Hubungan Karakteristik Individu, Penggunaan APD dan Lokasi Kerja Dengan Gejala Photokeratitis Pada Pekerja Las PT. Adhi Karya (Persero) Tbk Duri, Riau Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kecelakaan kerja dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa diantaranya

adalah faktor manusia, peralatan pendukung keselamatan, dan juga sistem manajemen
keselamatan kerja yang ada di dalam organisasinya. Sebagaimana tercantum dalam
UU No.1 tahun 1970 Bab III Pasal 3 tentang keselamatan kerja, telah diatur di
dalamnya mengenai kewajiban bagi setiap tempat kerja untuk menerapkan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Dalam UU No.13 tahun
2003 pasal 86 tentang ketenagakerjaan juga telah menegaskan bahwa setiap
pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja. Upaya mewujudkannya

dengan cara menerapkan sistem

keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh

pekerjaan atau lingkungan kerja. PAK sering dianggap sebagai “The Silent
Killer,”tidak saja merugikan pekerja yang tanpa sadar telah mengidap penyakit akibat
pekerjaan/lingkungan kerja, melainkan juga mengakibatkan kerugian sosial dan
ekonomi serta menurunnya produktivitas. Dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari,
pekerja di berbagai sektor akan terpajan dengan risiko PAK. Risiko ini bervariasi
mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya
(Wahyuni, 2013).
1

Universitas Sumatera Utara

2

Salah satu usaha industri yang bekembang pesat saat ini adalah pengelasan
(welding). Pengelasan merupakan suatu cara untuk menyambung benda padat dengan
jalan mencairkannya melalui pemanasan .Las busur memancarkan spektrum yang
luas dari radiasi berkisar antara 200 nm - 1400 nm. Radiasi ini termasuk (UV) sinar
ultraviolet (200-400nm), cahaya tampak (400-700 nm) dan inframerah sinar (7001400 nm) (Kumah et.al ,2011). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lyon (1977),
fisikawan radiasi optik terdapat sinar-sinar elektromagnetik yang dihasilkan selama
proses pengelasan berlangsung dan terkait dengan indera mata salah satunya adalah

sinar ultraviolet (UV).
Sinar UV paling banyak dihasilkan selama proses pengelasan. Sinar
ultraviolet yang dihasilkan dari proses pengelasan tersebut dapat merusak selaput
konjungtiva mata, dengan gejala mata seakan-akan ada pasir di dalamnya (Elkinton,
1996). Menurut Alatas Dkk,(2003) energi sinar UV-B dengan panjang gelombang
280-315 sebagian besar diserap kornea dan dapat mencapai lensa. Menurut CCOH
(Canadian Centere For Occupational Health & Safety) sinar yang paling
memberikan dampak nyata bagi pekerja adalah sinar UV-B. Setelah paparan 2-10
jam, seorang pekerja las akan mengalami keluhan yaitu nyeri mata, mata seperti
kemasukan pasir (sandy feeling), mata kelilipan, dan keluhan mata lainnya. Penyakit
yang timbul karena sinar ultra violet dari proses pengelasan adalah photokeratitis
(ultaraviolet keratitis, flash burn,welder’s flash atau arc eye).
Pada pekerjaan pengelasan ini menduduki peringkat kedua dalam hal proporsi
pekerja yang mengalami cedera mata. Selain itu dari jumlah kejadian injury mata

Universitas Sumatera Utara

3

yaitu sekitar 1390 kasus eye injury disebabkan karena pajanan bunga api pengelasan

dan mengakibatkan welder’s flash (photokeratitis) (Harris, 2011). Berdasarkan data
BLS dalam Goff (2006) menyatakan bahwa sekitar dua juta pekerja berhubungan
dengan pengelasan dan sekitar 365.000 mengalami injury mata serta mengakibatkan
hilangnya 1400 hari kerja.
The Bereau of Labor Statistic and the International Classifocationof External
Cause of Injury dari WHO dalam studi kasusnya di Amerika Serikat menemukan
kejadian trauma akibat kerja yang menempati posisi pertama adalah trauma mata
pada industri pengelasan yaitu 70,4%, sedangkan 47,3% pada industri non pengelasan
dan 21,2% pada sektor industry lainnya (Muskita, 2015). Penelitian yang dilakukan
oleh Yuan, dkk (2004), disebutkan bahwa di Hongkong disebutkan terjadi sekitar
8.000 kasus eye injury dengan prevalensi 125 kasus/100.000 populasi.
Dari studi yang dilakukan pada tujuh pusat pengobatan di Taiwan

dan

menggunakan kumpulan data empat tahun terakhir terkait dengan injury mata yang
berhubungan dengan pekerjaan dan menggunakan kuesioner 283 pekerja, didapatkan
bahwa kasus terbesar eye injury pada pekerja laki-laki, pekerja muda dan pekerja
informal. Jenis injury yang paling banyak ditemukan adalah photokeratitis (33,12%)
yang paling banyak ditemukan pada pengelasan (30,4%).


Pada studi ini juga

disebutkan bahwa pelindung mata yang sesuai memberikan kontribusi yang besar
dalam menurunkan kasus eye injury mata (Anymous, 2009).
Penelitian Wahyuni (2012), pada tukang las di sepanjang jalan Bogor,
Bandung dan dilakukan uji statistik didapatkan hasil nilai intensitas radiasi UV yang

Universitas Sumatera Utara

4

tinggi memajan tukang las terjadi keluhan photokeratitis sebanyak 33 responden
(73,3%). Penyebab utama terjadinya keluhan subjektif photokeratitis karena adanya
pajanan radiasi UV dengan intensitas yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh
Wahyuni,(2013) menunjukkan adanya hubungan yang singnifikan antara lama
paparan dengan kejadian konjungtivitis fotoeletrik menghasilkan nilai signifikan
0,024 dengan nilai rasio prevalen 2,667. Hal ini menunjukan bahwa lama paparan
merupakan faktor risiko terjadinya konjungtivitis dimana pekerja dengan lama
paparan >4 jam per hari memiliki risiko 2,667 lebih besar untuk terkena

konjungtivitis dibandingkan dengan pekerja dengan lama paparan ≤4 jam per hari.
Tillman (2007) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor paparan
terhadap sinar UV, yaitu jarak antara tubuh tenaga kerja dengan sumber pengelasan,
lama paparan, intensitas radiasi, tempat dimana tenaga kerja melakukan pekerjaan
didalam atau diluar ruangan dan pengunaan APD (alat pelindung diri). Marshall et.al
dalam Olifhifski (1985), melakukan penelitian tentang perlindungan radiasi nonionisasi termasuk sinar uv, menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan
besarnya intensitas radiasi yang memapar tenaga kerja yaitu:
1. Jenis logam dasar yang digunakan
2. Diameter kawat
3. Kuat arus yang digunakan
Salah satu perusahaan konstruksi yang juga dalam kegiatan kerjanya banyak
melakukan pengelasan (welding) adalah PT. Adhi Karya Persero Tbk di Duri, Riau.
Perusahaan ini merupakan perusahaan yang memproduksi pipa-pipa, jembatan,

Universitas Sumatera Utara

5

tangga, plat-plat dan juga hybim. Proses pengelesan yang digunakan di perusahaan
ini ada tiga proses yaitu: GTAW (gas tungstem arc welding), SMAW (shielded metal

arc welding) dan kombinasi dari keduanya.
Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada pekerja ada beberapa pekerja
mengalami keluhan seperti mata berpasir, mata berair, rasa nyeri pada mata dan silau
pada saat setelah melakukan pengelasan. Menurut pekerja hal ini disebabkan oleh
bunga api yang dihasilkan pengelasan. Dari hasil survei awal inilah peneliti menjadi
tertarik untuk melihat apakah ada hubungan karakteristik individu dan lingkungan
kerja pada pekerja las terpapar radiasi UV-B dengan gejala photokeratitis PT. Adhi
Karya (Persero) Tbk Duri, Riau tahun 2016.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahannya
dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan karakteristik individu, penggunaan
alat pelindung diri (APD) dan lokasi kerja dengan gejala photokeratitis pada pekerja
las PT. Adhi Karya Persero Tbk Duri, Riau.
1.3 Tujuan Penilitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik individu,
penggunaan APD dan lokasi kerja dengan gejala photokeratitis pada pekerja las PT.
Adhi Karya Persero Tbk Duri, Riau.

Universitas Sumatera Utara


6

1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik individu, penggunaan APD dan
lokasi kerja dengan gejala photokeratitis.
2. Untuk mengetahui hubungan karakteristik individu (usia, lama paparan,
dan masa kerja) dengan gejala photokeratitis.
3. Untuk mengetahui hubungan penggunaan alat pelindung diri (APD)
dengan gejala photokeratitis.
4. Untuk mengetahui hubungan lokasi kerja dengan gejala photokeratitis.
1.4 Hipotesis
1. Adanya hubungan usia dengan gejala photokeratitis pada pekerja las di PT.
Adhi Karya Tbk Duri, Riau.
2. Adanya hubungan lama paparan dengan gejala photokeratitis pada pekerja las
di PT. Adhi Karya Tbk Duri, Riau.
3. Adanya hubungan masa kerja dengan gejala photokeratitis pada pekerja las di
PT. Adhi Karya Tbk Duri, Riau.
4. Adanya hubungan penggunaan APD dengan gejala photokeratitis pada
pekerja las di PT. Adhi Karya Tbk Duri, Riau.

5. Adanya hubungan lokasi kerja dengan gejala photokeratitis pada pekerja las di
PT. Adhi Karya Tbk Duri, Riau.

Universitas Sumatera Utara

7

1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk meningkatkan pengetahuan tentang keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) dan dapat menerapkan atau mengaplikasi teori yang diperoleh
dibangku perkuliahan dilapangan sehingga dapat menambah pengalaman dan
pemahaman peneliti.
2. Bagi Pekerja
Untuk

meningkatkan

pengetahuan


dan

kepedulian

terhadap

keselamatan dan kesehatan kerja sehingga penyakibat akibat kerja dapat
dicegah dan dapat meminimalisir penyakit akibat kerja.
3. Bagi Perusahaan
Memberikan masukan pada perusahaan baik dalam pengendalian dan
pencegahan kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja yang berhubungan
dengan pengelasan.

Universitas Sumatera Utara