2.1.3 Fungsi Hati - Profil Pasien Sirosis Hati Yang Dirawat Inap Di Rsup Haji Adam Malik Medan

  Permukaan hati ditutupi oleh peritoneum viseral (serosa), dengan kapsul Glisson dibawahnya. Pada porta hepatis, kapsul Glisson berjalan di sepanjang saluran trias porta membawa cabang dari arteri hepatika, vena portal, dan saluran empedu ke dalam substansi hati.

  Sinusoid merupakan kapiler dengan diameter besar yang dilapisi oleh sel endotel diantara lempeng sel hepatosit. Sinusoid juga mengandung sel Kupffer dari sistem retikuloendotelial. Setiap lobulus heksagonal memiliki sebuah celah portal yang mengandung arteri hepatica, vena portal dan duktus biliaris. Kanalikuli biliaris yang berada diantara sel hepatosit mengalir ke duktus biliaris yang ada di celah portal. Duktus biliaris kemudian membentuk saluran empedu intrahepatik yang terbentuk seperti cabang-cabang pohon (Kapoor, 2012)

2.1.3 Fungsi Hati

  Menurut Young et al. (2010), fungsi hati yang normal adalah sebagai berikut :  Memproduksi protein  Memfiltrasi aliran darah mesenterik  Sebagai metabolisme bahan endogenus (contoh:bilirubin) dan bahan eksogenus

  (contoh:obat-obatan) Pernyataan tersebut didukung oleh Snell (2006) yang menyatakan bahwa hati memiliki 3 fungsi dasar yaitu :

   Membentuk dan mensekresikan empedu ke traktus intestinalis  Berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein  Menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang masuk ke dalam darah dari lumen intestinum

2.2 Sirosis Hati

  2.2.1 Definisi

  Menurut Dorland (2002) sirosis hati adalah sekelompok penyakit hati yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal dengan fibrosis, dan dengan destruksi sel-sel parenkim beserta regenerasinya membentuk nodul-nodul.

  Sirosis hati merupakan tahap terakhir dari berbagai penyakit hati kronik setelah beberapa tahun atau dekade dengan perjalanan yang lambat (Wiegand & Berg, 2013)

  Pada pasien penderita sirosis hati terjadi pengerasan dari hati yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan. (Malau, 2011)

  2.2.2 Epidemiologi Sirosis Hati

  Sirosis hati berada di urutan ke-10 sebagai penyebab kematian di Amerika Serikat berdasarkan data yang dikumpulkan oleh 2000 Vital Statistics Report yang

  datanya dikumpulkan pada tahun 1998 (Runyon, 2004)

  Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika Seikat tahun 2001 sebesar13,2 per 100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di kita-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1 (Malau, 2011)

  2.2.3 Etiologi Sirosis Hati

  Menurut Hadi (2002), penyebab yang pasti dari sirosis hepatis sampai sekarang belum jelas, namun ada beberapa kemungkinan penyebab sirosis hati sebagai berikut :

  1. Faktor keturunan dan malnutrisi Waterloo (1997) berpendapat bahwa faktor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya sirosis hepatis. Menurut

  Campara (1973) untuk terjadinya sirosis hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.

  2. Hepatitis virus Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari sirosis hepatis. Dan secara klinik telah diketahui bahwa hanya beberapa dari tipe virus hepatitis yang menyebabkan sirosis hati yang merupakan kelanjutan dari infeksi kronis yaitu hepatitis virus B, C dan D.

  Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut akan menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratorium ditemukan HBs Ag positif dan menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih dari 6 bulan, maka mempunyai prognosis kurang baik

  Pada penderita hepatitis virus C, resiko perjalanan infeksi akut menjadi kronik dan berujung menjadi sirosis hati cukup tinggi yaitu sekitar 20%, sedangkan pada penderita hepatitis virus D yang biasanya disertai dengan virus B juga memiliki resiko yang sama dengan penderita hepatitis virus B saja. (Kumar, Cotran, & Robbins, 2004)

  3. Zat hepatotoksik Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa sirosis hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah penimbunan lemak dalam hati

  4. Penyakit Wilson Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang- orang muda dengan ditandai Sirosis Hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dan sitoplasmin.

  5. Hemokromatosis Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu :

   Sejak dilahirkan, penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe.  Kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya Sirosis Hepatis.

  6. Sebab-sebab lain :  Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler.

   Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.

   Penyebab Sirosis Hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris (menurut Reer 40%, Sherlock melaporkan 49%). Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis atau alkoholisme, sedangkan dalam makanannya cukup mengandung protein.

2.2.4 Klasifikasi Sirosis Hati

  Secara klinis, sirosis hati dapat dibagi menjadi 2 yaitu :  Sirosis hati kompensasi, yaitu belum adanya gejala klinik yang nyata. Merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronis dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Test biokimia pada sirosis hati kompensasi menunjukkan hasil yang normal, sedikit peningkatan yang umumnya terjadi pada nilai serum transaminase dan gamma-T. Diagnosis pastinya baru dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan biopsi hati  Sirosis hati dekompensasi, di mana sudah terlihat gejala klinik yang jelas. (Misnadiarly, 2006)

  Secara morfologi, Sherrlock membagi sirosis hati berdasarkan besar kecilnya nodul, yaitu :  Makronoduler (irreguler, multilobuler)  Mikronoduler (reguler, monolobuler)  Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler

  Menurut Gall, membagi penyakit sirosis hati dibagi atas:

  a. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.

  b. Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.

  c. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.

  Shiff dan Tumen secara morfologi membagi menjadi : a. Sirosis portal b.

  Sirosis postnekrotik c. Sirosis biliaris (Hadi, 2002)

2.2.5 Patogenesis Sirosis Hati

  Secara garis besar, Price & Wilson (2003) membagi patogenesis sirosis hati berdasarkan etiologinya, sebagai berikut : a.

  Sirosis Laennec Sirosis Laennec (sirosis alkohol, portal, dan sirosis gizi) merupakan pola khas sirosis terkait penyalahgunaan alkohol kronis yang jumlahnya sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis. Hubungan antara penyalahgunaan alkohol dengan sirosis Laennec tidaklah diketahui, walaupun terdapat hubungan yang jelas dan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap pada sel-sel hati. Akumulasi lemak pada sel hati berakibat pada gangguan metabolisme yang menyebabkan pembentukan trigleserida secara berlebihan, menurunya jumlah keluaran trigleserida dari hati, dan menurunnya oksidasi asam lemak. Penyebab utama kerusakan hati tampaknya merupakan efek langsung alkohol yang meningkat pada saat malnutrisi. Pasien dapat juga mengalami defisiensi tiamin, asam folat, piridoksin, niasin, asam askorbat, dan vitamin A. Defisiensi kalori- protein juga sering terjadi. Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaran- lembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk pada tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini, sirosis sering disebut sebagai sirosis nodul halus. Hati akan menciut, keras, dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir sirosis, yang menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati. Penderita sirosis Laennec lebih beresiko menderita karsinoma sel hat primer (hepatoseluler).

  b.

  Sirosis Pascanekrotik Sirosis pascanekrotik agaknya terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan parenkim hati normal. Kasus sirosis pascanekrotik berjumlah sekitar 10% dari seluruh kasus sirosis hati. Ciri khas sirosis pascanekrotik adalah bahwa tampaknya sirosis ini adalah faktor predisposisi timbulnya neoplasma hati primer (karsinoma hepatoseluler). Risiko ini meningkat hampir sepuluh kali lipat pada pasien karier dibandingkan pada pasien bukan karier (Hildt, 1998) c.

  Sirosis biliaris Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe ini merupakan 2% penyebab kematian akibat sirosis. Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Statis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar- lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong lobulus seperti pada sirosis Laennec. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini, demikian pula pruritus, malaabsorpsi, dan stearorea. Sirosis biliaris primer (yang berkaitan dengan lesi duktulus empedu intrahepatik) menampilkan pola yang mirip dengan sirosis biliaris sekunder yang baru saja dijelaskan di atas, namun lebih jarang ditemukan. Sirosis biliaris primer paling sering terjadi pada Antibodi anti-mitokondrial dalam sirkulasi darah (AMA) terdapat pada 90% pasien.

  Menurut Dale & Federman (2007) patogenesis sirosis hati juga dapat dibagi berdasarkan fase, sebagai berikut : a.

  Fase awal : Fibrogenesis hati Sirosis hati merupakan stadium akhir dari pada penyakit hati kronis pada umumnya yang ditandai dengan pembentukan jaringan fibrous (jaringan parut) yang bertahap. Jaringan fibrous ini terbentuk karena proses respon penyembuhan diri yang dilakukan oleh hati karena cedera jaringan yang berulang. Fibrosis jaringan ini merupakan akumulasi dari protein Extraceluller

  

Matrix (ECM) yaitu kolagen, glikoprotein dan proteoglikan yang dikarenakan

  peningkatan pembentukan ECM dan penurunan degradasinya. Yang berperan penting dalam proses pembentukan ECM adalah sel Stellate. Pada proses penyembuhan ini, mediator yang berperan adalah sitokin mediator inflamasi,

  Transforming growth factor-1 (TGF-1) dan angiotensin II b.

  Fase lanjut : Sirosis hati Jaringan fibrous pada hati tadi menyebabkan keabnormalitasan pada mikrosirkulasi pada hati. Peningkatan kolagen pada perisiunusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel Stellate dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilerisasi dan kontraktilitas sel Stellate inilah yang menyebabkan penekanan banyak vena di hati sehingga menganggu proses aliran darah ke hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematikan hepatosit dalam jumlah yang besar akan menyebabkan kerusakan pada fungsi hati sehingga menumbulkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama dari penyebab manifestasi klinis. Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah pada hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteri asplangnikus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu menurunya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan beban yang berlebhihan sistem porta. Pembebanan sistem porta ini merangsang timbulnya timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik.

2.2.6 Manifestasi Klinis Sirosis Hati

  Menurut Garcia-Tsao & Lim (2009), gejala klinis sirosis hati dapat dibagi berdasarkan dua stadium yaitu stadium kompensasi dimana belum ada gejala spesifik seperti jaundice, asites, encephalopati, atau pendarahan viseral. Stadium dekompensasi yaitu sirosis hati dengan komplikasi utama yaitu pendarahan viseral dan Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)

  Price & Wilson (2003) mengatakan gejalan dini pasien sirosis hati bersifat samar dan tidak spesifik yang meliputi : kelelahan, anoreksia, dispepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare), berat badan berkurang, mual dan muntah terutama pada pagi hari, nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadaran kanan. Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan fisiologis yaitu : a.

  Gagal sel hati/gagal hepatoseluler Manifestasi klinisnya adalah : ikterus, edema perifer, kecenderungan pendarahan, eritema palmaris (telapak tangan merah), angioma laba-laba, fetor hepatikum, dan ensefalopati hepatik b. Hipertensi portal

  Manifestasi klinisnya adalah : splenomegali, varises esofagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral lain.

  Asites (cairan dalam rongga peritoneum) dapat dianggap sebagai manifestasi kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal.

2.2.7 Diagnosis Sirosis Hati 1.

  Anamnesa Hal yang perlu dipertanyakan adalah riwayat yang berhubungan resiko sirosis hati, berupa : a.

  Riwayat penyakit terdahulu : metabolik sindrom b.

  Konsumsi alkohol yang berlebihan c. Tepapar oleh bahan-bahan yang bersifat hepatotoksik d.

  Penggunaan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik (Wiegand & Berg, 2013) 2.

  Pemeriksaan Fisik Menurut Nurdjanah (2009), temuan klinis sirosis meliputi : a.

  Spider angio maspiderangiomata (atau spider telangiektasi) Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.

  b.

  Eritema Palmaris Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Tanda ini tidak spesifik pada sirosis, ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi c.

  Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku d.

  Jari gada, lebih sering ditemukan pada sirosis bilier e. Kontaktur Dupuyten

  Akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak spesifik berkaitan dengan sirosis f. Ginekomastia

  Secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae pada laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause g.

  Atrofi testis hipogonadisme Menyebabkan impotensi dan infertil. Menonjol pada alkoholik sirosis dan hemakromatosis.

  h.

  Perubahan ukuran hati Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil.

  Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. i.

  Splenomegali j. Asites

  Penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan hipoalbumimenia k.

  Fetor hepatikum Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat l.

  Ikterus Pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh m.

  Asterixis Bersifat bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan, dorsoflexi lengan.

3. Pemeriksaan Laboratorium a.

  Urine Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita denga asites, maka ekskresi Na dalam urin akan berkurang (<4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal (Hadi, 2002) b.

  Tinja Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekresi pigmen empedu rendah. Sterkobiliniogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwana cokelat atau kehitaman (Hadi, 2002) c. Darah

  Biasanya dijumpai normostik normokromik anemia yang ringan, kadang-kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami pendarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni (Hadi, 2002) d.

  Tes faal hati Nurdjanah (2009) menjabarkan tes fungsi hati pada sirosis hati berupa :  Aspartat aminotransferase (AST)/ serum glutamil oksalo asetat

  (SGOT) meningkat  Alanin aminotransferase (ALT)/ serum glutamil piruvat transaminase

  (SPGT) meningkat  AST lebih meningkat daripada ALT

   Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) meningkat pada penyakit hati alkoholik kronik  Promtombine time (PT) memanjang Penderita sirosis hati banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun (Hadi, 2002) Menurut Wiegand & Berg (2013), pada pemeriksaan lab pasien sirosis menunjukkan trombositopeni disertai dengan kegagalan biosintesis hati yang ditandai dengan rendahnya konsentrasi albumin dan cholinesterase serta meningkatnya INR (International Normalized Ratio). Konsentrasi transaminase umumnya berada pada rentang normal atau sedikit meningkat.

4. Pencitraan 1.

  Radiologi Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan adalah : pemeriksaan foto toraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP) (Hadi, 2002) 2. Ultrasonografi (USG)

  Ultrasonografi (USG) yang dikombinasikan dengan color flow Doppler adalah alat pencitraan paling berguna bagi pasien sirosis. Dengan USG kita dapat melihat karateristik dari morfologi sirosis termasuk batas dari nodul-nodul, strukturnya dan tanda-tanda hipertensi porta (Dale & Federman, 2007) 3. CT Scan & MRI Sangat terbatas penggunaanya karena harganya yang sangat mahal.

  (Dale & Federman, 2007) 5. Biopsi

  Biopsi hati sebenarnya tidak diperlukan, bahkan kontraindikasi bila diagnosis sirosis dapat ditegakkan dengan temuan klinis dan pencitraan.

  Biopsi hat ti hanya d diindikasikan n bila pen nyebab siro osis tidak dapat ditentukan atau stadiu um penyak kitnya belum m dapat dit tentukan de engan pemeriksaa an-pemeriks saan sebelum mnya (Wieg gand & Ber rg, 2013)

  Ga ambar 2.2 M Makroskopik si irosis hati Su umber : Wiega and & Berg (2 2013)

  2.2.8 kor Child-P Pugh dan P rognosis Si irosis Hati Sk

  Un ntuk pengel olaan lebih lanjut, mak ka penderit a sirosis ha ati dengan t anda- tan nda hiperte ensi portal dapat dib agi atas ti iga kelomp pok berdas arkan kri iteria/klasifi ikasi dari ch hild yaitu :

Tabel 2.1 Skor Child-Pugh

  SKOR 1 2 3 Ensefalopati Tidak ada Dapat dikontrol Koma Asites Tidak ada Mudah dikontrol Sulit dikontrol Bilirubin (mg/dl) 1-2 2,1-3 >3 Albumin (g/dl) >3,4 2,8-3,4 <2,8 Protombin time <4 4-6 >6

  Sumber : (Brisco & Mullur, 2010)

  Dimana :  Grade A : 5-6 poin : prognosis baik; angka kelangsungan hidup 100%  Grade B : 7-9 poin : prognosis sedang; angka kelangusngan hidup 80%  Grade C : 10-15 poin : prognosis buruk; angka kelangsungan hidup 40%

  (Garcia-Tsao et al, 2007)

2.2.9 Komplikasi Sirosis Hati

  Komplikasi sirosis hati dapat berupa : 1. Asites dan Edema

  Dari segi epidemiologi, asites adalah salah satu komplikasi utama dari sirosis hati dan hipertensi porta. Dalam waktu 10 tahun sejak diagnosis sirosis, lebih dari 50% pasien akan terjadi penimbunan cairan (asites). Perkembangan asites dikaitkan dengan prognosis buruk pada pasien sirosis hati dengan mortalitas 15% dalam setahun dan 44% dalam lima tahun yang di follow-up. Oleh karena itu, pasien asites harus dipertimbangkan untuk transplantasi hati, sebaiknya sebelum perkembangan disfungsi ginjal (Biecker, 2011) 2. Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)

  SBP merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada sirosis hati, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal (Nurdjanah, 2009) SBP terjadi sekitar 10-20% pada pasien sirosis dengan asites yang dirawat di rumah sakit. Mortalitas SBP cukup tinggi yaitu sekitar 80% akan tetapi dengan penanganan yang cepat dan pemberian antibiotik yang tepat, makan angka kematian dapat diturunkan menjadi 10-20% (Garcia-Tsao et al, 2009)

  3. Pendarahan Varises Esofagus Pada pasien sirosis, jaringan ikat dalam hati menghambat aliran darah dari usus yang kembali ke jantung. Kejadian ini dapat meningkatkan tekanan dalam vena porta (hipertensi porta). Sebagai hasil peningkatan aliran darah dan peningkatan vena porta ini, vena-vena di bagian bawah esofagus dan bagian bawah atas lambung akan melebar, sehingga timbul varises esofagus dan lambung. Semakin tinggi tekanan portalnya, semakin besar varisesnya, dan makin besar kemungkinannya pasien mengalami pendarahan varises (Kusumobroto, 2007) dibandi

  4. Ensefalopati Hepatik Pada sirosis, sel-sel hati tidak berfungsi normal, baik akibat kerusakan maupun akibat hilangnya hubungan normal sel-sel ini dengan darah. Sebagai tambahan, beberapa bagian darah dalam vena porta tidak dapat masuk ke dalam hati, tetapi langsung masuk ke vena yang lain (bypass). Akibatnya, bahan-bahan toksik dalam darah tidak dapat masuk ke dalam hati, sehingga terjadi akumulasi bahan ini di dalam darah. Apabila bahan-bahan ini terkumpul cukup banyak, fungsi otak akan terganggu. Kondisi ini disebut ensefalopati hepatik. Tidur lebih banyak pada siang dibanding malam (perubahan pola tidur) merupakan tanda awal ensefalopati hepatik. Keluhan lain dapat berupa mudah tersinggung, tidak mampu berkonsentrasi, atau menghitung, kehilangan memori, bingung, dan penurunan kesadaran secara bertahap. Akhirnya ensefalopati hepatik yang berat dapat menyebabkan koma dan kematian (Kusumobroto, 2007)

  5. Sindroma Hepatorenal Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, penginkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.

  (Nurdjanah, 2009) 6. Sindroma Hepatopulmonal

  Sindroma hepatopulmonal adalah komplikasi yang jarang dari penyakit hati dari berbagai etiologi yang ada dan mungkin menunjukkan prognosis yang buruk. Oleh karena itu, diperlukan metokde skrining non-invasif yang sederhana untuk mendeteksi sindroma hepatopulmonal ini. Dalam beberapa penelitian atau studi, pulse oximetry dievaluasi untuk mengindetifikasi pasien dengan sindroma hepatopulmonal (Deibert, 2006)

  7. Perdarahan Saluran Cerna Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya pada sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan penyebab dari sepertiga kematian.Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu faktor penting yang mempercepat terjadinya ensefalopati hepatik. (Price & Wilson, 2003) 8. Kanker Hati (Hepatocellular Carcinoma)

  Sirosis merupakan kondisi premaligna dan berhubungan dengan resiko peningkatan kanker hepatoseluler. Dari data statistik selama dua dekade terakhir, kejadian kanker jenis ini meningkat di Amerika Serikat, terumata karena penyebaran HBV dan HCV. Untuk itu diperlukan langkaj-langkah pencegahan. Pengukuran pencegahan termasuk didalamnya skrining dengan alpha-fetoprotein dan ultrasonografi setiap 6 bulan (Anand, 2002)

2.2.10 Penatalaksanaan

  Menurut (Garcia-Tsao et al, 2009) penatalaksaan sirosis hati dapat dibagi berdasarkan stadiumnya :

1. Sirosis kompensasi

  Dua tujuan utama dalam pengobatan pada pasien ini adalah mengobati penyakit pencetus sirosis (contoh: hepatitis B atau C, alkohol, steatohepatitis non alkoholik) dan mencegah/diagnosa dini komplikasi dari sirosis 2. Sirosis dekompensasi

  Pada stadium dekompensasi, tujuan dari pengobatan adalah mengobati atau meminimaliasasi dari komplikasi penyakit sirosis, berupa : a.

  Asites Tirah baring dan diawali dengan diet rendah garam sebanyak 5,2 gram atau 90mmol/hari. Diet rendah garam biasanya dikombinasikan dengan obat- obatan diuretik. Awalnya dengan pemberiam spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar, pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin b.

  Ensefalopati hepatik Laktulosa membantu paien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amoni rantai cabang c.

  Varises esofagus Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol). Waktu pendarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi d.

  Peritonitis bakterial spontan Diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amosilin, atau aminoglikosida e.

  Sindrom hepatorenal Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air

2.2.11 Pencegahan Sirosis Hati

  Menurut Dermawati (2006), pencegahan sirosis hati adalah sebagai berikut:

  1. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah langkah yang dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Pencegahan dapat dilakukan dengan menghilangkan faktor pencetus. Yang paling penting adalah penjagaan organ hati agar jangan sampai berkembang menjadi sirosis hati

  2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi dini penyakit sirosis hati. Bila penyebab sirosis hati itu adalah alkohol, sebaiknya konsumsi alkohol dihentikan. Bila penyebabnya perlemakan lemak akibat malnutrisi atau obesitas maka diberikan diet yang tinggi protein dan rendah kalori 3. Pencegahan Tertier

  Pencegahan tertier biasanya dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pencegahan dalam tingkatan ini biasa dapat berupa rehabilitasi fisik, mental dan sosial.