Hubungan Karakteristik Individu, Penggunaan APD dan Lokasi Kerja Dengan Gejala Photokeratitis Pada Pekerja Las PT. Adhi Karya (Persero) Tbk Duri, Riau Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelasan
Pengelasan (welding) diartikan sebagai salah satu teknik penyambungan
logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau
tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan
yang kontiniu (Sonawan, 2003). Menurut Deutsce Industrie Normen (DIN) dalam
Daryanto (2013), las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang
dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan
lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam
dengan menggunakan energi panas.
Temperatur busur las listrik sama tingginya dengan temperatur permukaan
matahari, kira-kira 5000-6000 C, sedangkan temperatur nyala api gas asetilin adalah
kira-kira 3100 C. Keduanya menimbulkan radiasi sinar yang berbahaya bagi mata (
Daryanto, 2013). Menurut Canadian Center For Occupational Health and Safety
(2008), pada proses pengelasan dapat mengeluarkan radiasi dengan panjang
gelombang antara 200-1400 nm. Ini termasuk radiasi ultraviolet (antara 200-400 nm),
sinar tampak (400-700 nm), dan inframerah (antara 700-1400 nm).
2.1.1 Jenis Pengelasan
Menurut Sriwidharto (1996), di Indonesia ada 2 jenis pengelasan yang sering
digunakan yaitu dengan mempergunakan busur nyala listrik (shielded metal arc

welding/SMAW), dan las karbit (oxy acetylene welding/OAW). Di beberapa kegiatan
industri yang mempergunakan tekhnologi canggih di Indonesia, telah pula

8

Universitas Sumatera Utara

9

menggunakan pengelasan jenis T.I.G (tungsten inert gas welding/SAW), M.I.G
(metal gas welding atau CO2 welding), las tahanan listrik ( electric resistance
welding/ ERW), las busur terbenam (submerged arc welding/SAW), dan
kemungkinan sinar laser untuk keperluan pengobatan.
a. Jenis las berdasarkan panas tenaga listrik
1. SMAW (Shielded Metal Arc Welding)
Las busur nyala listrik terlindung, adalah pegelasan dengan mempergunakan
busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam. Untuk keselamatan kerja,
maka tegangan yang dipakai hanya 23-45 volt saja, sedang untuk pencairan
pengelasan dipakai arus listrik hingga 500 amper. Secara umum berkisar antara 80200 Am. Untuk mencegah oksidasi ( reaksi dengan zat asam O2), bahan penambah
las (elektroda) dilindungi dengan selapis zat pelindung (flux atau slag) yang sewaktu

pengelasan ikut mencair.
2. SAW (Submerged Arc Welding)
Las busur terbenam adalah pengelasan dengan busur nyala listrik. Untuk
mencegah oksidasi cairan metal dan metal tambahan, dipergunakan butir-butir flux
atau slag, sehingga busur nyala terpendam dalam urungan dalam butir tersebut.
Karena panas busur nyala, butir-butir flux mencair dan melapisi cairan metal guna
menghindari oksidasi. Jenis pengelasan ini dilaksanakan secara otomatis atau
setengah otomatis dan digunakan untuk jalur las yang besar dan panjang.

Universitas Sumatera Utara

10

3. ERW (Electric Resistence Weld)
Las tahanan listrik. Dengan tahanan yang besar, panas yang dihasilkan oleh
aliran listrik menjadi sedemikian tingginya sehingga mencairkan logam yang akan
dilas. Contohnya adalah pada pembuatan pipa ERW, pengelasan plat-plat dinding
pesawat.
b. Jenis las berdasarkan panas dari kombinasi busur nyala listrik dan gas kekal
(inert)

1. GMAW (Gas Metal Arc Welding)
Pengelasan dengan gas. Nyala dihasilkan berasal dari busur nyala listrik, yang
dipakai sebagai pencair metal yang dilas dan metal penambah. Sebagai pelindung
oksidasi dipakai gas pelindung yang berupa gas kekal inert atau CO2.
2. GTAW (Gas Tungsten Arc Welding)
Pengelasan dengan menggunakan busur nyala yang dihasilkan oleh elektroda
tetap terbuat dari tungsten. Sedangkan sebagai bahan penambah terbuat dari bahan
yang sama atau sejenis dengan bahan yang dilas dan terpisah dari pistol las (welding
gun). Jenis las ini baik untuk penyambungan bahan metal dan bahan-bahan campuran
yang tipis.
c. Las berdasarkan atas panas dari pembakaran campuran gas
1. OAW (Oxy Acetylene Welding)
Las karbit atau las autogen. Panas dapat dihasilkan dari pembakaran gas
acetylene (C2H2) dengan zat asam (O2). Ada juga yang sejenis dengan las ini
menggunakan gas propan sebagai pengganti acateylene, ada pula hydrogen (H2) dan

Universitas Sumatera Utara

11


zat asam yang disebut oxy hydrogen welding. Karena panas yang dihasilkan hanya
pas-pasan saja maka jenis las ini hanya baik untuk pengelasan plat-plat tipis. Mutu las
karbit umumnya kurang baik ditinjau dari segi kekuatannya mengingat banyaknya
bagian las yang teroksidasi karena dipakainya zat asam sebagai pemanasnya.
2.1.2 Bahaya Pengelasan
Menurut Wiryosumarto, dkk (1985) beberapa bahaya risiko paling utama dalam
pengelasan adalah :
1. Radiasi
Selama proses pengelasan akan timbul radiasi yang dapat membahayakan pekerja
las dan pekerja lain yang ada disekitar pengelasan. Radiasi tersebut bersumber dari
cahaya yang dapat dilihat atau cahaya tampak, sinar ultraviolet dan sinar infra merah.
2. Debu dan gas uap dari pengelasan
Debu asap dengan ukuran 0,5 µm atau lebih bila terhirup akan tertahan oleh bulu
hidung dan bulu pada saluran pernafasan, sedang debu asap yang lebih halus akan
terbawa masuk keparu-paru. Debu asap yang tinggal akan melekat pada kantong
udara di paru-paru dapat menimbulkan penyakit sesak nafas.Gas-gas berbahaya juga
dapat muncul dalam pengelasan seperti gas karbon monoksida (CO), karbon dioksida
(

), dan gas nitrogen dioksida (


).

Universitas Sumatera Utara

12

3. Bahaya listrik
Listrik merupakan suatu bahaya yang ada pada proses pengelasan. Banyak sekali
kecelakaan yang terjadi ditimbulkan oleh listrik dan akibatnya dapat sampai dengan
kematian pekerja.
2.1.3 Keselamatan dan Kesehatan dalam Pengelasan
2.1.3.1

Keselamatan dalam Pengelasan
Menurut Sriwidharto, (1996) untuk dapat terjaminnya keselamatan kerja las,

maka hal-hal ini yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan :
1. Persiapan
a. Dalam persiapan pengelasan bukan hanya tukang las yang harus menyiapkan

segala sesuatu tentang perlengkapan las tetapi yang lebih utama adalah persiapan
lingkungan kerja yang diusahakan oleh pihak pengawas kerja ataupun pengawas
instalasi, misalnya: meninjau apakah lokasi pengelasan layak untuk ditempati
oleh tukang las selama melaksanakan pekerjaan pengelasan misalnya, apakah
lokasi pengelasan panas sekali, bising sekali, letaknya cukup tinggi atau sangat
tinggi, basah/lembab/becek atau diatas permukaan air yang bergelora,
mengandung gas-gas yang mudah beracun, ditengah-tengah kerumnan/keramaian
masa, didalam ruangan tertutup yang sempit/pengap dan selainnya. Dari semua
kondisi tersebut tentukanlah langkah-langkah pengamanan yang dilakukan oleh
pihak pengawas seperti: penyedian baju tahan panas oleh pekerja pengelasan,
penyedian pelindung pendengaran, pelampung dan pelindung kedap air untuk
tempat basah , pengujian pendahuluan akan kandungan gas-gas ditempat kerja,

Universitas Sumatera Utara

13

rambu-rambu peringatan, ventilasi dan blower pesuplai udara segar dan alat-alat
keselamatan kerja lain.
b. Peralatan yang akan dilas

Peralatan yang akan dilas harus dipersiapkan sedemikian rupa supaya layak
dilas artinya: peralatan telah dibebaskan dari tugas operasinya, telah dikosongkan dan
dibilas, diperiksa lebih dulu kandungan gasnya yang berbahaya, menyediakan sarana
ventilasi serta lampu penerangan 24 volt (jika pengelasan dilaksanakan dalam
ruangan). Melindungi daerah pengelasan dengan tabir air/kabut dan selubung
pengelasan jika (jika pelaksaan pengelasan diluar peralatan) dan jika pengelasan
mendapat izin oleh pihak instansi atau pengawas. Tanpa persiapan ini pekerja dapat
menolak melakukan pengelasan demi keselamatan dirinya sendiri, orang-orang
disekitarnya dan peralatan itu sendiri.
c. Peralatan pengelasan
1. Mesin las atau transformer las harus dalam keadaan baik dan dapat mensuplai
arus dan tegangan yang tidak selalu berubah dengan sendirinya, serta tidak
sebentar-bentar rusak.
2. Kabel las harus tidak boleh cacat yang menyebabkan kebocoran busur nyala
yang akibatnya dapat membahayakan bagi keselamatan instalasi dan personal.
3. Terminal-terminal kabel serta kutub-kutup harus dalam keadaan baik dan
terpelihara.

Universitas Sumatera Utara


14

4. Tangkai las dan kelam las harus dalam keadaan baik dan terpelihara. Tangkai
las yang terkelupas akan menjadi tak terpegang lagi karena isolasi panasnya
telah hilang dan suhu las yang sangat tinggi dapat merambat ke tangkai.
5. Rambu-rambu peringatan dan lembar/selubung pelindung busur nyala listrik
dipersiapkan sesuai kebutuhan dan keadaan lingkungan.
6. Alat pengatur arus yang portable (dapat dijinjing) dan harus menujukkan arus
yang sebenarnya.
d. Peralatan bantu
1. Botol-botol acetylene, propan, zat asam harus masih dalam masa berlakunya
pemeriksaan dan uji tekan yang terakhir oleh departemen tenaga kerja.
2. Katup pengurang tekanan (reducing valve) harus masih berfungsi dengan
baik.
3. Selang-selang gas dan zat asam tidak boleh cacat yang mengakibatkan
kebocoran gas acetylene/propan.
4. Brander-brander/obor potong harus dala keadaan baik dan terawat.
5. Gerinda las harus masih baik. Mata gerinda harus sesuai dengan pemakaian
serta dipasang pada mesin pemutar dengan putaran yang sesuai dengan
spesifikasi batu gerinda.

6. Alat pemadam kebakaran harus selalu tersedia didekat lokasi pengelasan.

Universitas Sumatera Utara

15

e. Peralatan keselamatan perorangan
1. Baju lengan panjang dan celana panjang yang terbuat dari katun. Bahan-bahan
seperti tetoron, dacron, nylon, dan polyester lainnya tidak tepat untuk dipakai
pekerja panas, karena percikan las dapat membakar kain tersebut secara cepat.
2. Topi pet katun yang dapat diputar kebelakang untuk pemasangan topeng las.
3. Topeng las (pelindung mata dan muka) yang baik dan tepat guna. Untuk
pengelasan titik dapat dipakai topeng yang bertangkai, sedang untuk
pengelasan biasa dapat menggunakan topeng yang dilekatkan di kepala.Pada
topi las harus diperlengkapi dengan 2 macam kaca pelindung yang masingmasing hitam dan bening. Pelindung mata yang bening dimaksudkan untuk
melindungi mata dan sekaligus melihat selagi pelakasana melakukan
penggerindaan, sedang yang hitam dimaksudkan untuk melindungi mata dari
radiasi panas busur nyala juga radiasi yang cukup intensif dari sinar-sinar
ultraviolet dan infra merah. Bahan dari kacamata las (goggles) dapat terbuat
dari plastik yang transparan dengan lensa yang dilapisi kobalt untuk

melindungi bahaya radiasi gelombang elektromagnetik non ionisasi dan
kesilauan atau lensa yang terbuat dari kaca yang dilapisi timah hitam untuk
melindungi dari radiasi gelombang elektromagnetik dan mengion.
4. Sarung tangan kulit (untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan).
5. Selongsong kaki (sleeve) yang terbuat dari kulit.
6. Sepatu las.
7. Pelindung dada (apron) dari kulit.

Universitas Sumatera Utara

16

2. Pelaksanaan
Pelaksanaan

pengelasan

harus

sesuai


dengan

prosedur

pengelasan

(WPS/welding procedure specification) yang telah disetujui. Percikan api pengelasan
dapat membahayakan lingkungan sekitar lokasi pengelasan, maka sekitar lokasi harus
dilindungi dengan tabir air atau kabut serta lantai dibasahi untuk mematikan percikan
las yang berjatuhan dan masih membara.
Pengelasan tidak boleh dimulai sebelum ada lampu hijau dari pengawas
instalasi (dalam halnya pengelasan untuk perbaikan/pemeliharaan), mengingat
persiapan-persiapan pengamanan perlu dilakukan sebelum pengelasan. Persiapan
tersebut meliputi, kandungan gas (testening), purging atau pembilasan, pengucilan
(isolation) peralatan yang akan dilas dan lain-lain.
Jangan mengelas langsung pada permukaan yang berlapiskan cat, karena
disamping hasilnya buruk akibat cat tersebut juga berbahaya bagi pekerja akibat
terhirup gas yang berasal dari terbakarnya cat tersebut.
2.1.3.2 Kesehatan dalam Pengelasan
Yang terpenting harus dilindungi dalam pengelasan adalah keselamatan indera
penglihat/mata, alat pernafasan/paru-paru dan kulit. Pandangan langsung tanpa kaca
mata las dapat dilakukan pada jarak 15,24 m atau 50 kaki dari sumber busur nyala.
Walaupun memakai kaca mata las, namun jika nomornya tidak memadai maka
pekerja akan akan mengalami kepedihan yang hebat (seperti biji mata penuh dengan
pasir-pasir yang tajam)(Sriwidharto, 1996).

Universitas Sumatera Utara

17

Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah alat pernafasan. Pengelasan
selain menghasilkan gas pelindung (shielding gas) yang berasal dari lapisan luar
elektroda (coating), juga gas-gas hydrogen, ozon dan lain-lain yang jika terhirup
dalam waktu panjang akan merusak kesehatan bahkan dapat meracuni darah. Jika
pelaksanaan las dilaksanakan diruang tertutup, maka guna melidungi pernafasan
pelaksana, pada ruangan tersebut disediakan lubang ventilasi dan diperlengkapi
dengan blower pensuplai udara segar dari luar (Sriwidharto, 1996).
Selanjutnya kulit muka, lengan dan kaki harus pula dilindungi dari panas
radiasi ultra ungu yang mengakibatkan kulit terbakar. Rasa kulit terbakar radiasi suhu
panas dan ultraviolet adalah pedih dan panas.
2.2 Sinar Ultraviolet
Sinar ultraviolet merupakan radiasi elektromagnetik yang terletak diantara sinar
tampak (Visible Light) dan x-ray. Spektrum sinar ultraviolet dibagi menjadi tiga
bagian yaitu bagian sinar terdekat sekitar 400-300 nm, bagian 300-200 nm, dan
bagian kosong 200-4 nm (Olishfski, 1985)
Radiasi sinar ultra ungu adalah radiasi elektromagnetis dengan panjang
gelombang 180-400 nm. Sebagai arus energi elektromagnetis dapat dinyatakan dalam
satuan mikrowatt/cm2. Pada mata sinar tersebut dapat mengakibatkan konjungtivitis
fotoelektrika. Menurut Canadian Centere for Occupational Heath & Safety, (2008)
sinar radiasi ultraviolet dibagi menjadi tiga jenis panjang gelombang yaitu :
1. Sinar ultraviolet-A
sinar ultraviolet-A mempunyai panjang gelombang 320-400 nm.

Universitas Sumatera Utara

18

2. Sinar ultraviolet-B
Sinar ultraviolet-B mempunyai panjang gelombang 280-320 nm. Menurut
CCOH (Canadian Centere For Occupational Health & Safety) sinar yang
paling memberikan dampak nyata bagi pekerja adalah sinar UV-B. Menurut
Alatas Dkk,(2003) Energi sinar UV dengan panjang gelombang 280-315 nm
sebagian besar diserap kornea dan dapat mencapai lensa.
3. Sinar ultraviolet-C
Sinar ultraviolet-C mempunyai panjang gelombang 200-280 nm. Menurut
Alatas, dkk, (2003) energi ultraviolet-C dapat diserap seluruhnya oleh kornea
mata.
2.2.1 Efek dari Radiasi Ultraviolet pada Mata
Mata

merupakan

organ

tubuh

yang

paling

peka

terhadap

radiasi

elektromagnetik non ionisasi. Radiasi ultraviolet tidak dapat dideteksi oleh reseptorreseptor alat penglihatan manusia sehingga kelainan dan kerusakan sering terjadi
sebelum seseorang menyadari dirinya telah terpapar oleh radiasi tersebut.
Radiasi ultraviolet pada pekerjaan pengelasan dapat menyebabkan kerusakan
mata. Kerusakan mata paling umum terjadi akibat pemaparan bunga api pengelasan,
tetapi dapat juga terjadi melaui pemaparan langsung atau pantulan radiasi lampu
ultraviolet seperti yang digunakan di laboraturium sebagai germisida yang dapat
menyebabkan konjungtivis atau keratitis ( inflasi kornea).
Di mata,energi radiasi < 280 nm (UV-C) dapat diserap seluruhnya oleh kornea
Energi radiasi UV-B (280-315 nm) sebagian diserap oleh kornea dan dapat pula

Universitas Sumatera Utara

19

mencapai lensa. Sedangkan energi UV-A (315- 400 nm) diserap dalam lensa secara
kuat, hanya sebagian kecil energi bisa (> 1%) yang dapat mencapai retina (Anies,
2009). Dalam studi terakhir ditunjukkan bahwa paparan radiasi UV dapat merusak
kornea mata lebih parah daripada perkiraan sebelumnya. Spesialis mata yang bekerja
di Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa lapisan endotel dalam kornea primate
juga mengalami kerusakan (khususnya oleh UV-B dalam panjang gelombang 300
nm) dan ini tidak seperti kerusakan epitel, permanen (Pitts et al., 1987).
Sinar ultraviolet dapat merusak epitel kornea, kerusakan ini akan segera baik
kembali setelah beberapa saat dan tidak akan memberikan gangguan yang menetap.
Efek fototoksik akut radiasi uv pada mata adalah photokeratitis (dikenal juga sebagai
welder flash atau snow blindness) yaitu reaksi peradangan akut pada kornea dan
konjungtiva mata. Ini merupakan kerusakan akibat reaksi fotokimia pada kornea
(photokeratitis) dan konjungtiva (fotokonjungtiva) yang muncul setelah pajanan 200400 nm dan umumnya hanya berlansung antara 24-48 jam (Alatas, 2004).
Gejala photokeratitis berupa memerahnya bola mata yang disertai rasa sakit
yang parah, photopobia, mata terasa berpasir, dan air mata bertambah. Efek ini
bersifat

sementara

karena

kerusakan

yang

terjadi

sangat

ringan

(bagian

permukaannya saja) dan penggantian sel epitel permukaan kornea berlangsung
dengan cepat (satu siklus 48 jam) (Alatas, 2004). Keratitis terutama terdapat pada
fisura palpebra. Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu.
Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama
kerusakan akan dapat permanen sehingga akan memberikan kekeruhan pada kornea.

Universitas Sumatera Utara

20

Keratitis dapat bersifat akibat efek kumulatif sinar ultraviolet sehinggga gambaran
keratitisnya akan menjadi berat (Ilyas, 1997).
Sedangkan pajanan kronik radiasi UV pada mata dapat menimbulkan pterygium
atau penebalan konjungtiva dan katarakogenesis atau proses pembentukan katarak.
Pterygium sebagai hasil dari pertumbuhan jaringan lemak diatas kornea. Pajanan
radiasi panjang gelombang 290-320 nm dapat menyebabkan katarak. Terdapat
hubungan yang jelas antara katarak dengan pajanan UV-B sepanjang hidup (Alatas
dkk, 2003).
2.2.2 Sumber sinar ultraviolet
Sumber sinar UV pada pekerjaan pengelasan berasal dari sinar UV alami dan
sumber sinar UV buatan. Sumber sinar UV alami yang memajan pekerja pengelasan
adalah sinar matahari sebagai sumber utama yang memancarkan sinar UV (Olishifski,
1985). Pada pekerjaan pengelasan sendiri memiliki potensi keterpajanan yang tinggi
terhadap sinar matahari terutama pada pekerja yang bekerja diluar ruangan (WHO,
2003).
Sedangkan sumber sinar ultraviolet buatan bersal dari peralatan pengelasannya
sendiri. Hal ini disebabkan karena peralatan pengelasan merupakan salah satu
peralatan kerja yang merupakan sumber sinar ultraviolet buatan dan dalam
pengoperasiannya terjadi pelelehan sehingga dari pelelehan tersebut akan timbul
percikan api/ bunga api yang memancarkan beberapa sinar antara lain sinar ultraviolet
yang membahayakan (Saroso, 1980).

Universitas Sumatera Utara

21

2.2.3 Nilai Ambang Batas Radiasi Sinar Ultra Ungu (Sinar Ultraviolet)
Menurut keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia No. PER.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Kimia di Tempat Kerja. Nilai ambang batas (NAB) untuk sinar ultraviolet ditetapkan
sebesar 0,0001 milliWatt per sentimeter persegi (Mw/cm2).
Table.2.1Nilai ambang batas radiasi sinar ultra ungu yang diperkenankan.
Masa Paparan Per Jam
Waktu paparan per hari
8
0,0001
4
0,0002
2
0,0004
1
0,0008
Menit
30
0,0017
15
0,0033
10
0,005
5
0,01
1
0,05
Detik
30
0,1
10
0,3
1
3
0,5
6
0,1
30
(Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011)
Radiasi sinar UV dapat diukur dengan alat radiometer sinar UV yang dengan
intensitas sinar UV dapat dibaca secara langsung. Alat tersebut portabel, kisaran
panjang gelombang yang dapat diukurnya antara 180-400 nm, dan mampu mengukur
energi

radiasi

mikroWatt/

dari 0

sampai

19.990

mikroWatt/

dengan

resolusi

0,1

(Suma’mur, 2009).

Universitas Sumatera Utara

22

2.3

Anatomi dan Fisiologi Kornea Mata

2.3.1 Anatomi Kornea Mata
Kornea (latin cornum= seperti tanduk) adalah selaput bening mata bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata
sebelah depan. Kornea merupakan 1/6 bagian pembungkus bola mata yang bening
dan berbentuk kaca arloji terletak didataran bola mata. Akibat kejernihan bola mata
maka dapat diteruskan atau dibiaskan kedalam bola mata. Kornea merupakan
komponen utama sistem optik mata dimana 70% pembiasan sinar dilakukan. Sinar
yang masuk kedalam bola mata dibiaskan oleh kornea untuk difokuskan pada macula
lutea. Turunnya tajam penglihatan depan terjadi akibat edema kornea, infiltrasi sel
radang kedalam kornea, vaskularisasi dan terbentukanya jaringan parut pada kornea
(Ilyas, 2003).
Tebal kornea pada bagian sentral 0,5 mm yang terdiri atas 5 lapis yaitu : epitel,
terdiri atas 5 lapis sel dengan 3 tipe sel, yaitu :
1.

Sel epitel gepeng, sel epitel sayap, dan sel basal atau sel kuboid. Sel basal
melekat erat dengan membrane basal kornea. Sel basal dan membrane basal
epitel kornea memilki daya regenerasi.

2.

Membran Bowman, yang merupakan bagian stroma kornea dan membentuk
membrane tipis yang homogeny. Membrane bowman tidak memiliki daya
regenerasi

Universitas Sumatera Utara

23

3.

Stroma, merupakan bagian kornea yang paling tebal atau 90% dari tebalnya
kornea. Stroma terdiri atas sel stroma atau keratosit dan serat kalogen yang
tersusun sangat teratur.

4.

Stroma kornea tidak mempunyai daya regenerasi, bila terjadi kerusakan stroma,
maka akan membentuk jaringan parut yang keruh pada kornea .

5.

Membran Descemet, lapisan elastik kornea yang bersifat transparan.

6.

Endotel, terdiri atas atas satu lapis sel gepeng heksagonal.
Kornea tidak memiliki pembuluh darah, akan tetapi kaya akan serabut sensorik.

Saraf sensorik ini berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf
siliar longus berjalan suprakoroid, masuk kedalam stroma kornea, menembus
membrane Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi
sampai pada kedua terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi
dingin ditemukan didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan (Ilyas, 1997).
Kornea merupakan bagaian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata
disebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri
dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (Ilyas, 1997).
2.3.2 Fisiologi Kornea Mata
Kornea berfungsi sebagai membrane pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,
avaskuler, dan degurtene atau keadaan dehidrasi relatif jaringan korena yang
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel
dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan

Universitas Sumatera Utara

24

kerusakan

pada

endotel

jauh

lebih

serius

dibandingkan

kerusakan

pada

epitel.Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan.
Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat pada
stroma kornea yang akan menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat.
Penguapan air dari film airmata prakornea akan mengakibatkan film airmata menjadi
hipertonik; proses tersebut dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
menarik air mata dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan
dehidrasi (Riordan.P dkk, 2009) Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik.
Substansi larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui
stoma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan
larut air sekaligus (Riordan.P dkk, 2009).
2.4 Photokeratitis
Photokeratitis disebut juga flash burn, welder’s flash, or welder’s eye yang
lebih sering terjadi dipekerja pengelasan (E. Peterson, 1985).Respon utama kornea
untuk paparan UV adalah kondisi yang disebut photooptalmia atau photokeratitis
diperkirakan akan terjadi pada gelombang di antara 210 nm dan 315 nm (Kumah D.B.
et.al., 2011).
Photokeratitis disebabkan mata terpapar oleh sinar ultraviolet. Photokeratitis
adalah inflamasi pada kornea akibat cahaya, yang telah banyak diketahui akibat
matahari atau sumber sinar UV lainnya. Sinar UV ditangkap oleh mata dan diserap
oleh lapisan jaringan terluar, kornea dan konjungtiva, dengan menjangkau sedikit ke

Universitas Sumatera Utara

25

lensa atau bagian dalam mata. Karena tidak adanya sensasi akibat keberadaan pajanan
cahaya (perasaan sakit) pajanan yang berlebih dari sinar UV matahari atau sumber
pajanan lainnya bisa tidak diketahui. Setelah periode laten dari beberapa menit ke
beberapa jam, berdasarkan lamanya pajanan, konjungtiva akan terinflamasi, disertai
dengan rasa sakit seperti mata terasa berpasir (Wahyuni, 2013).
Gejala photokeratitis ini akan timbul setelah 6-12 jam terpapar oleh sinar
ultraviolet. Menurut Ilyas (2003), keluhan yang akan dirasakan penderita phokeratitis
adalah : mata akan sangat sakit (nyeri), mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir,
photofobia, blefarosfasme, konjungtiva kemotik, gangguan ketajaman penglihatan.
Gejala photokeratitis menurut Hollwich (1993), yaitu mata terasa nyeri, mata
terasa berpasir, fotofobia, blefarospasme dan mata banyak mengeluarkan air mata.
Berdasarkan The college of optometrists (2011), gejala photokeratitis yang dirasakan
mata terasa seperti berpasir, rasa nyeri pada mata, mata kemerahan, mata berair
(lakrimasi), blefarosfasme (mata berkedut), fotofobia (silau) dan penurunan
ketajaman penglihatan.
Pada panjang gelombang 320-280 nm (UV-B) bisa menembus erithemal.
Radiasi UV pada gelombang di daerah ini akan diserap oleh kornea mata, tempat
bereaksinya sinar UV pertama kali dengan jaringan keras mata dan secara tidak
langsung menimbulkan efek. Selanjutnya setelah beberapa jam ketidaknyamanan
timbul dan mengakibatkan mata terasa berpasir. Inflamasi kornea dan lesi kecil yang
biasa disebut keratitis (Olisfihski, 1985).

Universitas Sumatera Utara

26

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Photokeratitis
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya photokeratitis pada pekerja
las yaitu :
2.5.1 Karakteristik Individu
1.

Usia
Dengan bertambahnya usia akan terjadi penurunan sensitivitas dan fragilitas

pada kornea karena ransangan mekanis. Sampai usia 40 tahun fragilita kornea masih
sama, namun setelah itu akan meningkat (R.S Maryam, dkk, 2008). Umumnya
kapasistas fisik manusia, seperti kemampuan penglihatan dan pendengaran dan
kecepatan bereaksi akan menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih. Oleh karena itu
pekerja yang yang ada diusia ini harus hati-hati dalam melakukan pekerjaannya
sehingga terhindar dari kecelakaan di tempat kerja ( Suma’mur, 2009).
2.

Masa kerja
Semakin lama pekerja bekerja di suatu perusahaan maka makin sering pekerja

tersebut terpapar. Masa kerja seseorang pada suatu tempat kerja dapat mempengaruhi
efek akumulatif terhadap berbagai faktor resiko seperti biologi, fisika, dan kimia.
Semakin lama mereka telah bekerja maka semakin besar pula efek negatif yang dapat
diterima dari faktor resiko tersebut (Susanto, 2015).
3.

Lama paparan
Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yakni

pada pasal 77 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pekerja boleh bekerja sesuai
ketentuan berikut:

Universitas Sumatera Utara

27

a. Tujuh jam dalam sehari dan empat puluh jam dalam seminggu untuk enam
hari kerja.
b. Delapan jam dalam sehari dan empat puluh jam dalam seminggu untuk
lima hari kerja
Lama paparan sinar ultraviolet berkaitan dengan iradiasi efektif yaitu besarnya
radiasi yang diterima pekerja (Iyan Dharmawan, 1977). Semakin lama paparan maka
efek yang diterima semakin banyak maka kerusakan jaringan semakin berat (Daniel
Vaughan, 1996).
Dari sebuah penelitian yang dilakukan di taiwan dapat membuktikan bahwa
rata-rata periode laten (awal paparan timbulnya rasa sakit) setelah paparan 389,1
menit pada paparan yang disebabkan proses pengelasan sekitar 5,8 jam (Yuan Lung,
yen, et al, 2004). Semakin lama seseorang terpapar sinar UV maka akan semakin
memperparah terjadinya photokeratitis atau welders flash (Olifhfski, 1985).
2.5.2 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan seseorang dalam
melakukan pekerjaannya untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu baik
yang berasal dari pekerja maupun lingkungan kerja. Alat ini berguna dalam uasaha
mencegah atau mengurangi kemungkinan sakit atau cidera (Suma’mur P.K.,
1996:87). Perlindungan keselamatan kerja meliputi upaya teknis pengamanan tempat,
mesin, peralatan adan lingkungan kerja wajib diutamakan.
Ketentuan penggunaan alat pelindung diri diatur oleh peraturan pelaksanan
UU No. 1 tahun 1970 pada pasal 13 yaitu bahwa barang siapa yang memasuki suatu

Universitas Sumatera Utara

28

tempat kerja diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai
alat pelindung diri yang diwajibkan. Jenis APD menurut ketentuan tentang
pengesahan, pengawasan dan penggunaannya meliputi alat pelindung kepala, alat
pelindung telinga, alat pelindung muka dan mata, alat pelindung pernafasan, pakaian
kerja, sarung tangan, alat pelindung kaki sabuk pengaman dan lain-lain (Suma’mur,
2009).
Faktor yang mempengaruhi paparan radiasi UV adalah penggunaan alat
pelindung diri. Sebab resiko kesehatan yang dipengaruhi oleh paparan radiasi UV
baik yang berasal dari alam maupun buatan dapat dikurangi dengan menggunakan
pelindung dan metode kontrol yang layak. Sebagai contoh paparan terhadap tubuh
dapat dikurangi dengan menggunakan pakaian pelindung (apron untuk pengelas),
paparan radiasi UV pada mata dikurangi dengan menggunakan pelindung mata
(goggles dan welding helmets untuk pengelas) (Tenkate, T.D, 1998).
Pernyataan Tenkate, T.D,tahun 1998, didukung oleh sebuah survei pada
sebuah sekolah alam National Outdoor Leadership School (NOLS) yang menyatakan
bahwa 87% kasus photokeratitis terjadi pada peserta yang tidak menggunakan
kacamata dan 13% kasus photokeratitis terjadi pada peserta yang menggunakan
kacamata tanpa penghalang pada bagian samping kacamata (McIntosh, et al, 2011).
Selain itu, terdapat juga penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
erat antara penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian photokeratokonjungtivitis
(Yuan, et.al,2004).

Universitas Sumatera Utara

29

Perlindungan terhadap mata dari bahaya radiasi ultraviolet sangat diperlukan.
Berdasarkan hasil penelitian Angelina dan Oginawati (2009), menunjukkan
pemakaian kacamata hitam ternyata dapat mengurangi intensitas radiasi UV-B
dengan rata-rata 40,47 μW/cm2 tanpa penggunaan kacamata menjadi 13,013
μW/cm2. Penurunan intensitas radiasi ini cukup tinggi kira-kira menjadi sepertiga
tanpa penggunaan kacamata.
2.5.3 Intensitas Paparan Radiasi
Sampai saat ini belum ada ketentuan yang pasti mengenai intensitas dan dosis
radiasi sinar UV terhadap tenaga kerja las, tetapi tingginya intensitas radiasi sinar UV
dapat mempengaruhi terjadinya photokeratitis (Tentake, T.D, 1998).
2.5.4 Lokasi Pengelasan
Lokasi pengelasan ini juga dapat mempengaruhi meningkatnya intensitas
radiasi yang akan memapar pekerja. Lokasi pengelasan terkait dengan besarnya sinar
matahari secara langsung yang memajan tukang las serta refleksi sinar matahari
tersebut dari permukaan bumi (misalnya, salju, tanah, air ) (Diffey, B.L., 1985;
Holman, C.D.J., et.al dan Tenkate, T.D, 1998). Menurut WHO 2003, Pada pekerjaan
pengelasan sendiri memiliki potensi keterpajanan yang tinggi terhadap sinar matahari
terutama pada pekerja yang bekerja diluar ruangan.

Universitas Sumatera Utara

30

2.6 Kerangka Konsep
Variabel Independen

Variabel Dependen

Karakteristik Individu
1. Usia
2. Lama paparan
3. Masa kerja
GEJALA
Alat Pelindung Diri

PHOTOKERATITIS

Lokasi Kerja

Universitas Sumatera Utara