Analisa Faktor Risiko Dismenore Primer Pada Remaja
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Dismenore adalah kelainan ginekologis yang paling umum yang
dialami wanita yang mengalami menstruasi. Kata dismenore berasal dari
kata Yunani yaitu dys (sulit, nyeri sekali atau tidak normal), meno (bulan),
dan rhea (aliran).(1,10)
Dismenore adalah suatu gejala rasa sakit atau rasa tidak enak
diperut bagian bawah pada saat menstruasi sampai dapat mengganggu
aktifitas sehari-hari.(1) Perbedaan antara nyeri kram pada menstruasi
normal dan dismenore adalah kebutuhan akan pengobatan dan
ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas biasa.(11)
Dismenore menggambarkan nyeri siklik yang berulang selama
periode menstruasi.(12,13) Nyeri biasanya menyerupai kram, kolik, berlokasi
pada region supra pubik dengan penyebaran ke belakang dan paha dan
biasanya
menetap
selama
24-48
jam.
Sering
wanita
tersebut
menggambarkan gejala yang menyertai seperti diare, mual, kembung dan
kelelahan.(12,14,15)
2.2. KLASIFIKASI
Ada dua bentuk dismenore(6,12-37) yaitu :
1. Dismenore primer
2. Dismenore sekunder
5
2.2.1. Dismenore Primer
Dismenore primer adalah nyeri pada saat menstruasi pada wanita
dengan anatomi pelvis yang normal. Onset awal dari dismenore primer
biasanya dekat dengan menarche, ketika siklus yang berovulasi telah
terjadi.(6,12,13,16) Insidensi dismenore bervariasi, bergantung pada pasien
dan metode yang digunakan untuk mengevaluasi dismenore.(17)
Faktor perilaku dan psikologis, siklus yang berovulasi, peningkatan
vasopresin, peningkatan prostanoid endometrium yang abnormal atau
produksi dan pelepasan eikosanoid dan peningkatan kontraksi uterus
yang abnormal telah dilibatkan pada etiologi dismenore primer.(18)
2.2.2. Dismenore sekunder
Dismenore sekunder adalah nyeri menstruasi yang disebabkan
oleh kelainan anatomis atau penyakit pada pelvis, seperti endometriosis,
kista ovarium, inflamasi pelvik, mioma atau IUD. Kategori ini lebih sering
terjadi beberapa tahun setelah menarche.(6,12,13,16,19,38,39)
2.3. PATOFISIOLOGI
Pada awal hingga pertengahan 1960an, faktor psikologis diduga
sebagai penyebab utama dari dismenore primer; penelitian lebih lanjut
membuktikan bahwa stres emosional bukan merupakan faktor etiologi
yang utama. Pada tahun 1970an patofisiologi dismenore dihubungkan
terhadap jalur prostaglandin.(10)
Kelebihan atau ketidakseimbangan dari prostaglandin, vasopressin
dan turunan dari fosfolipid menyebabkan dismenore.(1,18,20-29) Pengukuran
dari prostaglandin PGF2, PGE2 dan vasopresin pada cairan menstruasi
6
yang berhubungan dengan gejala dismenore membuktikan hal ini.
Sebagai tambahan, zat kimia ini dikenal sebagai penyebab peningkatan
kontraktilitas uterus, kram, mual, muntah, dan diare. Ada bukti yang kuat
bahwa
hambatan
dari
sintesa
prostaglandin
dengan
inhibitor
ciklooksigenase dihubungkan dengan kadar prostaglandin yang rendah di
dalam cairan menstruasi dan perbaikan gejala klinis yang signifikan.
Pada dismenore primer terdapat peningkatan kontraksi uterus yang
abnormal, mirip dengan kontraksi uterus pada persalinan atau abortus
yang dirangsang oleh prostaglandin atau analognya. Gejala seperti mual,
muntah dan diare terjadi pada 60% atau lebih pasien dan mirip pada efek
dari prostaglandin.
Gambar.1.1 Patofisiologi dismenore
Pickles
mendalilkan
bahwa
“rangsangan
menstrual”
atau
prostaglandin akan meningkat pada ekstraksi dari menstruasi pada wanita
dengan dismenore primer dibandingkan dengan wanita yang tidak
7
dismenore. Pada kebanyakan wanita dengan dismenore primer terdapat
peningkatan sekresi endometrial dari prostaglandin F2α menstruasi.
Meskipun prostaglandin telah telah diketahui sebagai etiologi dari
dismenore primer, dijumpai pasien-pasien dengan temuan laparoskopik
yang normal dan menderita dismenore yang berat dan tidak didapati
peningkatan kadar PGF2α. Prevalensi pasien ini masih belum diketahui.
Peranan prostanoid seperti tromboxan A2, prostasiklin dan leukotrien
pada patogenesis dari primer dismenore masih belum banyak dimengerti.
Prostasiklin merupakan vasodilator yang poten yang merupakan relaksan
uterus terlihat mengalami penurunan pada dismenore primer. Peningkatan
produksi leukotrien pada jalur enzim 5-lipoxygenase daripada jalur COX
dapat menambah bentuk dismenore primer yang tidak responsif terhadap
NSAIDs.(40,41) Jalur 5 lipoxygenase pada pembentukan leukotrien diuraikan
pada gambar 1.2. Endometrium dan miometrium dapat mensintesa
leukotrien, jadi dapat mengkonfirmasi aktivitas fungsional dari jalur 5lipoxigenase dan leukotriene yang terlibat pada kontraksi myometrium.
Pada wanita dengan dismenore primer, secara signifikan terdapat
konsentrasi dari leukotrien cairan menstruasi yang tinggi. Khususnya
leukotriene C4 dan leukotriene D4, dibanding pada wanita normal.
8
Gambar 1.2. Jalur lipoxygenase pada pembentukan asam hidroxyperoxyeicosateraenoic
(HPETE). Leukotrien A,B dan C dibentuk melalui jalur 5 lipoxygenase. Dawood M.Y.
Primary Dysmenorrhea Advance in Pathogenesis And Management 2006
Prostaglandin dan prostanoid di bentuk dari asam arachidonat
melalui jalur COX setelah produksi asam arachidonat dari hidrolisa
fosfolipid oleh phospholipase gambar 1.3. Ketika tidak terjadi kehamilan,
kadar progesteron menurun selam fase luteal lanjut. Ini menyebabkan
labilisasi
kemudian
dari
lisosome
menghidrolisa
dan
melepaskan
phospholipid
dari
enzim
phopholipasenya,
membran
sel
untuk
menghasilkan asam arachidonat sama seperti asam icosatetraenoic.
Bahan ini bertindak sebagai precursor pada jalur COX dan lipoxygenase.
9
Gambar 1.3. Kaskade asam arachidonat memperlihatkan jalur cyclooxygenase (COX)
pada sintesa Prostasiklin, Prostaglandin F prostaglandin E dan Tromboksan A2. (Dawood
M.Y. Primary Dysmenorrhea Advance in Pathogenesis And Management 2006)
Keterlibatan vasopresin dalam pathogenesis primer dismenore
masih kontroversial. Peningkatan kadar vasopresin yang bersirkulasi
selama menstruasi dilaporkan terjadi pada wanita dengan dismenore
primer
dapat
menyebabkan
kontraksi
disritmik
dari
uterus
yang
mengurangi aliran darah ke uterus dan menyebabkan hipoksia uterus.
Dalam penelitian terbatas, antagonis vasopresin dapat menetralkan efek
vasopresin endogen dan mengurangi dismenore.
(20)
10
Gambar 1.4. Mekanisme pembangkitan nyeri pelvis pada dismenore.
2.4. Faktor Risiko
Faktor risiko dismenore antara lain usia menarche(25,31,42,43), riwayat
dismenore pada keluarga, BMI, perokok, menoragia, metroragia(1,25,30,44)
nulipara(45,46)
2.4.1. Menarche
Hubungan antara menarche yang dini dengan dismenore masih
menjadi perdebatan. Ozerdogan dkk di Turki mendapati prevalensi
dismenore ditemukan lebih tinggi pada wanita yang memiliki usia
menarche > 13 tahun
(25)
sementara penelitian yang dilakukan oleh
Tangchai KT dkk di Thailand menyimpulkan bahwa dismenore secara
signifikan berhubungan dengan menarche yang terlalu dini dimana usia
menarche rata rata 13,2 ± 1,2 thn(31) sementara penelitian yang dilakukan
11
oleh Kumbhar SK di kadapa India menemukan tidak ada pengaruh yang
signifikan antara menarche yang dini dengan dismenore.(4)
2.4.2. Riwayat dismenore pada keluarga
Wanita yang memiliki riwayat dismenore pada keluarganya memiliki
prevalensi yang lebih besar untuk terjadinya dismenore. Beberapa peneliti
memperkirakan anak dari ibu yang memiliki masalah menstruasi juga
mengalami menstruasi yang tidak menyenangkan, ini merupakan alasan
yang dapat dihubungkan terhadap tingkah laku yang dipelajari dari ibu.
Alasan riwayat keluarga merupakan faktor risiko dismenore mungkin
dihubungkan dengan kondisi seperti endometriosis.(25)
Penelitian yang dilakukan oleh Parveen N dkk di Pakistan terhadap
197 pelajar berusia 18-25 tahun mendapatkan adanya korelasi yang
signifikan antara riwayat keluarga dismenore dengan kejadian dismenore.
Dari penelitian tersebut dijumpai 33% dengan positif riwayat dismenore
pada ibu dan 43% positif riwayat dismenore pada saudara perempuan dari
pasien. Dia menyimpulkan adanya riwayat dismenore pada keluarga
merupakan faktor risiko yang penting.(32) Penelitian yang dilakukan charu
dkk yang dilakukan di india juga menemukan hal yang sama. Charu
menyimpulkan adanya korelasi yang kuat antara dismenore dengan
riwayat dismenore pada keluarga, dimana subjek yang memiliki riwayat
dismenore pada keluarga memiliki 1,41 kali lebih besar kemungkinan
terkena dismenore dibanding yang tidak memiliki riwayat dismenore pada
keluarga.(6) Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Novia kk di
Sidoarjo
Indonesia juga mendapati riwayat dismenore pada keluarga
12
mempunyai pengaruh terhadap kejadian dismenore primer. Dia mendapati
responden yang memiliki riwayat dismenore pada keluarga memiliki risiko
0,191 kali untuk terkena dismenore primer jika dibandingkan dengan
responden yang tidak memiliki riwayat dismenore pada keluarga. (9)
2.4.3. Body mass index
Prevalensi dismenore secara signifikan lebih tinggi pada wanita
yang underweight(25). Penelitian yang dilakukan Ozerdogan dkk di turki
mendapatkan risiko dismenore 1,5 kali lebih tinggi pada wanita
underweight jika dibandingkan dengan overweight/ obese. Hal ini
berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Novia di Sidoarjo
Indonesia menemukan bahwa BMI tidak berpengaruh terhadap kejadian
dismenore.(9)
2.5. Kerangka Konsep
1. Menarche terlalu dini
2. BMI
Dismenore
3. Riwayat Dismenore pada
keluarga
Gambar 2.1. Kerangka Konsep
13
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Dismenore adalah kelainan ginekologis yang paling umum yang
dialami wanita yang mengalami menstruasi. Kata dismenore berasal dari
kata Yunani yaitu dys (sulit, nyeri sekali atau tidak normal), meno (bulan),
dan rhea (aliran).(1,10)
Dismenore adalah suatu gejala rasa sakit atau rasa tidak enak
diperut bagian bawah pada saat menstruasi sampai dapat mengganggu
aktifitas sehari-hari.(1) Perbedaan antara nyeri kram pada menstruasi
normal dan dismenore adalah kebutuhan akan pengobatan dan
ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas biasa.(11)
Dismenore menggambarkan nyeri siklik yang berulang selama
periode menstruasi.(12,13) Nyeri biasanya menyerupai kram, kolik, berlokasi
pada region supra pubik dengan penyebaran ke belakang dan paha dan
biasanya
menetap
selama
24-48
jam.
Sering
wanita
tersebut
menggambarkan gejala yang menyertai seperti diare, mual, kembung dan
kelelahan.(12,14,15)
2.2. KLASIFIKASI
Ada dua bentuk dismenore(6,12-37) yaitu :
1. Dismenore primer
2. Dismenore sekunder
5
2.2.1. Dismenore Primer
Dismenore primer adalah nyeri pada saat menstruasi pada wanita
dengan anatomi pelvis yang normal. Onset awal dari dismenore primer
biasanya dekat dengan menarche, ketika siklus yang berovulasi telah
terjadi.(6,12,13,16) Insidensi dismenore bervariasi, bergantung pada pasien
dan metode yang digunakan untuk mengevaluasi dismenore.(17)
Faktor perilaku dan psikologis, siklus yang berovulasi, peningkatan
vasopresin, peningkatan prostanoid endometrium yang abnormal atau
produksi dan pelepasan eikosanoid dan peningkatan kontraksi uterus
yang abnormal telah dilibatkan pada etiologi dismenore primer.(18)
2.2.2. Dismenore sekunder
Dismenore sekunder adalah nyeri menstruasi yang disebabkan
oleh kelainan anatomis atau penyakit pada pelvis, seperti endometriosis,
kista ovarium, inflamasi pelvik, mioma atau IUD. Kategori ini lebih sering
terjadi beberapa tahun setelah menarche.(6,12,13,16,19,38,39)
2.3. PATOFISIOLOGI
Pada awal hingga pertengahan 1960an, faktor psikologis diduga
sebagai penyebab utama dari dismenore primer; penelitian lebih lanjut
membuktikan bahwa stres emosional bukan merupakan faktor etiologi
yang utama. Pada tahun 1970an patofisiologi dismenore dihubungkan
terhadap jalur prostaglandin.(10)
Kelebihan atau ketidakseimbangan dari prostaglandin, vasopressin
dan turunan dari fosfolipid menyebabkan dismenore.(1,18,20-29) Pengukuran
dari prostaglandin PGF2, PGE2 dan vasopresin pada cairan menstruasi
6
yang berhubungan dengan gejala dismenore membuktikan hal ini.
Sebagai tambahan, zat kimia ini dikenal sebagai penyebab peningkatan
kontraktilitas uterus, kram, mual, muntah, dan diare. Ada bukti yang kuat
bahwa
hambatan
dari
sintesa
prostaglandin
dengan
inhibitor
ciklooksigenase dihubungkan dengan kadar prostaglandin yang rendah di
dalam cairan menstruasi dan perbaikan gejala klinis yang signifikan.
Pada dismenore primer terdapat peningkatan kontraksi uterus yang
abnormal, mirip dengan kontraksi uterus pada persalinan atau abortus
yang dirangsang oleh prostaglandin atau analognya. Gejala seperti mual,
muntah dan diare terjadi pada 60% atau lebih pasien dan mirip pada efek
dari prostaglandin.
Gambar.1.1 Patofisiologi dismenore
Pickles
mendalilkan
bahwa
“rangsangan
menstrual”
atau
prostaglandin akan meningkat pada ekstraksi dari menstruasi pada wanita
dengan dismenore primer dibandingkan dengan wanita yang tidak
7
dismenore. Pada kebanyakan wanita dengan dismenore primer terdapat
peningkatan sekresi endometrial dari prostaglandin F2α menstruasi.
Meskipun prostaglandin telah telah diketahui sebagai etiologi dari
dismenore primer, dijumpai pasien-pasien dengan temuan laparoskopik
yang normal dan menderita dismenore yang berat dan tidak didapati
peningkatan kadar PGF2α. Prevalensi pasien ini masih belum diketahui.
Peranan prostanoid seperti tromboxan A2, prostasiklin dan leukotrien
pada patogenesis dari primer dismenore masih belum banyak dimengerti.
Prostasiklin merupakan vasodilator yang poten yang merupakan relaksan
uterus terlihat mengalami penurunan pada dismenore primer. Peningkatan
produksi leukotrien pada jalur enzim 5-lipoxygenase daripada jalur COX
dapat menambah bentuk dismenore primer yang tidak responsif terhadap
NSAIDs.(40,41) Jalur 5 lipoxygenase pada pembentukan leukotrien diuraikan
pada gambar 1.2. Endometrium dan miometrium dapat mensintesa
leukotrien, jadi dapat mengkonfirmasi aktivitas fungsional dari jalur 5lipoxigenase dan leukotriene yang terlibat pada kontraksi myometrium.
Pada wanita dengan dismenore primer, secara signifikan terdapat
konsentrasi dari leukotrien cairan menstruasi yang tinggi. Khususnya
leukotriene C4 dan leukotriene D4, dibanding pada wanita normal.
8
Gambar 1.2. Jalur lipoxygenase pada pembentukan asam hidroxyperoxyeicosateraenoic
(HPETE). Leukotrien A,B dan C dibentuk melalui jalur 5 lipoxygenase. Dawood M.Y.
Primary Dysmenorrhea Advance in Pathogenesis And Management 2006
Prostaglandin dan prostanoid di bentuk dari asam arachidonat
melalui jalur COX setelah produksi asam arachidonat dari hidrolisa
fosfolipid oleh phospholipase gambar 1.3. Ketika tidak terjadi kehamilan,
kadar progesteron menurun selam fase luteal lanjut. Ini menyebabkan
labilisasi
kemudian
dari
lisosome
menghidrolisa
dan
melepaskan
phospholipid
dari
enzim
phopholipasenya,
membran
sel
untuk
menghasilkan asam arachidonat sama seperti asam icosatetraenoic.
Bahan ini bertindak sebagai precursor pada jalur COX dan lipoxygenase.
9
Gambar 1.3. Kaskade asam arachidonat memperlihatkan jalur cyclooxygenase (COX)
pada sintesa Prostasiklin, Prostaglandin F prostaglandin E dan Tromboksan A2. (Dawood
M.Y. Primary Dysmenorrhea Advance in Pathogenesis And Management 2006)
Keterlibatan vasopresin dalam pathogenesis primer dismenore
masih kontroversial. Peningkatan kadar vasopresin yang bersirkulasi
selama menstruasi dilaporkan terjadi pada wanita dengan dismenore
primer
dapat
menyebabkan
kontraksi
disritmik
dari
uterus
yang
mengurangi aliran darah ke uterus dan menyebabkan hipoksia uterus.
Dalam penelitian terbatas, antagonis vasopresin dapat menetralkan efek
vasopresin endogen dan mengurangi dismenore.
(20)
10
Gambar 1.4. Mekanisme pembangkitan nyeri pelvis pada dismenore.
2.4. Faktor Risiko
Faktor risiko dismenore antara lain usia menarche(25,31,42,43), riwayat
dismenore pada keluarga, BMI, perokok, menoragia, metroragia(1,25,30,44)
nulipara(45,46)
2.4.1. Menarche
Hubungan antara menarche yang dini dengan dismenore masih
menjadi perdebatan. Ozerdogan dkk di Turki mendapati prevalensi
dismenore ditemukan lebih tinggi pada wanita yang memiliki usia
menarche > 13 tahun
(25)
sementara penelitian yang dilakukan oleh
Tangchai KT dkk di Thailand menyimpulkan bahwa dismenore secara
signifikan berhubungan dengan menarche yang terlalu dini dimana usia
menarche rata rata 13,2 ± 1,2 thn(31) sementara penelitian yang dilakukan
11
oleh Kumbhar SK di kadapa India menemukan tidak ada pengaruh yang
signifikan antara menarche yang dini dengan dismenore.(4)
2.4.2. Riwayat dismenore pada keluarga
Wanita yang memiliki riwayat dismenore pada keluarganya memiliki
prevalensi yang lebih besar untuk terjadinya dismenore. Beberapa peneliti
memperkirakan anak dari ibu yang memiliki masalah menstruasi juga
mengalami menstruasi yang tidak menyenangkan, ini merupakan alasan
yang dapat dihubungkan terhadap tingkah laku yang dipelajari dari ibu.
Alasan riwayat keluarga merupakan faktor risiko dismenore mungkin
dihubungkan dengan kondisi seperti endometriosis.(25)
Penelitian yang dilakukan oleh Parveen N dkk di Pakistan terhadap
197 pelajar berusia 18-25 tahun mendapatkan adanya korelasi yang
signifikan antara riwayat keluarga dismenore dengan kejadian dismenore.
Dari penelitian tersebut dijumpai 33% dengan positif riwayat dismenore
pada ibu dan 43% positif riwayat dismenore pada saudara perempuan dari
pasien. Dia menyimpulkan adanya riwayat dismenore pada keluarga
merupakan faktor risiko yang penting.(32) Penelitian yang dilakukan charu
dkk yang dilakukan di india juga menemukan hal yang sama. Charu
menyimpulkan adanya korelasi yang kuat antara dismenore dengan
riwayat dismenore pada keluarga, dimana subjek yang memiliki riwayat
dismenore pada keluarga memiliki 1,41 kali lebih besar kemungkinan
terkena dismenore dibanding yang tidak memiliki riwayat dismenore pada
keluarga.(6) Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Novia kk di
Sidoarjo
Indonesia juga mendapati riwayat dismenore pada keluarga
12
mempunyai pengaruh terhadap kejadian dismenore primer. Dia mendapati
responden yang memiliki riwayat dismenore pada keluarga memiliki risiko
0,191 kali untuk terkena dismenore primer jika dibandingkan dengan
responden yang tidak memiliki riwayat dismenore pada keluarga. (9)
2.4.3. Body mass index
Prevalensi dismenore secara signifikan lebih tinggi pada wanita
yang underweight(25). Penelitian yang dilakukan Ozerdogan dkk di turki
mendapatkan risiko dismenore 1,5 kali lebih tinggi pada wanita
underweight jika dibandingkan dengan overweight/ obese. Hal ini
berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Novia di Sidoarjo
Indonesia menemukan bahwa BMI tidak berpengaruh terhadap kejadian
dismenore.(9)
2.5. Kerangka Konsep
1. Menarche terlalu dini
2. BMI
Dismenore
3. Riwayat Dismenore pada
keluarga
Gambar 2.1. Kerangka Konsep
13