Sifat Kimia Tanah pada Areal Restorasi Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser Chapter III V

22

BAB III
BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 sampai Juni
2017.Pengambilan contoh tanah dilakukan di areal resort di Sei Betung Taman
Nasional Gunung Leuser.Analisis sifat kimia contoh tanah di lakukan di
Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan Sumatera Utara.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel tanah dari areal
resot Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser, bahan pengujian tanah untuk
analisa tanah di laboratorium seperti akuades, K2Cr2O7, H2SO4, H3PO4, FeSO4,
NH4OAc, paraffin cair, NaOH, indikator conway, dan pereaksi nessler.
Alat yang digunakan dalam penelitian terbagi dua yaitu alat yang
digunakan untuk pengambilan contoh tanah seperti tali raffia, kantong plastik,
kertas label, meteran, parang, cangkul, gunting, alat tulis dan kamera. Alat yang
digunakan untuk analisa tanah di laboratorium yaitu ayakan 10 mesh, erlenmeyer,
shaker, gelas ukur, botol kocok, pH meter, tabung sentrifuse, tabung reaksi, kertas
saring Whatman 42, spektronik,buret, kalkulator, dan spektrofotometer.


Universitas Sumatera Utara

23

C. Metode Penelitian
1. Lokasi Pengambilan Sampel Tanah
Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan pada tanah areal restorasi sei
betung Taman Nasional Gunung Leuser.Sebagai pembanding diambil contoh
tanah dari hutan primer dantanah lahan kelapa sawit Sei Betung Taman Nasional
Gunung Leuser.
2. Pengambilan Sampel Tanah
Pada setiap lokasi pengambilan sampel tanah dibuat 3 petak dengan
masing-masing ukuran 20 x 20 m, lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan di
areal restorasi, areal hutan primer dan areal tanah kelapa sawit, Jarak antara petak
adalah 200-300 meter.Pengambilan contoh tanah dilakukan secara diagonal. Pada
setiap titik diambil ± 500 g tanah dengan kedalaman 0-5 cm dan 5-20 cm pada
tanah bekas areal restorasi Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser dan tanah
pembanding yaitu tanah dari hutan primer dan tanah bekas tanaman kelapa sawit
Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser. Contoh tanah yang diambil dari

setiap titik tersebut dicampurkan secara merata dan ditempatkan pada plastik yang
bersih kemudian tanah dikompositkan.Perlakuan selanjutnya adalah mengeringudarakan tanah tersebut sebelum dilakukan analisa tanah di laboratorium.
3. Parameter
Parameter yang diamati untuk sifat kimia tanah yaitu pH tanah, C-organik,
KTK, N total, P tersedia, P Total, Kalium dapat ditukar (K-dd), Kalsium dapat
ditukar (Ca-dd), dan Magnesium dapat ditukar (Mg-dd).

Universitas Sumatera Utara

24

4. Prosedur penelitian
a. pH Tanah
Metode yang digunakan untuk mengukur pH tanah adalah metode pH
meter. Tanah sebanayak 10 gr dimasukkan ke dalam botol kocok, sebanyak 3
botol, kemudian ditambahkan aquades sebanyak 25 ml. Botol yang berisi tanah
dan aquades tersebut dikocok menggunakan shaker selama 10 menit, kemudian
diukur pH-nyamengggunakan pH meter (Balai Penelitian Tanah, 2005).
b. Bahan Organik
Metode yang digunakan untuk menetapkan bahan organik tanah adalah

metode Walkley&Black (Prijono, 2013). Timbang 0.5 gr tanah yang telah lolos
ayakan 0.5 mm dan masukkan labu erlenmeyer 500 ml. Pipet 10 ml K2Cr2O7 1N
ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer. Tambahkan 20 ml H2SO4 pekat ke dalam
labu

erlenmeyer

dan

kemudian

digoyangkan

supaya

tanah

bereaksi

sempurna.Biarkan campuran tersebut selama 30 menit.Penambahan H2SO4

dilakukan di ruang asam. Sebuah blanko (tanpa tanah) dikerjakan dengan cara
yang sama. Kemudian campuran tadi diencerkan dengan H2O 200 ml dan
tambahkan 10 ml H3PO4 85%, tambahkan indikator difenilamina 30 tetes.Setelah
itu larutan dapat dititrasi dengan FeSO4, 7H2O 1N melalui buret.Titrasi dihentikan
ditandai perubahan dari warna gelap menjadi hijau terang, demikian juga dengan
blanko. Kemudian dihitung:
% C = 5 (1-T/S) x 0,78 (untuk tanah 0,5 gr)
% Bahan Organik = 1,72 x %C

Universitas Sumatera Utara

25

c. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Metode yang digunakan untuk menetapkan KTK tanah adalah metode
perkolasi NH4OAc 1 N pH 7. Prosedur penetapan KTK (Prijono, 2013) adalah
sebagai berikut:
1. Ditimbang 5 gr contoh tanah kering udara dan dimasukkan ke dalam tabung
sentrifuse 100 ml.
2. Ditambahkan 20 ml larutan NH4OAc. Diaduk dengan pengaduk gelas sampai

merata dan dibiarkan selama 24 jam.
3. Diaduk kembali lalu disentrifuse selama 10 menit sampai 15 menit dengan
kecepatan 2.500 rpm.
4. Ekstrak NH4OAc didekantasi, disaring lewat saringan dan hasil filtrasi
ditampung di dalam labu ukur 100 ml.
5. Penambahan NH4OAc diulangi sampai 4 kali.Setiap kali penambahan diaduk
merata, disentrifuse dan ekstraknya didekantasi ke dalam labu ukur 100 ml.
6. Ditambahkan 20 ml alkohol 80% ke dalam larutan dan kemudian diaduk dan
disentrifuse kembali.
7. Ditambahkan pereaksi nessler dan 5-6 tetes indikator Conwai.
8. Dibuat blanko dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai larutan berwarna hijau.
9. Dihitung:
KTK (me/gr) =

ml blanko −contoh tanah x N NaOH X 100
bobot tanah

Universitas Sumatera Utara

26


d. Nitrogen Total
Metode yang digunakan untuk menetapkan N Total tanah adalah metode
Kjehdal. Prosedur penetapan N-Total (Balai Penelitian Tanah, 2005) adalah
sebagai berikut:
a) Tahapan destruksi
1. Ditimbang 2 gr tanah, tempatkan di tabung digester .
2. Ditambahkan 2 gr katalis campuran dan tambahkan H2O 10 ml; kemudian
tambahkan lagi 10 ml campuran H2SO4 – asam salisilat. Biarkan semalaman.
3. Destruksi pada alat digester dengan suhu rendah dan dinaikkan secara
bertahap hingga larutan jernih (temperatur < 200oC). Setelah larutan jernih
suhu dinaikkan dan dilanjutkan selama 30 menit.
4. Didinginkan dan diencerkan dengan menambahkan 15 ml H2O.
b) Tahapan destilasi
1. Ditempatkan tabung destruksi pada alat destilasi.
2. Pipet 25 ml H3BO3 4%, tempatkan pada erlenmeyer 250 cc dan tambahkan 3
tetes indikator campuran; dan tempatkan sebagai penampung hasil destilasi.
3. Ditambahkan NaOH 40% ± 25 ml ke tabung destilasi dan langsung didestilasi.
4. Ditampung hasil destilasi di erlenmeyer yang berisi H3BO3. Destilasi
dihentikan bila larutan di erlenmeyer berwarna hijau dan volumenya ±75 ml

5. Dititrasi hasil destilasi dengan HCl 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai oleh
perubahan warna dari hijau menjadi merah.
6. Perhitungan;
N (%) =

ml HCL x N HCL x 14 x 100
Berat Tanah x 100

Universitas Sumatera Utara

27

e. Fosfat Tersedia (P Tersedia)
Metode yang digunakan untuk menetapkan P tersedia adalah metode BrayI. Prosedur penetapan P tersedia (Balai Penelitian Tanah, 2005) adalah sebagai
berikut:
1. Ditimbang 2 gr contoh tanah dan tempatkan pada gelas erlenmeyer 250 cc.
2. Ditambahkan larutan Bray I sebanyak 20 ml dan digoncang dengan
menggunakan shaker selama 10 menit dan disaring dengan kertas saring.
3. Pipet filtrate sebanyak 5 ml dan masukkan dalam tabung reaksi.
4. Ditambahkan pereaksi fosfat B sebanyak 10 ml. Biarkan selama 5 menit.

5. Diukur transmitan pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm.
6. Pada saat yang bersamaan pipet filtrat juga masing-masing 5 ml larutan standar
P 0– 0,5 – 1,0 – 2,0 – 3,0 – 4,0 dan 5,0 ppm P ke tabung reaksi, kemudian
tambahkan 10 ml pereaksi fosfat B.
7. Diukur juga transmitan standar spektrofotometer dengan panjang gelombang
yangsama yaitu 600 nm.
8. Dihitung:
P tersedia (ppm)= ppm pelarut x

20
2

x faktor pengencer (bila ada)

f. Fosfat Total (P Total)
Metode yang digunakan untuk menetapkan P total adalah metode
spektrofotometer. Prosedur penetapan P total (Balai Penelitian Tanah, 2005)
adalah sebagai berikut:
1. Ditimbang 5 gr tanah halus (lolos ayakan 2,0 mm) kering udara.
2. Ditambahkan 25 ml HCl 25 % dan dikocok selama 6 jam dengan pengocok

elektrik.

Universitas Sumatera Utara

28

3. Disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 dan biarkan 24 jam bila larutan
keruh.
4. Pipet 1 ml ektraksi tanah, tambahkan 19 ml HCl 25% dengan pipet atau
buret, kemudian kocok dengan baik.
5. Pipet 5 ml ekstraksi tanah dari pengenceran tersebut, dimasukkan ke dalam
tabung reaksi 50 ml, tambahkan 25 ml akuades dan 8 ml pereaksi B.
6. Ditambahkan akuades sampai tanda batas. Dikocok sampai bercampur dengan
baik.
7. Didiamkan selama 30 menit, kemudian dibaca pada spektrometer dengan
panjang gelombang 720 nm.
g. K-dd
Metode yang digunakan untuk menetapkan kalium (K) adalah metode
NH4OAc 1 N pH 7. Prosedur penetapan kalium (Balai Penelitian Tanah, 2005)
adalah sebagai berikut:

1. Dibaca pada flame fotometer filtrat contoh yang diperoleh dari penjenuhan
tanah dengan NH4OAc 1 N (pada penetapan KTK).
2. Dibaca larutan deret standard K pada flame fotometer.
3. Dibuat kurva standard hubungan antara pembacaan dengan konsentrasi
larutan standard. Hitung konsentrasi K contoh dari kurva standard.
Kadar K tanah=

A (100+ka )
Dimana A= Contoh ppm kurva dari standard.
100

Universitas Sumatera Utara

29

h. Calsium (Ca)
Metode yang digunakan untuk menetapkan kalsium (Ca) adalah metode
NH4OAc 1 N pH 7. Prosedur penetapan Ca (Balai Penelitian Tanah, 2005) adalah
sebagai berikut:
1. Pipet 10 ml ekstrak tanah (filtrat hasil penjenuhan tanah dengan NH4OAc N pH

7,0) dan dituangkan ke dalam cawan porselin atau gelas beker 100 ml).
2. Diuapkan hingga kering di atas hot plate pada suhu ±150oC atau dengan
penangas air.
3. Ditambahkan ± 5 ml aqua-regia (campuran 3 HCl pekat : 1 HNO3 pekat),
diuapkan serta keringkan di atas hot plate atau dengan penangas air.
4. Gangguan oleh bahan organik dan NH4OAc dapat juga dihilangkan dengan
menempatkan filtrat yang telah diuapkan dan dikeringkan di atas hot plate ke
dalam tanur listrik 500oC selama 15 menit dan bilamana endapan masih keruh,
tambahkan beberapa ml aqua-regia, uapkan dan keringkan di atas hot plate.
5. Dilarutkan endapan dengan 2 ml HCl 6 N dan tuangkan ke dalam labu ukur 25
ml, tambahkan akuades hingga garis batas.
6. Pipet 5 ml filtrat bebas bahan organik dan NH4OAc ke dalam labu
erlenmeyer 125 ml. Ditambahkan air hingga volume akhir ± 25 ml.
7. Ditambahkan 10 tetes Calcon 0,4%, 10 tetes KCN 1%, 10 tetes trethanolamin,
dan 2,5 ml NaOH 2,5 N.
8. Dititrasi dengan larutan standar EDTA ± 0,01 N hingga terjadi perubahan
warna dari violet menjadi biru.
9. Dihitung Ca2+ dengan rumus:
Ca²

+

(

��

100 ��

tanah kering oven ) = (ml EDTA) 15000

100+�.�
100

Universitas Sumatera Utara

30

i. Mg-dd
Metode yang digunakan untuk menetapkan magnesium (Mg) adalah
metode NH4OAc 1 N pH 7. Prosedur penetapan Mg (Balai Penelitian Tanah,
2005) adalah sebagai berikut:
1. Diekstrak tanah dengan menggunakan NH4OAc pH 7,0.
2. Di ambil 10 ml ekstrak tanah dengan pipet (filtrat hasil penjenuhan tanah
dengan NH4OAc pH 7) dan dituangkan ke dalam cawan porselin atau beaker
glass 100 ml.
3. Diuapkan hingga kering di atas hot plate pada suhu ± 150oC atau dengan
penangas air.
4. Ditambahkan ± 5 ml aqua-regia (campuran 3 bagian HCl pekat dan 1 bagian
HNO3 pekat), diuapkan serta dikeringkan di atas penangas air atau hot plate.
5. Dihilangkan gangguan oleh bahan organik dan NH4OAc pH 7,0 dengan jalan
menempatkan filtrat yang telah diuapkan dan dikeringkan di atas hot plate ke
dalam tanur listrik 500oC selama 15 menit dan bilamana endapan masih keruh,
ditambahkan beberapa ml aqua-regia, uapkan, dan keringkan di atas hot plate.
6. Dilarutkan endapan dengan 2 ml HCl 6 N dan tuangkan ke dalam labu ukur 25
ml, tambahkan aquades hingga garis batas.
7. Dimasukkan 5 ml filtrat bebas bahan organik dan NH4OAc ke dalam
erlenmeyer 125 ml. Ditambahkan air suling hingga volume akhir adalah ±25
ml.
8. Ditambahkan 5 ml larutan penyangga NH4Cl – NH4OH.
9. Ditambahkan 20 tetes larutan KCN 1%.
10. Ditambahkan 4 tetes larutan indikator Eriochrom black T.

Universitas Sumatera Utara

31

11. Dititrasi dengan EDTA. Perhatikan perubahan warna dari violet menjadi biru
atau hijau.
12. Hitung Mg²+ dengan rumus:
Mg2+ (me/100gr BKO) = (ml EDTA Ca) x N EDTA x 1500

(100+�.�)
100

Universitas Sumatera Utara

32

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Kimia Tanah
1. pH Tanah
Nilai pH Tanah merupakan negatif logaritma dari konsentrasi ion
hidrogen. Nilai pH Tanah tidak sekedar menunjukkan suatu tanah asam atau
alkali, tetapi juga memberikan informasi tetang sifat-sifat tanah yang lain,
ketersedian fosfor, status kation-kation basa , status kation atau unsur racun dan
sebagainya. Hasil pengukuran pH Tanah disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil analisis pH Tanah
Contoh Tanah
Tanah restorasi (0-5 cm)
Tanah restorasi (5-20 cm)
Tanah hutan primer (0-5 cm)
Tanah hutan primer (5-20cm)
Tanah sawit (0-5 cm)
Tanah sawit (5-20 cm)
*sumber : Hardjowigeno. 2007

pH
4,6
4,4
3,6
3,8
7,3
7,2

Kriteria*
Masam
Sangat Masam
Sangat Masam
Sangat Masam
Netral
Netral

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa contoh tanah restorasi (0-5
cm) memiliki kriteria pH yang masam dan pada contoh tanah restorasi (5-20 cm)
dan tanah hutan primer pada kedalaman 0-5 dan 5-20 cm memiliki kriteria pH
yang sangat masam. Hal ini disebabkan tanah hutan memiliki tipe vegetasi yang
berbeda antara lain pada tanah restorasi terdapat jenis vegetasi Macaranga indica
sedangkan

pada

tanah

hutan

primer

terdapat

jenis

vegetasi

Agathis

dammarasehingga jenis vegetasi yang berbeda akan memperoleh serasah yang
berbeda pula dan sangat mempengaruhi proses dekomposisi yang terus
berlangsung sehingga tanah menjadi masam. Sebagai hasilnya, tipe vegetasi yang
tumbuh pada tanah memiliki pengaruh pada tingkat keasaman tanah karena

Universitas Sumatera Utara

33

perbedaan dari serasah yang ada di bawah tegakkan vegetasi tersebut. Hal tersebut
sesuai dengan penelitian Soepardi (1983), yang menyatakan bahwa proses
dekomposisi bahan organik yang terus berlangsung akan menghasilkan asamasam organik maupun asam anorganik, sehingga menimbulkan suasana asam, dan
didukung oleh pernyataan Rini et al. (2009) nilai pH tanah yang masih tergolong
sangat asam diduga karena adanya proses dekomposisi yang sedang berlanjut
pada lahan restorasi, menyatakan bahwa proses dekomposisi yang sedang terjadi
pada lahan restorasi menghasilkan asam-asam organik yang bersifat asam.Hasil
penelitian Suwondoet al. (2012), yang menyatakan bahwa hutan transisi yang di
konversi menjadi perkebunan kelapa sawit hingga lebih dari 10 tahun mengalami
peningkatan pH tanah namun masih tergolong asam.
Menurut hasil pengamatan jenis tanah dan ciri tanah yang terdapat pada
areal restorasi dan hutan primer, tanah tersebut tergolong dalam jenis tanah
Podsolik Merah Kuning (PMK) dimana tanah Podsolik Merah Kuning memiliki
pH rendah, mudah mengalami pencucian oleh air hujan bahkan memang sering
dimanfaatkan untuk perkebunan. Pernyataan ini didukung oleh Indrihastuti (2004)
yang menyatakan bahwa Tanah PMK adalah tanah yang mempunyai
perkembangan profil, konsistensi teguh, bereaksi masam, dengan tingkat
kejenuhan basa rendah. Podsolik merupakan segolongan tanah yang mengalami
perkembangn profil dengan batas horizon yang jelas, berwarna merah hingga
kuning dengan kedalaman satu hingga dua meter, dan didukung oleh pernyataan
Harjosoet al. (2002) Tanah PMK mempunyai sifat peka terhadap erosi, pH tanah
yangrendah, kandungan Al yang tinggi,kandungan bahan organik yang rendah,
serta ketersediaanunsur hara bagi tanamanrendah.

Universitas Sumatera Utara

34

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 1 pada tanah bekas kelapa
sawit diperoleh nilai ph tanah 7,3 pada tanah kedalaman (0-5 cm) dan pada tanah
kedalaman (5-20 cm) diperoleh nilai ph tanah 7,2 dimana tanah bekas kelapa
sawit memiliki nilai kriteria pH netral, hal ini disebabkan karena adanya proses
pemupukan yang dilakukan oleh masyakat setempat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sugiyono et al. (2005), pemupukan pada tanaman kelapa sawit dapat
memperbaiki lahan petani dalam meningkatkan tandan buah kelapa sawit, apalagi
bila di barengi dengan pupuk anorganik. Pernyataan ini didukung oleh Pahan
(2007), bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah dan memberikan hara
bagi tanaman. Pemberian bahan organik sebagai pupuk memberikan pengaruh
yang sangat kompleks bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit, karena
kemampuannya memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.
2. C-Organik dan KTK
Bahan Organik tanah adalah semua bahan organik di dalam tanah baik
yang mati maupun yang hidup, walaupun organisme hidup (biomassa tanah)
hanya menyumbang kurang dari 5% dari total bahan organik. Jumlah dan sifat
bahan organik sangat menentukan sifat biokimia, fisika, kesuburan tanah dan
membantu menetapkan arah proses pembentukan tanah. Bahan organik
menentukan komposisi dan mobilitas kation yang terjerap, warna tanah,
keseimbangan panas, konsistensi, kerapatan partikel, kerapatan isi, sumber hara,
pemantap agregat, karakteristik air, dan aktifitas organisme tanah (Mukhlis,
2007). Penetapan bahan organik dan KTK disajikan pada Tabel 2.

Universitas Sumatera Utara

35

Tabel 2. Hasil Analisis C-Organik dan KTK
Contoh Tanah
Tanah Restorasi (0-5 cm)
Tanah Restorasi (5-20 cm)
Tanah Hutan Primer (0-5 cm)
Tanah Hutan Primer (5-20cm)
Tanah Sawit (0-5 cm)
Tanah Sawit (5-20cm)
*sumber : Hardjowigeno. 2007

C-organik
%
4,22
2,15
4,85
2,84
1,20
0,99

Kriteria*

KTK

Kriteria*

Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah

12,41
14,30
16,25
15,19
17,33
18,27

Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2, dapat diketahui bahwa tanah
yang memiliki C-Organik yang paling rendah adalah pada tanah sawit (5-20 cm)
yaitu 0,99% (sangat rendah) dan C-Organik yang paling tinggi adalah pada tanah
primer (0-5 cm) dan pada tanah restorasi (0-5 cm) yaitu 4,85% dan 4,22%
(tinggi), sedangkan nilai C-Organik pada tanah primer dan restorasi (5-20 cm)
yaitu 2,84% dan 2,15% (sedang). Hal ini disebabkan oleh kandungan C-organik
yang rendah merupakan indikator rendahnya jumlah bahan organik tanah yang
tersedia dalam tanah Njurumana et al. (2008) karena pada tegakan kelapa sawit
tidak memiliki banyaknya serasah seperti pada vegetasi tanah restorasi dan tanah
hutan primer. Faktor yang mempengaruhi rendahnya C-organik dalam tanah yaitu
disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah vegetasi yang berbeda pada tegakan
yang tumbuh pada lahan tersebut. Dikemukakan oleh Munawar (2013) bahwa
bahan organik tanah adalah seluruh karbon di dalam tanah yang berasal dari sisa
tanaman/tumbuhan dan hewan yang telah mati. Kebanyakan sumber bahan
organik tanah adalah jaringan tanaman/tumbuhan. Berbeda sumber dan jumlah
bahan organik tersebut akan berbeda pula pengaruhnya terhadap bahan organik
yang disumbangkan ke dalam tanah.

Universitas Sumatera Utara

36

Penyebaran nilai C-organik pada ke tiga lahan tergolong beragam yaitu
sangat rendah, rendah sampai sedang dan tinggi kisaran 0,99 % sampai 4,85%.
Keadaan ini disebabkan karena tanah pada lokasi penelitian khususnya di areal
restorasi dan areal hutan primer terdapat berbagai jenis vegetasi pepohonan yang
ditanaman sehingga menyebabkan proses dekomposisi seperti yang kita ketahui
bahwasanya semakin banyak bahan organik yang terdapat di dalam tanah maka
dapat meningkatkan KTK tanah. Hal ini di sebabkan karena lapisan tanah bagian
atas merupakan tempat akumulasi bahan-bahan organik. Jatuhnya dedaunan,
ranting dan batang dari vegetasi di atasnya sebagai sumber bahan organik utama.
Menurut Wasis (2012), pembukaan lahan dengan perambahan hutan juga
berdampak menurunkan jumlah kandungan bahan organik tanah terutama COrganik, N Total dan P. Bahan organik tanah, juga dapat membantu
meningkatkan kesuburan tanah, karena bahan organik dapat menjadi sumber
unsur hara termasuk N, P, K dan semua unsur mikro esensial yang diperlukan
tanaman Sutarta et al.(2006).
Kandungan C-organik tanah selain dapat menentukan besarnya nilai KTK
tanah juga sangat menentukan penambahan unsur hara yang dikandungnya seperti
N, P, K, Ca, Mg, S serta unsur mikro. Pemberian bahan organik tidak hanya
menambah unsur hara bagi tanaman, tetapi juga dapat menciptakan kondisi yang
sesuai untuk tanaman dan memperbaiki aerasi, mempermudah penetrasi akar,
memperbaiki kapasitas menahan air, meningkatkan pH tanah, KTK, dan serapan
hara (Sembiring, 2008 dalam Sevindrajuta, 2012).

Universitas Sumatera Utara

37

Hasil penelitian menunjukkan bahwa KTK tanah tergolong rendah hingga
sedang. Nilai KTK tanah sangat beragam serta tergantung pada sifat dan ciri tanah
tersebut. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur atau
jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik, dan pengapuran atau pemupukan
(Hardjowigeno 2007).Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penelitian Barek
(2013), bahwa nilai KTK pada tipe penggunaan lahan hutan primer pada
kedalaman ≤ 10 cm, lebih tinggi

dibanding dengan kedalaman 10-20 cm.

Kemudian hal ini disebabkan gugus fungsional yang telah mengalami ionisasi
dimana akan menghasilkan sejumlah muatan negatif pada permukaan koloid tanah
dan juga adanya dekomposisi bahan organik yang dapat menghasilkan humus
yang kemudian KTK meningkat. Tingginya nilai KTK tanah tersebut dapat
disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik tanah sebagian akibat dari
kegiatan fisik di badan tanah.
Jumlah kapasitas pertukaran kation tergantung pada adanya muatan negatif
pada partikel tanah dan sangat berkorelasi dengan jumlah luas permukaan partikel,
terutama pada lempung koloid dan bahan organik. Kenyataan menunjukkan
bahwa KTK dari berbagai tanah sangat beragam, bahkan tanah sejenisnya pun
berbeda KTKnya. Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu
sendiri Hakim et al (1986).
3. Nitrogen (N) Total
Nitrogen (N) merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah besar untuk seluruh proses pertumbuhan. Di dalam tanaman, nitrogen
berfungsi sebagai komponen utama protein, hormon, klorofil, vitamin, dan enzim-

Universitas Sumatera Utara

38

enzim essensial untuk kehidupan tanaman Munawar (2013). Penetapan N total
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis nilai Nitrogen (N) Total
Contoh Tanah
Tanah Restorasi (0-5 cm)
Tanah Restorasi (5-20 cm)
Tanah Hutan Primer (0-5 cm)
Tanah Hutan Primer (5-20cm)
Tanah Sawit (0-5 cm)
Tanah Sawit (5-20cm)
*sumber : Hardjowigeno. 2007

N total %
0,34
0,23
0,48
0,32
0,13
0,09

Kriteria*
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Rendah
Sangat rendah

Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa tanah
restorasi dan hutan primer dengan kedalaman yang sama 0-5 cm dan 5-20 cm
memiliki kriteria sedang, beda halnya dengan tanah di areal sawit yang memiliki
kriteria rendah di kedalaman 0-5 cm bahkan sangat rendah di kedalaman 5-20 cm,
Hal

ini

disebabkan

bahwasanya

tanah

di

areal

sawit

mengakibatkan

mikroorganisme perombak bahan organik tanah dan penambat N belum dapat
bekerja secara optimal dan Bahrami et al.(2010), menerangkan bahwa degradasi
bahan organik yang terjadi pada perkebunan sangat berpengaruh terhadap
ketersediaan N-total dalam tanah dan pelepah sawit sangat sukar untuk mengalami
dekomposisi, sedangkan pada areal restorasi dan hutan primer terdapat proses
dekomposisi dari banyaknya serasah yang berguguranmengalami proses
dekomposisi yang terjadi sangat cepat dan terus menerus.
Foth(1994) mengatakan bahwa Tanaman kelapa sawit lebih sering
mengalami kekurangan nitrogen (N) Hal ini disebabkan karena 97-99% dari N di
tanah berada sebagai kompleks organik dan lambat tersedia bagi tanaman melalui
dekomposisi mikroorganisme.Selain itu, curah hujan juga mempengaruhi
pencucian nitrogen. Hasil perombakan bahan organik menjadi nitrat sangat mudah

Universitas Sumatera Utara

39

tercuci dan menguap sehingga sedikit ditemukan dalam tanah. Hal ini sesuai
dengan Killham (1994) yang menyatakan bahwa nitrat merupakan hasil proses
mineralisasi mudah tercuci melalui air drainase dan menguap ke atmosfer dalam
bentuk gas (pada drainase buruk dan aerasi terbatas).
4. Fosfor (P) total dan P-tersedia
Fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara
makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen
dan kalium. Tetapi, fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan (Key of life).
Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan ion
ortofosfat sekunder (H PO4=). Penetapan Fosfor (P) total dan P-tersedia disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisis P-total dan P-tersedia
Contoh Tanah
Tanah Restorasi (0-5 cm)
Tanah Restorasi (5-20 cm)
Tanah Hutan Primer (0-5 cm)
Tanah Hutan Primer (5-20cm)
Tanah Sawit (0-5 cm)
Tanah Sawit (5-20cm)
*sumber : Hardjowigeno. 2007

P total
ppm
270,56
185,92
274,35
206,49
975,45
877,53

Kriteria*
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Sangat tinggi

P tersedia
ppm
1,89
1,07
1,48
0,81
82,28
83,66

Kriteria*
Sangat rendah
Sangat rendah
Sangat rendah
Sangat rendah
Sangat tinggi
Sangat tinggi

Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa
keenam contoh tanah memiliki kriteria P Total yang sama yaitu sangat tinggi. Hal
ini disebabkan tanah restorasi dan tanah hutan primer yang menjadi sumber P
telah mengalami dekomposisi. Sesuai yang dikatakan Hardjowigeno (2007)Unsur
Fosfor (P) di dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan, dan mineralmineral di dalam tanah. P-organik dan P-anorganik merupakan jenis unsur P yang
terdapat di dalam tanah. Hal ini sesuai dengan Marschner (1996) yang

Universitas Sumatera Utara

40

menyatakan bahwa umumnya P yang diserap tanaman dalam bentuk ion
anorganik cepat berubah menjadi senyawa fosfor organik kering tanaman. Fosfor
ini mobil atau mudah bergerak antar jaringan tanaman.
Kadar optimal fosfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif
adalah 0,3%-0,5% dari berat kering tanaman. Beda hal nya ditanah sawit yang
mengalami nilai Fosfor yang sangat tinggi ditanah dengan kedalaman 0-5 cm
yaitu 975,45 ppm dan di kedalaman 5-20 cm yaitu 877,53 ppm. Hal ini
disebabkan sesuai dengan pH tanah yang dimiliki oleh tanah sawit yang memiliki
pH tanah berkisar 6-7, sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2005) Ketersediaan
unsur P optimum terdapat pada kisaran pH 6,00–7,00. Sebagai tambahan pada pH
tanah

dan

faktor-faktor

yang

ada

hubungannya,

bahan

organik

dan

mikroorganisme mempengaruhi tersedianya fosfor anorganik yang tampak nyata
sekali (Buckman dan Brady, 1982).
Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa tanah
yang memiliki P-tersedia yang paling rendah adalah pada tanah restorasi (0-5 cm)
dan (5-20 cm) yaitu 1,89 ppm dan 1,07 ppm (sangat rendah) sama halnya dengan
tanah hutan primer (0-5 cm) dan (5-20 cm) yaitu 1,48 ppm dan 0,81 ppm (sangat
rendah). P-tersedia yang paling tinggi adalah tanah sawit (0-5 cm) dan (5-20 cm)
yaitu 82,28 ppm dan 83,66 ppm (sangat tinggi). Adrinal (2012) mengemukakan
bahwa Semakin baiknya kondisi hara tanah tanah terutama P-tersedia ini diduga
karena meningkatnya pH tanahnya, rendahnya ketersediaan P dalam tanah juga
kemungkinan disebabkan kurangnya bahan-bahan organik hasil dekomposisi yang
menyebabkan kurangnya terhadap ketersediaan humus yang menyuplai terhadap
ketersediaan P.

Universitas Sumatera Utara

41

Faktor lain yang dapat menghambat ketersediaan P adalah kegiatan
organisme yang kurang maksimal, pH tanah yang relatif asam dan alkalis, serta
jumlah dan dekomposisi bahan organik yang sedikit. Al dan Fe oksida dapat
mengikat P sehingga ketersedian P rendah, begitu juga dengan KTK dan bahan
organik, dan hal ini yang menyebabkan tanah menjadi miskin hara
Herviyanti(2012). Hal ini sesuai dengan Buckman dan Brady (1982) yang
menyatakan bahwa unsur fosfor (P) diserap dalam bentuk H2PO4- , HPO42ditentukan oleh pH tanah. Ketersediaan P akan menurun bila pH tanah lebih
rendah dari 5,5 atau lebih tinggi dari 7. Penurunan nilai P-tersedia juga terjadi
akibat pencucian hara, terangkutnya hara oleh tanaman, subsiden atau pemadatan
dan rendahnya nilai pH. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anwar et al.(2001)
dalam Oksana (2012) yang menerangkan bahwa perubahan tingkat kesuburan
tanah pada lahan yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit disebabkan
oleh terangkutnya unsur hara oleh tanaman saat produksi (panen).Selain proses
pencucian rendahnya pH juga menyebabkan rendahnya kandungan P-tersedia
tanah (Pandjaitan & Soedodo, 1999).
5. Kalium (K), Calsium (Ca), dan Magnesium (Mg)
Kalium (K) merupakan hara utama ketiga setelah N dan P. Kalium
mempunyai valensi satu dan diserap dalam bentuk ion K+. Kalium tergolong
unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman,
maupun dalam xylem dan floem.Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan
dan mineral-mineral yang mengandung kalium. Menurut Marchner (1986), kalium
berperanan terhadap lebih dari 50 enzim baik secara langsung maupun tidak
langsung.Unsur Kalsium (Ca) yang diperlukan oleh tanaman tinggi dalam jumlah

Universitas Sumatera Utara

42

relatife banyak dan diserap dalam bentuk ion Ca++. Kalsium terutama terdapat
dalam daun dan sering dapat mengendap berupa Kristal kalsium oksalat.
Magnesium (Mg) merupakan unsur penting dalam tanaman sebagai penyusun
klorofil. Penetapan nilai K, Ca, dan Mg disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Analisis nilai Kalium (K), Calsium (Ca) dan Magnesium (Mg)
Kriteria*

Ca
m.e/100g

Kriteria*

Mg
m.e/100g

Tanah Restorasi (0-5 cm)

Tinggi
Sedang

3,58
0,96
1,48
0,28
4,99
3,40

Rendah

Tanah Restorasi (5-20 cm)

1,81
0,66
0,68
0,29
2,93
2,08

Contoh tanah

K m.e/100g

0,63
0,27
Tanah Hutan Primer (0-5 cm)
0,52
Tanah Hutan Primer (5-20cm)
0,30
Tanah Sawit (0-5 cm)
3,01
Tanah Sawit (5-20cm)
2,93
*sumber : Hardjowigeno. 2007

Tinggi
Sedang
Sangat tinggi
Sangat tinggi

Sangat
rendah
Sangat
rendah
Sangat
rendah

Sedang
Rendah

Kriteria*
Sedang
Rendah
Rendah
Sangat rendah

Tinggi
Tinggi

Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa tanah
restorasi dan hutan primer di kedalaman (0-5 cm) memiliki kriteria (tinggi),
namun di tanah restorasi dan hutan primer di kedalaman (5-20 cm) memiliki
kriteria (sedang). Hal ini disebabkan karena unsur Kalium (K) berasal dari mineral
primer dan mineral sekunder. Sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2005) kadar
unsur K dalam larutan tanah merupakan hasil keseimbangan antara suplai dari
hasil pelarutan mineral-mineral K. Tertukarnya K dari permukaan koloid-koloid
tanah dan K hasil mineralisasi bahan organik/pupuk dengan kehilangan akibat
adanya serapan tanaman (immobilisasi), K-terfiksasi akibat terjerap oleh ruang
dalam koloid-koloid dan pelindian.
Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa tanah
yang memiliki kriteria yang paling tinggi terdapat pada tanah sawit (0-5 cm) dan
(5-20) cm dimana tanah sawit memiliki kriteria (sangat tinggi). Hal ini disebabkan
unsur hara K tinggi, karena memang unsur hara ini pada kerak bumi atau pada
permukaan tanah kadarnya cukup tinggi, dan semakin dalam dari permukaan

Universitas Sumatera Utara

43

tanah, kadar hara K makin rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yamani
(2012) Mengatakan bahwa pada analisis Kalium yang dilakukan diareal
perkebunan sawit lebih tinggi dibandingkan dengan hutan primer dan lahan
restorasi, hal ini disebabkan oleh alih guna lahan menyebabkan nilai K menurun
secara drastis, sesaat setelah lahan hutan ditebang.
Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa
kandungan kalsium pada tanah restorasi tergolong rendah sampai sangat rendah
(0-5 cm dan 5-20 cm) pada tanah hutan primer tergolong sangat rendah (0-5 cm
dan 5-20 cm). Tanah restorasi dan hutan primer hanya

mengandung sedikit

kalsium dan magnesium. Hal ini sesuai dengan (Leiwakabessy dan Wahyudi,
2003) yang mengatakan Calsium diserap tanaman dalam bentuk Ca2+. Ca2+ dalam
larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat oleh
kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder
dan tercuci. Apabila salah satu unsur berada pada jumlah yang lebih rendah dari
pada yang lain, maka unsur yang kadarnya lebih rendah sukar diserap.
Selain itu, faktor yang mempengaruhi ketersediaan Ca dan Mg tanah
adalah curah hujan yang tinggi yang sangat berpengaruh pada drainase tanah dan
pelindian sehingga Ca dan Mg mudah mengalami pencucian. Faktor lain yang
mempengaruhi ketersedian Ca dan Mg dalam tanah adalah cadangan Ca dan Mg
di dalam tanah, KTK tanah, persentase kejenuhan basa, dan pH tanah, sedangkan
pada tanah sawit kriteria Mg tergolong (tinggi), hal ini disebabkan karena
tanaman sawit mengandung minyak. Sesuai dengan Agustina (2004) yang
mengatakan bahwa magnesium merupakan pembawa posfat terutama dalam
pembentukan biji berkadar minyak tinggi yang mengandung lesitin. Selain itu

Universitas Sumatera Utara

44

magnesium juga berfungsi sebagai sistem enzim dan pembentukan minyak
(Hardjowigeno, 2007). Hakim et al. (1986) meyatakan bahwa sumber utama
magnesium tanah adalah hancuran mineral-mineral primer yang mengandung
magnesium. Kadar magnesium tanah berkisar antara 1,93%–2,10% dari total berat
tanah.
6. Tingkat Kesuburan Tanah seluruh parameter pH, C-organik, KTK, N-total, P
total, P-tersedia, K, Ca, dan Mg.
Kesuburan Tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan
produk tanaman yang diinginkan, pada lingkungan tempat tanah itu berada.
Produk tanaman berupa buah, biji, daun, umbi, getah, akar, batang, dan naungan.
Tanah memiliki kesuburan yang berbeda-beda tergantung sejumlah faktor
pembentuk tanah yang ada di lokasi tersebut, yaitu Bahan induk, iklim, relief,
organism, dan waktu. Penetapan Ph pH, C-organik, KTK, N-total, P total, Ptersedia, K, Ca, dan Mg disajikan pada Tabel 5.
Tabel 6. Hasil analisis Tabel Tingkat Kesuburan Tanah.
Contoh
tanah

Kedalaman

pH

Corganik

KTK

N total
%

P total

P-tersedia

K

Ca

Mg

Restorasi

0-5
5-20
0-5
5-20
0-5
5-20

4,6 m
4,4 sm
3,6 sm
3,8sm
7,3 n
7,2 n

4,22 t
2,15 s
4,85 t
2,84 s
1,20 r
0,99 sr

12,41 r
14,30 r
16,25 r
15,19 r
17,33 s
18,27 s

0,34 s
0,23 s
0,48 s
0,32 s
0,13 r
0,09 sr

270,56 st
185,92 st
274,35 st
206,49 st
975,45 st
877,53 st

1,89 sr
1,07 sr
1,48 sr
0,81 sr
82,28 st
83,66 st

0,63 t
0,27 s
0,52 t
0,30 s
3,01 st
2,93 st

3,58 r
0,96 sr
1,48 sr
0,28 sr
4,99 s
3,40 r

1,81 s
0,66 r
0,68 r
0,29 sr
2,93 t
2,08 t

Primer
Sawit

*sumber : Hardjowigeno. 2007

Berdasarkan hasil analisis Tabel Tingkat Kesuburan Tanah diperoleh hasil
parameter sifat kimia tanah antara tanah restorasi dan hutan primer berupa pH
tanah memiliki kriteria masam hingga sangat masam hal ini disebabkan karena
proses dekomposisi yang terjadi secara terus menerus sehingga tanah yang

Universitas Sumatera Utara

45

dihasilkan masam, dan berdasarkan ciri dari tanah restorasi dan hutan primer yang
disebut sebagai Tanah Podsolik Merah Kuning pada dasarnya tanah PMK
memiliki pH tanah yang rendah. Pada analisis KTK diperoleh kriteria keseluruhan
tergolong rendah, tinggi rendahnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri
tanah itu sendiri. Namun, pada parameter P-total diperoleh kriteria keseluruhan
tergolong sangat tinggi sedangkan pada P-tersedia tergolong sangat rendah hal ini
dikarenakan tanah restorasi dan tanah hutan primer yang menjadi sumber P telah
mengalami dekomposisi dan bahwa umumnya P yang diserap tanaman dalam
bentuk ion anorganik cepat berubah menjadi senyawa fosfor organik kering
tanaman. Fosfor ini mobil atau mudah bergerak antar jaringan tanaman.
Berdasarkan hasil analisis Tabel Tingkat Kesuburan Tanah diperoleh hasil
parameter sifat kimia tanah antara tanah restorasi dan hutan primer berupa kation
basa dimana Calsium dan Magnesium tergolong kriteria rendah bahkan sangat
rendah faktor yang mempengaruhi ketersediaan Ca dan Mg tanah adalah curah
hujan yang tinggi yang sangat berpengaruh pada drainase tanah dan pelindian
sehingga Ca dan Mg mudah mengalami pencucian. Faktor lain yang
mempengaruhi ketersedian Ca dan Mg dalam tanah adalah cadangan Ca dan Mg
di dalam tanah, KTK tanah, persentase kejenuhan basa, dan pH tanah.
Berdasarkan ciri tanah yg tergolong Tanah Podsolik Merah Kuning bahwasanya
PMK memiliki karakteristik kation basa yang rendah.
Berdasarkan hasil analisis Tabel Tingkat Kesuburan Tanah diperoleh hasil
parameter sifat kimia tanah antara tanah restorasi dan tanah sawit dilihat dari pH
tanah pada tanah sawit terogolong netral sedangkan tanah primer tergolong rendah
bahkan sangat masam. Hal ini dikarenakan karena pada tanah sawit terjadi

Universitas Sumatera Utara

46

pemupukan yang dilakukan warga setempat. Pupuk mempengaruhi tanah tersebut
menjadi netral, pemupukan pada tanaman kelapa sawit dapat memperbaiki lahan
petani dalam meningkatkan tandan buah kelapa sawit. Dilihat dari parameter Corganik pada tanah tanah restorasi dengan kedalaman 0-5 memiliki kriteria tinggi
dan kedalaman 0-20 memiliki kriteria sedang hal ini disebabkan karena tanah
pada lokasi areal restorasi terdapat berbagai jenis vegetasi pepohonan yang
ditanaman sehingga menyebabkan proses dekomposisi dan dengan banyaknya
serasah pada permukaan tanah mempengaruhi tinggi rendahnya C-organik. Beda
hal nya di tanah sawit yang tergolong rendah bahkan sampai sangat rendah hal ini
disebabkan karena pada tanah oleh kandungan C-organik yang rendah merupakan
indikator rendahnya jumlah bahan organik tanah yang tersedia dalam tanah karena
pada tegakan kelapa sawit tidak memiliki banyaknya serasah seperti pada vegetasi
tanah restorasi dan tanah hutan primer. Faktor yang mempengaruhi rendahnya Corganik dalam tanah yaitu disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah vegetasi
yang berbeda pada tegakan yang tumbuh pada lahan tersebut.
Dilihat dari parameter sifat kimia tanah KTK pada tanah restorasi
tergolong rendah sedangkan pada tanah sawit tergolong sedang hal ini disebabkan
karena besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur atau
jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik, dan pengapuran atau pemupukan,
kemudian N-total pada tanah restorasi tergolong sedang sedangkan pada tanah
sawit tergolong rendah bahkan sangat rendah hal ini disebabkan bahwa degradasi
bahan organik yang terjadi pada perkebunan sangat berpengaruh terhadap
ketersediaan N-total dalam tanah dan pelepah sawit sangat sukar untuk mengalami
dekomposisi, sedangkan pada areal restorasi dan hutan primer terdapat proses

Universitas Sumatera Utara

47

dekomposisi dari banyaknya serasah yang berguguranmengalami proses
dekomposisi yang terjadi sangat cepat dan terus menerus.
Dilihat dari parameter P-total pada tanah restorasi dan tanah sawit
keseleruhan tergolong kriteria sangat tinggi hal ini disebabkan karena Unsur
Fosfor (P) di dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan, dan mineralmineral di dalam tanah. Beda hal nya parameter P-tersedia pada tanah restorasi
tergolong sangat rendah sedangkan pada tanah sawit tergolong sangat tinggi hal
ini disebabkan bahwa semakin baiknya kondisi hara tanah tanah terutama Ptersedia ini diduga karena meningkatnya pH tanahnya, rendahnya ketersediaan P
dalam tanah juga kemungkinan disebabkan kurangnya bahan-bahan organik hasil
dekomposisi yang menyebabkan kurangnya terhadap ketersediaan humus yang
menyuplai terhadap ketersediaan P.
Dilihat dari parameter Kalium pada tanah restorasi tergolong kriteria
sedang sampai tinggi dan pada tanah sawit tergolong kriteria sangat tinngi hal ini
disebabkan oleh alih guna lahan menyebabkan nilai K menurun secara drastis,
sesaat setelah lahan hutan ditebang. Dilihat dari parameter Calsium dan
Magnesium pada tanah restorasi tergolong kriteria rendah bahkan sangat rendah
sedangkan pada tanah sawit tergolong rendah sampai sedang tidak jauh berbeda
dari kriteria tanah restorasi hal ini disebabkan karena faktor yang mempengaruhi
ketersediaan Ca dan Mg tanah adalah curah hujan yang tinggi yang sangat
berpengaruh pada drainase tanah dan pelindian sehingga Ca dan Mg mudah
mengalami pencucian serta pH tanah juga mempengaruhi rendahnya kalsium,
sedangkan parameter Magnesium pada tanah sawit tergolong kriteria tinggi hal ini
disebabkan karena tanaman sawit mengandung minyak dan magnesium

Universitas Sumatera Utara

48

merupakan pembawa posfat terutama dalam pembentukan biji berkadar minyak
tinggi yang mengandung lesitin. Selain itu magnesium juga berfungsi sebagai
sistem enzim dan pembentukan minyak.

Universitas Sumatera Utara

49

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Sifat kimia tanah di areal restorasi Taman Nasional Gunung Leuser
memiliki sifat kimia tanah relatif sama dengan tanah hutan primer.

Saran
Perlu adanya masukan ataupun usulan terhadap pemerintah setempat untuk
melestarikan Hutan restorasi, untuk mempertahankan kelestarian sifat-sifat tanah
dan kesuburan tanah pada areal restorasi.

Universitas Sumatera Utara