Karakteristik Klinis Penderita Sirosis Hati yang Dirawat Inap di Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hati
2.1.1. Anatomi Hati
Hati merupakan organ yang terbesar

dalam tubuh. Berat hati

sendiri lebih kurang dua kilogram. Hati memiliki tekstur yang lunak
dan lentur serta terletak di bagian atas kavitas abdominalis tepat di
bawah diafragma pada region hipokondrium dextra dan region
epigastrik yang dilapisi oleh kapsula fibrosa. Hepar dapat dibagi
dalam lobus dextra yang merupakan bagian terbesar dan lobus sinistra
yang kecil. Lobus dextra terbagi lagi menjadi lobus quadrates dan
lobus kaudatus oleh adanya vesika biliaris, fissure untuk ligamentum
teres hepatis, vena cava inferior, dan fissure untuk ligamentum
venosum (Snell, 2012).
Porta hepatis atas hilus hepatis terdapat pada permukaan
posteroinferior, dan terletak diantara lobus kaudatus dan lobus
quadratus . Porta hepatis terdiri dari tiga struktur yaitu : vena porta,

arteri hepatika, dan duktus koledokus yang ketiga struktur ini disebut
sebagai triad hepatis (Snell, 2012).
Batas-batas penting pada hati :
Anterior

:

pada

bagian

anterior

hepar

berbatasan

dengan

diafragma,arcus kostalis dextra dan sinistra, pleura

dextra dan sinistra, margo inferior pulmo dextra dan
sinistra, prosessus xyphoideus, dan dinding anterior
pada angulus subcostalis.

Universitas Sumatera Utara

Posterior : diafragma, ren dextra, flexura coli dextra, duodenum,
vesica biliaris, vena cava, esophagus, dan fundus
gastrikus (Snell, 2012).

Gambar 2.1 Anatomi Hati
Sumber: Netter, F., 2006
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu :
a. Vena porta hepatika yang berasal dari lambung dan usus, yang
kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin
yang larut dalam air, dan mineral.
b.

Arteri hepatika, cabang dari arteri coeliaca yang kaya akan
oksigen. Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica

dan arteri hepatica mengalirkan darahnya ke sinusoid. Di
dalam hematosit zat racun akan dinetralkan sedangkan nutrien
akan ditimbun atau dibentuk zat baru, yang nantinya zat
tersebut akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Histologi Hati
Hati diselubungi oleh peritoneum yang terdiri dari simple
squamous epitelium, selain lapisan epitel hati juga dilapisi oleh
jaringan ikat padat yang tidak beraturan (Glisson capsule).

Gambar 2.2 Histologi Jaringan Hati
Sumber : Histologi Dasar Teks dan Atlas Jonqueira

2.1.3. Fisiologi Hati
Secara fisiologis hati memiliki fungsi utama sebagai berikut :
a. Untuk memetabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Proses
metabolisme ini bergantung kepada kebutuhan tubuh, ketiganya
dapat saling dibentuk. Selain zat-zat diatas hati juga berfungsi

untuk memetabolisme obat-obatan, transaminasi dan deaminasi
asam amino, apolipoprotein, dan untuk memetabolisme asam
lemak.

Universitas Sumatera Utara

b. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe)
serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K),
glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari
tubuh (contohnya : pestisida DDT).
c. Untuk mensintesis bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh
seperti : albumin, faktor-faktor pembekuan darah, feritin,
transferrin, haptoglobin, alfa-1 antitripsin, alfa-2 macroglobulin,
caeruloplasmin.
d. Hati juga memiliki fungsi endokrin yaitu berperan dalam
pemecahan hormon dan sitokin 25-hidroxylasi vitamin D.
e. Hati juga memiliki fungsi sekresi yaitu sekresi empedu yang
berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi lemak.
f. Fungsi fagositosis yaitu untuk memfagosit mikroorganisme,
leukosit, dan sel darah merah yang sudah tua atau rusak (Ganong,

2005).

Universitas Sumatera Utara

2.2. Sirosis hati.
2.2.1 Defenisi Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan tahap akhir dari fibrosis hati dengan
gambaran distorsi arsitektur hati yang dikarakteristikan dengan nodulus
regeneratif yang dikelilingi oleh jaringan fibrosis padat. Gejala penyakit
sirosis ini mungkin tidak berkembang selama bertahun-tahun dan sering
menunjukan Gejala yang tidak spesifik seperti: anorekia, kelemahan,
dan penurunan berat badan (Shaffer, 2011).

2.2.2. Epidemiologi Sirosis Hati
Kematian yang diakibatkan oleh sirosis hati terjadi peningkatan
secara global diseluruh dunia dalam kurun waktu 30 tahun terakhir,
pada tahun tahun 1980 angka mortalitas dari sirosis hati sebanyak
676.079 sedangkan pada tahun 2010 angka mortalitas akibat sirosis hati
mencapai lebih dari satu juta orang (Mokdad, dkk., 2014).
Secara epidemiologi penyebab utama dari sirosis hati adalah

penyakit hati alkoholik, infeksi virus hepatitis B kronik, infeksi virus
hepatitis C kronik, non-alkoholik steatohepatitis (NASH). Di negara
berkembang penyebab utama dari sirosis hati adalah infeksi virus
hepatitis kronis, sedangkan di negara maju umumnya penyebab utama
sirosis hati adalah penyakit hati alkoholik (Gunnarsdottir, 2008).
Penelitian di Amerika Serikat mendapatkan terjadinya sirosis hati
pada beberapa tahun terakhir sebagian besar disebabkan oleh infeksi
kronik virus hepatitis C dibandingkan penyakit hati alkoholik. Studi
penelitian tentang karakteristik pasien tersebut menunjukan bahwa ratarata usia penderita sirosis hati adalah 60 tahun, dimana pria lebih
banyak empat kali jumlahnya dari pada wanita, dan angka mortalitas

Universitas Sumatera Utara

tertinggi yang diakibatkan oleh sirosis hati berada pada kelompok usia
60-70 tahun (Gunnarsdottir, 2008).
Di Asia dan Sub-Saharan Afrika penyebab terbanyak dari sirosis
hati adalah infeksi kronik virus hepatitis B (Schuppan & Afdhal, 2008).
Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B
menyebabkan sirosis hati sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40 %
sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk

kelompok virus bukan B dan bukan C (Nurdjanah, 2009).

Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis hati adalah perdarahan
esophagus, asites, peritonitis bakterialis spontan, encephalopati
hepatikum (Schuppan & Afdhal, 2008).
Sirosis hati dengan komplikasinya merupakan masalah kesehatan
yang sulit diatasi di Indonesia. Hal ini ditandai dengan tingginya angka
kesakitan dan kematian penderita sirosis hati (Sariani, 2010). Di
Indonesia pada tahun 2000 angka mortalitas sirosis hati sebanyak
35.970 kasus sedangkan pada tahun

2010 angka mortalitas akibat

sirosis hati sebanyak 49.224 kasus (Mokdad, dkk., 2014). Dari data
diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan angka mortalitas
dari sirosis hati dalam kurun waktu 10 tahun.

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Etiologi Sirosis Hati

Sirosis hati merupakan kondisi terminal dari penyakit hati kronik,
etiologi dari sirosis hati masih kurang dimengerti (Price, 2006). Pada
table dibawah ini akan diuraikan penyebab-penyebab dari sirosis hati.
Tabel 2.1 Etiologi dari sirosis hati
1. Penyakit Infeksi
*Buselosis
*Ekinokokus
*Skistosomiasis
*Toksoplasmosis
*Hepatitis Virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)
2. Penyakit Keturunan dan Metabolik
*Defisiensi alfa-1 antitripsin
*Sindrom Fanconi
*Galaktosemia
*Penyakit Gaucher
*Penyakit simpanan glikogen
*Hemokromatosis
*intoleransi Fruktosa Herediter
*Tirosinemia Herediter
*Penyakit Wilson

3. Obat dan Toksin
*Alkohol
*Amiodaron
*Arsenik
*Obstruksi bilier
*Penyakit perlemakan hati non alkoholik
*Sirosis bilier Primer
4. Penyebab lain atau Tidak terbukti
*Penyakit usus inflamasi kronik
*Fibrosis Kistik
*Pintas Jejunoileal
*Sarkoidosis.

Sumber :Buku Ajar IlmuPenyakitDalamPAPDI jilidI,edisi V

Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI Jilid III Edisi V

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Patogenesis Sirosis Hati.

Secara garis besar, Price & Wilson (2006) membagi patogenesis
sirosis hati berdasarkan etiologinya, sebagai berikut :
a.Sirosis Laennec
Sirosis Laennec (sirosis alkohol, portal, dan sirosis gizi)
merupakan pola khas sirosis terkait penyalahgunaan alkohol kronis
yang jumlahnya sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis. Hubungan
antara penyalahgunaan alkohol

dengan

sirosis Laennec tidaklah

diketahui, walaupun terdapat hubungan yang jelas dan alkohol adalah
akumulasi lemak secara bertahap pada sel-sel hati. Akumulasi lemak
pada

sel

hati


berakibat

pada

gangguan

metabolisme

yang

menyebabkan pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunya
jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan menurunnya oksidasi asam
lemak. Penyebab utama kerusakan hati tampaknya merupakan efek
langsung alkohol yang meningkat pada saat malnutrisi. Pasien dapat
juga mengalami defisiensi tiamin, asam folat, piridoksin, niasin, asam
askorbat, dan vitamin A. Defisiensi kalori- protein juga sering terjadi.
Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaran- lembaran jaringan
ikat yang

tebal

terbentuk

pada

tepian

lobulus,

membagi

parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat
membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati untuk
mengganti

sel-sel

yang

rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-

sarang sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat dalam
kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini, sirosis sering
disebut

sebagai sirosis

keras,

dan hampir tidak

nodul

halus. Hati

akan

menciut,

memiliki parenkim normal

stadium akhir sirosis, yang menyebabkan terjadinya

pada

hipertensi

portal dan gagal hati. Penderita sirosis Laennec lebih beresiko
menderita karsinoma sel hati primer (hepatoseluler).

Universitas Sumatera Utara

b. Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik agaknya terjadi setelah nekrosis berbercak
pada jaringan

hati. Hepatosit dikelilingi dan

jaringan parut dengan

dipisahkan oleh

kehilangan banyak sel hati dan diselingi

dengan parenkim hati normal. Kasus sirosis pascanekrotik berjumlah
sekitar 10% dari seluruh kasus sirosis hati. Ciri khas sirosis
pascanekrotik adalah bahwa tampaknya sirosis ini adalah faktor
predisposisi

timbulnya

neoplasma

hati

primer

(karsinoma-

hepatoseluler). Risiko ini meningkat hampir sepuluh kali lipat pada
pasien karier dibandingkan pada pasien bukan karier.
c. Sirosis biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan
menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe
ini

merupakan 2% penyebab kematian akibat sirosis. Penyebab

tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Statis
empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan
kerusakan

sel-sel

hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi

lobulus, namun jarang memotong lobules seperti pada sirosis Laennec.
Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan.
Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini,
demikian pula pruritus, malabsorpsi, dan stearorea. Sirosis biliaris
primer (yang berkaitan dengan lesi duktulus empedu intrahepatik)
menampilkan pola yang mirip dengan sirosis biliaris sekunder yang
baru saja dijelaskan di atas, namun lebih jarang ditemukan.

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Klasifikasi Sirosis Hati
Secara klinis, sirosis hati dapat dibagi menjadi 2 yaitu :


Sirosis hati

kompensasi, yaitu belum adanya gejala klinik yang nyata.

Merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronis dan pada satu tingkat
tidak

terlihat

perbedaan

secara

klinis. Sirosis hati kompensasi

biasanya tidak terlihat ikterus dan tidak menunjukan adanya asites. Test



biokimia

pada sirosis hati kompensasi menunjukkan hasil yang

normal,

sedikit peningkatan

yang umumnya terjadi pada

nilai

serum transaminase dan gamma-T.
Sirosis hati dekompensasi, dimana pada tahap ini sudah terlihat gejala
klinik

yang

jelas yaitu : ikterus, asites, perdarahan esofagus, dan

ensefalopati hepatik. Prognosis pada sirosis hati kompensasi sangat buruk
dan perlu dipertimbangkan untuk transplantasi hati (Zipprich, 2012).

Secara konvensional sirosis hati diklasifikasi menjadi :


Mikronoduler (reguler, monolobuler)
Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : irreguler, septal, uniform
monolobuler, nutrisional dan laennec. Gambaran mikroskopis terlihat



septa yang tipis.
Makronoduler (irreguler, multilobuler)
Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : postnekrotik, postkolaps,



biasanya septa lebar.
Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler
Sirosis jenis ini paling sering ditemukan.
(Nurdjanah, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.2.5.Manifestasi Klinis Sirosis Hati
Menurut Price & Wilson (2006) mengatakan gejala dini pasien
sirosis hati bersifat samar dan tidak spesifik yang meliputi : kelelahan,
anoreksia, dispepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi
atau diare), berat badan berkurang, mual, dan muntah terutama pada
pagi hari, nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau
kuadaran kanan. Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat
dua tipe gangguan fisiologis yaitu :
a. Gagal sel hati/gagal hepatoseluler
Manifestasi

klinisnya

adalah

:

ikterus,

edema

perifer,

kecenderungan pendarahan, eritema palmaris (telapak tangan merah),
angioma laba-laba, fetor

hepatikum, dan ensefalopati hepatik,

hipoalbuminemia disertai terbaliknya ratio albumin dan globulin serum.
b. Hipertensi portal
Hipertensi

portal

adalah

sindroma

klinik

umum

yang

berhubungan dengan penyakit hati kronik dan berhubungan dengan
peningkatan tekanan vena portal yang patologis. Peningkatan tekanan
portal akibat peningkatan resistensi vaskular dan aliran darah portal
yang meningkat . Peningkatan resistensi vaskular karena meningkatnya
resistensi intrahepatik dan resistensi kolateral portosistemik. Tekanan
portal normal berkisar antar 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila
terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang bersifat menetap
dan melebihi 15mmHg. Manifestasi klinisnya adalah : splenomegali,
varises esofagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral
lain: Asites (cairan

dalam

rongga

peritoneum) dapat dianggap

sebagai manifestasi kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal.

Universitas Sumatera Utara

2.2.6 Diagnosis Sirosis Hati
1. Anamnesa
Hal yang perlu dipertanyakan adalah riwayat yang berhubungan
dengan resiko sirosis hati, berupa :
a. Riwayat penyakit terdahulu : metabolik sindrom,hepatitis,
nonalkoholik fatty liver disease
b. Konsumsi alkohol yang berlebihan
c. Tepapar oleh bahan-bahan yang bersifat hepatotoksik
d. Penggunaan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik: isoniazid,
paracetamol.
2. Pemeriksaan Fisik
Menurut Nurdjanah (2009), temuan klinis sirosis meliputi :
a. Spider angiom-aspiderangiomata (atau spider telangiektasi)
Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda
ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme
terjadinya belum diketahui dengan pasti, diduga terkait dengan
peningkatan kadar estradiol dan testosteron.

b. Eritema Palmaris

Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Tanda ini tidak spesifik pada sirosis, hal ini dikaitkan juga dengan
perubahan metabolisme hormon estrogen. Eritema palmaris ditemukan
pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan
hematolog.
c. Perubahan pada kuku-kuku terdapat Muchrche berupa pita putih
horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku

Universitas Sumatera Utara

d. Jari gada, lebih sering ditemukan pada sirosis bilier
e. Kontaktur Dupuyten Akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi
tidak spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa
ditemukan padapasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik,
dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.
f. Ginekomastia
Secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mammae

pada

laki-laki,

kemungkinan

akibat

peningkatan

androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan
aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami
arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan

perubahan ke

menstruasi

cepat

berhenti sehingga dikira fase menopause.
g. Atrofi testis hipogonadisme
Menyebabkan impotensi dan infertil. Menonjol pada alkoholik
sirosis dan hemakromatosis.
h.Perubahan ukuran hati
Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
i. Splenomegali
sering ditemukan pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi
porta.

Universitas Sumatera Utara

j. Asites
Penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi
porta dan hipoalbumimenia.
k. Fetor hepatikum
Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
l. Ikterus
Pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin Dalam darah lebih dari

2-3

mg/dl. Akibat

hiperbilirubinemia Warna urin terlihat gelap seperti air teh.

3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat

bilirubin bila

penderita ada ikterus. Pada penderita denga asites, maka ekskresi Na
dalam urin akan berkurang (