Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Pidana Penganiayaan

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebebasan pers (freedom of the press) adalah hak dalam mengelola berita dan mengumumkannya tanpa harus ada izin terlebih dahulu, meskipun demikian, setelah diterbitkan, penerbitnya haruslah bertanggung jawab.1

Pasal 8 undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dikatakan “Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum”.

Hak ini diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebarluaskan, pencetakan dan penerbitan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa ada campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.

Profesi seorang wartawan perlu mendapat perlindungan hukumdalam menjalankan tugasnya mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik maupun bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.

2

1 M. Djen Amar, Hukum Komunikasi Jurnalistik, Bandung: Alumni, 1984, halaman 76 2

Undang-Undang No.40 Tahun 1999, Tentang Pers, Pasal 8


(2)

perlindungan hukum terhadap wartawandalam arti kekebalan dari tuntutan pidana.

Wartawan yang melakukan kegiatan jurnalistik termasuk dalam tenaga kerja, yang berarti setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.3

Jaminan kecelakaan kerja merupakan hak setiap tenaga kerja yang wajib diberikan ketika tenaga kerja mengalami atau tertimpa kecelakaan kerja.Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruhnya penghasilan yang diakibatkan oleh adanya resiko-resiko sosial, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja.4

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan kerja yang terjadi terhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan sebaliknya.5

Tidak semua kasus kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja berujung pada pembayaran jaminan kecelakaan kerja. Beberapa sebab sehingga pengusaha tidak diwajibkan untuk membayar jaminan kecelakaan kerja kepada tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja atau santunan kematian kepada keluarganya, yaitu dalam hal:6

a) Karena disengaja oleh tenaga kerja yang bersangkutan;

3 Suria Ningsih, Mengenal Hukum Ketenagakerjaan, USU Press, Medan,2015, halaman 145

4

Ibid, halaman 144-145

5Ibid, halaman 145

6 Pasal 11 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor:PER.04/MEN/1933 Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja


(3)

b) Menolak tanpa alasan yang sah akan diperiksa dokter yang ditunjuk oleh perusahaan;

c) Sebelum selesai pengobatan tenaga kerja menolak pertolongan dalam huruf b;

d) Tanpa alasan yang sah;

e) Pergi ke tempat lain sehingga dokter yang ditunjuk oleh perusahaan tidak dapat memberikan pertolongan yang dianggap perlu untuk memulihkan kesehatannya.

Sejauh apa negara dan peraturan yang berlaku di Indonesia melindungi keselamatan dan hak-hak jurnalis ketika menjalankan tugasnya sebagai pemburu berita atau pencari informasi tanpa adanya kekerasan fisik adalah tolak ukur terhadap perlindungan pers.

Penegakan hukum merupakan hal yang rumit dalampengamalan supremasi hukum dan keadilan. Penegasan dalamUndang-undang 1945 setelah adanya perubahan keempat, bahwa Republik Indonesia adalah Negara Hukum, dalam pelaksanaannya ternyata belum dapat terselenggara dengan baik.

Mekanisme atau proses penegakan hukum, yang sesungguhnya telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, ternyata masih menemui kendala-kendala serius di lapangan sehingga hakekatdan makna penegakan hukum menjadi tidak efektif. Warga masyarakat menjadi apatis tentang pelaksanaan penegakan hukum.


(4)

Prinsip-prinsip kebebasan pers secara hukum harus tercantum dalam konstitusi negara.Jaminan dan perlindungan dari hukum yang tertinggi, mengakibatkan kebebasan pers tidak mudah diselewengkan.

Jurnalis berperan sebagai pencari berita yang disusun dan disampaikan pada khalayak luas melalui media cetak atau elektronik secara cepat, akurat, dan lengkap menjadikan mereka sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam meliput kejadian dan fakta yang terjadi di lapangan yang akan dikonsumsi oleh masyarakat.

Wartawan bukanmeminta keistimewaan untuk tidak dihukum dan mereka bisa dipidana bila melanggar norma hukum umum, seperti pencurian, pembunuhan, pemerasan, tetapi semua hal yg terkait pekerjaan jurnalistik seperti peliputan, wawancara, pemuatan berita dalam media cetak atau elektronik tidak lagi dikenai pasal-pasal dalam KUHP.

Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang no. 40 tahun 1999 tentang Pers menyatakan bahwa:

1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. 2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,

pembredelan atau pelarangan penyiaran.

3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan daninformasi. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.7

Selanjutnya Pasal 28 F Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu,“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan

7


(5)

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”8

Undang-Undang no. 40 tahun 1999 tentang Pers dalam juga dikatakan “Bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis”.9

Bentuk kekerasan yang dimaksud adalah

Perlindungan terhadap keselamatan jurnalis yang mencari informasi dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai subsistem komunikasi di dalam masyarakat tanpa kekerasan fisik harus mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari pihak manapun.

10

1. Kekerasan fisik termasuk penganiayaan ringan, penganiayaan berat, penyiksaan, penyekapan, penculikan, dan pembunuhan.

:

2. Kekerasan non-fisik termasuk ancaman verbal, penghinaan, penggunaan kata-kata yang merendahkan, dan pelecehan.

3. Perusakan peralatan liputan seperti kamera dan alat perekam.

4. Upaya menghalangi kerja wartawan untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, yaitu dengan merampas peralatan kerja wartawan atau tindakan apa pun yang merintangi tugas wartawan sehingga tidak dapat memproses pekerjaan kewartawanannya.

8

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28F 9

Undang-Undang no.40 tahun 1999 tentang Pers, Menimbang 10


(6)

5. Bentuk kekerasan lain terhadap wartawan yang belum disebut dalam pedoman ini merujuk kepada definisi yang diatur KUHP dan UU HAM.

Pengertian perlindungan dalam ilmu hukum adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan sanksi dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan, penuntutan, dan atas pemeriksaan di sidang pengadilan.11

Berdasarkan politik hukum maka negara untuk kepentingan pemberian perlindungan bagi saksi dan korban yang sangat penting keberadaannya dalam proses pengadilan, maka Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia menetapkan Undang-Undang no. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagai

ius constitutum

Aturan hukum tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek saja,akan tetapi harus berdasarkan kepentingan jangka panjang. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial.

12

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun yang

11

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 2 tahun 2002, tentang Tata Cara Perlindungan TerhadapKorban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat, Pasal 1 ayat 1.

12

Siswanto Sunarso, Viktimologi dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Sinar Grafika. 2012 , Halaman 240-241.


(7)

tertulis. Perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Sarana perlindungan hukum berdasarkan uraian tersebut terdiri dari: 1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa.

Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan dalam pembentukan peraturan yang berlaku.

2. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Peradilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini.

Barnest dan Teeters menunjukkan beberapa cara untuk menanggulangi kejahatan, yaitu13

13

Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Kriminologi, Jakarta: Rajawali,1983, halaman 79


(8)

1. Menyadari bahwa akan adanya kebutuhan-kebutuhan untuk mengembangkan dorongan-dorongan sosial atau tekanan-tekanan sosial dan tekanan-tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang ke arah perbuatan jahat.

2. Memusatkan perhatian kepada individu-individu yang menunjukkan potensialitas kriminal atau sosial, sekalipun potensialitas tersebut disebabkan gangguan-gangguan biologis dan psikologis atau kurang mendapat kesempatan sosial ekonomis yang cukup baik sehingga dapat merupakan suatu kesatuan yang harmonis.

Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah, konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.

Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum.Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.

Dalam konsep perlindungan hukum terhadap korban kejahatan, terkandung pula beberapa asas hukum yang memerlukan perhatian.Hal ini disebabkan dalam konteks hukum pidana, sebenarnya asas hukum harus


(9)

mewarnai baik hukum pidana materiil, hukum pidana formi, maupun hukum pelaksanaan pidana.14

Adapun asas-asas yang dimaksud adalah sebagai berikut15 a. Asas Manfaat

:

Artinya perlindungan korban tidak hanya ditujukan bagi tercapainya kemanfaatan (baik materiil maupun spiritual) bagi korban kejahatan, tetapi juga kemanfaatan bagi masyarakat secara luas, khususnya dalam upaya mengurangi jumlah tindak pidana serta menciptakan ketertiban masyarakat.

b. Asas Keadilan

Artinya, penerapan asas keadilan dalam upaya melindungi korban kejahatan tidak bersifat mutlak karena hal ini dibatasi pula oleh rasa keadilan yang harus juga diberikan pada pelaku kejahatan.

c. Asas Keseimbangan

Karena tujuan hukum di samping memberikan kepastian dan perlindungan terhadap kepentingan manusia, juga untuk memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu menuju pada keadaan yang semula (restutio in integrum), asas keseimbangan memperoleh tempat yang penting dalam upaya pemulihan hak-hak korban.

14

Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Jakarta: Akademia Pressindo, 1993, halaman 50

15 Didik M. Arief Mansur & Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Jakarta: Rajawali Pers, 2006, halaman 164


(10)

d. Asas Kepastian Hukum

Asas ini dapat memberikan dasar pijakan hukum yang kuat bagi aparat penegak hukum pada saat melaksanakan tugasnya dalam upaya memberikan perlindungan hukum pada korban kejahatan. Penganiayaan berasal dari kata aniaya yang artinya perbuatan bengis, penindasan, sadis dan sebagainya; sewenang-wenang.16

a) Adanya kesengajaan;

Penganiayaan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

b) Adanya perbuatan;

c) Adanya akibat perbuatan yakni :

1) Rasa sakit, tidak enak pada tubuh; 2) Lukanya tubuh;

d) Bertujuan pada akibatnya.

Penganiayaan merupakan salah satu tindak kejahatan. Perumusan tentang kejahatan terhadap tubuh manusia ini ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum atas tubuh dari perbuatan-perbuatan berupa penyerangan atas tubuh atau bagian dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit atau luka, bahkan menimbulkan kematian.

Perlindungan terhadap keselamatan jurnalis yang mencari informasi dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai subsistem komunikasi di dalam masyarakat tanpa kekerasan fisik harus mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari pihak manapun.

16

Desi Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Penerbit Amelia, Surabaya; 2005; hlm. 32


(11)

Fungsi Pers yang mencari berita, memberikan informasi secepat-cepatnya kepada masyarakat luas secara aktual, akurat, faktual, menarik, benar dan jernih.Mungkin dalam proses mencari informasi tersebut mereka dapat merugikan sejumlah pihak yang berakibat juga merugikan keselamatan para wartawan.

Pemberian perlindungan hukum terhadap Pers sering terdapat hambatan-hambatan yang dihadapi seperti aparat penegak hukum dalam memberikan informasi terkait kasus yang dialami tersebut tidak transparan dan tidak detail dalam pemberian informasi perkembangan kasus tersebut.Yang merupakan bentuk pengawasan mengenai penanganan suatu kasus.

Menurut Marc Ancel, pengertian kebijakan hukum pidana (penal

policy) adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai

tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.17

17 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: Prenada Media Group, 2011, Hal. 23

Sistem peradilan pidana pemidaan itu bukanlah merupakan tujuan akhir dan bukan pula merupakan satu - satunya cara untuk mencapai tujuan pidana atau tujuan sistem peradilan pidana dengan cara diluar hukum pidana atau diluar pengadilan.


(12)

Dilihat dari segi ekonomisnya sistem peradilan pidana disamping tidak efisien, juga pidana penjara yang tidak benar-benar diperlukan semestinya tidak diterapkan.

Kebijakan hukum pidana bukanlah semata-mata pekerjaan teknik perundang-undangan yang dapat dilakukan secara yuridis normatif dan sistematik dogmatik. Disamping pendekatan yuridis faktual juga dapat berupa pendekatan komprehensif dari berbagai disiplin ilmu sosial lainnya dan pendekatan integral dengan kebijakan sosial dan pembangunan nasional pada umumnya.18

18Ibid, Hal. 24

Kekerasan dan penganiayaan terjadi terhadap dua wartawan harian terbitan Medan Jefri dan Irvan Rumapea, oleh oknum satpam Universitas Sumatera Utara (USU) saat meliput demo mahasiswa di depan Biro Rektor USU, pada hari Kamis tanggal 21 Mei 2015.

Akibat pemukulan tersebut, dua wartawan tersebut mengalami luka lebam. Kasus tersebut lalu diadukan ke Polresta Medan. Pemukulan tersebut terjadi saat kedua wartawan tersebut meliput aksi demo mahasiswa USU. Keduanya lalu diusir satpam tanpa alasan yang jelas.

Tak terima diusir, wartawan pun bertanya mengapa dihalang-halangi melakukan tugas jurnalistik. Bukannya memberikan penjelasan, oknum satpam itu langsung melayangkan pukulan. Melihat rekannya memukuli dua wartawan, sejumlah oknum satpam lainnya ikut-ikutan melakukan penganiayaan.


(13)

“Kami diusir dan dilarang meliput. Kami mempertanyakan alasan kami diusir, tapi bukannya mendapatkan penjelasan, tapi kami langsung dipukul dengan membabi buta,” kata Irvan saat membuat laporan di Mapolresta Medan.

Tak hanya dipukuli, sepeda motor dua wartawan itu juga dirusak para satpam. “Kami minta kepada Polresta Medan agar menangkap pelakunya. Kami ada dua orang yang dipukul,” tambahnya.19

Kejadiantersebut disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat tentang fungsi jurnalis yang mengakibatkan rentan terhadap tindakan penganiayaan.

Jurnalis korban tindak penganiayaan pada umumnya memberikan pengaduan tidak melalui jalur litigas melainkan kepada Dewan Pers. Anggapan bahwa pengaduan ke Dewan Pers jauh lebih cepat prosesnya dibandingkan melalui jalur litigasi yang juga memakan waktu dan biaya lebih banyak.

Penyelesaikan perkara antar pihak tersebut, Dewan Pers mengusahakan perdamaian melalui penyelesaian sengketa alternatif yaitu mediasi yang bertujuan “win-win solution”.

Berdasarkan uraian di atas, penulis akan membahas suatu masalah yang berkaitan dengan Perlindungan Hukum terhadap Jurnalis dalam bentuk skripsi dengan judul: “Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Penganiayaan di Sumatera Utara”.


(14)

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan?

2. Apakah faktor penyebab terjadinya tindak penganiayaan terhadap jurnalis dan bentuk hambatan yang dihadapi jurnalis korban penganiayaan?

3. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan?

C. Tujuan Penelitian

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mencari pemecahan masalah terhadap masalah yang terjadi di kalangan jurnalis, antara lain:

1. Mengkaji peraturan perlindungan hukum terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan.

2. Mengkajifaktor penyebab terjadinya tindak penganiayaan terhadap jurnalis korban penganiayaan dan mengkaji bentuk hambatan yang dihadapi jurnalis korban penganiayaan.

3. Mengkaji kebijakan pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan.

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi baik teoritas kepada disiplin ilmu hukum yang ditekuni oleh peneliti maupun praktis kepada para praktisi hukum.

Dapat dijelaskan kegunaan teoritis dan praktis bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun bagi praktek.


(15)

1. Manfaat secara Teoritis

Penulis berharap kiranya hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran dibidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan masalah perlindungan terhadap jurnalis korban penganiayaan di dalam tata hukum Indonesia.

2. Manfaat secara Praktis

Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan khususnya yang berkaitan dengan masalah perlindungan terhadap jurnalis korban penganiayaan yang disebabkan kurang pahamnya standar penerapan kode etik jurnalistik.Selain itu dapat bermanfaat dalam memberi informasi yang dapat disumbangkan kepada semua orang termasuk aparat penegak hukum untuk menangani dan menyelesaikan kasus penganiayaan terhadap jurnalis.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Penganiayaan Di Sumatera Utara” ini diangkat karena penulis ingin mengkaji dan mengetahui lebih tentang pengaturan perlindungan hukum, hambatan-hambatan serta kebijakan pemerintah terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan. Penulis belum menemukan judul dan pengesahan yang sama dengan tulisan ini selama melakukan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(16)

Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul dan pembahasan yang sama oleh orang lain dengan skripsi yang dibuat oleh penulis, maka hal tersebut dapat penulis pertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini penulis menguraikan apa yang menjadi landasan pemikirannya yang dituangkan dalam bentuk latar belakang permasalahan, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, dan metode penelitian.

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP JURNALIS

KORBAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

Bab ini merupakan pembahasan pengaturan hukum apa saja yang memberikan perlindungan hukum terhadap jurnalis korban tindak pidana penganiayaan.

BAB III FAKTOR TERJADINYA TINDAK PENGANIAYAAN

TERHADAP JURNALIS DAN HAMBATAN YANG DIHADAPI JURNALIS KORBAN TINDAK PENGANIAYAAN

Bab ini berisi tentang faktor-faktor terjadinya penganiayaan terhadap jurnalis dan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh jurnalis dalam mendapatkan perlindungan hukum.

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP

JURNALIS KORBAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

Bab ini membahas tentang kebijakan pemerintah terhadap jurnalis korban tindak pidana penganiayaan.


(17)

Bab ini penulis akan menyampaikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang ada berdasarkan hasil penelitian serta saran-saran yang diharapkan menjadi solusi dari permasalahan yang dibahas.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif atau doktrineryaitu ditekankan pada penggunaan data sekunder.Penelitian hukum normatif atau doktriner yang juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen, karena lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.20

Penelitian hukum normatif mengambil isu dari hukum sebagai sistem norma yang digunakan untuk memberikan “justifikasi” preskriptif tentang suatu peristiwa hukum.21

Penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma sebagai pusat kajiannya.22 Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem kaidah atau aturan.23

20

Ediwarman, Metode Penelitian Hukum (Panduan penyusunan Skripsi, Tesis, dan

Desertasi), Medan:P.T. Sofmedia,2015,Halaman 97

21

Mukti Fajar, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999, halaman 36

22Loc.cit.

23 Ranuhandoko, Terminologi Hukum, Jakarta, Grafika, 2003, halaman 419

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum pidana khususnya tindak pidana penganiayaan terhadap jurnalis.


(18)

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian hukum yang akan dilakukan oleh peneliti adalah dengan menganalisis pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan hukum terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan, menganalisis berlakunya hukum positif dan pengaruh berlakunya hukum positif terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan serta faktor non hukum terhadap terbentuknya serta berlakunya ketentuan hukum positif.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi Sumatera Utara dengan melakukan wawancara tertulis dengan Bapak Rizal Rudi Surya,S.H.,selaku Wakil Ketua Bidang Pendidikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sumatera Utara 2010-2015. Penelitian dilaksanakan pada Tanggal 18 Mei 2015.

4. Alat Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa Studi Kepustakaan atau Studi Dokumen (Documentary Study) dan wawancara (Interview) yang berhubungan dengan perlindungan terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan.

Penelitian empiris yang bertujuan medapatkan bahan primer yang berupa peraturan perundang-undangan dan buku-buku yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap jurnalis korban penganiayaan dan


(19)

bahan sekunder berupa bahan acuan lainnya yang mendukung penulisan skripsi ini.24

Wawancara (interview) merupakan cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada narasumber yang diwawancarai, yang merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi 25

5. Prosedur Pengumpulan Data

untuk memperoleh data yang diperlukan.

Prosedur pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini, diperlukan metode pengumpulan data dengan cara studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan-bahan hukum primer, bahan-bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier dan atau bahan non-hukum26

6. Analisis Data

.

Memanfaatkan berbagai literatur untuk mempelajari dan menganalisa kasus berupa perundang-undangan, buku-buku, artikel dan media lainnya yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap jurnalis korban penganiayaan.

Analisis data Kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.27

Metode penelitian ini menggunakan teknik analisis mendalam

(in-depth analysis), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena

24

Ediwarman, Op.cit. hlm 114

25

Ibid, hlm 117

26 Mukti Fajar, Op.cit. halaman 160

27 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta Timur: Ghalia Indonesia, 1982, halaman 93


(20)

metodologi kualitatif yakin sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya. Tujuan dari metodologi ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah.


(1)

1. Manfaat secara Teoritis

Penulis berharap kiranya hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran dibidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan masalah perlindungan terhadap jurnalis korban penganiayaan di dalam tata hukum Indonesia.

2. Manfaat secara Praktis

Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan khususnya yang berkaitan dengan masalah perlindungan terhadap jurnalis korban penganiayaan yang disebabkan kurang pahamnya standar penerapan kode etik jurnalistik.Selain itu dapat bermanfaat dalam memberi informasi yang dapat disumbangkan kepada semua orang termasuk aparat penegak hukum untuk menangani dan menyelesaikan kasus penganiayaan terhadap jurnalis.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Penganiayaan Di Sumatera Utara” ini diangkat karena penulis ingin mengkaji dan mengetahui lebih tentang pengaturan perlindungan hukum, hambatan-hambatan serta kebijakan pemerintah terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan. Penulis belum menemukan judul dan pengesahan yang sama dengan tulisan ini selama melakukan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(2)

Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul dan pembahasan yang sama oleh orang lain dengan skripsi yang dibuat oleh penulis, maka hal tersebut dapat penulis pertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini penulis menguraikan apa yang menjadi landasan pemikirannya yang dituangkan dalam bentuk latar belakang permasalahan, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, dan metode penelitian.

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP JURNALIS

KORBAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

Bab ini merupakan pembahasan pengaturan hukum apa saja yang memberikan perlindungan hukum terhadap jurnalis korban tindak pidana penganiayaan.

BAB III FAKTOR TERJADINYA TINDAK PENGANIAYAAN

TERHADAP JURNALIS DAN HAMBATAN YANG DIHADAPI JURNALIS KORBAN TINDAK PENGANIAYAAN

Bab ini berisi tentang faktor-faktor terjadinya penganiayaan terhadap jurnalis dan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh jurnalis dalam mendapatkan perlindungan hukum.

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP

JURNALIS KORBAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

Bab ini membahas tentang kebijakan pemerintah terhadap jurnalis korban tindak pidana penganiayaan.


(3)

Bab ini penulis akan menyampaikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang ada berdasarkan hasil penelitian serta saran-saran yang diharapkan menjadi solusi dari permasalahan yang dibahas.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif atau doktrineryaitu ditekankan pada penggunaan data sekunder.Penelitian hukum normatif atau doktriner yang juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen, karena lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.20

Penelitian hukum normatif mengambil isu dari hukum sebagai sistem norma yang digunakan untuk memberikan “justifikasi” preskriptif tentang suatu peristiwa hukum.21

Penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma sebagai pusat kajiannya.22 Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem kaidah atau aturan.23

20

Ediwarman, Metode Penelitian Hukum (Panduan penyusunan Skripsi, Tesis, dan

Desertasi), Medan:P.T. Sofmedia,2015,Halaman 97

21

Mukti Fajar, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999, halaman 36

22Loc.cit.

23 Ranuhandoko, Terminologi Hukum, Jakarta, Grafika, 2003, halaman 419

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum pidana khususnya tindak pidana penganiayaan terhadap jurnalis.


(4)

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian hukum yang akan dilakukan oleh peneliti adalah dengan menganalisis pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan hukum terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan, menganalisis berlakunya hukum positif dan pengaruh berlakunya hukum positif terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan serta faktor non hukum terhadap terbentuknya serta berlakunya ketentuan hukum positif.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi Sumatera Utara dengan melakukan wawancara tertulis dengan Bapak Rizal Rudi Surya,S.H.,selaku Wakil Ketua Bidang Pendidikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sumatera Utara 2010-2015. Penelitian dilaksanakan pada Tanggal 18 Mei 2015.

4. Alat Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa Studi Kepustakaan atau Studi Dokumen (Documentary Study) dan wawancara (Interview) yang berhubungan dengan perlindungan terhadap jurnalis korban tindak penganiayaan.

Penelitian empiris yang bertujuan medapatkan bahan primer yang berupa peraturan perundang-undangan dan buku-buku yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap jurnalis korban penganiayaan dan


(5)

bahan sekunder berupa bahan acuan lainnya yang mendukung penulisan skripsi ini.24

Wawancara (interview) merupakan cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada narasumber yang diwawancarai, yang merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi 25

5. Prosedur Pengumpulan Data

untuk memperoleh data yang diperlukan.

Prosedur pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini, diperlukan metode pengumpulan data dengan cara studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan-bahan hukum primer, bahan-bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier dan atau bahan non-hukum26

6. Analisis Data

.

Memanfaatkan berbagai literatur untuk mempelajari dan menganalisa kasus berupa perundang-undangan, buku-buku, artikel dan media lainnya yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap jurnalis korban penganiayaan.

Analisis data Kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.27

Metode penelitian ini menggunakan teknik analisis mendalam

(in-depth analysis), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena

24

Ediwarman, Op.cit. hlm 114

25

Ibid, hlm 117

26 Mukti Fajar, Op.cit. halaman 160

27 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta Timur: Ghalia


(6)

metodologi kualitatif yakin sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya. Tujuan dari metodologi ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah.