Determinan Stunting pada Anak Usia 12-36 Bulan di Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UU Kesehatan, 2009).
Oleh karena itu, kesehatan yang optimal bagi seluruh warga masyarakat Indonesia
fmerupakan hal yang harus dicapai. Kesehatan yang optimal dapat dicapai dengan
meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, salah satunya berupa pelayanan gizi
masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat gizi (Almatsier, 2002) dan merupakan ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2001). Status gizi
memberikan gambaran tentang keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan
zat gizi oleh tubuh yang dapat dilihat melalui pertumbuhan fisik, ukuran tubuh dan
antropometri (Gibson, 2005). Status gizi merupakan gambaran kelebihan atau
kekurangan asupan gizi. Salah satu bentuk kekurangan gizi yaitu stunting.
Stunting adalah keadaan status gizi seseorang berdasarkan z-skor tinggi badan
(TB) terhadap umur (U) dimana terletak pada Z Score < -2 SD. Stunting merupakan
keadaan kekurangan gizi yang berlangsung secara terus menerus dan terjadi dalam

jangka waktu yang lama. Manifestasi stunting terlihat dari tidak tercapainya

1

2

pertumbuhan linear yang seharusnya. Bryce et al (2008) mengemukakan bahwa
stunting pada bayi dan anak mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan
tubuh dan meningkatkan risiko penyakit infeksi. Anak stunting yang menjadi dewasa
memiliki kecenderungan yang tinggi terkena penyakit tekanan darah tinggi, diabetes,
jantung dan obesitas.
Stunting merupakan bagian dari gizi buruk pada masa lampau yang
disebabkan oleh berbagai macam faktor. Menurut Kementrian Kesehatan kekurangan
asupan zat gizi disebabkan oleh faktor langsung, tidak langsung dan faktor yang
mendasar. Faktor penyebab langsung seperti asupan yang kurang dan penyakit
infeksi, faktor tidak langsung seperti tidak cukup pangan, pola asuh yang tidak
memadai, dan sanitasi, air bersih/ pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai.
Sedangkan penyebab yang mendasar terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial
termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketersediaan pangan, pola asuh dalam
keluarga dan pelayanan kesehatan serta sanitasi yang memadai (Supariasa, 2001).

Hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa faktor penyebab stunting
adalah asupan gizi yang kurang, berat lahir anak yang rendah, tinggi ibu, dan status
ekonomi keluarga (Ramli et al, 2009 dan Hayati dkk, 2012). Ibu dengan tingkat
pendidikan yang rendah meningkatkan risiko kejadian stunting pada anak
(Nanthamongkolchai et al, 2007).
Stunting berkaitan erat dengan ASI eksklusif dan pemberian makanan
pendamping ASI. Kejadian balita stunting lebih rendah pada balita yang mendapatkan
ASI eksklusif (Zhou et al, 2012). Pemberian makanan pendamping ASI merupakan

3

faktor pencegah terjadinya gizi buruk (Susanty dkk, 2012). Determinan lain yang
berhubungan dengan stunting yaitu kebersihan anak, perilaku hidup bersih dan sehat
dan penyakit infeksi. Paudel et al (2012) mengemukakan bahwa anak yang sering
diare lebih berisiko untuk menjadi stunting.
Masalah kemiskinan dan kurangnya pendidikan mempengaruhi terjadinya
malnutrisi. Dimana menurut (Unicef, 1998) faktor ekonomi yang kurang dan
pendidikan yang rendah merupakan penyebab tidak langsung dari kejadian kurang
gizi.
Masalah utama gizi pada negara-negara berkembang yaitu masalah gizi yang

terjadi di masa balita. Anak dengan umur 12-36 bulan merupakan kelompok umur
yang berisiko terhadap kejadian stunting karena pada rentang umur ini merupakan
masa peralalihan dari pemberian MP-ASI dimana apabila praktek pemberian MP-ASI
yang tidak memadai mengakibatkan asupan zat gizi yang kurang sehingga mudah
terserang penyakit infeksi yang memicu kejadian masalah gizi seperti stunting. Selain
usia peralihan pemberian MP-ASI pada usia 12-36 bulan adalah masa pertumbuhan
terbaik bagi anak. Kekurangan gizi yang terjadi pada masa dua tahun kehidupan anak
akan mengakibatkan kematian dan kesakitan (Black et al, 2008). Anak yang
mengalami stunting pada umur di bawah tiga tahun masih memiliki kesempatan
untuk kejar-tumbuh dan intervensi gizi yang dilakukan bisa dilakukan secara optimal.
Prevalensi balita stunting di Indonesia berdasarkan Riskesdas (2007) yaitu
36,8%. Angka prevalensi ini tidak mengalami penurunan yang signifikan, karena
angka prevalensi stunting balita di Indonesia tahun 2010 tetap tinggi yaitu 35,6%

4

(Riskesdas, 2010). Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa masih terdapat 19
provinsi di Indonesia dengan prevalensi anak di bawah umur 5 tahun pendek dan
sangat pendek lebih tinggi dari prevalensi nasional.
Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki angka

prevalensi stunting lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi nasional berdasarkan
data Riskesdas 2007, Riskesdas 2010 dan Riskesdas 2013. Prevalensi stunting pada
anak umur di bawah 5 tahun di Provinsi Aceh yaitu 44,6% dengan perincian 17,7%
pendek dan 26,9% sangat pendek (Riskesdas, 2007). Tahun 2010 terjadi prevalensi
pendek < -2SD pada anak di bawah umur 5 tahun sebesar 36,8% (Riskesdas, 2010).
Tahun 2013 prevalensi pendek berada pada < -2SD sebesar 37,2%, terjadi
peningkatan sebesar 0,4%. Hal tersebut berbanding lurus dengan prevalensi stunting
pada anak di bawah umur 5 tahun di Provinsi Aceh masih lebih tinggi dari prevalensi
nasional yaitu 39% pada tahun 2010 dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan
menjadi 42%. Salah satu kota di Provinsi Aceh dengan prevalensi stunting pada anak
di bawah umur 5 tahun yang tinggi yaitu Kota Subulussalam. Prevalensi stunting
pada anak umur di bawah 5 tahun yaitu 64,91% dengan perincian pendek yaitu 64,4%
dan sangat pendek 0,51%, dimana proporsi terbesar kejadian terdapat di Kecamatan
Simpang Kiri yaitu sebanyak 48% (Dinkes Kota Subulussalam, 2014). Oleh karena
itu, perlu diadakan penelitian untuk menganalisis faktor-determinan stunting pada
anak umur 12-36 bulan di Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam.

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk meneliti determinan
apakah yang menjadi penyebab kejadian stunting pada anak umur 12-36 bulan di
Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam Tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui determinan kejadian stunting pada anak umur 12-36 bulan di
Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam pada tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.

Mengetahui proporsi stunting pada anak umur 12-36 bulan.

2.

Mengetahui riwayat frekuensi asupan mineral (kalsium, Fe dan Zink) pada anak
umur 12-36 bulan.

3.


Mengetahui riwayat frekuensi asupan vitamin (vitamin A) pada anak umur 12-36
bulan.

4.

Mengetahui waktu pemberian MP-ASI pada anak umur 12-36 bulan.

5.

Mengetahui riwayat kejadian penyakit infeksi (diare dan ISPA) pada anak umur
12-36 bulan.

6.

Mengetahui faktor pendapatan keluarga pada anak umur 12-36 bulan.

7.

Mengetahui faktor berat badan lahir anak umur 12-36 bulan.


8.

Mengetahui faktor tinggi badan orang tua anak umur 12-36 bulan.

9.

Mengetahui riwayat pemberian ASI eksklusif pada anak umur 12-36 bulan.

6

10. Mengetahui riwayat pemberian imunisasi pada anak umur 12-36 bulan.

1.4 Hipotesis
1.

Ada pengaruh riwayat frekuensi asupan kalsium dengan kejadian stunting pada
anak umur 12-36 bulan di Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam tahun
2015.

2.


Ada pengaruh riwayat frekuensi asupan mineral (kalsium, Fe dan Zink) dengan
kejadian stunting pada anak umur 12-36 bulan di Kecamatan Simpang Kiri Kota
Subulussalam tahun 2015.

3. Ada pengaruh riwayat frekuensi asupan vitamin A dengan kejadian stunting pada
anak umur 12-36 bulan di Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam tahun
2015.
4. Ada pengaruh waktu pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting pada anak
umur 12-36 bulan di Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam tahun 2015.
5. Ada pengaruh riwayat penyakit infeksi (diare dan ISPA) dalam satu tahun
terakhir dengan kejadian stunting pada anak umur 12-36 bulan di Kecamatan
Simpang Kiri Kota Subulussalam tahun 2015.
6. Ada pengaruh faktor pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada anak
umur 12-36 bulan di Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam tahun 2015.
7. Ada pengaruh faktor berat badan lahir dengan kejadian stunting pada anak umur
12-36 bulan di Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam tahun 2015.

7


8. Ada pengaruh faktor tinggi badan orang tua dengan kejadian stunting pada anak
umur 12-36 bulan di Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam tahun 2015.
9. Ada pengaruh pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada anak
umur 12-36 bulan di Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam tahun 2015.
10. Ada pengaruh riwayat pemberian imunisasi dengan kejadian stunting pada anak
umur 12-36 bulan di Kecamatan Simpang Kiri Kota Subulussalam tahun 2015.

1.5

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan :

1.

Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Subulussalam untuk
menangani masalah gizi dan kesehatan pada anak umur 12-36 bulan yang
berkaitan dengan status gizi terutama masalah stunting.

2.


Sebagai informasi bagi masyarakat tentang faktor-determinan terhadap kejadian
stunting pada anak umur 12-36 bulan.