Sistemik Lupus Eritematosus dengan Stroke pada Wanita Muda

Sistemik Lupus Eritematosus dengan Stroke pada Wanita Muda
Zuhrial Zubir, Reny Fahila
Divisi Pulmonologi, Alergi dan Immunologi,
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan
ABSTRAK
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) merupakan penyakit inflamasi
autoimun kronis yang sering terjadi pada wanita muda.
Terjadi kerusakan organ yang awalnya dimediasi oleh kompleks imun dan
autoantibodi. Diagnosis SLE berdasarkan kriteria dari American College of
Rheumatology, diagnosis ditegakkan bila ditemukan ≥4 dari 11 kriteria.
SLE dapat juga mempengaruhi sistem saraf, hal ini pertama kali
dikemukakan oleh Kaposi dan Hebra pada tahun 1875. Keterlibatan sistem saraf
diantaranya berupa vaskulopati dalam hal ini adanya peran antibodi
antiphospholipid (aPL) sebagai penyebab terjadinya stroke. Kejadian vascular
tidak hanya khusus pada pasien dengan antibodi aPL, juga disebabkan karena
penyebab yang lain dikaitkan dengan penyakit kronis seperti hipertensi dan
aterosklerosis yang terjadi lebih cepat.
Dilaporkan satu kasus seorang wanita 25 tahun, masuk RSUP H. Adam Malik
Medan, dengan keluhan utama lemah tungkai sebelah kiri, dialami sejak 2 hari ini.
Riwayat nyeri kepala, kejang tidak dijumpai, riwayat darah tinggi disangkal.
Muncul ruam didahi, dibadan, dimulut dan nyeri-nyeri sendi terutama di jari

tangan dialami os sejak ± 1 tahun ini. Sebelumnya pasien dirawat dibagian
Neurologi dengan adanya kecurigaan SLE pasien dikonsulkan ke bagian Penyakit
Dalam. Riwayat pengunaan obat sebelumnya pasien minum dexametason 3x1
tablet selama ± 1 bulan dari bidan karena sesak nafas.
Pada pemeriksaan ditemukan tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 98 kali/
menit. Pemeriksaan fisik dijumpai ulkus dimulut, ruam diskoid di badan dan
ektermitas. Hasil pemeriksaan darah: Hemoglobin 8 g%, trombosit 116.000/mm3 ,
ANA test 99, Anti ds-DNA 222, kolesterol total 248mg/dl, LDL 195mg/dl, HDL
29mg/dl, lupus anti coagulant 1,18 detik (normal), Foto thorax kardiomegali,
Head CT scan infark di basal ganglia kanan ( kapsula interna kanan). EKG kesan
sinus ritmis, iskemik anterolateral, LVH, Ekokardiografi dengan kesimpulan EF
53%, TR mild, pemeriksaan Digital Subtraction Angiography (DSA)
menunjuknya stenosis (±90%) pada segmen P1 arteri serebri posterior kanan.
Pasien didiagnosa dengan SLE + Hemiparese sinistra ec. Stroke nonhemoragik .
Diterapi dengan injeksi methyl prednisolone 250mg/12 jam, siklosporin 2x100mg,
kloroquin 1x250mg, aspilet 1x80mg, simvastatin 1x20mg, captopril 2x 25mg, dan
fisioterapi. Pasien juga diterapi dengan citicolin 1 gr/12jam dari bagian neurologi.
Setelah perawatan 14 hari pasien pulang dengan perbaikan klinis.
Kesimpulan:
Dilaporkan satu kasus SLE pada wanita muda dengan stroke nonhemoragik.

Setelah dilakukan perawatan dirumah sakit menunjukan respon terapi yang
memuaskan.
Kata kunci : Sistemik Lupus Eritematosus, wanita muda, stroke

1

PENDAHULUAN
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) merupakan penyakit inflamasi
autoimun kronis yang belum diketahui etiologinya, memiliki manifestasi klinis,
perjalanan penyakit dan prognosis yang beragam

1,2.

Sering terjadi pada wanita

muda di mana organ dan sel mengalami kerusakan yang awalnya dimediasi oleh
kompleks imun dan autoantibodi 3,4.
Prevalensi lupus sekitar 40 kasus per 100.000 orang di Eropa Utara dan
lebih dari 200 kasus per 100.000 pada kulit hitam. Di Amerika Serikat, jumlah
pasien lupus melebihi 250.000 orang. Angka harapan hidup meningkat

diperkiraan tingkat kelangsungan hidup 4 tahun (50%) pada tahun 1950 dan saat
ini tingkat kelangsungan hidup 15 tahun (80%). Lupus sering didiagnosa pada
usia 20 tahun dan 1 dari 6 kasus kematian pada usia 35 tahun, paling sering
disebabkan infeksi, infark miokard dan stroke5.
Di Indonesia data tahun 2002 dari RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta,
didapatkan 1.4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi
Penyakit Dalam, RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 pasien SLE atau 10.5%
dari total pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010.
Belum ada data epidemiologi SLE yang mencakup untuk semua wilayah
Indonesia 1
Diagnosis SLE berdasarkan gambaran klinis yang khas dan pemeriksan
autoantibodi. Kriteria dimaksudkan untuk konfirmasi diagnosis SLE. Diagnosis
SLE berdasarkan kriteria dari American College of Rheumatology, ditegakkan bila
ditemukan ≥4 dari 11 kriteria ( Tabel 1)

2

TABEL 1. KRITERIA DIAGNOSTIK SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS

Dikutip dari : Hahn B.H. Systemic Lupus Erythematosus. In Harison 2724-2735


Salah satu dari kriteria diagnostik SLE adalah gangguan neurologi atau
sering disebut Neuropsikiatri Sistemik Lupus Eritematosus (NPSLE) merupakan
sindrom neurologi sentral, perifer, sistem saraf autonom dan psikiatri yang
terdapat pada pasien SLE dimana penyebab lainnya sudah disingkirkan2.
Keterlibatan sistem saraf ini pertama kali dijelaskan oleh Kaposi dan
Hebra pada tahun 1875 dan pada tahun 1903 Osler menemukan bahwa terjadi
iskemia serebral fokal yang berulang pada SLE 6.

Birnbaum et al. dalam studi

prospektif dari 1584 pasien SLE, ditemukan 36 pasien dengan stroke iskemik
(2,27%), dan 2 pasien dengan stroke hemorrhage 6. Pasien dengan SLE memiliki
risiko 2,04 kali rawat inap karena stroke dibandingkan pasien non-SLE6 .
Prefalensi stroke, transient ischemic attacks, dan infark miokardial lebih tinggi
pada pasien SLE3.
Patofisiologi keterlibatan sistem saraf pada SLE diantaranya adalah
vaskulopati yang ditandai dengan akumulasi sel mononuclear pada perivaskular,
tanpa terjadinya kerusakan dari pembuluh darah. Dapat terjadi infark kecil karena
oklusi dari lumen. Namun patogenesis vaskulopati dan vaskulitis pada SLE tidak

diketahui

pasti. Dihubungkan

dengan

autoantibodi

tertentu

.

Antibodi

antifosfolipd berperan pada vaskulopati dihubungkan dengan kejadian stroke 2.

3

Terdapat juga berbagai autoantibodi pada SLE sebagai kompleks imun,
yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi sel-sel endotel,

menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Antibodi pada sel endotel dan
membran sel fosfolipid terutama dikaitkan dengan aktivasi dan kerusakan sel
endotel dan adhesi monosit.
Vaskulitis sistemik pada SLE merupakan kondisi proatherogenik, ditandai dengan
aktivasi leukosit, dan produksi sitokin serta mediator inflamasi lainnya 7 .
Stroke

pada

SLE

multifaktorial,

viskositas

darah,

autoantibodi,

peningkatan konsentrasi homosistein dan polimorfisme genetik mungkin berperan

dalam perkembangan penyakit SLE. Dilaporkan terdapat peningkatan viskositas
darah pada pasien dengan SLE dengan riwayat trombosis arteri.
Antibodi antifosfolipid (aPL), termasuk lupus antikoagulan (LA), antibodi
anticardiolipin (aCL) dan anti-β2- glikoprotein-1 (anti-β2-GP1) antibodi,
berhubungan dengan hiperkoaguabilitas dan kejadian trombosis akut atau
dikaitkan dengan peningkatan risiko tromboemboli arteri dan vena, termasuk
stroke. Sindrom antifosfolipid antibodi (APS) adalah kondisi protrombotik
ditandai dengan adanya antibodi ini. APS mungkin bisa sebagai diagnosa utama,
tapi mungkin hadir bersama dengan kondisi lain, seperti SLE 3,8.
Kejadian vascular tidak hanya khusus pada pasien dengan antibodi
terhadap fosfolipid (aPL). Sindrom stroke pada SLE juga disebabkan karena
penyebab yang lain dikaitkan dengan penyakit kronis seperti hipertensi dan
aterosklerosis yang terjadi lebih cepat 2,3. Faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap risiko klinis dan subklinis penyakit aterosklerotik vaskular termasuk juga
usia, jenis kelamin laki-laki, merokok, lamanya penyakit, dyslipidemia,
homosisteinemia, peningkatan kerusakan pembuluh darah, durasi dan dosis
kumulatif kortikosteroid, hipertensi, dan obesitas 6.
Hipertensi dan aterosklerosis juga sering dihubungkan dengan penggunaan
kortikosteroid jangka panjang yang merupakan faktor risiko tersering 2.
Peningkatan plasma homosistein juga diidentifikasikan sebagai salah satu faktor

risiko stroke dan kejadian tromboemboli lainnya pada SLE. Infeksi, vaskulitis,
penyakit jantung katup, emboli, dan thrombosis dapat berefek terhadap pembuluh
darah yang menyebabkan penyumbatan 2.

4

LAPORAN KASUS
Dilaporkan satu kasus seorang wanita 25 tahun, masuk RSUP H. Adam
Malik Medan, dengan keluhan utama lemah tungkai sebelah kiri, dialami sejak 2
hari ini. Riwayat nyeri kepala, kejang tidak dijumpai, riwayat darah tinggi
disangkal. Muncul ruam didahi, dibadan, dimulut dan nyeri-nyeri sendi terutama
di jari tangan dialami os sejak ± 1 tahun ini. Sebelumnya pasien dirawat dibagian
Neurologi dengan adanya kecurigaan SLE pasien dikonsulkan ke bagian Penyakit
Dalam. Riwayat pengunaan obat sebelumnya pasien minum dexametason 3x1
tablet selama ± 1 bulan dari bidan karena sesak nafas.
Pada pemeriksaan ditemukan tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 98 kali/
menit. Pemeriksaan fisik dijumpai ulkus dimulut, ruam diskoid di badan dan
ektermitas. Hasil pemeriksaan darah: Hemoglobin 8 g%, trombosit 116.000/mm3 ,
ANA test 99, Anti ds-DNA 222, kolesterol total 248mg/dl, LDL 195mg/dl, HDL
29mg/dl, lupus anti coagulant 1,18 detik (normal), Foto thorax kardiomegali,

Head CT scan infark di basal ganglia kanan ( kapsula interna kanan). EKG kesan
sinus ritmis, iskemik anterolateral, LVH, Ekokardiografi dengan kesimpulan EF
53%,

TR

mild,

pemeriksaan

Digital

Subtraction

Angiography

(DSA)

menunjuknya stenosis (±90%) pada segmen P1 arteri serebri posterior kanan.
Pasien didiagnosa dengan SLE + Hemiparese sinistra ec. Stroke nonhemoragik .

Diterapi dengan injeksi methyl prednisolone 250mg/12 jam, siklosporin 2x100mg,
kloroquin 1x250mg, aspilet 1x80mg, simvastatin 1x20mg, captopril 2x 25mg, dan
fisioterapi. Pasien juga diterapi dengan citicolin 1 gr/12jam dari bagian neurologi.
Setelah perawatan 14 hari pasien pulang dengan perbaikan klinis.

DISKUSI
SLE adalah sindrom yang memiliki manifestasi klinis, perjalanan penyakit
dan prognosis yang bervariasi

1,2.

Berdasarkan kriteria dari American College of

Rheumatology, Diagnosis ditegakkan bila ditemukan ≥4 dari 11 kriteria 1,2,3.
Pada pasien dijumpai adanya ruam di wajah dan dibagian tubuh yang lain,
ulucus dimulut serta nyeri sendi-sendi. Hasil pemeriksaan laboratorium pada

5

pasien dijumpai nilai Hb 8 g%, trombosit 116.000/mm 3, kesan anemia dan

trombositopeni, ANA tes dan anti ds-DNA meningkat.

Perikarditis merupakan manifestasi jantung yang paling sering; biasanya
respon terapi anti-inflamasi. Manifestasi jantung lebih serius adalah miokarditis
dan endokarditis fibrinous. Keterlibatan endokardial dapat menyebabkan
insufisiensi katup3,9, yang paling sering pada katup mitral atau katup aorta, atau
peristiwa embolik. Pasien dengan SLE risiko infark miokard meningkat, biasanya
karena aterosklerosis yang terjadi lebih cepat yang mungkin disebabkan oleh
gangguan imunitas, peradangan kronis, dan / atau kerusakan oksidatif kronis
arteri3 .

Pada pasien hasil EKG kesan iskemik anterolateral dan hasil pemeriksaan
ekokardiografi dengan kesimpulan EF 53%, TR mild.

Pada beberapa studi menemukan bahwa pada populasi umum antibodi
antifosfolipid berhubungan dengan peningkatan risiko stroke dan stroke
berulang6. Namun stroke pada SLE merupakan kejadian vaskular, yang tidak
hanya khusus untuk antibodi terhadap fosfolipid (aPL) yang salah satunya adalah
lupus antikoagulan, merupakan prediktor kuat dari trombosis daripada antibodi
anticardiolipin 6,9, tapi juga dapat disebabkan karena penyebab yang lain.

Pada pasien hasil pemeriksaan lupus anti coagulant normal

Mekanisme lain dari kerusakan pembuluh darah

pada SLE adalah

aterosklerosis dini. Ada banyak bukti bahwa percepatan aterosklerosis pada SLE
dapat

menyebabkan

penyakit

serebrovaskular

dini.

Faktor-faktor

yang

berkontribusi terhadap risiko penyakit vaskular aterosklerotik klinis dan subklinis
termasuk bertambahnya usia, jenis kelamin laki-laki, merokok, lamanya penyakit,
dislipidemia, homosisteinemia, durasi dan dosis kumulatif kortikosteroid,,
obesitas dan hipertensi 6.

6

Hipertensi lebih sering terjadi pada SLE dibandingkan pada populasi umum,
meningkatkan risiko aterosklerosis subklinis dan stroke. Pada beberapa
penelitian penggunaan kortikosteroid dikaitkan dengan hipertensi.
Petri melaporkan bahwa setiap peningkatan dosis prednisone 10 mg
meningkatkan tekanan darah arteri rata-rata 1,1 mHg. 7

Pada pasien dari pemeriksaan fisik TD 170/100 mmHg. Dari anamnesis pasien
dengan riwayat mengkonsumsi dexamethasone 3x1tablet selama beberapa bulan
yang diberikan oleh bidan karena pasien ada keluhan sesak nafas. pemeriksaan
laboratorium koleterol total 248mg/dl, LDL 195mg/dl. Hasl head CT scan
ditemukan adanya infark dibasal ganglia kanan, serebral DSA menunjuknya
stenosis (±90%) pada segmen P1 arteri serebri posterior kanan.

Penatalaksanaan Stroke Pada SLE
Kortikosteroid digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien dengan
SLE. Meski dihubungkan dengan munculnya banyak efek samping. Digunakan
sebagai antiinflamasi dan imunosupresi. Dosis kortokosteroid yang digunakan
bervariasi2 (tabel 2). Kortikosteroid dosis tinggi sering diberikan pada lupus
serebritis, nefritis dan trombositopeni2. Dan pada keadaan ini pula pemberian
kortikosteroid sering digabungkan dengan obat imunosupresan atau sitotoksik.
Beberapa obat imunosupresan yang biasa digunakan yaitu siklosporin, azatioprin,
metotrexat dan mikofenolat mofetil2.
Tabel 2. Dosis kortikosteroid

Dikutip dari: Wijaya L.K. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke enam.

Hydroxychloroquine memiliki efek hematologi dan imunologi yang
memiliki efek dalam mengurangi kolesterol, glukosa, titer antibodi antifosfolipid,

7

pengikatan anti-β2-glikoprotein I fosfolipid bilayers, viskositas darah, dan
agregasi trombosit tanpa memberikan efek pada bleeding time 6.
Terapi antikoagulan jangka panjang dengan aspirin atau warfarin
diindikasikan pada sebagian besar pasien dengan sindrom stroke yang disebabkan
sebagai antibodi antifosfolipid atau trombosis. Pemberian dapat dipertimbangkan
bila ditemukan stroke hemorrhagik dan sebagai terapi pencegahan stroke setelah
serangan2. Sebuah studi longitudinal oleh Tektonidou et al. menunjukkan bahwa
penggunaan aspirin dosis rendah memiliki peran protektif ringan terhadap
trombosis di antifosfolipid pasien SLE antibodi-positif 6.
Dislipidemia, ditandai dengan tingginya tingkat serum total dan lowdensity lipoprotein kolesterol (LDL-C), kadar trigliserida yang tinggi, dan highdensity lipoprotein kolesterol (HDL-C), merupakan faktor risiko konvensional
untuk trombosis arteri pada pasien SLE. Hiperlipidemia bersifat proatherogenik,
berhubungan dengan disfungsi endotel dan peningkatan ketebalan media intima
arteri karotid, yang menyebabkan aterosklerosis6.
Statin bertindak oleh kompetitif inhibitor dari hydroxymethylglutarylkoenzim A (HMG-CoA) enzim reduktase. Statin mengurangi perkembangan
aterosklerosis pada population umum dengan penurunan LDL-C dan juga sebagai
efek antiinflamasi pleiotrophic, termasuk penurunan molekul adhesi, mengurangi
ekspresi tissue factor, mengurangi sitokin inflamasi, meningkatkan aktivitas
fibrinolitik, dan mengurangi ekspresi kelas II kompleks major histocompatibility
antigen. Statin juga dapat mencegah aktivasi sel endotel yang disebabkan oleh
antibodi antifosfolipid6 .
Hipertensi merupakan prediktor independen kejadian stroke iskemik.
Faktor usia, etnis, merokok, dan obesitas terbukti meningkatkan hipertensi.
Tekanan darah ideal adalah sistolik di bawah 120 mmHg dan diastolik di bawah
80 mm Hg. Pada studi meta-analisis percobaan acak dari 23 orang dengan stroke,
terapi antihipertensi mengurangi risiko stroke sebesar 32% dibandingkan dengan
tidak ada terapi 6. Hipertensi sering terjadi pada pasien SLE dibandingkan dengan
populasi umum. Hal ini meningkatkan risiko stroke dan aterosklerosis subklinis.
Pada beberapa penelitian penggunaan prednison dikaitkan dengan hipertensi 6

8

Pasien diterapi dengan injeksi methyl prednisolone 250mg/12jam dengan
penurunan dosis ( tapering off), aspilet 1x80mg, siklosporin

2x100mg,

simvastatin 1x20mg, captopril 2x 25mg, kloroquin 1x250mg dan juga fisioterapi.
Setelah perawatan 14 hari pasien pulang dengan perbaikan klinis.

KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus SLE pada wanita muda dengan stroke dimana dengan
faktor risiko dislipidemi dan hipertensi yang disebabkan karena pemakaian
kortikosteroid jangka panjang. Pasien dirawat selama 14 hari dan setelah diterapi
dengan obat-obat yang sesuai pasien mengalami perbaikan klinis.

9

DAFTAR PUSTAKA
1. Kasjmir Y. I, Handono K, Wijaya L.K, Hamijoyo L, et al. Rekomendasi
Perhimpunan Reumatologi Indonesia Untuk Diagnosis dan Pengelolaan
Lupus Eritematosus Sistemik hal:1-40
2. Wijaya L.K. Diagnosis dan Penatalaksanaan Neuropsikiatrik Sistemik
Lupus Eritematosus. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo A.W et al editor.
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke enam. Jakarta. Internal
Publishing. 2014: 3384-3391.
3. Hahn B.H. Systemic Lupus Erythematosus. In Harison

Principal of

Internal Medicine, ed.18; Volume 1; Newyork 2012:2724-2735
4. Krishnan E. 
 Stroke subtypes among young patients with systemic lupus
erythematosus. The American Journal of Medicine (2005) 118, 1415.e11415.e7.
5. Rahman A, Isenberg D.A. Systemic Lupus Erythematosus. n engl j med
358;9 www.nejm.org february 28, 2008
6. Chiu C.C, Huang C.C, Chan W.L, Chung C.M, et al. Increased Risk of
Ischemic Stroke in Patients with Systemic Lupus Erythematosus:
 A
Nationwide Population-based Study. Intern Med 51: 17-21, 2012 DOI:
10.2169/internalmedicine.51.6154
7. Timlin H and Petri M. Transient ischemic attack and stroke in systemic
lupus erythematosus. Lupus (2013) 22, 1251–1258
8. Mikdashi J, Handwerger B, Langenberg P, et al. Baseline Disease
Activity, Hyperlipidemia, and Hypertension Are Predictive Factors for
Ischemic Stroke and Stroke Severity in Systemic Lupus Erythematosus.
Stroke. 2007;38:281-285. Downloaded from http://stroke.ahajournals.org/
on June 27, 2015
9. Cieslik P, Hrycek A, Klucinski P. Vasculopathy and vasculitis in systemic
lupus erythematosus. Pol Arch Med Wewn. 2008: 118 (1-2): 57-63.

10

Cieslik P, Hrycek A, Klucinski P. Vasculopathy and vasculitis in systemic lupus
erythematosus. Polskie Archiwum Medycyny Wewnetrznej 2008; 118 (1-2)

11