Isolasi Dan Penetapan Kapasitas Antioksidan Hemiselulosa Sekam Padi (Oryza Sativa) Secara In Vitro

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam
dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara
mendonorkan satu atau lebih elektronnya kepada senyawa yang bersifat
oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat.
Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena berkaitan
dengan berfungsinya

sistem imunitas tubuh (Meydani, et al., 1995).

Penggunaan senyawa antioksidan semakin berkembang, baik untuk makanan
maupun untuk pengobatan seiring dengan bertambahnya pengetahuan tentang
aktivitas radikal bebas (Boer, 2000).
Antioksidan dalam tubuh bermanfaat untuk mencegah reaksi oksidasi
yang ditimbulkan oleh radikal bebas baik hasil metabolisme tubuh maupun
faktor eksternal lainnya. Berdasarkan sumbernya, antioksidan terdiri dari dalam
tubuh (endogen) dan luar tubuh (eksogen). Adakalanya sistem antioksidan
endogen tidak cukup untuk memecah spesies oksigen reaktif (ROS), keadaan

ini disebut stress oksidatif. Oleh karena itu, diperlukan antioksidan dari luar
(eksogen) untuk mengatasinya (Kukic, et al., 2006).
Hemiselulosa merupakan salah satu sumber daya alam renewable
(terbarukan) yang paling berlimpah sebagai biopolimer kedua. Senyawa ini
terdapat dalam komposisi dan struktur yang berbeda tergantung pada

1
Universitas Sumatera Utara

tumbuhannya. Dalam beberapa tahun terakhir, hemiselulosa sebagi polimer
telah dikembangkan melalui berbagai reaksi kimia, bioteknologi dan aplikasi
farmasi. Beberapa penelitian tentang pemanfaatan hemiselulosa antara lain
sebagai salah satu sumber bioetanol, dan media pada mikrobiologi (Richana,
dkk., 2007).
Beberapa penelitian terbaru melaporkan bahwa hemiselulosa dapat
bersifat sebagai antioksidan. Hemiselulosa memiliki aktivitas antioksidan oleh
karena pada rantai cabangnya merupakan monosakarida, antara lain: Dmannosa, D-galaktosa, D-fruktosa, serta pentosa seperti D-xilosa dan Larabinosa yang merupakan gula pereduksi (Melo, et al., 2012).
Indonesia sebagai negara pertanian menghasilkan sekam padi sekitar
0,85 ton/jam atau sekitar 8,5 ton/hari. Volume yang besar ini akan menjadi
masalah serius dalam jangka panjang apabila tidak ditangani dengan baik.

Sekam padi mengandung hemiselulosa sekitar 6% dan belum banyak
dimanfaatkan. Oleh karena itu, penulis mencoba melakukan isolasi
hemiselulosa berdasarkan metode yang pernah dilakukan peneliti terdahulu
(Muchlisyam, dkk., 2011).
Penetapan kapasitas antioksidan pada hemiselulosa Sekam Padi (HSP)
dilakukan dengan metode spektrofotometri sinar tampak karena metode ini
sangat baik digunakan untuk mengukur larutan yang berwarna pada
konsentrasi kecil (µg/ml). Metode pengukuran kapasitas antioksidan lain yang
paling umum digunakan adalah metode 2,2-difenil-1-pikrilhidrasil (DPPH).
Namun terdapat kelemahan metode DPPH yaitu hanya dapat mengukur

2
Universitas Sumatera Utara

senyawa antioksidan yang terlarut dalam pelarut organik, khususnya alkohol.
Selain itu, reagen DPPH tidak stabil, sangat rentan terhadap cahaya, udara,
tipe pelarut, dan pH. Oleh karena itu, diperlukan teknik penyiapan khusus
agar terlindung dan reagen yang baru saat melakukan analisis (Apak, et al.,
2007).
Selain itu, penetapan kapasitas antioksidan juga dapat ditentukan

dengan metode Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP), namun metode
FRAP memiliki keterbatasan dimana tidak semua antioksidan dapat mereduksi
Fe (III) dalam kurun waktu pengukuran dari FRAP. Beberapa senyawa
antioksidan membutuhkan waktu reaksi yang lebih lama sehingga tidak dapat
diukur dengan metode FRAP. Metode penghilangan warna (decolorization)
seperti 2,2’-azinobis-(3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid (ABTS) dan
DPPH juga memiliki keterbatasan dimana semakin pekat warna awal sampel,
semakin kecil penurunan pada absorbansi dan semakin sedikit aktivitas
antioksidan yang dapat diukur, bahkan walaupun apabila dibuat dalam volume
sampel yang minimal (Apak, et al., 2007).
Metode penentuan kapasitas antioksidan lainnya adalah metode
fosfomolibdenum. Metode ini berdasarkan di mana terjadi reduksi dari Mo
(VI) menjadi Mo (V) oleh antioksidan sehingga terbentuk warna hijau dari
kompleks fosfat dengan Mo (V) pada suasana asam dan digunakan antioksidan
lain sebagai pembanding. Keuntungan metode ini antara lain metode ini baru
dikembangkan, dapat menghasilkan warna yang stabil, praktis dan mudah
pengerjaannya (Melo, et al., 2012).

3
Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memilih menggunakan
metode fosfomolibdenum untuk pengujian kualitatif dan kuantitatif kapasitas
antioksidan dari Hemiselulosa Sekam Padi (HSP).
Pada penelitian ini, penulis memilih vitamin C sebagai antioksidan
pembanding. Vitamin merupakan salah satu zat gizi yang berperan sebagai
antioksidan efektif atau mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel atau
jaringan, termasuk melindungi sel dari kerusakan oksidatif yang ditimbulkan
oleh radiasi. Vitamin C banyak terdapat pada sayur-sayuran dan buah-buahan
dan merupakan antioksidan yang paling sering digunakan (Lingga, 2012).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah pada penelitian
ini adalah:
a. Apakah metode isolasi yang dipakai dapat digunakan untuk mengisolasi
hemiselulosa dari sekam padi?
b. Apakah akitivitas antioksidan dari HSP dapat diperiksa secara kualitatif
dengan pereaksi fosfomolibdat?
c. Apakah kapasitas antioksidan HSP berbeda dengan kapasitas antioksidan
Vitamin C?
1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian
ini adalah:
a. Metode isolasi yang dipakai dapat digunakan dan diperoleh hemiselulosa
dari sekam padi dengan % rendemen tertentu.

4
Universitas Sumatera Utara

b. Pemeriksaan kualitatif aktivitas antioksidan HSP dapat ditentukan dengan
pereaksi fosfomolibdat.
c. Terdapat perbedaan

kapasitas antioksidan HSP

dengan kapasitas

antioksidan Vitamin C.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui apakah metode isolasi yang dipakai dapat digunakan

dan berapa % rendemen hemiselulosa yang diperoleh dari sekam padi.
b. Untuk mengetahui apakah pemeriksaan kualitatif aktivitas antioksidan
HSP dengan pereaksi fosfomolibdat dapat dilakukan.
c. Untuk mengetahui perbedaan kapasitas antioksidan HSP apabila
dibandingkan dengan kapasitas antioksidan Vitamin C.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat mengurangi limbah sekam
padi dan pemanfaatan hemiselulosa sebagai antioksidan sehingga akan
mendorong pengembangan lebih lanjut tentang pemanfaatan bahan tersebut
dalam bidang farmasi.

5
Universitas Sumatera Utara