Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Akuntansi keuangan (pemerintahan) daerah di Indonesia merupakan bidang
dalam akuntansi sektor publik yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak
semenjak Reformasi Tahun 1998.Hal tersebut disebabkan oleh adanya kebijakan
baru dari pemerintah Republik Indonesia yang “mereformasi” berbagai hal,
termasuk pengelolahan keuangan daerah. Reformasi tersebut awalnya dilakukan
dengan mengganti Undang - Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok pokok Pemerintahan di Daerah dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 25 Tahun 1999 yang menggantikan UU
Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah.
Perkembangan reformasi terus berlanjut dengan diterbitkannya UU Nomor
32 Tahun 2004 sebagai perubahan dan penyempurnaan UU Nomor 22 Tahun
1999 dan UU Nomor 33 tahun 2004 sebagai perubahan dan penyempurnaan UU
Nomor 25 Tahun 1999. Di era reformasi diterapkannya kebijakan otonomi daerah
yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini
diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat (5) tentang
Pemerintah Daerah, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemrintahan dan
1
Universitas Sumatera Utara
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundanganundangan.
Otonomi daerah dicirikan dengan adanya desentralisasi fiskal, dimana
perumusan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
menjadi tanggung jawab masing - masing daerah. Desentralisasi fiskal,
menunjukkan bahwa potensi fiskal pemerintah daerah antara satu dengan daerah
yang lain dapat jadi sangat beragam. Perbedaan ini pada gilirannya dapat
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam.
Halim (2001) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang mampu
melaksanakan otonomi, yaitu (1) kemampuan keuangan daerah, artinya daerah
harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya, dan (2) ketergantungan
kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar pendapatan asli daerah
(PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan
pemerintah daerah menjadi lebih besar.
Kemampuan daerah otonom melaksanakan otonomi keuangan secara penuh
dalam periode pendek diragukan, baik sebagai akibat kapabilitas daerah otonom
yang tidak dapat berubah begitu cepat maupun sistem keuangan, yaitu pemerintah
pusat tidak serta-merta mau kehilangan kendali atas pemerintah daerah. Kuncoro
(2004) menjelaskan beberapa hal yang dapat menghambat keberhasilan
pemerintah daerah melaksanakan otonomi, yaitu (1) dominannya transfer dan
pusat, (2) kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan asli
2
Universitas Sumatera Utara
daerah (PAD), (3) tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, (4)
kendati
pajak
daerah
cukup
beragam,
ternyata
hanya
sedikit
yang
dapat`diandalkan sebagai sumber penerimaan, (5) kelemahan dalam pemberian
subsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
Penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat analisis kinerja keuangan
secara luas telah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial,
sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah masih sangat
terbatas sehingga secara teoritis belum ada kesepakatan yang bulat mengenai
nama dan kaidah pengukurannya. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah
yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio
keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan meskipun
terdapat perbedaan kaidah pengakuntansiannya dengan laporan keuangan yang
dimiliki perusahaan swasta (Mardiasmo, 2002: 169).
Tabel 1.1.
Pola Hubungan Tingkat Kemandirian,
dan Kemampuan Keuangan Daerah
Kemampuan
Keuangan
Rendah Sekali
Rendah
Sedang
Tinggi
Sumber : Halim, 2001
Kemandirian
keuangan
Rasio Kemandirian
(%)
0 – 25
>25 – 50
>50 – 75
>75 – 100
daerah
merupakan
Pola Hubungan
Instruktif
Konsultatif
Partisipatif
Delegatif
tujuan
dari
otonomi
daerah.Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri
dalam memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing. Untuk menyelenggarakan
otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab, diperlukan kewenangan dan
kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan
3
Universitas Sumatera Utara
keuangan
antara
pemerintah
pusat
dan
daerah,
serta
antara
provinsi
dankabupaten/kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah
(Bratakusumah dan Solihin, 2002 : 169).
Dalam bidang keuangan daerah, fenomena umum yang di hadapi oleh
sebagian besar pemerintahan daerah di Indonesia adalah relatif kecilnya peranan
(kontribusi) pendapatan asli daerah (PAD) di dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Dengan kata lain, peranan/kontribusi penerimaan yang
berasal dari pemerintah pusat dalam bentuk sumbangan dan bantuan, bagi hasil
pajak, mendominasi susunan APBD.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK),
rata - rata tingkat kemandirian keuangan daerah Kabupaten/Kota Provinsi
Sumatera Utara pada tahun 2011 –2013 masih tergolong rendah sekali. Disajikan
pada Gambar 1.1.Berikut:
6,27%
5,83%
6,50%
5,37%
6,00%
5,50%
5,00%
4,50%
2011
2012
2013
Sumber : DJPK (diolah)
Gambar 1.1.
Rata - Rata Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Kabupaten/KotaProvinsi Sumatera Utara Tahun 2011 - 2013
4
Universitas Sumatera Utara
Provinsi Sumatera sebagai daerah otonom yang terdiri dari 25 Kabupaten
dan 8 kota. Berdasarkan Gambar 1.1, tingkat kemandirian keuangan daerah
(TKKD) Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 sebesar
5,37% dan tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 5,83% dan hal ini terus
terjadi sampai tahun 2013 menjadi 6,27%. Pola hubungan pemerintah daerah
terhadap pemerintah pusat pada tahun 2011,2012 dan 2013 yaitu bersifat Pola
hubungan Instruktif (0 – 25%) , merupakan peranan pemerintah pusat lebih
dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu
melaksanakan otonomi daerah secara finansial). Melihat tingkat kemandirian
keuangan daerah Kabupaten /Kota Provinsi Sumatera Utara mengalami trend
peningkatan setiap tahunnyahal ini menunjukkan kinerja keuangan daerah yang
positif. Namun, secara umum rata – rata kabupaten/kota kontribusi penerimaan
yang berasal dari pemerintah pusat masih tinggi.Artinya kemandirian keuangan
daerah masih rendah.
Penelitian mengenai tingkat keuangan daerah telah banyak dilakukan,
dimana mengindikasikan adanya Reseach Gap dari variabel independen yang
mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan daerah, adapun variabel tersebut
adalah pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana aloksi umum.
Variabel pertama adalah pertumbuhan ekonomi.Besarnya pendapatan daerah
secara teoritis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jumlah
penduduk serta Poduk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita rill.Dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
asli daerah sehingga kemandirian keuangan daerah dapat terwujud.Bukti empiris
5
Universitas Sumatera Utara
dari Wilujeng (2014) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak
mempunyai pengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah.Bukit empiris dari
Sholikah (2011) menunjukkan kemandirian keuangan daerah berpengaruh negatif
tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi berbeda juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Suci (2013) menunjukkan bahwa kemandirian
keuangan daerah berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Dengan adanya Reseach Gap daripenelian Wilujeng (2014), Sholikah
(2011) dan Suci (2013) maka perlu melanjutkan penelitian kembali yaitu
pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
Variabel kedua adalah pendapatan asli daerah (PAD).PAD bertujuan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam
pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Semakin
tingginya PAD suatu pemerintahan daerah, maka semakin tingginyakemandirian
daerah karena mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan dari pusat.
(Mardiasmo, 2002).Dalam penelitian Muliana (2009) menunjukkan bahwa PAD
mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan
daerah, sedangkan bukti empiris Nurmince (2013) menemukan PAD tidak
berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah.Dengan adanya reseach gap
dari penelian Muliana (2009) dan Nurmince (2013), maka perlu dilakukan
penelitian lanjutan pengaruh pendapatan asli daerah terhadap tingkat kemandirian
keuangan daerah.
Variabel ketiga adalah dana alokasi umum (DAU). DAU merupakan dana
yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
6
Universitas Sumatera Utara
pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jika DAU yang dialokasikan pemerintah
pusat ke daerah relatif besar maka daerah tersebut masih mengandalkan dana dari
pemerintah sebagai penerimaan utamanya. Penelitian Muliana (2009) dan
Nurmince (2013) menemukan DAU berpengaruh signifikan terhadap kemandirian
keuangan daerah.Hasil penelitian Muliana (2009) dan Nurmince (2013)
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marizka (2013) bahwa tidak
menemukan hubungan signifikan antara DAU terhadap kemandirian keuangan
daerah. Dengan adanya Reseach Gapdari penelian Muliana (2009), Nurmince
(2013) dan Reza (2013), maka perlu dilakukan penelitian lanjutan pengaruh dana
alokasi umum terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa penelitian ini
berangkat dari Reseach Gap yaitu adanya inkosistensi hasil penelitian terdahulu
saya selaku penulis merasa termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul:
“ Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Alokasi Umum Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada
Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah : “ Apakah pertumbuhan
ekonomi, pendapatan asli daerah (PAD) dan dana alokasi umum (DAU)
7
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah baik secara simultan
maupun parsial pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara?”
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana
alokasi umum terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah baik secara simultan
maupun parsial pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak - pihak
yang berkepentingan antara lain : bagi peneliti, bagi pemerintah daerah, dan bagi
peneliti selanjutnya.
1.4.1. Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan untuk memperluas
pengetahuan mengenai mata kuliah Akuntansi Pemerintahan dalam program
studi akuntansi di perguruan tinggi, serta memperluas kajian mengenai
pengaruhpertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi
umum terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
8
Universitas Sumatera Utara
1.4.2. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai pengaruh
pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum
terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemerintahan
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara serta untuk membandingkan
teori yang didapat dari studi kuliah yang sebenarnya.
1.4.3. Bagi Pemerintah Daerah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbang pemikiran
dan memberikan gambaran kepada pemerintah tentang kemandirian
keuangan daerah serta variabel apa saja yang mempengaruhi Kemandirian
Keuangan Daerah.
1.4.4. Bagi Peneliti selanjutnya.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti,
wawasan, referensi tambahan, dan literature untuk penelitian lebih lanjut
mengenai tema ini.
9
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Akuntansi keuangan (pemerintahan) daerah di Indonesia merupakan bidang
dalam akuntansi sektor publik yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak
semenjak Reformasi Tahun 1998.Hal tersebut disebabkan oleh adanya kebijakan
baru dari pemerintah Republik Indonesia yang “mereformasi” berbagai hal,
termasuk pengelolahan keuangan daerah. Reformasi tersebut awalnya dilakukan
dengan mengganti Undang - Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok pokok Pemerintahan di Daerah dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 25 Tahun 1999 yang menggantikan UU
Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah.
Perkembangan reformasi terus berlanjut dengan diterbitkannya UU Nomor
32 Tahun 2004 sebagai perubahan dan penyempurnaan UU Nomor 22 Tahun
1999 dan UU Nomor 33 tahun 2004 sebagai perubahan dan penyempurnaan UU
Nomor 25 Tahun 1999. Di era reformasi diterapkannya kebijakan otonomi daerah
yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini
diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat (5) tentang
Pemerintah Daerah, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemrintahan dan
1
Universitas Sumatera Utara
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundanganundangan.
Otonomi daerah dicirikan dengan adanya desentralisasi fiskal, dimana
perumusan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
menjadi tanggung jawab masing - masing daerah. Desentralisasi fiskal,
menunjukkan bahwa potensi fiskal pemerintah daerah antara satu dengan daerah
yang lain dapat jadi sangat beragam. Perbedaan ini pada gilirannya dapat
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam.
Halim (2001) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang mampu
melaksanakan otonomi, yaitu (1) kemampuan keuangan daerah, artinya daerah
harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya, dan (2) ketergantungan
kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar pendapatan asli daerah
(PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan
pemerintah daerah menjadi lebih besar.
Kemampuan daerah otonom melaksanakan otonomi keuangan secara penuh
dalam periode pendek diragukan, baik sebagai akibat kapabilitas daerah otonom
yang tidak dapat berubah begitu cepat maupun sistem keuangan, yaitu pemerintah
pusat tidak serta-merta mau kehilangan kendali atas pemerintah daerah. Kuncoro
(2004) menjelaskan beberapa hal yang dapat menghambat keberhasilan
pemerintah daerah melaksanakan otonomi, yaitu (1) dominannya transfer dan
pusat, (2) kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan asli
2
Universitas Sumatera Utara
daerah (PAD), (3) tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, (4)
kendati
pajak
daerah
cukup
beragam,
ternyata
hanya
sedikit
yang
dapat`diandalkan sebagai sumber penerimaan, (5) kelemahan dalam pemberian
subsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
Penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat analisis kinerja keuangan
secara luas telah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial,
sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah masih sangat
terbatas sehingga secara teoritis belum ada kesepakatan yang bulat mengenai
nama dan kaidah pengukurannya. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah
yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio
keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan meskipun
terdapat perbedaan kaidah pengakuntansiannya dengan laporan keuangan yang
dimiliki perusahaan swasta (Mardiasmo, 2002: 169).
Tabel 1.1.
Pola Hubungan Tingkat Kemandirian,
dan Kemampuan Keuangan Daerah
Kemampuan
Keuangan
Rendah Sekali
Rendah
Sedang
Tinggi
Sumber : Halim, 2001
Kemandirian
keuangan
Rasio Kemandirian
(%)
0 – 25
>25 – 50
>50 – 75
>75 – 100
daerah
merupakan
Pola Hubungan
Instruktif
Konsultatif
Partisipatif
Delegatif
tujuan
dari
otonomi
daerah.Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri
dalam memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing. Untuk menyelenggarakan
otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab, diperlukan kewenangan dan
kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan
3
Universitas Sumatera Utara
keuangan
antara
pemerintah
pusat
dan
daerah,
serta
antara
provinsi
dankabupaten/kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah
(Bratakusumah dan Solihin, 2002 : 169).
Dalam bidang keuangan daerah, fenomena umum yang di hadapi oleh
sebagian besar pemerintahan daerah di Indonesia adalah relatif kecilnya peranan
(kontribusi) pendapatan asli daerah (PAD) di dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Dengan kata lain, peranan/kontribusi penerimaan yang
berasal dari pemerintah pusat dalam bentuk sumbangan dan bantuan, bagi hasil
pajak, mendominasi susunan APBD.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK),
rata - rata tingkat kemandirian keuangan daerah Kabupaten/Kota Provinsi
Sumatera Utara pada tahun 2011 –2013 masih tergolong rendah sekali. Disajikan
pada Gambar 1.1.Berikut:
6,27%
5,83%
6,50%
5,37%
6,00%
5,50%
5,00%
4,50%
2011
2012
2013
Sumber : DJPK (diolah)
Gambar 1.1.
Rata - Rata Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Kabupaten/KotaProvinsi Sumatera Utara Tahun 2011 - 2013
4
Universitas Sumatera Utara
Provinsi Sumatera sebagai daerah otonom yang terdiri dari 25 Kabupaten
dan 8 kota. Berdasarkan Gambar 1.1, tingkat kemandirian keuangan daerah
(TKKD) Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 sebesar
5,37% dan tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 5,83% dan hal ini terus
terjadi sampai tahun 2013 menjadi 6,27%. Pola hubungan pemerintah daerah
terhadap pemerintah pusat pada tahun 2011,2012 dan 2013 yaitu bersifat Pola
hubungan Instruktif (0 – 25%) , merupakan peranan pemerintah pusat lebih
dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu
melaksanakan otonomi daerah secara finansial). Melihat tingkat kemandirian
keuangan daerah Kabupaten /Kota Provinsi Sumatera Utara mengalami trend
peningkatan setiap tahunnyahal ini menunjukkan kinerja keuangan daerah yang
positif. Namun, secara umum rata – rata kabupaten/kota kontribusi penerimaan
yang berasal dari pemerintah pusat masih tinggi.Artinya kemandirian keuangan
daerah masih rendah.
Penelitian mengenai tingkat keuangan daerah telah banyak dilakukan,
dimana mengindikasikan adanya Reseach Gap dari variabel independen yang
mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan daerah, adapun variabel tersebut
adalah pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana aloksi umum.
Variabel pertama adalah pertumbuhan ekonomi.Besarnya pendapatan daerah
secara teoritis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jumlah
penduduk serta Poduk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita rill.Dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
asli daerah sehingga kemandirian keuangan daerah dapat terwujud.Bukti empiris
5
Universitas Sumatera Utara
dari Wilujeng (2014) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak
mempunyai pengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah.Bukit empiris dari
Sholikah (2011) menunjukkan kemandirian keuangan daerah berpengaruh negatif
tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi berbeda juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Suci (2013) menunjukkan bahwa kemandirian
keuangan daerah berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Dengan adanya Reseach Gap daripenelian Wilujeng (2014), Sholikah
(2011) dan Suci (2013) maka perlu melanjutkan penelitian kembali yaitu
pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
Variabel kedua adalah pendapatan asli daerah (PAD).PAD bertujuan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam
pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Semakin
tingginya PAD suatu pemerintahan daerah, maka semakin tingginyakemandirian
daerah karena mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan dari pusat.
(Mardiasmo, 2002).Dalam penelitian Muliana (2009) menunjukkan bahwa PAD
mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan
daerah, sedangkan bukti empiris Nurmince (2013) menemukan PAD tidak
berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah.Dengan adanya reseach gap
dari penelian Muliana (2009) dan Nurmince (2013), maka perlu dilakukan
penelitian lanjutan pengaruh pendapatan asli daerah terhadap tingkat kemandirian
keuangan daerah.
Variabel ketiga adalah dana alokasi umum (DAU). DAU merupakan dana
yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
6
Universitas Sumatera Utara
pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jika DAU yang dialokasikan pemerintah
pusat ke daerah relatif besar maka daerah tersebut masih mengandalkan dana dari
pemerintah sebagai penerimaan utamanya. Penelitian Muliana (2009) dan
Nurmince (2013) menemukan DAU berpengaruh signifikan terhadap kemandirian
keuangan daerah.Hasil penelitian Muliana (2009) dan Nurmince (2013)
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marizka (2013) bahwa tidak
menemukan hubungan signifikan antara DAU terhadap kemandirian keuangan
daerah. Dengan adanya Reseach Gapdari penelian Muliana (2009), Nurmince
(2013) dan Reza (2013), maka perlu dilakukan penelitian lanjutan pengaruh dana
alokasi umum terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa penelitian ini
berangkat dari Reseach Gap yaitu adanya inkosistensi hasil penelitian terdahulu
saya selaku penulis merasa termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul:
“ Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Alokasi Umum Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada
Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah : “ Apakah pertumbuhan
ekonomi, pendapatan asli daerah (PAD) dan dana alokasi umum (DAU)
7
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah baik secara simultan
maupun parsial pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara?”
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana
alokasi umum terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah baik secara simultan
maupun parsial pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak - pihak
yang berkepentingan antara lain : bagi peneliti, bagi pemerintah daerah, dan bagi
peneliti selanjutnya.
1.4.1. Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan untuk memperluas
pengetahuan mengenai mata kuliah Akuntansi Pemerintahan dalam program
studi akuntansi di perguruan tinggi, serta memperluas kajian mengenai
pengaruhpertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi
umum terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
8
Universitas Sumatera Utara
1.4.2. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai pengaruh
pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum
terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemerintahan
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara serta untuk membandingkan
teori yang didapat dari studi kuliah yang sebenarnya.
1.4.3. Bagi Pemerintah Daerah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbang pemikiran
dan memberikan gambaran kepada pemerintah tentang kemandirian
keuangan daerah serta variabel apa saja yang mempengaruhi Kemandirian
Keuangan Daerah.
1.4.4. Bagi Peneliti selanjutnya.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti,
wawasan, referensi tambahan, dan literature untuk penelitian lebih lanjut
mengenai tema ini.
9
Universitas Sumatera Utara