Tingkat Keberhasilan Okulasi Bibit Ubi Kayu Mukibat Terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Dan Komposisi Media Tanam

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz sin.)
Dalam

sistematika

(taksonomi)

diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom

tumbuhan,

tanaman

ubi

kayu

: Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Subdivisio : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo: Euphorbiales, Famili :

Euphorbiaceae, Genus : Manihot, Species : Manihot esculenta Crantz sin.,
Manihot utilisima Pohl. (Rukmana, 1997).
Bagian tubuh tanaman ubi kayu terdiri atas batang, daun, bunga, dan
Umbi. Batang tanaman ubi kayu berkayu, beruas-ruas dengan ketinggian
mencapai lebih dari 3 m. Warna batang bervariasi, ketika masih muda umumnya
berwarna hijau dan setela tua menjadi keputihan, kelabu, atau hijau kelabu.
Batang berlubang, berisi empelur berwarna putih, lunak, dengan struktur seperti
gabus (Alves, 2002).
Susunan daun ubi kayu berurat menjari dengan cangap 5-9 helai. Daun
ubi kayu, terutama yang masih muda

mengandung racun sianida, namun

demikian dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dan dapat menetralisir rasa pahit
sayuran lain, misalnya daun pepaya dan kenikir (Rukmana, 1997).
Tanaman yang diperbanyak dengan biji sistem perakaran akar tunggang
yang jelas, sedangkan tanaman yang diperbanyak secara vegetatif akar serabut
tumbuh dari dasar turus (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Umbi berkembang dari penebalan akar sekunder serabut adventif.
Pembesaran dimulai dari ujung proksimal (pangkal, bagian terdekat ke batang),

kemudian berkembang ke arah ujung distal (ujung, bagian terjauh dari batang).
Bentuk umbi bermacam-macam, walaupun kebanyak berbentuk silinder dan

Universitas Sumatera Utara

meruncing, beberapa diantaranya bercabang. Panjang umbi berkisar dari 15
hingga 100 cm dan diameter 3 hingga 15 cm (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Syarat Tumbuh
Iklim
Ubi kayu merupakan tanaman tropis. Wilayah pengembangan ubi kayu
berada pada 30° LU dan 30° LS. Namun demikian, untuk dapat tumbuh,
berkembang dan berproduksi, tanaman ubi kayu menghendaki persyaratan iklim
tertentu. Tanaman ubi kayu menghendaki suhu antara 18°-35°C. Pada suhu di
bawah 10°C pertumbuhan tanaman ubi kayu akan terhambat. Kelembaban udara
yang dibutuhkan ubi kayu adalah 65%. Namun demikian, untuk berproduksi
secara maksimum tanaman ubi kayu membutuhkan kondisi tertentu, yaitu pada
dataran rendah tropis, dengan ketinggian 150 m di atas permukaan laut (dpl),
dengan suhu rata-rata antara 25-27° (Rukmana, 1997).
Tanaman ubi kayu dapat tumbuh dengan baik apabila curah hujan cukup,
tetapi tanaman ini juga dapat tumbuh pada curah hujan rendah (< 500 mm),

ataupun tinggi (5000 mm). Curah hujan optimum untuk ubi kayu berkisar antara
760-1015 mm per tahun. Curah hujan terlalu tinggi mengakibatkan terjadinya
serangan jamur dan bakteri pada batang, daun dan umbi apabila drainase kurang
baik (Rukmana, 1997).
Tanah
Ubi kayu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah. Pada daerah di mana
jagung dan padi tumbuh kurang baik, ubi kayu masih dapat tumbuh dengan baik
dan mampu berproduksi tinggi apabila ditanam dan dipupuk tepat pada waktunya.
Sebagian besar pertanaman ubi kayu terdapat di daerah dengan jenis tanah

Universitas Sumatera Utara

Aluvial, Latosol, Podsolik dan sebagian kecil terdapat di daerah dengan jenis
tanah Mediteran, Grumusol dan Andosol. Derajat keasaman (pH) tanah yang
sesuai untuk budidaya ubi kayu berkisar antara 4,5-8,0 dengan pH ideal 5,8. Pada
umumnya tanah di Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0-5,5,
sehingga

seringkali


dikatakan

cukup

netral

bagi

suburnya

ubi

kayu

tanaman

ubi

karet


( Sundari, 2010).
Botani Tanaman Ubi Karet (Manihot glaziovii M.A)
Dalam

sistematika

(taksonomi)

tumbuhan,

diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom :Plantae,Spermatophyta, Subdivisio :
Angiospermae,

Kelas:Dicotyledonae,

Ordo:

Euphorbiales,

Famili


:

Euphorbiaceae,Genus : Manihot,Spesies : Manihot glaziovii M.A
Sebagai tanaman semak belukar tahunan, ubi racun tubuh setinggi 1-4m
dengan daun besar yang menjari (palmate) dan memiliki 5 hingga 9 helai daun.
Daunnya bertangkai panjang bersifat cepat gugur (deciduous) dan berumur paling
lama hanya beberapa bulan ( Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Batangnya memiliki pola percabangan yang khas, dengan keragamannya
bergantung pada kultivar. Bagian batang tua memilki duduk daun yang terlihat
jelas. Ruas-ruas batang yang panjang menunjukkan laju pertumbuhan tanaman
cepat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Umbi yang terbentuk merupakan akar yang menggelembung dan berfungsi
sebagai tempat penampung makanan cadangan. Bentuk umbi biasanya bulat
memanjang, terdiri atas: kulit luar tipis (ari) berwarna kecokelat-coklatan
(kering); kulit dalam agak tebal berwarna keputih-putihan (basah); dan daging

Universitas Sumatera Utara

berwarna putih atau kuning (tergantung varietasnya) mengandung sianida dengan

kadar berbeda (Alives, 2002).
Pembungaan pada tanaman sebagian besar terjadi pada beberapa kultivar
dan beberapa kultivar juga terdapat tidak mengalami pembungaan.Ukuran bunga
berdiamter 1 cm dan tumbuh dalam kelompok yang terdapat dekat ujung cabang.
Warna bunga bermacam-macam dimulai dari ungu kehijauan hingga kuning agak
kehijauan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Kapsul biji pada tanaman berukuran kecil dan bersudut dengan sayap
pendek, kapsul akan pecah dan menebarkan biji. Tiap kapsul biasanya berisi tiga
biji keras berbentuk pipih (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Syarat Tumbuh
Iklim
Pertumbuhan yang terbaik terjadi pada wilayah antara lintang 15o di utara
dan selatan katulistiwa, yaitu daerah yang suhunya rata-rata 25 – 27 oC, namun
pada kisaran suhu 16 – 30 oC dan lintang hingga 30o pertumbuhan tanaman pun
cukup baik. Pertumbuhan sangat terhambat pada suhu lebih tinggi dari 35 oC
( Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Tanaman lebih baik tumbuh pada dataran rendah namun jika suhu
memungkinkan dapat ditanam pada ketinggian 2000 m dan tanaman sangat
memerlukan intensitas cahaya tinggi. Tanaman baik ditanam pada wilayah yang
kisaran curah hujannya besar mulai dari 500 – 5000 mm. Namun sebagian besar

wilayah produksi utama umumnya memiliki curah hujan rata-rata antara 1000 –
2000 mm. Tanaman toleran terhadap periode kekeringan yang panjang dan
keadaan tanpa penyiangan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Tanah
Tanaman ini menyukai tanah berpasir atau liat bepasir. Tanah yang dalam
dan gembur memungkinkan umbi yang sedang berkembang dapat menembus
tanah dengan tanah yang lebih baik. Tanah dangkal dan padat mempengaruhi
bentuk dan ukuran umbi. Tanah yang beraerasi buruk atau tergenang dapat
menghambat

pertumbuhan

dan

menyebabkan

umbi


menjadi

busuk

( Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Tanaman toleran terhadap pH 4 – 8, salinitas tinggi dapat membatasi
pertumbuhan tanaman. Tanaman juga toleran terhadap kadar kalsium rendah
dan

ketersediaan

aluminium

dan

mangan

yang


tinggi

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Ubi Kayu Mukibat
Ubi kayu mukibat pada dasarnya adalah ubi kayu hasil sambungan dari
batang bawah ubi kayu (Manihot esculenta) dengan ubi kayu karet
(Manihot glaziovii). Nama mukibat diambil dari penemu teknologi tersebut bapak
Mukibat, seorang petani yang hidup dan tinggal di daerah Ngadiloyo, kabupaten
Kediri pada periode 1903-1966. Menurut penduduk setempat bapak Mukibat
mendapatkan ide menyambung ubi karet ke ubi kayu biasa setelah mengikuti
kursus yang diberikan Petugas Penyuluh Pertanian dimana kepada setiap
partisipan

ditugasi

secara

individual

menyambung


tanaman

(Balitkabi, 2010).
Budidaya ubi kayu mukibat telah lama dikenal, namun sejauh ini belum
dikembangkan secara komersial oleh petani. Dengan meningkatnya permintaan
ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol, maka cara ini mempunyai prospek yang

Universitas Sumatera Utara

baik dan mulai dikembangkan oleh beberapa pemerintah daerah dan petani,
dengan harapan dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Hasil survei
kelayakan usaha tani menunjukkan belum ada teknologi baku untuk ubi kayu stek
sambung ditingkat petani. Meskipun demikian, penanaman ubi kayu stek
sambung mempunyai potensi hasil yang baik di Kabupaten Banyuwangi, Gunung
Kidul, dan Lampung Tengah, masing-masing dapat mencapai 59,0 t, 72,0 t dan
59,8 t/ha dengan keuntungan Rp 23.450.000 (B/C ratio 2,6), Rp 8.027.000 (B/C
ratio 1,3), dan Rp 22.315.000 (B/C ratio 2,1) (Radjid et al., 2010 ).
Di Indonesia, penanaman ubi kayu mukibat baru terdapat di beberapa
daerah dengan cara yang beragam sehingga memberikan hasil yang beragam pula.
Hasil survei Prasetiaswati et al., (2008) menunjukkan penggunaan bibit stek
sambung ubi kayu di tingkat petani di Jawa Timur memberikan hasil 33-59 t/ha,
lebih tinggi dibanding stek biasa (10,05 t/ha). Hasil analisis usaha tani
menunjukkan bahwa B/C ratio ubi kayu yang diusahakan dengan sistem stek
sambung berkisar antara 2,6-5,97, jauh lebih tinggi dibanding stek biasa (B/C
ratio 1,4). Meskipun ubi kayu sistem stek sambung memberikan hasil yang tinggi,
tetapi pengembangannya sangat lambat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain: (1) petani belum terampil membuat bibit, (2) tanaman
ubi kayu karet sebagai batang atas tidak selalu tersedia di setiap daerah, (3) lubang
tanam lebih dalam dan besar, (4) pada daerah yang anginnya cukup kencang
diperlukan penyangga agar tidak patah, dan (5) kesulitan panen karena umbi lebih
besar dan panjang (Nugroho et al., 1985).
Okulasi

Universitas Sumatera Utara

Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan organ
reproduktif setelah tejadi penyerbukan (cara seksual) atau dengan menggunakan
organ vegetatif. Perbanyakan secara vegetatif atau aseksual merupakan alternatif
yang dapat dilakukan untuk tanaman yang sulit dibiakkan

dengan biji.

Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakuakan dengan beberapa cara yakni :
dengan menggunakan tunas, stek, cangkok, perundukan, penyambungan, okulasi
dan kulur jaringan (Lakitan, 1995).
Perbanyakan vegetatif tanaman banyak dilakukan dengan berbagai cara,
mulai dengan yang sederhana sampai yang rumit. Tingkat keberhasilannya juga
bervariasi dari tinggi sampai rendah. Keberhasilan perbanyakan tanaman
tergantung pada beberapa faktor antara lain: cara perbanyakan yang digunakan,
jenis tanaman, waktu memperbanyak, keterampilan pekerja dan sebagainya
( Suwandi, 2000 )
Wudianto (2002) mengatakan bahwa ada 119 bentuk penyambungan. Dari
sekian banyak penyambungan ini digolongkan menjadi tiga golongan besar yaitu :
Bud-grafting atau budding yang kita kenal dengan istilah okulasi, Scion grafting,
lebih populer dengan grafting saja yaitu sambung pucuk atau enten, Grafting by
approach atau inarching yaitu cara menyambung tanaman sehingga batang atas
dan batang bawah masih berhubungan dengan akarnya masing-masing.
Penempelan atau okulasi (budding) adalah penggabungan dua bagian
tanaman yang berlainan sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan yang
utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada
bekas luka sambungan atau tautannya. Bagian bawah (yang mempunyai
perakaran) yang menerima sambungan disebut batang bawah (rootstock atau

Universitas Sumatera Utara

under stock) atau sering disebut stock. Bagian tanaman yang ditempelkan atau
disebut batang atas, entres (scion) dan merupakan potongan satu mata tunas
(entres) (Purnomo, 2009).
Hartmann dan Kester (1983) mengemukakan lima hal penting yang
menentukan keberhasilan sambungan, yaitu : Kompatibilitas (kesesuaian) antara
batang bawah dan bahan sambungan dan kemampuan menyatukan diri, Daerah
kambium dari batang bawah dan bahan sambungan harus saling menempel
sehingga memungkinkan terjadinya kontak langsung, Pelaksanaan sambungan
harus dilaksanakan pada saat batang dan bahan sambungan berada dalam kondisi
fisiologis yang layak. Umumnya ini diartikan bahwa tunas-tunas pada bahan
sambungan berada dalam keadaan dorman (istirahat), Segera setelah pelaksanaan
sambungan selesai semua permukaan luka/potongan harus dilindungi dari
kekeringan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi penutup kain, menutup
dengan lilin atau meletakkan tanaman di tempat lembab, Diperlukan pemeliharaan
selama periode waktu tertentu, guna mencegah kerusakan sambungan.
Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan sambung mata tunas /
okulasi (Budding) menurut Ashari (2006) adalah sukarnya kulit kayu batang
bawah dibuka, terutama pada saat tanaman dalam kondisi pertumbuhan aktif,
yakni pada saat berpupus atau daun-daunnya belum menua. Hal ini berkaitan
dengan kondisi fisiologis tanaman. Sebaiknya okulasi dilakukan saat tanaman
dalam kondisi dorman. (Hartmann et al., 1997).
Zat Pengatur Tumbuh
Konsep zat pengatur tumbuh diawali dengan konsep hormon tanaman.
Hormon tanaman adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam

Universitas Sumatera Utara

konsentrasi yang rendah mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses
fisiologis ini terutama mengenai pertumbuhan, differensiasi dan perkembangan
tanaman. Proses-proses lain seperti pengenalan tanaman, pembukaan stomata,
translokasi dan serapan hara dipengaruhi oleh hormon tanaman (Dewi, 2008).
Zat pengatur tumbuh dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu
golongan auksin, sitokinin, giberelin dan inhibitor. Zat pengatur tumbuh yang
tergolong auksin adalah indol asam butirat (IBA). Zat pengatur tumbuh yang
termasuk golongan sitokinin adalah kinetin, zeatin, ribosil dan bensil aminopurin
(BAP). Sedangkan golongan giberelin adalah GA1, GA2, GA3, GA4, dan
golongan

inhibitor

adalah

fenolik

dan

asam

absisik

(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Air kelapa merupakan salah satu bahan alami yang mengandung hormon
sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l. (Yong J,W,H et al.,2009 ). Senyawa lain
yang terdapat dalam air kelapa adalah protein, lemak, mineral, karbohidrat,
bahkan lengkap dengan vitamin C dan B kompleks . Protein dan karbohidrat
dibutuhkan tanaman sebagai cadangan makanan, lemak dibutuhkan tanaman
sebagai cadangan energi, mineral sebagai bahan penyusun tubuh tanaman, dan
vitamin C dan B kompleks berperan di dalam proses metabolisme. Dengan
demikian, air kelapa dapat dimanfaatkan untuk memacu pertumbuhan baik
pertunasan maupun perakaran pada berbagai jenis tanaman (Ningsih et al., 2010).
Pada umumnya auksin mengontrol pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan, yang mempengaruhi: pembelahan sel, perpanjangan sel dan
differensiasi sel. Menengahi respon fisiologis berjangka pendek dari tumbuhan
terhadap stimulus lingkungan. mempunyai efek ganda, tergantung pada tempat

Universitas Sumatera Utara

kegiatannya,

konsentrasinya

dan

stadia

perkembangan

tumbuhan

(Santoso, 2010).
Sitokinin berfungsi untuk memacu pembelahan sel dan

pembentukan

organ. Salah satu jenisnya adalah BAP ( 6 benzylaminopurine) (Pranata,2004).
Sitokinin

merupakan

phyitohormon

yang

mendorong

pembelahan

sel

(sitokinesis), membantu dalam aktivitas meristem akar, membantu dalam proses
fotosintesis, pertumbuhan daun, mobilitas nutrisi, pertumbuhan akar dan
membantu merespon pada saat tanaman mengalami stres. Beberapa macam
sitokinin merupakan sitokinin alami (misal : kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya
merupakan sitokinin sintetik. Sitokinin

alami dihasilkan pada jaringan yang

tumbuh aktif terutama pada akar, embrio dan buah (Yong J,W,H et al.,2009 ).
Dari hasil penelitian Marpaung dan Hutabarat (2015) menyatakan bahwa
jenis bahan alami air kelapa 50% menghasilkan waktu bertunas lebih cepat,
panjang tunas, jumlah daun, panjang, dan bobot basah akar yang tinggi. Bahan
alami air kelapa 50% dapat menggantikan perangsang akar sintetis sebagai zat
pengatur tumbuh pada setek batangtin. Hasil dari penelitian ini akan bermanfaat
dalam meningkatkan persentase jadi perbanyakan bibit tin melalui setek batang
dengan menggunakan bahan alami sebagai perangsang tumbuh.
Bawang

merah

merupakan

jenis

bawang

yang

paling

banyak

dimanfaatkan. Kuantitas pemakaian umbi bawang merah ini sangat besar maka
tanaman bawang

merah banyak diusahakan di seluruh Indonesia. Karena

kuantitas konsumsi bawang merah yang juga sangat besar maka umbi bawang
merah ini potensial untuk dikembangkan sebagai “health food suplement”
(E-book pangan, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Salah satu tumbuhan yang dianggap dapat digunakan sebagai zat pengatur
tumbuh alami adalah bawang merah. Karena bawang merah memiliki kandungan
hormon pertumbuhan berupa hormon auksin dan gibberellin, sehingga dapat
memacu pertumbuhan benih (Marfirani, 2014).
Giberelin yang berperan penting pada proses respirasi berfungsi sebagai
prekursor pada sintesis GA. Kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan
pada tanaman lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh
auksin apabila diberikan secara tunggal. Namun demikian auksin dalam jumlah
yang sangat sedikit tetap dibutuhkan agar GA dapat memberikan efek yang
maksimal.
Dari hasil penelitian Siskawati et al., (2013) menyatakan bahwa
pemberian ekstrak bawang merah 100%

berbeda nyata dengan kontrol dan

perlakuan lainnya. Ekstrak bawang merah 100%

menghasilkan jumlah daun

terbanyak yaitu 10,46 helai, sedangkan ekstrak bawang merah 0% (kontrol)
menghasilkan jumlah daun terendah yaitu 7,33 helai dan Pemberian ekstrak
bawang merah 100% berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan lainnya.
Ekstrak bawang merah 100% menghasilkan berat basah dan berat kering tajuk
tertinggi yaitu 44,91 g dan 6,72 g, sedangkan ekstrak bawang merah 0% (kontrol)
menghasilkan berat basah dan berat kering tajuk terendah yaitu 27,67 g dan 3,94 g
pada stek batang jarak pagar (Jatropha curcas L.).
Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan daya konsentrasi 0,05% hormon
IAA atau IBA bisa meningkatkan keberhasilan penyambungan, caranya dengan
mencelupkan atau mengolesi kedua ujung yang akan dilekatkan, atau
menyemprotkan batang atas sebelum disambung (Wudianto, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Media Tanam
Faktor lingkungan yang berpengaruh pada penyambungan diantaranya
media tanam dan ketersediaan hara bagi tanaman. Media tanam berfungsi untuk
menopang bibit, menyimpan dan menyediakan air, serta memberikan unsur hara
bagi bibit. Media tanam yang baik adalah gembur, aerasi baik, porositas tinggi,
mampu menahan air dan menyediakannya bagi tanaman, dan mampu
menyediakan unsur hara (Prastowo dan Roshetko, 2006).
Media perbanyakan tanaman yang sering digunakan harus memenuhi
syarat sebagai berikut : cukup kompak, mempunyai kapasitas pegang air (water
holdig capacity), mempunyai aerasi yang baik, bebas dari benih gulma, nematoda,
jamur, dan bakteri patogenik, dan musuh alami tanaman yang lain atau dapat
dipasteurisasi dengan uap air panas (steam) atau dengan agrokimia, menyediakan
unsur hara esensial bagi tanaman (Lakitan, 1995).
Bahan-bahan yang sering digunakan sebagai media terdiri dari bahan
organik dan anorganik. Bahan-bahan organik yang umum dan mungkin digunakan
sebagai media perbnyakan tanaman antara lain kompos, gambut, serbuk gergaji,
sekam padi, lumut sphagnum kering, kulit kayu yang dihancurkan. Bahan
anorganik yang dapat digunakanantara lain pasir, perlite, pumice, vermiculite, dan
steroform (Lakitan, 1995).
Bahan organik merupakan bahan yang memenuhi syarat sebagai media
pembibitan karena dapat memperbaiki struktur tanah, menyimpan air dalam waktu
yang lama, meningkatkan aktivitas organisma tanah, menambah unsur hara, dan
menurunkan daya jerap partikel tanah terhadap kation (Nyakpa et al., 1986).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Prastowo dan Roshetko (2006) syarat media pembibitan yang
baik adalah ringan, murah, mudah didapat, porus (gembur) dan subur (kaya unsur
hara). Dari hasil penelitian Sugiatno dan Hamim (2009) menunjukkan bahwa
komposisi media pembibitan pupuk kandang kambing, tanah, dan sekam padi
pada media dengan perbandingan 3: 1: 1 berpengaruh nyata pada persentase
keberhasilan penyambungan, tinggi bibit, jumlah daun dan bobot kering tajuk.

Universitas Sumatera Utara