Sifat Kimia Tanah pada Areal Restorasi Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sifat Kimia Tanah
Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun
dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air
dan udara, dan merupakan media untuk tumbuh tanaman. Tanah berasal dari
pelapukan batuan yang bercampur dengan sisa bahan organik dan mineral
vegetasi serta hewan yang hidup di atas atau di dalamnya (Hardjowigeno, 2007).
Sifat kimia tanah adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
peristiwa yang bersifat kimia dan terjadi di dalam maupun di atas permukaan
tanah sehingga akan menentukan sifat dan ciri tanah yang terbentuk dan
berkembang setelah peristiwa kimia tersebut. Peubah yang termasuk sifat kimia
tanah yang mempengaruhi pertumbuhan, produksi dan kualitas tanaman antara
lain pH tanah, ketersediaan unsur hara makro dan mikro, serta kapasitas tukar
kation (Abadi, 2009).
Berbagai tipe penggunaan lahan dapat mempengaruhi tingkat kesuburan
tanah baik dari sifat kimia, fisika, maupun biologi tanah. Komponen kimia tanah
yang dipengaruhi antara lain adalah pH tanah, N, P, K, C-organik, dan KTK.

Tanah adalah lapisan atas bumi yang merupakan campuran dari pelapukan batuan
dan jasad makhluk hidup yang telah mati dan membusuk, akibat pengaruh cuaca,
jasad makhluk hidup tadi menjadi lapuk, mineral-mineralnya terurai (terlepas),
dan kemudian membentuk tanah yang subur (Saridevi, 2013).

Universitas Sumatera Utara

5

1. Kemasaman tanah (pH Tanah)
Nilai pH Tanah merupakan negatif logaritma dari konsentrasi ion
hidrogen. Nilai pH Tanah tidak sekedar menunjukkan suatu tanah asam atau
alkali, tetapi juga memberikan informasi tetang sifat-sifat tanah yang lain,
ketersedian fosfor, status kation-kation basa, status kation atau unsur racun dan
sebagainya. Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah
yang dinyatakan dengan nilai pH (potential of hydrogen). Nilai pH menunjukkan
banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Tanah masam memiliki
nilai pH yang rendah atau kadar ion H+ yang tinggi. Namun sebaliknya, tanah
basa memiliki nilai pH yang tinggi atau kadar ion H+ yang rendah. Selain ion H+
dan ion-ion lain di dalam tanah ditemukan pula ion OH- yang jumlahnya

berbanding terbalik dengan ion H+. Apabila kandungan H+ dan OH- adalah sama
maka tanah bereaksi netral (Hardjowigeno 2007).
Tanah yang mampu menahan kemasaman tersebut dikenal sebagai tanah
yang berpenyangga baik (well buffer soil). Banyak sedikitnya kandungan unsur
hara pada tanah merupakan indikator tingkat kesuburan tanah, kandungan unsur
hara berperan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
dan tingkat kesuburan tanaman itu sendiri tergantung pada kemampuan tanaman
dalam menyerap unsur hara yang tersedia dalam tanah (Suranta et al., 2001).
Faktor penting yang mempengaruhi proses penyerapan unsur hara oleh
akar tanaman adalah derajat keasaman tanah (pH tanah). pH tanah atau tepatnya
pH larutan tanah sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara
seperti Nitrogen (N), potassium/kalium (K), dan Pospor (P) dimana tanaman
membutuhkan dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan

Universitas Sumatera Utara

6

terhadap penyakit, pH tanah yang rendah akan menyebabkan ketersediaan hara
menurun dan perombakan bahan organik terhambat (Susilawati, 2008)

Pentingnya pH tanah untuk perkembangan mikoroorganisme dapat
dipengaruhi, pH tanah dapat menunjukkan jika ada unsur-unsur beracun, selain itu
pH tanah juga dapat menentukan tinggi rendahnya unsur hara dapat diserap oleh
tanaman. Unsur hara pada umumnya dapat diserap akar tanaman pada pH tanah
netral , pH yang netral dapat dengan mudah diserap air (Sembiring et al., 2000)
Tanah hutan yang dominan memiliki keasaman pH tanah sedang sampai
tinggi merupakan hasil dari pelepasan asam organik selama dekomposisi dari
lapisan serasah dan efek dari pencucian (leaching) dari permukaan tanah mineral.
Sebagai hasilnya, tipe vegetasi yang tumbuh pada tanah memiliki pengaruh pada
tingkat keasaman tanah karena perbedaan dari serasah yang ada di bawah
tegakkan vegetasi tersebut Nelvia (2012). Hal tersebut sesuai dengan keterangan
Soepardi (1983), yang menyatakan bahwa proses dekomposisi bahan organik akan
menghasilkan

asam-asam

organik

maupun


asam

anorganik,

sehingga

menimbulkan suasana asam.Hasil penelitian Suwondoet al. (2012), menyatakan
bahwa hutan transisi yang di konversi menjadi perkebunan kelapa sawit hingga
lebih dari 10 tahun mengalami peningkatan pH tanah namun masih tergolong
asam.
2. Bahan Organik Tanah
Bahan Organik tanah adalah semua bahan organik di dalam tanah baik
yang mati maupun yang hidup, walaupun organisme hidup (biomassa tanah)
hanya menyumbang kurang dari 5% dari total bahan organik. Jumlah dan sifat
bahan organik sangat menentukan sifat biokimia, fisika, kesuburan tanah dan

Universitas Sumatera Utara

7


membantu menetapkan arah proses pembentukan tanah. Pengaruh bahan organik
terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya terhadap pertumbuhan tanaman adalah
sebagai sumber unsur hara N, P, dan S. Fungsinya bagi tanah adalah sebagai
ukuran kapasitas retensi hara tanah, untuk daya pulih tanah akibat perubahan ph
tanah, menyimpan cadangan hara penting khususnya N dan K, serta dapat
meningkatkan dekomposisi bahan organik, selain itu bahan organik juga berfungsi
bagi tanaman sebagai sumber unsur hara makro seperti nitrogen, fosfor, dan
kalium beserta unsur hara mikro (Mukhlis, 2007).
Tanah yang ideal tersusun atas komponen-komponen yaitu 45% mineral,
5% bahan organik, dan 20-10% udara dan air (Yulipriyanto, 2010). Menurut
Hanafiah (2005), bahan organik adalah kumpulan senyawa-senyawa organik
kompleks yang sedang atau telah terdekomposisi baik berupa humus maupun
senyawa anorganik hasil mineralisasi, termasuk faktor biotiknya yaitu mikroba
yang terlibat.
Bahan organik terdiri dari sisa tanaman di atas permukaan tanah yang
masih dapat dikenali bentuknya, sisa tanaman yang melapuk yang wujudnya tidak
dapat dikenali lagi, mikroorganisme berupa tumbuhan dan hewan yang berperan
dalam proses dekomposisi, serta humus yang merupakan hasil akhir dekomposisi
bahan organik . Bahan-bahan tanaman yang masih menampakkan wujud aslinya
berperan dalam pelindungan permukaan tanah sebagai mulsa, serasah tanaman

yang mengalami proses dekomposisi di dalam tanah adalah sumber primer bahan
organik tanah yang selanjutnya akan menghasilkan humus (Yulipriyanto, 2010)
Kandungan bahan organik tanah menentukan kepekaan tanah terhadap
erosi karena bahan organik mempengaruhi kemantapan struktur tanah. Tanah-

Universitas Sumatera Utara

8

tanah yang cukup mengandung bahan organik umumnya menyebabkan
strukturtanah menjadi mantap sehingga tahan terhadap erosi. Kandungan bahan
organik yang kurang dari 2% umumnya peka terhadap erosi Hardjowigeno
(2007).Disamping itu bahan organik adalah sumber energi dari sebagian besar
organisme tanah. Dalam memainkan peranannya bahan organik sangat ditentukan
oleh sumber dan susunannya, oleh kelancaran dekomposisinya, serta hasil
dekomposisi itu sendiri (Hakimet al, 1986).
Tahap akhir hasil dekomposisi bahan organik adalah : (1) senyawa resisten
berupa humus, (2) senyawa sederhana berupa CO dan air, serta unsur hara
2


tersedia seperti nitrat, dan lain-lain. Hasil akhir berupa gas CO jika terakumulasi
2

dapat bereaksi dengan air membentuk asam karbonat yang meskipun asam lemah,
-

+

namun jika terakumulasi akan terurai menjadi HCO + H yang memasamkan
3

tanah (Hanafiah, 2005).
3. C-organik
C-organik adalah penyusun utama bahan organik. Bahan organik antara
lain terdiri dari sisa tanaman dan hewan dari berbagai tingkat dekomposisi. Peran
C-organik bagi tanah adalah untuk menyangga dan menyediakan hara tanaman,
meningkatkan efisiensi pemupukan dan menetralkan sifat racun Al dan Fe. Bahan
organik juga dapat meningkatkan kesuburan tanah dan menyediakan mikro hara
dan faktor-faktor pertumbuhan lainya yang biasaya tidak disediakan oleh pupuk
kimia (anorganik).Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan

jumlah C-Organik.Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara
komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah.Kandungan bahan organik
tanah telah terbukti berperan sebagai kunci utama dalam mengendalikan kualitas

Universitas Sumatera Utara

9

tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Bahan organik mampu
memperbaiki sifat fisik tanah seperti menurunkan berat volume tanah,
meningkatkan permeabilitas, menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi tanah,
meningkatkan stabilitas agregat, meingkatkan kemampuan tanah memegang air,
menjaga kelembaban dan suhu tanah, mengurangi energi kinetik langsung air
hujan, mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah (Rahayu, 2008).
Prijono (2013) menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk
C-Organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen agar
kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses
dekomposisi mineralisasi. Maka sewaktu pengolahan tanah, penambahan bahan
organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain
sangat erat berkaitan dengan KTK (kapasitas tukar kation) serta dapat

meningkatkan KTK tanah.
Kandungan C-organik yang rendah merupakan indikator rendahnya jumlah
bahan organik tanah yang tersedia dalam tanah Njurumana et al.(2008). Hal ini di
sebabkan karena lapisan tanah bagian atas merupakan tempat akumulasi bahanbahan organik. Jatuhnya dedaunan, ranting dan batang dari vegetasi di atasnya
sebagai sumber bahan organik utama. Faktor lain yang mempengaruhi rendahmya
C-organik dalam tanah yaitu disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah vegetasi
yang berbeda pada tegakan yang tumbuh pada lahan tersebut. Dikemukakan oleh
Munawar (2013) bahwa bahan organik tanah adalah seluruh karbon di dalam
tanah yang berasal dari sisa tanaman/tumbuhan dan hewan yang telah mati.
Kebanyakan sumber bahan organik tanah adalah jaringan tanaman/tumbuhan.

Universitas Sumatera Utara

10

Berbeda sumber dan jumlah bahan organik tersebut akan berbeda pula
pengaruhnya terhadap bahan organik yang disumbangkan ke dalam tanah.
Menurut Wasis (2012), pembukaan lahan dengan perambahan hutan juga
berdampak menurunkan jumlah kandungan bahan organik tanah.Bahan organik
tanah, juga dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah, karena bahan organik

dapat menjadi sumber unsur hara termasuk N, P, K dan semua unsur mikro
esensial yang diperlukan tanaman (Supriyadi, 2008).
4. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas Tukar Kation (KTK) suatu tanah dapat didefinisikan sebagai
suatu kemampuan koloid tanah menjerap dan mempertukarkan kation. Kapasitas
tukar kation merupakan banyaknya kation-kation yang dijerap atau dilepaskan
dari permukaan koloid liat atau humus dalam miliekuivalen per 100 g contoh
tanah atau humus (Hakim et al.,1986).
Faktor yang mempengaruhi KTK adalah tekstur tanah, makin halus tekstur
tanah makin tinggi KTK nya, selain itu humus dan bahan organik juga
mempengaruhi KTK sehingga terbentuk agregat tanah yang mengurangi
terjadinya erosi bahan organik yang lambat laun terdekomposisi akan
menghasilkan humus yang berguna bagi tanaman dan juga tanah. Tanah akan
memiliki pH yang stabil dan baik untuk pertanaman.Jika kandungan humus dan
bahan organik di dalam tanah sedikit, hal ini akan menyebabkan penurunan KTK
karena hilangnya unsur hara akibat pencucian maupun erosi, sesuai dengan
pernyataan Tan (1991) Penurunan kandungan bahan organik tanah ini akan
berdampak pada penurunan kandungan humus tanah yang pada akhirnya juga
akan berdampak pada penurunan nilai KTK tanah.


Universitas Sumatera Utara

11

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penelitian Barek (2013), bahwa
nilai KTK pada tipe penggunaan lahan hutan primer pada kedalaman
≤ 10 cm,
lebih tinggi dibanding dengan kedalaman 10-20 cm. Kemudian hal ini disebabkan
gugus fungsional yang telah mengalami ionisasi dimana akan menghasilkan
sejumlah muatan negatif pada permukaan koloid tanah dan juga adanya
dekomposisi bahan organik yang dapat menghasilkan humus yang kemudian KTK
meningkat. Tingginya nilai KTK tanah tersebut dapat disebabkan karena
tingginya kandungan bahan organik tanah sebagian akibat dari kegiatan fisik di
badan tanah. Perubahan nilai kapasitas tukar kation yang masih dalam kategori
sangat tinggi diduga karena kondisi pH tanah yang masih tergolong sangat asam.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarso (2005), yang mengatakan bahwa
perubahan nilai KTK seiring dengan perubahan nilai pH.
Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kandungan bahan
organik rendah atau tanah-tanah berpasir. Nilai KTK tanah sangat beragam serta
tergantung pada sifat dan ciri tanah tersebut. Besar kecilnya KTK tanah
dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan
organik, dan pengapuran atau pemupukan (Hardjowigeno 2007).
Besarnya KTK sangat ditentukan oleh pH tanah, tekstur tanah atau kadar
liat, jenis mineral liat, kandungan bahan organik dan pemupukan (Hakim et al,
1986). Nilai KTK tinggi sangat dipengaruhi oleh jumlah liat. Semakin halus
tekstur tanah dan semakin tinggi jumlah liat maka semakin tinggi KTK tanah
(Dikti, 1991).

Universitas Sumatera Utara

12

5. Nitrogen Total Tanah
Nitrogen merupakan sebuah unsur hara yang esensial yang dibutuhkan
tanaman dalam jumlah banyak, yang berfungsi sebagai penyusun protein dan
enzim, selain itu nitrogen juga sangat berperan meningkatkan pertumbuhan
tanaman, meningkatkan kadar asam amino sekaligus protein pada tanah serta
mambantu proses sintesa asam amino dan protein dalam tanaman, oleh sebab itu
nitrogen sangat dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap pertumbuhan
tanaman. Analisis N total tanah didasari oleh prinsip mengubah N-organik
menjadi N-ammonium oleh asam sulfat yang dipanaskan sekitar 3800C dan
menggunakan Cu-sulfat + selenium + Na-sulfat sebagai katalisator. Proses ini
disebut digestasi dan hasilnya disebut digest; secara keseluruhan disebut kjeldahl
digestasi. Asam digest yang mengandung ammonium dibasakan dengan NaOH
sehingga ion ammonium dikonversi menjadi amoniak. Lalu didestilasi menjadi
ammonium hidroksida. NH4OH ditentukan jumlahnya dengan mentitrasi dengan
HCl (Foth,1994).
Tingginya N-total disebabkan oleh adanya bahan organik yang
memberikan sumbangan kedalam tanah. Hal ini mengidentifikasikan bahwa telah
terjadi pelepasan hara dari proses dekomposisi bahan organik ke dalam tanah
sebagai stimulan bertambahnya N dalam tanah. Selain itu penurunan jumlah
nitrogen juga dipengaruhi oleh penurunan jumlah bahan organik dan
mikroorganime tanah di lokasi tersebut. Karena di dalam susunan jaringan bahan
organik terkandung unsur nitrogen organik yang di dekomposisi oleh
mikroorganisme tanah menjadi nitrogen tersedia bagi tanaman (Izzudin, 2012).

Universitas Sumatera Utara

13

Menurut Mawardiana (2013), Nitrogen merupakan salah satu unsur hara
esensial yang bersifat sangat mobil, baik di dalam tanah maupun di dalam
tanaman. Selain itu nitrogen bersifat sangat mudah larut dan mudah hilang ke
atmosfir maupun air pengairan. Kekurangan unsur nitrogen pada tanaman
mengakibatkan

pertumbuhan

tanaman

tidak

optimal

dan

menurunkan

produktifitasnya. Siklus N di hutan alam yang tidak terganggu merupakan siklus
tertutup. Siklus ini merupakan siklus internal antara tanah, tumbuhan dan
mikroorganisme. Bahrami et al.(2010), menerangkan bahwa degradasi bahan
organik yang terjadi pada perkebunan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan
N-total dalam tanah. Hasil perombakan bahan organik menjadi nitrat sangat
mudah tercuci dan menguap sehingga sedikit ditemukan dalam tanah. Hal ini
sesuai dengan Killham (1994) yang menyatakan bahwa nitrat merupakan hasil
proses mineralisasi mudah tercuci melalui air drainase dan menguap ke atmosfer
dalam bentuk gas (pada drainase buruk dan aerasi terbatas).
6. Fosfor Tersedia Tanah
Fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara yang mutlak dibutuhkan oleh
tanaman karena berperan dalam menyimpan dan mentransfer energi serta sebagai
komponen protein dan asam nukleat.Unsur Fosfor (P) di dalam tanah berasal dari
bahan organik, pupuk buatan, dan mineral-mineral di dalam tanah dan unsur P
berperan dalam pembentukkan biji dan buah, selain itu mendorong pertumbuhan
akar muda serta berperan untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam
tanaman. P-organik dan P-anorganik merupakan jenis unsur P yang terdapat di
dalam tanah. Agar unsur P di dalam tanah bisa tersedia biasanya pada tanah
masam dilakukan penambahan kapur sehingga pH tanah menjadi meningkat dan P

Universitas Sumatera Utara

14

dapat dilepas dari agen pengikatnya seperti Fe dan Al. Bentuk yang tersedia bagi
tanaman adalah berupa ion fosfat (Hardjowigeno, 2007).
Oleh fungsi tersebut maka suplai P yang tinggi ditunjukkan oleh
perkembangan akar, perkembangan dan pembuahan yang lebih cepat.P tanah
dibedakan

menjadi

tak

tersedia

(non

available),

potensial

tersedia

(potentiallyavailable).P segera tersedia adalah bentuk P anorganik di larutan tanah
dalam bentuk orthofosfat.Bentuk P yang potensial tersedia meliputi bentuk P
organik dan beberapa bentuk P anorganik yang relatif tidak tersedia seperti bentuk
P terendapkan (P-Al, P-Fe, P-Mn atau P-Ca). Bentuk P ini cenderung
terakumulasi dalam keadaan sangat stabil, namun dalam keadaan tertentu dapat
berubah menjadi tersedia, misalnya oleh pengapuran tanah masam yang mampu
meninkatka P tersedia, atau pengenangan tanah sawa yang mengubah bentuk P-Fe
menjadi tersedia (Hesse, 1991).Defisiensi unsur hara P akan menimbulkan
hambatan pada pertumbuhan sistem perakaran, daun dan batang. Dalam tanah
fungsi P terhadap tanaman sebagai zat pembangunan dan terikat dalam senyawasenyawa organisme (Sutedjo, 2002).
Ketersediaan dan bentuk-bentuk P didalam tanah sangat erat hubungannya
dengan keasaman (pH) tanah. Pada pH tanah bahan organik dan mikroorganisme
mempengaruhi tersedianya fosfor anorganik (Buckman danBrady, 1982).Hal ini
sesuai dengan Marschner (1996) yang menyatakan bahwa umumnya P yang
diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat berubah menjadi senyawa
fosfor organik kering tanaman. Fosfor ini mobil atau mudah bergerak antar
jaringan tanaman. Kadar optimal fosfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan
vegetatife adalah 0,3%-0,5% dari berat kering tanaman. Menurut Hanafiah (2005)

Universitas Sumatera Utara

15

jika dibandingkan dengan N, unsur P lebih cepat menjadi tersedia akibat terikat
oleh kation tanah serta terfiksasi pada permukaan positif koloidal tanah.
Ketersediaan unsur P optimum terdapat pada kisaran pH 6,00–7,00.
Adrinal(2012) mengemukakan bahwa semakin baik kondisi hara tanahtanah maka P-tersedia pH tanahnya meningkat. Tingginya P-tersedia pada hutan
primer kemungkinan disebabkan oleh pengaruh pH tanah yang netral yaitu ph
6,59, karena ketersediaan unsur P ditentukan oleh pH tanah itu sendiri. Pada tanah
yang bereaksi masam (pH rendah), P akan mudah bersenyawa dengan Al, Fe, dan
Mn, yang mengubah P menjadi tidak larut dan juga tidak tersedia bagi tumbuhan
tanaman.
Rendahnya ketersediaan P dalam tanah juga kemungkinan disebabkan
kurangnya bahan-bahan organik hasil dekomposisi yang menyebabkan kurangnya
terhadap ketersediaan humus yang menyuplai terhadap ketersediaan P. Hal ini
sesuai dengan Buckman dan Brady (1982) yang menyatakan bahwa unsur fosfor
(P) diserap dalam bentuk H2PO4- , HPO42-ditentukan oleh pH tanah. Ketersediaan
P akan menurun bila pH tanah lebih rendah dari 5,5 atau lebih tinggi dari 7.
Faktor lain yang dapat menghambat ketersediaan P adalah kegiatan
organisme yang kurang maksimal, pH tanah yang relatif asam dan alkalis, serta
jumlah dan dekomposisi bahan organik yang sedikit. Al dan Fe oksida dapat
mengikat P sehingga ketersedian P rendah, begitu juga dengan KTK dan bahan
organik, dan hal ini yang menyebabkan tanah menjadi miskin hara (Herviyanti,
2012).
Penurunan nilai P-tersedia juga terjadi akibat pencucian hara, terangkutnya
hara oleh tanaman, subsiden atau pemadatan dan rendahnya nilai pH. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

16

sesuai dengan pernyataan Anwar et al.(2001) dalam Oksana (2012) yang
menerangkan bahwa perubahan tingkat kesuburan tanah pada lahan yang
dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit disebabkan oleh terangkutnya unsur
hara oleh tanaman saat produksi (panen). karena diikat oleh hidroksida Fe dan Al.
Selain proses pencucian rendahnya pH juga menyebabkan rendahnya kandungan
P-tersedia tanah (Pandjaitan dan Soedodo, 1999). Darmosakora (2011),
menambahkan bahwa tingginya curah hujan dan sistem drainase juga berdampak
pada erosi dan pencucian unsur hara yang terkandung dalam tanah sehingga
menyebabkan P tersedia juga rendah.
7. Kalium
Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang
diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan
membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat,
Fosfat, atau unsur lainnya (Utami, 2009).Sumber utama K dalam tanah adalah
mineral feldspar (orthoklas, sanidin), sehingga terdapatnya kandungan mineral
tersebut dalam tanah mengindikasikan adanya sumber K (Prasetyo, 2007). Peran
unsur kalium bagi tanaman sebagai unsur penyusun jaringan tanaman berperan
dalam pembentukkan pati dan pembukaan stomata serta kalium sangat berperan
dalam pembentukkan protein dan karbohidrat, mengeraskan jerami dan bagian
kayu dari tanaman meningkatkan resistensi terhadap penyakit dan kualitas buahbuahan, Agustina (1990). Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2005) kadar
unsur K dalam larutan tanah merupakan hasil keseimbangan antara suplai dari
hasil pelarutan mineral-mineral K. Tertukarnya K dari permukaan koloid-koloid
tanah dan K hasil mineralisasi bahan organik/pupuk dengan kehilangan akibat

Universitas Sumatera Utara

17

adanya serapan tanaman (immobilisasi), K-terfiksasi akibat terjerap oleh ruang
dalam koloid-koloid dan pelindian.
Yamani (2012) Mengatakan bahwa pada analisis Kalium yang dilakukan
diareal perkebunan sawit lebih tinggi dibandingkan dengan hutan primer dan
lahan restorasi, hal ini disebabkan oleh alih guna lahan menyebabkan nilai K
menurun secara drastis, sesaat setelah lahan hutan ditebang. Sedangkan unsur hara
K tinggi, karena memang unsur hara ini pada kerak bumi atau pada permukaan
tanah kadarnya cukup tinggi, dan semakin dalam dari permukaan tanah, kadar
hara K makin rendah.
8. Calsium (Ca)
Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti
Magnesium dan Belerang. Calsium diserap tanaman dalam bentuk Ca2+. Ca2+
dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat
oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan
seakunder dan tercuci . Mineral Ca, Mg, dan K bersaing untuk memasuki
tanaman. Peran kalsium sangat dominan, terutama pada titik-titik tumbuh tanaman
seperti pucuk muda dan ujung akar. Kekurangan kalsium akan menyebabkan
pertumbuhan tanaman akan terhambat dan kualitas buah akan menurun. Apabila
salah satu unsur berada pada jumlah yang lebih rendah dari pada yang lain, maka
unsur yang kadarnya lebih rendah sukar diserap (Leiwakabessy dan Wahyudi,
2003). Di dalam tanah kalsium berada dalam bentuk anorganik, namun dalam
jumlah yang cukup signifikan juga berasosiasi dengan materi organik dalam
humus (Stevenson, 1994).

Universitas Sumatera Utara

18

Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukkan bulubuluakar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan
penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim serta
meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyerapan zat-zat hara yang sudah ada
dalam tanah baik yang berasal dari bahan organic maupun pemberian pupuk
lainya seperti urea, TSP dan KCl. Biasanya tanah bersifat masam memiliki
kandungan Ca yang rendah. Kalsium ditambahkan untuk meningkatkan pH tanah.
Sebagian besar Ca berada pada kompleks jerapan dan mudah dipertukarkan. Pada
keadaan tersebut kalsium mudah tersedia bagi tumbuhan. Pada tanah basah
kehilangan Ca terjadi sangat nyata (Soepardi, 1983).
Hanafiah (2005) menyatakan bahwa peranan unsur Ca bagi tanaman
diantaranya

adalah

mempertahankan

integritas

sel-sel,

mempertahankan

permeabilitas membran, pembentukan dan peningkatan kandungan protein dalam
mitokondria, serta berperan dalam menghambat pengguguran atau proses penuaan
daun. Defisiensi Ca biasanya dijumpai pada kondisi masam dengan kejenuhan Ca
rendah. Ca tersedia pada pH 7,00–8,50. Kekurangan Ca dapat menyebabkan
terhentinya pertumbuhan tanaman akibat terganggunya pembentukan pucuk
tanaman dan ujung-ujung akar serta jaringan penyimpan yang disebabkan
terhambatnya pembelahan sel.
9. Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan
beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna
yang khas pada daun. Adapun peran magnesium bagi tanaman sebagai
menetralisir kejenuhan zat-zat yang meracuni tanah, tanaman, kolam dan tambak

Universitas Sumatera Utara

19

jika zat tersebut berlebihan seperti zat Al (alumunium), Fe (zat besi), Cu
(tembaga), selain itu magnesium juga berperan menjaga tingkat ketersediaan
unsure hara mikro sesuai kebutuhan tanaman dan membantu translokasi pati dan
distribusi phosphor didalam tubuh tanaman. Selain itu, magnesium merupakan
pembawa posfat terutama dalam pembentukan biji berkadar minyak tinggi yang
mengandung lesitin (Agustina, 2004).
Selain itu,magnesium juga berfungsi sebagai sistem enzim dan
pembentukan minyak. Di dalam tanah magnesium berada dalam bentukanorganik
(unsur makro),Magnesium diserap tanaman dalam bentuk Mg2+ Pemakaian N, P,
dan K (pupuk) dan varietas unggul, mengakibatkan jumlah Ca dan Mg yang
terangkut ke tanaman juga meningkat. Unsur Ca dan Mg biasadihubungkan
dengan masalah kemasaman tanah dan pengapuran. Magnesiummerupakan unsur
yang sangat banyak terlibat pada kebanyakan reaksi enzimatis.Mg terdapat pada
mineral: amfibol, biotit, dolomit, hornblende, olivin, danserpentin(Hardjowigeno,
2007). Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil, kekurangan magnesium
mengakibatkan perubahan warna yang khas pada daun. Terkadang pengguguran
daun sebelum waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium (Hanafiah
2005).Menurut Hakim et al. (1986) sumber utama magnesium tanah adalah
hancuran mineral-mineral primer

yang mengandung magnesium. Kadar

magnesium tanah berkisar antara 1,93%–2,10% dari total berat tanah. Penyerapan
magnesium oleh tanaman sangat tergantung pada jumlah yang tersedia dan jumlah
yang dapat dipertukarkan.

Universitas Sumatera Utara

20

B. Kondisi umum
Letak

Taman Nasional Gunung Leuser dengan luas 1.095.592 Hektar, berada
pada koordinat 96º 35” s.d 98º 30” BT dan 2º 50” s.d 4º 10” LU. Secara
administrasi di dua provinsi, yaitu Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara.
Dikelilingi oleh 10 kabupaten/Kota (Gayo Lues, Aceh Barat Daya, Aceh
SelatanKota Subulussalam, Dairi, Aceh Tenggara, Karo, Deli Serdang, Langkat,
dan Aceh Tamiang) (YOSL-OIC, 2011).
Kawasan Konservasi Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ditetapkan
berdasarkan pengumuman Menteri pertanian No 811/kpts/UM/1980 tanggal 6
Maret 1980 seluas 792.675 Ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No. 276/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 tentang Penunjukan Taman Nasional
Gunung Leuser luas kawasan TNGL bertambah menjadi 1.094.692 Ha, yang
terdiri dari Suaka Margasatwa Gunung Leuser seluas 416.500 Ha, Suaka
Margasatwa Kluet seluas 20.000 Ha, Suaka Margasatwa Langkat Barat seluas
51.000 Ha, Suaka Margasatwa Langkat Selatan seluas 82.985 Ha, Suaka
Margasatwa Sekunder seluas 79.500 Ha, Hutan Lindung dan Hutan Produksi
Terbatas seluas 292.707 Ha (YOSL-OIC, 2011).
Kawasan TNGL Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah VI Besitang
yang luasnya ± 126.000 Ha berada di wilayah Kabupaten Langkat terletak di
Kecamatan Besitang, Sei Lepan, dan Batang Serangan dan sebagian di kabupaten
Aceh Tamiang. Untuk pemangkuan wilayah kerja dibagi dalam 6 (enam) Resort,
yaitu Resort Trenggulun, Sei Betung, Sekoci, Sei Lepan, Cinta Raja, dan
Tangkahan. Pengelolaan kawasan TNGL di SPTN VI Besitang menghadapi

Universitas Sumatera Utara

21

permasalahan yang sangat kompleks bermuara pada terjadinya kerusakan kawasan
TNGL. Untuk data luas kerusakan kawasan TNGL di wilayah Kabupaten Langkat
sendiri menurut hasil penafsiran Citra Landsat tahun 2002 menunjukkan
kerusakan seluas 43.623 Ha termasuk kawasan bukan berupa hutan seluas 20.688
Ha. Sedangkan menurut pantauan Yayasan Leuser Internasional (YLI)
menunjukkan kerusakan seluas 22.000 Ha, tanpa menyebutkan luas kawasan tak
berhutan. Penyelesaian secara menyeluruh terhadap permasalahan kerusakan
kawasan TNGL menjadi agenda utama dari pengelolaan kawasan oleh Balai
TNGL bekerja sama dengan semua pihak terkait dan pelibatan masyarakat
(YOSL-OIC, 2011).
Kawasan restorasi, Resort Sei Betung, Taman Nasional Gunung Leuser
(TNGL) merupakan areal bekas perkebunan sawit PT. Putri Hijau dan PT. Rapala,
yang mulai beroperasi pada tahun 1980 dan mulai membuka hutan dan di Desa
Halaban, Dusun Wonosari dan Dusun HKTI. Berdasarkan keterangan yang
diperoleh dilapangan, tahun 1980, PT. Putri Hijau membuka lahan ±3000 Ha, dan
sekitar tahun 1985 mulai menanam kelapa sawit. Ada dua tahap pembukaan lahan
di PT. Putri Hijau, tahap pertama pada tahun 1980-1985 dan tahap kedua 19851990. Berdasarkan literatur OIC (2011) luas areal resort Sei Betung saat ini adalah
±6000 Ha (Fransisca, 2013).
Topografi
Kawasan TNGL memiliki topografi mulai dari 0 meter diatas permukaan
laut (mdpl) yaitu daerah pantai hingga ketinggian lebih dari 3000 mdpl, namun
secara rata – rata hampir 80% kawasan memiliki kemiringan diatas 40%.

Universitas Sumatera Utara