Ilmu dan Masa Depan doc
ILMU PENEROBOS MASA DEPAN MANUSIA
Ilmu dan Masa Depan
A. PENDAHULUAN
Ilmu
atau
scinece
merupakan
suatu
perkataan
yang
cukup
bermakna ganda, yaitu mengandung lebih dari pada satu arti. Maka
pemakaian
istilah
tersebut
seseorang
harus
menegaskan
serta
menyadari arti mana yang dimaksud. Dalam arti yang pertama ilmu
mengacu pada ilmu seumumnya (scinece in general). arti yang kedua
dari ilmu merujuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah
yang memperlajari sesuatu pokok soal tertentu. dalam arti tersebut
ilmu berarti sesuatu cabang ilmu khusus seperti antropologi, biologi,
dan lain-lain. Istilah scinece sering juga dipakai untuk merujuk
gugusan-gugusan ilmu kealaman atau natural scinece. Jadi ilmu adalah
sebuah proses yang membuat pengetahuan.
Manusia adalah mahkluk yang sosialis dan dinamis, dimana mereka
masuk dalam suatu lingkaran yang terbatas dalam ruang dan waktu.
Mereka terbatas oleh waktu karena manusia memiliki keinginan atau
hasrat yang dapat membuat mereka harus mengatakan cukup atas
kebutuhan mungkin karena berbagai alasan. Namun pun demikian
manusia akan terus mencari apa yang menjadi kebutuhanya tersebut.
walaupun sulit untuk mendapatkannya manusia akan berusaha untuk
mencari kebenaran dalam dirinya maupun dari dalam alam sekitarnya.
Hal tersebut membuat manusia untuk mencoba merancang keingian
itu di masa depan. Masa depan tersebut ialah suatu kondisi dimana
manusia tidak dapat mengetahuinya serta menebaknya tetapi manusia
dapat mencapainya dalam usaha-usaha serta proses yang dilakukanya
dalam pencapaian tersebut. Dalam pencapaian masa depan manusia
sangat bergantung atau sangat dipengaruhi oleh ilmu yang digunakan
manusia tersebut.
Jadi masa depan manusia sangat dipengaruhi oleh ilmu dan masa
depan
juga
mempengaruhi
perkembangan
ilmu
tersebut.
Pada
dasarnya ilmu dan masa depan akan saling memberi warna dalam
kehidupan masyarakat.
B. PERMASALAHAN
Perjalanan kehidupan manusia yang sarat dengan keterbatasan serta
permasalahan-permasalahan menimbulkan kebutuhan akan ilmu. Ilmu
tersebut juga bukanlah statis tetapi juga dinamis.
C. TEORI
Pemahaman akan teori ini, sebelumnya akan saya bagi dalam dua
bagian besar. Pada bagian pertama akan menunjukkan dari hakekat
manusia itu pada dasarnya. Selain itu manusia akan kami coba
jelaskan dalam perspektif kediriannya yang mau tidak mau terikan
dengan ruang dan waktu. Sebab dengan hal tersebut manusia dapat
menjalin relasi dengan baik terhadap sesamanya dan menjadikan
segala bentuk pada dirinya sehingga kepenuhan pada kebutuhannya
dapat terpenuhi. Persepsi manusia terhadap cita-cita dan hasrat dirinya
akan senantiasa berujung pada pemeliharaan kehidupannya dalam
mencapai kesatuanya dengan Penciptanya. Keutuhan atau kesatuan
inilah yang menjadi kepemilikan manusia terhadap apa yang harus
dimilikinya dan ditempuhnya dalam reksa ruang dan waktu yang
mengikatnya.
D.KASUS
Pada umumya kerap kali manusia belum sadar akan eksistensi
dirinya. Eksistensi tersebut memberikan kesadaran bagi manusia
tentang seluk-beluk kekhasan manusia dengan makhluk lainnya. Jadi
apakah kekhasan manusia tersebut? inilah pertanyaan yang terus
menerus terulang dalam sejarah hidup manusia. Berdasarkan hal
tersebut
manusia
mencoba
mencari
tahu
tentang
dirinya
sesungguhnya sehingga ia akan selalu bertanya. Paham tentang siapa
dan bagaimana manusia itulah yang akan kita bahas pada bagaian ini.
Apakah manusia hanya sebatas bertanya atau manusia justru memiliki
keterkaitan dengan paham bagai dirinya secara internal dan eksternal
dari dirinya? Darimana manusia datang,? Kemana dia akan pergi?
Manakah panggilannya?
Hakekat Manusia1
Manusia dalam hakekatnya adalah berpikir ( cogito), dimana suatu
kepastian tidak akan dapat digoyahkan karena berkaitan dengan logika
dan matematika yang dikembangkan menjadi dasar filsafat. Manusia
akan mengalami diri sebagai eksistensi 2, dimana aku menemukan diri
“terarah keluar”, sebab itu manusia adalah makhluk eksentris. Manusia
yang mengarah keluar tersebutlah yang menjadikan dirinya sampai
pada kesatuan relasi dengan makhluk di sekitarnya. Manusia yang
bertanya3 akan mengeratkan kaitanya dengan sumbangsih orang lain
terhadapnya.
Makhluk Paradoksal4, manusia juga memiliki kekhasan yakni sebgai
makhluk paradoksal. Pusatku terletak di luar diriku. Perumusan ni
bersifat
paradoksal.
Rumusan
ini
kerap
timbul
ketika
manusia
tenggelam dalam refleksinya. Paradoksal berarti dua kebenaran yang
bertentangan. Kebenaran paradoksal terletak dalam kesatuan kedua
kebenaran yang saling bertentangan. Berbeda dengan kontradiksi,
karena kalau yang satu salah maka yang lain benar. Paradoksal ini erat
hubunganya dengan kedirian manusia.
Makhluk dinamis5, dinamika kehidupan manusia itu berhubungan
dengan
relasi
eksistensial.
Manusia
maju
dengan
membangun
dunianya. Manusia menuju diri sejati dengan memurnikan relasi
dengan sesamanya. Manusia menuju keunikannya sebgai pribadi
dengan mempererat hubungannya dengan Tuhan. Dinamika manusia
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi; Manusia Paradoks dan
Seruan, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 13- 17.
1
2
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…, hlm. 14.
3
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…,hlm.12.
4
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…, hlm. 15.
5
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…, hlm. 15-16.
itu ada ditangan dirinya sendiri. .Manusia bebas bertanggung jawab,
tetapi dalam kebebasan ini juga hadir suatu dorongan metafisis, suatu
orientasi untuk menuju diri yang sejati. Memang manusia itu bebas
tetapi ia juga terikat oleh orientasi dasariah manusia secara etis. Di
dalam dinamika ini sejak awal Pencipta sudah hadir dan berperan
dalam hidup manusia.
Makhluk multidimensional6, kekhasan ini merupakan bentuk lain dari
kehidupan manusia yang cukup essensial. Manusia bersifat jasmaniah,
termasuk dunia makhluk hidup dan bersifat rohani. Ia berpikir dan
berefleksi. Manusia adalah makhluk yang multidimensional. Hakekat
manusia yang bersifat pluridimensional ini menjadi pengikat kedirian
manusia secara etis. Memang ada pemikir yang mengungkapkan
bahwa manusia itu “one dimensional” saja. Marcuse membeberkan
kritikan dalam karangannya “The one-dimentional man”. Manusia
dewasa
ini
terkurung
dalam
dimensi
produksi-konsumsi.
Pada
hakekatnya manusia itu “being man is having to be man”.
Dari hakekat manusia tersebut dapat ditelaah bahwa memang
manusia itu benar-benar makhluk yang spesial dan memiliki kelebihan.
Dari dalam dirinya mau pun dari luar dirinya memberikan pengaruh
yang cukup signifikan karena akan memberikan ketetapan arti dalam
meneropong masa depan. Kehidupan manusia yang tidak terlepas dari
kebersamaan itu juga memberi pengaruh. Pengaruh tersebut tentu
dapat memberi motivasi atau justru membendung impian individu
tersebut. Karena harus berhadapan dengan lingkaran ruang dan waktu.
Dimensi Waktu dan Ruang7
Setiap benda memiliki tempat untuk dudukanya. Hal tersebut
merupakan ruang yang menjadi pijakan atau dudukan dari benda
tersebut. Seperti meja di dalam suatau ruangan, meja akan tetap di
dalam ruangan apabila meja keluar dari ruangan tersebut meja itu
6
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…, hlm. 16.
Prof. Dr. C. A. van Peursen,1974, Orientasi di Alam Filsafat, Kampen. Dialih
bahasakan oleh Dick Hartoko, dengan judul asli Filosofische Orientatie, 1980, PT.
Gramedia, anggota IKAPI, Jakarta, hlm. 151-152.
7
bukan lagi menjadi bagain dari ruangan tersebut. Ruangan yang
memiliki tiga dimensi itu belum merupakan kenyataan yang sungguhsungguh. Foto atau gambaran yang benar ketika dapat dihadirkan
dengan wujud. Gerak baru akan terjadi ketika benda atau meja
tersebut memiliki ruang dan waktu. Perbedaan khas antara ruang dan
waktu ialah waktu hanya mempunyai satu dimensi dan membujur
laksana sebuah garis. Dalam ruang kita dapat maju dan mundur,
dalam waktu tidak. Waktu laksana sungai yang tidak kembali ke
hulunya.
Immanuel Kant, tertarik dengan statement mengenai ruang dan
waktu. Kant mengungkapkan bahwa berbicara tentang ruang dan
waktu mustahil untuk melenyapkannya dari pikiran manusia. Kita
dapat mengosongkan pikiran kita dari segala sesuatu bahkan dari
benda dan isinya tetapi ruang itu tetap akan ada. Kita dapat
membayangkan
ruangan
tanpa
benda-benda
tetapi
sulit
membanyangkan benda-benda tanpa ruangan. Sama halnya dengan
waktu, bagaimana mungkin kita dapat membayangkan waktu tanpa
adanya peristiwa-peristiwa, tetapi bukan peristiwa tanpa adanya
waktu. Hal tersebutlah menjadi sebab musababnya betapa pentingnya
bagi manusia mengenai ruang dan waktu. Oleh Kant sifat ini pernah
diungkapnya
sebagai
idealitas
transendental.
Ruang
dipandang
sebagai jendela untuk memandang dengan cara lahiriah (melihat
benda-benda), sedangkan waktu adalah bentuk pemandangan batiniah
(mengalami bahwa sesuatu misalnya, ujian berlangsung sampai
beberapa waktu)8.
Bagaimana kita dapat menghubungkan antar ruangan dan waktu
lebih erat lagi, dimana waktu lebih mendapat peranan dalam dinamika
kehidupan. Misalnya sebagaimana Agustinus memandang hal tersebut
bahwa pemandangan antara manusia dengan benda kerap hanya
terbentang seutas jembatan, antara manusia dengan benda yang
dipandang tersebut. Dalam dirinya manusia menghadirkan diri tentang
hal-hal rohani dan berlangsung di dalam waktu. Lewat waktu manusia
8
Prof. Dr. C. A. van Peursen,1974, Orientasi di Alam…, hlm. 151-152.
menghadirkan diri dan mengadakan ikatan antara manusia dan
kenyataan ruang dan waktu.
Bagaimana kita dapat melihat hubungan antara ruang dan waktu
Barang yang berada dalam dimensi ruang (benda , materi, obyetivitas)
hendaklah dibuka lewat waktu. Tetapi jangan mempertentangkan
waktu sebagai segi batin dengan ruang, sebagai segi lahir ataupun
kesadaran dengan benda-benda yang berada secara obyektif. Dengan
demikian kita menjurus ke idealism yang menerangkan kenyataan
sebagai suatu segi dalam kesadaran kita. Waktu mengandaikan baik
kesadaran rohani maupun hal-hal di luar manusia yang muncul dalam
waktu,
seperti
sudah
ditegaskan
oleh
Kant.
Lebih
tepat
kita
mengatakan, seperti Augustinus yang memandang waktu sebagai
pertalian antara roh manusia dengan kenyataan di luar manusia.
Antara Ruang dan Waktu Dengan Ilmu dan Masa Depan
Manusia
Pembahasan sebelumnya memberikan pemahaman bagi kita bahwa
setiap hidup manusia cukup terbatas. Namun manusia terbatas pada
keadaan dirinya yang sedemikian. Kendati pun demikian manusia itu
ialah seluas segala kenyataan, manusia mampu memikirkan lebih dari
apa yang dapat dia perbuat. Manusia akan selalu dibatasi oleh ruang
dan
waktu.
menentukan
Dalam
dirinya.
ruang
Tubuh
manusia
sebagai
mendapat
ruang
kesulitan
dalam
diri
dalam
manusia
menghambatnya untuk merealisasikan pemikirannya. Di lain sisi
manusia pun harus bergulat dengan keadaan dirinya sebagai suatu
pribadi yang memiliki destination (tujuan) dan tujuan itulah berupa
cita-cita atau impian di masa depan. Tubuh itulah sebagai karakteristik
manusia dan impian itulah sebagai tujuan hidup manusia. Hal senada
terjadi pada ilmu sebagai usaha pencapaian masa depan manusia yang
diidamkannya.
Permasalahan yang kerap terjadi ialah manusia tidak terlalu peduli
terhadap keadaan dirinya dalam mencapai tujuan tersebut. Tak dapat
disangkal bahwa memang tujuan hidup manusia ialah kebahagiaan.
Kebahagiaan
tersebut
menjadi
ukuran
bagi
manusia
dalam
menentukan keadaan dirinya apakah dia itu sukses atau tidak. Harta
yang melimpah atau kedudukan yang baik serta status sosial yang
menggiurkan bukan menjadi ukuran kebahagiaan seseorang.
Dewasa ini sedemikain gampang untuk mendapatkan ilmu, baik
secara formal maupun non formal. Namun ilmu tersebut terkadang
mengelauhi mata manusia sehingga kesempatan yang ada untuk
mendapat ilmu, tidak dipergunakan secara efektif. Pada hal ilmu yang
diperoleh, bertujuan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik bagi
diri sendiri maupun sesama. Ilmu yang diperoleh seseorang bisa saja
membuat orang keteledor hingga ilmu yang seyogyanya dapat untuk
menggapai kebahagiaan itu justru menjadi penghambat pencapaian
masa depan yang lebih cerah. Itu semua berkaitan dengan ruang dan
waktu dalam hidup manusia.
Prospek kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari apa yang
menjadi karakteristik kehidupan manusia. Manusia memiliki teknik
tersendiri dalam mencapai atau memenuhi kebutuhannya.
“Manusia mengolah dunia hingga semakin sesuai dengan
kebutuhan dan tersedia apa yang dibutuhkan. Manusia bekerja,
tetapi sayang tenaga manusia sering lemah dan sangat
terbatas. Jelas bahwa dari segi ini manusia kalah bila
dibandingkan dengan makhluk lain. Tenaga seekor kerbau jauh
lebih kuat dari pada manusia. Manusia akan kalah bila
berhadapan dengan seekor singa. Tanpa menggunakan alat
manusia tidak akan pernah dapat menebang pohon…. Untuk
mengatasi itu semua manusia mencari akal. Manusia mulai
memikirkan teknik dengan membuat dan menggunakan alat
untuk membantu dirinya”9.
Teknik yang didapatkan manusia itu tidak terlepas dari pengalaman
empirisnya. Keadaan dirinya menjadikan manusia harus mampu
menciptakan apa yang menjadi tujuanya. Ilmu akan semakin melejit
jika manusia dapat menentukan pengalaman dan mengkajinya lebih
dalam. Tkenik tidak akan pernah terlepas dari apa yang di peroleh dari
ilmu. Teknik akan senantiasa membantu manusia dalam menemukan
masa depanya. Kendatipun demikian bukan berarti ilmu sebagai satu9
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…, hlm. 73.
satunya jalan bagi manusia dalam mendapatkan apa yang menjadi
suatu idaman. Ketika segala kebutuhan dapat dipenuhi denga baik
maka manusia tidak akan kesulitan dalam pencapaian jati dirinya yang
sesungguhnya. Relasi manusia dengan sesamanya harus dipandang
sebagai antara Aku – Engkau10, dimana keduanya memiliki kerinduan
dalam memenuhi kebutuhan manusia tersebut.
Keutuhan diri manusia akan tampak dalam kesanggupanya dalam
memberikan penjelasan tentang apa yang harus dilakukan dalam
neghadapi suatu cara. Keberadaan kesanggupan manusia tersebut
memberikan
makhluk
pemahaman
paradoksal11
baru
menjadi
bagi
manusia.
suatu
acuan
Manusia
baginya
sebagai
dalam
mempertahankan prinsip hidup sejatinya.
E. KESIMPULAN
Dari berbagai teori yang disampaikan dan pemahaman akan
keterbatasan manusia dalam menjalin kesatuanya dengan totalitas
eksistensinya. Manusia sebgai salah satu penghuni dunia harus mampu
menyatukan dirinya dengan segala aturan yang mungkin tampak dari
integritas mana yang memberinya kebahagiaan. Manusia akan selalu
mencari keadaan dirinya yang sesungguhnya sehingga segala apa yang
diharapkannya dapat terrealisasi dengan baik. Selain itu prasarana dan
sarana di dunia ini seperti kuliah, pekerjaan, profesi dan sebagainya
hanya merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan tersebut.
Ruang dan waktu yang sedemikian mengikat manusia harus mampu
menjadi sadaran yang sungguh berpartisipasi dalam kegiatanya. Manusia
yang memiliki akal atau pikiran yang akan bersatu dengan teknik dan
strategi untuk mencapai keadaan dirinya yang seseungguhnya. Inegritas
manusia harus menyeluruh dalam mebangun suasana yang lebih hidup
dalam pencariannya.
F. PENUTUP
10
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…, hlm. 48.
11
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…, hlm. 15.
Pasang surut kehidupan manusia betul-betul ditandai dengan segala
penghargaan yang didapatkannya dalam hidupnya. Manusia yang terikat
dalam ruang dan waktu tetap akan mencari dirinya seutuhnya. Walau
terkadang hal tersebut telalu berlebihan tapi akan tetap menerobos batas
tersebut. kendati pun dalam batas itu masih terdapat batas yang
membatasinya dengan segala pergerakan yang menyertainya.
Secara hakekat manusia memang makhluk yang cukup dinamisa dan
diberi kemampuan untuk selalu bersosialitas. Kemampuan yang istimewa
tersebut menjadikan memang seutuhnya manusia itu sungduh disediakan
dan direncanakan dalam segala kesulitan yang ada. Walaupun demikian
manusia akan selalu memberi yang terbaik pada dirinya dan mugkin bagi
sesamanya. Manusia yang bebas dan otonom pada kepribadiannya sendiri
akan memengaruh sikapnya itu.
Ilmu dan Masa Depan
A. PENDAHULUAN
Ilmu
atau
scinece
merupakan
suatu
perkataan
yang
cukup
bermakna ganda, yaitu mengandung lebih dari pada satu arti. Maka
pemakaian
istilah
tersebut
seseorang
harus
menegaskan
serta
menyadari arti mana yang dimaksud. Dalam arti yang pertama ilmu
mengacu pada ilmu seumumnya (scinece in general). arti yang kedua
dari ilmu merujuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah
yang memperlajari sesuatu pokok soal tertentu. dalam arti tersebut
ilmu berarti sesuatu cabang ilmu khusus seperti antropologi, biologi,
dan lain-lain. Istilah scinece sering juga dipakai untuk merujuk
gugusan-gugusan ilmu kealaman atau natural scinece. Jadi ilmu adalah
sebuah proses yang membuat pengetahuan.
Manusia adalah mahkluk yang sosialis dan dinamis, dimana mereka
masuk dalam suatu lingkaran yang terbatas dalam ruang dan waktu.
Mereka terbatas oleh waktu karena manusia memiliki keinginan atau
hasrat yang dapat membuat mereka harus mengatakan cukup atas
kebutuhan mungkin karena berbagai alasan. Namun pun demikian
manusia akan terus mencari apa yang menjadi kebutuhanya tersebut.
walaupun sulit untuk mendapatkannya manusia akan berusaha untuk
mencari kebenaran dalam dirinya maupun dari dalam alam sekitarnya.
Hal tersebut membuat manusia untuk mencoba merancang keingian
itu di masa depan. Masa depan tersebut ialah suatu kondisi dimana
manusia tidak dapat mengetahuinya serta menebaknya tetapi manusia
dapat mencapainya dalam usaha-usaha serta proses yang dilakukanya
dalam pencapaian tersebut. Dalam pencapaian masa depan manusia
sangat bergantung atau sangat dipengaruhi oleh ilmu yang digunakan
manusia tersebut.
Jadi masa depan manusia sangat dipengaruhi oleh ilmu dan masa
depan
juga
mempengaruhi
perkembangan
ilmu
tersebut.
Pada
dasarnya ilmu dan masa depan akan saling memberi warna dalam
kehidupan masyarakat.
B. PERMASALAHAN
Perjalanan kehidupan manusia yang sarat dengan keterbatasan serta
permasalahan-permasalahan menimbulkan kebutuhan akan ilmu. Ilmu
tersebut juga bukanlah statis tetapi juga dinamis.
C. TEORI
Pemahaman akan teori ini, sebelumnya akan saya bagi dalam dua
bagian besar. Pada bagian pertama akan menunjukkan dari hakekat
manusia itu pada dasarnya. Selain itu manusia akan kami coba
jelaskan dalam perspektif kediriannya yang mau tidak mau terikan
dengan ruang dan waktu. Sebab dengan hal tersebut manusia dapat
menjalin relasi dengan baik terhadap sesamanya dan menjadikan
segala bentuk pada dirinya sehingga kepenuhan pada kebutuhannya
dapat terpenuhi. Persepsi manusia terhadap cita-cita dan hasrat dirinya
akan senantiasa berujung pada pemeliharaan kehidupannya dalam
mencapai kesatuanya dengan Penciptanya. Keutuhan atau kesatuan
inilah yang menjadi kepemilikan manusia terhadap apa yang harus
dimilikinya dan ditempuhnya dalam reksa ruang dan waktu yang
mengikatnya.
D.KASUS
Pada umumya kerap kali manusia belum sadar akan eksistensi
dirinya. Eksistensi tersebut memberikan kesadaran bagi manusia
tentang seluk-beluk kekhasan manusia dengan makhluk lainnya. Jadi
apakah kekhasan manusia tersebut? inilah pertanyaan yang terus
menerus terulang dalam sejarah hidup manusia. Berdasarkan hal
tersebut
manusia
mencoba
mencari
tahu
tentang
dirinya
sesungguhnya sehingga ia akan selalu bertanya. Paham tentang siapa
dan bagaimana manusia itulah yang akan kita bahas pada bagaian ini.
Apakah manusia hanya sebatas bertanya atau manusia justru memiliki
keterkaitan dengan paham bagai dirinya secara internal dan eksternal
dari dirinya? Darimana manusia datang,? Kemana dia akan pergi?
Manakah panggilannya?
Hakekat Manusia1
Manusia dalam hakekatnya adalah berpikir ( cogito), dimana suatu
kepastian tidak akan dapat digoyahkan karena berkaitan dengan logika
dan matematika yang dikembangkan menjadi dasar filsafat. Manusia
akan mengalami diri sebagai eksistensi 2, dimana aku menemukan diri
“terarah keluar”, sebab itu manusia adalah makhluk eksentris. Manusia
yang mengarah keluar tersebutlah yang menjadikan dirinya sampai
pada kesatuan relasi dengan makhluk di sekitarnya. Manusia yang
bertanya3 akan mengeratkan kaitanya dengan sumbangsih orang lain
terhadapnya.
Makhluk Paradoksal4, manusia juga memiliki kekhasan yakni sebgai
makhluk paradoksal. Pusatku terletak di luar diriku. Perumusan ni
bersifat
paradoksal.
Rumusan
ini
kerap
timbul
ketika
manusia
tenggelam dalam refleksinya. Paradoksal berarti dua kebenaran yang
bertentangan. Kebenaran paradoksal terletak dalam kesatuan kedua
kebenaran yang saling bertentangan. Berbeda dengan kontradiksi,
karena kalau yang satu salah maka yang lain benar. Paradoksal ini erat
hubunganya dengan kedirian manusia.
Makhluk dinamis5, dinamika kehidupan manusia itu berhubungan
dengan
relasi
eksistensial.
Manusia
maju
dengan
membangun
dunianya. Manusia menuju diri sejati dengan memurnikan relasi
dengan sesamanya. Manusia menuju keunikannya sebgai pribadi
dengan mempererat hubungannya dengan Tuhan. Dinamika manusia
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi; Manusia Paradoks dan
Seruan, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 13- 17.
1
2
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…, hlm. 14.
3
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…,hlm.12.
4
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…, hlm. 15.
5
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…, hlm. 15-16.
itu ada ditangan dirinya sendiri. .Manusia bebas bertanggung jawab,
tetapi dalam kebebasan ini juga hadir suatu dorongan metafisis, suatu
orientasi untuk menuju diri yang sejati. Memang manusia itu bebas
tetapi ia juga terikat oleh orientasi dasariah manusia secara etis. Di
dalam dinamika ini sejak awal Pencipta sudah hadir dan berperan
dalam hidup manusia.
Makhluk multidimensional6, kekhasan ini merupakan bentuk lain dari
kehidupan manusia yang cukup essensial. Manusia bersifat jasmaniah,
termasuk dunia makhluk hidup dan bersifat rohani. Ia berpikir dan
berefleksi. Manusia adalah makhluk yang multidimensional. Hakekat
manusia yang bersifat pluridimensional ini menjadi pengikat kedirian
manusia secara etis. Memang ada pemikir yang mengungkapkan
bahwa manusia itu “one dimensional” saja. Marcuse membeberkan
kritikan dalam karangannya “The one-dimentional man”. Manusia
dewasa
ini
terkurung
dalam
dimensi
produksi-konsumsi.
Pada
hakekatnya manusia itu “being man is having to be man”.
Dari hakekat manusia tersebut dapat ditelaah bahwa memang
manusia itu benar-benar makhluk yang spesial dan memiliki kelebihan.
Dari dalam dirinya mau pun dari luar dirinya memberikan pengaruh
yang cukup signifikan karena akan memberikan ketetapan arti dalam
meneropong masa depan. Kehidupan manusia yang tidak terlepas dari
kebersamaan itu juga memberi pengaruh. Pengaruh tersebut tentu
dapat memberi motivasi atau justru membendung impian individu
tersebut. Karena harus berhadapan dengan lingkaran ruang dan waktu.
Dimensi Waktu dan Ruang7
Setiap benda memiliki tempat untuk dudukanya. Hal tersebut
merupakan ruang yang menjadi pijakan atau dudukan dari benda
tersebut. Seperti meja di dalam suatau ruangan, meja akan tetap di
dalam ruangan apabila meja keluar dari ruangan tersebut meja itu
6
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…, hlm. 16.
Prof. Dr. C. A. van Peursen,1974, Orientasi di Alam Filsafat, Kampen. Dialih
bahasakan oleh Dick Hartoko, dengan judul asli Filosofische Orientatie, 1980, PT.
Gramedia, anggota IKAPI, Jakarta, hlm. 151-152.
7
bukan lagi menjadi bagain dari ruangan tersebut. Ruangan yang
memiliki tiga dimensi itu belum merupakan kenyataan yang sungguhsungguh. Foto atau gambaran yang benar ketika dapat dihadirkan
dengan wujud. Gerak baru akan terjadi ketika benda atau meja
tersebut memiliki ruang dan waktu. Perbedaan khas antara ruang dan
waktu ialah waktu hanya mempunyai satu dimensi dan membujur
laksana sebuah garis. Dalam ruang kita dapat maju dan mundur,
dalam waktu tidak. Waktu laksana sungai yang tidak kembali ke
hulunya.
Immanuel Kant, tertarik dengan statement mengenai ruang dan
waktu. Kant mengungkapkan bahwa berbicara tentang ruang dan
waktu mustahil untuk melenyapkannya dari pikiran manusia. Kita
dapat mengosongkan pikiran kita dari segala sesuatu bahkan dari
benda dan isinya tetapi ruang itu tetap akan ada. Kita dapat
membayangkan
ruangan
tanpa
benda-benda
tetapi
sulit
membanyangkan benda-benda tanpa ruangan. Sama halnya dengan
waktu, bagaimana mungkin kita dapat membayangkan waktu tanpa
adanya peristiwa-peristiwa, tetapi bukan peristiwa tanpa adanya
waktu. Hal tersebutlah menjadi sebab musababnya betapa pentingnya
bagi manusia mengenai ruang dan waktu. Oleh Kant sifat ini pernah
diungkapnya
sebagai
idealitas
transendental.
Ruang
dipandang
sebagai jendela untuk memandang dengan cara lahiriah (melihat
benda-benda), sedangkan waktu adalah bentuk pemandangan batiniah
(mengalami bahwa sesuatu misalnya, ujian berlangsung sampai
beberapa waktu)8.
Bagaimana kita dapat menghubungkan antar ruangan dan waktu
lebih erat lagi, dimana waktu lebih mendapat peranan dalam dinamika
kehidupan. Misalnya sebagaimana Agustinus memandang hal tersebut
bahwa pemandangan antara manusia dengan benda kerap hanya
terbentang seutas jembatan, antara manusia dengan benda yang
dipandang tersebut. Dalam dirinya manusia menghadirkan diri tentang
hal-hal rohani dan berlangsung di dalam waktu. Lewat waktu manusia
8
Prof. Dr. C. A. van Peursen,1974, Orientasi di Alam…, hlm. 151-152.
menghadirkan diri dan mengadakan ikatan antara manusia dan
kenyataan ruang dan waktu.
Bagaimana kita dapat melihat hubungan antara ruang dan waktu
Barang yang berada dalam dimensi ruang (benda , materi, obyetivitas)
hendaklah dibuka lewat waktu. Tetapi jangan mempertentangkan
waktu sebagai segi batin dengan ruang, sebagai segi lahir ataupun
kesadaran dengan benda-benda yang berada secara obyektif. Dengan
demikian kita menjurus ke idealism yang menerangkan kenyataan
sebagai suatu segi dalam kesadaran kita. Waktu mengandaikan baik
kesadaran rohani maupun hal-hal di luar manusia yang muncul dalam
waktu,
seperti
sudah
ditegaskan
oleh
Kant.
Lebih
tepat
kita
mengatakan, seperti Augustinus yang memandang waktu sebagai
pertalian antara roh manusia dengan kenyataan di luar manusia.
Antara Ruang dan Waktu Dengan Ilmu dan Masa Depan
Manusia
Pembahasan sebelumnya memberikan pemahaman bagi kita bahwa
setiap hidup manusia cukup terbatas. Namun manusia terbatas pada
keadaan dirinya yang sedemikian. Kendati pun demikian manusia itu
ialah seluas segala kenyataan, manusia mampu memikirkan lebih dari
apa yang dapat dia perbuat. Manusia akan selalu dibatasi oleh ruang
dan
waktu.
menentukan
Dalam
dirinya.
ruang
Tubuh
manusia
sebagai
mendapat
ruang
kesulitan
dalam
diri
dalam
manusia
menghambatnya untuk merealisasikan pemikirannya. Di lain sisi
manusia pun harus bergulat dengan keadaan dirinya sebagai suatu
pribadi yang memiliki destination (tujuan) dan tujuan itulah berupa
cita-cita atau impian di masa depan. Tubuh itulah sebagai karakteristik
manusia dan impian itulah sebagai tujuan hidup manusia. Hal senada
terjadi pada ilmu sebagai usaha pencapaian masa depan manusia yang
diidamkannya.
Permasalahan yang kerap terjadi ialah manusia tidak terlalu peduli
terhadap keadaan dirinya dalam mencapai tujuan tersebut. Tak dapat
disangkal bahwa memang tujuan hidup manusia ialah kebahagiaan.
Kebahagiaan
tersebut
menjadi
ukuran
bagi
manusia
dalam
menentukan keadaan dirinya apakah dia itu sukses atau tidak. Harta
yang melimpah atau kedudukan yang baik serta status sosial yang
menggiurkan bukan menjadi ukuran kebahagiaan seseorang.
Dewasa ini sedemikain gampang untuk mendapatkan ilmu, baik
secara formal maupun non formal. Namun ilmu tersebut terkadang
mengelauhi mata manusia sehingga kesempatan yang ada untuk
mendapat ilmu, tidak dipergunakan secara efektif. Pada hal ilmu yang
diperoleh, bertujuan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik bagi
diri sendiri maupun sesama. Ilmu yang diperoleh seseorang bisa saja
membuat orang keteledor hingga ilmu yang seyogyanya dapat untuk
menggapai kebahagiaan itu justru menjadi penghambat pencapaian
masa depan yang lebih cerah. Itu semua berkaitan dengan ruang dan
waktu dalam hidup manusia.
Prospek kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari apa yang
menjadi karakteristik kehidupan manusia. Manusia memiliki teknik
tersendiri dalam mencapai atau memenuhi kebutuhannya.
“Manusia mengolah dunia hingga semakin sesuai dengan
kebutuhan dan tersedia apa yang dibutuhkan. Manusia bekerja,
tetapi sayang tenaga manusia sering lemah dan sangat
terbatas. Jelas bahwa dari segi ini manusia kalah bila
dibandingkan dengan makhluk lain. Tenaga seekor kerbau jauh
lebih kuat dari pada manusia. Manusia akan kalah bila
berhadapan dengan seekor singa. Tanpa menggunakan alat
manusia tidak akan pernah dapat menebang pohon…. Untuk
mengatasi itu semua manusia mencari akal. Manusia mulai
memikirkan teknik dengan membuat dan menggunakan alat
untuk membantu dirinya”9.
Teknik yang didapatkan manusia itu tidak terlepas dari pengalaman
empirisnya. Keadaan dirinya menjadikan manusia harus mampu
menciptakan apa yang menjadi tujuanya. Ilmu akan semakin melejit
jika manusia dapat menentukan pengalaman dan mengkajinya lebih
dalam. Tkenik tidak akan pernah terlepas dari apa yang di peroleh dari
ilmu. Teknik akan senantiasa membantu manusia dalam menemukan
masa depanya. Kendatipun demikian bukan berarti ilmu sebagai satu9
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…, hlm. 73.
satunya jalan bagi manusia dalam mendapatkan apa yang menjadi
suatu idaman. Ketika segala kebutuhan dapat dipenuhi denga baik
maka manusia tidak akan kesulitan dalam pencapaian jati dirinya yang
sesungguhnya. Relasi manusia dengan sesamanya harus dipandang
sebagai antara Aku – Engkau10, dimana keduanya memiliki kerinduan
dalam memenuhi kebutuhan manusia tersebut.
Keutuhan diri manusia akan tampak dalam kesanggupanya dalam
memberikan penjelasan tentang apa yang harus dilakukan dalam
neghadapi suatu cara. Keberadaan kesanggupan manusia tersebut
memberikan
makhluk
pemahaman
paradoksal11
baru
menjadi
bagi
manusia.
suatu
acuan
Manusia
baginya
sebagai
dalam
mempertahankan prinsip hidup sejatinya.
E. KESIMPULAN
Dari berbagai teori yang disampaikan dan pemahaman akan
keterbatasan manusia dalam menjalin kesatuanya dengan totalitas
eksistensinya. Manusia sebgai salah satu penghuni dunia harus mampu
menyatukan dirinya dengan segala aturan yang mungkin tampak dari
integritas mana yang memberinya kebahagiaan. Manusia akan selalu
mencari keadaan dirinya yang sesungguhnya sehingga segala apa yang
diharapkannya dapat terrealisasi dengan baik. Selain itu prasarana dan
sarana di dunia ini seperti kuliah, pekerjaan, profesi dan sebagainya
hanya merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan tersebut.
Ruang dan waktu yang sedemikian mengikat manusia harus mampu
menjadi sadaran yang sungguh berpartisipasi dalam kegiatanya. Manusia
yang memiliki akal atau pikiran yang akan bersatu dengan teknik dan
strategi untuk mencapai keadaan dirinya yang seseungguhnya. Inegritas
manusia harus menyeluruh dalam mebangun suasana yang lebih hidup
dalam pencariannya.
F. PENUTUP
10
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…, hlm. 48.
11
Adelbert Snijders, OFM Cap . (alm.), 2004, Antropologi…, hlm. 15.
Pasang surut kehidupan manusia betul-betul ditandai dengan segala
penghargaan yang didapatkannya dalam hidupnya. Manusia yang terikat
dalam ruang dan waktu tetap akan mencari dirinya seutuhnya. Walau
terkadang hal tersebut telalu berlebihan tapi akan tetap menerobos batas
tersebut. kendati pun dalam batas itu masih terdapat batas yang
membatasinya dengan segala pergerakan yang menyertainya.
Secara hakekat manusia memang makhluk yang cukup dinamisa dan
diberi kemampuan untuk selalu bersosialitas. Kemampuan yang istimewa
tersebut menjadikan memang seutuhnya manusia itu sungduh disediakan
dan direncanakan dalam segala kesulitan yang ada. Walaupun demikian
manusia akan selalu memberi yang terbaik pada dirinya dan mugkin bagi
sesamanya. Manusia yang bebas dan otonom pada kepribadiannya sendiri
akan memengaruh sikapnya itu.