utuh, adapun sistematika pembahasan adalah sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang,

identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,

tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode

penelitian, dan sestematika pembahasan.

Bab kedua, Tinjauan umum tentang teori ujrah yang meliputi: pengertian

upah, dasar hukum upah, rukun dan syarat uapah, macam-macam dan jenisnya,


(27)

18

Bab ketiga, membahas tentang pratek sistem pembayaran, meliputi

diskripsi lokasi penelitian yaitu di Desa Dadapmulyo. Praktik sistem

pembayaran dalam penggilingan gabah di Desa Dadapmulyo Kecamatan

Sarang Kabupaten Rembang.

Bab keempat, analisis dalam penelitian, bab ini memuat tentang tinjauan

hukum Islam terhadap sistem pembayaran dalam penggilingan gabah di Desa

Dadap Mulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang.

Bab kelima, penutupan yang berisikan tentang kesimpulan yang menjawab

rumusan masalah dan saran-saran. Selain itu dilengkapi dengan daftar pustaka


(28)

BAB II

KONSEP UPAH DALAM ISLAM

A. Pengertian Upah

Upah dalam bahasa arab disebut al-ujrah.1 Ijarah diambil dari kata“

al-ajr”, yang artinya ialah al-iwadh (imbalan), dari pengertian ini pahala (twasab) dinamakan “ajr” (upah atau pahala).2 Sedangkan secara istilah Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) suatu barang atau jasa

dalam waktu tertentu dengan adanya pembayaran upah (ujrah), tanpadiikuti

dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.3

Sedangkan menurut Sudarsono dalam bukunya “pokok-pokok hukum

Islam”, Ijarah adalah perjanjian atau perikatan mengenai pemakaian dan

pemungutan hasil dari manusia, benda atau binatang.4

Menurut istilah para ulama’ berbeda-beda dalam mendefinisikan Ijarah, antara lain sebagai berikut:

1. Menurut Ash-Syafi’iyah, Ijarah ialah:

دْقع

َ

ديِفي

َ

كيِل ت

َ

ةعَف م

َ

ةم ُلعم

َ

ر ْقم

َِم

َ

عِبِريِجأتسِ ْلاِيعْلا

1

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 9. 2

Sayyid sabiq, Fiqh As-Sunnah Juz 3, (Dar Al-Fikr, Beirut: cet III, 1981), 198. 3

Abdur Rahman Al-Jaziry, Kitab Al-Fiqh Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah (Beirut: Darul Kutub,

2006), 74. 4


(29)

20

akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu

danmubah serta menerima-menerima pengganti atau kebolehan

denganpengganti tertentu”.

2. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie, Ijarah ialah:

دْقع

َ

ٌةع ض م

َ

ِةَل ا ْلا

َ

َلع

َ

ِةغَف م

َ

ِء شلا

َ

ِد ِب

َ

دحم

ََا

َ

ا ُكيِل ت

َ

ا ِعِب

َ

ِ َف

َ

ُغيب

َ

عِفا َما

“akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu,yaitu

pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat”.5

3. Menurut Idris Ahmad, upah artinya mengambil manfaat tenaga orang lain

dengan jalan memberi ganti menurut syarat-syarat tertentu.6

Berdasarkan definisi-definisi diatas, kira dapat dipahami bahwa Ijarah

adalah menukarkan sesuatu dengan adanya imbalan. Jika diterjemahkan

dalam bahasa Indonesia berarti sewa-menyewa dan upah mengupah.

Sewa-menyewa adalah menjual manfaat dan upah-mengupah adalah menjual tenaga

atau kekuatan.

Dalam istilah hukum Islam orang yang menyewakan atau orang yang mempunyai tenaga disebut dengan “mu’ajir”, sedangkan orang yang

menyewa atau orang yang membutuhkan tenaga disebut dengan“musta’jir”,

benda yang disewakan atau tenaga di istilahkan dengan “ma’jur” dan uang

5

Sahori Sahrani, Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 168. 6


(30)

21

sewa atau imbalan atas pemakaian manfaat barangatau tenaga tersebut disebut dengan “upah atau ujrah”.

Dalam konsep sederhana, akad Ijarah adalah akad sewa sebagimana

yang telah terjadi di masyarakat pada umumnya. Hal yang harus diperhatikan

dalam akad Ijarah ini adalah bahwa pembayaran oleh penyewa merupakan

imbal balik dari manfaat yang telah ia nikmati Maka yang terjadi objek dalam

akad Ijarah adalah manfaat itu sendiri, bukan bendanya. Benda bukanlah

objek dari akad ini, meskipun akad Ijarah kadang-kadang menganggap benda

sebagai objek dan sumber manfaat. Dalam akad Ijarah tidak selamanya

manfaat diperoleh darisebuah benda, akan tetapi juga bisa berasal dari tenaga

manusia.

Ijarah dalam pengertian ini bisa disamakan dengan upah-mengupah

dalam masyarakat.7 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) upah

didefinisikan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga kerja yang

sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.8

Menurut Edwin B. Flippo dalam karya tulisnya yang berjudul “priciples

of personal management” yang dimaksud upah ialah harga untuk jasa yang telah diterima atau diberikan oleh orang lain bagi kepentingan seseorang atau

badan hukum.9

7

M.Yazid Afandi, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 179. 8

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Balai Pustaka, 2003), 1250.

9

G.Kartasa poetra, Hukum Perburuhan di Indonesia berlandaskan Pancasila (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), 93.


(31)

22

Sedangkan upah dalam arti yuridis merupakan balas jasa yang

merupakan pengeluaran-pengeluaran pihak pengusaha, yang diberikan kepada

para pekerjanya atas penyerahan jasa-jasanya dalam waktu tertentu kepada

pihak pengusaha.10

Definisi di atas pada dasarnya memiliki makna yang sama, yaitu timbal

balik dari pengusaha kepada karyawan. Sehingga dari pengertian tersebut

dapat disimpulkan menjadi hak yang harus diterima oleh tenaga kerja sebagai

bentuk imbalan atas pekerjaan mereka yang didasarkan atas perjanjian,

kesepakatan atau undang-undang, dan ruang lingkupnya mencakup pada

kesejahteraan keluarganya.

Pengertian lain juga dapat kita lihat pada pernyataan Dewan Perupahan

Nasional yang juga mendefinisikan upah suatu penerimaan sebagai imbalan

dari pemberi kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang

telah dan akan dilakukan, yang berfungsi sebagai jaminan kelangsungan

kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai

dalam bentuk uang yang telah ditetapkan menurut suatu persetujuan,

Undang-Undang dan peraturan-peraturandan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian

kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.11

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan definisi upah secara umum

yaitu hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

imbalan dari pemilik modal (pengusaha) kepada pekerja (buruh) atas

10 Ibid. 11

Ahmad S. Ruky, Manajemen Penggajian dan Pengupahan Karyawan Perusahaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), 7.


(32)

23

pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, sesuai perjanjian kerja,

kesepakatan-kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, yang di

dalamnya meliputi upah pokok dan tunjangan yang berfungsi sebagai jaminan

kelangsungan hidup dan kelayakan bagi kemanusiaan.

B. DASAR HUKUM UPAH

1. Ayat Al-Qur’an Tentang Ijarah

Ijarah sangat dianjurkan dalam Islam karena mengandung unsur tolong

menolong dalam kebaikan antar sesama manusia. Ijarah disahkan syariat

berdasarkan al-Qur’an, sunnah, dan ijma’.Dalam al-Qur’an, ketentuan

tentangupah dari jasa tidak tercantum secara terperinci. Namun pemahaman

upah darijasa dicantumkan dalam bentuk pemaknaan tersirat, seperti firman

Allah SWT dalam surat al Baqarah ayat 233 yaitu:

 َ   َ   َ   َ   َ   َ  َ   َ   َ  َ   َ   َ  َ  َ   َ  َ   َ   َ   َ  َ   َ   َ   َ   َ  َ  َ   َ   َ   َ  َ   َ   َ  َ  َ  َ  َ   َ   َ   َ  َ   َ  َ   َ  َ   َ  َ   َ   َ   َ  َ  َ   َ   َ  َ   َ  َ   َ   َ  َ  َ  َ   َ  َ   َ  َ   َ   َ   َ   َ   َ  َ   َ   َ  َََ

Artinya :“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang


(33)

24

ayah karena anaknya,dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jikakamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak adadosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yangpatut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(Al-Baqarah:233).12

Ayat tersebut menerangkan bahwa setelah seseorang mempekerjakan

orang lain hendaknya memberikan upahnya. Dalam hal ini menyusui adalah

pengambilan manfaat dari orang yang dipekerjakan yaitu jasa dari diri

seorang ibu yang menghasilkan air susu lalu kewajiban ayah memberi makan

dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Hal itu termakna dari

satu kata yaitu al-maulud yang artinya “orang tua laki-laki”.13 Maksudnya

untuk menjelaskan bahwa anak (bayi) tersebut adalah milik ayahnya. Kepada

ayahnyalah ia dinasabkan dan dengan nama ayah pula disebut, Sedangkan

ibunya berfungsi sebagai gudangnya anak-anak.14

Serta dalam firman Allah SWT tentang upah jasa yaitu dalam surat

al-Kahfi ayat 77:

 َ   َ   َ   َ   َ   َ   َ  َ   َ  َ  َ  َ  َ  َ   َ  َ   َ  َ  َ   َ   َ   َ   َ   َ  َ 

Artinya: “Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh,

12

Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnnya, (Semarang: CV Toha Putra,1996), 29. 13

Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi Juz I, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1992), 317

14 Ibid.


(34)

25

maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: ‘Jikalau kamu mau,

niscaya kamu mengambil upah untuk itu”15

Dalam arti kata yaitu “qaa la lausyi’ta lattakhodzta ngalaiyhi ajjran”

yang artinya: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu” maksudnya Musa mengatakan seperti itu untuk memberikan dorongan kepada

Khidir agar mengambil upah dari perbuatannya itu, untuk dinafkahkan dalam

membeli makanan, minuman dan kepentingan hidup lainnya. Dalam hal ini

Khidir mendapatkan upah yang dari jasa yang dia lakukan setelah dia

menegakkan dinding itu yang terlihat dari arti kata yaitu: “fawa jadaa

fihaajidaa rayyuridu ayyan’qadda fa aqaa mahuu” yang artinya: “kemudian

keduanya mendapatkan didalam negeri itu sebuah dinding yang miring dan

hampir roboh. Lalu Khidir mengusapnya dengan tangannya, sehingga dinding

itu kembali tegak lurus. Maka hal ini menjadi salah satu mu’jizatnya.16 Dalam

surat az-Zukhruf ayat 32 juga diterangkan tentang upah jasa yaitu :

 َ   َ   َ   َ  َ   َ  َ  َ   َ  َ   َ  َ  َ  َ   َ   َ   َ   َ   َ  َ  َ  َ  َ   َ   َ   َ  َ   َ  َََ

Artinya :“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”17

Lafadz “sukhriyyan” yang terdapat dalam ayat diatas bermakna “saling menggunakan”. Menurut Ibnu Katsir, lafadz ini diartikan dengan “supaya

15

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnnya, 241. 16

Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi Juz XVI, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1993), 5.

17


(35)

26

kalian bisa saling mempergunakan satu sama lain dalam hal pekerjaan atau

yang lain, karena diantara kalian saling membutuhkan satu sama lain”. Artinya, terkadang manusia membutuhkan sesuatu yang berada dalam

kepemilikan orang lain, dengan demikian, orang tersebut bisa

mempergunakan sesuatu itu dengan cara melakukan transaksi, salah satunya

dengan akad ijarah atau sewa-menyewa.18 Firman Allah s.w.t dalam surat

ath-Thalaq ayat 6 menerangkan tentang bermusyawarah dalam

melaksanakan upah jasa:

  َ   َ   َ  َ  َ   َ   َ   َ   َ   َ  َ  َ   َ   َ   َ   َ   َ   َ   َ   َ  َ   َ   َ  َ   َ   َ  َ   َ  َ   َ  َ  َ   َ   َ   َ   َ  َََ َ

Artinya :“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka

perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”19

Dalam penafsiran kata sulitnya yaitu :“wa’tamiruu bainakum

bima’ruufin” Artinya bermusyawarahlah kalian wahai para bapak dan para ibu dalam urusan anak-anak, dengan apa yan lebih baik bagi anak-anak itu

dalam urusan anak-anak. Dengan apa yang lebih baik bagi anak-anak itu

dalam urusan kesehatan, moral dan peradaban. Janganlah kalian menjadikan

18

Dimyauddin Djuwaini, PengantarFiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010),154. 19


(36)

27

harta benda sebagai penghalang untuk kebaikan anak-anak. Janganlah para

bapak mendapatkan kesulitan dalam hal upah-dan nafkah-nafkah lainnya.

Dan jangan pula para ibu menyusahkan dan menyempitkan para bapak,

karena anak-anak itu belahan hati para orang tua.20 Maksudnya dalam ijarah

tersebut harus ada musyawarah supaya adanya kesepakatan seperti perjanjian

supayasetiap pihak tidak saling menyusahkan atau merugikan.

Lalu dalam surat al-Qashash ayat 26 yang menerangkan tentang upah

jasa bahwa:

 َ  َ   َ   َ  َ   َ   َ   َ   َ   َ   َ  َََ

Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku

ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah

orang yang kuat lagi dapat dipercaya."21

Ayat ini berkisah tentang perjalanan nabi Musa as bertemu dengan

kedua putri nabi Ishaq, salah seorang putrinya meminta nabi Musa as untuk

disewa tenaganya guna menggembala domba. Kemudian nabi Ishaq

asbertanya tentang alasan permintaan putrinya tersebut. Putri nabi Ishaq

mengatakan bahwa nabi Musa as mampu mengangkat batu yang hanya bias diangkat oleh sepuluh orang, dan mengatakan “karena Sesungguhnya orangyang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah

20

Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi Juz XXVIII, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1993), 237-238.

21


(37)

28

orang yangkuat lagi dapat dipercaya”. Cerita ini menggambarkan proses

penyewaan jasa seseorang dan bagaimana pembayaran upah itu dilakukan.22

Tidak diragukan lagi, perkataan wanita itu termasuk perkataan yang

padat dan mengandung hikmah yang sempurna. Sebab manakala kedua sifat

ini yaitu keterpercayaan dan kemampuan yang terdapat pada seseorang yang

mengerjakan suatu perkara, Maka ia akan mendatangkan keuntungan

keberhasilan.23 Begitu pula dengan hal ijarah dimana seseorang yang ingin

memperkerjakan orang untuk dimanfaatkan jasanya harus adanya

kepercayaan terhadap kemampuan orang yang bekerja supaya apa yang

diharapkan oleh pemberi upah nantinya akan merasakan manfaatnya.

2. Ijarah dalam Sunnah Rasulullah

Landasan sunnahnya tentang waktu pemberian upah jasa dapat dilihat

pada sebuah hadits Rasulullah s.a.w yaitu:

ر

ِض

َ

ها

َ

ا ع

َ

َ اَق

َ

سر

َ

ها

َ

لص

َ

ها

َ

هيلع

َ

َ

لس

َ

ا ُطعَا

َ

ريِجضأا

َ

هرجَا

َ

َل َق

َ

ْ أ

َ

فجي

َ

هَفرع

َ

َُ

ها ر

َبإ

َ

هجم

َ

Artinya : Diriwayatkan dari Umar ra. bahwasanya Rasulullahsaw bersabda, “berilah pekerja upahnya sebelum keringatnya mengering”.24

(H.R. Ibnu Majah)

Lalu disebutkan pula landasan sunnahnya tentang jumlah upah jasa yang harus di berikan dapat dilihat pada sebuah hadits Rasulullah s.a.w yaitu:

22

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah,155-156. 23

Ahmad Mustafa al Maragi, Tafsir al-Maragi Juz XX, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1993),93.

24

Muhammad Nashiruddin al-Albani, Shahih Sunan Ibnu Majah, Alih Bahasa, Ahmad Taufiq Abdurrahman, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006),194.


(38)

29

ع

َ

يأ

َ

ديِعس

َ

ِردُقلا

َ

َ:

ع

َ

ي

َم

َ

رجأتسإ

َ

ريِجأ

َ

سيْلَف

َهَل

َ

هترجَأ

Artinya: “Dari abi sa’id, al khudri, ra., ia berkata: “bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda: “barang siapa yang memperkerjakan seorang buruh,,

hendaklah ia menyebutkan tentang jumlah upahnya. ”(Hadits diriwayatkan

oleh Imam Abdul Razaq).25

Dalam melakukan pengupahan suatu pekerjaan diharuskan bahwasanya

pekerjaan itu bermanfaat bagi orang yang menyewakan dalam hal ini manfaat

tersebut harus jelas dan tidak menyimpang dari rukun dan syarat sahnya

ijarah, sehingga tidak terjadi perselisihan di belakang hari. Jika manfaatnya

tidak jelas maka akad itu tidak sah.26 Berikut adalah kaidah fiqhnya:

َا

ا ِلص تل

دسْف ىَلِاةحَل م

Artinya: “Melaksanakan suatu pekerjaan yang semula mengandung

kemaslahatan menuju pada suatu kerusakan (kemafsadatan).27

ُدعْلَا

َ

ة َكحم

Artinya : Adat kebiasan itu bisa dijadikan hukum

Karena menurut pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad Ibnu Hambal

bahwa suatu perbuatan yang diduga akan membawa pada kemafsadatan bias

dijadikan dasar untuk melarang suatu perbuatan, seperti, berdasarkan kaidah

fiqh berikut:

اَلَ

بست

َ

يِ َلا

َ

َ عدي

َِم

َ

َِ

ها

َ

بسي

َ

ضها

َ

دع

َ

ري ِب

25

Moh.Machfuddin Aladip, Terjemahan Bulughul Maram Karya Besar al Hafizh Ibn Hajar al-As Qalani, (Semarang: PT. Karya Toha Putra),460.

26

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),232.

27Rachmat Syafe’i,


(39)

30

Artinya: Menolak segala bentuk kemafsadatan lebih didahulukan dari

pada mengambil kemaslahatan.”28

Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanafiyah, dalam suatu transaksi, yangdilihat adalah akad yang disepakati oleh orang yang bertransaksi

tersebutdianggap sah.Adapun masalah niat diserahkan kepada Allah SWT.

Menurut mereka, selama tidak ada indikasi-indikasi yang menunjukkan niat

dari perilaku maka berlaku kaidah

ر تعُما

َ

ي

َ

ِرِع َأ

َ

ها

َ

يعَما

َ

َ

ر تعُما

َ

ي

َ

ِر مُأ

َ

ِا ِعلا

َ

سضإا

َ

َ

ُظْفلا

Artinya: “Patokan dasar dalam hal-hal yang berkaitan dengan hak Allah

adalah niat, sedangkan yang berkaitan dengan hak-hak hamba adalah lafalnya.”29

Akan tetapi, jika tujuan orang yang berakad dapat ditangkap dari

beberapa indikator yang ada, maka berlaku kaidah:

ِ ا َمْا ِظاَفْلضأْاِباَلىِاعَمْا ِدِصاَقمْااِبِ قعلْاىفِر ِعْلَا

Artinya: Yang menjadi patokan dasar dalam perikatan-perikatan

adalah niat dan makna, bukan lafadzh dan bentuk formal (ucapan).”30

Sedangkan menurut ulama Malikiyah dan Hanabiah, yang menjadi

ukuran adalah niat dan tujuan. Apabila suatu perbuatan sesuai dengan niatnya

maka sah. Namun, apabila tidak sesuai dengan tujuan semestinya, tetapi tidak

ada indikasi yang menunjukan bahwa niatnya sesuai dengan tujuan tersebut,

maka akadnya tetap dianggap sah, tetapi ada perhitungan antara Allah dan

pelaku, karena yang paling mengetahui niat seseorang hanyalah Allah saja.

28

Ibid. 29

.Ibid, 138. 30


(40)

31

Apabila ada indikator yang menunjukkan niatnya, dan niat itu tidak

bertentangan dengan tujuan syara’, maka akadnya sah. Namun apabila

niatnya bertentangan dengan syara’, maka perbuatannya dianggap fasid (rusak), namun tidak ada efek hukumnya, tetapi jika upah jasa pengobatan

tradisional tersebut ada suatu kejanggalan dari pandangan syara’ terutama

dalam hal ijarah maka kaidah fiqihnya yaitu:

ا

ررضل

ي

ُ ا

Artinya: “Kemudharatan harus dihilangkan.31

C. RUKUN DAN SYARAT UPAH

1. Rukun Akad Upah

Menurut Sayyid Sabiq rukun ijarah menjadi sah dengan ijab Kabul lafaz

sewa dan yang berhubungan dengannya, serta lafaz (ungkapan) apa saja yang

dapat menunjukkan hal tersebut. Sedangkan menurut Hanafiah, rukun Ijarah

hanya satu, yaitu ijab dan qobul, yaitu pernyataan dari orang yang menyewa

dan yang menyewakan. Sedangkan menurut jumhur Ulama, rukun ijarah itu

ada empat, yaitu:32

a. ‘Aqid, yaitu mu’ajir (orang yang menyewakan) dan musta’jir

(orangyang menyewa)

b. Shighat, yaitu ijab dan qabul,

31

Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah Yang Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media group, 2006),67

32


(41)

32

c. Ujrah, pemberian upah yaitu jasa yang diberikan sebagai imbalan

manfaat.

d. Manfaat, baik manfaat dari suatu barang yang disewa atau jasa

dantenaga orang yangbekerja.

2. Syarat Sah Upah

Seperti halnya dalam akad jual beli, syarat-syarat ijarah juga terdiri atas

empat jenispersyaratan, yaitu :33

a. Syarat terjadinya akad (syarat in’iqah )

b. Syarat nafadzh (berlangsungnya akad)

c. Syarat sahnya ijarah, dan

d. Syarat mengikatnya akad ( syarat luzum )

Berikut akan penulis jabarkan syarat sahnya ijarah yaitu :

a. Syarat terjadinya akad (syarat in’iqah )

Syarat terjadinya akad (syarat in’iqah ) berkaitan dengan „aqid, akad,

dan objek akad.34 Syarat yang berkaitan dengan „aqid adalah berakal, dan

mumayyiz (minimal 7 tahun) serta tidak disyaratkan harus baligh menurut

Hanafiyah.Akan tetapi, jika bukan barang miliknya sendiri, akad ijarah

anak mumayyiz, dipandang sah bila diizinkan walinya.35

Untuk kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan

berkemampuan, yaitu kedua-duanya berakal dan dapat membedakan. Jika

salah seorang yang berakad itu gila atau anak kecil yang belum dapat

33

Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, 321. 34

Ibid, 35


(42)

33

membedakan, maka akad menjadi tidak sah. Dan sekalipun dapat

membedakan tetap tidak sah menururt Imam as-syafi’i dan Hambali.36

b. Syarat nafadzh (berlangsungnya akad)

Untuk kelangsungan (nafadz) akad ijarah disyaratkan terpenuhinya

hak milik atau wilayah (kekuasaan).37 Dengan demikianijarah al-fudhul

(ijarah yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan atau

tidak diizinkan oleh pemiliknya) tidak dapat menjadikan adanya ijarah.38

Namun menurut Hanafiah dan Malikiyah statusnya mauquf

(ditangguhkan) menunggu persetujuan dari sipemilik barang.39

c. Syarat sahnya ijarah

Untuk sahnya ijarah harus dipenuhi beberapa syarat yang berkaitan

dengan „aqid (pelaku), ma’qud „alaih (objek), ujrah (upah) dan akadnya

sendiri.syarat-syarat tersebut sebagai berikut:

1. Persetujuan kedua belah pihak, mereka menyatakan kerelaannya

untuk melakukan akad ijarah. Apabila salah seorang diantaranya merasa

terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah.40

2. Objek akad (ma’qud „alaih) yaitu manfaat harus jelas, dan boleh

dimanfaatkan menurut pandangan syara’41

sehingga tidak menimbulkan

perselisihan. Apabila objek akad (manfaat) tidak jelas, sehingga

36

Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah Juz 3, 11. 37

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat,322. 38

Rachmat Syafei, Ilmu Ushul Fiqh,126. 39

Ahamad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat,322. 40

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007),232. 41


(43)

34

menimbulkan perselisihan, maka ijarah tidak sah, karena dengan

demikian, manfaat tersebut tidak bisa diserahkan, dan tujuan akad tidak

tercapai.42

3. Objek manfaat, penjelasan objek manfaat bisa dengan mengetahui

benda yang disewakan. Apabila seseorang mengatakan: “saya sewakan kepadamu salah satu dari dua rumah ini”, maka akad ijarah tidak sah, karena rumah mana yang disewakan belum jelas. Dan dalam

syarat upah harus diketahui ini berdasarkan kepada hadis nabi

Muhammad S.A.W yaitu :

ا َثدح

َبإ

َ

اط

َ

َع

َ

هيِبا

َع

َ

ِ بإ

َع

َ

ضر

َ

ها

َ

ا ع

َ

َ اَق

َ

جتحِا

َ

ِ لا

َ

ا ُطعأ

َ

ِحا

ج

ا

َ

هرجأ

ُ

ها ر

َ

را لا

ََ

Artinya:“hadist dari ibnu thawus dari ayahnya dari ibnu Abbas r.a dia berkata bahwa Nabi Saw pernah mengupah seorang tukang bekam kemudiam membayar upanya”. (H.R.Bukhari)43

d. Syarat Mengikatnya Akad (Syarat Luzum)

1. Ma’qud „alaih (jasa) terhindar dari cacat. Jika terdapat cacat pada

ma’qud „alaih (jasa) penyewa boleh memilih antara meneruskan dengan

membayar penuh atau membatalkannya.44

2. Tidak ada udzur (alasan) yang dapat membatalkan akad ijarah.

Misalnya udzur pada salah seorang yang melakukan akad, atau pada

sesuatu yang disewakan. Apabila terdapat udzur, baik pada pelaku maupun

42

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat,323. 43

Moh. Machfuddin Aladip, Terjemahan Bulughul Maram Karya Besar al Hafizh IbnHajar al-As Qalani,460.

44


(44)

35

ma’qud „alaih, maka pelaku berhak membatalkan akad. Ini menurut hanafiah. Akan tetapi, menurut jumhur ulama, akad akad ijarah tidak batal

karena adanya udzur, selama objek akad yaitu manfaat tidak hilang sama

sekali.45 Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa ijarah batal karena adanya

uzur yang dimaksud sesuatu yang baru yang menyebabkan kemadaratan

bagi yang akad. Uzur dikategorikan menjadi tiga macam :46

a. Uzur dari pihak penyewa, seperti berpindah-pindah dalam

memperkerjakan sesuatu sehingga tidak menghasilkan sesuatu atau

pekerjaan menjadi sia-sia.

b. Uzur dari pihak yang disewa, seperti barang yang disewakan harus

dijual untuk membayar utang dan tidak jalan lain, kecuali

menjualnya.

c. Uzur pada barang yang disewa, seperti menyewa kamar mandi, tetapi

menyebabkan penduduk dan semua penyewa harus pindah.47

Al-Ijarah baru dianggap sah apabila telah memenuhi syaratnya,

sebagaimana yang berlaku secara umum dalam transaksi lainnya. Adapun

syarat-syarat akad Ijarah adalah sebagi berikut:

1. Syarat terjadinya akad

Syarat in’iqad (terjadinya akad) berkaitan dengan „aqid, akad, dan

objek akad.Syarat yang berkaitan dengan „aqid adalah berakal dan

mumayyiz menurut Hanafiah, dan baligh menurut Syafi’iyah dan

45

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat,327. 46

Rachmat Syafei, Ilmu Ushul Fiqh, 131. 47


(45)

36

Hanabilah. Dengan demikian, akad Ijarah tidak sah apabila pelakunya

(mu’ajir dan musta’jir) gila atau masih dibawah umur.

Ulama malikiyah berpendapat bahwa tamyiz adalah syarat Ijarah dan

jual beli, sedangkan baligh adalah syarat untuk kelangsungan (nafadz).

Dengan demikian, akad anak menyewakan dirinya (sebagai tenaga kerja)

atau barang yang dimilikinya, maka hukum akadnya sah, tetapi untuk

kelangsungannya menunggu izin walinya.48

2. Syarat kelangsungan akad (Nafadz)

Untuk kelangsungan (nafadz) akad Ijarah disyaratkan terpenuhinya hak milik atau wilayah (kekuasaan).Apabila sipelaku (‘aqid) tidak mempunyai hak kepemilikan atau kekuasaan (wilayah), seperti akad yang

dilakukan oleh fudhuli, maka akadnya tidak bisa dilangsungkan, dan

menurut Hanafiah dan Malikiyah statusnya mauquf (ditangguhkan) menunggu persetujuan si pemilik barang.Akan tetapi, menurut Syafi’iyah

dan Hanabilah hukumnya batal, seperti halnya jual beli.49

3. Syarat Sahnya Ijarah

Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk

melakukan akad Ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa

48

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: AMZAH, 2010), 321. 49


(46)

37

melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah.50 yakni berdasarkan firman

Allah:   َ   َ   َ   َ   َ  َ  َ   َ   َ  َ   َ   َ  َ   َ   َ  َ   َ   َ   َ  َ   َ   َ   َ   َ  َ  َ ََ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisa: 29)

D. MACAM-MACAM UPAH

Dilihat dari segi objeknya, akad Ijarah dibagi dua macam , yaitu: yang

bersifat manfaat dan yang bersifat pekerjaan (jasa). Ijarah yang bersifat

manfaat, seperti sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, dan pakaian. Ijarah

yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk

melakukan suatu pekerjaan. Ijarah seperti ini diperbolehkan seperti buruh

bangunan, tukang jahit, tukang sepatu yaitu Ijarah yang bersifat kelompok

(serikat). Ijarah yang bersifat pribadi juga diperbolehkan seperti menggaji

pembantu rumah, tukang kebun, dan satpam.51

Sedangkan Ijarah „ala al-a’mal terbagi menjadi dua yaitu:

1. Ijarah khusus, yaitu orang yang bekerja pada satu orang untuk masa

tertentu. Dalah hal ini ia tidak boleh bekerja untuk orang lain selain orang

50

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah XIII (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 19. 51

M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam(Fiqh Muamalat) (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), 236.


(47)

38

yang telah mempekerjakannya. Contohnya seseorang yang bekerja

sebagai pembantu rumah tangga pada orang tertentu.

2. Ijarah musytarak, yaitu orang yang bekerja untuk lebih dari satu orang,

sehingga mereka bersekutu di dalam memanfaatkan tenaganya.

Contohnya tukang jahit, notaris dan pengacara. Hukumnya adalah ia (ajir

musytarak) boleh bekerja untuk semua orang, dan orang yang menyewa

tenaganya tidak boleh melarangnya bekerja kepada orang lain. Ia (ajir

musytarak) tidak berhak atas upah kecuali dengan bekerja.52

E.BATAL DAN BERAKHIRNYA UPAH

Ijarah adalah jenis akad lazim, yang salah satu pihak yang berakad tidak

memiliki hak fasakh (batal), karena ia merupakan akad pertukaran. Kecuali jika

diketahui hal yang mewajibkan fasakh. Ijarah tidak menjadi fasakh dengan

matinya salah satu yang berakad sedangkan yang diakadkan selamat. Pewaris memegang peranan warisan, apakah ia sebagai mu’ajir atau musta’jir.

Adapun hal-hal yang menjadi Ijarahnya fasakh (batal) sebagai berikut:53

1. Terjadinya aib pada barang sewaan. Maksudnya bahwa pada barang yang

menjadi obyek perjanjian sewa menyewa terdapat kerusakan ketika sedang

berada di tangan pihak penyewa, yang mana kerusakan itu adalah

diakibatkan kelalaian pihak penyewa sendiri.

52

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: AMZAH, 2010), 333. 53

Chairuman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), 58.


(48)

39

2. Rusaknya barang yang disewakan. Maksudnya barang yang menjadi

obyek perjanjian sewa-menyewa mengalami kerusakan atau musnah

sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai dengan apa yang

diperjanjikan, misalnya yang menjadi obyek sewa menyewa adalah rumah,

kemudian rumah tersebutterbakar atau roboh, sehingga rumah tersebut

tidak dapat digunakankembali.

3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur a’laih). Maksudnya barang

yang menjadi sebab terjadi hubungan sewa menyewa mengalami

kerusakan, sebab dengan rusaknya atau musnahnya barang yang

menyebabkan terjadinya perjanjian makaakad tidak akan mungkin

terpenuhi lagi. Misalnya : si A mengupahkan kepada si B untuk menjahit

bakal baju, dan kemudian bakal baju itu mengalami kerusakan, maka

perjanjian sewa-menyewaakan berakhir sendirinya.

4. Terpenuhi manfaat yang diakadkan. Dalam hal ini yang dimaksudkan

bahwa apa yang menjadi tujuan perjanjian telah tercapai, atau masa

perjanjian sewa-menyewa telah berakhir sesuai dengan ketentuan yang

disepakati oleh para pihak. Misalnya : Dalam hal persewaan tenaga

(perburuhan),apabila buruh telah melaksanakan pekerjaannya dan

mendapatkan upah sepatutnya, dan masa kontrak telah berakhir, maka

dengan sendirinya berakhirlah perjanjian sewa-menyewa.

5. Adanya uzur, Adanya uzur merupakan salah satu penyebab putus dan

berakhirnya perjanjian sewa-menyewa, sekalipun uzur tersebut datangnya


(49)

40

suatu halangan sehingga perjanjian tidak mungkin dapat terlaksana

sebagaimana mestinya. Misalnya : seorang menyewa took untuk

berdagang, kemudian barang dagangannya musnah terbakar, atau dicuri

orang sebelum toko itu dipergunakan, maka pihak penyewa dapat

membatalkan perjanjian sewa-menyewa toko yang telah diadakan

sebelumnya.

Sedangkan berakhirnya akad Ijarah:

1. Periode akad sudah selesai sesuai perjanjian, namun kontrak masih

dapat berlaku walaupun dalam perjanjian sudah selesai dengan

beberapa alasan, misalnya keterlambatan masa panen jika

menyewakan lahan untuk pertanian, maka dimungkinkan berakhirnya

akad setelah panen selesai.

2. Periode akad belum selesai tetapi pembei sewa dan penyewa sepakat

menghentikan akad Ijarah.

3. Terjadinya kerusakan objek Ijarah.

4. Penyewa tidak dapat membayar sewa.

5. Salah satu pihak meninggal dunia dan ahli waris tidak berkeinginan

untuk meneruskan akad karena memberatkannya. Kalau ahli waris

merasa tidak masalah maka akad tetap berlangsung. Kecuali akadnya

adalah upah menyusui maka bila sang bayi atau yang menyusui

meninggal maka akadnya batal.


(50)

41

Sebagai sistem kehidupan, islam memberikan warna dalam setiap

dimensi kehidupan, tak terkecualikan dalam dunia ekonomi. Sistem Islam ini

berusaha mendialektikan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah ataupun

etika artinya, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dibangun

dengan dialektika nilai materialisme dan spritualisme. Kegiatan ekonomi

yang dilakukan tidak hanya berbasis materi, akan tetapi terdapat sandaran

transendetal di dalamnya sehingga akan bernilai Ibadah. Selain itu, konsep

dasar Islam dalam kegiatan muamalah juga sangat konsen terhadap nilai-nilai

humanisme. Di antara kaidah dasar (asas) muamalah sebagai berikut :

1. Prinsip-prinsip dasar muamalah

a. Hukum asal muamalah adalah mubah.

b. Konsentrasi fiqih muamalah untuk memujudkan kemaslahatan.

c. Menetapkan harga yang kompotetif.

d. Meninggaalkan intervensi yang di laranag.

2. Prinsip-prinsip Umum

a. Ta’awun (tolong menolong).

b. Al-muawanah (kemitraan).

c. Adanya kepastian hukum.

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat,

diterapkan dan dijadikan secara pasti dan mengatur secara jelas dan logis


(51)

42

dan logis dalam artinya ia menjadi suatu sistem norma yang sejalan dengan

norma lain sehingga tidak berberaturan atau menimbulkan konflik.54

Dalam bermuamalah, transaksi muamalah yang dilakukan manusia

memiliki aturan yang jelas. Oleh karena itu, apabila kita bertransaksi dalam

muamalah perlu hati-hati agar tidak masuk transaksi yang dilaang. Berikut ini

unsur-unsur transaksi yang dilarang dalam Islam.

1. Maysir

Maysir adalah perpindahan harta ataupun batang dari satu

pihak kepada pihak lain tanpa melalui syariah, namun perpindahan

melalui permainan, seperti taruan uang pada permainan kartu.

Permainan sepak bola.

2. Gharar/Tagrir

Gharar/Tagrir adalah sesuatu yang tidak jelas dan tidak dapat

dijamin atau dipastikan kewujudannya secara matematis dan

rasional baik itu menyangkut barang, tidak pastian harga atau

menggunakan tafsiran.

3. Riba

Riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau

modal secara bahtil.

4. Bahtil

54


(52)

43

Bahtil akad jual beli maupun kemitraan untuk mendapatkan

keuntungan ataupun pengahasilan yang bertentangan prinsip-prinsip

syariah, seperti memperoduksi narkotika. 55

55


(53)

BAB III

PRAKTIK SISTEM PEMBAYARAN DALAM PENGGILINGAN GABAH

di DESA DADAPMULYO KECAMATAN SARANG KABUPATEN REMBANG

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, keadaan suatu wilayah sangat

berpengaruh dan menentukan watak serta sifat dari masyarakat yang

menempatinya, sehingga karakteristi masyarakat itu akan berbeda antara

wilayah satu dengan wilayah lainnya. Seperti yang terjadi pada masyarakat

Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang, yang mana

diantaranya adalah faktor geografis, faktor sosial, keagamaan, faktor

ekonomi, faktor pendidikan dan faktor budaya.

1. Letak Geografis dan Struktur Pemerintahan Desa

Desa Dadapmulyo adalah sebuah Desa yang bisa dikatakan masih

alami karena letaknya jauh dari kota sehingga Desa ini jauh dari polusi. Desa

Dadapmulyo adalah salah satu Desa yang terletak di Kecamatan

SarangKabupaten Rembang. Adapun daerah-daerah yang membatasi Desa

Jungkarang Kecamatan Jrengik Kabupaten Sampang adalah sebagai berikut:

Sebelah utara : Berbatasan dengan Desa Gonggang Kecamatan

Sarang.

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Nglojo Kecamatan


(1)

61

Jika dilihat dari salah satu syarat bolehnya prinsip-prinsip umum bermuamalah adalah harus tidak ada unsur ghoror, dan tidak ada rasa keterpaksaan, rela sama rela, adat kebiasaan bisa di jadikan hukum. walaupun dalam kasus ini antar pihak penggilingan dan pemilik gabah sudah saling ridho walapun takaran yang dipakai dalam bentuk karung sehingga takaran yang dipakai tidak ada kepastian sehingga akad tersebut diperbolehkan karena udah kebiasan walaupun melanggar syarat-syarat larangannya prinsip-prinsip umum bermuamalah. Seharusnya pemilik gilingan memakai tarif yang jelas seperti menggunakan alat timbangan.

Sebagai penguatnya, penulis sertakan kaidah Fiqih yang dapat menguatkan diperbolehkannya tarif pembayaran sestem karungan di Desa Dadapmulyo menurut hukum Islam, yakni:

ُدعْلَا

َ

ٌة َكحم

Artinya : Adat kebiasan itu bisa dijadikan hukum

Sistem analisa akad ini memenuhi syarat rukunnya tetapi dari sisi yang lain melanggar prinsip-prinsip umum bermuamalah yaitu prinsip harus adanya kepastian, padahal akad ini mengandung unsur gharar atau tidak adanya kepastian dalam ukuranya. Kemudian bahwa akad ini sudah sah menurut rukun syaratnya ujrah dan diperbolehkan karena kedua bela pihak udah rela sama relah dan ini uda adat kebiasanya masyrakat Desa Dadapmulyo, walaupun praktek ini mengandung tidak ada kepastian.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari keseluruhan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan beberapahal yang terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, yaitu:

1. Ketentuan sistem pembayaran d a l a m penggilingan gabah di Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang bawahnya tidak ada kepastian dalam ukuran besar kecil karungnya dalam praktek pembayaran upah penggilingan gabah dengan sistem karungan, tetapi walaupun tidak ada kepastian praktek ini di bolehkan karena udah kebiasaan masayarakat Dadapmulyo.

2. Penetapan pembayaran sistem karungan di Desa Dadapmulyo Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang ini sesuai hukum Islam, dan akad ini di perbolehkan karena sudah memenuhi syarat dan rukun ujrah, walaupun prakte ini tidak ada kepastian atau menggunakan sistem tafsiran ini di perbolekan karena udaha tradisi masyarakat Dadapmulyo atau udah kebiasan. Hukum Islam tidak mengharamkan pembayaran sistem karungan atau penafsiran ini karena udah di kenal lama atau udah terbiasa. Meskipun tidak di menggunakan timbangan, cukup dengan tafsiran praktek ini sudah tradisi sehari-hari yang dijadikan pedoman. Karena pedoman yang dijadikan adalah tradisi masyarakat, dan tradisi


(3)

64

tidak menghalalkan yang haram juga sebaliknya tidak mengharamkan yang halal.

Menurut hukum Islam, tidak ada menyatakan untuk mengharamkan adanya pembayaran dengan sistem karungan. Bahkan pembayaran sistem karungan atau penafsiran ini udah tradisi turun temurun nenek moyang masyrakat Dadapmulyo. Konsep pembayaran sistem karungan juga memenuhi syarat-syarat ujrah dimana ijarah sebagai akad dasarnya.

B. Saran

Setelah melakukan penelitian mengenai praktik sistem pembayaran dalam penggilingan gabah ini maka peneliti memberi saran supaya dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam bertransakasi yaitu:

a. Bagi pemilik penggilingan gabah sebaiknya transparan dalam

melaksanakan tarif pembayaran supaya jelas dan tidak ada pihak yang dirugikan, dan yang lebih penting agar pekerjaan yang dilakukan berkah dan tidak melanggar aturan syarat.

b. Bagi masyarakat supaya lebih cermat dalam melaksanakan transaksi

u j r a h disamping agar mendapat kepuasan juga menutup kemungkinan dari hal-hal yang tidak diinginkan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi (Tokoh masyarakat Desa Dadapmulyo), Wawancara, Rembang, 20Juni

2017.

Afandi, M.Yazid Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga

Keuangan Syariah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009).

Aladip, Moh.Machfuddin. Terjemahan Bulughul Maram Karya Besar al Hafizh al-As Qalani, Ibn Hajar . (Semarang: PT. Karya Toha Putra)

Aladip, Moh. Machfuddin. Terjemahan Bulughul Maram Karya Besar al Hafizh

IbnHajar al-As Qalani,460.

Al-Jaziry, Abdur Rahman. Kitab Al-Fiqh Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah (Beirut: Darul Kutub,2006)

At-Tanzil. Al-Quran dan Terjemahan. Bandung: Sinar Baru AlGesindo,2007 Bungin, Burhan. Metodologi penelitian sosial. surabaya: Airlangga University

press,2001.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Surabaya: Mekar

Surabaya, 2004).

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

(BalaiPustaka, 2003)

Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan

Masalah-Masalah Yang Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media group, 2006)

Djuwaini, Dimyauddin. PengantarFiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)

Fauzi, Muhammad.” Penetapan Upah Jasa Penggilingan Padi Di Desa Sungai Upih kecamatan Kuala Kampar Kabupaten Pelalawan ditinjau Menurut

Perspektif Fiqih Mu’amalah” Skripsi- Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Riau, 2015.

Fitriana, Evy Heni.” pengupahan buruh lepas di pusat penggilingan padi larpuma desa badas kecamatan badas kabupaten Kediri, tinjauan undang-undang

nomor 13 tahun 2003 tentang tenagakerjaan dan hukum islam”. Skripsi- UIN Malang, Malang, 2016.


(5)

Hafid Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Qozwiny Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Juz 2, (Beirut Lebanon: Darul Fikr, 1990).

Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007)

Hasan, M.Ali., Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003).

Hasan, M Iqbal. Metode Penelitian dan Aplikasinya. Bogor: Ghalia Indonesia, 2002.

http://fimadani.com/prinsip-prinsip-dasar-muamalah

Jafri, Syafii Fiqih Muamalah, (Pekanbaru: Suska Press, 2008)

Karim, Helmi. Fiqh Muamalah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997)

Kartasa, poetra G. Hukum Perburuhan di Indonesia berlandaskan Pancasila (Jakarta: SinarGrafika, 1994)

Maimun, Wawancara, Rembang, Desa Dadapmulyo,tanggal 23Maretl 2017. Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum. Surabaya: Hilal Pustaka, 2013.

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997)

Muslich, Ahmad Wardi, Fiqh Muamalat, (Jakarta: AMZAH, 2010) Muslich, Sayyid. Fiqh Sunnah XIII (Jakarta: Sinar Grafika, 2012)

Nashiruddin, Muhammad. Shahih Sunan Ibnu Majah, Alih Bahasa, Ahmad,

Taufiq, Abdurrahman, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006)

Rahayu, Eva Sastri.” Analisis Al-‘UrfDan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Terhadap Upah Giling Padi Yang Tidak Berbentuk Uang Di Desa Tanon

Kecamatan Papar Kabupaten Kediri”. Skiripsi- UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014.

Rofiq (Pelanggan penyewa jasa penggilingan gabah), Wawancara, Rembang, 20Juni 2017.

Ruky, Ahmad S. Manajemen Penggajian dan Pengupahan Karyawan Perusahaan (Jakarta:.Gramedia Pustaka Utama, 2001).


(6)

Sahrani, Sahori. Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011).

Sa’id, Abdullah as-sattar farullah. Al-mualat fi al-islam. Mekkah: Rabithah al-alam al-islam: Idarah al-kita al-islami, 1402 H.

Syafe’i Rachmat. Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2007). Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta, 2014. Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam (Jakarta: Rineka, 2001).

Suhrawardi K. Lubis, Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 1996).

Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011)

Sumarno (Kepala Dusun Lancang), Bapak Salam (Warga Desa), Ibu Rubingah (Warga Desa), dan Mbah Keri (Warga Desa), Wawancara, Rembang, 24 Juni 2017.

Sutrisno (pemilik gilingan gabah), wawancara 20 juni 2017 Qardhawi,Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam, 187.

Tim penyusun, petunjuk teknis penulis skiripsi. surabaya,UIN Sunan Ampel, 2014.

Wahib (KepalaDesaDadapmulyo), Wawancara 20 Juni 2017.

Zuhaily (al), Wahbah.al-Fiqh al Islamiy wa Adillatuhu Juz IV (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah,1990),

. .