Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

(1)

Muliana : Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara, 2009.

USU Repository © 2009

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

SKRIPSI

PENGARUH RASIO EFEKTIVITAS PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS

TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN/

KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Oleh :

NAMA : MULIANA

NIM : 050503175

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

MEDAN 2009


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara” adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program Reguler S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, 1 Maret 2009 Yang membuat pernyataan,

Muliana


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan, kemampuan, dan kekuatan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Adapun judul skripsi ini adalah

“ Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara ”

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, baik dari segi isi maupun penyajiannya. Hal ini disebabkan keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis masih dan akan terus belajar untuk meningkatkan kemampuan.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak berupa dukungan moril, materiil, spiritual, maupun administrasi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, terutama :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(4)

2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak. selaku Ketua Departemen Akuntansi dan Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak. selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. M. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. M. Utama Nasution, MM, Ak selaku dosen pembanding/penguji I yang telah banyak memberikan arahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Bapak Syahrurrahman, M.Si, Ak. selaku dosen pembanding/penguji II yang telah banyak memberikan arahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Risanty, SE, MSi, Ak selaku dosen wali yang telah banyak membantu penulis dalam konsultasi akademik.

6. Ibu Dr. Erlina, MSi, Ak selaku dosen metode penelitian yang banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

7. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan semasa perkuliahan.

8. Semua Staf Departemen Akuntansi, Bang Hairil, Kak Dame dan Bang Oyong yang telah membantu birokrasi administrasi selama penyusunan skripsi, serta para pegawai PPAK, Kak Vida dan Bang Kartun.

9. Secara khusus Lia persembahkan kepada kedua orang tua yang sangat Lia sayangi, Ayahanda Suharto dan Ibunda Rusnihar. Terimakasih buat semua


(5)

kasih sayang, do’a, pengorbanan dan semangat yang telah diberikan. Semoga, Lia bisa memberikan yang terbaik untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta. 10. Kepada Kak Ayu dan Bang Ilham terima kasih untuk doa dan dukungannya.

Semoga Lia selalu bisa menjadi adik yang terbaik untuk kakak dan abang. 11. Sahabat-sahabatku, Ecy, Gita, Ila, Irma, Riska, Silka, Yanti, Diyah, Winda,

Agus, semua teman-teman di HMI dan HMA, serta untuk rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk dukungan dan semangat kepada Penulis.

12. Untuk semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu memberikan semangat dan dukungannya kepada penulis.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Medan, 1 Maret 2009 Penulis,

Muliana


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 15 kabupaten/ kota setiap tahunnya dari 29 kabupaten/ kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakuka n untuk periode 2004-2006. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (www.djpk.depkeu.go.id)

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Secara simultan rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakuka n pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F dan uji koefisien determinasi.

Kata Kunci : Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah, rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK)


(7)

ABSTRACT

The purpose of this research is to examine the significant impact of Local Own Revenue Effectivity Ratio, General Allocation Fund, and Special Allocation Fund in regency/ city at North Sumatera Province.

The method of this minithesis is a causal research design with 15 regency/ city as a sample for every year from 29 regency/ city at North Sumatera Province. This research is done for 2004-2006 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia (www.djpk.depkeu.go.id

The result of this research show that partially Local Own Revenue Effectivity Ratio have a positive significant impact to the Regional Financial Independence.Whereas, General Allocation Fund and Special Allocation Fund have a negative significant impact to the Regional Financial Independence. Local Own Revenue Effectivity Ratio, General Allocation Fund, Special Allocation Fund have a positive significant impact to the Regional Financial Independence simultaneously.

). The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense and the realitation region budget of Revenue and Expense . The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use double regression with t test, F test and coefficient determination test.

Keywords : Regional Financial Independence, Local Own Revenue Effectivity Ratio, General Allocation Fund, Special Allocation Fund


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Penelitian ... 4

C. Perumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 5

1. Tujuan Penelitian ... 5

2. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 7

1 Keuangan Daerah ... 7

2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ... 8

a. Pengertian dan Unsur-unsur APBD ... 8


(9)

3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 10

a. Definisi Pendapatan Asli Daerah ... 10

b. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah ... 12

4. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD)... 14

5. Dana Alokasi Umum (DAU) ... 15

6. Dana Alokasi Khusus (DAK) ... 17

7. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah ... 18

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 19

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 20

1. Kerangka Konseptual ... 20

2. Hipotesis Penelitian ... 21

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 22

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 22

1. Populasi Penelitian ... 22

2. Sampel Penelitian ... 22

C. Jenis dan Sumber Data ... 23

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ... 24

E. Teknik Pengumpulan Data ... 25

F. Model dan Teknik Analisis Data ... 26

1. Model Analisis Data ... 26

2. Pengujian Asumsi Klasik ... 27


(10)

b. Uji Heteroskedastisitas ... 28

c. Uji Autokorelasi ... 29

d. Uji Multikolinearitas ... 30

G. Pengujian Hipotesis ... 31

1. Uji Signiikansi Parsial (Uji-t) ... 31

2. Uji Signifikansi Simultan (Uji-F) ... 32

3. Koefisien Determinasi... 33

H. Jadwal dan Lokasi Penelitian ... 35

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 34

1. Data Penelitian ... 34

a. Gambaran Umum Wilayah Sumatera Utara ... 34

b. Data Kemandirian Keuangan Daerah ... 37

c. Data Rasio Efektivitas PAD ... 38

d. Data Rasio DAU ... 39

e. Data Rasio DAK ... 40

2. Statistik Deskriptif ... 41

3. Pengujian Asumsi Klasik ... 42

a. Uji Normalitas ... 42

b. Uji Heteroskedastisitas ... 45

c. Uji Autokorelasi ... 47

d. Uji Multikolinearitas ... 48


(11)

5. Pengujian Hipotesis ... 51

a. Uji Signifikansi Parsial (Uji-t)... 51

b. Uji Signifikansi Simultan (Uji-F) ... 52

c. Koefisien Determinasi... 53

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 56

B. Keterbatasan Penelitian ... 57

C. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 19

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 24

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian ... 33

Tabel 4.1 Pemerintahan Kabupaten Sumatera Utara ... 36

Tabel 4.2 Pemerintahan Kota Sumatera Utara ... 37

Tabel 4.3 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah ... 37

Tabel 4.4 Rasio Efektivitas PAD ... 38

Tabel 4.5 Rasio DAU ... 39

Tabel 4.6 Rasio DAK ... 40

Tabel 4.7 Descriptive Statistics ... 41

Tabel 4.8 Uji Normalitas dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov ... 45

Tabel 4.9 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser ... 47

Tabel 4.10 Hasil Uji Autokorelasi ... 48

Tabel 4.11 Hasil Uji Multikolinearitas ... 48

Tabel 4.12 Hasil Analisis Regresi ... 50

Tabel 4.13 Uji Statistik t ... 51

Tabel 4.14 Uji Statistik F ... 53


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual ... 21 Gambar 4.1. Histogram-Dependent Variable:Kemandirian ... 43 Gambar 4.2. Normal P-P Plot of Regression Standarized

Residual-Dependent Variable: Kemandirian ... 44


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Tabel Penentuan Sampel Penelitian

Lampiran 2 Rekap Data Keuangan Daerah Kabupaten Dan Kota 2004 – 2006 Lampiran 3 Statistik Deskriptif

Lampiran 4 Hasil Uji Normalitas dengan Grafik Histogram Lampiran 5 Hasil Uji Normalitas dengan Normal Probability Plot

Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas dengan Nonparametric test Kolmogorov Smirnov

Lampiran 7 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot Lampiran 8 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser Lampiran 9 Hasil Uji Autokorelasi

Lampiran 10 Hasil Uji Multikolinearitas Lampiran 11 Hasil Regresi


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah (Halim, 2007:232).

Kemandirian keuangan daerah ini merupakan salah satu tujuan dari otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing. Begitu pula dengan keuangan daerah tersebut, dengan adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mencapai suatu kemandirian keuangan daerah.

Kemandirian keuangan daerah dapat dilihat dari besarnya PAD yang diperoleh oleh tiap Pemkab/Pemko. Semakin besar PAD dibandingkan dengan bantuan yang diberikan Pemerintah Pusat maka Pemkab/Pemko tersebut dapat dikatakan mandiri. PAD itu sendiri merupakan point utama dalam megukur tingkat kemandirian keuangan daerah. Oleh karena itu, perlu dilihat efektivitas PAD tersebut dengan membandingkan antara PAD yang dianggarkan dengan realisasi PAD. PAD inilah yag merupakan sumber pembiayaan yang memang benar-benar digali dari Daerah itu sendiri sehingga dapat mencerminkan kondisi riil Daerah. Jika nantinya struktur PAD sudah kuat, boleh dikatakan Daerah


(16)

tersebut memiliki kemampuan pembiayaan yang juga kuat. Untuk itu tentu dibutuhkan suatu struktur industri yang mantap beserta obyek pajak dan retribusi yang taat. Sementara DAU dan DAK serta berbagai bentuk transfer lainnya dari Pemerintah Pusat semestinya hanya bersifat pendukung bagi pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Sehingga tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat dalam pembiayaan daerahnya semakin kecil. Dengan semakin kecilnya tingkat ketergantungan tersebut, maka suatu daerah dapat dikatakan mandiri.

Namun yang terjadi dewasa ini justru sebaliknya yaitu daerah makin bergantung terhadap alokasi transfer dari Pemerintah Pusat terutama DAU. Hanya beberapa Daerah yang menunjukkan struktur PAD yang kuat. Itupun Daerah yang terletak di Pulau Jawa yang secara historis sudah kuat sejak lama.

Sejak tanggal 1 Januari 2001 telah terjadi perubahan dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Perubahan tersebut terutama terkait dengan dilaksanakannya secara efektif Otonomi Daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah direvisi dengan UU Nomor 33 Tahun 2004. Undang-undang di bidang Otonomi Daerah tersebut telah menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Daerah.

Implikasi dari pemberian kewenangan otonomi ini menuntut daerah untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama untuk pembangunan


(17)

sarana dan prasarana publik (public services). Pembangunan tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh daerah baik dari sisi perencanaan, pembangunan, serta pembiayaannya.

Terkait dengan hal ini, Ayu (2007) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah dengan sampel Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah selama kurun waktu penelitian. Selain itu, Yunita (2008) juga melakukan penelitian untuk mengetahui apakah rasio efektivitas PAD dan DAU berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara simultan variabel rasio efektivitas PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara. Namun secara parsial, rasio efektivitas PAD tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara sedangkan variabel DAU berpengaruh secara signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah. Penelitian terdahulu ini memiliki keterbatasan berupa variabel penelitian yang mempengaruhi kemandirian keuangan daerah. Padahal di samping kedua variabel tersaebut masih terdapat variabel lain yang dapat mempengaruhi kemandirian keuangan daerah, dimana variabel-variabel tersebut tidak diteliti oleh peneliti terdahulu tersebut. Selain itu, periode yang diteliti pada penelitian terdahulu tersebut dibatasi hanya sampai periode 2005. Oleh karena keterbatasan


(18)

penelitian terdahulu tersebut, saya merasa tertarik untuk melakukan penelitian sejenis dengan mengambil sampel Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “ Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara ”.

B. Batasan Penelitian

Peneliti memberi batasan penelitian agar penelitian terfokus pada topik yang dipilih, yaitu:

1. Batasan Aspek

Aspek penelitian ini terbatas pada Akuntansi Sektor Publik untuk menjelaskan pengaruh rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

2. Batasan Lokasi

Lokasi penelitian ini terbatas pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Utara. 3. Batasan Waktu


(19)

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?”

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus secara parsial dan simultan terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

a. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

b. Bagi Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran mengenai Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah,


(20)

Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus serta pengaruhnya terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

c. Bagi calon peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah

Menurut Mamesah dalam Halim (2007 : 23), keuangan daerah dapat diartikan sebagai ”semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku.”

Menurut Halim (2004 : 20), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari ”keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).”

Keuangan daerah dalam arti sempit yakni terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Oleh sebab itu, keuangan daerah identik dengan APBD.” (Saragih, 3003 : 12)


(22)

2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) a. Pengertian dan Unsur-unsur APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu rencana keuangan tahunan daerah yang memuat tentang rencana penerimaan, rencana pengeluaran serta rencana pembiayaan daerah selama satu tahun anggaran.

Menurut Bastian (2006 : 189), APBD merupakan ”pengejawantahan rencana kerja Pemda dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahunan dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik.”

Menurut Saragih (2003 : 122), ”Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah dasar dari pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu, umumnya satu tahun.”

Menurut Mamesah dalam Halim (2007 : 20), APBD dapat didefenisikan sebagai:

Rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, dimana di satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.

Menurut Halim dan Nasir (2006 :44), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah ”rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.”

Pada era Orde Lama, defenisi APBD yang dikemukakan oleh Wajong (1962 : 81) dalam Halim (2004 : 15) adalah:


(23)

Rencana pekerjaan keuangan (financieel werkplan) yang dibuat untuk jangka waktu tertentu, dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.

Unsur-unsur APBD menurut Halim (2004 : 15-16) adalah sebagai berikut : 1) rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci,

2) adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluran-pengeluaran yang akan dilaksanakan,

3) jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka, 4) periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun,

b. Struktur APBD

Struktur APBD yang terbaru adalah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Adapun bentuk dan susunan APBD yang didasarkan pada Permendagri 13/ 2006 pasal 22 ayat (1) terdiri atas 3 bagian, yaitu : “pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.”

Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) dikelompokkan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah. (Permendagri 13/ 2006)


(24)

Sedangkan struktur APBD berdasarkan format Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 terdiri atas 3 bagian, yaitu : “pendapatan, belanja, dan pembiayaan.”

Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja digolongkan menjadi 4 yakni belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasi menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan yaitu : sumber penerimaan daerah dan sumber pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah : sisa lebih anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas : pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun sekarang. (Halim, 2004 : 18).

3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Definisi Pendapatan Asli daerah

Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah. Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD, semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan Pemerintah daerah terhadap bantuan Pemerintah pusat.


(25)

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 1, ”Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar Pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 6, ”Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : a. Pajak Daerah, b. Retribusi daerah. c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah”.

Menurut Mardiasmo (2002 : 132), ”Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”.

Menurut Halim (2004 : 67) “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah.”


(26)

b. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah

Menurut Halim (2007 : 96), kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat pendapatan:

1) Pajak Daerah

Sesuai Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/kota terdiri dari:

a) Pajak hotel, b) Pajak restoran, c) Pajak hiburan, d) Pajak reklame,

e) Pajak penerangan jalan,

f) Pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan g) Pajak parkir,

2) Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi,

3) Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:

a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD,

b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN,

c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat,

4) Lain-lain PAD yang sah

Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik Pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan sebagai berikut:

a) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dapat dipisahkan, b) Jasa giro,

c) Pendapatan bunga,

d) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah,

e) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang dan jasa oleh daerah,

f) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing,

g) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, h) Pendapatan denda pajak,


(27)

j) Pendapatan eksekusi atas jaminan, k) Pendapatan dari pengembalian, l) Fasilitas sosial dan umum,

m) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, n) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah yang terbaru berdasarkan Permendagri 13/ 2006 adalah terdiri dari :

Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan.

Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari :

1) Pajak Daerah, 2) Retribusi Daerah,


(28)

3) Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan 4) Lain-lain PAD yang sah.

4. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Halim (2007:234), ”Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah”, dengan rumus :

Efektivitas=

Daerah Riil

Potensi n

Berdasarka

ditetapkan yang

PAD Penerimaan Target

PAD Penerimaan alisasi

Re

x 100%

Menurut Mahsun (2006:191), “Efektivitas (hasil guna) adalah suatu keberhasilan suatu organisasi dalam usaha mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.”

Efektivitas juga menggambarkan tingkat kinerja pemerintah daerah dalam merealisasikan anggaran yang tersusun dalam APBD agar mencapai target yang diharapkan atau bahkan melebihi dari target yang ada. Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No. 8, 2006, “Kinerja adalah hasil keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur.”

5. Dana Alokasi Umum (DAU)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, “Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang


(29)

dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”.

Menurut Halim (2004:160), ”Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”

Menurut Saragih (2003 : 98) :

Kebijakan DAU merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar daerah. Sebab tidak semua daerah mempunyai struktur dan kemampuan fiskal yang sama (horizontal fiscal imbalance). DAU sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke daerah (intergovernmental transfer) – berfungsi sebagai faktor pemerataan fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah.

Menurut Saragih (2003 : 104) “Bagi daerah yang relatif minim Sumber Daya Alam (SDA), DAU merupakan sumber pendapatan penting guna mendukung operasional pemerintah sehari-hari serta sebagai sumber pembiayaan pembangunan.”

Menurut Saragih (2003 : 132), “tujuan DAU di samping untuk mendukung sumber penerimaan daerah juga sebagai pemerataan (equalization) kemampuan keuangan pemerintah daerah.”

”Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan block grant yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya, dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak daripada daerah yang kaya.


(30)

Dengan kata lain, tujuan penting Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dalam kerangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik antar pemerintah daerah di Indonesia”. (Kuncoro, 2004:30)

“Distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar”, (Sidik, 2004 : 96).

Menurut Kuncoro (2004:30) Dana Alokasi Umum (DAU) dapat diartikan sebagai berikut :

a. Salah satu komponen dari Dana Perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep Kesenjangan Fiskal atau Celah Fiskal (Fiscal Gap), yaitu selisih antara Kebutuhan Fiskal dengan Kapasitas Fiskal.

b. Instrumen untuk mengatasi horizontal inbalances, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah di mana penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah.

c. Equalization grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan

kemampuan keuangan dengan adanya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil sumber daya alam yang diperoleh daerah.

Menurut Henley et al dalam Mardiasmo (2002:157) mengidentifikasi beberapa tujuan pemerintah pusat memberikan dana bantuan dalam bentuk grant kepada pemerintah daerah yaitu:

a. Untuk mendorong terciptanya keadilan antar wilayah (geographical

equity);

b. Untuk meningkatkan akuntabilitas (promote accountability);

c. Untuk meningkatkan sistem pajak yang lebih progresif. Pajak daerah cenderung kurang progresif, membebani tarif pajak yang tinggi kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah;

d. Untuk meningkatkan keberterimaan (acceptability) pajak daerah. Pemerintah pusat mensubsidi beberapa pengeluaran pemerintah daerah untuk mengurangi pajak daerah.


(31)

Mengacu pada PP No. 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (Mardiasmo, 2002:157)

Tujuan Dana Alokasi Umum (DAU) terutama adalah untuk : horizontal

equity dan sufficiency. Tujuan horizontal equity merupakan kepentingan

pemerintah pusat dalam rangka melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi kesenjangan yang lebar antar daerah. Sementara itu, yang menjadi kepentingan daerah adalah kecukupan (sufficiency), terutama adalah untuk menutup fiscal gap. Sufficiency dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : kewenangan, beban, dan Standar Pelayanan Minimum (SPM).

6. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Menurut Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana Alokasi Khusus selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.”

Menurut Kuncoro ( 2004 : 34 ) “ Dana Alokasi Khusus ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus. Karena itu, alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya merupakan wewenang pusat untuk tujuan nasional khusus”.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU Nomor 33 Tahun 2004 menggariskan bahwa kebutuhan khusus yang dapat dibiayai dengan Dana Alokasi Khusus antara lain kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus Dana Alokasi Umum dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.


(32)

7. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Salah satu analisis rasio pada sektor publik khususnya APBD menurut Widodo dalam Halim (2004:150) adalah rasio kemandirian keuangan daerah. Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) merupakan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.

Adapun tujuan kemandirian keuangan daerah ini mencerminkan suatu bentuk pemerintahan daerah apakah dapat menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Kemandirian keuangan daerah juga menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern.

Dalam mengukur tingkat kemandirian keuangan daerah ini, Yunita (2008) mengukurnya dengan membandingkan PAD dengan total pendapatan yang diperoleh daerah tersebut yang diperoleh dari Laporan realisasi APBD.

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama Pemerintah pusat dan Provinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen PAD. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan


(33)

retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama dan

Tahun

Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Rifana Ayu (2007) Analisis Pengaruh DAU tehadap Kemandirian Keuangan Daerah dalam Era Otonomi Daerah Sudi Kasus pada Pemerintah Kabupaten/Kota

Sumatera Utara

1. Variabel dependen : Kemandirian

Keuangan Daerah 2. Variabel independen :

Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum (DAU) mempunyai

pengaruh signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah Dewi Anggra Yunita (2008) Pengaruh Rasio Efektivitas PAD dan DAU terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara

1. Variabel dependen : Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah 2. Variabel independen :

Rasio Efektivitas PAD dan (DAU)

1. Secara parsial, hanya DAU yang berpengaruh secara signifikan 2. Secara simultan,

Rasio Efektivitas PAD dan DAU berpengaruh secara signifikan

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Konseptual

Penelitian ini merupakan suatu kajian yang berangkat dari berbagai konsep teori dan kajian penelitian yang mendahuluinya. Dengan diberlakukannya Otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberi kewenangan dalam menggali sumber keuangannya sendiri dalam membiayai sendiri segala kegiatan daerahnya. Pembiayaan tersebut diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga


(34)

perlu dilihat sejauh mana efektivitas dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut, yang didukung pula oleh dana perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah setara antara Provinsi dan Kabupaten/Kota yang diantaranya berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) ini berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Semakin efektif pemerintah daerah dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka akan memperbesar atau meningkatkan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh. Jika jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) cukup besar maka diharapkan akan dapat menurunkan atau bahkan menutupi jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diperoleh dari pemerintah pusat. Sehingga pemerintah pusat tidak perlu lagi mengalokasikan dana kepada pemerintah daerah. Jika hal tersebut tercapai, maka daerah dapat dikatakan mandiri.

Untuk menyederhanakan alur pemikiran tersebut, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(35)

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka peneliti membuat hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana alokasi Khusus berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

Pertumbuhan Ekonomi (X1)

Pendapatan Asli Daerah (X2)

Dana Alokasi Umum (X3)

Rasio Efektivitas PAD (X1)

Dana Alokasi Umum (X2)

Dana Alokasi Khusus (X3)

Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara suatu variabel dengan variabel yang lainnya (Umar, 2003 : 30). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004 : 73). Populasi dalam penelitian ini adalah Laporan APBD dan Laporan Realisasi APBD dari 22 Kabupaten dan 7 Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara untuk tahun 2004-2006.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2004 : 73). Metode pengambilan sampel dilakuka n


(37)

dengan purposive sampling, yaitu “teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.” (Sugiyono. 2004:78).

Adapun pertimbangan yang ditentukan oleh peneliti dalam pengambilan sampel adalah :

1. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan APBD dan Laporan Realisasi APBDnya dalam situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (

2. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan APBD dan Laporan Realisasi APBDnya selama periode 2004-2006.

www.djpk.depkeu.go.id)

Berdasarkan kriteria tersebut, didapatkan hanya sebanyak 15 sampel yang memenuhi kriteria tersebut yang terdiri dari 9 Kabupaten dan 6 Kota di Provinsi Sumatera Utara, sehingga jumlahnya 45 sampel (15 dikali 3 tahun).

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau data oleh pihak lain.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pooled data yaitu kombinasi antara data time series dengan data cross section. Data time series merupakan sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa interval waktu tertentu, misalnya dalam mingguan, bulanan, atau


(38)

tahunan. Sedangkan data cross section adalah sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena tertentu dalam satu kurun waktu.

Sumber data dalam penelitian ini peneliti peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS),

D. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas (variabel independen ;X), dan variabel terikat (variabel dependen ;Y). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variabel Rasio Efektivitas PAD, DAU, dan DAK. Variabel terikatnya adalah Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Definisi operasional dan pengukuran variabel dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala

Independen Rasio Efektivitas PAD

Rasio efektivitas PAD merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur hubugan antara besarnya hasil pemungutan PAD (realisasi) dengan besarnya PAD yang dianggarkan. % 100 PAD Anggaran PAD alisasi Re x Rasio

DAU Dana Alokasi Umum

(DAU) adalah dana yang berasal dari

APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan % 100 Daerah Pendapatan Total Realisasi DAU Realisasi x Rasio


(39)

pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

DAK Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus. % 100 Daerah Pendapatan Total Realisasi DAK Realisasi x Rasio Dependen Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Tingkat Kemandirian keuangan daerah yaitu kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah % 100 Daerah Pendapatan Total Realisasi PAD Realisasi x Rasio

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan Teknik Dokumentasi, yakni peneliti melakukan pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan mendownload situs www.djpk.depkeu.go.id. Selain itu, peneliti juga melakukan studi kepustakaan yakni buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.


(40)

F. Model dan Teknik Analisis Data 1. Model Analisis Data

Untuk menguji hipotesis, metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda, karena menyangkut tiga variabel independen dan satu variabel dependen.

Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata-rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui.

Model persamaan regresi untuk menguji hipotesis dengan formula sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Dimana;

Y = Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah A = konstanta

X1 = Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah X2 = Dana Alokasi Umum

X3 = Dana Alokasi Khusus

b1 = Koefisien Regresi Efektivitas Pendapatan Asli Daerah b2 = Koefisien Regresi Dana Alokasi Umum

b2 = Koefisien Regresi Dana Alokasi Khusus e = Error (pengganggu)


(41)

2. Pengujian Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang dilakukan peneliti meliputi : a. Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2005 : 110), ”uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.”

Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak menurut Ghozali (2005 : 110), yaitu :

1) Analisis grafik

Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

2) Analisis statistik

Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan nilai Z-skewness. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).

Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat dari :

1) Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak normal.


(42)

2) Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas > 0,05, maka distribusi data adalah normal.

Distribusi yang melanggar asumsi normalitas dapat dijadikan menjadi bentuk yang normal dengan beberapa cara sebagai berikut:

1) Transformasi data

Transformasi data dapat dilakukan dengan logaritma natural (ln), log10, maupun akar kuadrat. Jika ada data yang bernilai negatif, transformasi data dengan logaritma akan menghilangkannya sehingga jumlah sampel (n) akan berkurang.

2) Trimming

Trimming adalah memangkas (membuang) observasi yang bersifat

outlier, yaitu yang nilainya lebih kecil dari µ-2 atau lebih besar dari

µ+2 . Metode ini juga mengecilkan jumlah sampelnya.

3) Winzorising

Winzorising mengubah nilai-nilai outliers menjadi nilai-nilai minimum

atau maksimum yang dizinkan supaya distribusinya menjadi normal. Nilai-nilai observasi yang lebih kecil dari µ-2 akan diubah nilainya menjadi µ-2 dan nilai-nilai yang lebih besar dari µ+2 akan diubah nilainya menjadi µ+2 .

b. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Dan jika varians berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas.

Untuk mengetahui adanya masalah heteroskesdatisitas, kita bisa menggunakan korelasi jenjang Spearman, Park test, Goldfeld-Quandt test, BPG


(43)

tast, White test atau Glejser test. Bila menggunakan korelasi jenjang Spearman, maka kita harus menghitung nilai korelasi untuk setiap variabel independen terhadap nilai residu, baru kemudian dicari tingkat signifikansinya. Park dan Glejser test memiliki dasar test yang sama yaitu meregresikan kembali nilai residu ke variabel independen.

Salah satu cara untuk mengurangi masalah heteroskesdatisitas adalah menurunkan besarnya rentang (range) data. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan rentang data adalah melakukan transformasi (manipulasi) logaritma. Tindakan ini bisa dilakukan bila semua data bertanda positif.

c. Uji Autokorelasi

Masalah autokorelasi akan muncul bila data yang dipakai adalah data runtut waktu (timeseries). “Autokorelasi akan muncul bila data sesudahnya merupakan fungsi dari data sebelumnya atau data sesudahnya memiliki korelasi yang tinggi dengan data sebelumnya pada data runtut waktu dan besaran data sangat tergantung pada tempat data tersebut terjadi.”(Hadi, 2006 : 175)

Menurut Singgih (2002 : 218) Untuk mendeteksi adanya autokorelasi bisa digunakan tes Durbin Watson (D-W). Panduan mengenai angka D-W untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat pada tabel D-W, yang bisa dilihat pada buku statistik yang relevan. Namun demikian secara umum bisa diambil patokan:

1) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.

2) Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. 3) Angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.


(44)

Jika terjadi autokorelasi, maka dapat diatasi dengan cara: 1) Melakukan transformasi data.

b) Menambah data observasi.

d. Uji Multikolinearitas

Menurut Gujarati (1995) dalam Hadi (2006 : 168), “uji multikolinearitas berhubungan dengan adanya korelasi antar variable independen. Sebuah persamaan terjangkit penyakit ini bila dua atau lebih variabel independen memiliki tingkat korelasi yang tinggi. Sebuah persamaan regresi dikatakan baik bila persamaan tersebut memiliki variabel independen yang saling tidak berkorelasi.”

Menurut Ghozali (2005 : 91), untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut :

1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.

3) Multikolinearitas dapat juga dilihat dari (a) nilai tolerance dan lawannya (b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/ Tolerence). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.


(45)

Cara untuk mengobati jika terjadi multikolinearitas, yaitu:

1) Mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang mempunyai korelasi tinggi dari model regresi dan identifikasikan variabel independen lainnya untuk membantu prediksi.

2) Menggabungkan data cross section dan time series (pooling data). 3) Menambah data penelitian.

G. Pengujian Hipotesis

1. Uji Signifikansi Parsial ( Uji-t )

Pengujian bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Untuk pengujian secara parsial ini digunakan uji-t. Bentuk pengujiannnya adalah :

Ho : b1,b2,b3 = 0 , artinya Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

Ha : b1,b2,b3 ≠ 0 , a rtinya Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

Pengujian dilakukan menggunakan uji – t dengan tingkat pengujian pada 5% derajat kebebasan (degree of freedom) atau df=(n – k).

Kriteria pengambilan keputusan : Ho diterima jika t hitung < t tabel


(46)

2. Uji Signifikansi Simultan ( Uji-F )

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Pengujian simultan ini menggunakan uji F, yaitu dengan membandingkan antara nilai signifikasi F dengan nilai signifikasi yang digunakan yaitu 0,05.

Bentuk pengujiannya adalah :

Ho : b1=b2=b3=0 , artinya variabel Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

Ha = b1≠b2≠b3≠0 , artinya variabel Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.

Kriteria pengambilan keputusan : Ho diterima jika F hitung < F tabel pada 5%

Ha diterima jika F hitung > F tabel pada 5%

3. Koefisien Determinan (R2)

Pengujian koefisien determinan (R2) digunakan untuk mengukur proporsi atau persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik turunnya variabel dependen. Koefisien determinan berkisar antara nol sampai dengan satu (0 ≤ R 2 ≤ 1). Hal ini berarti bila R2=0 menunjukkan tidak adanya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen, bila R2 semakin


(47)

besar mendekati 1 menunjukkan semakin kuatnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan bila R2 semakin kecil mendekati nol maka dapat dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

H. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian direncanakan sebagai berikut : Tabel 3.2

Jadwal Penelitian

Tahapan Penelitian

Tahun 2008 Tahun 2009 Okt Nov Des Jan Feb Mar Pengajuan Judul

Penyelesaian Proposal Pengumpulan data Seminar Proposal Penulisan Laporan Penyelesaian Laporan


(48)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian 1. Data Penelitian

a. Gambaran Umum Wilayah Sumatera Utara

Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1° - 4° Lintang Utara dan 98°- 100° Bujur Timur atau terbesar ketujuh dari luas wilayah Republik Indonesia. Batas wilayah Sumatera Utara sebagai berikut : Utara : berbatasan dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Selatan : berbatasan dengan Sumatera Barat dan Riau.

Barat : berbatasan dengan Samudera Hindia. Timur : berbatasan dengan Selat Malaka.

Berdasarkan letak dan kondisi alamnya, Sumatera Utara dibagi atas 3 kelompok wilayah yaitu :

1) Pantai Barat (Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Sibolga, dan Nias).

2) Dataran Tinggi (Tapanuli Utara, Simalungun, Pematang Siantar, Karo, dan Dairi).

3) Pantai Timur (Medan, Binjai, Langkat, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai, dan Labuhan Batu).

Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya, Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatra sesaat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Pada tahun 1950. Provinsi Sumatera Utara dibentuk meliputi


(49)

sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari Provinsi Sumatera Utara. Luas daratan propinsi Sumatera Utara adalah 71.680 km² dibagi kepada 22 kabupaten, 7 kota. 325 kecamatan, dan 5.456 kelurahan/desa.

Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, yang dihuni oleh penduduk dari berbagai suku seperti Melayu, Batak, Nias, Aceh, Minangkabau, Jawa dan menganut berbagai agama seperti Islam, Kristen, Buddha, Hindu dan berbagai aliran kepercayaan lainnya. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 2000, penduduk Propinsi Sumatera Utara berjumlah 11,5 juta jiwa (seperlima dari 203,5 juta jiwa penduduk Indonesia) dengan pertumbuhan 1,20 % per tahun sejak tahun 1990. Jumlah tersebut bertambah menjadi sekitar 11,9 juta jiwa pada tahun 2003 berdasarkan Hasil Sementara Pendaftaran Pemilih dan Pendaftaran Penduduk. Selanjutnya dari hasil estimasi jumlah penduduk pada Juni 2005 diperkirakan sebesar 12,3 juta jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² da tahun 2005 meningkat menjadi 172 jiwa per km².

Provinsi Sumatera Utara terdiri dari beberapa Pemerintahan Kabupaten dan Kota yang jumlahnya ada 29 Kabupaten/Kota. Adapun daerah yang merupakan Pemerintahan Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yakni dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:


(50)

Tabel 4.1

Pemerintahan Kabupaten Sumatera Utara

Sumber : situs

Sedangkan untuk daerah yang merupakan Pemerintahan Kota di Provinsi Sumatera Utara adalah sebanyak 7 Pemerintahan Kota. Adapun yang termasuk dalam Pemerintahan Kota di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini :

No Nama Kabupaten

1 Kabupaten Tapanuli Selatan 2 Kabupaten Batubara

3 Kabupaten Humbang Hasundutan 4 Kabupaten Toba Samosir

5 Kabupaten Dairi

6 Kabupaten Tapanuli Tengah 7 Kabupaten Asahan

8 Kabupaten Pakphak Barat 9 KabupatenTapanuli Utara 10 Kabupaten Nias Selatan 11 Kabupaten Deli Serdang 12 Kabupaten Tanah Karo 13 Kabupaten Serdang Bedagai 14 Kabupaten Samosir

15 Kabupaten Nias

16 Kabupaten Labuhan Batu 17 Kabupaten Mandailing Natal 18 Kabupaten Langkat

19 Kabupaten Simalungun 20 Kabupaten Angkola Sipirok 21 Kabupaten Padang Lawas 22 Kabupaten Padang Lawas Utara


(51)

Tabel 4.2

Pemerintahan Kota Sumatera Utara

Sumber : situs

b. Data Kemandirian Keuangan Daerah Tabel 4.3

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Tahun 2004-2006

(dalam persen)

No. Kabupaten dan Kota Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

2004 2005 2006

1 Toba Samosir 5,58 2,21 4,84

2 Binjai 4,84 4,37 3,35

3 Medan 23,99 24,69 22,36

4 Pematang Siantar 6,97 6,35 5,44

5 Sibolga 6,30 4,00 3,76

6 Tanjung Balai 6,23 6,35 4,41

7 Tebing Tinggi 6,27 6,04 5,66

8 Padang Sidempuan 3,28 3,08 2,82

9 Humbang Hasundutan 1,84 3,84 2,40

10 Tapanuli Utara 4,31 3,02 3,94

11 Asahan 5,96 5,48 4,61

12 Tanah karo 3,93 4,38 4,15

13 Labuhan Batu 7,06 5,96 4,94

14 Langkat 3,67 3,66 2,83

15 Simalungun 3,46 4,06 4,04

Sumber data: Data yang diolah Peneliti, 2009

Tabel di atas menunjukkan rasio setiap kabupaten dan kota selama tahun 2004 sampai dengan 2006. Pada tahun 2004, rasio kemandirian keuangan daerah

No Nama Kota

1 Kota Binjai 2 Kota Medan

3 Kota Pematang Siantar 4 Kota Sibolga

5 Kota Tanjung Balai 6 Kota Tebing Tinggi 7 Kota Padang Sidempuan


(52)

tertinggi dimiliki oleh Kota Medan sebesar 23,99%, sedangkan rasio kemandirian keuangan daerah terendah dimiliki oleh Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 1,84%. Pada tahun 2005, rasio kemandirian keuangan daerah tertinggi dimiliki oleh Kota Medan sebesar 24,69%, sedangkan rasio kemandirian keuangan daerah terendah dimiliki oleh Kabupaten Toba Samosir sebesar 2,21%. Pada tahun 2006, rasio kemandirian keuangan daerah tertinggi dimiliki oleh Kota Medan sebesar 22,36%, sedangkan rasio kemandirian keuangan daerah terendah dimiliki oleh Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 2,40%.

c. Data Rasio Efektivitas PAD

Tabel 4.4

Rasio Efektivitas PAD Tahun 2004-2006

(dalam persen)

No. Kabupaten dan Kota Rasio Efektivitas PAD

2004 2005 2006

1 Toba Samosir 103,46 41,74 131,04

2 Binjai 77,37 68,37 74,62

3 Medan 92,15 107,50 97,75

4 Pematang Siantar 100,00 90,58 106,94

5 Sibolga 137,87 93,90 104,30

6 Tanjung Balai 101,47 99,54 95,60

7 Tebing Tinggi 155,71 138,03 152,70

8 Padang Sidempuan 133,63 101,26 118,37

9 Humbang Hasundutan 40,48 150,71 180,53

10 Tapanuli Utara 95,42 109,65 209,66

11 Asahan 105,49 105,22 122,05

12 Tanah karo 87,50 102,60 111,93

13 Labuhan Batu 130,01 107,60 100,056

14 Langkat 95,06, 94,36 90,21

15 Simalungun 79,54 89,80 127,92


(53)

Tabel di atas menunjukkan rasio setiap kabupaten dan kota selama tahun 2004 sampai dengan 2006. Pada tahun 2004, rasio efektivitas PAD tertinggi dimiliki oleh Kota Tebing Tinggi sebesar 155,71%, sedangkan rasio efektivitas PAD terendah dimiliki oleh Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 40,48%. Pada tahun 2005, rasio efektivitas PAD tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 150,71%, sedangkan rasio efektivitas PAD terendah dimiliki oleh Kabupaten Toba Samosir sebesar 41,74%. Pada tahun 2006, rasio efektivitas PAD tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 209,66%, sedangkan rasio efektivitas PAD terendah dimiliki oleh Kota Binjai sebesar 74,62%.

d. Data Rasio DAU

Tabel 4.5 Rasio DAU Tahun 2004-2006

(dalam persen)

No. Kabupaten dan Kota Rasio DAU

2004 2005 2006

1 Toba Samosir 74,23 63,41 74,90

2 Binjai 71,24 72,84 73,78

3 Medan 37,67 34,72 41,07

4 Pematang Siantar 71,81 70,29 78,60

5 Sibolga 73,62 74,32 78,34

6 Tanjung Balai 73,20 70,77 74,27

7 Tebing Tinggi 74,60 73,00 75,75

8 Padang Sidempuan 68,88 74,73 78,03

9 Humbang Hasundutan 74,35 68,93 75,72

10 Tapanuli Utara 71,63 70,92 79,99

11 Asahan 71,50 70,76 78,06

12 Tanah karo 82,58 74,85 81,60

13 Labuhan Batu 68,79 67,79 72,39


(54)

15 Simalungun 72,96 75,38 79,71 Sumber data: Data yang diolah Peneliti, 2009

Tabel di atas menunjukkan rasio setiap kabupaten dan kota selama tahun 2004 sampai dengan 2006. Pada tahun 2004, rasio DAU tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Tanah Karo sebesar 82,58%, sedangkan rasio DAU terendah dimiliki oleh Kota Medan sebesar 37,67%. Pada tahun 2005, rasio DAU tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Simalungun sebesar 75,38%, sedangkan rasio DAU terendah dimiliki oleh Kota Medan sebesar 34,72%. Pada tahun 2006, rasio DAU tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Tanah Karo sebesar 81,60%, sedangkan rasio DAU terendah dimiliki oleh Kota Medan sebesar 41,07%.

e. Data Rasio DAK

Tabel 4.6 Rasio DAK Tahun 2004-2006

(dalam persen)

No. Kabupaten dan Kota Rasio DAK

2004 2005 2006

1 Toba Samosir 4,18 7,12 9,49

2 Binjai 5,13 3,67 6,43

3 Medan 0,60 0,33 1,46

4 Pematang Siantar 4,55 3,99 5,20

5 Sibolga 5,08 5,29 4,32

6 Tanjung Balai 3,89 4,59 7,20

7 Tebing Tinggi 4,17 4,74 6,42

8 Padang Sidempuan 8,23 4,08 4,73

9 Humbang Hasundutan 4,17 12,31 9,67

10 Tapanuli Utara 4,97 6,57 8,06

11 Asahan 3,09 1,02 5,49

12 Tanah karo 3,80 4,80 6,51

13 Labuhan Batu 2,31 1,01 4,93


(55)

15 Simalungun 3,14 0,96 4,97 Sumber data: Data yang diolah Peneliti, 2009

Tabel di atas menunjukkan rasio setiap kabupaten dan kota selama tahun 2004 sampai dengan 2006. Pada tahun 2004, rasio DAK tertinggi dimiliki oleh Kota Padang Sidempuan sebesar 8,23%, sedangkan rasio DAK terendah dimiliki oleh Kota Medan sebesar 0,60%. Pada tahun 2005, rasio DAK tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 12,31%, sedangkan rasio DAK terendah dimiliki oleh Kota Medan sebesar 0,33%. Pada tahun 2006, rasio DAK tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 9,67%, sedangkan rasio DAK terendah dimiliki oleh Kota Medan sebesar 1,46%.

2. Statistik Deskriptif

Statistik Deskriptif adalah ilmu statistik yang mempelajari cara-cara pengumpulan, penyusunan dan penyajian data suatu penelitian. Tujuannya adalah memudahkan orang untuk membaca data serta memahami maksudnya.

Berikut ini merupakan output SPSS yang merupakan keseluruhan data yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 4.7 Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation

Kemandirian (Y) 45 .02 .25 .0579 .05014

EfektivitasPAD (X1) 45 .40 2.10 1.0799 .30977

DAU (X2) 45 .35 .83 .7104 .09869

DAK (X3) 45 .00 .12 .0473 .02457

Valid N (listwise) 45


(56)

Berikut ini data deskriptif yang telah diolah :

a. Variabel Kemandirian (Y) memiliki nilai minimum 0,02, nilai maksimum 0,25, rata-rata Kemandirian 0,0579 dan standar deviasi sebesar 0,05014 dengan jumlah sampel sebanyak 45.

b. Variabel Efektivitas PAD (X1) memiliki nilai minimum 0,40, nilai maksimum 2,10, rata-rata Efektivitas PAD 1,0799 dan standar deviasi sebesar 0,30977 dengan jumlah sampel sebanyak 45.

c. Variabel DAU (X2) memiliki nilai minimum 0,35, nilai maksimum 0,83, rata-rata DAU 0,7104 dan standar deviasi sebesar 0,09869 dengan jumlah sampel sebanyak 45.

d. Variabel DAK (X3) memiliki nilai minimum 0,00, nilai maksimum 0,12, rata-rata DAK 0,0473 dan standar deviasi sebesar 0,02457 dengan jumlah sampel sebanyak 45.

3. Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Pengujian normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang digunakan telah terdistribusi secara normal. Hasil uji normalitas dengan grafik histogram yang diolah dengan SPSS, normal probability plot serta Kolmogorov-Smirnov Test ditunjukkan sebagai berikut :


(57)

Regression Standardized Residual

2 1

0 -1

-2 -3

Frequency

10

8

6

4

2

0

Histogram Dependent Variable: Kemandirian

Gambar 4.1 Histogram Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Hasil uji normalitas di atas memperlihatkan bahwa pada grafik histogram di atas distribusi data mengikuti kurva berbentuk lonceng yang tidak menceng (skewness) kiri maupun menceng kanan atau dapat disimpulkan bahwa data tersebut normal.


(58)

Observed Cum Prob

1.0 0.8

0.6 0.4

0.2 0.0

E

xpect

ed

C

um

P

rob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Gambar 4.2 Normal P-P Plot

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Hasil uji normalitas dengan menggunakan normal probability plot, di mana terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi terdistribusi secara normal..


(59)

Tabel 4.8

Uji Normalitas dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

45 .0000000 .01946481 .085 .056 -.085 .573 .898 N Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed)

Unstandardiz ed Res idual

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Nilai Kolmogrov – Smirov sebesar 0.573 dan tidak signifikan pada 0.05 (karena p= 0.898 >dari 0.05). Hal ini berarti Ho diterima yang mengatakan bahwa residual terdistribusi secara normal atau dengan kata lain residual berdistribusi normal.

Semua hasil pengujian melalui analisis grafik dan statistik di atas menunjukkan hasil yang sama yaitu normal, dengan demikian telah terpenuhi asumsi normalitas dan bisa dilakukan pengujian asumsi klasik berikutnya pada data.

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke


(60)

pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas ini dapat dilihat dengan grafik

scatterplot dan Uji Glejser.

Hasil dari uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplot berikut ini :

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Regression Standardized Predicted Value

4 3

2 1

0 -1

-2

R

egressi

on

S

tudent

iz

ed

R

esi

dual

2

1

0

-1

-2

-3

Scatterplot Dependent Variable: Kemandirian

Gambar 4.3 Grafik Scatterplot


(61)

Dari gambar scatterplot di atas, terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini mengindikasikan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai.

Selain dengan grafik, hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada statistik uji glejser berikut ini :

Tabel 4.9

Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan uji Glejser

Coefficientsa

.041 .015 2.843 .007

-.004 .006 -.097 -.590 .558

-.033 .021 -.264 -1.580 .122

.022 .089 .045 .249 .805

(Constant) EfektivitasPAD DAU

DAK Model 1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: abs ut a.

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Berdasarkan hasil Uji Glejser di atas, dapat dilihat bahwa pada tabel Coefficients(a) nilai sig. semua variabel independen lebih besar dari 0,05 (5%). Sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas. Dengan demikian terpenuhilah asumsi klasik untuk uji heteroskedastisitas.

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model


(62)

yang tidak mengandung autokorelasi. Hasil dari uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.10 Hasil Uji Autokorelasi

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .922(a) .849 .838 .02016 1.211

a Predictors: (Constant), DAK, EfektivitasPAD, DAU b Dependent Variable: Kemandirian

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Hasil uji autokorelasi di atas menunjukkan nilai statistik Durbin Watson (DW) sebesar 1,211. Maka Ho diterima, yang artinya dalam model regresi tidak terdapat autokorelasi atau kesalahan pengganggu, sebab DW terletak diantara -2 sampai +2 yang berarti tidak ada autokorelasi.

d. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi ditemukan adanya korelasi antarvariabel independen.

Hasil dari uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.11

Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients(a)

Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF


(63)

Efektivitas PAD .827 1.209

DAU .804 1.244

DAK

.689 1.451 a Dependent Variable: Kemandirian

Sumber : Diolah dari SPSS

Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/ Tolerence). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.

Dari hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa angka tolerance Efektivitas PAD (X1), DAU (X2), DAK (X3) > 0,10 dan VIF-nya < 10. Hasil perhitungan nilai Tolerance juga menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0.10. Ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi multikolinearitas di antara variabel independen dalam penelitian.

4. Model dan Teknik Analisis Data

Dalam pengolahan data dengan menggunakan regresi linear, dilakukan beberapa tahapan untuk mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, melalui pengaruh Rasio Efektivitas PAD (X1) , DAU (X2) dan DAK (X3) terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah (Y). Hasil regresi dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(64)

Tabel 4.12 Hasil Analisis Regresi

Coefficientsa

.340 .024 14.052 .000

.038 .011 .235 3.519 .001 .827 1.209

-.424 .034 -.835 -12.349 .000 .804 1.244

-.455 .149 -.223 -3.050 .004 .689 1.451

(Constant) EfektivitasPAD DAU DAK Model 1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: Kemandirian a.

Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Berdasarkan hasil pengolahan data yang terlihat pada tabel 4.12 pada kolom unstandardized coeffisients bagian B, diperoleh modal persamaan regresi berganda sebagai berikut :

Y=0.340+0.038X1-0,424X2-0.455X3 Keterangan :

Y = Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

X1 = Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) X2 = Dana Alokasi Umum (DAU)

X3 = Dana Alokasi Khusus (DAK)

Adapun interpretasi dari persamaan di atas adalah :

a. Konstanta sebesar 0.340 menunjukkan bahwa jika tidak ada variabel rasio Efektivitas PAD, DAU, dan DAK, maka tingkat kemandirian keuangan daerah sebesar 0.340.

b. Koefisien X1 (b1) = 0.038, menunjukkan bahwa rasio efektivitas PAD berpengaruh positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah (Y). Artinya jika efektivitas PAD ditingkatkan maka akan meningkatkan tingkat kemandirian keuangan daerah sebesar 0.038.


(65)

c. Koefisien X2 (b2) = -0.424, menunjukkan bahwa rasio DAU berpengaruh negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah (Y). Artinya jika rasio DAU ditingkatkan maka akan mengurangi tingkat kemandirian keuangan daerah sebesar 0.424.

d. Koefisien X3 (b3) = -0.455, menunjukkan bahwa rasio DAK berpengaruh negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah (Y). Artinya jika rasio DAK ditingkatkan maka akan mengurangi tingkat kemandirian keuangan daerah sebesar 0.455.

5. Pengujian Hipotesis

a. Uji Signifikansi Parsial (Uji-t)

Untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen, yaitu Rasio Efektivitas PAD, DAU, dan DAK secara parsial (individual) berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah, dilakukan uji statistik t.

Tabel 4.13 Uji Statistik t Coefficients(a)

Variabel Regresi

t tabel t hitung Signifikansi t

(Constant) 14.052 .000

EfektivitasPAD 3.519 .001 2.014 (0.05;45)

DAU -12.349 .000 2.014 (0.05;45)

DAK -3.050 .004 2.014 (0.05;45)

a Dependent Variable: Kemandirian Sumber : Diolah dari SPSS, 2009

Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis tersebut adalah sebagai berikut:


(66)

1) Efektivitas PAD (X1) mempunyai nilai signifikansi 0,001 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05, sedangkan nilai t hitung 3,519 > t tabel 2,014. Berdasarkan kedua nilai tersebut disimpulkan bahwa Ha diterima (Ho ditolak) atau dijelaskan bahwa variabel Efektivitas PAD secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Kemandirian (Y).

2) DAU (X2) mempunyai nilai signifikansi 0,000 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05, sedangkan nilai t hitung 12,349 > t tabel 2,035. Berdasarkan kedua nilai tersebut disimpulkan bahwa Ha diterima (Ho ditolak) atau dijelaskan bahwa variabel DAU secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Kemandirian (Y).

3) DAK (X3) mempunyai nilai signifikansi 0,004 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05, sedangkan nilai t hitung 3,050 < t tabel 2,014. Berdasarkan kedua nilai tersebut disimpulkan bahwa Ha diterima (Ho ditolak) atau dijelaskan bahwa variabel DAK secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Kemandirian (Y).

b. Uji Signifikansi Simultan (Uji-F)

Kemudian untuk menguji pengaruh rasio Efektivitas PAD, DAU dan DAK secara bersama-sama terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah, digunakan uji statistik F.

Hasil uji statistik F dengan program SPSS dapat dilihat pada tabel berikut :


(1)

Hasil Uji Normalitas dengan Nonparametric test Kolmogorov Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

45 .0000000 .01946481 .085 .056 -.085 .573 .898 N

Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme

Differences

Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed)

Unstandardiz ed Res idual

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.


(2)

Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot

Regression Standardized Predicted Value

4 3

2 1

0 -1

-2

R

egressi

on

S

tudent

iz

ed

R

esi

dual

2

1

0

-1

-2

-3

Scatterplot Dependent Variable: Kemandirian


(3)

Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser

Coefficientsa

.041 .015 2.843 .007

-.004 .006 -.097 -.590 .558

-.033 .021 -.264 -1.580 .122

.022 .089 .045 .249 .805

(Constant) EfektivitasPAD DAU

DAK Model 1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: abs ut a.


(4)

Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb

.922a .849 .838 .02016 1.211

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson Predictors: (Constant), DAK, EfektivitasPAD, DAU

a.

Dependent Variable: Kemandirian b.


(5)

Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

.340 .024 14.052 .000

.038 .011 .235 3.519 .001 .827 1.209

-.424 .034 -.835 -12.349 .000 .804 1.244 -.455 .149 -.223 -3.050 .004 .689 1.451 (Constant)

EfektivitasPAD DAU DAK Model 1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Tolerance VIF Collinearity Statistics

Dependent Variable: Kemandirian a.

Coefficient Correlationsa

1.000 -.378 -.408

-.378 1.000 -.005

-.408 -.005 1.000

.022 -.001 -.002

-.001 .000 -1.9E-006

-.002 -1.91E-006 .001

DAK

EfektivitasPAD DAU

DAK

EfektivitasPAD DAU

Correlations

Covariances Model

1

DAK EfektivitasPAD DAU

Dependent Variable: Kemandirian a.


(6)

Hasil Regresi

Model Summaryb

.922a .849 .838 .02016

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), DAK, EfektivitasPAD, DAU

a.

Dependent Variable: Kemandirian b.

Hasil Uji t (t test)

Coefficientsa

.340 .024 14.052 .000

.038 .011 .235 3.519 .001

-.424 .034 -.835 -12.349 .000

-.455 .149 -.223 -3.050 .004

(Constant) EfektivitasPAD DAU DAK Model 1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig.

Dependent Variable: Kemandirian a.

Hasil Uji F (F test)

ANOV Ab

.094 3 .031 77.010 .000a

.017 41 .000

.111 44 Regres sion Residual Total Model 1 Sum of

Squares df Mean S quare F Sig.

Predic tors: (Constant), DAK , EfektivitasP AD, DA U a.

Dependent Variable: Kemandirian b.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

3 91 94

Pengaruh Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau

12 97 86

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah di Provinsi Aceh

1 50 99

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Jambi

6 89 104

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah pada Pemda di Provinsi Sumatera Utara

1 43 73

Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Tingkat Kemandirian Pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara

4 37 108

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 35 106

Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

4 59 87

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Anggaran Belanja Modal Pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara

1 65 74

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah - Pengaruh Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada

0 0 11