Karakteristik Klinis Penderita Sirosis Hati yang Dirawat Inap di Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hati
2.1.1. Anatomi Hati
Hati merupakan organ yang terbesar
dalam tubuh. Berat hati
sendiri lebih kurang dua kilogram. Hati memiliki tekstur yang lunak
dan lentur serta terletak di bagian atas kavitas abdominalis tepat di
bawah diafragma pada region hipokondrium dextra dan region
epigastrik yang dilapisi oleh kapsula fibrosa. Hepar dapat dibagi
dalam lobus dextra yang merupakan bagian terbesar dan lobus sinistra
yang kecil. Lobus dextra terbagi lagi menjadi lobus quadrates dan
lobus kaudatus oleh adanya vesika biliaris, fissure untuk ligamentum
teres hepatis, vena cava inferior, dan fissure untuk ligamentum
venosum (Snell, 2012).
Porta hepatis atas hilus hepatis terdapat pada permukaan
posteroinferior, dan terletak diantara lobus kaudatus dan lobus
quadratus . Porta hepatis terdiri dari tiga struktur yaitu : vena porta,
arteri hepatika, dan duktus koledokus yang ketiga struktur ini disebut
sebagai triad hepatis (Snell, 2012).
Batas-batas penting pada hati :
Anterior
:
pada
bagian
anterior
hepar
berbatasan
dengan
diafragma,arcus kostalis dextra dan sinistra, pleura
dextra dan sinistra, margo inferior pulmo dextra dan
sinistra, prosessus xyphoideus, dan dinding anterior
pada angulus subcostalis.
Universitas Sumatera Utara
Posterior : diafragma, ren dextra, flexura coli dextra, duodenum,
vesica biliaris, vena cava, esophagus, dan fundus
gastrikus (Snell, 2012).
Gambar 2.1 Anatomi Hati
Sumber: Netter, F., 2006
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :
a. Vena porta hepatika yang berasal dari lambung dan usus, yang
kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin
yang larut dalam air, dan mineral.
b.
Arteri hepatika, cabang dari arteri coeliaca yang kaya akan
oksigen. Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica
dan arteri hepatica mengalirkan darahnya ke sinusoid. Di
dalam hematosit zat racun akan dinetralkan sedangkan nutrien
akan ditimbun atau dibentuk zat baru, yang nantinya zat
tersebut akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Histologi Hati
Hati diselubungi oleh peritoneum yang terdiri dari simple
squamous epitelium, selain lapisan epitel hati juga dilapisi oleh
jaringan ikat padat yang tidak beraturan (Glisson capsule).
Gambar 2.2 Histologi Jaringan Hati
Sumber : Histologi Dasar Teks dan Atlas Jonqueira
2.1.3. Fisiologi Hati
Secara fisiologis hati memiliki fungsi utama sebagai berikut :
a. Untuk memetabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Proses
metabolisme ini bergantung kepada kebutuhan tubuh, ketiganya
dapat saling dibentuk. Selain zat-zat diatas hati juga berfungsi
untuk memetabolisme obat-obatan, transaminasi dan deaminasi
asam amino, apolipoprotein, dan untuk memetabolisme asam
lemak.
Universitas Sumatera Utara
b. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe)
serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K),
glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari
tubuh (contohnya : pestisida DDT).
c. Untuk mensintesis bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh
seperti : albumin, faktor-faktor pembekuan darah, feritin,
transferrin, haptoglobin, alfa-1 antitripsin, alfa-2 macroglobulin,
caeruloplasmin.
d. Hati juga memiliki fungsi endokrin yaitu berperan dalam
pemecahan hormon dan sitokin 25-hidroxylasi vitamin D.
e. Hati juga memiliki fungsi sekresi yaitu sekresi empedu yang
berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi lemak.
f. Fungsi fagositosis yaitu untuk memfagosit mikroorganisme,
leukosit, dan sel darah merah yang sudah tua atau rusak (Ganong,
2005).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Sirosis hati.
2.2.1 Defenisi Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan tahap akhir dari fibrosis hati dengan
gambaran distorsi arsitektur hati yang dikarakteristikan dengan nodulus
regeneratif yang dikelilingi oleh jaringan fibrosis padat. Gejala penyakit
sirosis ini mungkin tidak berkembang selama bertahun-tahun dan sering
menunjukan Gejala yang tidak spesifik seperti: anorekia, kelemahan,
dan penurunan berat badan (Shaffer, 2011).
2.2.2. Epidemiologi Sirosis Hati
Kematian yang diakibatkan oleh sirosis hati terjadi peningkatan
secara global diseluruh dunia dalam kurun waktu 30 tahun terakhir,
pada tahun tahun 1980 angka mortalitas dari sirosis hati sebanyak
676.079 sedangkan pada tahun 2010 angka mortalitas akibat sirosis hati
mencapai lebih dari satu juta orang (Mokdad, dkk., 2014).
Secara epidemiologi penyebab utama dari sirosis hati adalah
penyakit hati alkoholik, infeksi virus hepatitis B kronik, infeksi virus
hepatitis C kronik, non-alkoholik steatohepatitis (NASH). Di negara
berkembang penyebab utama dari sirosis hati adalah infeksi virus
hepatitis kronis, sedangkan di negara maju umumnya penyebab utama
sirosis hati adalah penyakit hati alkoholik (Gunnarsdottir, 2008).
Penelitian di Amerika Serikat mendapatkan terjadinya sirosis hati
pada beberapa tahun terakhir sebagian besar disebabkan oleh infeksi
kronik virus hepatitis C dibandingkan penyakit hati alkoholik. Studi
penelitian tentang karakteristik pasien tersebut menunjukan bahwa ratarata usia penderita sirosis hati adalah 60 tahun, dimana pria lebih
banyak empat kali jumlahnya dari pada wanita, dan angka mortalitas
Universitas Sumatera Utara
tertinggi yang diakibatkan oleh sirosis hati berada pada kelompok usia
60-70 tahun (Gunnarsdottir, 2008).
Di Asia dan Sub-Saharan Afrika penyebab terbanyak dari sirosis
hati adalah infeksi kronik virus hepatitis B (Schuppan & Afdhal, 2008).
Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B
menyebabkan sirosis hati sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40 %
sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk
kelompok virus bukan B dan bukan C (Nurdjanah, 2009).
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis hati adalah perdarahan
esophagus, asites, peritonitis bakterialis spontan, encephalopati
hepatikum (Schuppan & Afdhal, 2008).
Sirosis hati dengan komplikasinya merupakan masalah kesehatan
yang sulit diatasi di Indonesia. Hal ini ditandai dengan tingginya angka
kesakitan dan kematian penderita sirosis hati (Sariani, 2010). Di
Indonesia pada tahun 2000 angka mortalitas sirosis hati sebanyak
35.970 kasus sedangkan pada tahun
2010 angka mortalitas akibat
sirosis hati sebanyak 49.224 kasus (Mokdad, dkk., 2014). Dari data
diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan angka mortalitas
dari sirosis hati dalam kurun waktu 10 tahun.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Etiologi Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan kondisi terminal dari penyakit hati kronik,
etiologi dari sirosis hati masih kurang dimengerti (Price, 2006). Pada
table dibawah ini akan diuraikan penyebab-penyebab dari sirosis hati.
Tabel 2.1 Etiologi dari sirosis hati
1. Penyakit Infeksi
*Buselosis
*Ekinokokus
*Skistosomiasis
*Toksoplasmosis
*Hepatitis Virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)
2. Penyakit Keturunan dan Metabolik
*Defisiensi alfa-1 antitripsin
*Sindrom Fanconi
*Galaktosemia
*Penyakit Gaucher
*Penyakit simpanan glikogen
*Hemokromatosis
*intoleransi Fruktosa Herediter
*Tirosinemia Herediter
*Penyakit Wilson
3. Obat dan Toksin
*Alkohol
*Amiodaron
*Arsenik
*Obstruksi bilier
*Penyakit perlemakan hati non alkoholik
*Sirosis bilier Primer
4. Penyebab lain atau Tidak terbukti
*Penyakit usus inflamasi kronik
*Fibrosis Kistik
*Pintas Jejunoileal
*Sarkoidosis.
Sumber :Buku Ajar IlmuPenyakitDalamPAPDI jilidI,edisi V
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI Jilid III Edisi V
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Patogenesis Sirosis Hati.
Secara garis besar, Price & Wilson (2006) membagi patogenesis
sirosis hati berdasarkan etiologinya, sebagai berikut :
a.Sirosis Laennec
Sirosis Laennec (sirosis alkohol, portal, dan sirosis gizi)
merupakan pola khas sirosis terkait penyalahgunaan alkohol kronis
yang jumlahnya sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis. Hubungan
antara penyalahgunaan alkohol
dengan
sirosis Laennec tidaklah
diketahui, walaupun terdapat hubungan yang jelas dan alkohol adalah
akumulasi lemak secara bertahap pada sel-sel hati. Akumulasi lemak
pada
sel
hati
berakibat
pada
gangguan
metabolisme
yang
menyebabkan pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunya
jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan menurunnya oksidasi asam
lemak. Penyebab utama kerusakan hati tampaknya merupakan efek
langsung alkohol yang meningkat pada saat malnutrisi. Pasien dapat
juga mengalami defisiensi tiamin, asam folat, piridoksin, niasin, asam
askorbat, dan vitamin A. Defisiensi kalori- protein juga sering terjadi.
Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaran- lembaran jaringan
ikat yang
tebal
terbentuk
pada
tepian
lobulus,
membagi
parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat
membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati untuk
mengganti
sel-sel
yang
rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-
sarang sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat dalam
kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini, sirosis sering
disebut
sebagai sirosis
keras,
dan hampir tidak
nodul
halus. Hati
akan
menciut,
memiliki parenkim normal
stadium akhir sirosis, yang menyebabkan terjadinya
pada
hipertensi
portal dan gagal hati. Penderita sirosis Laennec lebih beresiko
menderita karsinoma sel hati primer (hepatoseluler).
Universitas Sumatera Utara
b. Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik agaknya terjadi setelah nekrosis berbercak
pada jaringan
hati. Hepatosit dikelilingi dan
jaringan parut dengan
dipisahkan oleh
kehilangan banyak sel hati dan diselingi
dengan parenkim hati normal. Kasus sirosis pascanekrotik berjumlah
sekitar 10% dari seluruh kasus sirosis hati. Ciri khas sirosis
pascanekrotik adalah bahwa tampaknya sirosis ini adalah faktor
predisposisi
timbulnya
neoplasma
hati
primer
(karsinoma-
hepatoseluler). Risiko ini meningkat hampir sepuluh kali lipat pada
pasien karier dibandingkan pada pasien bukan karier.
c. Sirosis biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan
menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe
ini
merupakan 2% penyebab kematian akibat sirosis. Penyebab
tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Statis
empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan
kerusakan
sel-sel
hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi
lobulus, namun jarang memotong lobules seperti pada sirosis Laennec.
Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan.
Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini,
demikian pula pruritus, malabsorpsi, dan stearorea. Sirosis biliaris
primer (yang berkaitan dengan lesi duktulus empedu intrahepatik)
menampilkan pola yang mirip dengan sirosis biliaris sekunder yang
baru saja dijelaskan di atas, namun lebih jarang ditemukan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Klasifikasi Sirosis Hati
Secara klinis, sirosis hati dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
Sirosis hati
kompensasi, yaitu belum adanya gejala klinik yang nyata.
Merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronis dan pada satu tingkat
tidak
terlihat
perbedaan
secara
klinis. Sirosis hati kompensasi
biasanya tidak terlihat ikterus dan tidak menunjukan adanya asites. Test
biokimia
pada sirosis hati kompensasi menunjukkan hasil yang
normal,
sedikit peningkatan
yang umumnya terjadi pada
nilai
serum transaminase dan gamma-T.
Sirosis hati dekompensasi, dimana pada tahap ini sudah terlihat gejala
klinik
yang
jelas yaitu : ikterus, asites, perdarahan esofagus, dan
ensefalopati hepatik. Prognosis pada sirosis hati kompensasi sangat buruk
dan perlu dipertimbangkan untuk transplantasi hati (Zipprich, 2012).
Secara konvensional sirosis hati diklasifikasi menjadi :
Mikronoduler (reguler, monolobuler)
Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : irreguler, septal, uniform
monolobuler, nutrisional dan laennec. Gambaran mikroskopis terlihat
septa yang tipis.
Makronoduler (irreguler, multilobuler)
Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : postnekrotik, postkolaps,
biasanya septa lebar.
Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler
Sirosis jenis ini paling sering ditemukan.
(Nurdjanah, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.2.5.Manifestasi Klinis Sirosis Hati
Menurut Price & Wilson (2006) mengatakan gejala dini pasien
sirosis hati bersifat samar dan tidak spesifik yang meliputi : kelelahan,
anoreksia, dispepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi
atau diare), berat badan berkurang, mual, dan muntah terutama pada
pagi hari, nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau
kuadaran kanan. Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat
dua tipe gangguan fisiologis yaitu :
a. Gagal sel hati/gagal hepatoseluler
Manifestasi
klinisnya
adalah
:
ikterus,
edema
perifer,
kecenderungan pendarahan, eritema palmaris (telapak tangan merah),
angioma laba-laba, fetor
hepatikum, dan ensefalopati hepatik,
hipoalbuminemia disertai terbaliknya ratio albumin dan globulin serum.
b. Hipertensi portal
Hipertensi
portal
adalah
sindroma
klinik
umum
yang
berhubungan dengan penyakit hati kronik dan berhubungan dengan
peningkatan tekanan vena portal yang patologis. Peningkatan tekanan
portal akibat peningkatan resistensi vaskular dan aliran darah portal
yang meningkat . Peningkatan resistensi vaskular karena meningkatnya
resistensi intrahepatik dan resistensi kolateral portosistemik. Tekanan
portal normal berkisar antar 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila
terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang bersifat menetap
dan melebihi 15mmHg. Manifestasi klinisnya adalah : splenomegali,
varises esofagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral
lain: Asites (cairan
dalam
rongga
peritoneum) dapat dianggap
sebagai manifestasi kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal.
Universitas Sumatera Utara
2.2.6 Diagnosis Sirosis Hati
1. Anamnesa
Hal yang perlu dipertanyakan adalah riwayat yang berhubungan
dengan resiko sirosis hati, berupa :
a. Riwayat penyakit terdahulu : metabolik sindrom,hepatitis,
nonalkoholik fatty liver disease
b. Konsumsi alkohol yang berlebihan
c. Tepapar oleh bahan-bahan yang bersifat hepatotoksik
d. Penggunaan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik: isoniazid,
paracetamol.
2. Pemeriksaan Fisik
Menurut Nurdjanah (2009), temuan klinis sirosis meliputi :
a. Spider angiom-aspiderangiomata (atau spider telangiektasi)
Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda
ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme
terjadinya belum diketahui dengan pasti, diduga terkait dengan
peningkatan kadar estradiol dan testosteron.
b. Eritema Palmaris
Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Tanda ini tidak spesifik pada sirosis, hal ini dikaitkan juga dengan
perubahan metabolisme hormon estrogen. Eritema palmaris ditemukan
pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan
hematolog.
c. Perubahan pada kuku-kuku terdapat Muchrche berupa pita putih
horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku
Universitas Sumatera Utara
d. Jari gada, lebih sering ditemukan pada sirosis bilier
e. Kontaktur Dupuyten Akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi
tidak spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa
ditemukan padapasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik,
dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.
f. Ginekomastia
Secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mammae
pada
laki-laki,
kemungkinan
akibat
peningkatan
androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan
aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami
arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan
perubahan ke
menstruasi
cepat
berhenti sehingga dikira fase menopause.
g. Atrofi testis hipogonadisme
Menyebabkan impotensi dan infertil. Menonjol pada alkoholik
sirosis dan hemakromatosis.
h.Perubahan ukuran hati
Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
i. Splenomegali
sering ditemukan pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi
porta.
Universitas Sumatera Utara
j. Asites
Penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi
porta dan hipoalbumimenia.
k. Fetor hepatikum
Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
l. Ikterus
Pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin Dalam darah lebih dari
2-3
mg/dl. Akibat
hiperbilirubinemia Warna urin terlihat gelap seperti air teh.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat
bilirubin bila
penderita ada ikterus. Pada penderita denga asites, maka ekskresi Na
dalam urin akan berkurang (
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hati
2.1.1. Anatomi Hati
Hati merupakan organ yang terbesar
dalam tubuh. Berat hati
sendiri lebih kurang dua kilogram. Hati memiliki tekstur yang lunak
dan lentur serta terletak di bagian atas kavitas abdominalis tepat di
bawah diafragma pada region hipokondrium dextra dan region
epigastrik yang dilapisi oleh kapsula fibrosa. Hepar dapat dibagi
dalam lobus dextra yang merupakan bagian terbesar dan lobus sinistra
yang kecil. Lobus dextra terbagi lagi menjadi lobus quadrates dan
lobus kaudatus oleh adanya vesika biliaris, fissure untuk ligamentum
teres hepatis, vena cava inferior, dan fissure untuk ligamentum
venosum (Snell, 2012).
Porta hepatis atas hilus hepatis terdapat pada permukaan
posteroinferior, dan terletak diantara lobus kaudatus dan lobus
quadratus . Porta hepatis terdiri dari tiga struktur yaitu : vena porta,
arteri hepatika, dan duktus koledokus yang ketiga struktur ini disebut
sebagai triad hepatis (Snell, 2012).
Batas-batas penting pada hati :
Anterior
:
pada
bagian
anterior
hepar
berbatasan
dengan
diafragma,arcus kostalis dextra dan sinistra, pleura
dextra dan sinistra, margo inferior pulmo dextra dan
sinistra, prosessus xyphoideus, dan dinding anterior
pada angulus subcostalis.
Universitas Sumatera Utara
Posterior : diafragma, ren dextra, flexura coli dextra, duodenum,
vesica biliaris, vena cava, esophagus, dan fundus
gastrikus (Snell, 2012).
Gambar 2.1 Anatomi Hati
Sumber: Netter, F., 2006
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :
a. Vena porta hepatika yang berasal dari lambung dan usus, yang
kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin
yang larut dalam air, dan mineral.
b.
Arteri hepatika, cabang dari arteri coeliaca yang kaya akan
oksigen. Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica
dan arteri hepatica mengalirkan darahnya ke sinusoid. Di
dalam hematosit zat racun akan dinetralkan sedangkan nutrien
akan ditimbun atau dibentuk zat baru, yang nantinya zat
tersebut akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Histologi Hati
Hati diselubungi oleh peritoneum yang terdiri dari simple
squamous epitelium, selain lapisan epitel hati juga dilapisi oleh
jaringan ikat padat yang tidak beraturan (Glisson capsule).
Gambar 2.2 Histologi Jaringan Hati
Sumber : Histologi Dasar Teks dan Atlas Jonqueira
2.1.3. Fisiologi Hati
Secara fisiologis hati memiliki fungsi utama sebagai berikut :
a. Untuk memetabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Proses
metabolisme ini bergantung kepada kebutuhan tubuh, ketiganya
dapat saling dibentuk. Selain zat-zat diatas hati juga berfungsi
untuk memetabolisme obat-obatan, transaminasi dan deaminasi
asam amino, apolipoprotein, dan untuk memetabolisme asam
lemak.
Universitas Sumatera Utara
b. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe)
serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K),
glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari
tubuh (contohnya : pestisida DDT).
c. Untuk mensintesis bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh
seperti : albumin, faktor-faktor pembekuan darah, feritin,
transferrin, haptoglobin, alfa-1 antitripsin, alfa-2 macroglobulin,
caeruloplasmin.
d. Hati juga memiliki fungsi endokrin yaitu berperan dalam
pemecahan hormon dan sitokin 25-hidroxylasi vitamin D.
e. Hati juga memiliki fungsi sekresi yaitu sekresi empedu yang
berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi lemak.
f. Fungsi fagositosis yaitu untuk memfagosit mikroorganisme,
leukosit, dan sel darah merah yang sudah tua atau rusak (Ganong,
2005).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Sirosis hati.
2.2.1 Defenisi Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan tahap akhir dari fibrosis hati dengan
gambaran distorsi arsitektur hati yang dikarakteristikan dengan nodulus
regeneratif yang dikelilingi oleh jaringan fibrosis padat. Gejala penyakit
sirosis ini mungkin tidak berkembang selama bertahun-tahun dan sering
menunjukan Gejala yang tidak spesifik seperti: anorekia, kelemahan,
dan penurunan berat badan (Shaffer, 2011).
2.2.2. Epidemiologi Sirosis Hati
Kematian yang diakibatkan oleh sirosis hati terjadi peningkatan
secara global diseluruh dunia dalam kurun waktu 30 tahun terakhir,
pada tahun tahun 1980 angka mortalitas dari sirosis hati sebanyak
676.079 sedangkan pada tahun 2010 angka mortalitas akibat sirosis hati
mencapai lebih dari satu juta orang (Mokdad, dkk., 2014).
Secara epidemiologi penyebab utama dari sirosis hati adalah
penyakit hati alkoholik, infeksi virus hepatitis B kronik, infeksi virus
hepatitis C kronik, non-alkoholik steatohepatitis (NASH). Di negara
berkembang penyebab utama dari sirosis hati adalah infeksi virus
hepatitis kronis, sedangkan di negara maju umumnya penyebab utama
sirosis hati adalah penyakit hati alkoholik (Gunnarsdottir, 2008).
Penelitian di Amerika Serikat mendapatkan terjadinya sirosis hati
pada beberapa tahun terakhir sebagian besar disebabkan oleh infeksi
kronik virus hepatitis C dibandingkan penyakit hati alkoholik. Studi
penelitian tentang karakteristik pasien tersebut menunjukan bahwa ratarata usia penderita sirosis hati adalah 60 tahun, dimana pria lebih
banyak empat kali jumlahnya dari pada wanita, dan angka mortalitas
Universitas Sumatera Utara
tertinggi yang diakibatkan oleh sirosis hati berada pada kelompok usia
60-70 tahun (Gunnarsdottir, 2008).
Di Asia dan Sub-Saharan Afrika penyebab terbanyak dari sirosis
hati adalah infeksi kronik virus hepatitis B (Schuppan & Afdhal, 2008).
Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B
menyebabkan sirosis hati sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40 %
sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk
kelompok virus bukan B dan bukan C (Nurdjanah, 2009).
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis hati adalah perdarahan
esophagus, asites, peritonitis bakterialis spontan, encephalopati
hepatikum (Schuppan & Afdhal, 2008).
Sirosis hati dengan komplikasinya merupakan masalah kesehatan
yang sulit diatasi di Indonesia. Hal ini ditandai dengan tingginya angka
kesakitan dan kematian penderita sirosis hati (Sariani, 2010). Di
Indonesia pada tahun 2000 angka mortalitas sirosis hati sebanyak
35.970 kasus sedangkan pada tahun
2010 angka mortalitas akibat
sirosis hati sebanyak 49.224 kasus (Mokdad, dkk., 2014). Dari data
diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan angka mortalitas
dari sirosis hati dalam kurun waktu 10 tahun.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Etiologi Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan kondisi terminal dari penyakit hati kronik,
etiologi dari sirosis hati masih kurang dimengerti (Price, 2006). Pada
table dibawah ini akan diuraikan penyebab-penyebab dari sirosis hati.
Tabel 2.1 Etiologi dari sirosis hati
1. Penyakit Infeksi
*Buselosis
*Ekinokokus
*Skistosomiasis
*Toksoplasmosis
*Hepatitis Virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)
2. Penyakit Keturunan dan Metabolik
*Defisiensi alfa-1 antitripsin
*Sindrom Fanconi
*Galaktosemia
*Penyakit Gaucher
*Penyakit simpanan glikogen
*Hemokromatosis
*intoleransi Fruktosa Herediter
*Tirosinemia Herediter
*Penyakit Wilson
3. Obat dan Toksin
*Alkohol
*Amiodaron
*Arsenik
*Obstruksi bilier
*Penyakit perlemakan hati non alkoholik
*Sirosis bilier Primer
4. Penyebab lain atau Tidak terbukti
*Penyakit usus inflamasi kronik
*Fibrosis Kistik
*Pintas Jejunoileal
*Sarkoidosis.
Sumber :Buku Ajar IlmuPenyakitDalamPAPDI jilidI,edisi V
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI Jilid III Edisi V
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Patogenesis Sirosis Hati.
Secara garis besar, Price & Wilson (2006) membagi patogenesis
sirosis hati berdasarkan etiologinya, sebagai berikut :
a.Sirosis Laennec
Sirosis Laennec (sirosis alkohol, portal, dan sirosis gizi)
merupakan pola khas sirosis terkait penyalahgunaan alkohol kronis
yang jumlahnya sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis. Hubungan
antara penyalahgunaan alkohol
dengan
sirosis Laennec tidaklah
diketahui, walaupun terdapat hubungan yang jelas dan alkohol adalah
akumulasi lemak secara bertahap pada sel-sel hati. Akumulasi lemak
pada
sel
hati
berakibat
pada
gangguan
metabolisme
yang
menyebabkan pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunya
jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan menurunnya oksidasi asam
lemak. Penyebab utama kerusakan hati tampaknya merupakan efek
langsung alkohol yang meningkat pada saat malnutrisi. Pasien dapat
juga mengalami defisiensi tiamin, asam folat, piridoksin, niasin, asam
askorbat, dan vitamin A. Defisiensi kalori- protein juga sering terjadi.
Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaran- lembaran jaringan
ikat yang
tebal
terbentuk
pada
tepian
lobulus,
membagi
parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat
membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati untuk
mengganti
sel-sel
yang
rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-
sarang sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat dalam
kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini, sirosis sering
disebut
sebagai sirosis
keras,
dan hampir tidak
nodul
halus. Hati
akan
menciut,
memiliki parenkim normal
stadium akhir sirosis, yang menyebabkan terjadinya
pada
hipertensi
portal dan gagal hati. Penderita sirosis Laennec lebih beresiko
menderita karsinoma sel hati primer (hepatoseluler).
Universitas Sumatera Utara
b. Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik agaknya terjadi setelah nekrosis berbercak
pada jaringan
hati. Hepatosit dikelilingi dan
jaringan parut dengan
dipisahkan oleh
kehilangan banyak sel hati dan diselingi
dengan parenkim hati normal. Kasus sirosis pascanekrotik berjumlah
sekitar 10% dari seluruh kasus sirosis hati. Ciri khas sirosis
pascanekrotik adalah bahwa tampaknya sirosis ini adalah faktor
predisposisi
timbulnya
neoplasma
hati
primer
(karsinoma-
hepatoseluler). Risiko ini meningkat hampir sepuluh kali lipat pada
pasien karier dibandingkan pada pasien bukan karier.
c. Sirosis biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan
menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe
ini
merupakan 2% penyebab kematian akibat sirosis. Penyebab
tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Statis
empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan
kerusakan
sel-sel
hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi
lobulus, namun jarang memotong lobules seperti pada sirosis Laennec.
Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan.
Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini,
demikian pula pruritus, malabsorpsi, dan stearorea. Sirosis biliaris
primer (yang berkaitan dengan lesi duktulus empedu intrahepatik)
menampilkan pola yang mirip dengan sirosis biliaris sekunder yang
baru saja dijelaskan di atas, namun lebih jarang ditemukan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Klasifikasi Sirosis Hati
Secara klinis, sirosis hati dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
Sirosis hati
kompensasi, yaitu belum adanya gejala klinik yang nyata.
Merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronis dan pada satu tingkat
tidak
terlihat
perbedaan
secara
klinis. Sirosis hati kompensasi
biasanya tidak terlihat ikterus dan tidak menunjukan adanya asites. Test
biokimia
pada sirosis hati kompensasi menunjukkan hasil yang
normal,
sedikit peningkatan
yang umumnya terjadi pada
nilai
serum transaminase dan gamma-T.
Sirosis hati dekompensasi, dimana pada tahap ini sudah terlihat gejala
klinik
yang
jelas yaitu : ikterus, asites, perdarahan esofagus, dan
ensefalopati hepatik. Prognosis pada sirosis hati kompensasi sangat buruk
dan perlu dipertimbangkan untuk transplantasi hati (Zipprich, 2012).
Secara konvensional sirosis hati diklasifikasi menjadi :
Mikronoduler (reguler, monolobuler)
Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : irreguler, septal, uniform
monolobuler, nutrisional dan laennec. Gambaran mikroskopis terlihat
septa yang tipis.
Makronoduler (irreguler, multilobuler)
Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : postnekrotik, postkolaps,
biasanya septa lebar.
Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler
Sirosis jenis ini paling sering ditemukan.
(Nurdjanah, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.2.5.Manifestasi Klinis Sirosis Hati
Menurut Price & Wilson (2006) mengatakan gejala dini pasien
sirosis hati bersifat samar dan tidak spesifik yang meliputi : kelelahan,
anoreksia, dispepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi
atau diare), berat badan berkurang, mual, dan muntah terutama pada
pagi hari, nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau
kuadaran kanan. Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat
dua tipe gangguan fisiologis yaitu :
a. Gagal sel hati/gagal hepatoseluler
Manifestasi
klinisnya
adalah
:
ikterus,
edema
perifer,
kecenderungan pendarahan, eritema palmaris (telapak tangan merah),
angioma laba-laba, fetor
hepatikum, dan ensefalopati hepatik,
hipoalbuminemia disertai terbaliknya ratio albumin dan globulin serum.
b. Hipertensi portal
Hipertensi
portal
adalah
sindroma
klinik
umum
yang
berhubungan dengan penyakit hati kronik dan berhubungan dengan
peningkatan tekanan vena portal yang patologis. Peningkatan tekanan
portal akibat peningkatan resistensi vaskular dan aliran darah portal
yang meningkat . Peningkatan resistensi vaskular karena meningkatnya
resistensi intrahepatik dan resistensi kolateral portosistemik. Tekanan
portal normal berkisar antar 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila
terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang bersifat menetap
dan melebihi 15mmHg. Manifestasi klinisnya adalah : splenomegali,
varises esofagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral
lain: Asites (cairan
dalam
rongga
peritoneum) dapat dianggap
sebagai manifestasi kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal.
Universitas Sumatera Utara
2.2.6 Diagnosis Sirosis Hati
1. Anamnesa
Hal yang perlu dipertanyakan adalah riwayat yang berhubungan
dengan resiko sirosis hati, berupa :
a. Riwayat penyakit terdahulu : metabolik sindrom,hepatitis,
nonalkoholik fatty liver disease
b. Konsumsi alkohol yang berlebihan
c. Tepapar oleh bahan-bahan yang bersifat hepatotoksik
d. Penggunaan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik: isoniazid,
paracetamol.
2. Pemeriksaan Fisik
Menurut Nurdjanah (2009), temuan klinis sirosis meliputi :
a. Spider angiom-aspiderangiomata (atau spider telangiektasi)
Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda
ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme
terjadinya belum diketahui dengan pasti, diduga terkait dengan
peningkatan kadar estradiol dan testosteron.
b. Eritema Palmaris
Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Tanda ini tidak spesifik pada sirosis, hal ini dikaitkan juga dengan
perubahan metabolisme hormon estrogen. Eritema palmaris ditemukan
pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan
hematolog.
c. Perubahan pada kuku-kuku terdapat Muchrche berupa pita putih
horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku
Universitas Sumatera Utara
d. Jari gada, lebih sering ditemukan pada sirosis bilier
e. Kontaktur Dupuyten Akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi
tidak spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa
ditemukan padapasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik,
dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.
f. Ginekomastia
Secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mammae
pada
laki-laki,
kemungkinan
akibat
peningkatan
androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan
aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami
arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan
perubahan ke
menstruasi
cepat
berhenti sehingga dikira fase menopause.
g. Atrofi testis hipogonadisme
Menyebabkan impotensi dan infertil. Menonjol pada alkoholik
sirosis dan hemakromatosis.
h.Perubahan ukuran hati
Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
i. Splenomegali
sering ditemukan pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi
porta.
Universitas Sumatera Utara
j. Asites
Penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi
porta dan hipoalbumimenia.
k. Fetor hepatikum
Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
l. Ikterus
Pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin Dalam darah lebih dari
2-3
mg/dl. Akibat
hiperbilirubinemia Warna urin terlihat gelap seperti air teh.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat
bilirubin bila
penderita ada ikterus. Pada penderita denga asites, maka ekskresi Na
dalam urin akan berkurang (