Analisis pengaruh sikap dan norma subjek
Jurnal INFERENSI Vol. 4 No. 2, Desember 2010
ISSN
19787332
Analisis pengaruh sikap dan norma subjektif mahasiswa
terhadap perilaku ramah lingkungan (Kajian Etika Bisnis
Islam di STAIN Salatiga)
Nafis Irkhami
Email: nafisirkhami@gmail.com
ABSTRAK
Lemahnya pertimbangan moral dan etika di kalangan pelaku bisnis
dianggap sebagai salah satu faktor penting terjadinya eskalasi kerusakan
lingkungan. Oleh karena itu, internalisasi etika lingkungan ke dalam perilaku
bisnis akan sangat tepat bila berawal dari para calon entrepreneur . Pertanyaannya
adalah, sejauh mana keberhasilan upaya internalisasi etika bisnis Islam di
perguruan tinggi? Dengan kata lain, persoalan yang akan dijawab dalam penelitian
ini adalah mengenai pengaruh sikap dan norma subyektif mahasiswa terhadap
perilaku ramah lingkungan. Obyek penelitian ini adalah perilaku etika lingkungan
mahasiswa STAIN Salatiga Program D3 Perbankan Syariah yang telah mengikuti
mata kuliah Etika Bisnis Islam.
Theory of reasoned action Fishbein diterapkan untuk menjelaskan sikap
obyek. Sikap dibentuk dari keyakinan dan penilaian. Keyakinan dibentuk dari
pengalaman dan dari informasi yang didapat dari sumber lain. Norma subjektif
diukur dengan memperoleh perasaan konsumen terhadap keluarga, teman, dan
atasan tentang apa yang mereka pikir tentang tindakan yang akan dilakukan.
Norma subjektif dibentuk dari keyakinan dan motivasi. Pengujian sikap dan
norma subjektif terhadap perilaku menggunakan formula Beh = a + b1 S + b2 NS +
e. Berdasarkan hasil uji t, sikap ramah lingkungan menjadi tidak signifikan
terhadap perilaku ramah lingkungan, sedangkan norma subjektif menjadi
signifikan berpengaruh terhadap perilaku ramah lingkungan.
Key words: Sikap, norma dan perilaku ramah lingkungan, Teori Reasoned Action
2
Pendahuluan
Lingkungan hidup telah menjadi persoalan yang sangat komplek pada
abad ini. Perubahan iklim dan pemanasan global tidak lagi sekedar menjadi
“peringatan” namun sudah mulai menunjukkan dampak-dampak serius yang
mengancam kehidupan manusia. Di berbagai wilayah Indonesia, dampak tersebut
ditunjukkan dengan berbagai bencana, seperti banjir pasang, angin puting beliung,
banjir karena hujan dan kemarau berkepanjangan. Kerusakan lingkungan yang
menjadi pemicu sekaligus penyebab pemanasan global tidak bisa dilepaskan dari
perilaku individu-individu yang tidak ramah terhadap lingkungan. Sebanyak 113
negara
yang
mendiskusikan
pemanasan
global
dalam
suatu
forum
Intergovernmental Panel on Climate Change di Paris, 2007 sepakat pada satu
kesimpulan
bahwa pemanasan global besar kemungkinan disebabkan oleh
aktivitas manusia (Rosenthal dan Revkin, 2007).
Berbagai penelitian menunjukan bahwa faktor yang paling signifikan
mempengaruhi kondisi lingkungan adalah kesadaran publik (public awareness),
bukan kebijakan pemerintah (Said, 2003). Dengan kata lain, problem lingkungan
hidup lebih banyak bersumber dari perilaku individu serta pola konsumsi dan
produksi daripada berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Dengan kata lain,
kualitas lingkungan hidup sangat bergantung pada tingkat pengetahuan, sikap,
nilai dan praktik yang dilakukan oleh umat manusia. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa persoalan lingkungan berada pada wilayah etika individu, lebih
tepatnya, etika bisnis.
3
Bisnis selama ini dipahami sebagai aktivitas yang mengarah pada
peningkatan nilai tambah melalui proses penyediaan jasa, perdagangan atau
pengolahan barang (to provide products or services for profit ). Dalam konteks
perusahaan atau entitas, bisnis dipahami sebagai suatu proses keseluruhan dari
produksi yang mempunyai kedalaman logika, bahwa bisnis dirumuskan sebagai
maksimasi keuntungan (profit maximization ) perusahaan dengan meminimumkan
biaya-biaya yang harus dikeluarkan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, bisnis seringkali lebih
menetapkan pilihan strategis daripada pendirian berdasarkan nilai (etik). Dalam
hal ini pilihan-pilihan strategis biasanya didasarkan kepada logika subsistence,
yakni menjalankan bisnis demi mempertahankan keberlangsungan hidup bisnis itu
sendiri. Namun konsekuensi dari kesadaran seperti ini pada akhirnya menuntun
kepada sikap bisnis yang benar-benar hanya mempertimbangkan keuntungan.
Bahkan kesadaran seperti ini telah menjadi semacam jargon yang dikenal luas
dalam masyarakat; "bisnis adalah bisnis," atau " the business of business is
business."
Fokus perhatian mereka adalah bagaimana memanfaatkan waktu
seoptimal mungkin untuk mengumpulkan uang, sebagaimana tertuang dalam frase
yang digulirkan Franklin, “Time is money” atau “Money is of the prolific,
generating nature” (Prono, 2006).
Selain di dunia praksis, penentangan terhadap penerapan etika ke dalam
ekonomi juga terjadi dalam dunia akademik. Milton Friedman, seorang profesor
emeritus dari Universitas Chicago, adalah salah seorang tokoh yang terkenal gigih
mempertahankan tesis pemisahan moral dengan bisnis. Pandangannya mulai
4
masyhur setelah tulisannya dipublikasikan dalam New York Times Magazine, 13
September 1970 dengan judul The Social Responsibility of Business is to Increase
Profits. Menurutnya doktrin tanggung jawab sosial dari bisnis akan merusak
sistem ekonomi perdagangan bebas (dalam Donaldson dan Werhane, 1983: 244)
Terkait dengan isu lingkungan, Friedman menyatakan bahwa perusahaan
tidak wajib mengeluarkan lebih banyak biaya untuk mengurangi polusi daripada
apa yang seperlunya demi kepentingan perusahaan dan apa yang dituntut oleh
hukum demi terwujudnya
tujuan
sosial,
yakni menjaga
lingkungan hidup
(Donaldson dan Werhane, 1983: 240). Pandangan ini menunjukkan bahwa pada
era itu, seorang ilmuwan sekalipun (Friedman adalah pemenang Hadiah Nobel
Ekonomi tahun 1976), tidak mengakui pentingnya pertimbangan-pertimbangan
moral dan etika lingkungan dalam kegiatan bisnis. Setidaknya pandangan
Friedman merepresentasikan wacana yang bergulir saat itu.
Kegiatan produksi dalam skala besar selama ini mengasumsikan dua hal
mengenai ekologi (Bertens, 200: 310). Pertama, dunia bisnis menganggap
komponen-komponen
lingkungan
sebagai
barang
umum
sehingga
bebas
dipergunakan siapa saja. Karena komponen-komponen alamiah itu menjadi milik
umum, maka tidak perlu dilindungi sebagaimana milik pribadi. Akibatnya, sejak
permulaan perkembangannya, industri di seluruh dunia membuang limbahnya ke
sungai atau ke laut begitu saja. Tindakan itu menurut mereka tidak akan
merugikan siapapun. Baru pada tahun 1970-an di beberapa negara maju mulai
terjadi kesadaran terhadap pemahaman etika bisnis yang berwawasan lingkungan.
Berbagai perusahaan mulai menyusun kode etik, menempatkan pejabat struktural
5
yang mengurusi masalah etika dan tanggung jawab sosial, menyediakan sarana
hotline untuk mengantisipasi komplain masyarakat terhadap produk dan layanan
perusahaan dan sebagainya. Walaupun, di sisi lain, resistensi terhadap konsep
penerapan etika dalam bisnis masih tetap saja terjadi. Di antara mereka yang
terkenal, di samping Milton Friedman, adalah Theodore Leavitt (Profesor bidang
marketing dan editor The Harvard Business Review), tetap bersikukuh bahwa
tanggung jawab
perusahaan hanyalah menghasilkan profit.
Bila perusahaan
dituntut untuk berbuat lebih dari itu, maka dinilai berseberangan dengan prinsipprinsip free enterprise (Sobirin, 1998).
Asumsi kedua, alam merupakan sumber daya yang tidak terbatas. Memang
ada kesadaran secara teoritis bahwa sumber daya alam itu pada akhirnya
mempunyai limit, namun batas itu dianggap masih terlalu jauh. Kualitas air dan
udara diyakini tidak akan berubah begitu saja hanya karena emisi industri. Dengan
mekanismenya sendiri,
alam akan mengubah limbah-limbah dan polusi itu
menjadi komponen yang bisa diterima oleh alam.
Sebagai
makhluk
rasional,
manusia
selalu
ingin
menggunakan
pertimbangan penalaran akalnya. Namun ia tidak selalu dapat melakukan hasil
pertimbangan akalnya karena manusia juga harus mempertimbangkan situasi dan
kondisi sekitarnya. Sementara itu, sebagai makhluk rasional an sich pertimbangan
rasional tidak bergantung pada situasi dan kondisi lingkungan, tetapi hanya
bergantung kepada penalaran semata. Dengan kata lain, meskipun sebenarnya
secara naluriah manusia memiliki potensi kepedulian ekologis, namun pada tahap
aksi pertimbangan itu justru dikuasai oleh rasionya. Masyarakat yang belum maju
6
dalam perindustrian, memiliki kearifan lingkungan yang lebih tinggi, sehingga
disebut eqilibrium society, sedangkan pada masyarakat maju (industrialized) sifat
kontra ekologis akan lebih mudah terlihat (Abdillah, 2001: 2-3).
Demi menjalankan
bisnis
secara efisien,
murah dan mendatangkan
keuntungan besar, pelaku bisnis pada masyarakat maju tidak lagi melibatkan
pertimbangan-pertimbangan
etis
dalam membuang limbah,
merambah hutan,
mengebor sumber daya alam, dan lain-lain. Dengan kata lain, selama aturanaturan
hukum
dipenuhi,
tanggung
jawab
moral
pelaku
bisnis
hanyalah
menyediakan barang dan jasa dalam rangka memperoleh keuntungan maksimal;
di luar itu, mereka tidak memiliki tanggung jawab moral apapun (Fieser, 1996).
Tindakan homo economicus yang kurang ramah terhadap lingkungan tidak
bisa lepas dari pandangan kosmologis tertentu yang menumbuhkan sikap
eksploitatif terhadap alam. Karena itu, pengembangan etika ekonomi lingkungan
menghendaki adanya ”perubahan paradigma” secara fundamental dari paradigma
kosmologis yang menumbuhkan eksploitatif terhadap alam kepada paradigma
yang menumbuhkan sikap lebih bersahabat dan ramah terhadap alam (Mulkan,
1995:1;
Wuraji,
1995:2).
Bahkan
beberapa
tahun
lalu
Bustanul
Arifin
memperkuat tesa Passmore. Ia mengatakan bahwa degradasi lingkungan lebih
banyak disebabkan oleh ”kelalaian” manusia dalam mengikuti dan menerapkan
kaidah-kaidah sains, serta ”keberanian” manusia dalam melawan etika atau nilai
moral
yang
dianutnya,
dan
”ketidakmampuan” manusia
kehidupan sehari-hari (Arifin, 2001:i).
berpraksis
dalam
7
Pembenahan dan internalisasi etika lingkungan ke dalam perilaku bisnis,
menurut peneliti, akan sangat tepat bila berawal dari dunia akademik, lebih
khusus lagi
dari mahasiswa ekonomi Islam yang memang sengaja dipersiapkan
sebagai calon entrepreneur Muslim. Oleh karena itu, yang menjadi pertanyaan
adalah bagaimana pengaruh sikap dan norma subyektif mahasiswa terhadap
perilaku ramah lingkungan.
Penelitian-Penelitian Sebelumnya
Teori keperilakuan dalam penelitian ekonomi lingkungan setelah tahun
1990-an lebih memfokuskan pada model struktural sikap tiga komponen, yaitu
kognitif, afektif dan konatif (Kalafatis et. Al., 1999; Chan, 1999). Ketiga
komponen tersebut merupakan konstruksi model dari ilmu psikologi yang
mendasari terbentuknya dimensi sikap. Hubungan antar komponen sikap tersebut
telah terbukti dapat menjelaskan dan memprediksi perilaku dengan baik (Azjen,
1988). Meskipun demikian, temuan empiris dengan kategori obyek penelitian,
latar
dan
desain
penelitian
serta
metode
pengujian
yang
berbeda-beda
mengungkap adanya hubungan yang tidak konsisten antara sikap dan perilaku
pada lingkungan (Martin & Simintras, 1995).
Beberapa
penelitian
berupaya
untuk
mengidentifikasi
karakteristik
perilaku ekonomi berwawasan lingkungan berkaitan dengan implikasi pemasaran
(di antaranya Lingyee, 1997; Chan, 1999; Vlosky et al., 1999; Chan & Lau, 2000;
Kalafatis et al., 1999; Follows & Jobber, 2000; Chan, 2001; Jiuan et al., 2001;
Laroche et al., 2001; Fotopoulos & Krystallis, 2002). Studi-studi tersebut
mencoba mengeksplorasi aspek kepedulian lingkungan dan perilaku ekonomi
8
berwawasan
lingkungan.
Temuan
penelitian
mengindikasikan
adanya
kecenderungan perilaku peduli lingkungan yang kuat di mana konsumen lebih
memilih produk-produk yang ramah lingkungan (Ottman, 1995). Meningkatnya
permintaan produk-produk ramah lingkungan ini ditanggapi oleh para pelaku
ekonomi
dengan
baik,
walaupun
masih
banyak
perusahaan
yang
belum
mempedulikan permasalahan pemasaran lingkungan. Revolusi pemasaran hijau
mulai menguat setelah terjadi degradasi lingkungan dikarenakan oleh aktivitas
perilaku ekonomi (konsumsi) rumah tangga (Chan, 1996).
Studi yang dilakukan Chan dan Lau (2000) mencoba meneliti pengaruh
budaya, afeksi ekologikal, dan pengetahuan ekologis terhadap perilaku pembelian
hijau konsumen Cina. Nilai budaya masyarakat Cina ternyata hanya berpengaruh
pada afek ekologikal namun tidak berpengaruh pada pengetahuan ekologikal
mereka. Dengan menggunakan model persamaan struktural untuk mengukur
signifikansi afeksi ekologikal dan pengetahuan ekologikal pada niat beli hijau dan
pembelian aktual hijau menunjukkan hubungan positif yang kuat. Hasilnya
menyatakan bahwa tingkat pengetahuan konsumen Cina rendah dan perilaku
pembelian hijau minimal.
Model
konseptual
yang
digunakan
oleh
Vlosky
(1999)
mencoba
membahas pengaruh persepsi dan kesadaran konsumen untuk membayar produk
hasil hutan yang memiliki sertifikasi dengan harga yang lebih mahal. Studi ini
lebih memfokuskan cakupan pada hubungan antara motivasi lingkungan intrinsik
dan keinginan konsumen untuk membayar produk kayu bersertifikasi dengan
harga premium. Perilaku pembelian konsumen yang berwawasan lingkungan juga
9
diteliti oleh Follows dan Jobber (2000) dengan menggunakan produk popok bayi
sekali pakai yang tidak ramah lingkungan dengan popok kain tradisional yang
lebih ramah lingkungan. Penelitian mereka bertujuan untuk mengembangkan
model yang dapat memprediksi pembelian dari suatu jenis produk ramah
lingkungan
yang spesifik.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai
suatu produk akan berpengaruh pada sikap konsumen pada produk tersebut dan
pada akhirnya akan berpengaruh pada niat perilaku ekonomi.
Secara umum, penelitian-penilitian di atas secara empiris menguji nilainilai tipologi sebagai dasar untuk menjelaskan pembentukan perilaku ekonomi
yang
bertanggung
mempengaruhi
jawab
sosial.
Penentuan
faktor-faktor
determinan
yang
nilai perilaku ramah lingkungan telah dilakukan Kalafatis et al.
(1999) dengan menggunakan theory of planned behaviour (TPB) sebagai dasar
kerangka konseptual. Teori tersebut diujikan pada wilayah yang berbeda, yaitu
Inggris dan Yunani. Temuan penelitian menunjukkan TPB dapat memprediksi dan
menjelaskan niat membeli produk ramah lingkungan dengan baik. Selain itu,
struktur
hubungan
antar-konstraks
antara
dua
situasi
yang
berbeda
mengindikasikan adanya stabilitas TPB sebagai teori yang sesuai digunakan
dalam pemasaran lingkungan.
Studi literatur menunjukkan bahwa penelitian terdahulu tentang kesadaran
lingkungan hanya sedikit yang berhasil menjelaskan landasan sosial dari perilaku
ekonomi. Oleh karena itu, studi yang dilakukan Ling-Yee (1997) berusaha
menjelaskan peran perbedaan karakteristik demografi konsumen pada hubungan
nilai-sikap-perilaku ekonomi ramah lingkungan.
Peran demografik konsumen
10
pada keterkaitan antara nilai-sikap-perilaku dalam penelitian Ling-Yee (1997)
digunakan sebagai pemoderasi dalam konteks konsumsi makanan sehat yang
ramah lingkungan. Variabel demografi yang memoderasi adalah status gender,
domisili, keterlibatan produk, dan tingkat pendapatan dari hubungan interaksi
antara sikap konsumen pada lingkungan terhadapkomitmen untuk berwawasan
lingkungan (Ling-Yee, 1997).
Temuan penelitian yang dilakukan Jiuan et al. (2001) di Singapura
menjelaskan
bahwa
sebagian
masyarakat
Singapura
menyadari
adanya
permasalahan lingkungan. Kesadaran lingkungan masyarakat Singapura dibentuk
karena pengaruh laporan surat kabar harian yang mereka baca daripada promosi
yang dilakukan perusahaan.
Sikap
dan perilaku masyarakat Singapura ini
dipengaruhi oeh berbagai variabel demografi seperti usia, gender, kelompok etnik
dan tingkat pendidikan.
Penelitian perilaku ekonomi hijau di Indonesia yang dilakukan Adiwijaya
(2009) juga mendeskripsikan bahwa sesungguhnya masyarakat telah menyadari
adanya persoalan lingkungan.namun studi ini menggambarkan bahwa perilaku
para pelaku ekonomi Indonesia masih sangat jauh dari idealitas. Secara spesifik
peneliti
memotret
perilaku
bisnis
ritel
dan
konsumen
yang
lebih
suka
memproduksi dan menggunakan kantong plastik. Meskipun sebagian besar dari
mereka telah mengetahui bahaya
plastik terhadap lingkungan, namun kesadaran
itu masih sebatas persepsi.
Nugraha meneliti pengaruh kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan
perusahaan di Indonesia pada tahun 2004 dan menemukan bahwa kinerja
11
lingkungan perusahaan yang semakin baik akan diikuti oleh kinerja keuangan
(ROA) yang semakin baik pula. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil yang
ditemukan oleh Earnhart dan Lizal (2006) dan Al Tuwaijri et al (2003) serta
penelitian
yang
dilakukan di Indonesia seperti Nurhasanah (2007).
Hasil
penelitian ini juga mendukung teori bahwa perusahaan yang bertanggung jawab
secara sosial akan mendapat tanggapan positif seperti pemberian kemudahan dari
investor dan kreditor, loyalitas pekerja dan loyalitas konsumen. Hasil penelitian
ini juga mendukung konsep eco-efficiency bahwa perusahaan dapat meningkatkan
tambahan nilainya dengan melaksanakan aktivitas yang ramah lingkungan.
Perdana (2010) menyatakan bahwa sikap menyederhanakan gaya hidup
secara suka rela memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku bertanggung
jawab terhadap lingkungan dan sikap terhadap peraturan pemerintah tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku bertanggungjawab terhadap
lingkungan. Menurut Perdana hasil penelitian yang diperolehnya dipengaruhi oleh
konsistensi,
konseptualisasi
dan
pengukuran
perilaku
serta
kekhususan
pengukuran sikap yang pada akhirnya mempengaruhi perilaku bertanggung jawab
terhadap lingkungan.
Penelitian yang dilakukan oleh Lestari pada produk ramah lingkungan
(2008) menunjukkan bahwa ketertarikan pada produk dan kepedulian pada
pembelian mempengaruhi intention to buy pada produk ramah lingkungan.
Berdasar studi-studi tentang perilaku berwawasan lingkungan sebelumnya, maka
studi ini merupakan studi empiris pengembangan model perilaku ekonomi ramah
lingkungan dengan objek penelitian yang spesifik pada perilaku tertentu, dalam
12
konteks studi ini adalah calon entrepreneur Muslim. Instrumen pengukuran
variabel-variabel lingkungan
pada
dalam studi ini dioperasionalisasikan sebagai sikap
perilaku yang spesifik Islam-Indonesia. Posisi studi perilaku ekonomi
berwawasan lingkungan ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah
pada objek dan jenis perilakunya.
Hubungan antara Sikap dan Perilaku
Berdasarkan teori Multi Attribute Model, sikap seseorang terhadap obyek
adalah hasil akumulasi dari penilaian-penilaiannya terhadap obyek tersebut.
Menurut Fishbein ada tiga model dalam penilaian sikap tersebut, yaitu the
attitude-toward-object model, the attitude-toward-behaviour model dan theory-ofreasoned-action
model.
The
attitude-toward-object
model
sesuai untuk
pengukuran sikap terhadap kategori produk atau jasa atau brand tertentu. Menurut
model ini, biasanya konsumen memiliki sikap yang menguntungkan terhadap
brand yang mereka percayai memiliki level atribut yang cukup yang mereka
evaluasi sebagai positif, dan sikap yang tidak menguntungkan terhadap brand
yang mereka merasa tidak memiliki atribut yang cukup atau memiliki terlalu
banyak atribut negatif.
Fishbein (1975) memperluas dan memodifikasi model sikap multi ciri dan
mengkaitkan kepercayaan dan sikap konsumen pada keinginan berperilaku
mereka. Teori Fishbein ini mengasumsikan bahwa konsumen secara sadar
mempertimbangkan
konsekuensi
alternatif
berperilaku
yang
sedang
dipertimbangkan dan memilih salah satu yang dapat memberikan konsekuensi
paling diharapkan.
13
Keinginan berperilaku tercipta melalui proses pilihan keputusan di mana
kepercayaan tentang dua jenis konsekuensi Act dan Norma Subjektif (SN)
dipertimbangkan serta diintegrasikan untuk mengevalusi perilaku alternatif dan
memilih salah satu diantaranya. Kekuatan dan evaluasi kepercayaan utama
konsumen tentang konsekuensi fungsional aksi dikombinasikan untuk membentuk
sikap terhadap perilaku. Teori ini menyatakan bahwa sikap konsumen terhadap
perilaku dan norma subjektif akan mempengaruhi keinginan berperilaku dan
bahwa pengaruh relatif mereka beragam dari satu situasi ke situasi yang lain.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Fishbein dalam theory of reasoned
action model, perilaku merupakan kombinasi dari sikap dengan norma subjektif
konsumen.
Hubungan Antara Sikap dan Perilaku
Evaluasi Atribut Etika
Kepercayaan terhadap Etika
Norma Sosial :
Kepercayaan Normatif
Motivasi untuk Patuh dan Taat
Evaluasi Keseluruhan atas Suatu Tindakan
Maksud Untuk Berperilaku Etika
Perilaku Etika
14
Model ini memiliki dua komponen yaitu komponen sikap dan komponen norma
subjektif. Komponen sikap bersifat internal dan berkaitan langsung dengan atribut
yang
memiliki peranan
penting
dalam pengukuran perilaku,
menentukan tindakan apa yang akan dilakukan,
karena akan
tanpa dipengaruhi faktor
eksternal. Sedangkan komponen norma subjektif bersifat eksternal dan memiliki
pengaruh pada perilaku individu. Komponen ini dibentuk oleh pertama, keyakinan
normatif individu bahwa kelompok atau seseorang yang menjadi referensi
menginginkan individu tersebut melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan.
Kedua, motivasi individu untuk menuruti keyakinan normatif tersebut.
Pengembangan Hipotesis
Teori Fishbein (1975) mengasumsikan bahwa konsumen secara sadar
mempertimbangkan konsekuensi alternatif berperilaku dan memilih salah satu
yang menurutnya dapat memberikan konsekuensi paling diharapkan. Keinginan
berperilaku tercipta melalui proses pemilihan keputusan di mana kepercayaan
tentang dua jenis konsekuensi Act dan Norma Subjektif (SN) dipertimbangkan
serta diintegrasikan untuk mengevalusi perilaku alternatif dan memilih salah satu
di antaranya. Kekuatan dan evaluasi kepercayaan utama konsumen tentang
konsekuensi fungsional aksi dikombinasikan untuk membentuk sikap terhadap
perilaku. Teori ini menyatakan bahwa sikap konsumen terhadap perilaku dan
norma subjektif berkombinasi untuk mempengaruhi keinginan berperilaku dan
bahwa pengaruh relatif mereka beragam dari satu situasi ke situasi yang lain.
15
Berdasarkan pembahasan di atas, hipotesa yang hendak diuji dalam
penelitian ini adalah;
Hipotesa 1: Sikap berpengaruh positif terhadap perilaku ramah lingkungan
Hipotesa 2: Norma subjektif berpengaruh positif terhadap perilaku ramah
lingkungan
Kerangka
pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam bagan
berikut:
Gambar 2.5
Kerangka Pemikiran
Keyakinan bahwa
sikap akan
mendorong pada hasil
tertentu
Evaluasi
Keyakinan bahwa referen
tertentu akan menyarankan
saya untuk berperilaku atau
tidak berperilaku
Motivasi untuk Menuruti
Referen Tertentu
Tanggapan
Responden
Nilai Sikap
Nilai Norma Subjektif
Nilai Perilaku
METODE PENELITIAN
Populasi dan Objek
Menurut Sekaran (2003) populasi adalah keseluruhan obyek
yang
karakteristiknya hendak diduga. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa
16
Program DIII Perbankan Syariah yang telah mengikuti mata kuliah Etika Bisnis
Islam. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 38 responden. Responden
dalam penelitian ini sedang berada pada semester 4.
Obyek penelitian ini adalah perilaku etika lingkungan mahasiswa STAIN
Salatiga Program D3 Perbankan Syariah yang telah mengikuti mata kuliah Etika
Bisnis Islam. Penelitian ini menggunakan dua tipe data yaitu data primer; data
yang didapat dari sumber pertama kali dari individu atau perseorangan seperti
hasil wawancara atau pengisian kuesioner. Kedua, data sekunder, data primer
yang telah diolah lebih lanjut.
Sampel dalam penelitian ini sama dengan populasi dalam penelitian ini
yaitu mahasiswa Program DIII Perbankan Syariah yang telah mengikuti mata
kuliah Etika Bisnis Islam. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 38
responden. Responden dalam penelitian ini saat penelitian ini dilakukan sedang
menempuh semester 4. Karena jumlah populasinya sangat sedikit, maka semua
digunakan sebagai sampel karena menurut Sekaran untuk penelitian kuantitatif
setidaknya jumlah responden adalah 30
orang.
Namun setelah kuesioner
dikumpulkan kembali dari responden, hanya 36 responden yang mengembalikan
dan mengisi kuesioner dengan benar.
Metode Pengumpulan Data
Data primer diperoleh dengan menyebarluaskan kuesioner yang terdiri dari
20 item pertanyaan pada 38 responden. Responden diminta mengisi kuesioner
tentang pengukuran perilaku etika lingkungan dengan menggunakan lima skala
17
likert, yaitu 5 : sangat yakin, 4 : yakin, 3 : ragu-ragu, 2 : tidak yakin dan 1 : sangat
tidak yakin.
Analisa Fishbein
Theory
of
reasoned
action
yang
dikembangkan
oleh
Fishbein
menunjukkan integrasi komprehensif komponen sikap ke dalam struktur yang
didesain untuk mendorong penjelasan dan prediksi yang lebih baik dari perilaku.
Teori ini menggunakan komponen kognitif, afektif dan konatif. Model ini
menyatakan bahwa prediktor perilaku yang terbaik adalah intention to act. Jika
ingin mengetahui apa dibalik intention adalah sikap dan norma subjektif. Sikap
dibentuk dari keyakinan (persepsi dan pengetahuan) dan penilaian. Keyakinan
dibentuk dari pengalaman dan dari informasi yang didapat dari sumber lain.
Norma subjektif diukur dengan memperoleh perasaan konsumen terhadap
keluarga, teman, dan atasan tentang apa yang mereka fikir tentang tindakan yang
akan dilakukan. Norma subjektif dibentuk dari keyakinan dan motivasi.
Pengujian Sikap dan Norma Subjektif terhadap Perilaku
Beh = a + b1 S + b2 NS + e
Di mana :
Beh
S
NS
e
: Perilaku ramah lingkungan
: Sikap
: Norma subjektif
: error term
ANALISA DATA
Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi. Kriteria
pengujian dikatakan valid jika koefisien korelasinya (r hitung) berharga positif
18
dan sama atau lebih besar dari r tabel dengan taraf signifikansi 5% maka dapat
disimpulkan signifikan. Dengan df 34 alpha 0.05 maka r tabelnya adalah 0.279.
Berdasarkan hasil pengujian validitas, dapat dikatakan bahwa semua butir
kepercayaan sikap adalah valid kecuali butir satu.
Hasil Validitas Kepercayaan Sikap
No
Butir
1
2
3
4
5
6
R hitung
r tabel
Keterangan
0.231
0.385
0.516
0.634
0.510
0.555
0.279
0.279
0.279
0.279
0.279
0.279
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Hasil Validitas Evaluasi Sikap
No Butir
1
2
3
4
5
6
r hitung
0.129
0.114
0.372
0.627
0.612
0.531
r tabel
0.279
0.279
0.279
0.279
0.279
0.279
Keterangan
Tidak Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Berdasarkan uji validitas, ternyata butir pertama dan kedua dalam evaluasi
sikap tidak valid karena r hitung lebih kecil dari r tabel. Langkah yang dilakukan
peneliti adalah menghapus butir yang tidak valid tersebut.
Hasil Validitas Keyakinan Norma Subjektif
No Butir
1
2
3
4
r hitung
0.548
0.724
0.423
0.684
r tabel
0.279
0.279
0.279
0.279
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
19
Berdasarkan uji validitas, ternyata butir pertama dalam butir keyakinan
norma subjektif tidak valid karena r hitung lebih kecil dari r tabel. Langkah yang
dilakukan peneliti adalah menghapus butir yang tidak valid tersebut.
Hasil Validitas Evaluasi Norma Subjektif
No Butir
1
2
3
4
r hitung
0.531
0.273
0.517
0.686
r tabel
0.279
0.279
0.279
0.279
Keterangan
Valid
TidakValid
Valid
Valid
Berdasarkan uji validitas, ternyata butir kedua dalam evaluasi norma
subjektif tidak valid karena r hitung lebih kecil dari r tabel. Langkah yang
dilakukan peneliti adalah menghapus butir yang tidak valid tersebut.
Hasil Validitas Perilaku
No Butir
1
2
3
r hitung
0.199
0.505
0.549
r tabel
0.279
0.279
0.279
Keterangan
Tidak Valid
Valid
Valid
Berdasarkan uji validitas, ternyata butir perilaku pertama tidak valid
karena r hitung lebih kecil dari r tabel.
Analisa Reliabilitas
Reliabilitas instrumen dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan rumus
Alpha dari Cronbach. Kriteria pengujian adalah jika nilai Alpha Cronbach hitung
> 0,6 maka instrumen yang diuji reliabel dan memenuhi syarat untuk digunakan
dalam alat pengukuran analisis. Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan bahwa
semua skor yang diteliti yaitu keyakinan dan evaluasi memiliki nilai alpha hitung
masing-masing lebih besar dari 0.6, dengan demikian maka semua butir
20
pertanyaan memiliki reliabilitas yang cukup baik (menurut klasifikasi Sekaran,
2000).
No
1
2
3
4
5
Hasil Pengujian Reliabilitas
Faktor
Nilai Alpha
Keyakinan
0.737
Evaluasi
0.645
Keyakinan
0.790
Evaluasi
0.822
Perilaku
0.612
Status
Dapat Diterima
Dapat Diterima
Dapat Diterima
Baik
Dapat Diterima
Analisa Model Fishbein
Berdasarkan hasil analisa ini dapat dikatakan bahwa sikap positif atau negatif
seseorang dibentuk oleh komponen keyakinan dan penilaian.
1. Keyakinan Sikap Responden
Keseluruhan skor keyakinan (bi) sikap responden
No
1
2
3
4
Penilaian terhadap atribut (bi)
Perilaku ramah lingkungan dapat dimulai dari
lingkungan sekitar
Perilaku ramah lingkungan harus didukung
banyak pihak
Perilaku ramah lingkungan harus dipromosikan
di kota maupun di desa
Perilaku ramah lingkungan harus dilakukan
sejak dini
Skor
165
156
147
176
Dari tabel di atas, skor yang paling tinggi (setelah atribut satu dan dua dihapus
karena tidak valid) adalah pada atribut bahwa perilaku ramah lingkungan harus
dilakukan sejak dini dan skor yang paling rendah adalah pada atribut bahwa
perilaku ramah lingkungan harus dipromosikan di kota maupun di desa.
2. Penilaian sikap responden (Evaluasi)
Keseluruhan skor evaluasi (ei) sikap responden
No
Penilaian terhadap atribut (ei)
Skor
21
1
2
3
4
Perilaku ramah lingkungan dapat dimulai dari
lingkungan sekitar
Perilaku ramah lingkungan harus didukung
banyak pihak
Perilaku ramah lingkungan harus dipromosikan
di kota maupun di desa
Perilaku ramah lingkungan harus dilakukan
sejak dini
166
157
150
170
Dari tabel di atas, skor yang paling tinggi (setelah atribut satu dan dua dihapus
karena tidak valid) adalah pada atribut bahwa perilaku ramah lingkungan harus
dilakukan sejak dini dan skor yang paling rendah adalah pada atribut bahwa
perilaku ramah lingkungan harus dipromosikan di kota maupun di desa.
3. Penilaian Keyakinan Norma Subjektif Responden
Keseluruhan Skor Keyakinan Norma Subjektif
No
1
2
3
4
Penilaian terhadap atribut (ni)
Skor
Orang tua saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku
151
ramah lingkungan
Guru saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku ramah
146
lingkungan
Teman saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku ramah
106
lingkungan
Saudara saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku
118
ramah lingkungan
Dari tabel di atas, skor yang paling tinggi adalah pada atribut: Bahwa
orang tua saya menyarankan untuk berperilaku ramah lingkungan dan skor yang
paling rendah adalah pada atribut bahwa teman saya menyarankan untuk
berperilaku ramah lingkungan.
4. Penilaian Evaluasi Norma Subjektif Responden
Keseluruhan Skor Evaluasi Norma Subjektif
No
Penilaian terhadap atribut (si)
Skor
22
1
2
3
4
Orang tua saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku ramah
lingkungan
Guru saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku ramah lingkungan
Teman saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku ramah
lingkungan
Saudara saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku ramah
lingkungan
142
128
114
127
Tabel di atas menunjukkan skor yang paling tinggi adalah pada atribut
bahwa orang tua saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku ramah lingkungan
dan skor yang paling rendah adalah pada atribut bahwa teman saya menyarankan
saya sebaiknya berperilaku ramah lingkungan.
5. Penilaian Perilaku Ramah Lingkungan Responden
Keseluruhan Skor Perilaku Ramah Lingkungan Responden
No
1
2
Penilaian terhadap atribut perilaku (beh)
Saya mungkin akan berperilaku ramah lingkungan
Saya pasti berperilaku ramah lingkungan
Skor
144
136
Dari tabel di atas, skor yang paling tinggi (setelah butir pertama dihapus karena
tidak valid) adalah pada atribut bahwa saya mungkin akan berperilaku ramah
lingkungan daripada saya pasti berperilaku ramah lingkungan.
6. Pengelompokan Skor Sikap Responden
Pengelompokan skor sikap responden dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Skor sikap maksimum adalah maksimum skala bi x maksimum skala ei x
jumlah atribut
Skor sikap maksimum = 5 x 5 x 4 = 100
23
2. Skor sikap minimum adalah minimal skala bi x minimal skala ei x jumlah
atribut
Skor sikap minimum adalah = 1 x 1 x 4 = 4
Dengan mengetahui skor maksimal dan skor minimal maka kita dapat
menentukan rentang untuk klasifikasi skor sikap yang terdiri dari lima kategori
yaitu sangat positif, positif, netral, negatif dan sangat negatif. Dari skor maksimal
sebesar 100 dan skor minimal sebesar 42, maka klasifikasi rentang tiap kategori
adalah :
(skor maksimal – skor minimal)/5 = (100-42)/5 = 58/5 = 11.6 = 12
Klasifikasi Skor Sikap Secara Keseluruhan
No
1
2
3
4
5
Kategori
Sangat positif
Positif
Netral
Negatif
Sangat negatif
Rentang
90 – 100
78 – 89
66 – 77
54 – 65
42 – 53
Sikap ramah lingkungan responden adalah netral karena rerata skor sebesar 77.3
dibulatkan menjadi 77 terletak diantara 66-77.
7. Pengelompokan Skor Norma Subjektif Responden
Dengan mengetahui skor maksimal dan skor minimal maka kita dapat
menentukan rentang untuk klasifikasi skor norma subjektif yang terdiri dari lima
kategori yaitu sangat positif, positif, netral, negatif dan sangat negatif. Dari skor
maksimal sebesar 80 dan skor minimal sebesar 24, maka klasifikasi rentang tiap
kategori adalah :
(skor maksimal – skor minimal)/5 = (80-24)/5 = 56/5 = 11.2 = 11
24
Klasifikasi skor norma subjektif secara keseluruhan
No
1
2
3
4
5
Kategori
Sangat positif
Positif
Netral
Negatif
Sangat negatif
Rentang
68 – 80
57 – 67
46 – 56
35 – 45
24 – 34
Skor norma subjektif responden adalah netral karena rerata skor sebesar 50.9
dibulatkan menjadi 51 terletak diantara 46-56.
8. Pengelompokan Skor Perilaku Responden
Dengan mengetahui skor maksimal dan skor minimal maka kita dapat
menentukan rentang untuk klasifikasi skor norma subjektif yang terdiri dari lima
kategori yaitu sangat positif, positif, netral, negatif dan sangat negatif. Dari skor
maksimal sebesar 80 dan skor minimal sebesar 24, maka klasifikasi rentang tiap
kategori adalah :
(skor maksimal – skor minimal)/5 = (10-5)/5 = 1
Klasifikasi Skor Perilaku Secara Keseluruhan
No
1.
2.
3.
4.
5.
Kategori
Sangat positif
Positif
Netral
Negatif
Sangat negatif
9 – 10
8–9
7–8
6–7
5–6
Rentang
Skor perilaku responden adalah netral karena rerata skor sebesar 7.57 dibulatkan
menjadi 7.6 terletak diantara 7 - 8.
9. Analisa Pengujian Pengaruh Sikap dan Norma Subjektif terhadap Perilaku
Ramah Lingkungan
25
Regression
b
V ariables Entered/Re moved
Model
1
Variables
Entered
lnns, lnatt2a
Variables
Removed
.
Method
Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: behdel
Model Summ ary
Model
1
R
R Square
,543 a
,295
Adjusted
R Square
,254
Std. Error of
the Estimate
1,19667
a. Predictors: (Constant), lnns, lnatt2
ANOVAb
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
20,392
48,689
69,081
df
2
34
36
Mean Square
10,196
1,432
F
7,120
Sig.
,003 a
a. Predictors: (Constant), lnns, lnatt2
b. Dependent Variable: behdel
Coefficie ntsa
Model
1
(Constant)
lnatt2
lnns
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
-5,386
4,336
1,130
,817
2,084
,577
Standardized
Coefficients
Beta
,200
,522
t
-1,242
1,383
3,615
Sig.
,223
,176
,001
a. Dependent Variable: behdel
Berdasarkan output SPSS tersebut di atas, besarnya Adjusted R squared
adalah 0.254 yang berarti 25,4% variasi perilaku ramah lingkungan dapat
dijelaskan oleh variasi dari sikap dan norma subjektif. Sedangkan sisanya 74,6%
dijelaskan oleh faktor lainnya di luar model.
26
Berdasarkan hasil uji F, peneliti mendapatkan nilai F hitung sebesar 7,120
dengan tingkat probabilitas 0.003. Karena probabilita jauh lebih kecil dari 0,05
maka
model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi perilaku ramah
lingkungan atau dapat dikatakan bahwa sikap ramah lingkungan dan norma
subjektif secara bersama-sama berpengaruh terhadap perilaku ramah lingkungan.
Berdasarkan hasil uji t, peneliti mendapatkan nilai t hitung 1,383 untuk
sikap dengan probabilitas 0,176, di mana nilai probabilitas ini jauh diatas 0,05
sehingga sikap ramah lingkungan menjadi tidak signifikan terhadap perilaku
ramah
lingkungan.
Norma
subjektif dengan nilai t hitung 3,615
dengan
probabilitas 0,001, di mana nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka norma
subjektif menjadi signifikan berpengaruh terhadap perilaku ramah lingkungan.
Dengan demikian, maka hipotesa 1 ditolak dan hipotesa 2 diterima.
Perilaku = -5,386 + 1,13 S + 2,084 NS + e
Konstanta sebesar -5,386 maka jika variabel sikap dan norma subjektif dianggap
konstan, maka perilaku ramah lingkungan sebesar -5,386. Koefisien regresi sikap
sebesar 1,13 menyatakan bahwa setiap penambahan sikap sebesar satu satuan
akan meningkatkan perilaku sebesar 1,13. Koefisien regresi norma subjektif
sebesar 2,084 menyatakan bahwa setiap penambahan norma subjektif sebesar satu
satuan akan meningkatkan perilaku 2,084.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa :
27
1. Skor sikap yang paling tinggi (setelah atribut satu dan dua dihapus karena tidak
valid) adalah pada atribut bahwa perilaku ramah lingkungan harus dilakukan
sejak dini dan skor yang paling rendah adalah pada atribut bahwa perilaku
ramah lingkungan harus dipromosikan di kota maupun di desa.
2.
Skor norma subjektif yang paling tinggi adalah pada atribut bahwa orang tua
saya menyarankan untuk berperilaku ramah lingkungan dan skor yang paling
rendah adalah pada atribut bahwa teman saya menyarankan untuk berperilaku
ramah lingkungan
3.
Skor perilaku yang paling tinggi (setelah butir pertama dihapus karena tidak
valid) adalah pada atribut bahwa saya mungkin akan berperilaku ramah
lingkungan daripada saya pasti berperilaku ramah lingkungan.
4. Berdasarkan output SPSS, besarnya Adjusted R squared adalah 0.254 yang
berarti 25,4% variasi perilaku ramah lingkungan dapat dijelaskan oleh variasi
dari sikap dan norma subjektif. Sedangkan sisanya 74,6% dijelaskan oleh
faktor lainnya di luar model.
5.
Berdasarkan hasil uji F, peneliti mendapatkan nilai F hitung sebesar 7,120
dengan tingkat probabilitas 0.003. Karena probabilita jauh lebih kecil dari
0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi perilaku ramah
lingkungan atau dapat dikatakan bahwa sikap ramah lingkungan dan norma
subjektif
secara
bersama-sama
berpengaruh
terhadap
perilaku
ramah
lingkungan.
6.
Berdasarkan hasil uji t, peneliti mendapatkan nilai t hitung 1,383 untuk sikap
dengan probabilitas 0,176, di mana nilai probabilitas ini jauh diatas 0,05
28
sehingga sikap ramah lingkungan menjadi tidak signifikan terhadap perilaku
ramah lingkungan. Norma subjektif dengan nilai t hitung 3,615 dengan
probabilitas 0,001, di mana nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka norma
subjektif menjadi signifikan berpengaruh terhadap perilaku ramah lingkungan.
Dengan demikian, maka hipotesa 1 ditolak dan hipotesa 2 diterima.
Berdasarkan
menyarankan
kelemahan
penelitian
yang
yang
terkandung
memperluas
dalam penelitian
jangkauan
ini,
penelitian
peneliti
dengan
menambah kriteria responden supaya tidak terlalu sempit. Penelitian dimaksud
hendaknya memasukkan variabel lain di luar variabel dalam theory of reasoned
action model Fishbein. Penelitian yang akan datang dapat menggunakan metode
penelitian yang lain seperti SEM atau memakai binary classification .
29
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Mujiono Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Qur’an (Jakarta:
Paramadina, 2001),
Agustina, Neneng, 2004, Analisa Sikap Konsumen Terhadap Tipe Sepeda Motor
Merek Yamaha, Skripsi, UGM Yogyakarta
Assael, Henry, 1992, Consumer Behaviour and Marketing Action , PWS-Kent
Publishing Company, Boston
Bertens, K., Pengantar Etika Bisnis (Yogyakarta: Kanisius, 2000).
Calne, Donald B. Within Reason: Rationality and Human Behavior (Canada:
Pantheon, 1999).
Dharmmesta, Basu S dan Handoko, Hani, 1998, Manajemen Pemasaran : Analisa
Perilaku Konsumen , BPFE, Yogyakarta
Donaldson, Thomas dan P. Werhane (ed.), Ethical Issues in Business. A
Philosophical Approach, (New Jersey: Prentice Hall, 1983).
Fishbein, 1975, Belief, Attitude, Intentionand Behaviour : An Introduction to
Theory and Research , Addison Wesley Publishing Company, Sidney
Kottler, Philip, Armstrong, Gary, 1997, Principle of Marketing , Prentice Hall,
New Jersey
Lestari., Arkhemi Suci, 2008, Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat
Beli Produk Ramah Lingkungan , Skripsi, Akuntansi, UGM
Loudon dan Bitta, 1998, Consumer Behaviour : Concept and Application , Mc
Graw Hill, Singapore
Nugraha., Yanu Artha, 2004, Analisis Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap
Kinerja Keuangan Perusahaan di Indonesia , Skripsi, Akuntansi, UGM,
Yogyakarta
Perdana., Aulia, 2010, Pengaruh Sikap Menyederhanakan Gaya Hidup Suka rela
dan
Sikap terhadap Peraturan Lingkungan pada
Perilaku
Bertanggungjawab pada Lingkungan, Thesis, Manajemen, UGM
Perusahaan ke dalam Corporate Behavior ," dalam SINERGI, VOL. 1, No. 1,
1998.
Prono, Luca, “Protestant Ethics,” dalam Mehmet Odekon (ed.), Encyclopedia of
World Poverty, (London: SAGE Publication, 2006), hal. 879.
Rahadjo, Dawam, "Etika Bisnis Menghadapi Globalisasi dalam PJP II," dalam
PRISMA, No. 2 (Jakarta: LP3ES, 1995)
Rangkuti, Freddy, 2002, Measuring Consumer Satisfaction , Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Roby C D, 2007, Analisis Sikap terhadap Merek dan Niat P embelian pada Iklan
Komparatif Tidak Langsung dan Iklan Non Komparatif , Skripsi, UGM
Yogyakarta
Rosenthal, Elisabeth dan Andrew C. Revkin, “Science Panel Says Global
Warming is „Unequivocal‟,” New York Times, 3 Feb. 2007.
Said, Mad Aini, “Environmental Concerns, Knowledge and Practices Gap Among
Malaysian Teachers International Journal Of Sustainability in Higher
Education,” Vol. 4 No. 4, 2003.
30
Santosa., Singgih, 2004, Mengelola Data Statistik secara Profesional, Elex Media
Komputindo, Jakarta
Schiffman, Leon G, Kanuk, Leslie L, 2004, Consumer Behaviour , Prentice Hall,
New Jersey
Sekaran., Uma, 2000, Research Methods for Business : A Skill Building
Approach, John Willey & Sons
Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Quran (Bandung: Mizan, 1996), hal.4.
Sobirin, Achmad, "Internalisasi Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial
Wells., William D, Prensky., Davis, 1996, Consumer Behaviour , John Willey &
Sons, New York
ISSN
19787332
Analisis pengaruh sikap dan norma subjektif mahasiswa
terhadap perilaku ramah lingkungan (Kajian Etika Bisnis
Islam di STAIN Salatiga)
Nafis Irkhami
Email: nafisirkhami@gmail.com
ABSTRAK
Lemahnya pertimbangan moral dan etika di kalangan pelaku bisnis
dianggap sebagai salah satu faktor penting terjadinya eskalasi kerusakan
lingkungan. Oleh karena itu, internalisasi etika lingkungan ke dalam perilaku
bisnis akan sangat tepat bila berawal dari para calon entrepreneur . Pertanyaannya
adalah, sejauh mana keberhasilan upaya internalisasi etika bisnis Islam di
perguruan tinggi? Dengan kata lain, persoalan yang akan dijawab dalam penelitian
ini adalah mengenai pengaruh sikap dan norma subyektif mahasiswa terhadap
perilaku ramah lingkungan. Obyek penelitian ini adalah perilaku etika lingkungan
mahasiswa STAIN Salatiga Program D3 Perbankan Syariah yang telah mengikuti
mata kuliah Etika Bisnis Islam.
Theory of reasoned action Fishbein diterapkan untuk menjelaskan sikap
obyek. Sikap dibentuk dari keyakinan dan penilaian. Keyakinan dibentuk dari
pengalaman dan dari informasi yang didapat dari sumber lain. Norma subjektif
diukur dengan memperoleh perasaan konsumen terhadap keluarga, teman, dan
atasan tentang apa yang mereka pikir tentang tindakan yang akan dilakukan.
Norma subjektif dibentuk dari keyakinan dan motivasi. Pengujian sikap dan
norma subjektif terhadap perilaku menggunakan formula Beh = a + b1 S + b2 NS +
e. Berdasarkan hasil uji t, sikap ramah lingkungan menjadi tidak signifikan
terhadap perilaku ramah lingkungan, sedangkan norma subjektif menjadi
signifikan berpengaruh terhadap perilaku ramah lingkungan.
Key words: Sikap, norma dan perilaku ramah lingkungan, Teori Reasoned Action
2
Pendahuluan
Lingkungan hidup telah menjadi persoalan yang sangat komplek pada
abad ini. Perubahan iklim dan pemanasan global tidak lagi sekedar menjadi
“peringatan” namun sudah mulai menunjukkan dampak-dampak serius yang
mengancam kehidupan manusia. Di berbagai wilayah Indonesia, dampak tersebut
ditunjukkan dengan berbagai bencana, seperti banjir pasang, angin puting beliung,
banjir karena hujan dan kemarau berkepanjangan. Kerusakan lingkungan yang
menjadi pemicu sekaligus penyebab pemanasan global tidak bisa dilepaskan dari
perilaku individu-individu yang tidak ramah terhadap lingkungan. Sebanyak 113
negara
yang
mendiskusikan
pemanasan
global
dalam
suatu
forum
Intergovernmental Panel on Climate Change di Paris, 2007 sepakat pada satu
kesimpulan
bahwa pemanasan global besar kemungkinan disebabkan oleh
aktivitas manusia (Rosenthal dan Revkin, 2007).
Berbagai penelitian menunjukan bahwa faktor yang paling signifikan
mempengaruhi kondisi lingkungan adalah kesadaran publik (public awareness),
bukan kebijakan pemerintah (Said, 2003). Dengan kata lain, problem lingkungan
hidup lebih banyak bersumber dari perilaku individu serta pola konsumsi dan
produksi daripada berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Dengan kata lain,
kualitas lingkungan hidup sangat bergantung pada tingkat pengetahuan, sikap,
nilai dan praktik yang dilakukan oleh umat manusia. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa persoalan lingkungan berada pada wilayah etika individu, lebih
tepatnya, etika bisnis.
3
Bisnis selama ini dipahami sebagai aktivitas yang mengarah pada
peningkatan nilai tambah melalui proses penyediaan jasa, perdagangan atau
pengolahan barang (to provide products or services for profit ). Dalam konteks
perusahaan atau entitas, bisnis dipahami sebagai suatu proses keseluruhan dari
produksi yang mempunyai kedalaman logika, bahwa bisnis dirumuskan sebagai
maksimasi keuntungan (profit maximization ) perusahaan dengan meminimumkan
biaya-biaya yang harus dikeluarkan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, bisnis seringkali lebih
menetapkan pilihan strategis daripada pendirian berdasarkan nilai (etik). Dalam
hal ini pilihan-pilihan strategis biasanya didasarkan kepada logika subsistence,
yakni menjalankan bisnis demi mempertahankan keberlangsungan hidup bisnis itu
sendiri. Namun konsekuensi dari kesadaran seperti ini pada akhirnya menuntun
kepada sikap bisnis yang benar-benar hanya mempertimbangkan keuntungan.
Bahkan kesadaran seperti ini telah menjadi semacam jargon yang dikenal luas
dalam masyarakat; "bisnis adalah bisnis," atau " the business of business is
business."
Fokus perhatian mereka adalah bagaimana memanfaatkan waktu
seoptimal mungkin untuk mengumpulkan uang, sebagaimana tertuang dalam frase
yang digulirkan Franklin, “Time is money” atau “Money is of the prolific,
generating nature” (Prono, 2006).
Selain di dunia praksis, penentangan terhadap penerapan etika ke dalam
ekonomi juga terjadi dalam dunia akademik. Milton Friedman, seorang profesor
emeritus dari Universitas Chicago, adalah salah seorang tokoh yang terkenal gigih
mempertahankan tesis pemisahan moral dengan bisnis. Pandangannya mulai
4
masyhur setelah tulisannya dipublikasikan dalam New York Times Magazine, 13
September 1970 dengan judul The Social Responsibility of Business is to Increase
Profits. Menurutnya doktrin tanggung jawab sosial dari bisnis akan merusak
sistem ekonomi perdagangan bebas (dalam Donaldson dan Werhane, 1983: 244)
Terkait dengan isu lingkungan, Friedman menyatakan bahwa perusahaan
tidak wajib mengeluarkan lebih banyak biaya untuk mengurangi polusi daripada
apa yang seperlunya demi kepentingan perusahaan dan apa yang dituntut oleh
hukum demi terwujudnya
tujuan
sosial,
yakni menjaga
lingkungan hidup
(Donaldson dan Werhane, 1983: 240). Pandangan ini menunjukkan bahwa pada
era itu, seorang ilmuwan sekalipun (Friedman adalah pemenang Hadiah Nobel
Ekonomi tahun 1976), tidak mengakui pentingnya pertimbangan-pertimbangan
moral dan etika lingkungan dalam kegiatan bisnis. Setidaknya pandangan
Friedman merepresentasikan wacana yang bergulir saat itu.
Kegiatan produksi dalam skala besar selama ini mengasumsikan dua hal
mengenai ekologi (Bertens, 200: 310). Pertama, dunia bisnis menganggap
komponen-komponen
lingkungan
sebagai
barang
umum
sehingga
bebas
dipergunakan siapa saja. Karena komponen-komponen alamiah itu menjadi milik
umum, maka tidak perlu dilindungi sebagaimana milik pribadi. Akibatnya, sejak
permulaan perkembangannya, industri di seluruh dunia membuang limbahnya ke
sungai atau ke laut begitu saja. Tindakan itu menurut mereka tidak akan
merugikan siapapun. Baru pada tahun 1970-an di beberapa negara maju mulai
terjadi kesadaran terhadap pemahaman etika bisnis yang berwawasan lingkungan.
Berbagai perusahaan mulai menyusun kode etik, menempatkan pejabat struktural
5
yang mengurusi masalah etika dan tanggung jawab sosial, menyediakan sarana
hotline untuk mengantisipasi komplain masyarakat terhadap produk dan layanan
perusahaan dan sebagainya. Walaupun, di sisi lain, resistensi terhadap konsep
penerapan etika dalam bisnis masih tetap saja terjadi. Di antara mereka yang
terkenal, di samping Milton Friedman, adalah Theodore Leavitt (Profesor bidang
marketing dan editor The Harvard Business Review), tetap bersikukuh bahwa
tanggung jawab
perusahaan hanyalah menghasilkan profit.
Bila perusahaan
dituntut untuk berbuat lebih dari itu, maka dinilai berseberangan dengan prinsipprinsip free enterprise (Sobirin, 1998).
Asumsi kedua, alam merupakan sumber daya yang tidak terbatas. Memang
ada kesadaran secara teoritis bahwa sumber daya alam itu pada akhirnya
mempunyai limit, namun batas itu dianggap masih terlalu jauh. Kualitas air dan
udara diyakini tidak akan berubah begitu saja hanya karena emisi industri. Dengan
mekanismenya sendiri,
alam akan mengubah limbah-limbah dan polusi itu
menjadi komponen yang bisa diterima oleh alam.
Sebagai
makhluk
rasional,
manusia
selalu
ingin
menggunakan
pertimbangan penalaran akalnya. Namun ia tidak selalu dapat melakukan hasil
pertimbangan akalnya karena manusia juga harus mempertimbangkan situasi dan
kondisi sekitarnya. Sementara itu, sebagai makhluk rasional an sich pertimbangan
rasional tidak bergantung pada situasi dan kondisi lingkungan, tetapi hanya
bergantung kepada penalaran semata. Dengan kata lain, meskipun sebenarnya
secara naluriah manusia memiliki potensi kepedulian ekologis, namun pada tahap
aksi pertimbangan itu justru dikuasai oleh rasionya. Masyarakat yang belum maju
6
dalam perindustrian, memiliki kearifan lingkungan yang lebih tinggi, sehingga
disebut eqilibrium society, sedangkan pada masyarakat maju (industrialized) sifat
kontra ekologis akan lebih mudah terlihat (Abdillah, 2001: 2-3).
Demi menjalankan
bisnis
secara efisien,
murah dan mendatangkan
keuntungan besar, pelaku bisnis pada masyarakat maju tidak lagi melibatkan
pertimbangan-pertimbangan
etis
dalam membuang limbah,
merambah hutan,
mengebor sumber daya alam, dan lain-lain. Dengan kata lain, selama aturanaturan
hukum
dipenuhi,
tanggung
jawab
moral
pelaku
bisnis
hanyalah
menyediakan barang dan jasa dalam rangka memperoleh keuntungan maksimal;
di luar itu, mereka tidak memiliki tanggung jawab moral apapun (Fieser, 1996).
Tindakan homo economicus yang kurang ramah terhadap lingkungan tidak
bisa lepas dari pandangan kosmologis tertentu yang menumbuhkan sikap
eksploitatif terhadap alam. Karena itu, pengembangan etika ekonomi lingkungan
menghendaki adanya ”perubahan paradigma” secara fundamental dari paradigma
kosmologis yang menumbuhkan eksploitatif terhadap alam kepada paradigma
yang menumbuhkan sikap lebih bersahabat dan ramah terhadap alam (Mulkan,
1995:1;
Wuraji,
1995:2).
Bahkan
beberapa
tahun
lalu
Bustanul
Arifin
memperkuat tesa Passmore. Ia mengatakan bahwa degradasi lingkungan lebih
banyak disebabkan oleh ”kelalaian” manusia dalam mengikuti dan menerapkan
kaidah-kaidah sains, serta ”keberanian” manusia dalam melawan etika atau nilai
moral
yang
dianutnya,
dan
”ketidakmampuan” manusia
kehidupan sehari-hari (Arifin, 2001:i).
berpraksis
dalam
7
Pembenahan dan internalisasi etika lingkungan ke dalam perilaku bisnis,
menurut peneliti, akan sangat tepat bila berawal dari dunia akademik, lebih
khusus lagi
dari mahasiswa ekonomi Islam yang memang sengaja dipersiapkan
sebagai calon entrepreneur Muslim. Oleh karena itu, yang menjadi pertanyaan
adalah bagaimana pengaruh sikap dan norma subyektif mahasiswa terhadap
perilaku ramah lingkungan.
Penelitian-Penelitian Sebelumnya
Teori keperilakuan dalam penelitian ekonomi lingkungan setelah tahun
1990-an lebih memfokuskan pada model struktural sikap tiga komponen, yaitu
kognitif, afektif dan konatif (Kalafatis et. Al., 1999; Chan, 1999). Ketiga
komponen tersebut merupakan konstruksi model dari ilmu psikologi yang
mendasari terbentuknya dimensi sikap. Hubungan antar komponen sikap tersebut
telah terbukti dapat menjelaskan dan memprediksi perilaku dengan baik (Azjen,
1988). Meskipun demikian, temuan empiris dengan kategori obyek penelitian,
latar
dan
desain
penelitian
serta
metode
pengujian
yang
berbeda-beda
mengungkap adanya hubungan yang tidak konsisten antara sikap dan perilaku
pada lingkungan (Martin & Simintras, 1995).
Beberapa
penelitian
berupaya
untuk
mengidentifikasi
karakteristik
perilaku ekonomi berwawasan lingkungan berkaitan dengan implikasi pemasaran
(di antaranya Lingyee, 1997; Chan, 1999; Vlosky et al., 1999; Chan & Lau, 2000;
Kalafatis et al., 1999; Follows & Jobber, 2000; Chan, 2001; Jiuan et al., 2001;
Laroche et al., 2001; Fotopoulos & Krystallis, 2002). Studi-studi tersebut
mencoba mengeksplorasi aspek kepedulian lingkungan dan perilaku ekonomi
8
berwawasan
lingkungan.
Temuan
penelitian
mengindikasikan
adanya
kecenderungan perilaku peduli lingkungan yang kuat di mana konsumen lebih
memilih produk-produk yang ramah lingkungan (Ottman, 1995). Meningkatnya
permintaan produk-produk ramah lingkungan ini ditanggapi oleh para pelaku
ekonomi
dengan
baik,
walaupun
masih
banyak
perusahaan
yang
belum
mempedulikan permasalahan pemasaran lingkungan. Revolusi pemasaran hijau
mulai menguat setelah terjadi degradasi lingkungan dikarenakan oleh aktivitas
perilaku ekonomi (konsumsi) rumah tangga (Chan, 1996).
Studi yang dilakukan Chan dan Lau (2000) mencoba meneliti pengaruh
budaya, afeksi ekologikal, dan pengetahuan ekologis terhadap perilaku pembelian
hijau konsumen Cina. Nilai budaya masyarakat Cina ternyata hanya berpengaruh
pada afek ekologikal namun tidak berpengaruh pada pengetahuan ekologikal
mereka. Dengan menggunakan model persamaan struktural untuk mengukur
signifikansi afeksi ekologikal dan pengetahuan ekologikal pada niat beli hijau dan
pembelian aktual hijau menunjukkan hubungan positif yang kuat. Hasilnya
menyatakan bahwa tingkat pengetahuan konsumen Cina rendah dan perilaku
pembelian hijau minimal.
Model
konseptual
yang
digunakan
oleh
Vlosky
(1999)
mencoba
membahas pengaruh persepsi dan kesadaran konsumen untuk membayar produk
hasil hutan yang memiliki sertifikasi dengan harga yang lebih mahal. Studi ini
lebih memfokuskan cakupan pada hubungan antara motivasi lingkungan intrinsik
dan keinginan konsumen untuk membayar produk kayu bersertifikasi dengan
harga premium. Perilaku pembelian konsumen yang berwawasan lingkungan juga
9
diteliti oleh Follows dan Jobber (2000) dengan menggunakan produk popok bayi
sekali pakai yang tidak ramah lingkungan dengan popok kain tradisional yang
lebih ramah lingkungan. Penelitian mereka bertujuan untuk mengembangkan
model yang dapat memprediksi pembelian dari suatu jenis produk ramah
lingkungan
yang spesifik.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai
suatu produk akan berpengaruh pada sikap konsumen pada produk tersebut dan
pada akhirnya akan berpengaruh pada niat perilaku ekonomi.
Secara umum, penelitian-penilitian di atas secara empiris menguji nilainilai tipologi sebagai dasar untuk menjelaskan pembentukan perilaku ekonomi
yang
bertanggung
mempengaruhi
jawab
sosial.
Penentuan
faktor-faktor
determinan
yang
nilai perilaku ramah lingkungan telah dilakukan Kalafatis et al.
(1999) dengan menggunakan theory of planned behaviour (TPB) sebagai dasar
kerangka konseptual. Teori tersebut diujikan pada wilayah yang berbeda, yaitu
Inggris dan Yunani. Temuan penelitian menunjukkan TPB dapat memprediksi dan
menjelaskan niat membeli produk ramah lingkungan dengan baik. Selain itu,
struktur
hubungan
antar-konstraks
antara
dua
situasi
yang
berbeda
mengindikasikan adanya stabilitas TPB sebagai teori yang sesuai digunakan
dalam pemasaran lingkungan.
Studi literatur menunjukkan bahwa penelitian terdahulu tentang kesadaran
lingkungan hanya sedikit yang berhasil menjelaskan landasan sosial dari perilaku
ekonomi. Oleh karena itu, studi yang dilakukan Ling-Yee (1997) berusaha
menjelaskan peran perbedaan karakteristik demografi konsumen pada hubungan
nilai-sikap-perilaku ekonomi ramah lingkungan.
Peran demografik konsumen
10
pada keterkaitan antara nilai-sikap-perilaku dalam penelitian Ling-Yee (1997)
digunakan sebagai pemoderasi dalam konteks konsumsi makanan sehat yang
ramah lingkungan. Variabel demografi yang memoderasi adalah status gender,
domisili, keterlibatan produk, dan tingkat pendapatan dari hubungan interaksi
antara sikap konsumen pada lingkungan terhadapkomitmen untuk berwawasan
lingkungan (Ling-Yee, 1997).
Temuan penelitian yang dilakukan Jiuan et al. (2001) di Singapura
menjelaskan
bahwa
sebagian
masyarakat
Singapura
menyadari
adanya
permasalahan lingkungan. Kesadaran lingkungan masyarakat Singapura dibentuk
karena pengaruh laporan surat kabar harian yang mereka baca daripada promosi
yang dilakukan perusahaan.
Sikap
dan perilaku masyarakat Singapura ini
dipengaruhi oeh berbagai variabel demografi seperti usia, gender, kelompok etnik
dan tingkat pendidikan.
Penelitian perilaku ekonomi hijau di Indonesia yang dilakukan Adiwijaya
(2009) juga mendeskripsikan bahwa sesungguhnya masyarakat telah menyadari
adanya persoalan lingkungan.namun studi ini menggambarkan bahwa perilaku
para pelaku ekonomi Indonesia masih sangat jauh dari idealitas. Secara spesifik
peneliti
memotret
perilaku
bisnis
ritel
dan
konsumen
yang
lebih
suka
memproduksi dan menggunakan kantong plastik. Meskipun sebagian besar dari
mereka telah mengetahui bahaya
plastik terhadap lingkungan, namun kesadaran
itu masih sebatas persepsi.
Nugraha meneliti pengaruh kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan
perusahaan di Indonesia pada tahun 2004 dan menemukan bahwa kinerja
11
lingkungan perusahaan yang semakin baik akan diikuti oleh kinerja keuangan
(ROA) yang semakin baik pula. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil yang
ditemukan oleh Earnhart dan Lizal (2006) dan Al Tuwaijri et al (2003) serta
penelitian
yang
dilakukan di Indonesia seperti Nurhasanah (2007).
Hasil
penelitian ini juga mendukung teori bahwa perusahaan yang bertanggung jawab
secara sosial akan mendapat tanggapan positif seperti pemberian kemudahan dari
investor dan kreditor, loyalitas pekerja dan loyalitas konsumen. Hasil penelitian
ini juga mendukung konsep eco-efficiency bahwa perusahaan dapat meningkatkan
tambahan nilainya dengan melaksanakan aktivitas yang ramah lingkungan.
Perdana (2010) menyatakan bahwa sikap menyederhanakan gaya hidup
secara suka rela memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku bertanggung
jawab terhadap lingkungan dan sikap terhadap peraturan pemerintah tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku bertanggungjawab terhadap
lingkungan. Menurut Perdana hasil penelitian yang diperolehnya dipengaruhi oleh
konsistensi,
konseptualisasi
dan
pengukuran
perilaku
serta
kekhususan
pengukuran sikap yang pada akhirnya mempengaruhi perilaku bertanggung jawab
terhadap lingkungan.
Penelitian yang dilakukan oleh Lestari pada produk ramah lingkungan
(2008) menunjukkan bahwa ketertarikan pada produk dan kepedulian pada
pembelian mempengaruhi intention to buy pada produk ramah lingkungan.
Berdasar studi-studi tentang perilaku berwawasan lingkungan sebelumnya, maka
studi ini merupakan studi empiris pengembangan model perilaku ekonomi ramah
lingkungan dengan objek penelitian yang spesifik pada perilaku tertentu, dalam
12
konteks studi ini adalah calon entrepreneur Muslim. Instrumen pengukuran
variabel-variabel lingkungan
pada
dalam studi ini dioperasionalisasikan sebagai sikap
perilaku yang spesifik Islam-Indonesia. Posisi studi perilaku ekonomi
berwawasan lingkungan ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah
pada objek dan jenis perilakunya.
Hubungan antara Sikap dan Perilaku
Berdasarkan teori Multi Attribute Model, sikap seseorang terhadap obyek
adalah hasil akumulasi dari penilaian-penilaiannya terhadap obyek tersebut.
Menurut Fishbein ada tiga model dalam penilaian sikap tersebut, yaitu the
attitude-toward-object model, the attitude-toward-behaviour model dan theory-ofreasoned-action
model.
The
attitude-toward-object
model
sesuai untuk
pengukuran sikap terhadap kategori produk atau jasa atau brand tertentu. Menurut
model ini, biasanya konsumen memiliki sikap yang menguntungkan terhadap
brand yang mereka percayai memiliki level atribut yang cukup yang mereka
evaluasi sebagai positif, dan sikap yang tidak menguntungkan terhadap brand
yang mereka merasa tidak memiliki atribut yang cukup atau memiliki terlalu
banyak atribut negatif.
Fishbein (1975) memperluas dan memodifikasi model sikap multi ciri dan
mengkaitkan kepercayaan dan sikap konsumen pada keinginan berperilaku
mereka. Teori Fishbein ini mengasumsikan bahwa konsumen secara sadar
mempertimbangkan
konsekuensi
alternatif
berperilaku
yang
sedang
dipertimbangkan dan memilih salah satu yang dapat memberikan konsekuensi
paling diharapkan.
13
Keinginan berperilaku tercipta melalui proses pilihan keputusan di mana
kepercayaan tentang dua jenis konsekuensi Act dan Norma Subjektif (SN)
dipertimbangkan serta diintegrasikan untuk mengevalusi perilaku alternatif dan
memilih salah satu diantaranya. Kekuatan dan evaluasi kepercayaan utama
konsumen tentang konsekuensi fungsional aksi dikombinasikan untuk membentuk
sikap terhadap perilaku. Teori ini menyatakan bahwa sikap konsumen terhadap
perilaku dan norma subjektif akan mempengaruhi keinginan berperilaku dan
bahwa pengaruh relatif mereka beragam dari satu situasi ke situasi yang lain.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Fishbein dalam theory of reasoned
action model, perilaku merupakan kombinasi dari sikap dengan norma subjektif
konsumen.
Hubungan Antara Sikap dan Perilaku
Evaluasi Atribut Etika
Kepercayaan terhadap Etika
Norma Sosial :
Kepercayaan Normatif
Motivasi untuk Patuh dan Taat
Evaluasi Keseluruhan atas Suatu Tindakan
Maksud Untuk Berperilaku Etika
Perilaku Etika
14
Model ini memiliki dua komponen yaitu komponen sikap dan komponen norma
subjektif. Komponen sikap bersifat internal dan berkaitan langsung dengan atribut
yang
memiliki peranan
penting
dalam pengukuran perilaku,
menentukan tindakan apa yang akan dilakukan,
karena akan
tanpa dipengaruhi faktor
eksternal. Sedangkan komponen norma subjektif bersifat eksternal dan memiliki
pengaruh pada perilaku individu. Komponen ini dibentuk oleh pertama, keyakinan
normatif individu bahwa kelompok atau seseorang yang menjadi referensi
menginginkan individu tersebut melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan.
Kedua, motivasi individu untuk menuruti keyakinan normatif tersebut.
Pengembangan Hipotesis
Teori Fishbein (1975) mengasumsikan bahwa konsumen secara sadar
mempertimbangkan konsekuensi alternatif berperilaku dan memilih salah satu
yang menurutnya dapat memberikan konsekuensi paling diharapkan. Keinginan
berperilaku tercipta melalui proses pemilihan keputusan di mana kepercayaan
tentang dua jenis konsekuensi Act dan Norma Subjektif (SN) dipertimbangkan
serta diintegrasikan untuk mengevalusi perilaku alternatif dan memilih salah satu
di antaranya. Kekuatan dan evaluasi kepercayaan utama konsumen tentang
konsekuensi fungsional aksi dikombinasikan untuk membentuk sikap terhadap
perilaku. Teori ini menyatakan bahwa sikap konsumen terhadap perilaku dan
norma subjektif berkombinasi untuk mempengaruhi keinginan berperilaku dan
bahwa pengaruh relatif mereka beragam dari satu situasi ke situasi yang lain.
15
Berdasarkan pembahasan di atas, hipotesa yang hendak diuji dalam
penelitian ini adalah;
Hipotesa 1: Sikap berpengaruh positif terhadap perilaku ramah lingkungan
Hipotesa 2: Norma subjektif berpengaruh positif terhadap perilaku ramah
lingkungan
Kerangka
pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam bagan
berikut:
Gambar 2.5
Kerangka Pemikiran
Keyakinan bahwa
sikap akan
mendorong pada hasil
tertentu
Evaluasi
Keyakinan bahwa referen
tertentu akan menyarankan
saya untuk berperilaku atau
tidak berperilaku
Motivasi untuk Menuruti
Referen Tertentu
Tanggapan
Responden
Nilai Sikap
Nilai Norma Subjektif
Nilai Perilaku
METODE PENELITIAN
Populasi dan Objek
Menurut Sekaran (2003) populasi adalah keseluruhan obyek
yang
karakteristiknya hendak diduga. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa
16
Program DIII Perbankan Syariah yang telah mengikuti mata kuliah Etika Bisnis
Islam. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 38 responden. Responden
dalam penelitian ini sedang berada pada semester 4.
Obyek penelitian ini adalah perilaku etika lingkungan mahasiswa STAIN
Salatiga Program D3 Perbankan Syariah yang telah mengikuti mata kuliah Etika
Bisnis Islam. Penelitian ini menggunakan dua tipe data yaitu data primer; data
yang didapat dari sumber pertama kali dari individu atau perseorangan seperti
hasil wawancara atau pengisian kuesioner. Kedua, data sekunder, data primer
yang telah diolah lebih lanjut.
Sampel dalam penelitian ini sama dengan populasi dalam penelitian ini
yaitu mahasiswa Program DIII Perbankan Syariah yang telah mengikuti mata
kuliah Etika Bisnis Islam. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 38
responden. Responden dalam penelitian ini saat penelitian ini dilakukan sedang
menempuh semester 4. Karena jumlah populasinya sangat sedikit, maka semua
digunakan sebagai sampel karena menurut Sekaran untuk penelitian kuantitatif
setidaknya jumlah responden adalah 30
orang.
Namun setelah kuesioner
dikumpulkan kembali dari responden, hanya 36 responden yang mengembalikan
dan mengisi kuesioner dengan benar.
Metode Pengumpulan Data
Data primer diperoleh dengan menyebarluaskan kuesioner yang terdiri dari
20 item pertanyaan pada 38 responden. Responden diminta mengisi kuesioner
tentang pengukuran perilaku etika lingkungan dengan menggunakan lima skala
17
likert, yaitu 5 : sangat yakin, 4 : yakin, 3 : ragu-ragu, 2 : tidak yakin dan 1 : sangat
tidak yakin.
Analisa Fishbein
Theory
of
reasoned
action
yang
dikembangkan
oleh
Fishbein
menunjukkan integrasi komprehensif komponen sikap ke dalam struktur yang
didesain untuk mendorong penjelasan dan prediksi yang lebih baik dari perilaku.
Teori ini menggunakan komponen kognitif, afektif dan konatif. Model ini
menyatakan bahwa prediktor perilaku yang terbaik adalah intention to act. Jika
ingin mengetahui apa dibalik intention adalah sikap dan norma subjektif. Sikap
dibentuk dari keyakinan (persepsi dan pengetahuan) dan penilaian. Keyakinan
dibentuk dari pengalaman dan dari informasi yang didapat dari sumber lain.
Norma subjektif diukur dengan memperoleh perasaan konsumen terhadap
keluarga, teman, dan atasan tentang apa yang mereka fikir tentang tindakan yang
akan dilakukan. Norma subjektif dibentuk dari keyakinan dan motivasi.
Pengujian Sikap dan Norma Subjektif terhadap Perilaku
Beh = a + b1 S + b2 NS + e
Di mana :
Beh
S
NS
e
: Perilaku ramah lingkungan
: Sikap
: Norma subjektif
: error term
ANALISA DATA
Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi. Kriteria
pengujian dikatakan valid jika koefisien korelasinya (r hitung) berharga positif
18
dan sama atau lebih besar dari r tabel dengan taraf signifikansi 5% maka dapat
disimpulkan signifikan. Dengan df 34 alpha 0.05 maka r tabelnya adalah 0.279.
Berdasarkan hasil pengujian validitas, dapat dikatakan bahwa semua butir
kepercayaan sikap adalah valid kecuali butir satu.
Hasil Validitas Kepercayaan Sikap
No
Butir
1
2
3
4
5
6
R hitung
r tabel
Keterangan
0.231
0.385
0.516
0.634
0.510
0.555
0.279
0.279
0.279
0.279
0.279
0.279
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Hasil Validitas Evaluasi Sikap
No Butir
1
2
3
4
5
6
r hitung
0.129
0.114
0.372
0.627
0.612
0.531
r tabel
0.279
0.279
0.279
0.279
0.279
0.279
Keterangan
Tidak Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Berdasarkan uji validitas, ternyata butir pertama dan kedua dalam evaluasi
sikap tidak valid karena r hitung lebih kecil dari r tabel. Langkah yang dilakukan
peneliti adalah menghapus butir yang tidak valid tersebut.
Hasil Validitas Keyakinan Norma Subjektif
No Butir
1
2
3
4
r hitung
0.548
0.724
0.423
0.684
r tabel
0.279
0.279
0.279
0.279
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
19
Berdasarkan uji validitas, ternyata butir pertama dalam butir keyakinan
norma subjektif tidak valid karena r hitung lebih kecil dari r tabel. Langkah yang
dilakukan peneliti adalah menghapus butir yang tidak valid tersebut.
Hasil Validitas Evaluasi Norma Subjektif
No Butir
1
2
3
4
r hitung
0.531
0.273
0.517
0.686
r tabel
0.279
0.279
0.279
0.279
Keterangan
Valid
TidakValid
Valid
Valid
Berdasarkan uji validitas, ternyata butir kedua dalam evaluasi norma
subjektif tidak valid karena r hitung lebih kecil dari r tabel. Langkah yang
dilakukan peneliti adalah menghapus butir yang tidak valid tersebut.
Hasil Validitas Perilaku
No Butir
1
2
3
r hitung
0.199
0.505
0.549
r tabel
0.279
0.279
0.279
Keterangan
Tidak Valid
Valid
Valid
Berdasarkan uji validitas, ternyata butir perilaku pertama tidak valid
karena r hitung lebih kecil dari r tabel.
Analisa Reliabilitas
Reliabilitas instrumen dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan rumus
Alpha dari Cronbach. Kriteria pengujian adalah jika nilai Alpha Cronbach hitung
> 0,6 maka instrumen yang diuji reliabel dan memenuhi syarat untuk digunakan
dalam alat pengukuran analisis. Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan bahwa
semua skor yang diteliti yaitu keyakinan dan evaluasi memiliki nilai alpha hitung
masing-masing lebih besar dari 0.6, dengan demikian maka semua butir
20
pertanyaan memiliki reliabilitas yang cukup baik (menurut klasifikasi Sekaran,
2000).
No
1
2
3
4
5
Hasil Pengujian Reliabilitas
Faktor
Nilai Alpha
Keyakinan
0.737
Evaluasi
0.645
Keyakinan
0.790
Evaluasi
0.822
Perilaku
0.612
Status
Dapat Diterima
Dapat Diterima
Dapat Diterima
Baik
Dapat Diterima
Analisa Model Fishbein
Berdasarkan hasil analisa ini dapat dikatakan bahwa sikap positif atau negatif
seseorang dibentuk oleh komponen keyakinan dan penilaian.
1. Keyakinan Sikap Responden
Keseluruhan skor keyakinan (bi) sikap responden
No
1
2
3
4
Penilaian terhadap atribut (bi)
Perilaku ramah lingkungan dapat dimulai dari
lingkungan sekitar
Perilaku ramah lingkungan harus didukung
banyak pihak
Perilaku ramah lingkungan harus dipromosikan
di kota maupun di desa
Perilaku ramah lingkungan harus dilakukan
sejak dini
Skor
165
156
147
176
Dari tabel di atas, skor yang paling tinggi (setelah atribut satu dan dua dihapus
karena tidak valid) adalah pada atribut bahwa perilaku ramah lingkungan harus
dilakukan sejak dini dan skor yang paling rendah adalah pada atribut bahwa
perilaku ramah lingkungan harus dipromosikan di kota maupun di desa.
2. Penilaian sikap responden (Evaluasi)
Keseluruhan skor evaluasi (ei) sikap responden
No
Penilaian terhadap atribut (ei)
Skor
21
1
2
3
4
Perilaku ramah lingkungan dapat dimulai dari
lingkungan sekitar
Perilaku ramah lingkungan harus didukung
banyak pihak
Perilaku ramah lingkungan harus dipromosikan
di kota maupun di desa
Perilaku ramah lingkungan harus dilakukan
sejak dini
166
157
150
170
Dari tabel di atas, skor yang paling tinggi (setelah atribut satu dan dua dihapus
karena tidak valid) adalah pada atribut bahwa perilaku ramah lingkungan harus
dilakukan sejak dini dan skor yang paling rendah adalah pada atribut bahwa
perilaku ramah lingkungan harus dipromosikan di kota maupun di desa.
3. Penilaian Keyakinan Norma Subjektif Responden
Keseluruhan Skor Keyakinan Norma Subjektif
No
1
2
3
4
Penilaian terhadap atribut (ni)
Skor
Orang tua saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku
151
ramah lingkungan
Guru saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku ramah
146
lingkungan
Teman saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku ramah
106
lingkungan
Saudara saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku
118
ramah lingkungan
Dari tabel di atas, skor yang paling tinggi adalah pada atribut: Bahwa
orang tua saya menyarankan untuk berperilaku ramah lingkungan dan skor yang
paling rendah adalah pada atribut bahwa teman saya menyarankan untuk
berperilaku ramah lingkungan.
4. Penilaian Evaluasi Norma Subjektif Responden
Keseluruhan Skor Evaluasi Norma Subjektif
No
Penilaian terhadap atribut (si)
Skor
22
1
2
3
4
Orang tua saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku ramah
lingkungan
Guru saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku ramah lingkungan
Teman saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku ramah
lingkungan
Saudara saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku ramah
lingkungan
142
128
114
127
Tabel di atas menunjukkan skor yang paling tinggi adalah pada atribut
bahwa orang tua saya menyarankan saya sebaiknya berperilaku ramah lingkungan
dan skor yang paling rendah adalah pada atribut bahwa teman saya menyarankan
saya sebaiknya berperilaku ramah lingkungan.
5. Penilaian Perilaku Ramah Lingkungan Responden
Keseluruhan Skor Perilaku Ramah Lingkungan Responden
No
1
2
Penilaian terhadap atribut perilaku (beh)
Saya mungkin akan berperilaku ramah lingkungan
Saya pasti berperilaku ramah lingkungan
Skor
144
136
Dari tabel di atas, skor yang paling tinggi (setelah butir pertama dihapus karena
tidak valid) adalah pada atribut bahwa saya mungkin akan berperilaku ramah
lingkungan daripada saya pasti berperilaku ramah lingkungan.
6. Pengelompokan Skor Sikap Responden
Pengelompokan skor sikap responden dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Skor sikap maksimum adalah maksimum skala bi x maksimum skala ei x
jumlah atribut
Skor sikap maksimum = 5 x 5 x 4 = 100
23
2. Skor sikap minimum adalah minimal skala bi x minimal skala ei x jumlah
atribut
Skor sikap minimum adalah = 1 x 1 x 4 = 4
Dengan mengetahui skor maksimal dan skor minimal maka kita dapat
menentukan rentang untuk klasifikasi skor sikap yang terdiri dari lima kategori
yaitu sangat positif, positif, netral, negatif dan sangat negatif. Dari skor maksimal
sebesar 100 dan skor minimal sebesar 42, maka klasifikasi rentang tiap kategori
adalah :
(skor maksimal – skor minimal)/5 = (100-42)/5 = 58/5 = 11.6 = 12
Klasifikasi Skor Sikap Secara Keseluruhan
No
1
2
3
4
5
Kategori
Sangat positif
Positif
Netral
Negatif
Sangat negatif
Rentang
90 – 100
78 – 89
66 – 77
54 – 65
42 – 53
Sikap ramah lingkungan responden adalah netral karena rerata skor sebesar 77.3
dibulatkan menjadi 77 terletak diantara 66-77.
7. Pengelompokan Skor Norma Subjektif Responden
Dengan mengetahui skor maksimal dan skor minimal maka kita dapat
menentukan rentang untuk klasifikasi skor norma subjektif yang terdiri dari lima
kategori yaitu sangat positif, positif, netral, negatif dan sangat negatif. Dari skor
maksimal sebesar 80 dan skor minimal sebesar 24, maka klasifikasi rentang tiap
kategori adalah :
(skor maksimal – skor minimal)/5 = (80-24)/5 = 56/5 = 11.2 = 11
24
Klasifikasi skor norma subjektif secara keseluruhan
No
1
2
3
4
5
Kategori
Sangat positif
Positif
Netral
Negatif
Sangat negatif
Rentang
68 – 80
57 – 67
46 – 56
35 – 45
24 – 34
Skor norma subjektif responden adalah netral karena rerata skor sebesar 50.9
dibulatkan menjadi 51 terletak diantara 46-56.
8. Pengelompokan Skor Perilaku Responden
Dengan mengetahui skor maksimal dan skor minimal maka kita dapat
menentukan rentang untuk klasifikasi skor norma subjektif yang terdiri dari lima
kategori yaitu sangat positif, positif, netral, negatif dan sangat negatif. Dari skor
maksimal sebesar 80 dan skor minimal sebesar 24, maka klasifikasi rentang tiap
kategori adalah :
(skor maksimal – skor minimal)/5 = (10-5)/5 = 1
Klasifikasi Skor Perilaku Secara Keseluruhan
No
1.
2.
3.
4.
5.
Kategori
Sangat positif
Positif
Netral
Negatif
Sangat negatif
9 – 10
8–9
7–8
6–7
5–6
Rentang
Skor perilaku responden adalah netral karena rerata skor sebesar 7.57 dibulatkan
menjadi 7.6 terletak diantara 7 - 8.
9. Analisa Pengujian Pengaruh Sikap dan Norma Subjektif terhadap Perilaku
Ramah Lingkungan
25
Regression
b
V ariables Entered/Re moved
Model
1
Variables
Entered
lnns, lnatt2a
Variables
Removed
.
Method
Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: behdel
Model Summ ary
Model
1
R
R Square
,543 a
,295
Adjusted
R Square
,254
Std. Error of
the Estimate
1,19667
a. Predictors: (Constant), lnns, lnatt2
ANOVAb
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
20,392
48,689
69,081
df
2
34
36
Mean Square
10,196
1,432
F
7,120
Sig.
,003 a
a. Predictors: (Constant), lnns, lnatt2
b. Dependent Variable: behdel
Coefficie ntsa
Model
1
(Constant)
lnatt2
lnns
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
-5,386
4,336
1,130
,817
2,084
,577
Standardized
Coefficients
Beta
,200
,522
t
-1,242
1,383
3,615
Sig.
,223
,176
,001
a. Dependent Variable: behdel
Berdasarkan output SPSS tersebut di atas, besarnya Adjusted R squared
adalah 0.254 yang berarti 25,4% variasi perilaku ramah lingkungan dapat
dijelaskan oleh variasi dari sikap dan norma subjektif. Sedangkan sisanya 74,6%
dijelaskan oleh faktor lainnya di luar model.
26
Berdasarkan hasil uji F, peneliti mendapatkan nilai F hitung sebesar 7,120
dengan tingkat probabilitas 0.003. Karena probabilita jauh lebih kecil dari 0,05
maka
model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi perilaku ramah
lingkungan atau dapat dikatakan bahwa sikap ramah lingkungan dan norma
subjektif secara bersama-sama berpengaruh terhadap perilaku ramah lingkungan.
Berdasarkan hasil uji t, peneliti mendapatkan nilai t hitung 1,383 untuk
sikap dengan probabilitas 0,176, di mana nilai probabilitas ini jauh diatas 0,05
sehingga sikap ramah lingkungan menjadi tidak signifikan terhadap perilaku
ramah
lingkungan.
Norma
subjektif dengan nilai t hitung 3,615
dengan
probabilitas 0,001, di mana nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka norma
subjektif menjadi signifikan berpengaruh terhadap perilaku ramah lingkungan.
Dengan demikian, maka hipotesa 1 ditolak dan hipotesa 2 diterima.
Perilaku = -5,386 + 1,13 S + 2,084 NS + e
Konstanta sebesar -5,386 maka jika variabel sikap dan norma subjektif dianggap
konstan, maka perilaku ramah lingkungan sebesar -5,386. Koefisien regresi sikap
sebesar 1,13 menyatakan bahwa setiap penambahan sikap sebesar satu satuan
akan meningkatkan perilaku sebesar 1,13. Koefisien regresi norma subjektif
sebesar 2,084 menyatakan bahwa setiap penambahan norma subjektif sebesar satu
satuan akan meningkatkan perilaku 2,084.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa :
27
1. Skor sikap yang paling tinggi (setelah atribut satu dan dua dihapus karena tidak
valid) adalah pada atribut bahwa perilaku ramah lingkungan harus dilakukan
sejak dini dan skor yang paling rendah adalah pada atribut bahwa perilaku
ramah lingkungan harus dipromosikan di kota maupun di desa.
2.
Skor norma subjektif yang paling tinggi adalah pada atribut bahwa orang tua
saya menyarankan untuk berperilaku ramah lingkungan dan skor yang paling
rendah adalah pada atribut bahwa teman saya menyarankan untuk berperilaku
ramah lingkungan
3.
Skor perilaku yang paling tinggi (setelah butir pertama dihapus karena tidak
valid) adalah pada atribut bahwa saya mungkin akan berperilaku ramah
lingkungan daripada saya pasti berperilaku ramah lingkungan.
4. Berdasarkan output SPSS, besarnya Adjusted R squared adalah 0.254 yang
berarti 25,4% variasi perilaku ramah lingkungan dapat dijelaskan oleh variasi
dari sikap dan norma subjektif. Sedangkan sisanya 74,6% dijelaskan oleh
faktor lainnya di luar model.
5.
Berdasarkan hasil uji F, peneliti mendapatkan nilai F hitung sebesar 7,120
dengan tingkat probabilitas 0.003. Karena probabilita jauh lebih kecil dari
0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi perilaku ramah
lingkungan atau dapat dikatakan bahwa sikap ramah lingkungan dan norma
subjektif
secara
bersama-sama
berpengaruh
terhadap
perilaku
ramah
lingkungan.
6.
Berdasarkan hasil uji t, peneliti mendapatkan nilai t hitung 1,383 untuk sikap
dengan probabilitas 0,176, di mana nilai probabilitas ini jauh diatas 0,05
28
sehingga sikap ramah lingkungan menjadi tidak signifikan terhadap perilaku
ramah lingkungan. Norma subjektif dengan nilai t hitung 3,615 dengan
probabilitas 0,001, di mana nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka norma
subjektif menjadi signifikan berpengaruh terhadap perilaku ramah lingkungan.
Dengan demikian, maka hipotesa 1 ditolak dan hipotesa 2 diterima.
Berdasarkan
menyarankan
kelemahan
penelitian
yang
yang
terkandung
memperluas
dalam penelitian
jangkauan
ini,
penelitian
peneliti
dengan
menambah kriteria responden supaya tidak terlalu sempit. Penelitian dimaksud
hendaknya memasukkan variabel lain di luar variabel dalam theory of reasoned
action model Fishbein. Penelitian yang akan datang dapat menggunakan metode
penelitian yang lain seperti SEM atau memakai binary classification .
29
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Mujiono Agama Ramah Lingkungan Perspektif Al-Qur’an (Jakarta:
Paramadina, 2001),
Agustina, Neneng, 2004, Analisa Sikap Konsumen Terhadap Tipe Sepeda Motor
Merek Yamaha, Skripsi, UGM Yogyakarta
Assael, Henry, 1992, Consumer Behaviour and Marketing Action , PWS-Kent
Publishing Company, Boston
Bertens, K., Pengantar Etika Bisnis (Yogyakarta: Kanisius, 2000).
Calne, Donald B. Within Reason: Rationality and Human Behavior (Canada:
Pantheon, 1999).
Dharmmesta, Basu S dan Handoko, Hani, 1998, Manajemen Pemasaran : Analisa
Perilaku Konsumen , BPFE, Yogyakarta
Donaldson, Thomas dan P. Werhane (ed.), Ethical Issues in Business. A
Philosophical Approach, (New Jersey: Prentice Hall, 1983).
Fishbein, 1975, Belief, Attitude, Intentionand Behaviour : An Introduction to
Theory and Research , Addison Wesley Publishing Company, Sidney
Kottler, Philip, Armstrong, Gary, 1997, Principle of Marketing , Prentice Hall,
New Jersey
Lestari., Arkhemi Suci, 2008, Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat
Beli Produk Ramah Lingkungan , Skripsi, Akuntansi, UGM
Loudon dan Bitta, 1998, Consumer Behaviour : Concept and Application , Mc
Graw Hill, Singapore
Nugraha., Yanu Artha, 2004, Analisis Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap
Kinerja Keuangan Perusahaan di Indonesia , Skripsi, Akuntansi, UGM,
Yogyakarta
Perdana., Aulia, 2010, Pengaruh Sikap Menyederhanakan Gaya Hidup Suka rela
dan
Sikap terhadap Peraturan Lingkungan pada
Perilaku
Bertanggungjawab pada Lingkungan, Thesis, Manajemen, UGM
Perusahaan ke dalam Corporate Behavior ," dalam SINERGI, VOL. 1, No. 1,
1998.
Prono, Luca, “Protestant Ethics,” dalam Mehmet Odekon (ed.), Encyclopedia of
World Poverty, (London: SAGE Publication, 2006), hal. 879.
Rahadjo, Dawam, "Etika Bisnis Menghadapi Globalisasi dalam PJP II," dalam
PRISMA, No. 2 (Jakarta: LP3ES, 1995)
Rangkuti, Freddy, 2002, Measuring Consumer Satisfaction , Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Roby C D, 2007, Analisis Sikap terhadap Merek dan Niat P embelian pada Iklan
Komparatif Tidak Langsung dan Iklan Non Komparatif , Skripsi, UGM
Yogyakarta
Rosenthal, Elisabeth dan Andrew C. Revkin, “Science Panel Says Global
Warming is „Unequivocal‟,” New York Times, 3 Feb. 2007.
Said, Mad Aini, “Environmental Concerns, Knowledge and Practices Gap Among
Malaysian Teachers International Journal Of Sustainability in Higher
Education,” Vol. 4 No. 4, 2003.
30
Santosa., Singgih, 2004, Mengelola Data Statistik secara Profesional, Elex Media
Komputindo, Jakarta
Schiffman, Leon G, Kanuk, Leslie L, 2004, Consumer Behaviour , Prentice Hall,
New Jersey
Sekaran., Uma, 2000, Research Methods for Business : A Skill Building
Approach, John Willey & Sons
Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Quran (Bandung: Mizan, 1996), hal.4.
Sobirin, Achmad, "Internalisasi Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial
Wells., William D, Prensky., Davis, 1996, Consumer Behaviour , John Willey &
Sons, New York