Konsep Diri Pasien Karsinoma Nasofaring dalam Menjalani Kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Konsep diri

2.1.1. Pengertian
Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa konsep diri adalah semua
pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang membuat individu mengetahui dirinya
dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.
konsep diri menurut Potter dan Perry (2005) merupakan citra subjektif dari
percampuran yang kompleks antara perasaan, sikap, dan persepsi bawah sadar
maupun sadar, mencakup bagaimana individu mengetahui dirinya dan seluruh
aspek dalam kehidupannya, yang bergantung pada aspek psikologis dan
spiritualnya serta memberikan kita pedoman dan acuan yang mempengaruhi
manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain.
Definisi lain dari konsep diri menurut Sunaryo (2004) merupakan cara
individu dalam melihat pribadinya secara utuh, menyangkut fisik, emosi,
intelektual, sosial dan spiritual. Termasuk di dalamnya yaitu persepsi individu
tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksi individu dengan orang lain

maupun lingkungannya, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek,
serta tujuan, harapan dan keinginannya

8
Universitas Sumatera Utara

9

2.1.2. Komponen Konsep Diri
Terdapat lima komponen konsep diri menurut Stuart dan Sundeen (1991)
yaitu gambaran diri (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem),
peran diri (self role), dan identitas diri (self identity).
a) Gambaran diri (body image)
Stuart dan Sundeen (1991) menyatakan bahwa gambaran diri
merupakan sikap individu terhadap tubuhnya mencakup persepsi dan
perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh
saat ini, masa lalu, dan masa mendatang secara berkelanjutan dan
dipengaruhi dengan pengalaman baru individu.
Gambaran


diri

merupakan

persepsi,

perasaan,

sikap,

dan

pengalaman tentang tubuh individu termasuk pandangan tentang
maskulinitas, dan feminimitas, kegagahan fisik, daya tahan, dan
kapabilitas. Gambaran diri merupakan hal pokok dan dinamis karena
tubuh individu sering berubah seiring dengan usia, persepsi, dan
pengalaman-pengalaman baru yang diterima oleh individu dan dapat
berubah dalam beberapa jam, hari, minggu, atau bulan, bergantung pada
stimulus eksternal pada tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan,
struktur, dan fungsi (Potter dan Perry, 2005).

Menurut Sunaryo (2004) gambaran diri merupakan sikap individu
terhadap tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi:
performance, potensi tubuh, fungsi tubuh, serta persepsi dan perasaan
tentang ukuran dan bentuk tubuh, serta persepsi dan perasaan tentang
ukuran dan bentuk tubuh.

Universitas Sumatera Utara

10

Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran diri menurut Potter
dan Perry (2005), yaitu :
1. Faktor internal
Pandangan pribadi tentang karakteristik mengenai kemampuan fisik,
pertumbuhan kognitif, perkembangan hormonal, dan usia.
2. Faktor eksternal
Pandangan dan persepsi orang lain terhadap individu serta nilai
kultural dan sosial.
Perubahan gambaran diri juga dipengaruhi oleh stresor yang
dialami individu. Stresor yang mempengaruhi gambaran diri menurut

Potter dan Perry (2005), yaitu:
1. Perubahan penampilan, struktur, atau fungsi bagian tubuh
Amputasi,

perubahan

mastektomi,

penampilan

kolostomi,

ileostomi,

wajah

karena

kecelakaan,


hemiplegia,

paraplegia,

kelumpuhan, operasi plastik dan lain-lain dapat mengakibatkan stresor
pada gambaran diri.
2. Penyakit kronis
Penyakit jantung, stroke, ginjal, kanker, dan lain-lain yang mencakup
perubahan fungsi yang mengakibatkan tubuh tidak lagi pada tingkat
yang optimal dan mengakibatkan efek yang signifikan pada gambaran
diri individu.

Universitas Sumatera Utara

11

3. Perubahan hormonal dan perkembangan fisik
Kehamilan, penuaan, dan menopause merupakan hal yang normal
dialami individu. Namun, hal ini dapat mengakibatkan perubahan pada
gambaran diri individu yang bergantung pada penerimaan individu.

4. Efek pengobatan dan terapi
Kemoterapi, terapi radiasi, dan hemodialisa yang pada umumnya
menyebabkan

perubahan

pada

penampilan

seperti

mengalami

kerontokan rambut, kulit kusam, dan timbul bintik kehitaman dikulit
mejadi stresor bagi gambaran diri individu.
Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan gambaran diri positif
menunjukkan sikap bersyukur dengan perubahan fisik yang terjadi, tetap
menyukai, dan tidak menyalahkan Tuhan atas kondisi yang dialami.
Individu dengan gambaran diri negatif menunjukkan penolakan untuk

menyentuh bagian tubuh yang berubah, ketidak nyamanan yang terus
menerus dirasakan akibat perubahan fisik yang terjadi, merasa tidak
menarik akibat perubahan tubuh, sering mengeluh dan mengkritik diri
sendiri, memiliki pandangan negatif, depersonalisasi, serta menolak
menerima penjelasan perubahan tubuh.

b) Ideal diri (self ideal)
Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan ideal diri merupakan
persepsi individu tentang perilaku individu berdasarkan standar, aspirasi,
tujuan, atau nilai personal tertentu yang dipengaruhi oleh norma,
kebudayaan, keluarga, dan ambisi. Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal

Universitas Sumatera Utara

12

diri antara lain faktor spiritualitas, kecenderungan individu dalam
menetapkan ideal pada batas kemampuannya, faktor sosial, kultural, dan
budaya yang mempengaruhi, ambisi dan keinginan yang kuat untuk bisa
lebih dan mencapai keberhasilan yang menyangkut harga diri individu,

serta perasaan cemas, kebutuhan yang realistis, dan keinginan untuk
menghindari kegagalan.
Ideal diri adalah persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan
dengan standar pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, dan
keinginan, tipe orang yang diidam-idamkan, dan nilai yang ingin dicapai
(Sunaryo, 2004).
Ideal diri mempermudah individu dan berperan sebagai pengatur
internal dan membantu individu saat mengahadapi konflik atau kondisi
yang mengancam sehingga, tercapailah keseimbangan fisik dan mental.
Ciri-ciri individu yang mempunyai ideal diri yang realistis menurut Stuart
dan Sundeen (1991), antara lain:
1. Semangat untuk mencapai keberhasilan sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan sehingga mengakibatkan individu memiliki perasaan
berharga.
2. Tidak ingin bergantung terhadap orang lain dan tidak menyalahkan
orang lain maupun Tuhan terhadap perubahan yang terjadi walaupun
tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.
3. Giat dalam bekerja dan berusaha, serta tidak mudah menyerah.
Penetapan ideal diri sebaiknya harus cukup tinggi tetapi realistis
agar memacu individu untuk menggapainya. Namun, individu yang tidak


Universitas Sumatera Utara

13

dapat memenuhi ideal diri sesuai standar dan kriteria yang ditetapkan
(tidak realistis) mengakibatkan harga diri rendah, merasa lebih buruk dari
yang lain, dan menyebabkan individu tidak berdaya (Keliat, 2000).

c) Harga diri (self esteem),
Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa harga diri adalah
bentuk

penilaian

individu

terhadap

hasil


yang

dicapai

dengan

mempertimbangkan dan menganalisa seberapa jauh perilaku individu
sesuai dengan ideal diri. Apabila ideal diri berupa cita-cita harapan
keinginan tercapai, akan langsung menghasilkan perasaan berharga
didalam diri. Jika individu berhasil maka memiliki harga diri yang tinggi,
namun apabila individu selalu gagal mengakibatkan individu memiliki
harga diri yang rendah.
Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai
dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai
dengan ideal diri (Sunaryo, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Poter dan
Perry (2005) yaitu:
1. Harga diri dipengaruhi oleh ideal diri.
Ideal diri yang dibentuk dari aspirasi, tujuan, nilai-nilai, dan budaya

serta standar perilaku individu. Individu yang hampir memenuhi ideal
diri mempunyai harga diri yang tinggi, sementara individu yang
mempunyai variasi yang luas terhadap ideal diri dan sulit untuk dicapai
individu menyebabkan harga diri yang rendah.

Universitas Sumatera Utara

14

2. Evaluasi diri.
Evaluasi diri pribadi maupun evaluasi dari orang lain mempengaruhi
harga diri individu. Evaluasi diri yang baik mengakibatkan
peningkatan harga diri dan individu akan mempertahankannya, namun
evaluasi diri yang buruk menyebabkan penurunan harga diri.
3. Harga diri dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki
terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup.
Banyak

stresor

yang

mempengaruhi

harga

diri,

yaitu

ketidakmampuan untuk memenuhi harapan orang tua atau orang dicintai,
kritik yang tajam, hukuman yang tidak konsisten, persaingan antar
saudara, kekalahan berulang, ketidak berhasilan dalam pekerjaan,
kegagalan dama berhubungan, penyakit, pembedahan, kecelakaan,
perubahan lain dalam kesehatan mempengaruhi harga diri individu.
Semakin besar kejadian yang menganggu individu semakin besar pula
penurunan harga diri yang terjadi (Potter dan Perry, 2005).
Stuart dan Sundeen (1991) menjelakan beberapa perilaku individu
dengan harga diri rendah, yaitu mengkritik diri sendiri dan orang lain,
putus asa, kecewa, malu, menarik diri dari interaksi sosial, tertekan dan
merasa tidak berguna, penurunan produktivitas, gangguan dalam
berhubungan, perasaan tidak mampu, merasa bersalah, mudah tersinggung,
pandangan yang pesimis, dan memiliki rasa khawatir berlebihan. Individu
dengan harga diri tinggi mempunyai keyakinan yang tinggi, berserah pada
Tuhan, dan timbul kepercayaan diri yang kuat.

Universitas Sumatera Utara

15

d) Peran diri (Self role)
Menurut Stuart dan Sundeen (1991) peran diri merupakan
serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial. Peran
dibagi menjadi 2 yaitu peran yang telah ditetapkan dan peran yang
diterima. Peran yang ditetapkan seperti peran menjadi orangtua, anak, ibu,
ayah dan lain-lain, sementara itu, peran yang diterima (dipilih individu)
seperti peran menjadi pelajar, peran menjadi pekerja swasta, atau pekerja
negeri, dan lain-lain.
Potter dan Perry (2005) menjelaskan Peran diri yaitu mencakup
harapan atau standar perilaku yang telah diterima oleh keluarga,
komunitas, dan kebiasaan yang didasarkan pada pola yang ditetapkan
melalui sosialisasi. Peran diri merupakan label individu yang mempunyai
berbagai peranan didalam kehidupan yang terintegrasi dalam pola fungsi
individu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi individu dalam menyesuaikan
diri dengan peran yang dilakukan menurut Stuart dan Sundeen (1991)
yaitu:
1. Kejelasan perilaku dan penghargaan yang sesuai dengan peran.
2. Respon yang tetap dan konsisten terhadap peran yang dilakukan.
3. Kesesuaian dan keseimbangan antar semua peran.
4. Keselarasan budaya dan harapa terhadap peran.
5. Dukungan orang terdekat terhadap peran yang dilakukan.
6. Pemisahan situasi yang menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran.

Universitas Sumatera Utara

16

Setiap individu memiliki lebih dari satu peran dan memungkinkan
untuk mengalami gangguan peran diri. Gangguan peran diri atau stres
peran terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang tidak
sesuai dengan nilai dan keinginan individu, dan peran berlebih. Perilaku
individu dengan gangguan peran atau peran yang tidak memuaskan
menunjukkan ketidakpuasan individu terhadap peran yang sedang
dilakukannya,

mengingkari

ketidakmampuan

menjalankan

peran,

kegagalan menjalankan peran yang baru, ketegangan menjalankan peran
yang baru (Potter dan Perry, 2005).
Stuart dan Sundeen (1991) menambahkan perilaku yang timbul
apabila individu mengalami peran diri yang tidak memuaskan seperti
perasaan tidak mampu, gagal, putus asa, apatis, dan kurang bertanggung
jawab. Sementara itu, individu yang dapat beradaptasi dengan berbagai
peran dan puas terhadap peran yang dilakukan akan lebih meningkatkan
perasaan berharga, dihormati, mempunyai ambisi, semangat yang kuat,
dan ingin terus meningkatkan kualitas dalam peran yang sedang dilakukan.

e) Identitas diri (self identity)
Identitas diri merupakan perasaan internal mengenai individualitas,
keutuhan, dan konsistensi dari individu sepanjang waktu dan dalam
berbagai hal, yang menunjukkan individu berbeda dan terpisah dari orang
lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik (Potter dan Perry, 2005).
Rasa identitas terjadi secara kontinu timbul dan dipengaruhi oleh situasi
sepanjang hidup. Individu dengan rasa identitas yang kuat akan merasa

Universitas Sumatera Utara

17

terintegrasi bukan terbelah. Menurut Sunaryo (2004) Identitas diri adalah
kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari pengamatan dan
penilaian, sebagai sintesis semua aspek konsep diri dan menjadi satu
kesatuan yang utuh.
Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa individu dengan
identitas diri yang jelas dilihat dari perilaku dan karakteristik seperti
individu mengenal dirinya secara terpisah dan berbeda dengan orang lain,
dan menyadari keunikan masing masing, tetap bangga menjadi diri sendiri,
mengenali dan menyadari jenis seksualnya, sadar akan hubungannya masa
lalu, saat ini, dan masa mendatang, tetap berkarya, mempunyai tujuan
yang dapat dicapaidan direalisasikan, mengaku dan menghargai diri
sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan sosialnya, menghargai,
mengakui, dan tetap percaya diri terhadap berbagai aspek tentang dirinya,
peran, nilai, dan perilaku secara harmonis.
Identitas diri dipengaruhi oleh stresor sepanjang hidup, stresor
tersebut adalah stresor kultural, stresor sosial, dan stresor personal.
Individu yang tidak dapat mengatasi dan tidak mampu beradaptasi dengan
stresor yang terjadi akan membuat individu mengalami gangguan identitas
diri.
Gangguan identitas diri atau individu yang memiliki identitas diri
yang tidak jelas ditunjukkan dengan perilaku ketidakpastian memandang
diri sendiri, penuh keraguan, menunjukkan individu tidak mampu untuk
mengambil keputusan, perilaku tidak percaya diri, menganggap diri tidak
sempurna, ketergantungan, kepribadian yang bertentangan, masalah

Universitas Sumatera Utara

18

interpersonal,

mempunyai

perasaan

yang

hampa

(mengambang),

kerancuan gender, tingkat ansietas yang tinggi, dan ketidakmampuan
untuk empati terhadap orang lain (Stuart dan Sundeen, 1991).

2.1.3. Jenis-jenis konsep diri
Menurut Calhoun dan Acocella (1995), konsep diri terbagi atas dua jenis
yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.
a) Konsep diri positif
Konsep diri positif lebih kepada penerimaan dan bukan suatu kebanggaan
yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan
bervariasi. Individu yang mempunyai konsep diri positif adalah individu
yang tahu betul tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri
menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang
memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai
dengan realita, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat
dicapai, mampu menghadapi kehidupan didepannya serta menganggap
bahwa hidup adalah suatu proses penemuan.
b) Konsep diri negatif
Konsep diri negatif ini dibagi atas dua tipe, yaitu:
a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur,
tidak memiliki perasaan, kestabilan dan keutuhan diri. Individu
tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan
kelemahannya atau yang dihargai dalam kehidupannya

Universitas Sumatera Utara

19

b. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa
terjadi karena individu di didik dengan cara yang sangat keras
sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya
penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya
merupakan cara hidup yang tepat.
Stuart dan Sundeen (1991) menjelaskan bahwa individu yang
memiliki konsep diri positif ditunjukkan melalui citra tubuh yang positif
dan sesuai, ideal diri yang realistis dan semangat untuk menggapainya,
harga diri yang tinggi, performa peran yang memuaskan, dan rasa identitas
yang jelas.
Individu yang memiliki konsep diri negatif berarti memiliki respon
yang maladaptif terhadap masalah yang dihadapi, memiliki citra tubuh
yang negatif, ideal diri yang tidak realistis, harga diri rendah, peran yang
tidak memuaskan, dan identitas diri yang tidak jelas. Konsep diri negatif
yang dialami menyebabkan individu tidak percaya diri, menarik diri, dan
merasa tidak mampu untuk melakukan segala sesuatu, tidak dapat
mencapai tujuan dan harapan hidupnya. Individu dengan konsep diri
negatif dapat juga ditunjukan dari perasaan putus asa, tidak menyukai diri
sendiri, mengkritik diri sendiri, sering mengalami perasaan kecewa,
bahkan hingga menurunkan energi dan semangat menjalani hidup (Stuart
dan Sundeen, 1991).

Universitas Sumatera Utara

20

2.1.4. Gangguan konsep diri
a) Gangguan gambaran diri
Gambaran pada gambaran diri seseorang lebih ditujukan pada
perubahan fisiologi tubuh yang juga akan dimanifestasikan kepada
perubahan psikologinya dalam bentuk prilaku baik secara adaptif maupun
maladaptif. Faktor-faktor yang mengganggu gambaran diri apabila:
kehilangan atau kekerasan bagian tubuh baik (anatomi dan fungsi),
perubahan ukuran, bentuk, penamppilan tubuh akibat penyakit, dan proses
pengobatan yang dapat menyebabkan perubahan bentuk tidak fungsi tubuh
(Suliswati, 2005).
b) Gangguan ideal diri
Faktor yang mempengaruhi gangguan ideal diri, yaitu kebudayaan
yang akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri, ambisi dan
keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan
untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri, jika semua
ini terpenuhi akan memperlihatkan kecocokan antara persepsi diri dan
ideal diri. Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi tapi masih
lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih
dapat dicapai.
c) Gangguan harga diri
Sumber-sumber stress yang dapat membuat seseorang merasa
harga dirinya rendah antara lain Taylor (1993) antara lain: tidak dicintai
dan diterima dalam kelompok, kurang mendapat penghargaan atas usaha
yang dilakukan, jarang mendapat pujian dari orang lain, dan gagal dalam

Universitas Sumatera Utara

21

mencapai suatu tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri maupun orang
lain, dan gagal dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan oleh diri
sendiri maupun orang lain. Manifestasi perilaku dari seseorang dengan
perasaan harga diri yang rendah adalah suka mengkritik diri sendiri atau
orang lain, menyangkal kesenangan atau kepuasan diri, gangguan
hubungan interpersonal (menarik diri), membesar-besarkan diri sebagai
orang penting, rasa bersalah yang tinggi dan tindakan merusak dan
penyalahgunaan obat-obatan.
d) Gangguan penampilan peran
Konflik yang timbul apabila orang yang mempunyai ketegangan
peran menjadi frustasi karena mereka merasa atau dibuat merasa tidak
cukup baik atau tidak cocok untuk menjalankan suatu peran yang
diberikan kepadanya. Hal ini diukur berdasarkan standar-standar yang
telah ditetapkan dan disepakati bersama didalam suatu kelompok atau
masyarakat (Kozier, 2004).
Taylor (1993) sumber-sumber stress yang dapat mempengaruhi
peran dan menyebabkan terjadinya gangguan penampilan peran pada
seseorang antara lain: transisi peran

yang terjadi pada proses

perkembangan, perubahan situasi dan keadaan sehat sakit dan ketegangan
peran (role strain):
a. Konflik peran, yaitu menghadapi dua harapan yang bertentangan dan
secara terus menerus tidak dapat dipenuhi
b. Keraguan peran, yaitu kurangnya pengetahuan tentang harapan peran
yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai.

Universitas Sumatera Utara

22

Manifestasi yang ditunjukkan akibat adanya gangguan penampilan
peran dapat berupa tingkat kecemasan yang tinggi, ketidakpastian dalam
merasakan diri, konflik dengan orang lain disekitarnya, memaksakan diri
menjalankan peran yang diberikan dan dalam keadaan yang kronis dapat
timbul waham kebesaran.
e) Gangguan identitas personal
Sumber stress yang dapat mengganggu identitas personal
seseorang antara lain: proses menjadi tua, perubahan struktur sosial
(Suliswati, 2005).
Manifestasi

yang

ditunjukkan

seseorang

yang

mengalami

gangguan identitas personal adalah depersonalisasi yaitu:
-

Afek, berupa kehilangan identitas diri, merasa tidak aman, takut dan
malu dan merasa sangat terisolasi

-

Persepsi, berupa halusinasi auditorik dan visual, sukar membedakan
diri sendiri dengan orang lain dan menjalani kehidupan seperti mimpi

-

Cara berpikir, berupa bingung sehingga disorientasi, cara berpikir
menyimpang, gangguan daya ingat dan gangguan daya menilai

-

Tingkah laku, yaitu tidak responsif, tidak spontan dan tidak
bersemangat, tidak ada inisiatif dan menarik diri secara sosial
(Taylor, 1993) dalam Suliswati (2005).

Universitas Sumatera Utara

23

2.2.

Karsinoma Nasofaring (KNF)

2.2.1. Pengertian Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah
nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Arima,
2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009).

2.2.2. Epidemiologi
KNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai
penderita di bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45 – 54 tahun. Lakilaki lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 2 – 3 : 1. Kanker
nasofaring tidak umum dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa
kejadian tumor ini di Amerika Syarikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000
(Nasional Cancer Institute, 2009).

2.2.3. Etiologi
Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya
mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya
KNF adalah:
a.

Kerentanan Genetik Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor
genetik, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok
masyarakat tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial.
Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan
gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen

Universitas Sumatera Utara

24

kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan
sebagian besar karsinoma nasofaring (Pandi, 1983 dan Nasir, 2009)
b.

Infeksi Virus Eipstein-Barr
Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma
nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum
pasien-pasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer
maupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap
antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini
(EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer
yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang
mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini
berhubungan

dengan

(undifferentiated)

dan

karsinoma
karsinoma

nasofaring
nasofaring

tidak

berdifrensiasi

non-keratinisasi

(non-

keratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak
berhubung

dengan

tumor

sel

skuamosa

atau

elemen

limfoid

dalamlimfoepitelioma (Nasir, 2009 dan Nasional Cancer Institute, 2009).
c.

Faktor Lingkungan
Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan
timbulnya karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin,diantaranya
dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur
Renik, diantaranya nikel sulfat (Roezin, Anida, 2007 dan Nasir, 2009).

Universitas Sumatera Utara

25

2.2.4. Klasifikasi & Histopatologi
Berdasarkan klasifikasi histopatologi menurut WHO, KNF dibagi menjadi
tipe 1 karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi, tipe 2 gambaran histologinya
karsinoma tidak berkeratin dengan sebagian sel berdiferensiasi sedang dan
sebagian lainnya dengan sel yang lebih ke arah diferensiasi baik, tipe 3 karsinoma
tanpa diferensiensi adalah sangat heterogen, sel ganas membentuk sinsitial
dengan batas sel tidak jelas. Jenis KNF yang banyak dijumpai adalah tipe 2 dan
tipe 3. Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa diferisiensi mempunyai sifat radiosensitif
dan mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr, sedangkan jenis
karsinoma sel skuamosa dengan berkeratinisasi tidak begitu radiosensitif dan tidak
menunjukkan hubungan dengan virus Epstein-Barr (Roezin, Anida, 2007 dan
Nasir, 2009).

2.2.5. Gejala Klinis Karsinoma Nasofaring
2.2.5.1. Gejala Dini
KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan
pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting (Roezin,Anida,
2007). Gejala pada telinga dapat dijumpai sumbatan Tuba Eutachius. Pasien
mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai dengan
gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini. Radang
telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga. Keadaan ini merupakan kelainan
lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah
akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak, sehingga

Universitas Sumatera Utara

26

akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran
( Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009).
Gejala pada hidung adalah epistaksis akibat dinding tumor biasanya rapuh
sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau
mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan
seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah muda. Selain
itu,sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam
rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadangkadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala
telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini,
karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lainlainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang (
Roezin, Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009 ).

2.2.5.2. Gejala Lanjut
Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher, 3-5
sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan
pembesaran kelenjar limfa, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor meluas ke
bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, sehingga sering
diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus,
menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi melekat
pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut
lagi. Pembesaran kelenjar limfa leher merupakan gejala utama yang mendorong
pasien datang ke dokter (Nutrisno , Achadi, 1988 dan Nurlita, 2009 ).

Universitas Sumatera Utara

27

Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke
arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf
otak dan menyebabkan ialah penglihatan ganda (diplopia), rasa baal (mati rasa)
didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan gangguan
pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit
kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak rahang tidak dapat dibuka
akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan
hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus
pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh (Arima, 2006 dan Nurlita, 2009).
Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir
bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari
nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang,
hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat
buruk (Pandi, 1983 dan Arima, 2006).

2.2.6. Penanggulangan
2.2.6.1. Radioterapi
Radioterapi merupakan pengobatan utama pada Karsinoma Nasofaring
(KNF). Dosis radioterapi untuk KNF adalah 1,8-2 GY setiap pemberian, sebanyak
lima kali pemberian setiap minggu selama tujuh minggu, dengan total dosis 60-70
Gy. Setiap tipe histopatologi KNF mempunyai perbedaan respon terhadap
radioterapi.

Universitas Sumatera Utara

28

2.2.6.2. Brakiterapi
Brakiterapi adalah pemberian ion radiasi dosis tinggi terhadap jaringan
dengan volume kecil. Pemberian brakiterapi terhadap tumor primer KNF, dapat
dibagi berdasarkan beberapa indikasi. Indikasi tersebut adalah tumor persisten
lokal setelah empat bulan pemberian radioterapi primer, sebagai adjuvant setelah
radioterapi eksternal dan untuk tumor persisten regional dimana brakiterapi
diberikan pada penderita yang akan menjalani diseksi leher.

2.2.6.3. Kemoterapi
Kemoterapi biasanya digunakan pada kasus KNF recurrent atau yang telah
mengalami metastasis. Obat kemoterapi dapat bekerja menghambat pembelahan
sel pada semua siklus sel (Cell Cycle non Spesific) baik dalam siklus pertumbuhan
sel maupun dalam keadaan istrahat.

2.2.6.4. Pembedahan
Pembedahan tidak hanya berperan pada penanggulangan KNF. Tindakan
bedah terbatas pada reseksi sisa masa tumor yang kambuh atau tidak terkontrol di
nasofasofaring dan leher setelah radioterapi.

2.2.6.5. Imunoterapi
Imunoterapi dan terapi gen merupakan terapi pilihan di masa datang.
Defisiensi imunitas seluler merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi pada
KNF (Munir, 2010).

Universitas Sumatera Utara

29

2.3.

Kemoterapi

2.3.1. Definisi Kemoterapi
Menurut Sukardja (2002), kemoterapi adalah terapi untuk membunuh selsel kanker dengan obat-obat anti kanker yang disebut dengan sitostatika.
Sedangkan menurut Brunner (2002), kemoterapi adalah penggunaan preparat
antineoplastik

sebagai

upaya

untuk

membunuh

sel-sel

kanker

dengan

mengganggu fungsi dan reproduksi selular. Kemoterapi memiliki beberapa tujuan
berbeda, yaitu: kemoterapi kuratif, kemoterapi adjuvan, kemoterapi neoadjuvan,
kemoterapi paliatif dan kemoterapi investigatif.

2.3.2. Efek Samping Kemoterapi
Obat sitotoksik menyerang sel – sel kanker yang sifatnya cepat
membelah.Namun, terkadang obat ini memiliki efek pada sel – sel tubuh normal
yang mempunyai sifat cepat membelah seperti rambut, mukosa ( selaput lendir ),
sum – sum tulang, kulit dan sperma. Beberapa efek samping yang sering ditemui
pada pasien adalah sebagai berikut (Sudoyo, 2009) :
a.

Supresi sum–sum tulang
Trombositopenia, anemia, dan leukopenia adalah efek samping yang terjadi
akibat kemoterapi.

b.

Mukositis
Mukositis dapat terjadi pada rongga mulut (stomatitis), lidah (glositis),
tenggorokan (esofagitis), usus (enteritis), dan rektum (proktitis).Umumnya
mukositis terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah kemoterapi.

Universitas Sumatera Utara

30

c.

Mual dan Muntah
Mual dan muntah terjadi karena peradangan dari sel–sel mukosa yang
melapisi saluran cerna. Muntah dapat terjadi secara akut, dalam 0-24 jam
setelah kemoterapi, atau tertunda 24 – 96 jam setelah kemoterapi.

d.

Diare
Diare disebabkan karena kerusakan sel epitel saluran cerna sehingga
absorpsi tidak adekuat. Obat golongan antimetabolit sering menimbulkan
diare.Pasien dianjurkan untuk makan rendah serat, tinggi protein dan minum
cairan yang banyak.

e.

Alopesia
Kerontokan rambut sering terjadi pada kemoterapi akibat efek letal obat
terhadap sel-sel folikel rambut. Pemulihan total akan terjadi setelah
pengobatan dihentikan.

f.

Infertilitas
Spermatogenesis dan pembentukan folikel ovarium merupakan hal yang
rentan terhadap efek toksik obat antikanker. Pria yang kemoterapi seringkali
produksi

spermanya

menurun.Kemoterapi

seringkali

menyebabkan

perempuan pramenopause mengalami penghentian menstruasi sementara
atau menetap dan timbul gejala-gejala menopause.
g.

Kulit
Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna, lebih sensitif terhadap
matahari, kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.

Universitas Sumatera Utara

31

2.3.3. Faktor – Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Melakukan
Kemoterapi
Menurut Sudoyo (2009), beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
melakukan kemoterapi adalah sebagai berikut:
1.

Faktor yang harus diperhatikan dalam merencanakan kemoterapi adalah:
pilihan rejimen pengobatan, dosis, cara pemberian, dan jadwal pemberian.

2.

Faktor yang harus diperhatikan pada pasien adalah: Usia, jenis kelamin,
status sosial ekonomi, status gizi, status penampilan, cadangan sumsum
tulang, serta fungsi hati, paru, ginjal, jantung, dan penyakit penyerta

3.

Faktor yang berhubungan dengan tumor seperti: jenis dan derajat histologi,
tumor primer atau metastasis, lokasi metastasis, ukuran tumor, adanya efusi.

Universitas Sumatera Utara