Tinjauan hukum Islam terhadap keharusan membayar pisuke dalam perkawinan adat masyarakat Islam di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KEHARUSAN MEMBAYAR
PISUKE DALAM PERKAWINAN ADAT MASYARAKAT ISLAM DI
KELURAHAN TIWU GALIH KECAMATAN PRAYA KABUPATEN
LOMBOK TENGAH
SKRIPSI
Oleh:
Lalu Muhammad Faddllurrahman
NIM C71213118

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga
Surabaya
2017

ABSTRAK
Skripsi dengan judul “Tinjauan Hukm Islam Terhadap Keharusan
Membayar Pisuke Dalam Perkawinan Adat Masyarakat Islam Di Kelurahan Tiwu
Galih Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah” ini adalah hasil dari
penelitian lapangan “field research” Penelitian ini untuk menjawab
pertanyaan: bagaimana ketentuan adat tentang pisuke dalam perkawinan adat

masyarakat Islam di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten
Lombok Tengah. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap keharusan
membayar Pisuke dalam perkawinan adat masyarakat Islam di Kelurahan Tiwu
Galih Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah.
Penelitan ini termasuk kategori penelitian lapangan dengan
menggunakan penelitian diskriptif kualitatif dengan pola pikir deduktif untuk
menjawab permasalahan tersebut. Bahan primer dari penelitian ini ialah data
yang diperoleh adalah wawancara langsung dengan para pihak yang
bersangkutan yaitu Masyarakat Kelurahan Tiwu Galih diantaranya tokoh
masyarakat, tokoh adat dan masyarakat biasa di Kelurahan Tiwu Galih. Kitabkitab, buku, dan karya ilmiah yang terkait dengan permasalahan tersebut
menjadi bahan sekunder dari penyusunan skripsi ini.

Pisuke (pemberian yang harus dibayarkan oleh pihak laki-laki kepada
keluarga perempuan karena telah mengambil putrinya) adalah tradisi yang selalu
dipertahankan agar tetap eksis berlaku dikalangan suku Sasak, dalam prosesinya
adat perkawinan yang berlaku dikalangan masyarakat Kelurahan Tiwu Galih
yang mayoritas agama Islam, meskipun pelaksanaannya sesuai dengan ajaran
Islam, namun dalam prosesi tersebut tidak dapat dilepaskan dari adat istiadat
atau tradisi yang berlaku, sehingga antara nilai Islam dan tradisi adalah dua hal
yang harus terlaksana secara seiring sejalan. Kesimpulan dari penelitian ini

adalah tentang keharusan Membayar Pisuke, penulis menyimpulkan bahwa
ditinjau dari segi makna atau tujuannya, dimana dengan ditetapkannya Pisuke
ini para laki-laki tidak menganggap remeh suatu perkawinan, tidak menjadikan
sutau perkawinan sebagai permainan yang dengan mudah melakukan
perkawinan ataupun perceraian sekehendak hatinya.
Saran dari penulis perkawinan merupakan suatu ibadah, maka hendaknya
dalam melaksanakan perkawinan tidak hanya memperhatikan aspek ketentuan
adat semata, namun yang lebih penting dan harus diutamakan adalah ketentuan
agama, karena yang menentukan sah dan tidaknya sebuah ibadah adalah
terlaksananya rukun dan syarat perkawinan sebagaimana yang telah ditetapkan
oleh agama.

viii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ........................................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................................ ii
PERSETUJAN PEMBIMBING ..................................................................................... iii
PENGESAHAN ............................................................................................................. iv

MOTTO ........................................................................................................................ v
PERSEMBAHAN........................................................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................................. xi
DAFTAR TRANSILTRASI .......................................................................................... xiii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah .............................................................. 9
C. Rumusan Masalah ..................................................................................... 10
D. Kajian Pustaka .......................................................................................... 11
E. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 13
F. Kegunaan Penelitian ................................................................................. 13
G. Definisi Operasional .................................................................................. 14
H. Metode Penelitian ..................................................................................... 15

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


I. Sistematika Pembahasan ........................................................................... 19
BAB II : KETENTUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DALAM HUKUM
ISLAM ........................................................................................................... 23
A. Definisi Perkawinan .................................................................................. 23
B. Hukum Melakukan Perkawinan ................................................................. 24
1. Haram .................................................................................................. 25
2. Makruh ................................................................................................ 26
3. Mubah .................................................................................................. 26
4. Wajib……………………………………................................... ............. 27
5. Sunnah…………………………………………………………….. ........ 28
C. Rukun dan Syarat Sah Perkawinan ............................................................. 29
D. Tahapan-Tahapan Dalam Perkawinan…………………………….... ............ 39
E. Hukum Islam (‘Urf)………………………………………………… ............ 49
BAB III : KETENTUAN ADAT TENTANG PISUKE DALAM PERKAWINAN
ADAT MASYRAKAT ISLAM DI KELURAHAN TIWU GALIH
KECAMATAN PRAYA KABUPATEN LOMBOK TENGAH ...................... 55
A. Gambaran Umum Kelurahan Tiwu Galih ................................................... 55
1. Keadaan Geografis .............................................................................. 55
2. Keadaan Penduduk .............................................................................. 56
3. Keadaan Sosial Ekonomi ..................................................................... 57

4. Keadaan Keagamaan ............................................................................ 58
B. Gambaran Umum Ketentuan Adat Tentang Pisuke ................................... 60

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1. Tahapan Perkawinan Sebelum Pembicaraan Pisuke ............................. 62
2. Proses Pembicaraan Pisuke Dalam Perkawinan Dan Tahapan
Sesudahnya .......................................................................................... 66
3. Sanksi Bagi Yang Melanggar Ketentuan Tentang Pisuke .................... 70
BAB IV : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Keharusan Membayar Pisuke Dalam
Perkawinan Adat Masyarakat Islam Di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan
Praya Kabupaten Lombok Tengah ................................................................. 72
A. Analisis Ketentuan Adat Tentang Pisuke Dalam Perkawinan Adat
Masyarakat Islam Di Kelurahan Tiwu Galih .............................................. 72
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Keharusan Membayar Pisuke Dalam
Perkawinan Adat Masyarakat Islam Di Kelurahan Tiwu Galih ................. 77
BAB V : PENUTUP ...................................................................................................... 82
A. Kesimpulan ............................................................................................... 82

B. Saran-Saran ............................................................................................... 83

xiii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan pada umumnya
masih tradisional. Mereka masih memegang kuat tradisi lokal yang diwarisi leluhur
mereka. Setiap anggota mayarakat di pedesaan pada umumnya sangat
menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang secara turun
temurun. Bahkan adat istiadat merupakan dasar utama hubungan antar personal
atau kelompok.1
Adat istiadat atau kebiasaan masyarakat tersebut kemudian berkembang
menjadi hukum adat dimana harus dipatuhi oleh segenap anggota masyarakat.
Hukum adat dalam masyarakat adat, masih dianggap sebagai aturan hidup untuk
mencapai kedamaian dalam masyarakat.2 Akan tetapi sebagai hukum yang hidup (


living law), hukum adat tidak selamanya memberi rasa adil kepada masyarakatnya.
Hal itu dikarenakan, pemberlakuan hukum adat dipaksakan oleh penguasa adat dan
kelompok sosialnya.3
Meskipun demikian, hukum adat juga tidak bisa dipisahkan dengan agama.
Walaupun keduanya merupakan hal yang masing masing berdiri sendiri, hukum
Bahreint Sugihen, Sosiologi Pedesaan; Suatu Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),26
Beni Ahmad Saebani, Sosiologi Hukum (Bandung: Pustaka Setia, 2007),156
3
Ibid, 155

1
2

1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

adat dan agama yang dalam hal ini adalah hukum Islam, mempunyai hubungan
yang sangat erat. Hukum adat berasimilasi dengan hukum Islam atau hukum Islam

yang diterapkan dalam masyarakat menjadi hukum adat.
Kepentingana sosial akan hukum dipengaruhi oleh ajaran agama yang
dianut oleh masyarakat sehingga nilai nilai yang terkandung dalam ajaran agama
diterapkan dalam kehidupan masyarakat yang kemudian berproses menjadi norma
sosial yang mencitrakan moralitas masyarakatnya.4 Sebagai contohmya, selametan
pada adat jawa banyak dipengaruhi oleh Islam dan didasarkan pada Al Quran dan
Hadits.5
Hal itu senada dengan teori reception in complex yang dicetuskan oleh
LWC. Van Den Berg. Menurut teori tersebut, hukum pribumi harus mengikuti
agama yang dipeluk oleh masyarakat. Oleh karena itu jika seseorang memeluk
suatu agama, maka harus mengikuti hukum-hukum agama itu dengan sebenarnya.6
Dengan demikian, apabila masyarakat memeluk agama Islam, maka hukum-hukum
lokal juga harus mengikuti agama yang dipeluk oleh masyarakat.
Namun pada perkembangan selanjutnya, teori tersebut berhasil dipatahkan
oleh teori receptie yang diusung oleh Snouck Hurgronje. Teori ini yang oleh
Hazairin disebut sebagai “teori iblis” sangat berlawanan dengan teori yang
4
5

Ibid, 153


Mark R. Woodward, Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan (Yogyakarta: LKiS, 2004), 136
Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia: Suatu Pengantar Untuk Mempelajari Hukum Adat (Jakarta:
Rajawali Pers, Cet.3, 1996), 53
6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

sebelumnya, dimana menurut teori ini, sebenarnya yang berlaku di Indonesia
adalah hukum adat asli meskipun ada pengaruh dari hukum Islam.7 Lebih lanjut
teori ini menyebutkan bahwa hukum Islam baru mempunyai kekuatan hukum jika
sudah diterima oleh hukum adat dan produk hukum yang keluar berupa hukum
adat.8
Isi teori ini sangat menyimpang dari kenyataan yang ada dalam masyarakat.
Namun, penyimpangan tersebut memang disengaja dengan tujuan untuk
melemahkan pengaruh hukum Islam dan memberlakukan hukum adat secara utuh.
Dengan demikian, nasionalisme masyarakat Indonesia akan luntur, dan sebaliknya
kolonialisme akan semakin berkembang. Sehingga tidak heran jika setelah itu

banyak teori-teori lain yang menentang tori receptie ini, diantaranya teori receptie

exit, receptie a contrario, dan teori eksistensi.
Terlepas dari teori tersebut, adat istiadat yang kemudian menjadi hukum
adat, bukanlah suatu regulasi yang tertulis seperti halnya undang-undang, akan
tetapi hukum tersebut tidak pernah tertulis, meskipun memang ada beberapa
hukum adat yang sudah tertulis, dan hidup ditengah-tengah masyarakat sebagai
kaidah atau norma.9 Sebagai contoh adalah tentang Pisuke dalam perkawinan adat
di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah. Pisuke

7

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kenaca, 2006), 297
Ibid, 298
9
Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 1996), 61

8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


4

merupakan salah satu bukti masih mengakarnya budaya atau adat istiadat yang
diwarisi dari leluhur pada kehidupan masyarakat Kelurahan Tiwu Gaih Kecamatan
Praya Kabupaten Lombok Tengah. Pisuke adalah pemberian yang harus dibayarkan
oleh pihak laki-laki kepada pihak keluarga perempuan karena telah mengambil
putrinya atau kompensasi dari kawin lari dengan adanya ketentuan khusus terkait
dengan jumlah Pisuke tersebut.
Perkawinan adat di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten
Lombok Tengah ini masih menggunakan tradisi Merarik sebagai tradisi dalam
melaksanakan perkawinan. Merarik adalah cara masyarakat suku Sasak Khususnya
pada masyarakat di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten Lombok
Tengah sebagai permulaan dalam melangsungkan perkawinan yaitu dengan
mengambil calon istri atau wanita dari rumah orang tuanya, tanpa sepengetahuan
orang tua maupun kerabat lainnya dan pihak-pihak yang diduga dapat
menggagalkan niat tersebut, baik dengan atau tanpa persetujuan wanita tersebut.10
Tradisi ini bagi masyarakat Sasak seringkali dianggap sebagai kawin lari,
sehingga calon mempelai laki-laki diwajibkan membayar Pisuke. Jumlah pisuke ini
tidak sama antara calon mempelai yang satu dengan yang lainnya. Barang yang
digunakan sebagai Pisuke merupakan sanksi yang dibebankakn kepada mempelai
laki-laki karena melarikan anak gadis orang. Oleh karena itu, besarnya Pisuke

10

Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak (Malang: UIN Malang Perss, 2008), 151

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

dihitung berdasarkan pelanggaran yang mungkin saja terjadi sebelum, selama, dan
sesudah penculikan.11
Dalam setiap penetapan Pisuke ada beberapa harta atau benda yang harus
wajib ada. Semua harta atau benda yang wajib ada dalam setiap penetapan Pisuke
tersebut dikatagorikan sebagai Pisuke pokok. Sedangkan Pisuke tambahan
diperhitungkan menurut besar kecilnya pelanggaran-pelanggaran yang telah
dilakukakan oleh kedua mempelai yang mungkin saja terjadi sebelum, selama, dan
sesudah penculikan.12
Bagi masyarakat Islam di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya
Kabupaten Lombok Tengah, Pisuke ini tidak hanya sebagai denda dari kawin lari,
akan tetapi juga menjadi penentu keabsahan pernikahan seseorang. Oleh karena itu,
perkawinan akan mendapatkan pengakuan sosial apabila Pisuke sudah dibayar.13
Dalam Islam, apabila suatu perkawinan telah terpenuhi rukun dan syarat
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh agama, maka secara otomatis perkawinan
tersebut akan mendapat pengakuan. Rukun yang dimaksud adalah adanya calon
suami, calon istri yang akan melakukan perkawinan, adanya wali dari pihak calon

11
12

Eni Budiwanti, Islam Sasak (Yogyakarta: LKIS 2000), 253

Ibid.
13
Ibid, 265

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

pengantin perempuan, adanya dua orang saksi, dan sighat akad nikah.14 Adapun
syarat-syarat perkawinan mengikuti rukun-rukun tersebut.
Selain terpenuhinya rukun dan syarat di atas, dalam sebuah perkawinan
juga harus adanya mahar. Mahar atau yang dalam bahasa Indonesia sering disebut
dengan maskawin adalah seorang pemberian suami kepada istrinya sebelum,
sesudah atau pada saat berlangsungnya akad sebagai pemberian wajib yang tidak
dapat diganti dengan yang lainnya.15 Imam Syafi’i mengatakan bahwa mahar
adalah sesuatu yang wajib diberikan oleh seorang laki-laki kepada perempuan
untuk dapat menguasai seluruh anggota badannya.16
Adapuun dasar hukum yang menjelaskan tentang kewajiban memberi mahar
ini terdapat dalam Al-Quran dan Hadits. Ada beberapa ayat dalam Al-Quran yang
membahas tentang kewajiban mahar ini, diantaranya adalah Q.S. an-Nisa’ ayat 4,
yaitu:
              
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan, kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka

Wahhab Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i; menghapus masalah fiqiyah berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, Jilid
2, “Al-fiqhu Al-Syafi’i Al-Muyassar”, Penerjemah Muhammad Afif dan Abdul Hafiz (Jakarta: Almahira, cet
1, 2010) 453
15
Alhamdani, Risalah Nikah; Hukum Perkawinan Islam, “Risalatu Al-Nika>hu”, Penerjemah Agus Salim
(Jakarta;Pustaka Amani, Edisi Kedua 2002), 19-130
16
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (Jakarta; Kencana, Edisi Pertama,Cet. 3, 2008)
14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik
akibatnya.17
Ayat di atas juga sebagai bukti bahwa Al-Quran telah menghapus adat
kebiasaan zaman jahiliyah mengenai mahar dan memullihkannya pada kedudukan
asasi dan alami. Di masa jahiliyah, yakni zaman sebelum Islam, para ayah dan ibu
dari anak-anak wanita menganggap bahwa maskawin adalah hak mereka sebagai
imbalan atas susah payah mereka dalam membesarkan dan merawwat si anak,18
namun dari ayat diatas jelaslah bahwa mahar adalah milik wanita itu sendiri, bukan
milik ayah atau saudara laki-lakinya dan merupakan pemberian wajib dari laki-laki
untuk perempuan.
Darmawan dalam bukunya Eksistensi Mahar dan Walimah mengatakan
bahwa maksud ayat di atas adalah berikanlah kepada istri sebagai pemberian wajib,
bukan pembelian (bayaran) atau ganti rugi.19 Artinya mahar bukanlah harga diri si
istri layaknya barang dagangan yang diperjual belikan, akan tetapi mahar yang
diberikan kepada istri adalah suatu kewajiban, karena mahar merupakan hak si
istri. Namun jika istri setelah menerima mahar tanpa paksaan dan tipu muslihat,
lalu ia memberikan sebagian maharnya kepada suami, maka suami boleh
menerimanya, karena hal tersebut tidak disalahkan atau dianggap dosa. Adapun
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya, Edisi Revisi (Semarang: CV. Toha
Putra Semarang, 1998), 115
18
Murthadha Muthaharri, Hak-hak Wanita Dalam Islam, Penerjemah M. Hashem (Jakarta: Lentera, 1995),
130
19
Darmawan, Eksisensi Mahar Dan Walimah (t.t : Srikandi, 2007), 1
17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

jika istri memberikan maharnya karena malu, takut atau terkicuh, maka tidak halal
menerimanya.20 Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisa’ ayat 20 yang berbunyi:
            
   
Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang
kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang
banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang
sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan
tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ?21
Terkait dengan nominal atau besar kecilnya mahar yang harus diberikan
oleh suami tidak ada patokan atau standar yang ahrus dipenuhi. Para ulama fiqih
sepakat bahwa tidak ada batas maksimal mahar yang harus diberikan, walaupun
mereka berbeda pendapat mengenai batas minimal dari mahar tersebut.22
Berangkat dari pemahaman diatas, maka ketentuan tentang Pisuke di
Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah perlu dikaji
dan diteliti secara mendalam kaitannya dengan perspektif fiqih. Mengingat
masyarakat Islam di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten Lombok
Tengah, menganggap Pisuke ini tidak hanya sebagai denda dari kawin lari, akan
tetapi menjadi penentu keabsahan pernikahan sesorang. Oleh karena itu,
perkawinan akan mendapatkan pengakuan sosial apabila Pisuke sudah dibayar.
Abdul Rahman, Fiqh Munakahat (Jakarta: Amzah), 85
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 119
22
Abdul Rahman, Fiqh Munakahat (Jakarta: Amzah), 88

20
21

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Atas dasar itu, persoalan ini akan dijadikan bahan skripsi dengan judul “
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Keharusan Membayar Pisuke Dalam Perkawinan
Adat Masyarakat Islam Di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten
Lombok Tengah”.

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Pisuke
b. Bagaimana proses penetapan Pisuke tersebut
c. Benda apa saja yang harus ada dalam Pisuke tersebut
d. Apa sanksi bagi yang tidak melaksanakan ketentuan tentang pisuke
e. Siapa yang berhak memberikan sanksi kepada warga yang tidak
melaksanakan ketentuan tentang Pisuke
f. Bagaimana akibat hukum dari penetapan Pisuke
g. Pisuke tidak dikenal dalam hukum keluarga Islam
2. Batasan Masalah
Dalam suatu penelitian, sangat sulit untuk memiliki semua permasalahan
yang ada pada bidang yang diteliti, oleh karena itu setiap peneliti akan
membatasi masalah yang akan diteliti, begitu juga halnya dengan penelitian ini,
yang akan diteliti hanya masalah-masalah tertentu saja.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Mengingat hal tersebut di atas, penulis perlu membatasi masalah yang akan
diteliti dengan tujuan agar penulis dapat mencapai sasaran penelitian dan tidak
terjadi kesimpang siuran dalam menafsirkan masalah yang ada.
Adapun masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah mengenai
ketentuan adat tentang Pisuke dalam perkaawinan adat masyarakat Islam di
Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah, dan
bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap keharusan membayar Pisuke dalam
perkawinan adat masyarakat Islam di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya
Kabupaten Lombok Tengah.

C. Rumusan Masalah
Dengan mengacu pada latar belakang dan identifikasi masalah tersebut di
atas, ada beberapa pokok permasalahan yang akan penulis bahas dalam skripsi ini,
adapun permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana ketentuan adat tentang pisuke dalam perkawinan adat masyarakat
Islam di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap keharusan membayar pisuke dalam
perkawinan adat masyarakat Islam di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya
Kabupaten Lombok Tengah?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

D. Kajian Pustaka
Kajian tentang Pisuka dalam perkawinan adat masyarakat Islam di
Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah sejauh
penulis ketahui belum ada yang melakukan penelitian mengenai Pisuka ini. Adapun
kajian yang kerap kali mewarnai ruang khazanah kepustakaan hanya berupa
sebatas adat perkawinan suku Sasak yaitu Merari’. Kajian Pisuka seringkali ditulis
dalam buku-buku atau karya ilmiah yang berisi tentang tata budaya adat suku
Sasak di Lombok, akan tetapi tidak sepenuhnya membahas mengenai Pisuke yang
terdapat dalam tahapan adat merari’.
Asyiyah dalam skripsinya yang berjudul “ Pelaksanaan Sorong Serah Aji

Krame Terhadap Keabsahan Perkawinan Di Masyarakat Desa Sakra Kecamatan
Sakra Kabupaten Lombok Timur Dalam Perspektif Undang-Undang Nomer 1
Tahun 1974 Pasal 2”.23 Asyiyah dalam skripsinya mengangkat tiga pokok
permasalahan. Pertama, siapa yang berhak menjatuhkan sanksi bila terjadi
pelanggaran acara tersebut?. Kedua, apa wujud sanksi yang dijatuhkan atas mereka
yang melanggar acara tersebut?. Ketiga, bagaimana pelaksanaan acara Sorong

Serah Aji Krama tersebut dalam perspektif undang-undang nomer 1 tahun 1974
pasal 2?.

Asyiyah, Pelaksanaan Sorong Serah Aji Krame Terhadap Keabsahan Perkawinan Di Masyarakat Desa
Sakra Kecamatan Sakra Kabupaten Lombok Timur Dalam Perspektif Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1974
Pasal 2, (Skripsi -- IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2000)
23

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

Dari rumusan masalah tersebut Asyiyah menyimpulkan bahwa yang berhak
menjatuhkan sanksi bila terjadi pelanggaran acara tersebut adalah para petuah dan
Tokoh Adat setempat, karena pada prinsipnya para Tokoh Adat disamping menjadi
Petuah Adat juga berfungsi sebagai hakim adat. Terkait wujud sanksi yang
dijatuhkan atas mereka yang melanggar acara Sorong Serah Aji Krama, Asyiyah
menyebutkan sanksi yang terdiri dari 14 macam denda. Adapun jika pelaksanaan
acara Sorong Serah Aji Krama tersebut ditinjau dalam perspektif undang-undang
nomor 1 tahun 1974 pasal 2, Asyiyah menyatakan bahwa itu tidak dapat
dibenarkan, karena ada penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud oleh
Asyiyah yaitu bila acara tersebut tidak dilakukan maka keabsahan perkawinan dan
anak yang terlahir dari perkawinan tersebut tidak diakui, padahal menurut
ketentuan yuridis itu sah, walapun tidak melakukan Sorong Serah Aji Krama
tersebut.
Penelitian yang sedang penulis lakukan ini terkait tentang Pisuke. Yaitu
bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penetapan Pisuke dalam perkawinan
adat masyarakat Islam di kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten
Lombok Tengah. Namun perbedaan sudut pandang dan titik focus penelitian akan
menjadikan penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan dan mengetahui bagaimana ketentuan adat tentang

Pisuke dalam perkawinan adat masyarakat Islam di Kelurahan Tiwu Galih
Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah.
2. Untuk mendeskripsikan dan mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam
terhadap keharusan membayar Pisuke dalam perkawinan adat masyarakat Islam
di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Aspek Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan atau referensi bagi peneliti
berikutnya dan dapat dijadikan penambah pengetahuan atau wawasan
mengenai hukum keluarga Islam terutama mengenai proses penetapan Pisuke di
Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah.
2. Aspek praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan bagi pihak-pihak yang
membutuhkan baik untuk pedoman lebih lanjut maupun sebagai bahan
penyuluhan dalam bidang perkawinan terutama mengenai Pisuke.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

G. Definisi operasional
Untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan arti dan maksut
dalam judul ini, maka perlu ditegaskan bahwa pengertian kata-kata yang terdapat
dalam judul ini adalah sebagai berikut:
Hukum Islam

:Hukum Islam yang sebenarnya adalah tidak lain ayat alQuran, Hadits Nabi SAW, pendapat sahabat dan tabi’in,
maupun pendapat yang berkembang di suatu masa dalam
kehidupan umat. Pembahasan ini dipersempit pada metode

‘Urf.
Pisuke

: adalah nilai adat yang merupakan lambang dari nilai diri
atau harga diri dari pihak laki-laki dalam adat.24 Pisuke ini
juga diartikan sebagai pemberian yang harus dibayarkan
oleh pihak laki-laki kepada pihak keluarga perempuan
karena telah mengambil putrinya atau kompensasi dari
kawin lari.25
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa yang dimakasud dalam skripsi

ini adalah tinjauan tinjauan hukum Islam terhadap keharusan membayar Pisuke
dalam perkawinan adat masyarakat Islam di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan
24
25

Lalu Lukman, Tata Budaya Adat Sasak Di Lombok, mimeo (Cet.II, 2008), 21
Erni Budiwanti, Islam Sasak: Wetu Telu Versus Waktu Lima (Yogyakarta: LKiS,Cet. I, 2000),205

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

Praya Kabupaten Lombok Tengah. Adapun hukum Islam yang dimaksud disini
adalah aturan yang ada dalam Al- Quran, Hadits Nabi SAW, pendapat sahabat dan
tabi’in, yang kemudian pembahasan ini dipersempit pada metode Urf.

H. Metode Penelitian
Soerjono Soekanto dalam bukunya “Pengantar Penelitian Hukum”
menerangkan bahwa metode adalah cara tertentu untuk melaksanakan suatu
prosedur.26 Sedangkan penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris

research. Research terdiri dari dua suku kata yaitu re (kembali) dan to search
(mencari), sehingga digabungkan menjadi research yang berarti “mencari
kembali”.27 Maka yang dimaksud dengan metode penelitian adalah suatu cara yang
digunakan untuk mengetahui sesuatu secara sistematis.
Penelitian yang penulis lakukan ini termasuk penelitian lapangan (field

research), oleh karena itu data yang dikumpulkan merupakan data langsung dari
lapangan sebagai objek penelitian.
1. Data yang dikumpulkan
Data yang dihimpun adalah data tentang:
a. Ketentuan adat tentang Pisuke.
b. Pendapat atau pandangan masyarakat tentang Pisuke.
26
27

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press,Cet. 3, 2007),5
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, Cet.6, 2005),13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

c. Hukum Islam yang berkaitan dengan perkawinan.
2. Teknik Pengumpulan data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
a. Observasi
Observasi berarti mengumpulkan data secara langsung dari
lapangan, yaitu penyusun terjun langsung dalam masyarakat muslim
Kelurahan Tiwu Galih (suku Sasak) yang dijadikan objek untuk melakukan
sebuah

penelitian

tersebut.

Proses

observasi

dimulai

dengan

mengidentifikasi tempat yang hendak diteliti yaitu Kelurahan Tiwu Galih
Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah. Setelah tempat penelitian
diidentifikasi, dilanjutkan dengan membuat pemetaan, sehingga diperoleh
gambaran umum tentang sasaran penelitian.28
b. Wawancara
Wawancara (interview) dilakukan untuk mendapatkan informasi,
yang tidak dapat diperoleh melalui observasi. Ini disebabkan oleh karena
penyusun tidak dapat mengobservasi seluruhnya, tidak semua data dapat
diperoleh melalui observasi. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat
melalu teknik interview/wawancara langsung dengan responden. Metode
wawancara bertahap merupakan proses memperoleh keterangan untuk
28

J. R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya, (Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010), 112

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan
menggunakan pedoman (guide) wawancara. Wawancara bertahap ini sedikit
lebih formal dan sistematik, tetapi jauh lebih tidak formal dan tidak
sistematik dibanding dengan wawancara sistematik. Wawancara terarah
dilaksanakan secara bebas dan juga mendalam (in-depth), tetapi kebebasan
ini tetap ada tidak terlepas dari pokok permasalahan yang akan ditanyakan
kepada responden dan telah dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara.
Karakter utama dari wawancara ini adalah dilakukan secara bertahapdan
pewawancara tidak harus terlibat dalam kehidupan sosial informan.29
Adapun wawancara dibantu dengan perlengkapan alat wawancara
seperti pulpen, blocknote, daftar pertanyaan, surat izin dan daftar
responden. Dengan bentuk wawancara semi terstruktur yaitu menggunakan
pertanyaan terbuka namun ada batasan tema dan alur pembicaraan. Dalam
artian jawaban yang diberikan oleh terwawancara tidak dibatasi, sehingga
subjek dapat lebih bebas mengemukakan jawaban apapun sepanjang tidak
keluar dari konteks pembicaraan.30
3. Analisa Data

29
30

Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), 123
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2008), 110

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

Analisis berarti mengolah data, mengorganisir data, memecahkannya dalam
unit-unit lebih kecil, mencari pola dan tema-tema yang sama. Analisis dan
penafsiran selalu berjalan seiringan. Metode kualitatif merubah data temuan
seperti pencarian dan pengaturan transkripsi wawancara, catatan lapangan
dalam hal ini terkait dengan praktik Pisuke yang dilakukan oleh masyarakat
muslim di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten Lombok
Tengah, dan materi-materi yang meningkatkan pemahaman serta menyajikan
apa yang telah ditemukan. Metode kualitatif bersifat induktif yaitu mulai dari
fakta, realita, gejala, masalah yang diperoleh melalui suatu observasi khusus
seperti halnya penyimpangan dalam praktik Pisuke dengan terjun langsung ke
lokasi penenlitian, melakukan pengamatan secara cermat terhadap konsisi serta
situasi, mewawancarai informan. Atas dasar informasi yang diperoleh
disusunlah permasalahan yang terjadi dalam penentuan pisuke pada perkawinan
adat masyarakat Islam Kelurahan Tiwu Galih yang kemudian peneliti
membangun pola-pola umum.
4. Teknik pengolahan data
Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap baik dari lapangan
maupun documenter, tahap berikutnya adalah tahap pengolahan data. Seperti
halnya teknik pengumpulan data, pengolahan data ini juga merupakan bagian
yang penting dalam penelitian, karena dengan pengolahan data, data dapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

diberi arti dan makna yang jelas sehingga dapat digunakan untuk memecahkan
masalah dan menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian.
Tujuan pengolahan data dalam penelitian ini adalah untuk mempersempit
dan memberi batasan-batasan pada temuan hingga menjadi suatu data yang
teratur dan menambah validitas data itu sendiri.31 Dalam penelitian ini, teknik
pengolahan data yang digunakan adalah teknik pengolahan data deskriptif
kualitatif-verifikatif, dengan tujuan menggambarkan keadaan atau fenomena
tentang Pisuke kemudian dianalisis dengan ketentuan hukum Islam, baik dari
al- Quran, Hadits ataupun pendapat ulama untuk menilai fakta di lapangan.
Dalam mendeskripsikan data yang diperoleh, penulis menggunakan pola pikir
induktif.
Dalam mendeskripsikan data yang diperoleh, penulis menggunakan pola
pikir induktif, yaitu berangkat dari premis-premis, minor atau fakta-fakta
khusus atau empiris, kemudian digeneralisasikan ke dalam bentuk premis
umum atau kesimpulan umum.32

I. Sistematika Pembahasan

31

Marzuki, Metedologi Riset (Yogyakarta: BPFE-UII, 1996), 64
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2010), 85
32

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Secara umum, skripsi ini dibagi dalam lima bab. Dimana satu sama lain
sailing berkaitan dan merupakan suatu system yang urut untuk mendapatkan suatu
kesimpulan dalam mendapatkan suatu kebenaran ilmiah. Adapun sistematika
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab pertama : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi
dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,
kegunaan hasil peneltian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua : Ketentuan umum terntang perkawinan dalam hukum Islam
yang meliputi devinisi perkawinan, hukum melakukan perkawinan, rukun dan
syarat sahnya perkawinan serta tahapan-tahapan dalam perkawinan yang meliputi
masalah peminangan, akad perkawinan dan walimah.
Bab ketiga : Ketenteuan adat tentang Pisuke dalam perkawinan adat
masyarakat Islam di Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya Kabupaten Lombok
Tengah.Pembahasan ini terdiri dari gambaran umum daearah penelitian, gambaran
umum ketentuan adat tentang Pisuke dalam perkawinan adat masyarakat Islam di
Kelurahan Tiwu Galih Kecamatan Praya yang meliputi tahapan perkawinan
sebelum pembicaraan Pisuke, proses pembicaraan Pisuke dalam perkawinan dan
tahapan sesudahnya, kemudian dilanjutkan dengan sanksi bagi yang melanggar
ketentuan Pisuke.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Bab keempat : Tinjauan hukum Islam terhadap keharusan membayar pisuke
dalam perkawinan adat masyarakat Islam di Kelurahan Tiwu Galih. Pembahasan
ini terdiri dari analisis ketentuan adat tentang Pisuke dalam perkawinan adat
masyarakat Islam di Kelurahan Tiwu Galih, dan tinjauan hukum Islam terhadap
keharusan membayar Pisuke

dalam perkawinan adat masyarakat Islam di

Kelurahan Tiwu Galih.
Bab kelima : Penutupan yang terdiri atas kesimpulan dan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
KETENTUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM
A. Definisi Perkawinan
Dalam literatur fiqih berbahasa Arab kata perkawinan disebut dengan dua
kata, yaitu nakah}a (

zawa>j (

‫)زواج‬

‫ ) نكح‬dan zawa>j (‫) زواج‬. Secara bahasa kata nakah}a ( ‫ )نكح‬atau

berarti “bergabung (

‫”)ضم‬,

hubungan kelamin (

‫”)وطء‬,

dan juga

berarti “akad ( ‫”)عقد‬.1 Sedangkan syara’ nikah adalah

‫اح اَْو تَ ْزِويْ ٍج‬
ٍ ‫ضم ُن اِبَ َح َة ُو ْط ٍء بِلَ ْف ِظ اِنْ َك‬
َ َ‫َع ْق ُد يَت‬

Nikah adalah akad yang menghalalkan hubungan suami istri dengan lafal
inkah atau tazwij.2
Adapun definisi yang dikutip oleh Abdul Rahman Ghazali, bahwa nikah
adalah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual
dengan lafaz nikah atau tazwij atau yang semakna dengan keduanya.3

1

Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh (Bogor:Kencana, 2003), 74
Zainuddin Ibn ‘Abdil ‘Aziz al-Maliyabary, Fath}ul Mu’in Bisyarh}i Qurrotul ‘Aini (Surabaya: Hidayah,t.t),
98
3
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munal Asy-Syakhs}iyah (Kairo: Da>r al-Fikr al Arabi, 1996), 18
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh (Bogor: Kencana, 2003), 79

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Hai para
pemuda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu menikah, maka
nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkan
pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum
mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu baginya
(menjadi) pengekang syahwat”. [HR. Jamaah].6
Namun, karena ada tujuan mulia yang hendak dicapai dari perkawinan
tersebut dan yang melakukan perkawinan juga berbeda kondisi serta situasi yang
melingkupi, maka jumhur Ulama secara rinci menjelaskan tentang hukum
perkawinan itu dengan melihat keadaan orang yang akan melakukan perkawinan
tersebut. Sehingga dapat dipahami bahwa hukum perkawinan yang pada asalnya
adalah sunnah bisa berubah menjadi haram, makruh, mubah, wajib atau tetap
sunnah sebagaimana hukum awal perkawinan.7 Untuk lebih jelasnya berikut
dipaparkan secara terperinci terkait hukum melakukan pernikahan.
1. Haram
Nikah diharamkan bagi orang yang sadar bahwa dirinya tidak mampu
melaksanakan kewajiban hidup berumah tangga , seperti memberi nafkah,
pakaian, tempat tinggal dan nafkah batin, seperti menggauli istrinya. Menikah
juga haram bagi orang yang berniat ingin menyakiti perempuan yang
dinikahinya.8
6

Ibnu Majah, Sunnah Ibnu Majah, Juz 1 (Beeirut: Da