Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap Laju Sedimen Transpor di Wilayah Pesisir Desa Pulau Sembilan Kabupaten Langkat Sumatera Utara

6

TINJAUAN PUSTAKA

Pengetian Mangrove
Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu
nama yang diberikan kepada mangrove merah (Rhizopora spp.). Nama Mangrove
diberikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di pantai atau goba-goba
yang menyesuaikan diri pada keadaan asin, kata mangrove juga berarti suatu
komunitas. Sering kita jumpai kata mangal untuk komunitas mangrove dan untuk
mangrove sebagai jenis tumbuh-tumbuhan (Romimohtarto dan Juwana, 2009).
Bangsa Portugis menyebut salah satu jenis pohon mangrove sebagai ‘mangue’ dan
istilah Inggris ‘grove’, bila disatukan akan menjadi‘mangrove’ atau ‘mangrave’
(Irwanto, 2006).
Mangrove di Indonesia lebih bervariasi bila dilihat dari strukturnya
dibandingkan dengan daerah lainnya. Contohnya tegakan Avicennia marina dapat
ditemukan dengan ketinggian 1-2 meter pada pantai yang tergenang air laut,
hingga tegakan campuran Bruguiera-Rhizophora-Ceriops dengan ketinggian lebih
dari 30 meter (misalnya, di Sulawesi Selatan). Pada daerah pantai yang terbuka,
dapat ditemukan Sonneratia alba dan Avicennia alba, sementara itu di sepanjang
sungai yang memiliki kadar salinitas yang lebih rendah umumnya ditemukan

Nypa fruticans dan Sonneratia caseolaris. Umumnya tegakan mangrove
umumnya jarang ditemukan yang rendah kecuali mangrove anakan dan beberapa
jenis

semak

seperti

Acanthus

ilicifolius

dan

Acrostichum

aureum

(Noor dkk., 2006).
Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan

fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air

Universitas Sumatera Utara

7

pasang dan surut. Ekosistem mangrove berperan dalam melindungi garis pantai
dari erosi, gelombang laut dan angin topan, serta berperan juga sebagai buffer
(perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap
endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawa
ke tengah laut oleh arus. Ekosistem mangrove selain melindungi pantai dari
gelombang dan angin merupakan tempat yang dipenuhi pula oleh kehidupan lain
seperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, dan serangga.
Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem mangrove
juga sebagai plasma nutfah (genetic pool) dan menunjang keseluruhan system
kehidupan di sekitarnya (Talib, 2008). Pola zonasi mangrove pada ekosistem
pesisir dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pola Zonasi Mangrove (Bengen, 2004)


Zonasi pertumbuhan mangrove dipengaruhi oleh substrat. Substrat
berlumpur sangat baik untuk tegakan Rhizophora mucronata and A. marina (Kint,
1934). Jenis-jenis lain seperti R. stylosa tumbuh dengan baik pada substrat
berpasir, bahkan pada pulau karang yang memiliki substrat berupa pecahan
karang, kerang dan bagian-bagian dari Halimeda (Ding Hou, 1958). Kint (1934)

Universitas Sumatera Utara

8

melaporkan bahwa di Indonesia, R. stylosa dan S. alba tumbuh pada pantai yang
berpasir, atau bahkan pada pantai berbatu.
Berdasarkan Bengen (2001), jenis-jenis pohon penyusun hutan mangrove,
umumnya mangrove di Indonesia jika dirunut dari arah laut ke arah daratan
biasanya dapat dibedakan menjadi 4 zonasi yaitu sebagai berikut :
1.

Zona Api-api – Prepat (Avicennia-Sonneratia)
Umumnya terletak paling luar/jauh atau terdekat dengan laut, keadaan
tanah berlumpur agak lembek (dangkal), dengan substrat agak berpasir,

sedikit bahan organik dan kadar garam agak tinggi.

2.

Zona Bakau (Rhizophora)
Biasanya terletak di belakang api-api dan prepat, keadaan tanah
berlumpur lembek (dalam). Pada umumnya didominasi bakau (Rhizophora
spp) dan di beberapa tempat dijumpai berasosiasi dengan jenis lain seperti
tanjang (Bruguiera spp.)

3.

Zona Tanjang (Bruguiera)
Umumnya terletak di belakang zona bakau, agak jauh dari laut dekat
dengan daratan. Keadaan berlumpur agak keras, agak jauh dari garis pantai.
Pada umumnya ditumbuhi jenis tanjang (Bruguiera spp.) dan di beberapa
tempat berasosiasi dengan jenis lain.

4.


Zona Nipah (Nypa fruticans)
Terletak paling jauh dari laut atau paling dekat ke arah darat. Zona ini
mengandung air dengan salinitas sangat rendah dibandingkan zona lainnya,
tanahnya keras, kurang dipengaruhi pasang surut dan kebanyakan berada di
tepi-tepi sungai dekat laut.

Universitas Sumatera Utara

9

Tanah (sedimen) yang terbentuk berfungsi sebagai tempat hidup dan
tempat mencari makan bagi organisme yang hidup di daerah tersebut. Kesuburan
dari sedimen mangrove tersebut disebabkan adanya bahan organik yang
terkandung didalamnya (Kushartono, 2009).
Kondisi fisika kimia perairan hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh
volume air tawar dan air laut yang bercampur. Mangrove tumbuh dengan baik dari
ketinggian permukaan laut sampai dengan rata-rata permukaan pasang. Jenis
tanaman tersebut bukan saja harus toleran terhadap garam, melainkan juga harus
mampu untuk menahan kondisi tergenang dan kondisi-kondisi bawah yang
anaerobic (Talib, 2008).


Karakteristik dan Fungsi Fisik Hutan Mangove
Keragaman jenis hutan mangrove secara umum relatif rendah jika
dibandingkan dengan hutan alam tipe lainnya, Hal ini disebabkan oleh kondisi
lahan hutan mangrove yang senantiasa atau secara periodik digenangi oleh air
laut, sehingga mempunyai salinitas yang tinggi dan berpengaruh terhadap
keberadaan jenisnya. Jenis yang dapat tumbuh pada ekosistem mangrove adalah
jenis halofit, yaitu jenis-jenis tegakan yang mampu bertahan pada tanah yang
mengandung garam dari genangan air laut (Talib, 2008). Proses transpor sedimen
dapat mengakibatkan perubahan garis pantai seperti erosi yang berdampak pada
mundurnya garis pantai (abrasi), atau menyebabkan pendangkalan yang berakibat
pada majunya garis pantai (akresi) yang akhirnya mengurangi fungsi pantai atau
bangunan pantai (Munandar dan Baeda, 2014).
Menurut Muharram (2014), Secara fisik mangrove berfungsi dalam
peredam angin badai dan gelombang, pelindung dari abrasi, penahan lumpur, dan

Universitas Sumatera Utara

10


perangkap sedimen. Ekosistem mangrove mampu menghasilkan zat-zat nutrient
(organik dan anorganik) yang mampu menyuburkan perairan laut dan pantai
termasuk di kawasan tambak. Selain itupun ekosisitem mangrove berperan dalam
siklus karbon, nitrogen dan sulfur. Secara garis besar manfaat dan fungsi hutan
mangrove secara fisik dapat disimpulkan sebagai penahan abrasi pantai, penahan
intrusi (peresapan) air laut ke daratan, penahan badai dan angin yang bermuatan
garam, menurunkan kandungan karbondioksida (CO2) di udara (pencemaran
udara) dan pengikat bahan-bahan pencemar (racun) diperairan pantai.
Vegetasi mangrove mempunyai peranan penting dalam lingkungannya
yaitu sebagai pemerangkap sedimen (Kushartono, 2009). Sistem perakaran
mangrove dapat mengikat dan menstabilkan substrat di garis pantai sehingga garis
pantai tetap stabil, sehingga badan pantai akan terus menerus meninggi.
Penanaman dan perlindungan mangrove merupakan salah satu sistem pelindung
kestabilan garis pantai secara alami agar tidak mengalami abrasi sehingga akan
mendukung proses ekologi di kawasan pesisir (Suryawan, 2007).
Mangrove yang terletak di antara pesisir pantai dan laut dapat berfungsi
sebagai pelindung dan menstabilkan persisiran pantai, menyuburkan perairan
pantai, menghasilkan hasil hutan dan menyokong aktivitis perikanan pantai.
Ekosistem ini juga berfungsi sebagai perangkap sedimen (Sedimen trap) dan
sangat tergantung terhadap aliran air pasang surut yang masuk ke ekosistem

mangrove tersebut (Yunus dkk., 2008). Pengaruh pasang surut terhadap
konsentrasi sedimen tersuspensi yaitu pada saat keadaan pasang sedimen yang
berada di dasar perairan pantai akan mengalami pengadukan, sehingga nilai
konsentrasi sedimentasi akan lebih besar dibandingkan pada saat surut. Pada saat

Universitas Sumatera Utara

11

surut, nilai konsentrasi sedimen tersuspensi lebih kecil karena sedimen yang
melayang terbawa menuju ke laut lepas (Pradipta dkk., 2013).
Pengaruh gaya pasang surut mempengaruhi peristiwa abrasi dan
sedimentasi. Wilayah yang mengalami peristiwa pasang surut harian ganda atau
pasut surut tipe campuran condong ke ganda memiliki pengaruh yang berbeda
dengan wilayah yang hanya mengalami pasang surut harian tunggal, dimana
wilayah yang memiliki pasang surut tipe harian ganda dan campuran condong ke
ganda mengalami proses transportasi sedimen yang lebih dinamis jika
dibandingkan dengan pasang surut harian tunggal (Daulay dkk., 2014).
Areal yang selalu digenangi walaupun pada saat pasang rendah umumnya
didominasi oleh A. alba atau S. alba. Areal yang digenangi oleh pasang sedang

didominasi oleh jenis-jenis Rhizophora spp adapun areal yang digenangi hanya
pada saat pasang tinggi, yang mana areal ini lebih ke daratan, umumnya
didominasi oleh jenisjenis Bruguiera dan X. granatum, sedangkan areal yang
digenangi hanya pada saat pasang tertinggi (hanya beberapa hari dalam sebulan)
umumnya didominasi oleh B. sexangula dan L. littorea (Noor dkk., 2006).
Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai
jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda.
Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari
media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan
garam dari kelenjar khusus pada daunnya buah hilang. Jenis-jenis Sonneratia spp.
umumnya ditemui hidup di daerah dengan salinitas tanah mendekati salinitas air
laut, kecuali S. caseolaris yang tumbuh pada salinitas kurang dari 10 ppt.
Beberapa jenis lain juga dapat tumbuh pada salinitas tinggi seperti Aegiceras

Universitas Sumatera Utara

12

corniculatum pada salinitas 20-40 ppt, R. mucronata dan R. Stylosa pada salinitas
55 ppt, C. tagal pada salinitas 60 ppt dan pada kondisi ekstrim ini dapat tumbuh

kerdil, bahkan L. racemosa dapat tumbuh sampai salinitas 90 ppt (Chapman,
1976). Jenis-jenis Bruguiera umumnya tumbuh pada daerah dengan salinitas di
bawah 25 ppt. Kadar salinitas optimum untuk B. parviflora adalah 20 ppt,
sementara B. gymnorrhiza adalah 10-25 ppt. (Noor dkk., 2006).
Tumbuhan mangrove tumbuh subur di daerah estuaria dengan salinitas 10
ppt - 30 ppt. Salinitas yang tinggi akan berdampak pada tajuk mangrove semakin
jauh dari tepian perairan secara umum menjadi kerdil dan berkurang komposisi
spesiesnya (Wantasen, 2013).
Suhu merupakan faktor yang sangat menentukan kehidupan dan
pertumbuhan mangrove. Suhu yang menjadi pembatas kehidupan mangrove
adalah suhu yang rendah dan kisaran suhu musiman. Suhu yang baik untuk
kehidupan mangrove adalah tidak kurang dari 200C (Ghufran dan Kordi, 2012).

Karakteristik Sedimen di Daerah Mangrove
Sedimentasi yaitu sebuah proses dimana masuknya material dari daratan
ke wilayah perairan yang mengendap atau dibawa terus ke arah laut. Proses ini
dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan dan perubahan terhadap jenis
endapan sedimen. Sedimen merupakan material yang berasal dari perombakan
batuan di daratan yang terjadi pada periode tertentu kemudian dibawa oleh media
air atau udara kemudian mengendap akibat proses gravitasi bumi Pada perairan

sedimen terdiri dari 3 jenis yaitu pasir, lumpur dan tanah liat (Daulay dkk., 2014).

Universitas Sumatera Utara

13

Keseimbangan antara sedimen yang dibawa sungai dengan kecepatan
pengangkutan sedimen di muara sungai akan menentukan berkembangnya dataran
pantai. Apabila jumlah sedimen yang dibawa ke laut dapat segera diangkut oleh
ombak dan arus laut maka pantai akan berada dalam keadaan stabil. Sebaliknya
apabila jumlah sedimen melebihi kemampuan ombak dan arus laut dalam
pengangkutannya maka dataran pantai akan berubah. Vegetasi mangrove yang
tumbuh dengan baik dapat berfungsi sebagai perangkap sedimen (sedimen trap)
sehingga pertumbuhan pantai dapat terjadi (Malik dkk., 1999).
Sedimen merupakan material yang berasal dari perombakan batuan di
daratan yang terjadi pada periode tertentu kemudian dibawa oleh media air atau
udara kemudian mengendap akibat proses gravitasi bumi. Pada perairan sedimen
terdiri dari 3 jenis yaitu pasir, lumpur dan tanah liat. Perbedaan proses sedimentasi
antara satu tempat dengan lainnya di perairan disebabkan oleh karakteristik fisika
dan kimia perairan yang berbeda. Hubungan antara suhu dengan proses
pengendapan yaitu partikel dengan ukuran yang sama dideposisi lebih cepat pada
suhu rendah dibandingkan dengan suhu tinggi (Daulay dkk., 2014). Sedimentasi
merupakan faktor dinamis yang dapat mendorong terbentuknya ekosistem
mangrove, namun sedimentasi dalam skala besar dan luas dapat merusak
ekosistem mangrove karena tertutupnya akar nafas dan berubahnya kawasan rawa
menjadi daratan (Setyawan, 2006).
Gelombang laut yang berperan pada transportasi sedimen adalah
gelombang pendek yang di bangkitkan oleh angin, gelombang ini di daerah
dangkal akan pecah dan menimbulkan arus. Mekanisme ini terjadi terus menerus
dan menjadi penyebab transportasi sedimen baik tegak maupun sepanjang pantai.

Universitas Sumatera Utara

14

Gelombang dapat menyebabkan aliran bolak-balik (oscilatory flow) yang pada
dasarnya adalah aliran tidak tetap (unsteady flow). Transportasi sedimen di muara
sungai pasa umumnya di sebabkan oleh arus pasang surut gelombang dan arus
sungai air tawar. Aliran oleh gelombang ini membedakan mekanisme transportasi
sedimen di pantai dengan di sungai (Widjojo, 2010).
Salah satu faktor pendukung agar komposisi vegetasi mangrove tetap
tinggi adalah substrat mangrove. Substrat adalah tempat dimana akar-akar
mangrove dapat tumbuh dengan baik. Karaktristik substrat yang baik menentukan
banyaknya tegakan mangrove yang dapat tumbuh dan berkembang (Indah dkk,
2008). Misalnya akar napas api-api yang padat, rapat dan banyak sangat efektif
untuk menangkap dan menahan lumpur serta berbagai sampah yang terhanyut di
perairan. Jalinan perakaran ini juga menjadi tempat mencari makanan bagi aneka
jenis kepiting bakau, siput dan teritip (Halidah, 2014).
Arus juga merupakan kekuatan yang menentukan arah dan sebaran
sedimen. Kekuatan ini juga yang menyebabkan karakteristik sedimen berbeda
sehingga pada dasar perairan disusun oleh berbagai kelompok populasi sedimen.
Secara umum partikel berukuran kasar akan diendapkan pada lokasi yang tidak
jauh dari sumbernya, sebaliknya jika halus akan lebih jauh dari sumbernya
(Daulay dkk., 2014).
Meski pengaruhnya tidak sebesar arus dan ombak, pasang surut juga
mempengaruhi dinamika air sekitar pantai. Pergerakan air akan lebih mudah
diamati di daerah estuaria yang lebar. Di situ pada pasang naik, air tawar mengalir
ke laut di atas massa air asin yang bergerak di darat, sehingga kadang-kadang
sungai meluap melampaui tanggul (Malik dkk., 1999).

Universitas Sumatera Utara