Etnik Tionghoa di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi tahun 1967-2000
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1 Letak Geografis
Secara adminitratif kecamatan Sidikalang terdiri dari 11 desa/kelurahan yaitu
Sidiangkat, Batang Beruh, Bintang Hulu, Kalang Simbara, Bintang, Kalang, Kota
Sidikalang, Belang Malum, Kuta Gambir, Huta Rakyat dan Bintang Marsada. Luas
kecamatan 70,67 km atau 4,02% dari total luas kapubaten Daerah Tingkat II Dairi,
yang memanjang dari arah Utara ke Tenggara dimana sebagan besar arealnya terdiri
dari pegunungan yang bergelombang dan hanya sebagian kecil yang datar/rata.
Daerah Sidikalang mempunyai suhu udara cukup dingin, daerah ini termasuk
dalam salah satu wilayah yang paling dingin di Sumatera Utara.Pada umumnya
Sidikalang berada pada ketinggian rata-rata 700 s.d. 1.100 m di atas permukaan laut.
Secara Administrasi Kecamatan Sidikalang berbatasan dengan :
Sebelah Utara
Sebelah Selatan
Sebelah Timur
Sebelah Barat
: Kecamatan Siempat Nempu
: Kecamatan Kerajaan
: Kecamatan Berampu
: Kecamatan Sitinjo/Sumbul.
Secara geografis kecamatan Sidikalang terletak antara :
Lintang Utara
Bujur Timur
: 2015‟ – 3000‟
: 98000‟– 98030‟
Kemiringan lahan kecamatan Sidikalang adalah 0-25.Ketinggian kecamatan
Sidikalang berkisar antara 700-1.100 m diatas permukaan laut dan ketinggian ibukota
15
kecamatan Sidikalang yang sekaligus ibukota kabupaten Dairi adalah 1.066 m diatas
permukaan laut.Rata-rata hari hujan sebanyak 12 hari dan tidak merata setiap
bulannya dengan curah hujan rata-rata 16 mm.
2.2 Keadaan Penduduk
Kecamatan Sidikalang sebelum datangnya kolonial maupun zending masih
berupa hutan belantara, semak belukar dan padang ilalang. Hutan yang sangat lebat
itu dihuni oleh binatang-binatang seperti: trenggiling, rusa, monyet, mawas, kera,
babi hutan dan harimau. Daerah Sidikalang masih berupa desa atau disebut juga kuta
dengan jumlah penduduk yang masih sedikit.13
Seiring dengan perubahan zaman, Sidikalang mengalami perkembangan
menjadi sebuah kecamatan dan sekaligus ibu kota Kabupaten Dairi. Sebagai wilayah
ibukota, Sidikalang merupakan pusat permukiman dan kegiatan penduduk, sebagai
13
Kuta adalah kesatuan territorial yang biasanya dihuni oleh keluarga-keluarga yang dari satu
klen yang sama disusul kemudian oleh keluarga pendatang dari marga yang berbeda, tapi terikat oleh
suatu hubungan perkawanan dengan penduduk asli. Selain memiliki lahan pemukiman, sebuah kuta
biasanya juga memiliki lahan perladangan yang khusus diperuntukkan bagi anggota kuta
bersangkutan.Sistem pemerintahan masyarakat masih dipimpin oleh Takal Aur (Pertaki) yang juga
merangkap sebagai Raja Adat.Jabatan Pertaki adalah jabatan turun-temurun yang diwarisi oleh anak
laki-laki tertua atau laki-laki yang dituakan.Takal Aur (Pertaki) adalah masyarakat biasa yang dituakan
oleh masyarakat setempat atau merupakan seorang kepala marga dalam satu kuta.Pertaki berperan
dalam menyelesaikan segala persoalan yang menyangkut anggota masyarakat dan adat istiadat. Pertaki
tersebut tidak digaji atau mendapat imbalan akan tetapi cukup dihormati didalam kehidupan
bermasyarakat. Bila ada kegiatan pesta dan persoalan-persoalan dalam kuta atau antarkuta, maka Takal
Aur akan menyelesaikannya dengan musyawarah dengan masyarakat. Setelah diberlakukannya
Undang-Undang No. 5 tahun 1979 tentang sistem pemerintahan desa, maka sistem pemerintahan kuta
berubah total menjadi konsep desa seperti yang di atur oleh pemerintah dalam undang-undang. Tidak
ada lagi Pertaki dan raja dengan segala sistem pemerintahannya sebagai ganti diperkenalkanlah istilah
jabatan yang baru yaitu Kepala Desa, Kepala Lorong serta RT/RW. Lihat Lister Berutu, Nurbani
Padang, Tradisi dan Perubahan – Konteks Masyarakat Pakpak Dairi, Medan: MONORA, 1998. Lihat
juga Katalog BPS, “Kecamatan Sidikalang dalam Angka”, Sidikalang, 2012, hal. 1. Lihat juga
Mariana Makmur, Lister Berutu, Aspek-aspek Kultural Etnis Pakpak Suatu eksplorasi tentang potensi
lokal, Medan: Monora, 2002, hal. 16.
16
pusat aktivitas manusia yang meliputi pusat pemerintahan, pusat perekonomian,
pendidikan dan lainnya.Berbagai aktivitas penduduk terus berjalan membentuk
budaya dan karakter sosial
masyarakat Sidikalang. Karakterstik sosial di suatu
wilayah akan dibentuk dan dipengaruhi oleh penduduk yang mendiami wilayah
tersebut. Begitu juga dengan karakteristik sosial kecamatan Sidikalang yang
dipengaruhi oleh penduduk yang ada, seperti etnik Pakpak, Toba, Simalungun, karo,
dan suku lainnya.Kehidupan yang berlangsung masih sangat dipengaruhi oleh adat
dan norma dari tiap etnik tersebut.
Di Sidikalang karakter etnik Batak Toba terlihat lebih menonjol di
bandingkan dengan etnik lain. Logat Batak dengan suara keras dan agak kasar
menjadi ciri khas yang akan kita dengar setiap hari di Sidikalang. Etnik lain seperti
Karo, Simalungun dan Pakpak lebih halus dalam bertutur kata meskipun secara fisik
tidak telihat perbedaan yang mencolok dengan etnik Toba. Selain itu terdapat juga
etnik Jawa yang dikenal dengan sikap diam dan kelembutannya, etnik Padang dan
Minang dengan jiwa berdagang (jual sate dan usaha rumah makan), etnik Tionghoa
yang dikenal pekerja keras dan jiwa bisnis yang tinggi dan etnik-etnik lain yang turut
membentuk budaya dan karakter sosial Sidikalang.
Etnik Pakpak dianggap sebagai penduduk asli karena telah lebih dulu
mendiami Sidikalang.Penduduk Sidikalang yang berasal dari etnik Pakpak adalah
keturunan si Tellu Nempu yang mempunyai 3 orang anak yaitu Ujung, Angkat dan
17
Bintang. Marga Ujung mendiami wilayah Sidikalang kota sekarang, marga Angkat
mendiami daerah Sidiangkat sedangkan marga Bintang mendiami desa Bintang.
Adat istiadat Toba yang berazaskan Dalihan Natolu mendominasi kehidupan
masyarakat di Sidikalang.Jika terjadi pernikahan campuran antara etnik Toba dengan
etnik lain maka adat yang dipakai pada umumnya adalah adat Toba termasuk dengan
etnik asli yaitu Pakpak. Pengaruh Toba yang kuat membuat etnik Pakpak tidak
percaya diri dalam mengamalkan adat budayanya misalnya dalam pernikahan.14Hal
ini juga didukung karena memang pola adat toba ini hampir sama juga dengan adat
etnik Pakpak misalnya dikalangan Pakpak Dalihan Natolu disebut dengan Daliken
Sitelu yaitu: 1. Kula-kula (pemberi anak gadis) 2. Dengan sebeltek (teman semarga)
3.Berru (penerima anak gadis).15
Banyaknya pembauran yang terjadi antar etnik menjadi pemicu hubungan
yang saling mengikat misalnya pernikahan antara etnik asli dengan etnik pendatang
yang tentu menambah keharmonisan antaretnik. Pembauran ini menyebabkan
terjalinnya hubungan kekeluargaan antara satu sama lain sehingga timbul rasa saling
14
Budi Agustono, op.cit., hal.59.
15
Wawancara , R. Kaloko (48 tahun), kecamatan Sidikalang tanggal 26 Juli 2015, selain itu
mas kawin pada adat Pakpak dinilai mahal oleh beberapa orang sehingga menjadi factor pemicu lebih
dipakainny adat Toba dalam suatu pernikahan campuran. Beberapa contoh mas kawin dalam etnik
Pakpak yaitu emas dan perak, alat music, tanah atau kebun (sawah, kebun kemenyan), dan alat-alat
produktif (misalnya mesin jahit, alat berburu), hewan terna (kerbau, lembu), sejumlah uang dan
mandar (kain sarung). Lihat jugaTandak Berutu, Lister Berutu, Adat & Tata Cara Perkawina n
Masyarakat Pakpak, Medan: Yayasan Cimatama dan Monora, 2002, hal. 27.
18
memiliki dan menghormati. Berikut ini beberapa etnik yang telah lama ada dan
berkembang di Sidikalang.
1. Etnik Pakpak
Berdasarkan kedekatan wilayah, sosial dan ekonomi Etnik Pakpak dapat di
bagi menjadi limasuakyaitu:
Simsim, di kawasan Salak, Kerajaan, Sitellu Tali Urang Julu, Sitellu Tali
Urang Jehe.
Keppas, di kitaran Sitellu Nempu, Siempat Nempu, Silima Punggapungga, Lae Luhung (Lae Mbereng) dan Perbuluhen.
Pegagan dan Karo Kampung, di sekitar Pegagan Jehe, Silalahi, Paropo,
Tongging (Sitolu Huta) dan Tanah Pinem.
Boang, di lingkup Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, dan
Singkil.
Kelasan, meliputi wilayah Sienem Koden, Manduamas, dan Barus.
Secara umum sejak zaman Belanda, oleh para etnolog orang Pakpak
digolongkan ke dalam etnik Batak. Jadi sama seperti orang Toba, Karo, Simalungun,
Mandailing, dan Angkola. Adanya sejumlah unsur kedekatan atau kesamaanmisalnya dalam struktur sosial, sistem budaya, dan bahasa etnik ini satu sama lain
menjadi dasar penggolongan.
Pakpak bukan Batak, sebuah pernyataan yang sering terdengar akhir-akhir ini
terlepas dari sejumlah unsur kesamaan tadi.Menurut pemegang pendapat ini
19
(umumnya mereka orang Pakpak) sebagai etnik Pakpak lebih tua dari Toba yang
selama ini mengklaim sebagai leluhur segenap suku Batak.Disklaim serupa juga
datang dari etnik Mandailing, Karo dan Simalungun.
Mereka yang menyatakan Pakpak lebih tua dari Toba merujuk pada folklor
lokal dan benda-benda budaya dari zaman Hindu (di antaranya mejan) yang sampai
kini bisa ditemukan di tanah Pakpak untuk menguatkan argumennya. Mejan berupa
batu yang terdapat di kuburan sebagai tempat menyerahkan sesajen pada roh-roh
nenek moyang. Selain itu ada juga koden loyang (periuk), kalakati (alat pengupas
pinang), sulapah (tempat sirih), pinggan pasu (piring pinggan), gabus (ikat
pinggang), dan borgot. Menurut mereka benda-benda tersebut adalah benda yang
berasal dari hubungan dagang dengan luar negeri (Portugis, Mesir, India).Jejak ini
menjadi pertanda bahwa sebagai etnik Pakpak memang sudah tua (sebelum Toba
masuk ke Dairi).16
2. Etnik Toba
Jika kita tela‟ah kedatangan etnik Toba ke Sidikalang dan daerah lainnya di
Dairi terjadi secara bertahap.Pertama dapat di kategorikan sebagai migrasi yang
masih berjumlah sedikit, etnik Toba yang datang ini adasecara perorangan ada juga
secara kelompok.Etnik Toba datang dan kemudian menetap dengan berbagai latar
16
Sumber: http//www.pakpakadalahpakpak.com (upload tanggal 03 Agustus 2015).
Penjelasan mengenai perbedaan budaya Pakpak dengan Toba sampai sekarang lebih banyak berupa
info lisan, belum terpublikasi dalam bentuk tulisan atau buku.
20
belakang, misalnya mereka yang ingin mengembara belaka untuk mengenal lebih
dekat dunia, ada juga yang ingin mencari penghidupan yang baik dan berdagang.
Sebagai salah satu contoh yaitu marga Limbong misalnya ada yang awalnya
datang dari Samosir dengan mambawa ulos sebagai dagangan.Ia kemudian
dipermantukan oleh orang Pakpak kemudian diberi rading tanoh (tanah pemberian
orangtua kepada putrinya yang menikah).Marga Sigalingging semula seorang kakek
moyang mereka datang ke Dairi untuk belajar membuat koden (periuk). Setelah
beroleh ilmu ia pulang kampung dan di sana ia bergiat membuat periuk tanah. Hasil
karya tersebut ia bawa ke Dairi untuk dijual. Bisnisnya ternyata berhasil dan ia
kemudian dipermantukan marga Ujung yang menjadi penguasa lokal. Sebagai
menantu ia kemudian diberi rading tanoh. Turunannya kemudian beranak pinak
disana sampai sekarang.17
Selanjutnya ialah pada zaman kolonial Belanda.Untuk membangun fasilitas
militer Belanda membutuhkan para pekerja termasuk tukang, kuli bangunan, dan
portir .Belanda menggunakan tenaga kerja yang tersedia dari Silindung. Para pekerja
inilah kemudian yang akhirnya tinggal menetap dan bahkan mengajak serta
keluarganya untuk tinggal di Dairi.18Masuknya zending (gereja) juga menjadi faktor
pemicu semakin berkembangnya Toba di Sidikalang.Tak hanya etnik Toba yang
17
Wawancara , Raja Ardin Ujung (65 tahun), kecamatan Sidikalang tanggal 12 Agustus 2015.
Pada tahun1906/1907 karena situasi perang ada pembukaan jalan dari Doloksanggul ke
Sidikalang, sehingga petani dari Humbang, Toba dan Silindung memasuki Dairi.Selain itu orang dari
Tapanuli Utara juga memasuki daerah tanah Pakpak untuk mengabarkan injil. Tahun 1911 para
pedagang kaum Kristen dari Tapanuli Utara melakukan penginjilan dengan melakukan pendekatan
terhadap masyarakat setempat dengan cara memperdagangkan ulos dan alat-alat pertanian. Budi
Agustono, op. cit, hal. 133.
18
21
belum Kristen yang dirangkul oleh zending kala itu tapi juga orang Pakpak yang
sebagian besar masih menganut agama suku.Hasilnya, tahun 1909, Jaekuten Keppas
Raja Asah Ujung beserta keluarganya dibaptis menjadi Kristen. Jika penguasa sudah
dapat diangkul otomatis pengikutnya akanmengikut atau paling tidak lebih mudah
diajak serta.
Migrasi orang Toba terus berlanjut bahkan hingga pada Orde baru.Mereka
mengisi posisi birokrasi kabupaten, guru, dan tenaga kesehatan hingga ke desa-desa.
Di sektor lain juga di masuki oleh mereka seperti pertanian dan perdagangan. Saat ini
berdasakan data statistik, jumlah etnik Toba jauh lebih banyak dibandingkan etnik
Pakpak.19
3. Etnik Karo
Tanah Karo berbatasan langsung dengan Tanah Dairi.Berbeda dengan etnik
Toba, Karo tidak memiliki tradisi migrasi ekspansi, sehingga secara jumlah etnik
Karo termasuk kecil jika dibandingkan dengan etnik Toba yang tinggal di
Sidikalang.Dalam disertasinya Budi Agustono menjelaskan bahwa tanah karo sangat
19
Kedatangan etnik Toba ke suatu wilayah juga dipengauhi oleh istilah Batak sahala
hasangapon yaitu kualitas kehormatan patut dihargai oleh orang lain, untuk memperoleh kualitas itu
orang harus mengembangkan sahala harajaon‟nya (kerajaan pribadi). Sahala hasangapon baru akan
menjadi kenyataan apabila seseorang telah memperlihatkan prestasinya, misalnya dengan banyak
anak/cucu, berhasil dalam pertanian dan pekerjaan lainnya. Dalam hal ini menunujukkan bahwa
komplek sahala hasangapon juga mendorong orang Batak untuk berpindah dan mendirikan kerajaan
baru. Lihat Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi: Peran Misi Budaya Minangkabau dan
Mandailing, Jakarta: LP3ES, 1994, hal. 47.
22
subur dan bahkan sudah lebih terutama bidang pertanian dibandingkan Dairi sehingga
orang Karo kurang tertarik untuk migrasi ke Dairi.
Saat etnik Karo dipertemukan dengan etnik lain maka untuk menambah ikatan
antar etnik, sejumlah marga di Dairi dan Karo menjalin perikatan khusus.Awal
perkenalan dari etnik akan menanyakan marga dan akan ditarik persamaan marga dari
kedua belah pihak sehingga dapat diketahui tutur/panggilan apa yang baik untuk
masing-masing Dalam Etnik Pakpak misalnya Kudadiri dengan Ginting Suka,
Sinuraya dengan Angkat, dan Padang Jambu dengan Pinem. Dalam etnik Toba
misalnya Sinaga dengan perangin-angin, Simbolon dengan Ginting, Purba dengan
Tarigan dan masih banyak contoh lain.
Secara wilayah ada sebuah wilayah di perbatasan
yang oleh penguasa
Belanda dulu disebut sebagai Onderdistrik van Karo Kampung. Kawasan ini meliputi
lima kenegerianyakni : Lingga (Tigalingga), Tanah Pinem, Pegagan Hilir, Juhar
Kidupen Manik, dan Lau Juhar. Dinamai Karo Kampung karena kulturnya memang
Karo.Kemungkinan besar kawasan ini merupakan wilayah Karo yang masuk wilayah
Dairi akibat demarkasi oleh Belanda.Kecamatan Sidikalang sebagai pusat segala
aktivitas tentu telah mengundang orang termasuk etnok Karo untuk tinggal dan
membuka usaha disana. Contoh konkrit kehadiran etnik Karo ini yang banyak yang
membuka usaha sebagai tukang emas di Sidikalang.
23
4. Etnik Simalungun
Dairi dengan Simalungun tidak berbatasan langsung, akan tetapi migrasi tetap
terjadi walaupun tidak besar seperti pada Etnik Toba. Etnik Simalungun di Sidikalang
beradaptasi dan melakukan pembauran dengan penduduk setempat, jika diperhatikan
tidak terlihat perbedaan yang menonjol antara etnik Simalungun dengan etnik lain.
Adat dan budaya yang mereka laksanakan juga telah dipengaruhi oleh
masyarakat setempat. Ada sebagian yang secara total mengadopsi budaya etnik lain
misalnya Toba dan ada juga yang mencampur keduanya tergantung pada kesepakatan
bersama. Namun pada dasarnya mereka cukup terbuka dengan budaya dari etnik lain.
Kemudian saat Agresi Belanda tahun 1949 sudah mulai masuk ke
Dairi.Mungkin karena terbukanya akses jalan dan juga karena faktor keamanan
mereka berdatangan.Saat itu Sidikalang dan sekitarnya masih banyak lahan kosong
dan jumlah penduduk juga sedikit, selain itu mereka mengangap daerah Sidikalang
lebih aman dari penjajah yang saat itu sedang genting-gentingnya ingin menguasai
Simalungun.20
Namun selama ini banyak juga orang Dairi yang bermigrasi ke
Simalungun.Seribudolok menjadi tujuan utama mereka. Sewaktu Belanda meluaskan
kekuasaanya ke Simalungun pada tahun 1905-an yang dikenal sebagai daerah
20
Wawancara , J. Sinaga (68 tahun), kecamatan Sidikalang tanggal 19 Juli 2015, kakeknya
dahulu berasal dari Simalungun, awalnya marga Sinaga dari Toba namun banyaknya mereka yang
telah lebih dulu bermigrasi ke Simalungun sebelum ke daerah lain sehingga memunculkan istilah
Sinaga Simalungun
24
perkebunan, etnik Batak Toba didorong pemeintah kolonial tinggal menetap di
wilayah itu untuk membuka persawahan baru. Kedatangan Batak Toba semakin besar
tahun 1915-1930 sewaktu pemerintahan kolonial mengembangkan irigasi di
Sidamanik dan Tanah Jawa.Kemudian ada sebagian dari mereka yang kembali ke
kampung halaman namun ada juga yang akhirnya menetap di Simalungun.21
Selain etnik diatas ada juga etnik lain yang ada di Sidikalang yaitu Jawa,
Minang, Mandailing-Angkola, dan Tionghoa. Etnik Jawa datang umumnya menjadi
pegawai baik di pemerintahan, perusahaan swasta, maupun di sektor informal.
EtnikMinang bergiat di bisnis rumah makan dan Etnik Tionghoa eksis di bidang
perdagangan.
Sejak zaman kolonial bisnis utama etnik Tionghoa adalah menampung dan
menyalurkan hasil bumi seperti kemenyan, nilam, dan kopi.Perintis bisnis ini di
Sidikalang antara lain toke Teseng, Pengki, dan Pinciang.22Namun belakangan ini
dominasi mereka dalam perdagangan seperti terimbangi, dan itu terutama karena
semakin banyaknya generasi muda orang Tionghoa meninggalkan Sidikalang dan
membuka bisnis di luar Sidikalnag seperti Siantar, Medan, Jakarta, bahkan luar negeri
(akan dibahas lebih lanjut di bab berikutnya).
21
Clark Cunningham, the Postwar Migration of the Toba Bataks to East Sumatera, (New
Haven: Yale University Southeast Asia Studies, 1958), hal.85 dalam Disertasi, Budi Agustono, op.cit,
hal. 127.
22
Sumber: http://pakpak-pakpakblog.blogspot.com/p/asal-usul-pakpak.html (Upload tgl 03
Agustus 2015)
25
Tabel 1
Jumlah Penduduk Sidikalang Menurut Suku Bangsa
No
Suku Bangsa
Jumlah
1.
Melayu
95
2.
Karo
1.208
3.
Simalungun
1.212
4.
Toba
36.629
5.
Madina
414
6.
Pakpak
10.815
7.
Nias
135
8.
Jawa
1902
9.
Minang
634
10.
Tionghoa
368
11.
Aceh
115
12.
Lainnya
402
Jumlah
53.837
(Sumber : Karakteristik Penduduk Kabupaten Dairi Hasil Sensus Penduduk 2000, hal.59)
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan bahwa etnik
dengan jumlah paling besar ialah Toba dengan jumlah 36.629 jiwa, disusul etnik
Pakpak sebesar 10.815, selanjutnya etnik Jawa berada pada posisi ke tiga dengan
jumlah 1902 jiwa, sementara etnik Simalungun dan Karo memiliki jumlah yang tidak
jauh berbeda yaitu 1212 dan 1208 jiwa, selanjutnya secara berurutan etnik Minang,
Madina, dan Tionghoa berjumlah 634, 414 dan 368 jiwa. Etnik dengan angka yang
kecil ditempati oleh Nias, Aceh, Melayu dengan jumlah masing-masing 135, 115, dan
26
95 jiwa kemudian di tambah dengan etnik lain 402 jiwa, maka total jumlah penduduk
kecamatan Sidikalang 53.837 jiwa. Hasil sensus ini merupakan hasil sensus yang
dilakukan oleh BPS setiap 1 kali dalam 10 tahun, tabel dibawah ini merupakan hasil
sensus periode tahun 1990-2000.
2.3 Mata Pencaharian
Keadaan lahan dari kecamatan Sidikalang sebagian besar terdiri dari gununggunung dan bukit-bukit yang bergelombang yang memanjang dari timur kearah Barat
dan kemiringan lahan yang bervariasi hanya sebagian yang datar/rata. Sebelum
kedatangan
Hindia
Belanda
ke
Indonesia
produksi
dari
kecamatan
Sidikalang/kabupaten Dairi berupa rotan, damar, kapur barus, kemenyan dan kayu
yang menjadi dominasi mata pencaharian yang diperdagangkan.23
Sesuai dengan keadaan alamnya maka mata pencaharian masyarakat
Sidikalang umumnya adalah bercocok tanam dimana lahan kecamatan Sidikalang
sangat cocok untuk tanaman padi dan tanaman muda lainnya sepeti jagung, ubi kayu,
ubi jalar, dan tanaman keras seperti kopi, cengkeh dan kemenyan. Terutama
penduduk yang tinggal di daerah pedesaan, seperti Desa Kalang Simbara, Desa
Belang Malum, dan Desa Bintang Mersada.
Salah satu tanaman utama di Sidikalang adalah tanaman kopi.Sidikalang
dikenal sebagai daerah penghasil kopi karena banyaknya masyarakat yang mengolah
23
Kantor BPS, Dairi Dalam Angka 1985, Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi & Badan
Perencanaan Pembangunan Kabupaten Dairi.
27
lahan dengan menanami tanaman kopi.Kopi dari Sidikalang memiliki rasa yang khas
dan rasa pahitnya yang cukup kental, dimana kopi ini juga menjadi salah satu
komiditi ekspor yang paling besar dari Sidikalang ke luar daerah.Jenis kopi yang
dapat tumbuh dengan baik sesuai iklim di daerah ini ada 2 (dua) varietas yaitu kopi
Arabika dan kopi Robusta
Sebagian kecil penduduk juga memelihara ternak unggas seperti ayam dan
itik, kerbau, kambing, babi dan kolam perikanan. Namun pengolahan
pengerjaannya masih dilakukan
atau
secara sederhana (tradisional) sehingga tidak
menjadi mata pencaharian pokok bisa dikatakan merupakan penghasilan tambahan
untuk menambah penghasilan pokok.
Di pusat kota Sidikalang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai
pedagang ataupun pengusaha baik besar maupun kecil. Selain itu ada yang bekerja
sebagai sopir, buruh industri/bangunan, Pengawai Negeri Sipil (PNS), pengawai
swasta, ABRI, dan sebagainya.Hal ini tentu di pengaruhi lokasi yang merupakan
pusat pemerintahan, itulah sebabnya pertanian tidak berkembang disana.
Mata pencaharian yang lain juga dikerjakan penduduk Sidikalang adalah
pedagang. Profesi pedagang banyak dikerjakan etnik Batak Toba dan juga etnik
Tionghoa, mereka membuka usaha berupa pertokoan di pusat kota, seperti toko
kelontong, toko sepatu, toko elektronik, toko sepatu dan juga usaha jasa seperti
tukang jahit, tukang pangkas, bengkel dan lain-lain.Industri juga berkembang di
28
kecamatan Sidikalang. 24 Perkembangan perusahaan/usaha industri menurut jenis
kegiatan, misalnya pembuat roti, tukang jahit, tukang mas, gilingan kopi, bengkel
mobil, bengkel sepeda motor, pembuatan tahu, tukang tilam, dan reparasi alat-alat
elektronik terkonsentrasi di kecamatan Sidikalang.
2.4 Sistem Kepercayaan
Penduduk kecamatan Sidikalang memeluk agama seperti Kristen Protestan,
Katolik, Islam, Budha, Hindu dan aliran kepercayaan lainnya.Namun sebelum itu,
masyarakat telah menganut suatu sistem religi tradisional yang disebut Ugama
Sipelebegu yaitu agama yang percaya kepada roh-roh nenek moyang dan kepada
kekuatan alam yaitu benda-benda yang memiliki kekuatan gaib atau keramat.
Menurut kepercayaan mereka pada waktu-waktu tertentu mereka akan memberikan
persembahan atau semacam sesajen berupa nasi, ayam, daging, sirih, buah-buahan
dan lain-lain kepada roh nenek moyang ataupun di tempat yang dianggap keramat.
Setelah masuk dan menyebarnya agama di kecamatan Sidikalang maka
kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang mulai berkurang.Masyarakat semakin
percaya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang menciptakan langit, bumi dan segala
yang ada di dunia ini. Namun sampai saat ini walau masyarakat sudah memeluk satu
agama masih ada masyarakat yang tetap memegang tradisi pemujaan leluhur karena
24
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi menjadi barang dengan nilai tambah yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaannya
29
takut roh nenek moyang akan marah dan akan mendatangkan malapetaka jika tidak
melakukan ritual tersebut.
Agama Kristen Protestan adalah agama yang paling banyak dianut oleh
penduduk
kecamatan
Sidikalang
dan
pada
umumnya
dianut
oleh
etnik
Toba.Sementara agama Islam lebih banyak dianut oleh penduduk asli yaitu etnik
Pakpak.Sedangkan agama Budha lebih banyak dianut oleh etnik Tionghoa.Walaupun
agama Kristen merupakan agama terbesar, kerukunan umat beragama tetap
terpelihara dan masing-masing umat menjalankan ibadahnya dengan aman dan
damai.25
Sebagai sarana menjalankan agama dan kepercayaan, rumah ibadah menjadi
faktor penting untuk berjalannya sebuah agama ataupun kepercayaan.Di Sidikalang
gereja mendominasi jumlah tempat ibadah,hal ini sesuai dengan orang Batak Toba
lebih dominan dan beragama Kristen Protestan, diikuti dengan jumlah masjid yang
mulai menyebar di kecamatan Sidikalang.Tempat ibadah di kecamatan Sidikalang
sudah mulai berkembang sampai ke pelosok daerah.Hal ini dilaksanakan agar
masyarakat lebih mudah mengadakan ibadah menurut agama masing-masing.
25
Kantor BPS, Kabupaten Dairi dalam Angka1995.
30
Tabel 2
Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut
di Kecamatan Sidikalang
No
Agama
Jumlah
1
Kristen protestan
37.078 orang
2
Katolik
3.181 orang
3
Islam
13.298 orang
4
Budha
259 orang
5
Hindu
21 orang
6
Lainnya
0 orang
Jumlah
53.837 orang
Sumber : “Karakteristik Penduduk Kabupaten Dairi Hasil Sensus Penduduk 2000”
Tabel 3
Sarana Rumah Ibadah di Kecamatan Sidikalang
No
Sarana Rumah Ibadah
Jumlah
1
Mesjid
2
Musholla
3
Gereja Protestan
116
4
Gereja Khatolik
7
5
Vihara
1
6
Lainnya
-
30
-
Sumber : “Kabupaten Dairi Dalam Angka 1995”
31
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1 Letak Geografis
Secara adminitratif kecamatan Sidikalang terdiri dari 11 desa/kelurahan yaitu
Sidiangkat, Batang Beruh, Bintang Hulu, Kalang Simbara, Bintang, Kalang, Kota
Sidikalang, Belang Malum, Kuta Gambir, Huta Rakyat dan Bintang Marsada. Luas
kecamatan 70,67 km atau 4,02% dari total luas kapubaten Daerah Tingkat II Dairi,
yang memanjang dari arah Utara ke Tenggara dimana sebagan besar arealnya terdiri
dari pegunungan yang bergelombang dan hanya sebagian kecil yang datar/rata.
Daerah Sidikalang mempunyai suhu udara cukup dingin, daerah ini termasuk
dalam salah satu wilayah yang paling dingin di Sumatera Utara.Pada umumnya
Sidikalang berada pada ketinggian rata-rata 700 s.d. 1.100 m di atas permukaan laut.
Secara Administrasi Kecamatan Sidikalang berbatasan dengan :
Sebelah Utara
Sebelah Selatan
Sebelah Timur
Sebelah Barat
: Kecamatan Siempat Nempu
: Kecamatan Kerajaan
: Kecamatan Berampu
: Kecamatan Sitinjo/Sumbul.
Secara geografis kecamatan Sidikalang terletak antara :
Lintang Utara
Bujur Timur
: 2015‟ – 3000‟
: 98000‟– 98030‟
Kemiringan lahan kecamatan Sidikalang adalah 0-25.Ketinggian kecamatan
Sidikalang berkisar antara 700-1.100 m diatas permukaan laut dan ketinggian ibukota
15
kecamatan Sidikalang yang sekaligus ibukota kabupaten Dairi adalah 1.066 m diatas
permukaan laut.Rata-rata hari hujan sebanyak 12 hari dan tidak merata setiap
bulannya dengan curah hujan rata-rata 16 mm.
2.2 Keadaan Penduduk
Kecamatan Sidikalang sebelum datangnya kolonial maupun zending masih
berupa hutan belantara, semak belukar dan padang ilalang. Hutan yang sangat lebat
itu dihuni oleh binatang-binatang seperti: trenggiling, rusa, monyet, mawas, kera,
babi hutan dan harimau. Daerah Sidikalang masih berupa desa atau disebut juga kuta
dengan jumlah penduduk yang masih sedikit.13
Seiring dengan perubahan zaman, Sidikalang mengalami perkembangan
menjadi sebuah kecamatan dan sekaligus ibu kota Kabupaten Dairi. Sebagai wilayah
ibukota, Sidikalang merupakan pusat permukiman dan kegiatan penduduk, sebagai
13
Kuta adalah kesatuan territorial yang biasanya dihuni oleh keluarga-keluarga yang dari satu
klen yang sama disusul kemudian oleh keluarga pendatang dari marga yang berbeda, tapi terikat oleh
suatu hubungan perkawanan dengan penduduk asli. Selain memiliki lahan pemukiman, sebuah kuta
biasanya juga memiliki lahan perladangan yang khusus diperuntukkan bagi anggota kuta
bersangkutan.Sistem pemerintahan masyarakat masih dipimpin oleh Takal Aur (Pertaki) yang juga
merangkap sebagai Raja Adat.Jabatan Pertaki adalah jabatan turun-temurun yang diwarisi oleh anak
laki-laki tertua atau laki-laki yang dituakan.Takal Aur (Pertaki) adalah masyarakat biasa yang dituakan
oleh masyarakat setempat atau merupakan seorang kepala marga dalam satu kuta.Pertaki berperan
dalam menyelesaikan segala persoalan yang menyangkut anggota masyarakat dan adat istiadat. Pertaki
tersebut tidak digaji atau mendapat imbalan akan tetapi cukup dihormati didalam kehidupan
bermasyarakat. Bila ada kegiatan pesta dan persoalan-persoalan dalam kuta atau antarkuta, maka Takal
Aur akan menyelesaikannya dengan musyawarah dengan masyarakat. Setelah diberlakukannya
Undang-Undang No. 5 tahun 1979 tentang sistem pemerintahan desa, maka sistem pemerintahan kuta
berubah total menjadi konsep desa seperti yang di atur oleh pemerintah dalam undang-undang. Tidak
ada lagi Pertaki dan raja dengan segala sistem pemerintahannya sebagai ganti diperkenalkanlah istilah
jabatan yang baru yaitu Kepala Desa, Kepala Lorong serta RT/RW. Lihat Lister Berutu, Nurbani
Padang, Tradisi dan Perubahan – Konteks Masyarakat Pakpak Dairi, Medan: MONORA, 1998. Lihat
juga Katalog BPS, “Kecamatan Sidikalang dalam Angka”, Sidikalang, 2012, hal. 1. Lihat juga
Mariana Makmur, Lister Berutu, Aspek-aspek Kultural Etnis Pakpak Suatu eksplorasi tentang potensi
lokal, Medan: Monora, 2002, hal. 16.
16
pusat aktivitas manusia yang meliputi pusat pemerintahan, pusat perekonomian,
pendidikan dan lainnya.Berbagai aktivitas penduduk terus berjalan membentuk
budaya dan karakter sosial
masyarakat Sidikalang. Karakterstik sosial di suatu
wilayah akan dibentuk dan dipengaruhi oleh penduduk yang mendiami wilayah
tersebut. Begitu juga dengan karakteristik sosial kecamatan Sidikalang yang
dipengaruhi oleh penduduk yang ada, seperti etnik Pakpak, Toba, Simalungun, karo,
dan suku lainnya.Kehidupan yang berlangsung masih sangat dipengaruhi oleh adat
dan norma dari tiap etnik tersebut.
Di Sidikalang karakter etnik Batak Toba terlihat lebih menonjol di
bandingkan dengan etnik lain. Logat Batak dengan suara keras dan agak kasar
menjadi ciri khas yang akan kita dengar setiap hari di Sidikalang. Etnik lain seperti
Karo, Simalungun dan Pakpak lebih halus dalam bertutur kata meskipun secara fisik
tidak telihat perbedaan yang mencolok dengan etnik Toba. Selain itu terdapat juga
etnik Jawa yang dikenal dengan sikap diam dan kelembutannya, etnik Padang dan
Minang dengan jiwa berdagang (jual sate dan usaha rumah makan), etnik Tionghoa
yang dikenal pekerja keras dan jiwa bisnis yang tinggi dan etnik-etnik lain yang turut
membentuk budaya dan karakter sosial Sidikalang.
Etnik Pakpak dianggap sebagai penduduk asli karena telah lebih dulu
mendiami Sidikalang.Penduduk Sidikalang yang berasal dari etnik Pakpak adalah
keturunan si Tellu Nempu yang mempunyai 3 orang anak yaitu Ujung, Angkat dan
17
Bintang. Marga Ujung mendiami wilayah Sidikalang kota sekarang, marga Angkat
mendiami daerah Sidiangkat sedangkan marga Bintang mendiami desa Bintang.
Adat istiadat Toba yang berazaskan Dalihan Natolu mendominasi kehidupan
masyarakat di Sidikalang.Jika terjadi pernikahan campuran antara etnik Toba dengan
etnik lain maka adat yang dipakai pada umumnya adalah adat Toba termasuk dengan
etnik asli yaitu Pakpak. Pengaruh Toba yang kuat membuat etnik Pakpak tidak
percaya diri dalam mengamalkan adat budayanya misalnya dalam pernikahan.14Hal
ini juga didukung karena memang pola adat toba ini hampir sama juga dengan adat
etnik Pakpak misalnya dikalangan Pakpak Dalihan Natolu disebut dengan Daliken
Sitelu yaitu: 1. Kula-kula (pemberi anak gadis) 2. Dengan sebeltek (teman semarga)
3.Berru (penerima anak gadis).15
Banyaknya pembauran yang terjadi antar etnik menjadi pemicu hubungan
yang saling mengikat misalnya pernikahan antara etnik asli dengan etnik pendatang
yang tentu menambah keharmonisan antaretnik. Pembauran ini menyebabkan
terjalinnya hubungan kekeluargaan antara satu sama lain sehingga timbul rasa saling
14
Budi Agustono, op.cit., hal.59.
15
Wawancara , R. Kaloko (48 tahun), kecamatan Sidikalang tanggal 26 Juli 2015, selain itu
mas kawin pada adat Pakpak dinilai mahal oleh beberapa orang sehingga menjadi factor pemicu lebih
dipakainny adat Toba dalam suatu pernikahan campuran. Beberapa contoh mas kawin dalam etnik
Pakpak yaitu emas dan perak, alat music, tanah atau kebun (sawah, kebun kemenyan), dan alat-alat
produktif (misalnya mesin jahit, alat berburu), hewan terna (kerbau, lembu), sejumlah uang dan
mandar (kain sarung). Lihat jugaTandak Berutu, Lister Berutu, Adat & Tata Cara Perkawina n
Masyarakat Pakpak, Medan: Yayasan Cimatama dan Monora, 2002, hal. 27.
18
memiliki dan menghormati. Berikut ini beberapa etnik yang telah lama ada dan
berkembang di Sidikalang.
1. Etnik Pakpak
Berdasarkan kedekatan wilayah, sosial dan ekonomi Etnik Pakpak dapat di
bagi menjadi limasuakyaitu:
Simsim, di kawasan Salak, Kerajaan, Sitellu Tali Urang Julu, Sitellu Tali
Urang Jehe.
Keppas, di kitaran Sitellu Nempu, Siempat Nempu, Silima Punggapungga, Lae Luhung (Lae Mbereng) dan Perbuluhen.
Pegagan dan Karo Kampung, di sekitar Pegagan Jehe, Silalahi, Paropo,
Tongging (Sitolu Huta) dan Tanah Pinem.
Boang, di lingkup Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, dan
Singkil.
Kelasan, meliputi wilayah Sienem Koden, Manduamas, dan Barus.
Secara umum sejak zaman Belanda, oleh para etnolog orang Pakpak
digolongkan ke dalam etnik Batak. Jadi sama seperti orang Toba, Karo, Simalungun,
Mandailing, dan Angkola. Adanya sejumlah unsur kedekatan atau kesamaanmisalnya dalam struktur sosial, sistem budaya, dan bahasa etnik ini satu sama lain
menjadi dasar penggolongan.
Pakpak bukan Batak, sebuah pernyataan yang sering terdengar akhir-akhir ini
terlepas dari sejumlah unsur kesamaan tadi.Menurut pemegang pendapat ini
19
(umumnya mereka orang Pakpak) sebagai etnik Pakpak lebih tua dari Toba yang
selama ini mengklaim sebagai leluhur segenap suku Batak.Disklaim serupa juga
datang dari etnik Mandailing, Karo dan Simalungun.
Mereka yang menyatakan Pakpak lebih tua dari Toba merujuk pada folklor
lokal dan benda-benda budaya dari zaman Hindu (di antaranya mejan) yang sampai
kini bisa ditemukan di tanah Pakpak untuk menguatkan argumennya. Mejan berupa
batu yang terdapat di kuburan sebagai tempat menyerahkan sesajen pada roh-roh
nenek moyang. Selain itu ada juga koden loyang (periuk), kalakati (alat pengupas
pinang), sulapah (tempat sirih), pinggan pasu (piring pinggan), gabus (ikat
pinggang), dan borgot. Menurut mereka benda-benda tersebut adalah benda yang
berasal dari hubungan dagang dengan luar negeri (Portugis, Mesir, India).Jejak ini
menjadi pertanda bahwa sebagai etnik Pakpak memang sudah tua (sebelum Toba
masuk ke Dairi).16
2. Etnik Toba
Jika kita tela‟ah kedatangan etnik Toba ke Sidikalang dan daerah lainnya di
Dairi terjadi secara bertahap.Pertama dapat di kategorikan sebagai migrasi yang
masih berjumlah sedikit, etnik Toba yang datang ini adasecara perorangan ada juga
secara kelompok.Etnik Toba datang dan kemudian menetap dengan berbagai latar
16
Sumber: http//www.pakpakadalahpakpak.com (upload tanggal 03 Agustus 2015).
Penjelasan mengenai perbedaan budaya Pakpak dengan Toba sampai sekarang lebih banyak berupa
info lisan, belum terpublikasi dalam bentuk tulisan atau buku.
20
belakang, misalnya mereka yang ingin mengembara belaka untuk mengenal lebih
dekat dunia, ada juga yang ingin mencari penghidupan yang baik dan berdagang.
Sebagai salah satu contoh yaitu marga Limbong misalnya ada yang awalnya
datang dari Samosir dengan mambawa ulos sebagai dagangan.Ia kemudian
dipermantukan oleh orang Pakpak kemudian diberi rading tanoh (tanah pemberian
orangtua kepada putrinya yang menikah).Marga Sigalingging semula seorang kakek
moyang mereka datang ke Dairi untuk belajar membuat koden (periuk). Setelah
beroleh ilmu ia pulang kampung dan di sana ia bergiat membuat periuk tanah. Hasil
karya tersebut ia bawa ke Dairi untuk dijual. Bisnisnya ternyata berhasil dan ia
kemudian dipermantukan marga Ujung yang menjadi penguasa lokal. Sebagai
menantu ia kemudian diberi rading tanoh. Turunannya kemudian beranak pinak
disana sampai sekarang.17
Selanjutnya ialah pada zaman kolonial Belanda.Untuk membangun fasilitas
militer Belanda membutuhkan para pekerja termasuk tukang, kuli bangunan, dan
portir .Belanda menggunakan tenaga kerja yang tersedia dari Silindung. Para pekerja
inilah kemudian yang akhirnya tinggal menetap dan bahkan mengajak serta
keluarganya untuk tinggal di Dairi.18Masuknya zending (gereja) juga menjadi faktor
pemicu semakin berkembangnya Toba di Sidikalang.Tak hanya etnik Toba yang
17
Wawancara , Raja Ardin Ujung (65 tahun), kecamatan Sidikalang tanggal 12 Agustus 2015.
Pada tahun1906/1907 karena situasi perang ada pembukaan jalan dari Doloksanggul ke
Sidikalang, sehingga petani dari Humbang, Toba dan Silindung memasuki Dairi.Selain itu orang dari
Tapanuli Utara juga memasuki daerah tanah Pakpak untuk mengabarkan injil. Tahun 1911 para
pedagang kaum Kristen dari Tapanuli Utara melakukan penginjilan dengan melakukan pendekatan
terhadap masyarakat setempat dengan cara memperdagangkan ulos dan alat-alat pertanian. Budi
Agustono, op. cit, hal. 133.
18
21
belum Kristen yang dirangkul oleh zending kala itu tapi juga orang Pakpak yang
sebagian besar masih menganut agama suku.Hasilnya, tahun 1909, Jaekuten Keppas
Raja Asah Ujung beserta keluarganya dibaptis menjadi Kristen. Jika penguasa sudah
dapat diangkul otomatis pengikutnya akanmengikut atau paling tidak lebih mudah
diajak serta.
Migrasi orang Toba terus berlanjut bahkan hingga pada Orde baru.Mereka
mengisi posisi birokrasi kabupaten, guru, dan tenaga kesehatan hingga ke desa-desa.
Di sektor lain juga di masuki oleh mereka seperti pertanian dan perdagangan. Saat ini
berdasakan data statistik, jumlah etnik Toba jauh lebih banyak dibandingkan etnik
Pakpak.19
3. Etnik Karo
Tanah Karo berbatasan langsung dengan Tanah Dairi.Berbeda dengan etnik
Toba, Karo tidak memiliki tradisi migrasi ekspansi, sehingga secara jumlah etnik
Karo termasuk kecil jika dibandingkan dengan etnik Toba yang tinggal di
Sidikalang.Dalam disertasinya Budi Agustono menjelaskan bahwa tanah karo sangat
19
Kedatangan etnik Toba ke suatu wilayah juga dipengauhi oleh istilah Batak sahala
hasangapon yaitu kualitas kehormatan patut dihargai oleh orang lain, untuk memperoleh kualitas itu
orang harus mengembangkan sahala harajaon‟nya (kerajaan pribadi). Sahala hasangapon baru akan
menjadi kenyataan apabila seseorang telah memperlihatkan prestasinya, misalnya dengan banyak
anak/cucu, berhasil dalam pertanian dan pekerjaan lainnya. Dalam hal ini menunujukkan bahwa
komplek sahala hasangapon juga mendorong orang Batak untuk berpindah dan mendirikan kerajaan
baru. Lihat Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi: Peran Misi Budaya Minangkabau dan
Mandailing, Jakarta: LP3ES, 1994, hal. 47.
22
subur dan bahkan sudah lebih terutama bidang pertanian dibandingkan Dairi sehingga
orang Karo kurang tertarik untuk migrasi ke Dairi.
Saat etnik Karo dipertemukan dengan etnik lain maka untuk menambah ikatan
antar etnik, sejumlah marga di Dairi dan Karo menjalin perikatan khusus.Awal
perkenalan dari etnik akan menanyakan marga dan akan ditarik persamaan marga dari
kedua belah pihak sehingga dapat diketahui tutur/panggilan apa yang baik untuk
masing-masing Dalam Etnik Pakpak misalnya Kudadiri dengan Ginting Suka,
Sinuraya dengan Angkat, dan Padang Jambu dengan Pinem. Dalam etnik Toba
misalnya Sinaga dengan perangin-angin, Simbolon dengan Ginting, Purba dengan
Tarigan dan masih banyak contoh lain.
Secara wilayah ada sebuah wilayah di perbatasan
yang oleh penguasa
Belanda dulu disebut sebagai Onderdistrik van Karo Kampung. Kawasan ini meliputi
lima kenegerianyakni : Lingga (Tigalingga), Tanah Pinem, Pegagan Hilir, Juhar
Kidupen Manik, dan Lau Juhar. Dinamai Karo Kampung karena kulturnya memang
Karo.Kemungkinan besar kawasan ini merupakan wilayah Karo yang masuk wilayah
Dairi akibat demarkasi oleh Belanda.Kecamatan Sidikalang sebagai pusat segala
aktivitas tentu telah mengundang orang termasuk etnok Karo untuk tinggal dan
membuka usaha disana. Contoh konkrit kehadiran etnik Karo ini yang banyak yang
membuka usaha sebagai tukang emas di Sidikalang.
23
4. Etnik Simalungun
Dairi dengan Simalungun tidak berbatasan langsung, akan tetapi migrasi tetap
terjadi walaupun tidak besar seperti pada Etnik Toba. Etnik Simalungun di Sidikalang
beradaptasi dan melakukan pembauran dengan penduduk setempat, jika diperhatikan
tidak terlihat perbedaan yang menonjol antara etnik Simalungun dengan etnik lain.
Adat dan budaya yang mereka laksanakan juga telah dipengaruhi oleh
masyarakat setempat. Ada sebagian yang secara total mengadopsi budaya etnik lain
misalnya Toba dan ada juga yang mencampur keduanya tergantung pada kesepakatan
bersama. Namun pada dasarnya mereka cukup terbuka dengan budaya dari etnik lain.
Kemudian saat Agresi Belanda tahun 1949 sudah mulai masuk ke
Dairi.Mungkin karena terbukanya akses jalan dan juga karena faktor keamanan
mereka berdatangan.Saat itu Sidikalang dan sekitarnya masih banyak lahan kosong
dan jumlah penduduk juga sedikit, selain itu mereka mengangap daerah Sidikalang
lebih aman dari penjajah yang saat itu sedang genting-gentingnya ingin menguasai
Simalungun.20
Namun selama ini banyak juga orang Dairi yang bermigrasi ke
Simalungun.Seribudolok menjadi tujuan utama mereka. Sewaktu Belanda meluaskan
kekuasaanya ke Simalungun pada tahun 1905-an yang dikenal sebagai daerah
20
Wawancara , J. Sinaga (68 tahun), kecamatan Sidikalang tanggal 19 Juli 2015, kakeknya
dahulu berasal dari Simalungun, awalnya marga Sinaga dari Toba namun banyaknya mereka yang
telah lebih dulu bermigrasi ke Simalungun sebelum ke daerah lain sehingga memunculkan istilah
Sinaga Simalungun
24
perkebunan, etnik Batak Toba didorong pemeintah kolonial tinggal menetap di
wilayah itu untuk membuka persawahan baru. Kedatangan Batak Toba semakin besar
tahun 1915-1930 sewaktu pemerintahan kolonial mengembangkan irigasi di
Sidamanik dan Tanah Jawa.Kemudian ada sebagian dari mereka yang kembali ke
kampung halaman namun ada juga yang akhirnya menetap di Simalungun.21
Selain etnik diatas ada juga etnik lain yang ada di Sidikalang yaitu Jawa,
Minang, Mandailing-Angkola, dan Tionghoa. Etnik Jawa datang umumnya menjadi
pegawai baik di pemerintahan, perusahaan swasta, maupun di sektor informal.
EtnikMinang bergiat di bisnis rumah makan dan Etnik Tionghoa eksis di bidang
perdagangan.
Sejak zaman kolonial bisnis utama etnik Tionghoa adalah menampung dan
menyalurkan hasil bumi seperti kemenyan, nilam, dan kopi.Perintis bisnis ini di
Sidikalang antara lain toke Teseng, Pengki, dan Pinciang.22Namun belakangan ini
dominasi mereka dalam perdagangan seperti terimbangi, dan itu terutama karena
semakin banyaknya generasi muda orang Tionghoa meninggalkan Sidikalang dan
membuka bisnis di luar Sidikalnag seperti Siantar, Medan, Jakarta, bahkan luar negeri
(akan dibahas lebih lanjut di bab berikutnya).
21
Clark Cunningham, the Postwar Migration of the Toba Bataks to East Sumatera, (New
Haven: Yale University Southeast Asia Studies, 1958), hal.85 dalam Disertasi, Budi Agustono, op.cit,
hal. 127.
22
Sumber: http://pakpak-pakpakblog.blogspot.com/p/asal-usul-pakpak.html (Upload tgl 03
Agustus 2015)
25
Tabel 1
Jumlah Penduduk Sidikalang Menurut Suku Bangsa
No
Suku Bangsa
Jumlah
1.
Melayu
95
2.
Karo
1.208
3.
Simalungun
1.212
4.
Toba
36.629
5.
Madina
414
6.
Pakpak
10.815
7.
Nias
135
8.
Jawa
1902
9.
Minang
634
10.
Tionghoa
368
11.
Aceh
115
12.
Lainnya
402
Jumlah
53.837
(Sumber : Karakteristik Penduduk Kabupaten Dairi Hasil Sensus Penduduk 2000, hal.59)
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan bahwa etnik
dengan jumlah paling besar ialah Toba dengan jumlah 36.629 jiwa, disusul etnik
Pakpak sebesar 10.815, selanjutnya etnik Jawa berada pada posisi ke tiga dengan
jumlah 1902 jiwa, sementara etnik Simalungun dan Karo memiliki jumlah yang tidak
jauh berbeda yaitu 1212 dan 1208 jiwa, selanjutnya secara berurutan etnik Minang,
Madina, dan Tionghoa berjumlah 634, 414 dan 368 jiwa. Etnik dengan angka yang
kecil ditempati oleh Nias, Aceh, Melayu dengan jumlah masing-masing 135, 115, dan
26
95 jiwa kemudian di tambah dengan etnik lain 402 jiwa, maka total jumlah penduduk
kecamatan Sidikalang 53.837 jiwa. Hasil sensus ini merupakan hasil sensus yang
dilakukan oleh BPS setiap 1 kali dalam 10 tahun, tabel dibawah ini merupakan hasil
sensus periode tahun 1990-2000.
2.3 Mata Pencaharian
Keadaan lahan dari kecamatan Sidikalang sebagian besar terdiri dari gununggunung dan bukit-bukit yang bergelombang yang memanjang dari timur kearah Barat
dan kemiringan lahan yang bervariasi hanya sebagian yang datar/rata. Sebelum
kedatangan
Hindia
Belanda
ke
Indonesia
produksi
dari
kecamatan
Sidikalang/kabupaten Dairi berupa rotan, damar, kapur barus, kemenyan dan kayu
yang menjadi dominasi mata pencaharian yang diperdagangkan.23
Sesuai dengan keadaan alamnya maka mata pencaharian masyarakat
Sidikalang umumnya adalah bercocok tanam dimana lahan kecamatan Sidikalang
sangat cocok untuk tanaman padi dan tanaman muda lainnya sepeti jagung, ubi kayu,
ubi jalar, dan tanaman keras seperti kopi, cengkeh dan kemenyan. Terutama
penduduk yang tinggal di daerah pedesaan, seperti Desa Kalang Simbara, Desa
Belang Malum, dan Desa Bintang Mersada.
Salah satu tanaman utama di Sidikalang adalah tanaman kopi.Sidikalang
dikenal sebagai daerah penghasil kopi karena banyaknya masyarakat yang mengolah
23
Kantor BPS, Dairi Dalam Angka 1985, Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi & Badan
Perencanaan Pembangunan Kabupaten Dairi.
27
lahan dengan menanami tanaman kopi.Kopi dari Sidikalang memiliki rasa yang khas
dan rasa pahitnya yang cukup kental, dimana kopi ini juga menjadi salah satu
komiditi ekspor yang paling besar dari Sidikalang ke luar daerah.Jenis kopi yang
dapat tumbuh dengan baik sesuai iklim di daerah ini ada 2 (dua) varietas yaitu kopi
Arabika dan kopi Robusta
Sebagian kecil penduduk juga memelihara ternak unggas seperti ayam dan
itik, kerbau, kambing, babi dan kolam perikanan. Namun pengolahan
pengerjaannya masih dilakukan
atau
secara sederhana (tradisional) sehingga tidak
menjadi mata pencaharian pokok bisa dikatakan merupakan penghasilan tambahan
untuk menambah penghasilan pokok.
Di pusat kota Sidikalang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai
pedagang ataupun pengusaha baik besar maupun kecil. Selain itu ada yang bekerja
sebagai sopir, buruh industri/bangunan, Pengawai Negeri Sipil (PNS), pengawai
swasta, ABRI, dan sebagainya.Hal ini tentu di pengaruhi lokasi yang merupakan
pusat pemerintahan, itulah sebabnya pertanian tidak berkembang disana.
Mata pencaharian yang lain juga dikerjakan penduduk Sidikalang adalah
pedagang. Profesi pedagang banyak dikerjakan etnik Batak Toba dan juga etnik
Tionghoa, mereka membuka usaha berupa pertokoan di pusat kota, seperti toko
kelontong, toko sepatu, toko elektronik, toko sepatu dan juga usaha jasa seperti
tukang jahit, tukang pangkas, bengkel dan lain-lain.Industri juga berkembang di
28
kecamatan Sidikalang. 24 Perkembangan perusahaan/usaha industri menurut jenis
kegiatan, misalnya pembuat roti, tukang jahit, tukang mas, gilingan kopi, bengkel
mobil, bengkel sepeda motor, pembuatan tahu, tukang tilam, dan reparasi alat-alat
elektronik terkonsentrasi di kecamatan Sidikalang.
2.4 Sistem Kepercayaan
Penduduk kecamatan Sidikalang memeluk agama seperti Kristen Protestan,
Katolik, Islam, Budha, Hindu dan aliran kepercayaan lainnya.Namun sebelum itu,
masyarakat telah menganut suatu sistem religi tradisional yang disebut Ugama
Sipelebegu yaitu agama yang percaya kepada roh-roh nenek moyang dan kepada
kekuatan alam yaitu benda-benda yang memiliki kekuatan gaib atau keramat.
Menurut kepercayaan mereka pada waktu-waktu tertentu mereka akan memberikan
persembahan atau semacam sesajen berupa nasi, ayam, daging, sirih, buah-buahan
dan lain-lain kepada roh nenek moyang ataupun di tempat yang dianggap keramat.
Setelah masuk dan menyebarnya agama di kecamatan Sidikalang maka
kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang mulai berkurang.Masyarakat semakin
percaya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang menciptakan langit, bumi dan segala
yang ada di dunia ini. Namun sampai saat ini walau masyarakat sudah memeluk satu
agama masih ada masyarakat yang tetap memegang tradisi pemujaan leluhur karena
24
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi menjadi barang dengan nilai tambah yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaannya
29
takut roh nenek moyang akan marah dan akan mendatangkan malapetaka jika tidak
melakukan ritual tersebut.
Agama Kristen Protestan adalah agama yang paling banyak dianut oleh
penduduk
kecamatan
Sidikalang
dan
pada
umumnya
dianut
oleh
etnik
Toba.Sementara agama Islam lebih banyak dianut oleh penduduk asli yaitu etnik
Pakpak.Sedangkan agama Budha lebih banyak dianut oleh etnik Tionghoa.Walaupun
agama Kristen merupakan agama terbesar, kerukunan umat beragama tetap
terpelihara dan masing-masing umat menjalankan ibadahnya dengan aman dan
damai.25
Sebagai sarana menjalankan agama dan kepercayaan, rumah ibadah menjadi
faktor penting untuk berjalannya sebuah agama ataupun kepercayaan.Di Sidikalang
gereja mendominasi jumlah tempat ibadah,hal ini sesuai dengan orang Batak Toba
lebih dominan dan beragama Kristen Protestan, diikuti dengan jumlah masjid yang
mulai menyebar di kecamatan Sidikalang.Tempat ibadah di kecamatan Sidikalang
sudah mulai berkembang sampai ke pelosok daerah.Hal ini dilaksanakan agar
masyarakat lebih mudah mengadakan ibadah menurut agama masing-masing.
25
Kantor BPS, Kabupaten Dairi dalam Angka1995.
30
Tabel 2
Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut
di Kecamatan Sidikalang
No
Agama
Jumlah
1
Kristen protestan
37.078 orang
2
Katolik
3.181 orang
3
Islam
13.298 orang
4
Budha
259 orang
5
Hindu
21 orang
6
Lainnya
0 orang
Jumlah
53.837 orang
Sumber : “Karakteristik Penduduk Kabupaten Dairi Hasil Sensus Penduduk 2000”
Tabel 3
Sarana Rumah Ibadah di Kecamatan Sidikalang
No
Sarana Rumah Ibadah
Jumlah
1
Mesjid
2
Musholla
3
Gereja Protestan
116
4
Gereja Khatolik
7
5
Vihara
1
6
Lainnya
-
30
-
Sumber : “Kabupaten Dairi Dalam Angka 1995”
31