PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH dan ASURANSI

PERBEDAAN ASURANSI SYARI’AH dan ASURANSI
KONVENSIONAL
(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia)

Dosen Pengampu : ZEIN MUTTAQIN S.E.I., M.A.

Disusun oleh :
Rosita (14423006)
Dzuriyatun Rahmatika (14423031)

PRODI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
sejalan dengan perputaran bumi, permasalahan yang dihadapi manusia semakin komplek, terkadang
permasalahan-permasalahan itu belum terjamah oleh hukum, padahal dalam suatu kaidah ushul
dikatakan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan pola tindak dan pola tingkah manusia tidak

lepas dari pantauan hukum. Oleh karenannya apabila ada suatu masalah yang belum terjamak oleh
hukum yang secara pasti disebutkan dalam al-qur’an dan hadis maka diadakan kajian hukum mengenai
permasalahan tersebut melalui jalan ijtihad.
Permasalahan-permasalahan yang seperti tersebut di atas dalam istilah fiqh disebut dengan masail
fiqhiyyah. Salah satu permasalahan yang ingin kami bahas dalam makalah ini adalah masalah
tinjauanmekanisme asuransi. Topik ini kami anggap penting karena disamping asuransi memang
sebagai salah satu permasalahan kontemporer juga karena di indonesia sudah berdiri asuransi yang
berlandasan syariah

Rumusan masalah
Bagaimana mekanisme operasional asuransi syariah dan asuransi konvensional ?
Bagaimana perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional?

Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana proses mekanisme operasional asuransi syariah dan konvensional.
Untuk mengetahui bagaimana perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH & ASURANSI KONVENSIONAL

Asuransi Syariah
Dalam bahasa arab, asuransi dikenal dengan istilah at-tamin,penanggung di sebut mu’amin
tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min diambil dari amana yang artinya
memberi perlindungan,ketenangan,rasa aman,dan bebas dari rasa takut seperti yang tersebut dalam
QS.Quraisy (106) yaitu : "Yang telah memberi makanan kepada mereka, untuk menghilangkan lapar,
dan mengamankan mereka dari ketakutan." (Sula,2004:28).
Pengertian dari at-ta’min adalah seorang membayar atau menyerahkan uang cicilan agar ia atau
ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati atau untuk mendapatkan
gant terhadap harta yang hilang. Di indonesia sendri asuransi islam sering dikenal dengn istilah takaful.
Kata takaful berasal dari takafala-yatakafalu yang berarti menjamin atau saling menanggung (ibid :23).
Sedangkan Muhammad Syakir Sula mengartikan takaful dalam pengertian muamalah adalah
saling memikul resiko di antara sesama orang ,sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung
atas resiko lainnya.
Dalam ensklopedi hukum islam digunakan istilah at-takaful al-ijtima atau solidaritas yang
diartikan sebagai sikap anggota masyarakat islam yang saling memikirakan meperhatikan dan
membantu mengatasi kesulitan ; anggota masyarakat islam yang satu merasakan penderitaan yang lain
sebagai penderitaanya sendiri dan keberuntungannya adalah juga keberuntungan yang lain
(Dahlan,1628)
Hal ini sejalan dengan HR.Bukhari Muslim “Orang-orang yang beriman bagaikan sebuah
bangunan,antara satu bagian dan bagian lainnya saling menguatkan,sehingga melahirkan suaatu

kekuatan yang besar “. Dan dalam hal ini Dewan Syariah Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan
fatwa mengenai asuransi syariah NO.21/DSN-MUI/X/2001 bagian pertama mengenai ketentuan umum
angka 1 dsebutkan pengertian asuransi syariah adalah saling melindungi dan tolong menolong di antara
sejumlah orang orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan tabarru yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan
syariah.Widyaningsih(2005:223)
Nah dari pengertian dan penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa Asuransi Syariah adalah
sebuah sistem di mana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi/premi yang mereka
bayar untuk digunakan membayar klaim atas musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Proses
hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah
sharing of risk atau “saling menanggung risiko”. Apabila terjadi musibah, maka semua peserta asuransi
syariah saling menanggung. Dengan demikian, tidak terjadi transfer risiko (transfer of risk atau
“memindahkan risiko”) dari peserta ke perusahaan seperti pada asuransi konvensional.
Peranan perusahaan asuransi pada asuransi syariah terbatas hanya sebagai pemegang amanah
dalam mengelola dan menginvestasikan dana dari kontribusi peserta. Jadi pada asuransi syariah,
perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola operasional saja. Kata asuransi itu sendiri diambil dari
bahasa Belanda yaitu assurantie. Dalam hukum belanda disebut dengan verzekering, yang berarti
pertanggungan.widyaningsih(2005)

Asuransi Konvensional

Sedangkan pengertian asuransi konvesional adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan
mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketigayang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan. (UU no. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian)
Pasal asal 246 KUHD RI asuransi/penanggungan adalah: suatu perjanjian dimana seorang
penanggung mengikat diri pada tertanggung dengan menerima premi untuk penggantian kepadanya
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akandiderita
karenasuatu peristiwa tertentu
Asuransi adalah perjanjian antara penanggung (perusahaan asuransi) dengan yang ditanggung
(peserta asuransi) untuk menerima premigantirugi.Kamarulazman (2008)
Asuransi merupakan suatu rencana yang melibatkan penggabungan sekelompok orang dengan
memindahkan risikoyangdipunyai masing-masing. Dari sudut pandang sosial: asuransi merupakan
suatu alat sosial untuk melakukan akumulasi dana dalam mencapai kerugian yang tidak pasti dengan
cara memindahkan risiko orang banyak kepada asuradur.
Dari pemaparan tentang pengertian asuransi syariah maupun konvensional dapat kita lihat bahwa
dari perusahaan asuransi konvensional adalah murni bisnis. Seperti kebanyakan bisnis lain tujuan
tersebut adalah untuk mendapatkan profit yang besar. Hal ini terlihat dari dana yang diperoleh dari

premi nasabah, semuanya menjadi milik perusahaan. Asuransi syariah, tujuan utamanya bukanlah untuk
mendapatkan laba yang besar. Tujuan utama asuransi syariah adalah mencari keuntungan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan perjuangan umat. Hal ini terlihat dari visi dan misi yang diemban oleh
asuransi syariah, yaitu: misi aqidah, misi ibadah, misi isghtishodi, dan misi keumatan. Perbedaan tujuan
antara asuransi konvensional dan asuransi syariah akan berpengaruh kepada pelaksanaan usaha
asuransi tersebut. Transaksi yang sama antara kedua asuransi tersebut bisa berbeda cara pengakuannya.
Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tujuan yang harus dicapai oleh asuransi konvensional dan
asuransi syariah.
Asuransi sebagai lembaga keuangan nonbank, terorganisir secara rapi dalam sebuah perusahaan
yang berorientasi pada pendekatan kelembagaandan merupakan jawaban bagi langkah proteksi
terhadap kegiatan dan aktivitas ekonomi. Azhar(1996:49)
Sebagaimana dikutip oleh Husain Hamid Hisan mengatakan bahwa asuransi merupakan
kesepakatan kerjasama (ta'awun ᷇) antara berbagai pihak dalam mengantisipasi suatu peristiwa. Apabila
peristiwa tersebut terjadi, maka mereka semua akan saling bekerja sama untuk menanggungnya dengan
sedikit pemberian derma (premi) yang diberikan oleh para peserta sebelumnya. Hisan (1997:2)
B. PANDANGAN ULAMA FIQH TENTANG ASURANSI
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan keabsahan praktik hukum asuransi. Secara garis
besar kontrofersi terhadap masalah ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok:
1. Adalah ulama yang mengharamkan asuransi
2. Ulama yang memperbolehkan asuransi

Kedua kelompok ini mempunyai hujjah (dasar hukum) masing-masing dalam memberikan alasanalasan hukum sebagai penguat terhadap pendapat yang disampaikannya. Diantara pendapat beberapa
ulama dalam masalah asuransi ini ada yang mengharamkan asuransi dalam bentuk apapun, dan ada

yang membolehkan semua bentuk asuransi. Disamping itu, ada yang berpendapat membolehkan
asuransi yang bersifat sosial (ijtima ’i) dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial (tijarih),
serta ada pula yang meragukannya ( syudhat). Pembagian terhadap kedua kelompok diatas dilakukan
masjfuk zuhdi yang dapat menggambarkan sejarah tegas mana ulama yang mengharamkan dan mana
ulama yang membolehkan asuransi. Diantara ulama yang mengharamkan asuransi adalah Sayid Sabiq
pengarang fiqh sunnah, Abdullah al-Qalqili, Mufti Yordan, Muhammad Yusuf Al-Qardawi pengarang
al-halal wa al-haram fi al islam, Mahdi Hasan, Mufti Deoband Saharnapur India , Mahmud Ali, Mufti
Al-Ulum Cawnpur India dan Muhammad Bakhit al-muth’i, Mufti Mesir. Alasan utama pengharaman
asuransi masih menurut masjfuk yaitu premi-premi yang dibayarkan oleh para pemegang polis diputar
dalam praktik riba. Lain halnya dengan Warkum Sumitro yang memberikan jawaban terhadap
kelompok yang mengharamkan asuransi dengan 5 alasan (aspek legal lembaga keuangan syariah,
Muttaqin, hal. 86-87) sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.


Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam islam.
Asuransi mengandung unsur ketidakpastian.
Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam.
Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar dilarang oleh islam
Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan.

C. SEJARAH ASURANSI SYARIAH
Perkembangan asuransi dalam sejarah islam sudah lama terjadi. Istilah yang digunakan
tentunya berbeda-beda, tetapi masing-masing memiliki kesamaan, yaitu adanya pertanggungan oleh
sekelompok orang untuk menolong orang lain yang berada dalam kesulitan.
Dalam islam, praktik asuransi pernah dilakukanpada masa nabi Yusuf as. Yaitu pada saat ia
menafsirkan mimpi dari raja fir’aun. Tafsiran yang iya sampaikan adalah bahwa mesir akan mengalami
masa 7 (tujuh) panen yang melimpah dan diikuti dengan masa 7 (tujuh) tahun paceklik. Untuk
menghadapi masa kesulitan (paceklik) itu, nabi Yusuf as. Menyarankan agar menyisihkan sebagian dari
hasil panen pada masa 7 tahun pertama. Saran dari nabi Yusuf as. Ini diikuti oleh Raja Fir’aun, sehingga
masa paceklik bisa ditangani dengan baik.
Pada masa arab sendiri terdapat sistem ‘aqillah yang sudah menjadi kebiasaan mereka sejak
pra-islam. ‘aqillah merupakan cara penutupan (istilah yang digunakan oleh AM. Hasan Ali) dari
keluarag pembunuh terhadap keluarga korban (yang terbunuh). Ketika terdapat seseorang terbunuh oleh

anggota suku lain, maka keluarga pembunuh harus membayar diyat dalam bentuk uang darah.
Kebiasaan ini kemudian dilanjutkan oleh Nabi Muhammad saw. Yang dapat terlihat pada hadist berikut
ini.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, dia berkata: berselisih dua orang wanita dari suku
Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu kewanita yang lain sehingga
mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris
dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW.,
maka Rasulullah SAW. Memutuskan ganti rugi dari pembunuhan dari janin tersebut dengan
pembebasan dengan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi
kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh aqilahnya (kerabat
dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhari)

Praktik aqilah yang dilakukan oleh masyarakat arab ini sama engan praktik asuransi pada saat
ini, dimana sekelompok orang membantu untuk menanggung orang lain yang tertimpa musibah. Dalam
hal kaitannya dengan praktik pertanggungan ini, Nabi Muhammad SAW. Juga memuat ketentuan dalam
pasal khusus pada khontituasi madinah, yaitu pasal 3 yang isinya: “Orang Quraisy yang melakukan
perpindahan (ke madinah) melakukan pertanggungan bersama dan akan saling bekerjasama membayar
uang darah di anatara mereka”.

Perkembangan praktik ‘aqilah yang sama dengan praktik asuransi ternyata tidak hanya

diterapkan pada masa pidana, tetapi juga mulai diterapkan dalam bidang perniagaan. Sering kali
disebutkan dalam beberapa buku yang membahas mengenai sejarah asuransi bahwa asuransi pertama
kali dilakukan di Italia berupa asuransi perjalanan laut pada abad ke-14. Namun, sebenarnya sebelum
abad ke-14, asuransi telah dilakukan oleh orang-orang Arab sebelum datangnya Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW. Orang-orang arab yang mahir dibidang perdagangan telah melakukan
perdagangan ke negara-negara lain melalui jalur laut. Untuk melindungi barang-barang dagangannya
ini mereka mengasuransikannya dengan tidak menggunakan sistem bunga dan riba. Bahkan Nabi
Muhammad SAW. Sendiri pun telah mekakukan asuransi ketika melakukan perdagangan di Mekkah.
Suatu ketika Nabi Muhammad SAW turut dalam perdagangan di Mekkah dan seluruh armada
dagangannya terpecah belah oleh suatu bencana, hilang dipadang pasir. Kemudian, para pengelola
usaha yang merupakan anggota dana kontribusi membayar seluruh barang dagangannya termasuk harga
unta dan kuda yang hilang, kepada para korban yang selamat dan keluarga korban yang hilang. Nabi
Muhammad SAW yang pada saat itu berdagang dengan modal dari Khodijah juga telah
menyumbangkan dan pada dana kontribusi tersebut dari keuntungan yang telah diperolehnya.
Dibidang bisnis inilah asuransi semakin berkembang, terutama dalam hal perlindungan
terhadap barang-barang perdagangannya. Namun, perkembangan ini tidak sejalan dengan kesesuaian
asuransi terhadap syariah. Meskipun demikian, dengan banyaknya kajian terhadap praktik
perekonomian dalam perspektif hukum islam, asuransi mulai diselaraskan dengan ketentuan-ketentuan
syariah. Pada paruh kedua abad ke-20 bibeberapa megara Timur Tengah dan Afrika telah mulai
mencoba mempraktikkan asuransi dalam bentuk tafakul yang kemudian berkembang pesat hingga

kenegara-negara yang berpenduduk non muslim sekalipun di Eropa dan di Amerika. ( Bank dan
Asuransi Islam di Indonesia, Wirdiningsih, Hal.179-181)

D. POTRET ASURANSI SYARIAH
Menyusul berdirinya bank muamalat indonesia pada bulan juli 1992 maka muncul pemikiran
baru dikalangan ulama dan praktisi ekonomi syariah yang jumlahnya masih sedikit ketika itu untuk
membuat asuransi syariah. Karena operasional bank syariah tidak bisa lepas dari praktik asuransi yang
sudah barang tentu harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah pula. Setelah dibentuk tim takaful
indonesia (tepati) pada tanggal 27 juli 1993, dan memulai misinya dengan berbagai persiapan termasuk
mengadakan seminar-seminar oleh beberapa tokoh dan pakarnya, maka pada tanggal 24 februari 1994
berdirilah PT syarikat takaful Indonesia dengan dirut Rahmat Husein. Selanjutnya mendirikan 2 anak
perusahaan yaitu PT asuransi Takaful keluarga pada tanggal 25 Agustus 1994 dan PT asuransi takaful
umum pada tanggal 2 Juni 1995.
Memasuki tahun ke-8 atau tahun 2001, muncul berbagai asuransi syariah lainnya.
Perkembangan asuransi pada dekade 2001 sungguh sangat menggembirakan, terutama karena
bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya bank-bank syariah serta lembaga keuangan syariah
lainnya seperti reksadan syariah, obligasi syariah, koperasi syariah dan lain-lainnya yang berkembang
sampai kedaerah-daerah lainnya. Ini semakin lengkap dengan munculnya keputusan mentri keuangan
(KMK) yang secara resmi mengukur keberadaan asuransi yang dijalankan dengan prinsip-prinsip
syariah.


E. FALSAFAH DASAR ASURANSI ISLAM
Konsep ekonomi islam berasaskan konsep tafakul yang merupakan perpaduan rasa tanggung
jawab dan persaudaraan antara peserta. Kata tafakul berasal dari bahasa arab yang berakar dari kata
tafakal-yatafakalu.ilmu tafsir atau sharaf memasukkan kata tafakul kedalam kelompok bina muta’adi
yaitu tafaa’aala yang artinya saling menanggung atau saling menjamin. Untuk itu, harus ada suatu
persetujuan dari para peserta tafakul untuk memberikan sumbangan keuangan sebagai derma (tabarru)

karena allah semata dengan niat membantu sesama peserta yang tertimpa musibah, seperti kematian,
bencana, dan sebagainya. Adapun prinsip-prinsip asuransi islam dijelaskan berikut ini.
1. Saling bertanggung jawab
Hal ini sesuai dengan tuntutan hadist-hadist yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.
Kehidupan dianatara sesama muslim terikat dalam suatu kaidah yang sama dalam menegakkan
nilai-nilai islam. Oleh karena itu, kesulitan seorang muslim dalam kehidupan menjadi tanggung
jawab sesama muslim.
2. Saling bekerja sama untuk bantu membantu
Hal ini sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT. Dalam Al-qur’an dan Hadist rasulullah
SAW. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dan Abu Daud, sebagai
berikut:
a. Al- Qur’an
QS. Al-Maidah (5): 2
“... Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran..”
b. Hadis Nabi Muhammad SAW:
“ Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya.”
(diriwayatkan oleh al-bukhari dan Muslim dan Abu Daud)
3. Saling melindungi dari segala kesusahan
Hubungan sesama muslim tersebut dapat diibaratkan suatu badan, yang apabila salah satu
anggota badan terganggu atau kesakitan maka seluruh badan akan ikut merasakan. Maka saling
tolong menolong dan membantu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem
kehidupan masyarakat muslim. (Bank dan Lembaga Keuangan Syariah deskripsi dan ilustrasi,
Sudarsono, 121-122)

F. JENIS DAN PRODUK TAFAKUL YANG TELAH ADA
Keberadaan produk asuransi syariah selain karena tuntutan pasar juga dikarenakan keberadaan
suatu produk diperlukan dalam rangka menjaga komitmen terhadap prinsip-prinsip syariah terutama
kemaslahatan ummat dan rahmat bagi alam. Kondisi ini menunjukkan bahwa selain karena orientasi
bisnis, asuransi syariah juga berorientasi pada syiar islam. Hal inilah yang menjanjikan asuransi syariah
dituntut lebih aktif, kreatif dan inovatif terhadap berbagai perkembangan didalam kehidupan
masyarakat.
Produk asuransi syariah ditawarkan kepada seluruh masyarakat, bukan saja muslim, tetapi juga
non-muslim. Prinsip tolong-menolong dalam asuransi syariah bermakna universal, tolong-menolong
bukan saja ditujukan kepada sesama muslim tetapi seluruh manusia. dimana satu diantara lain sebagai
sesama manusia mempunyai potensi mendapatkan resiko yang sama dalam hidup ini. Prinsip tolongmenolong inilah yang menjadi kelebihan sistem asuransi syariah dibanding sistem asuransi
konvensional. Dan hal ini menjadikan alasan bagi masyarakat untuk tertarik menjadi bagian dari
penyelenggaran asuransi syariah.
Pada awal berdirinya produk tafakul paling sedikit harus memenuhi kebutuhan masyarakat
sehingga dapat menjadi alternatif produk asuransi konvensional yang telah ada. Sebagai contoh, pada
PT. Syarikat Tafakul yang merupakan pelopor asuransi Islam di Indonesia terdapat dua jenis asuransi
yang disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku pada saat itu, yaitu Undang-Undang No. 2 tahun 1992,
yang terdiri atas PT Asuransi Tafakul Keluarga (ATK) dan PT Asuransi Tafakul Umum (ATU). produkproduk yang dikeluarkan pada saat itu antara lain seperti berikut ini.

1. Produk tafakul individu
a) Produk-produk Tabungan
 Tafakul dana investasi
 Tafakul dana haji
 Tafakul dana siswa
 Tafakul jabatan
b) Produk-produk Non-Tabungan
 Tafakul al-khaairat individu
 Tafakul kecelakaan diri individu
 Tafakul kesehatan individu
2. Tafakul Keluarga/grub
 Tafakul al-khaairat dan tabungan haji
 Tafakul kecelakaan siswa
 Tafakul wisata dan perjalanan
 Tafakul kecelakaan diri kumpulan
 Tafakul masjis taklim
 Tafakul pembiayaan
3. Tafakul umum
 Tafakul kebakaran
 Tafakul kendaraan bermotor
 Tafakul rekayasa
 Tafakul pengangkutan
 Tafakul rangka kapal
 Asuransi tafakul aneka
(bank dan lembaga keuangan syariah deskripsi dan ilutrasi, Sudarsono, edisi
ke-3, hal. 135-158)

G. PERBEDAAN LAPORAN KEUANGAN ASURANSI KONVENSIONAL DAN
ASURANSI SYARIAH
Perbedaan laporan keuangan asuransi konvensional dan asuransi syariah menurut Ulfi Maryati
(2007) dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Laporan Keuangan Pada Perusahaan Asuransi Bagi
Hasil” laporan keuangan berisikan tentang kekayaan suatu perusahaan serta ringkasan hasil aktifitas
operasional perusahaan selama 1 periode, yang disusun oleh bagian keuangan khususnya bagian
akuntansi. Dalam penyususnan laporan keuangan setiap jenis usaha terdapat standar yang mengaturnya.
Terkadang antara satu jenis usaha dengan usaha yang lainnya terdapat jenis laporan keuangan yang
berbeda. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan pelaporan dan pengungkapan masing-masing usaha
berbeda-beda.
Menurut PSAK No. 28 No. 36, laporan keuangan untuk perusahaan asuransi konvensional
terdiri dari:
1. neraca merupakan laporan yang disusun secara sistematis mengenai posisi aset, kewajiban,
dan ekuitas suatu perusahaan pada saat tertentu.
2. Laporan laba rugimerupakan laporan yang menyajikan jumlah pendapatan dan beban yang
terjadi pada periode tertentu.
3. Catatan atas laporan keuangan merupakan laporan yang menyajikan informasi mengenai
dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang di terapkan perusahaan.
Menurut PSAK No. 108, laporan keuangan perusahaan asuransi syariah yang lengkap terdiri
dari:
1. Laporan posisi keuangan (neraca) laporan yang disusun secara sistematis mengenai posisi
aset, kewajiban, dan ekuitas suatu perusahaan pada saat tertentu.
2. Laporan surplus defisit underwriting dana tabarru’ entitas asuransi syariah menyajikan
laporan laba rugi peserta, dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK yang relevan.

3. Laporan laba rugi
Entitas asuransi syariah menyajikan laporan laba rugi yang mencakup, tetapi tidak terbatas.
4. Laporan perubahan ekuitas
Entitas auransi syariah menyajikan laporan perubahan ekuitas sesuai dengan PSAK yang
relevan
5. Laporan perubahan dana tabarru’
Entisitas asuransi syariah menyajikan laporan perubahan dana tabarru yang mencakup,
tetapi tidak terbatas.
6. Laporan arus kas
Menurut PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah par 109, informasi arus
kas memberikan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai kemampuan entitas
syariah dalam menghasilkan kas dan setara kas dan kebutuhan dalam menggunakan arus
kas tersebut.
7. Laporan sumber dan penggunaan zakat
Entitas asuransi syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana zakat sesuai
PSAK 101 dan PSAK yang relevan. Menurut PSAK 101 tentang penyajian laporan
keuangan syariah par 112, komponen dasar laporan sumber dan penggunaan dana zakat
meliputi sumber dana, penggunaan dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dana zakat
yang menunjukkan dana zakat yang belum disalurkan pada tanggal tertentu
8. Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan entitas asuransi syariah menyajikan
laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan sesuai PSAK 101 dan PSAK yang relevan.
Menurut PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah par 116, komponen dasar
laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan meliputi sumber dan penggunaan dana
selama jangka waktu tertentu, serta saldo dana kebajikan yang menunjukkan dana kebjikan
yang belum disalurkan pada tanggal tertentu.
9. Catatan atas laporan keuangan
Entitas asuransi syariah menyajikan catatan atas laporan keuangan sesuai PSAK 101 dan
PSAK yang relevan. Menurut PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah par
121, entitas syariah, sepanjang praktis menyajikan catatan atas laporan keuangan secara
sistematis. Entitas syariah membuat referensi silang atas setiap pos dalam laporan posisi
keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas,
laporan sumber dan penggunaan dana zakat, dan laporan penggunaan dana kebajikan untuk
informasi yang berhubungan dalam catatan atas laporan keuangan.
(jurnal: Asuransi konvensional dan asuransi syariah: perbedaan dalam lingkup akuntansi,
Rosida, hal. 14-16)

Perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional dapat ditunjukkan dalam sebuah
tabel berikut ini:
Keterangan
Pengawasan
(PDS)

Asuransi Syariah
dewan

Asuransi Konvensional

syariah Adanya
dewan pengawas Tidak ada
syariah.fungsinya mengawasi
produk yang dipasarkan dan
investasi dana.

Akad

Tolong menolong (takafulli)

Jual beli

Investasi dana

Investasi berdasarkan syariah Investasi
dengan sistem bagi hasil bunga
(mudharabah)

dana

berdasarkan

Kepemilikan dana

Dana yang terkumpul dari
nasabah (premi) merupakan
milik peserta. Perusahaan
hanya
sebagai
pemegang
amanah untuk mengelola.

Dana yang terkumpul dari
nasabah (premi) menjadi milik
perusahaan: perusahaan bebas
menentukan investasinya.

Pembayaran klaim

Dari rekening tabarru’ (dana Dari rekening dana perusahaan
kebajikan) seluruh peserta ;
sejak awal sudah diiklaskan
oleh peserta untuk keperluan
tolong menolong bila terjadi
musibah

Keuntungan (profit)

Dibagi
antara
perusahaan Seluruhya
menjadi
dengan peserta sesuai prinsip perusaahan.
bagi hasil (al-mudharabah)

milik

H. MEKANISME ASURANSI SYARIAH DAN KONVENSIONAL
Haramnya praktik asuransi konvensional dalam islam sudah banyak digaungkan oleh para ulama
di Indonesia maupun manca negara. Hal ini dikarenakan adanya :
1. Gharar
Terlihat dari bentuk akad syariah yang melandasi penutupan polis. Dalam asuransi jiwa
konvensional, digunakan akan tabadduli (pertukaran). Secara syariah, dalam akad pertukaran harus
jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang diterima. Keadaan ini menjadi rancu (gharar).
Misalnya, si pemilik polis tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang pertanggungan) jika
meninggal dunia, tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah seluruh premi), karena hanya
Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal.lah uang pertanggungan) jika meninggal dunia,
tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah seluruh premi), karena hanya Allah yang tahu
kapan seseorang akan meninggal.
2. Maysir
Maysir (untung-untungan) pada akhirnya timbul sebagai efek dari ketidakpastian. Dalam
asuransi, terdapat 3 kemungkinan ending-nya:
a. Jika pemegang polis terkena musibah padahal baru sedikit membayar premi, maka perusahaan
harus menanggung selisih antara jumlah yang dibayar dengan uang pertanggungan. Dalam hal ini,
nasabah diuntungkan.
b. Jika sampai akhir perjanjian tidak terjadi sesuatu sedangkan nasabah telah membayar lunas, maka
perusahan yang diuntungkan
c. Jika nasabah berhenti sebelum batas maktu tertentu (istilahnya reversing period), nasabah akan
menerima pengembalian dalam jumlah yang sangat kecil, bahkan pada sebagian perusahaan dianggap
hangus.

3. Riba
Riba muncul dari investasi yang dijalankan perusahaan asuransi. Pada dasarnya, perusahaan
asuransi mirip dengan perbankan, yakni sama-sama menghipun dana masyarakat. Dana ini nantinya
akan diinvestasikan, sehingga akan didapat keuntungan. Namun, masalahnya instrumen investasi yang
dipraktikkan asuransi konvensional tidak memperhatikan kehalalan dan keharaman jenis investasi
yang dilakukan. Sehingga dikhawatirkan terjerumus pada investasi yang berbasis bunga (riba),
padahal dalam Islam hal tersebut dilarang.
Dalam Mekanisme asuransi syariah pengelolaan dana peserta (premi) terbagi menjadi dua
Sistem:
a. Sistem pada produk saving ‘tabungan’
b. Sistem pada produk non-saving ‘tidak ada tabungan’.
Sistem operasional asuransi syariah (takaful) adalah saling bertanggung jawab, bantumembantu, dan saling melindungi antara para pesertanya. Perusahaan Asuransi Syariah diberi
kepercayaan atau amanah oleh para peserta untuk mengelola dana premi, mengembangkan dengan jalan
yang halal, dan memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta
perjanjian.Sedangkan keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana peserta yang
dikembangkan dengan prinsip mudararabah (sistem bagi hasil). Para peserta asuransi yang berbasiskan
syariah berkedudukan sebagai pemilik modal sahibul mall dan perusahaan berfungsi sebagai pemegang
amanah (mudarib.Agus (1997:33)
Dan keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara para peserta dan
perusahaan sesuai dengan ketentuan (nisbah) yang disepakati oleh peserta dan perusahaan
sebelumnya.Adapun dua sistem yang dijalankan setiap perusahaan yang berbasiskan syariah adalah : a.
Sistem pada produk saving (tabungan) Premi yang dibayarkan oleh setiap peserta kepada perusahaan
asuransi, besar premi yang dibayarkan tergantung kepada kemampuan keuangan peserta. Namun
perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang akan dibayarkan, dan setiap premi yang
dibayarkan oleh peserta akan dipisahkan dalam dua rekening yang berbeda, yaitu :
1) Rekening Tabungan Peserta, yaitu dana yang merupakan milik peserta, yang dibayarkan bila :
a) perjanjian berakhir,
b) peserta mengundurkan diri,
c) peserta meninggal dunia
2) Rekening tabarru’, yaitu kumpulan dana kebajikan yang telah diniatkan oleh peserta sebagai
iuran dana kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu, yang dibayarkan apabila:
a) Peserta meninggal dunia,
b) Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana).
3) Rekening biaya, yaitu kumpulan dana dari seluruh peserta yang diniatkan untuk membiayai
operasional perusahaan.
a) Sistem pada produk non saving (tidak ada tabungan).Setiap premi yang dibayar oleh peserta,
akan dimasukkan dalam rekening tabarru’ perusahan. Yaitu kumpulan dana yang telah
diniatkan oleh peserta sebagai iuran dan kebajikan untuk tujuan saling menolong(ibid:197)
Dalam praktik akuntansi konvensional, premi asuransi diakui sebagai pendapatan, walaupun
premi asuransi belum dibayarkan. Sedangkan dalam asuransi syariah, angsuran atau premi dan laba dari
investasi benar-benar diakui sebagai pendapatan jika perusahaan telah menerimanya secara tunai.
Sula(2004:397)

Pada praktik asuransi konvensional beban retakaful yang terjadi selama masa perjanjian diakui
sebagai asuransi awal yang dikover. Sedangkan dalam akuntansi asuransi syariah beban retakaful
selama masa perjanjian diakui sebagai utang sampai angsuran atau premi takaful tersebut dibayarkan.
Beban retakaful diakui sebagai pendapatan apabila dibayar lebih awal. Sula(2004:398)
Akuntansi asuransi konvensional dana asuransi yang terhimpun akan dikelola untuk
kepentingan bisnis perusahaan. Keuntungan yang diperoleh akan dinikmati oleh perusahaan dan
pemegang saham. Sedangkan pada akuntansi asuransi syariah, dana asuransi takaful yang terhimpun
akan dikelola dengan konsep mudharabah. Dengan konsep mudharabah ada pemisahan pengelolaan
dana antara dana pemegang saham dengan peserta asuransi. Sula (2004:399),
Dalam asuransi konvensional surplus dari investasi ditransfer ke pemegang saham sebagai
pendapatan. Sedangkan pada asuransi syariah hanya laba dari dana investasi yang dibagikan antara
peserta dan perusahaan sesuai ang diperjanjikan.Sula(2004:398)
Akuntansi asuransi konvensional keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan asuransi diakui
sebagai laba perusahaan. Sedangkan pada akuntansi asuransi syariah apabila terdapat keuntungan
dibagikan berdasarkan rasio pembagian keuntungan yang telah disepakati antara perusahaan dan peserta
(Sula, 2004:398).
Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa Asuransi syariah dan asuransi konvensional ini
mempunyai kekurangan dan kelebihan masing - masing ,mekanisme yang di lakukan juga memiliki
perbedaan sehinngga tak hayal bagi kita untuk lebih jeli dan pintar dalam memilih asuransi karena
suransi ini sangat penting untuk investasi masa depan jikalau suatu saat sesuatu terjadi pada diri
kita.Walaupun kita tau masih banyak skali pihak-pihak yang pro dan kontra terhadap asuransi ini,hal
ini di sebabkan karena dalam Al-qur’an dan Hadits tidak ada satupun ketentuan yang secara eksplisit
mengatur tentang asuransi.
Pendapat yang di kemukakan oleh para ahli berkisar pada pembolehan semua jenis auransi,ada
yang membolehkan khususnya suransi sosial dan mengharamkan asurani yang bersifat komersial,serta
ada yang sama ekali melarangnya dan menyatakan bahwa hukum dari asuransi adalah haram.
Dan yang kita ketahui Obyek Asuransi dapat berupa benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan
manusia maupun jiwa dan raga, kesehatan manusia maupun tanggung jawab hukum, semua
kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya.
Nah dalam asuransi konvensional juga terdapat bebrapa resiko yakni :
-

-

Yang pertama resiko murni adalah suatu resiko yang apabila terjadi akan memberikan
kerugian kepada tertanggung dan apabila tidak terjadi, tidak akan menimbulkan kerugian
dan tidak juga menimbulkan keuntungan.
Resiko spekulatif adalah resiko terhadap 2 kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk
mendapatkan keuntungan dan kemungkinan untuk mendapatkan kerugian.
Resiko individual adalah resiko yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Resiko
individu dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
 Resiko pribadi atau personal risk terjadi pada tubuh seseorang
 Resiko harta atau properti risk terjadi terhadap harta atau barang tertanggung
 Resiko tanggung gugat atau libility risk terjadi pada pihak lain akibat suatu resiko
yang terjadi pada tertanggung.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Haramnya praktik asuransi konvensional dalam islam sudah banyak digaungkan oleh para
ulama di Indonesia maupun manca negara. Hal ini dikarenakan adanya Maisir, Gharar, dan Riba.
Sistem operasional asuransi syariah (takaful) adalah saling bertanggung jawab, bantu-membantu, dan
saling melindungi antara para pesertanya. Perusahaan Asuransi Syariah diberi kepercayaan atau
amanah oleh para peserta untuk mengelola dana premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, dan
memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian.Sedangkan
keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana peserta yang dikembangkan
dengan prinsip mudararabah (sistem bagi hasil).
Perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional dapat ditunjukkan dalam sebuah tabel
berikut ini:
Keterangan
Pengawasan
(PDS)

Asuransi Syariah
dewan

Asuransi Konvensional

syariah Adanya
dewan pengawas Tidak ada
syariah.fungsinya mengawasi
produk yang dipasarkan dan
investasi dana.

Akad

Tolong menolong (takafulli)

Jual beli

Investasi dana

Investasi berdasarkan syariah Investasi
dengan sistem bagi hasil bunga
(mudharabah)

Kepemilikan dana

Dana yang terkumpul dari
nasabah (premi) merupakan
milik peserta. Perusahaan
hanya
sebagai
pemegang
amanah untuk mengelola.

Pembayaran klaim

Dari rekening tabarru’ (dana Dari rekening dana perusahaan
kebajikan) seluruh peserta ;
sejak awal sudah diiklaskan
oleh peserta untuk keperluan
tolong menolong bila terjadi
musibah

Keuntungan (profit)

Dibagi
antara
perusahaan Seluruhya
menjadi
dengan peserta sesuai prinsip perusaahan.
bagi hasil (al-mudharabah)

dana

berdasarkan

Dana yang terkumpul dari
nasabah (premi) menjadi milik
perusahaan: perusahaan bebas
menentukan investasinya.

milik

DAFTAR PUSTAKA

Amrin, Abdullah. 2006. Asuransi Syariah Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah Asuransi
Konvensional. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Ghofur,Anshori. 2007.Asurans Syariah di Indonesia. Yogyakarta:UII Press
Sula, Muhammad Syakir. 2004. Asuransi Syariah: Life and General: Konsep dan Sistem Operasional.
Jakarta: Gema Insani Press
Amrin, Abdullah. 2009. Bisnis, Ekonomi, Asuransi, dan Keuangan. Jakarta: Grasindo
Anwar, Khoiril. 2007. Asuransi Syariah, Halal dan Maslahat. Solo: Penerbit Tiga Serangkai
Widyaningsih.2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia.Jakarta:Kencana
Basuki Agus AAIJ 1997. Konsep dan Operasional Asuransi Takaful Keluarga. Jakarta: Kopkar, 1997
Azhar Muhammad 1966. Fiqh Kontemporer dalam pandangan Neo-Modernisme Islam. Yogyakarta:
Pustaka
Hisan Husa. 1997. Hukmu asy-syari'iah Al-Islamiyah Fil Uquudi at-Ta'min Terjemah Muhammad
Syakir Sula. Jakarta: Firdaus
Muttaqien Dadan. 2008. Aspek legal lembaga keuangan syariah, Yogayakarta: Safiria Insania Press
Wirdyaningsih dkk. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana prenada media
Sudarsono Heri, 2008. Bank dan Lembaga keuangan syariah deskripsi dan ilustrasi edisi 3,
Yogakarta: Ekonisia
Sudarsono Heri, 2003. Bank dan Lembaga keuangan syariah deskripsi dan ilustrasi edisi 2,
Yogyakarta: Ekonisia