Pengujian Media Tanam Kompos dan Residu Sampah Rumah Tangga Terhadap Ketersediaan Hara N, P, K dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea L. Czern) di Lahan Pekarangan.

TINJAUAN PUSTAKA

Kompos Sampah Rumah Tangga
Sampah didefinisikan sebagai bahan-bahan yang sudah tidak digunakan
dan tidak bermanfaat sehingga disebut bahan buangan. Menurut sumbernya,
sampah dibagi menjadi sampah kota dan sampah industri. Sampah rumah tangga
terdiri dari sampah organik dan anorganik. Sampah organik dibagi dua yaitu
sampah organik hijau (sisa sayur mayur dari dapur). Contohnya : tangkai/daun
singkong, papaya, kangkung, bayam, kulit terong, wortel, labuh siam, ubi,
singkong, kulit buah-buahan, nanas, pisang, nangka, daun pisang, semangka,
ampas kelapa, sisa sayur / lauk pauk, dan sampah dari kebum (rumput, daun-daun
kering/ basah). Sampah organik hewan yang dimakan seperti ikan, udang, ayam,
daging, telur dan sejenisnya. Sampah anorganik yaitu berupa bahan-bahan seperti
kertas, karton, plastik, kaleng, bermacam-macam jenis plastik, styrofoam, dan
lain-lain (Yuliusbari, 2011).
Sampah organik dapat diubah menjadi kompos dengan suksesi berbagai
macam organisme. Selam fase awal pengomposan, bakteri meningkat dengan
cepat. Berikutnya, bakteri berfilamen (actinomycetes), jamur, dan protoza mulai
bekerja. Setelah sejumlah besar karbon (C) dalam kompos dimanfaatkan (utilized)
dan temperatur mulai turun, centipedes, milipedes, kutu, cacing tanah, dan
organisme lainnya melanjutkan proses pengomposan. Pada fase terakhir,

organisme mengoksidasi substansi nitrogen menjadi nitrat yang dibutuhkan akan
tanaman dan tumbuhan bertunas (sprouting plants) seperti rebung, tauge. Kompos
akan berubah menjadi gelap, tidak berbau, remah, dan mudah hancur. Fase ini

Universitas Sumatera Utara

disebut juga sebagai fase kematangan (ripeness) karena kompos sudah dapat
digunakan (Sukir, 2010).
Kandungan kompos didominasi oleh bahan organik yang dapat mencapai
18% - 59%. Unsur lain seperti N, P, K, Ca berada dalam jumlah relatif yang
sedikit yaiut dibawah 2%. Disamping itu penambahan pupuk organik juga
berfungsi untuk memperkaya bahan organik, mengembalikan unsur hara yabg
tercuci didalam tanah (Marsono dan Sigit, 2001).
Kompos memilki kandungan asam humat yang sangat bermanfaat bagi
tanaman. Kompos juga berperan sebagai nutrisi bagi miroba, sehingga aktivitas
mikroba tanah yang berada disekitar perakaran semakin meningkat. Hasil
penelitian Ketaren (2008) bahwa kompos yang diberikan kedalam tanah
merupakan pupuk yang banyak menyuplai bahan organik sedangkan bahan
organik erat kaitannya dengan peningkatan karbon didalam tanah (C-Organik)
sehingga dengan memberikan pupuk organik maka berpengaruh terhadap

peningkatan C-organik dalam tanah. Ditambahkan hasil penelitian Sidabutar
(2006) bahwa pupuk organik dapat pula meningkatkan pH tanah (menetralkan Al
dengan membentuk kompleks Al-organik) dan juga dapat menyumbang unsur
mikro yang berguna bagi tanaman.
Kandungan utama dengan kadar tertinggi dari kompos adalah bahan
organik yang dapat memperbaiki kondisi fisik dan kimia tanah. Unsur lain dalam
kompos yang variasinya cukup banyak tetapi kadarnya rendah adalah nitrogen,
fosfor, kalium, kalsium dan magnesium. Susunan hara dari kompos memang tidak
pernah tetap (Lingga, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Kompos dapat memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan
kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat
bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini
membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan
senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah
juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit
(Berutu, 2009).

Penggunaan kompos sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner)
dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah sehingga mempertahankan
dan menambah kesuburan tanah pertanian. Penelitian Sinaga (2002) bahwa
pemberian kompos dapat menyumbangkan K dalam tanah sehingga K-tukar
meningkat, hal ini disebabkan oleh kandungan K kompos yang tinggi sehingga
menjadi sumbangan bagi hara K dalam tanah dan juga kompos merupakan koloid
organik sehingga akan meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), dengan
meningkatnya KTK maka K-tukar juga akan meningkat.
Penambahan pupuk organik kedalam tanah baik berupa pupuk kandang
maupun bahan organik segar dapat mempengaruhi ketersediaan fosfat melalui
dekomposisinya yang menghasilkan asam-asam organik dan CO 2. . Asam-asam
ini akan menghasilkan anion organik, dan anion organik ini mempunyai sifat
dapat mengikat ion Al, Fe dan Mn dari larutan tanah, dengan konsentrasi ion-ion
tersebut dalam tanah akan berkurang sehingga fosfat tersedia lebih banyak,
dengan kata lain kecepatan pelepasan fosfat dari bentuk yang tidak tersedai
menjadi bentuk tersedia sangat bergantung pada : pH tanah, kadar ion Fe, Al dan

Universitas Sumatera Utara

Mn larut, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik dan kegiatan jasad renik

(Ardjasa,1994).
Residu Sampah Rumah Tangga
Tempat pembuangan sampah yang biasa dimiliki oleh setiap masyarakat
ditujukan untuk penimbunan dari berbagai segala jenis sampah, baik organik
maupun anorganik. Pembakaran yang dilakukan merupakan upaya untuk menekan
populasi sampah, namun sisa hasil abu bakaran akan terakumulasi dalam tanah
disekitarnya. Hal ini akan memicu pemasalahan kandungan logam berat dan akan
terkontaminasi terhadap lingkungan sekitarnya, namun besaran kandungannya
ditentukan dari jenis sampah yang biasanya berasal dari bahan sukar diromabak
seperti plastik,kertas,baterai dan lain-lain (Luwiharto, 2011).
Beberapa alternatif cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara
sederhana seperti penumpukan. Dengan metode ini, sebenarnya sampah tidak
dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk menjadi bahan
organik. Metode penumpukan bersifat murah, sederhana, tetapi menimbulkan
resiko karena berjangkitnya penyakit menular, menyebabkan pencemaran,
terutama

bau,

kotoran


dan

sumber

penyakit

dana

badan-badan

air

(Yuliusbari. 2012).
Pencemaran lingkungan umumnya berasal dari sampah yang melonggok
pada suatu tempat penampungan atau pembuangan, perombakan sampah organik
dalam suasana anaerob (miskin oksigen) akan menimbulkan bau tak sedap.
Timbunan sampah menjadi sarang bagi vektor dan penyakit. Sampah yang
dibuang ke TPS ditempatkan berdasarkan pemilahan sampah yang telah
dilakukan. Hal ini dilakukan karena sampah organik cepat membusuk sementara


Universitas Sumatera Utara

sampah non organik membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membusuk
sehingga memerlukan perlakuan khusus (Nasih, 2011).
Penimbunan bahan organik begitu saja di tanah yang kaya udara dan air
tidaklah baik karena penguraian terjadi amat cepat. Akibatnya, jumlah CO2 dalam
tanah akan meningkat cepat. Kondisi seperti ini akan sangat menganggu
pertumbuhan tanaman. Selain kandungan C/N dalam bahan, permukaan bahan
juga mempengaruhi kecepatan pengomposan. Makin halus dan kecil bahan baku
kompos maka peruraiannya akan makin cepat dan hasilnya lebih banyak.
Timbunan yang terlalu pendek atau rendah akan menyebabkan panas mudah
menguap. Hal ini dikarenakan tidak adanya bahan material yang digunakan.
Untuk menahan panas dan menghindari pelepasan panas. Suhu yang kurang akan
menyebabkan bakteri pengurai tidak dapat berkembang. Sebaliknya, timbunan
bahan terlalu tinggi bisa membunuh bakteri pengurai.
Tanah pertanian yang baik mengandung perbandingan unsure C dan N
yang seimbang. Bahan-bahan organik tersebut harus dikomposkan terlebih dahulu
sebelum digunakan agar C/N bahan itu menjadi lebih rendah atau mendekati C/N
tanah. Itulah sebabnya bahan-bahan organik tidak bisa langsung dibenamkan dan

membiarkannya terbenam sendiri karena struktur bahan organik tersebut kasar,
daya ikatnya terhadap air amat lemah, sehingga bila langsung dibenamkan ke
tanah, tanah akan menjadi berderai. Hal ini dapat dilakukan bagi tanah yang berat,
akan tetapi akan berakibat buruk bagi tanah yang ringan (pasir) dan akan lebih
buruk lagi pada kawasan tanah yang terbuka (Yuliusbari, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Tanaman Sayuran
Tanaman sawi pahit termasuk family Cruciferae, menginginkan tanah
yang gembur dan kaya bahan organik. Selain itu tanah harus memiliki drainase
yang baik dengan nilai pH 6-7. Sawi pahit dapat ditanam di dataran rendah
maupun tinggi (Tumanggor, 2002).
Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan. Sehingga
dapat ditanam di sepanjang tahun, asalkan pada musim kemarau disediakan air
yang cukup untuk penyiraman. Tetapi tanaman sawi tidak menyukai curah hujan
yang lebat, karena selain mempunyai perakaran yang dangkal juga zat-zat hara
dalam tanah akan mudah tercuci yang mengakibatkan tanaman sawi menjadi kecil
dan ini akan memperngaruhi produksi panen (Syahputra, 2007).
Beberapa Sifat kimia Tanah

Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah, pengikatan oleh
mikroorganisme tanah dari nitrogen dari udara, pupuk dan air hujan. Nitrogen
diambil dan diserap oleh tanaman dalam bentuk : NO3-

dan NH4+. Fungsi

Nitrogen bagi tanaman adalah diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan
bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar, berperan penting dalam
hal pembentukan hijau daun yang berguna sekali dalam proses fotosintesis,
membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik, meningkatkan
mutu tanaman penghasil daun-daunan, meningkatkan perkembangbiakan mikroorganisme di dalam tanah (Hardjowigeno, 2003).
P tersedia dalam tanah dapat diartikan sebagai P tanah yang dapat
diekstraksi oleh air dan asam sitrat. P menjadi tidak tersedia dan tidak larut
disebabkan fiksasi oleh mineral-mineral liat dan ion-ion Al, Fe, Mg ataupun Ca

Universitas Sumatera Utara

yang banyak larut, membentuk senyawa komplek dan tidak larut. Sistem tanah
umumnya mengandung 0,10 – 0,25% P 2 O 5 dan jarang melebihi 0,50%.
Diambil/diserap oleh tanaman dalam bentuk : H 2 PO4- HPO4–. Fungsi dari Fosfor

(P) dalam tanaman diantaranya: Merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar
benih/tanaman muda, mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman
muda menjadi tanaman dewasa dan menaikkan prosentase bunga menjadi
buah/biji,

membantu

asimilasi

dan

pernafasan

sekaligus

mempercepat

pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah, sebagai bahan mentah untuk
pembentukan sejumlah protein tertentu (Sarief, 1993).
Menurut Sinuraya (2007) unsur kalium (K) merupakan unsur hara yang

mudah mengadakan persenyawaan dengan zat lain, misalnya Ca dan Mg. Sifat K
yaitu mudah larut dan terbawa hanyut dan mudah pula difiksasi dalam tanah.
Diambil/diserap tanaman dalam bentuk : K+. Ditambahkan Hakim (2005)
ketersediaan kalsium dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor kehilangan kalsium
itu sendiri dalam tanah dan adanya mineral atau batuan yang mengandung kalsium.
Semakin besar kehilangan kalsium dari dalam tanah semakin berkurang pula kalsium
yang tersedia untuk tanaman.

Kalium sebenarnya sangat diperlukan pada tanah kering, karena pada
tanah ini banyak kation K+ yang hilang dan terangkut oleh tanah melalui
pencucian air hujan hujan erosi. Ketersediaan kalsium dalam tanah sangat
dipengaruhi oleh faktor kehilangan kalsium itu sendiri dalam tanah dan adanya
mineral atau batuan yang mengandung kalsium. Semakin besar kehilangan
kalsium dari dalam tanah semakin berkurang pula kalsium yang tersedia untuk
tanaman (Hakim, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Tanah Inceptisol
Lahan pekarangan dapat dijadikan asset berharga bagi pengembangan

usaha tani skala rumah tangga. Oleh karena itu, pemanfaatan lahan pekarangan
dapat dijadikan basis usaha pertanian tanaman sayuran dalam rangka
memberdayakan sumber daya keluarga serta meningkatkan ketahanan pangan dan
kecukupan gizi.
Dalam penelitian ini, tanah disekitar pekarangan digunakan sebagai media
tanam, dimana jenis tanah tersebut adalah inceptisol. Tanah Inceptisol mempunyai
karakteristik dari kombinasi sifat-sifat tersedianya air untuk tanaman lebih dari
setengah tahun atau lebih dari tiga bulan berturut-turut dalam musim kemarau,
satu atau lebih horizon pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan selain karbonat
atau silika amorf, tekstur lebih halus dari pasir berlempung dengan beberapa
mineral lapuk dan kemampuan menahan kation fraksi lempung yang sedang
sampai tinggi. Penyebaran liat ke dalam tanah tidak dapat diukur. Kisaran kadar
C- organik dan kapasitas tukar tempat, kecuali daerah kering, mulai dari kutub
sampai tropika (Askari, 2010).
Inceptisol (inceptum atau permulaan) dapat dsebut tanah muda karena
pembentukannya agak cepat sebagai hasil pelapukan bahan induk. Inceptisol
mempunyai kandungan liat yang rendah, yaitu < 8% pada kedalaman 20-50 cm.
Sifat fisik dan kimia tanah inceptisol antara lain: berat jenis 1,0 g/cm kalsium
karbonat kurang dari 40%, pH mendekati netral atau lebih (pH < 4 tanah
bermasalah), kejenuhan basa kurang dari 50% pada kedalaman 1,8 m, COLE
antara 0,07 dan 0,09, nilai porositas 68% sampai 85% , air yang tersedia cukup
banyak antara 0,1 – 1 atm (Hardjowigeno, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Kandungan P potensial rendah sampai tinggi dan K potensial sangat
rendah sampai sedang. Kandungan P potensial umumnya lebih tinggi daripada K
potensial, baik lapisan bawah maupun lapisan atas. Kapasitas Tukar Kation
(KTK) sedang sampai tinggo disemua lapisan. Kejenuhan basa (KB) rendah
sampai tinggi. Secara umum dapat disimpulkan kesuburan alami inceptisol
bervariasi dari rendah sampai tinggi (Damanik dkk, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Respons Pertumbuhan Dan Produksi Sawi (Brassica juncea L.) Terhadap Pemberian Pupuk Organik Cair

1 80 69

Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)Terhadap Pupuk Zeolit dan Urea.

1 38 84

Tanggap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.) Varietas Tosakan (Caisim Bangkok) Terhadap Pemberian Pupuk Cair

2 75 54

Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Terhadap Penggunaan Pupuk Anorganik Cair

6 69 57

Pengujian Media Tanam Kompos dan Residu Sampah Rumah Tangga Terhadap Ketersediaan Hara N, P, K dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea L. Czern) di Lahan Pekarangan.

0 3 54

Pengujian Media Tanam Kompos dan Residu Sampah Rumah Tangga Terhadap Ketersediaan Hara N, P, K dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea L. Czern) di Lahan Pekarangan.

0 1 11

Pengujian Media Tanam Kompos dan Residu Sampah Rumah Tangga Terhadap Ketersediaan Hara N, P, K dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea L. Czern) di Lahan Pekarangan.

0 0 2

Pengujian Media Tanam Kompos dan Residu Sampah Rumah Tangga Terhadap Ketersediaan Hara N, P, K dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea L. Czern) di Lahan Pekarangan.

0 0 3

Pengujian Media Tanam Kompos dan Residu Sampah Rumah Tangga Terhadap Ketersediaan Hara N, P, K dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea L. Czern) di Lahan Pekarangan.

0 0 3

Pengujian Media Tanam Kompos dan Residu Sampah Rumah Tangga Terhadap Ketersediaan Hara N, P, K dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica juncea L. Czern) di Lahan Pekarangan.

0 0 10