Pemanfaatan Sludge Limbah Cair Domestik dengan Penambahan EM4 dan MOD sebagai Aktivator pada Proses pengomposan di IPAL Cemara Medan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sludge
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan salah satu instalasi
yang bergerak dalam bidang pengolahan air bersih. Salah satu potensi pencemaran
lingkungan yang harus dikelola oleh industri ini sendiri adalah limbah sludge.
Potensi limbah sludge yang dihasilkan sebesar 0,1 m3/hari. Seiring dengan
berjalannya proses produksi, semakin meningkat pula jumlah limbah sludge yang
di hasilkan IPAL. Meningkatnya jumlah limbah sludge menjadi permasalahan
baru, mengingat limbah sludge hanya ditampung di Sludge Drying Bed (SDB),
sewaktu-waktu dapat penuh. Sehingga limbah sludge dibiarkan secara terbuka.
Limbah sludge yang dibiarkan di tempat terbuka tanpa penanganan lebih lanjut,
berpotensi sebagai sumber pencemar. Selain karena menimbulkan bau tak sedap,
limbah sludge yang terkena hujan akan terikut aliran air tanah dan masuk ke
sungai yang ada di sekitarnya. Limbah sludge yang mengandung bahan organic
berpotensi meningkatkan “Biological Oxygen Demand” (BOD) dan “Chemical
Oxygen Demand” (COD), yang akan mempengaruhi kualitas air sungai dan sistem
kehidupan aquatik serta dapat mengakibatkan pendangkalan air sungai. Salah satu
upaya untuk mengantisipasinya adalah dengan mengolah kembali limbah sludge
menjadi barang yang bermanfaat (Ruliansyah, 2012)
Dalam mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan, beberapa industri di
Indonesia telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001.
Industri mempunyai beberapa masalah dalam penerapan hal tersebut, diantaranya
4
5
penanganan dan pengelolaan limbah lumpur Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). Pengelolaan lumpur IPAL umumnya dibuang secara open dumping, baik
di dalam maupun di luar lokasi pabrik. Pembuangan limbah secara open dumping
tersebut, berpotensi terhadap terjadinya pencemaran air di permukaan air tanah
(Purwati, 2006).
Lumpur hasil pengolahan limbah pada industri pangan terutama terdiri dari
bahan-bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak, serat kasar dan air.
Bahan-bahan ini mudah terdegradasi secara biologis dan menyebabkan
pencemaran lingkungan, terutama menimbulkan bau busuk. Pengomposan
merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah manajemen limbah padat
industri pangan. Pengomposan adalah suatu proses biologis dimana bahan organik
didegradasi pada kondisi aerobik terkendali. Dekomposisi dan transformasi
tersebut dilakukan oleh bakteri fungi dan mikroorganisme lainnya. Pada kondisi
optimum, pengomposan dapat mereduksi volume bahan baku sebesar 50-70%
(Departemen Perindustrian, 2007).
Limbah pada kolam-kolam pengolahan banyak mengandung partikelpartikel yang lolos dari GC sehingga mengakibatkan pendangkalan pada kolam
apabila tidak ditangani. Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal tersebut
dibangun SBD yang terdapat pada sayap kanan IPAL yang berukuran 34 x 232 x
0,5 m dengan kapasitas 4.000 m3. Lumpur dikuras 1-2 tahun sekali dengan ejector
udara bertekanan. Lumpur yang terkumpul pada dasar kolam dihisap dengan
ejector udara bertekanan kemudian ditampung dalam SBD dan dikeringkan secara
alamiah dan untuk selanjutnya dipergunakan sebagai pupuk.
6
Sludge berasal dari proses pengolahan air limbah. Karena proses fisik-
kimia yang terlibat dalamnya, lumpur cenderung berkonsentrasi logam berat dan
senyawa organik biodegradable serta organisme berpotensi patogen (virus, bakteri
dll) terdapat di perairan limbah. Sludge kaya nutrisi seperti nitrogen dan fosfor
dan berisi bahan organik yang berguna. Bahan organik dan nutrisi adalah dua
elemen utama yang membuat pupuk atau tanah organik (Yazid,2005).
Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu diterapkan suatu pengolahan
lumpur lanjutan. Salah satu alternatifnya adalah dengan pemanfaatan lumpur
sebagai bahan dasar kompos. Kompos adalah produk hasil proses dekomposisi
materi organik secara biologis menjadi material seperti humus (Wahyono dkk,
2003). Lumpur hasil pengolahan limbah industri memiliki materi organik yang
tinggi sehingga berpotensi untuk dijadikan kompos. Pengomposan alami akan
memakan waktu yang relatif lama, yaitu sekitar 2-3 bulan bahkan 6-12 bulan.
Pengomposan dapat berlangsung dengan fermentasi yang lebih cepat dengan
bantuan effective innoculant atau aktivator (Indriani, 2011).
2.2
Pengertian Kompos
Kompos adalah hasil penguraian, pelapukan, dan pembusukan bahan
organik seperti kotoran hewan, daun, maupun bahan organik lainya. Bahan
kompos tersedia di sekitar kita dalam berbagai bentuk. Beberapa contoh bahan
kompos adalah batang, daun, akar tanaman, serta segala sesuatu yang dapat
hancur. Banyak dari bahan tersebut menumpuk menjadi sampah yang
mengganggu kesehatan (Soeryoko Hery, 2011).
7
Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan
mikroba agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Mikroba
tersebut adalah bakteri, fungi, dan jasad renik lainnya. Bahan organik untuk bahan
baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ternak,
dan lain sebagainya (Rosmarkam dan Yuwono, 2006).
2.3
Prinsip Dasar Pembuatan Kompos
Membuat kompos adalah untuk meniru proses terjadinya humus di alam
dengan bantuan mikroorganisme. Ada dua jenis mikroorganisme yang berperan
dalam proses pengomposan, yaitu mikroorganisme yang membutuhkan kadar
oksigen tinggi (aerob) dan mikroorganisme yang bekerja pada kadar oksigen
rendah (anaerob). Meskipun menghasilkan produk akhir yang sama (kompos),
perbedaan proses pembuatan kompos akan memengaruhi proses pembuatan
kompos (Suryati, 2014).
2.3.1
Prinsip Dasar Pengomposan Aerob
Pengomposan secara aerob harus berlangsung dalam keadaan di udara
terbuka karena membutuhkan oksigen. Dalam hal ini, udara bebas harus
bersentuhan langsung dengan bahan baku kompos berupa sampah organik.
Pengontrolan terhadap kadar air, suhu, pH, Kelembaban, ukuran bahan, volume
tumpukan bahan, dan pemilihan bahan perlu dilakukan secara intensif untuk
mempertahankan proses pengomposan agar stabil sehingga diperoleh proses
pengomposan yang optimal, kualitas maupun kecepatannya. Selain itu untuk
memperlancar udara masuk ke dalam bahan kompos. Pengontrolan secara intensif
ini merupakan ciri khas proses pengomposan secara aerob. Oleh karena itu,
8
kegiatan operasional pengomposan secara aerob relatif lebih sibuk dibandingkan
anaerob (Habibi, 2009).
Pengomposan dengan metode aerob tanpa bantuan aktivator dapat
berlangsung selama 40-55 hari. Hasil akhir pengomposan aerob berupa bahan
yang menyerupai tanah berwarna hitam kecoklatan, remah dan gembur, suhunya
normal dan cenderung konstan (tetap). Apabila bentuknya sudah seperti ini maka
kompos aerob siap digunakan pada tanaman atau dikemas dalam wadah.
Dalam Pembuatan kompos secara aerob agar berkualitas baik dan
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain akan dijelaskan berikut ini:
1. Rasio C/N bahan pada pengomposan secara aerob
Yang dimaksud dengan rasio C/N adalah perbandingan antara kadar
karbon (C) dan kadar nitrogen (N) pada suatu bahan. Semua mahluk hidup
tersusun dari sejumlah besar bahan karbon (C) serta Nitrogen (N) dalam
jumlah kecil. Pembuatan kompos yang optimal membutuhkan rasio C/N 25:1
sampai 30:1. Sebagai contoh limbah rumah tangga padat (sampah) organik
yang tercampur mempunyai rata-rata kandungan rasio C/N sekitar 15:1
sehingga perlu adanya penambahan unsur C agar mencapai atau mendekati
perbandingan rasio C/N 25:1 hingga 30:1. Kisaran nilai rasio C/N 25:1 hingga
30:1 merupakan nilai perbandingan unsur C dan N yang terbaik agar bakteri
dapat bekerja sangat cepat.
Jika bahan organik memiliki kandungan C terlalu tinggi maka proses
penguraian akan berlangsung terlalu lama. Sebaliknya jika C terlalu rendah
maka sisa nitrogen akan berlebih sehingga akan terbentuk gas amoniak (NH3).
9
Kadar amoniak yang terlalu banyak dapat meracuni bakteri. Oleh sebab itu,
Jumlah C/N ratio perlu dihitung dan direncanakan secara tepat (Habibi, 2009).
2. Volume Bahan
Baik banyaknya bahan baku maupun cara menumpuk bahan baku sangat
menentukan proses pengomposan. Tumpukan bahan yang lebih banyak dapat
mempercepat proses pengomposan dibandingkan tumpukan bahan yang
sedikit. Semakin besar tumpukan bahan baku, semakin sulit untuk mengatur
atau mengontrol suhu dan kelembabannya.
Sisi-sisi tumpukan sebaiknya dibuat rata. Bentuknya dapat berupa kubus
balok atau silinder, Tumpukan yang terlalu tipis, meruncing (berbentuk
piramida atau segitiga) dan sempit kemungkinan tidak dapat mempertahankan
suhu dan kelembaban yang diinginkan sehingga proses terbentuknya kompos
akan membutuhkan waktu yang sangat lama.
3. Ukuran bahan
Berlangsungnya proses pengomposan akan lebih cepat dan lebih baik jika
ukuran bahan baku yang kan dikomposkan diperkecil, karena mikroorganisme
akan lebih mudah beraktivitas mengolah dan membentuk koloni pada bahan
yang sudah lembut (substrat) dibandingkan bahan dengan ukuran besar.
Ukuran bahan yang dianjurkan pada pengomposan secara aerob yaitu antara 17,5 cm. Sebaiknya bahan dicacah dengan parang atau digiling dengan mesin
agar mikroorganisme lebih mudah mencernanya. Pencacahan sebaiknya tidak
terlalu lembut seperti bubur, karena pada saat berlangsung pengomposan akan
mengeluarkan kadar air.
10
Pada pengomposan secara aerob, penghancuran bahan sampai lumat
tidak dianjurkan, karena dikhawatirkan akan meningkatkan kadar air bahan
melebihi 60% sehingga dapat mengganggu proses pengomposan. Masalah
tersebut dapat diatasi dengan cara menambahkan bahan organik kering atau
dengan tanah kering. Ukuran yang kecil akan meningkatkan porositas
tumpukan bahan dan memperlancar masuknya oksigen ke dalam tumpukan
bahan.
4. Kadar air pada pengomposan secara aerob
Pada proses pengomposan secara aerob, kadar air bahan sebaiknya antara
40-50%. Kondisi kadar air seperti itu harus dipertahankan saat berlangsungnya
pengomposan agar mikroorganisme aerob dalam kompos dapat bekerja dengan
baik dan tidak mati. Kadar air yang sesuai sangat membantu pergerakan
mikroba dalam bahan. Apabila kadar air terlalu banyak dapat menyebabkan
bahan semakin padat, melumerkan sumber makanan yang dibutuhkan mikroba
dan menghalangi masuknya oksigen ke dalam bahan. Jika air terlalu sedikit
maka bahan baku akan menjadi kering dan tidak mendukung kehidupan
mikroba.
Kondisi kadar air yang terbaik yaitu sedang, tidak terlalu kering dan tidak
terlalu basah. Cara sederhana untuk mengetahui kadar air yaitu dengan
mengambil bahan dan meremasnya dalam genggaman tangan. Apabila bahan
kompos pecah/hancur dan tidak keluar air sama sekali dari genggaman maka
perlu diberi tambahan air. Apabila bagian kompos keluar dari sela-sela jari
dengan air dengan air berlebih berarti terlalu basah sehingga kompos perlu
11
dibalik-balik dan dibuat drainase yang bagus. Jika kompos terlalu basah maka
udara akan sulit masuk ke sela-sela kompos. Hal ini dapat menyebabkan
bakteri anaerob masuk ke dalamnya dan berkembang sehingga proses
pengomposan tidak berjalan lancar. Kondisi bahan dengan kandungan air yang
tepat yaitu, dapat dikepal dengan tangan meskipun hancur lagi. Untuk menjaga
kadar air, sebaiknya kompos terlindung dari air hujan dan sinar matahari
langsung. Hujan dapat menyebabkan kadar air berlebihan sedangkan sinar
matahari dapat menyebabkan penguapan, sehingga kadar air terlalu sedikit.
Pada saat bahan baku kompos ditumpuk maka titik panas yang tertinggi
akan berada di bagian tengah tumpukan. Hal ini dapat mengakibatkan
mikroorganisme di bagian tengah bahan lebih aktif sehingga penguapan yang
terhebat yang terjadi pada bagian ini. Sering dijumpai, tumpukan kompos yang
terlihat lembab serta hangat, tetapi setelah dibuka ternyata bagian dalamnya
kering dan dingin dapat dikatakan bahwa tumpukan terlalu panas dapat
menyebabkan kadar air bahan menguap dan akhirnya bahan menjadi kering.
Apabila
bahan
menjadi
kering,
mikroorganisme
enggan
melakukan
aktivitasnya maka proses pembusukan pada bagian ini terhenti dan suhu
biasanya akan turun. Cara untuk mengetahui basah atau tidaknya bagian
tengah, dibutuhkan alat pengontrol berupa tongkat bambu atau kayu. Dengan
menusukkan alat ini ke dalam tumpukan kompos sampai ke tengah maka dapat
diketahui tiga hal penting, yaitu basah atau tidak, hangat atau tidak, dan berbau
busuk atau tidak. Jika tongkat tersebut hangat dan basah berarti pengomposan
masih berlangsung dengan baik namun apabila tongkat tersebut kering dan
12
dingin maka perlu disiram air. Untuk menjaga kadar air bahan diperlukan
tempat yang terlindung dari air hujan dan sinar matahari langsung. Tempat
yang teduh sangat dianjurkan agar proses pengomposan secara aerobik dapat
berlangsung baik.
5. Suhu (Temperatur) pengomposan secara aerob
Suhu ideal untuk pengomposan secara aerob yaitu diantara 45-65ºC.
Untuk mengetahui keadaan suhu bahan dapat digunakan termometer alkohol,
agar kalau pecah di lapangan maka cairan alkohol tidak membahayakan
kompos. Suhu kompos organik dapat dijaga agar tetap stabil dengan cara
mengatur kadar air. Suhu yang terlalu rendah dapat disebabkan bahan yang
kurang lembab sehingga aktivitas mikroorganisme menurun. Masalah ini dapat
diatasi dengan cara bahan kompos disiram dengan air hingga mencapai kadar
air yang optimal. Demikian pula, jika kondisi suhu bahan terlalu tinggi, tidak
baik bagi proses pengomposan secara aerob. Kondisi suhu yang tertinggi dapat
mencapai 80ºC.
Suhu yang terlalu tinggi dapat diatasi dengan cara membalikkan bahan.
Bakteri yang bekerja pada suhu ini biasanya hanyalah bakteri termofilik, yaitu
bakteri yang tahan terhadap suhu tinggi. Apabila hal ini terjadi maka
mikroorganisme lainnya akan mati. Penggunaan temperatur tinggi yaitu 80ºC
biasanya untuk pengomposan skala besar karena diperlukan kecepatan tinggi
untuk mengomposkan berton-ton bahan organik. Pengomposan skala industri
kecil atau untuk kebun sendiri di rumah tidak terlalu berisiko apabila suhu
dipertahankan pada kisaran antara 45-65º C saja.
13
6. Derajat Keasaman (pH)
Untuk berlangsungnya pengomposan secara aerob dengan baik
dibutuhkan pH netral yaitu diantara 6-8. Jika kondisi asam biasanya dapat
diatasi dengan pemberian kapur. Sebenarnya dengan cara memantau suhu dan
membolak-balikkan bahan kompos secara tepat dan benar sudah dapat
mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral, tanpa pemberian kapur.
Dengan demikian, proses pemeriksaan pH setiap waktu tidak perlu dilakukan.
Untuk lebih meyakinkan lagi, pemeriksaan pH dapat dilakukan dengan cara
menggunakan kertas lakmus yang tersedia di apotik atau mempergunakan pH
meter elektronik.
7. Aerasi
Pada pengomposan secara aerob harus dikondisikan sedemikian rupa
agar setiap bagian bahan kompos memperoleh suplai oksigen yang cukup.
Suhu kompos yang meningkat akan membuat bahan hancur dengan cepat dan
akhirnya memadat. Kurangnya oksigen dapat disebabkan oleh kelembaban
bahan terlalu tinggi sehingga bahan melekat satu sama lain. Terjadinya
pemadatan pada bahan akan menghambat suplai oksigen yang dibutuhkan
mikroba aerob. Akibatnya mikroba tidak dapat bertahan hidup. Agar aerasi
lancar, Pengomposan dapat dilakukan di tempat terbuka sehingga udara dapat
masuk dari berbagai sisi dan secara berkala dilakukan pembalikan kompos.
Pada pembuatan kompos secara aerob skala kecil, jumlah oksigen tidak harus
diketahui. Untuk skala industri, penghitungan kebutuhan oksigen harus
dikuasai agar seorang teknisi dapat merancang alat yang mampu menyuplai
kebutuhan oksigen pada bahan (Habibi, 2009).
14
2.3.2
Prinsip Dasar Pengomposan Secara Anaerob
Pengomposan secara anaerob yaitu pengomposan yang berlangsung tanpa
adanya udara atau oksigen sedikit pun. Oleh karena itu pada pelaksanaannya
dibutuhkan tempat khusus yang tertutup rapat. Cara pembuatan kompos secara
anaerob ini tidak jauh berbeda dengan pembuatan biogas atau pembuatan septic
tank. Hasil pengomposan anaerob berupa CH4, H2S, H2, CO2, asam asetat, asam
butirat, asam laktat, etanol, methanol dan hasil sampingan berupa lumpur. Lumpur
inilah yang kita namakan sebagai kompos.
Kegiatan operasional sehari-hari pada pengomposan secara anaerob tidak
sesibuk pengomposan secara aerobik. Biaya awal untuk membuat bak fermentasi
lebih rumit dan lebih mahal dibandingkan dengan pembuatan kompos secara
aerob. Pengendalian pH dan suhu harus dilakukan karena pada pembuatan
kompos secara anaerob berlangsung dengan dibantu oleh bakteri pembentuk gas
metan yang sangat rentan oleh kondisi pH dan suhu. Bakteri metan akan
keracunan serta berhenti beraktivitas pada pH kurang dari 6,2. Sedangkan
pengendalian suhu untuk daerah tropis seperti di Indonesia mungkin dapat
ditiadakan karena suhu ideal dapat tercipta dengan mengatur desain bak
fermentasi.
Jalannya
pengomposan
secara
anerob
berlangsung
lebih
lambat
dibandingkan pengomposan secara aerob, yaitu memakan waktu 3-12 bulan.
Lama tidaknya proses pengomposan secara aerob bergantung pada perlakuan yang
diberikan, seperti antara lain rasio C/N, Kadar air, ukuran bahan, temperatur, pH,
dan aerasinya. Beberapa bahan organik yang sulit terurai pada pengomposan
15
aerob, biasanya pada pengomposan secara anaerob dapat terurai, sehingga hampir
semua bahan organik dapat diuraikan secara anaerob. Untuk membunuh bakteri
patogen pada pengomposan secara aerob dapat dilakukan dengan meningkatkan
suhu kompos pada 4 hari pertama hingga mencapai 70ºC. Pada pengomposan
anaerob, patogen dapat terbunuh dengan sendirinya karena kondisi lingkungan
yang tidak menguntungkan (tanpa udara).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengomposan
secara anaerob antara lain rasio C/N, ukuran bahan, kadar air (Rh), derajat
Keasaman (pH), temperatur (suhu) dan aerasi. Untuk lebih jelasnya berikut akan
diuraikan satu persatu.
1. Rasio C/N bahan
Proses pengomposan secara anaerob yang optimal membutuhkan rasio
C/N =25:1 hingga 30:1. Semakin tinggi rasio C/N, proses pembusukan semakin
cepat, dan kandungan N dalam lumpur semakin tinggi. Sebaiknya, apabila
rasio C/N terlalu rendah maka amonia yang dihasilkan terlalu banyak sehingga
dapat meracuni bakteri. Prinsip-prinsip perhitungan rasio C/N pada
pengomposan secara aerob dapat diterapkan juga pada pengomposan secara
anaerob.
2. Ukuran Bahan
Pada
pengomposan
secara
anaerob,
sangat
dianjurkan
untuk
menghancurkan bahan selumat-lumatnya sampai berubah bubur atau lumpur.
Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses penguraian yang dilakukan oleh
bakteri dan mempermudah pencampuran atau homogenisasi bahan.
16
3. Kadar air (Rh)
Pengomposan secara anaerob membutuhkan kadar air yang tinggi, yaitu
sekitar 50% ke atas. Kadar air yang banyak pada proses pengomposan secara
anaerob diperlukan bakteri untuk membentuk senyawa–senyawa gas dan
bermacam-macam asam organik sehingga pengendapan kompos akan lebih
cepat. Secara fisik, kadar air dapat memudahkan proses penghancuran bahan
organik dan mengurangi bau.
4. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) optimal yang dibutuhkan pada pengomposan
secara anaerob yaitu antara 6,7-7,2. Untuk mempertahankan kondisi pH
hendaknya ditambahkan kapur pada tahap awal bahan dimasukkan.
5. Temperatur (suhu)
Suhu di daerah tropis rata-rata antara 25-35ºC sudah cukup baik bagi
proses pengomposan secara anaerob. Suhu paling baik (optimal) yang
dibutuhkan yaitu antara 50-60ºC. Suhu optimal tersebut dapat dibantu dengan
cara meletakkan tempat pengomposan di lokasi yang terkena sinar matahari
langsung. Apabila sinar matahari dimanfaatkan untuk menaikkan suhu maka
gas methan yang dihasilkan akan semakin tinggi dan proses pembusukan akan
berlangsung lebih cepat. Dengan demikian, gas methan perlu dikeluarkan
setiap hari, yaitu dengan cara membuka lubang gas instalasi pengomposan.
6. Aerasi
Seperti telah dikemukakan bahwa proses pengomposan secara anaerob
tidak dibutuhkan udara (oksigen), karena yang berperan dalam proses
17
pengomposan yaitu mikroorganisme anaerob. Oleh karena itu, tempat
pembuatan
kompos
harus
selalu
dikondisikan
tertutup
rapat,
tidak
diperkenankan udara masuk sedikitpun juga.
2.4
Aktivator
Aktivator adalah bahan khusus yang menunjang aktivitas mikroorganisme
dalam proses pembusukan bahan organik. Aktivator bias mengandung
mikroorganisme pengurai, dan mengandung bahan makanan atau hormone yang
menunjang kelangsungan hidup mikroorganisme pengurai. Dengan penambahan
aktivator, akan semakin banyak jumlah dan jenis mikroorganisme yang bekerja
dalam proses pengomposan (Anonim, 2007). Mikroorganisme dipilih yang dapat
bekerja secara efektif dalam memfermentasikan dan menguraikan bahan organik.
Secara global terdapat beberapa golongan mikroorganisme dalam bioaktivator,
yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Ptomycetes sp, Ragi (yeast), dan
actinomycetes. (Setiawan, 2012).
1. Bakteri fotosintetik
Bakteri fotosintetik merupakan bakteri bebas yang dapat sintesis senyawa
nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya. Metabolir yang diproduksi dapat
diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk
perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan.
2. Lactobacillus sp.
Bakteri ini memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian dan
karbohidrat lain yang bekerja sama dengan bakteri sintesis dan ragi. Asam
18
laktat
ini
merupakan
bahan
sterilisasi
kuat
yang
dapat
menekan
mikroorganisme berbahaya dan menguraikan bahan organik dengan cepat.
3. Strepcomycetes sp.
Strepcomycetes sp. mampu memproduksi enzim streptomisin bersifat
racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan.
4. Ragi (yeast)
Ragi memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan cara
fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk
pembelahan sel dan pembelahan akar. Ragi ini juga ukuran dalam
perkembangan atau pembelahan mikroorganisme menguntungkan lain, seperti
acninomycetes dan bakteri asam.
5. Acninomycetes
Acninomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri dan jamur.
Organisme tersebut mengambil asam amino dan zat yang diproduksi bakteri
fotosintesis
dan
mengubahnya
menjadi
antibiotik.
Tujuannya
untuk
mengendalikan patogen serta menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan
cara
menghancurkan
khitin,
yaitu
zat
esensial
untuk
pertumbuhan.
Actinomycetes juga dapat menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme lain (Setiawan, 2012).
2.4.1
Jenis-jenis Aktivator
Jenis-jenis aktif yang dapat digunakan dalam pengomposan adalah sebagai
berikut:
19
1. EM-4 (Effective Mikroorganisme)
Effective Mikroorganisme 4 (EM 4) merupakan suatu cairan berwarna
kecoklatan dan beraroma manis asam (segar) yang di dalamnya berisi
campuran beberapa mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi proses
penyerapan/ persediaan unsur hara dalam tanah. Mikroorganisme atau kuman
yang berwatak “baik “itu terdiri dari bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat,
ragi, aktinomydetes , dan jamur peragaan. EM-4 merupakan produk
bioaktivator yang beredar di pasaran berupa Effective Mikroorganisme (EM)
asli yang tidak dapat langsung diaplikasikan pada media. Hal ini disebabkan
kandungan mikroorganisme dalam EM asli masih dalam kondisi tidur
(dorman) sehingga tidak akan memberikan pengaruh yang nyata. Untuk itu,
EM asli perlu dilarutkan menjadi EM aktif apabila ingin digunakan (Suryati,
2014).
Fungsi EM4 untuk mengaktifkan bakteri pelarut, meningkatkan
kandungan humus tanah lactobonillus sehingga mampu memfermentasikan
bahan organik menjadi asam amino. Bila disemprotkan di daun mampu
meningkatkan jumlah klorofil, fotosintesis meningkat dan percepat kematangan
buah dan mengurangi buah busuk. Juga berfungsi untuk mengikat nitrogen dari
udara, menghasilkan senyawa yang berfungsi antioksidan, menekan bau
limbah,
menggemburkan
tanah,
meningkatkan
daya
dukung
lahan,
meningkatkan cita rasa produksi pangan, perpanjang daya simpan produksi
pertanian, meningkatkan kualitas daging, meningkatkan kualitas air (Suryati,
2014).
20
Keunggulan dari larutan EM4 adalah selain dapat mempercepat proses
pengomposan, penambahan EM4 juga terbukti dapat menghilangkan bau yang
ditimbulkan selama proses pengomposan bila proses berlangsung dengan baik
(Susahyono, 2014). Cara mengaktifkan aktivator EM-4 dapat dilihat sebagai
berikut:
a. Campurkan 1 liter EM asli dengan 1OO liter air hingga tercampur rata.
b. Masukkan larutan yang telah jadi ke dalam wadah, lalu tutup hingga rapat.
c. Biarkan 5-10 hari dalam keadaan kedap udara.
d. Wadah harus tertutup rapat dan terhindar dari sinar matahari langsung.
e. Buka tutup wadah pada hari ke lima untuk mengeluarkan gas agar tidak
meledak.
f. Setelah 5-10 hari, EM aktif sudah dapat digunakan dengan indikasi tercium
bau asam manis.
g. pH EM aktif berkisar 3,5-3,7.
h. Apabila tidak langsung digunakan, EM aktif bisa dimasukkan ke dalam
wadah khusus. Wadah yang baik untuk menyimpan EM aktif adalah tangki
plastik
atau
tangki
stainless.
Kondisi
tangki
bersih
dan
dapat
mempertahankan kondisi anaerob. Sebaliknya, jangan gunakan tempat
bekas oli, tempat bahan kimia atau tangki logam berkarat.
i. EM aktif tidak boleh digandakan agar hasilnya sempurna.
2. MOD (microorganism decomposer )
Mikroba pengurai atau di kenal dengan juga nama mikroba dekomposer, yaitu
sejenis mikroba yang bertindak terlebih dalam sistem pengomposan, terlebih
21
dalam mengurai atau memecah material organik. Dalam sistem pembuatan
kompos, peran mikroba dekomposer sangatlah utama, terlebih untuk memecah
dinding selulose tanaman atau bahan organik yang bakal dikompos. Selolose
adalah penyusun paling utama dinding sel tanaman, yang ada berbentuk terikat
dengan plisakarida lain, seperti hemiselulose, pektin, serta lignin.
MOD
(microorganism decomposer ), di dalamnya terkandung 7 bakteri
pembusuk dan 1 bakteri hidup di dalam air. Kandungan MOD terdiri dari bakteri
Azotobacter, Bacillus, Nitrosomonas, Nitrobacter, Pseudomonas, Cytophaga,
Sporocytophaga, Microcococcus, Actinomycetes, dan Streptomyces. Kandungan
MOD 71 juga terdiri dari jamur Trichoderma sp, Aspergillus, Gliocladium, dan
Penicilium (BBPPTP, 2015).
Untuk proses mengaktifkan MOD (microorganism decomposer ) sama
seperti proses mengaktifkan EM4.
2.5
Ciri-ciri Kompos yang Sudah Matang
Berdasarkan SNI 19-7030-2004, setelah semua proses pembuatan kompos
dilakukan, mulai dari pemilahan bahan, pengadaan bahan, perlakuan bahan,
pencampuran bahan, pengamatan proses, pembalikan kompos sampai menjadi
kompos, maka dapat dilihat ciri-ciri kompos yang sudah jadi dan baik adalah
sebagai berikut:
1. Warna kompos coklat kehitaman
2. Aroma kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat, tetapi
mengeluarkan aroma lemah seperti bau tanah atau bau humus hutan.
22
3. Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal, apabila ditekan
dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur dengan mudah.
Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik yaitu standar nasional
Indonesia (SNI) No : 19-7030-2004. Spesifikasi ini menetapkan kompos dari
sampah organik domestik yang meliputi, persyaratan kandungan kimia, fisik dan
bakteri yang harus dicapai dari hasil olahan sampah organik domestik menjadi
kompos, karakteristik dan spesifikasi kualitas kompos dari sampah organik
domestik.
Menurut SNI: 19-7030-2004, kematangan kompos ditunjukkan oleh halhal berikut:
1. C/N - rasio mempunyai nilai (10-20): l
2. suhu sesuai dengan suhu air tanah
3. berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah
4. berbau tanah
Unsur mikro nilai-nilai ini dikeluarkan berdasarkan:
1. konsentrasi unsur-unsur mikro yang penting untuk pertumbuhan tanaman
(khususnya Cu, Mo, Zn)
2. logam berat yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan tergantung
pada konsentrasi maksimum yang diperbolehkan dalam tanah, seperti dalam
Tabel I spesifikasi kompos dari sampah organik domestik.
Kompos yang dibuat tidak mengandung bahan aktif pestisida yang
dilarang sesuai dengan Kepmen Pertanian No 434.1/KPTS/TP.27017/2001
tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida pada Pasal 6 mengenai Jenisjenis Pestisida yang mengandung bahan aktif yang telah dilarang.
23
Tabel 2.1. Standar Kualitas Kompos Berdasarkan SNI: 19-7030-2004
2.6.
Manfaat Kompos
Manfaat kompos adalah sebagai berikut:
1. Memperbaiki sifat-sifat atau struktur tanah
Pemberian kompos pada tanah banyak memberikan keuntungan. Misalnya,
pemberian kompos pada tanah berpasir akan menyebabkan bersatunya butiran-butiran
pasir.Hal tersebut akan membuat tanah menjadi gembur dan menyuburkan tanaman.
Sementara itu, pemberian kompos pada tanah lempung dapat meregangkan ikatan
butiran penyusun tanah sehingga susunan tanah menjadi gembur dan sangat baik untuk
ditanam.
2. Memperkaya mikroba tanah
Kompos mengandung sejumlah mikroba didalamnya. pemberian kompos
berarti menambah atau memasukkan mikroba di dalam tanah.
3. Meningkatkan Unsur Hara Tanah
Kompos mengandung unsur hara makro dan mikro yang penting bagi
pertumbuhan tanaman pemberian unsur hara akan meningkatkan unsur hara
pada tanah.
24
4. Meningkatkan kemampuan Daya serap air Yang lebih baik
Pemberian kompos pada tanah berdampak pada kemampuan mengikat air Oleh
karenanya, kehilangan air pada musim kemarau dapat diperkecil karena kompos telah
mengikat air cukup baik pada saat musim hujan.
5. Memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah
Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman. Kompos akan
mengembalikan kesuburan tanah. Tanah keras akan menjadi lebih gembur.
Tanah miskin akan menjadi subur. Tanah masam akan menjadi lebih netral.
Tanaman yang diberi kompos tumbuh lebih subur dan kualitas panennya lebih
baik daripada tanaman tanpa kompos.
6. Menyehatkan tanah dan tanaman
Tanaman yang diberi kompos akan memperoleh cukup unsur hara
sehingga tanaman akan kuat dalam menghadapi serangan hama penyakit yang
menyerang. Kompos juga menjadi media bagi tumbuh kembangnya cacing
yang diketahui dapat menyuburkan tanaman.
7. Bermanfaat bagi lingkungan sekitar
Mengurangi bertumpuknya sampah organik yang berserakan di sekitar
tempat pengangkutan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA),
menyelamatkan lingkungan dari kerusakan, seperti: gangguan bau, selokan
macet, banjir, tanah longsor, dan penyakit yang ditularkan oleh serangga dan
binatang pengerat.
25
2.7 Manfaat Pemakaian Pupuk Organik Bagi Kesehatan
2.7.1 Makanan Organik Lebih Sehat
Untuk mencegah tubuh tetap sehat, kita memerlukan asupan makanan
yang mempunyai nilai gizi yang baik dan keamanannya. Salah satu cara yang
dapat dipertimbangkan untuk memenuhinya adalah dengan memilih makanan
organik. Makanan organik adalah semua jenis bahan pangan yang berasal dari
organisme hidup (hewan dan tanaman) yang tidak mempunyai kandungan kimia
tambahan, (pestisida, insektisida, dan hormon). Manfaat makanan organik sudah
diteliti mampu meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan proses
degeneratif, mencegah terjadinya paparan radikal bebas, regenerasi sel dan
optimilisasi antibodi. Beberapa penelitian menunjukkan, susu organik mempunyai
lebih dari 60-80% kandungan nutrisi dibandingkan susu konvensional. Sedangkan
seperti tomat, kentang, bawang kubis mempunyai 20-40% lebih kandungan
antioksdan dibandingkan buah dan sayuran konvensional. Hal tersebut dapat
disiasati dengan mulai menanam tanaman-tanaman rumahan (Susetye, 2014).
2.7.2
Kelebihan Makanan Organik
Menurut hasil penelitian makanan organik lebih bergizi daripada makanan
biasa dapat memanjangkan umur dan mencegah penyakit. Berikut ini kelebihan
makanan organik (Susetya, 2014) :
1. Memiliki antioksidan 50% lebih banyak
Menurut sebuah penelitian yang dibiayai oleh Uni Eropa, buah dan sayur
anorganik memiliki 50% lebih banyak antioksidan yang dipercaya para ahli
dapat menurunkan resiko penyakit kanker dan jantung. Makanan organik juga
26
mengandung lebih banyak vitamin dan mineral seperti Besi dan Zink. Menurut
penelitian terkini, makanan organik lebih dapat melawan kanker dan orang
yang memakan makanan organik kekebalan tubuhnya meningkat, tidurnya
lebih nyenyak dan berat badan lebih ringan daripada mengkonsumsi makanan
yang non organik.
2. Lebih Aman Untuk Bayi dan Anak
Kelebihan utama dari makanan organic yang paling dirasakan oleh bayi
anda. Rata-rata bayi lahir dengan 200 zat yang mengandung toksin zat
karsinogen dari tubuhnya. Pada saat mencapai umur 2 tahun sebagian besar
kadar toksin mencapai batas yang mematikan. Dengan memberi makan anak
anda dengan makanan organik, akan menurunkan jumlah karsinogen dalam
darahnya hingga hanya 1/6 bagian dibandingkan jika memberi mereka
makanan organik.
3. Radiasi
Apakah anda pernah merasa heran mengapa di supermarket, buah dan
sayur organik lebih cepat busuk atau layu? alasannya adalah karena sebagian
besar makanan disinar atau radiasi. Radiasi bertujuan untuk membunuh bakteri
dan dapat mengawetkan makanan. Tetapi juga mengubah struktur dan daya
hidup makanan. Beberapa metode radiasi menggunakan bahan radioaktif, yang
lainnya menggunakan energy electron atau sinar x. Saya tidak tahu pendapat
anda tetapi saya lebih memilih agar makanan yang saya konsumsi murni dan
tidak diradiasi. Jadi salah satu keuntungan makanan organik adalah masih
memiliki daya hidup (leforce). Biji organik yang masih mentah bisa tumbuh,
27
tetapi biji yang sudah diradiasi tidak dapat tumbuh menjadi tanaman yang
baru. Itulah yang disebut daya hidup.
4. Ramah Lingkungan
Fakta berbicara bahwa makanan organik sangat baik untuk lingkungan.
Metode
pertanian
konvensional
menyebabkan
pengikisan
tanah
dan
menggunakan pestisida berbahaya, yang hanya akan hilang setelah berabadabad. Pikirkan tentang DDT, meskipun nampak tidak berbahaya tetapi sangat
buruk untuk kesehatan anda. Meskipun pestisida ini sangat dilarang beberapa
tahun belakangan ini, tetapi kenyataannya DDT tetap ditemukan hampir di
seluruh air, manusia dan hewan di dunia. Sejalan dengan waktu, pengendalian
hama buatan saat ini semakin tidak efektif jadi penggunaannya harus
ditingkatkan dosisnya atau metode lain ditemukan. Salah satu keuntungan
makan organik adalah dengan membelinya dapat memberikan pengaruh positif
untuk lingkungan, hewan dan manusia hidup di dalamnya (Susetya, 2014).
2.8 Kerangka Konsep
EM4
Sludge
Parameter
Fisik
Pematangan
10 Hari
Kematangan
20 Hari
Kompos
30 Hari
MOD
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Bau
Warna
pH
suhu
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sludge
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan salah satu instalasi
yang bergerak dalam bidang pengolahan air bersih. Salah satu potensi pencemaran
lingkungan yang harus dikelola oleh industri ini sendiri adalah limbah sludge.
Potensi limbah sludge yang dihasilkan sebesar 0,1 m3/hari. Seiring dengan
berjalannya proses produksi, semakin meningkat pula jumlah limbah sludge yang
di hasilkan IPAL. Meningkatnya jumlah limbah sludge menjadi permasalahan
baru, mengingat limbah sludge hanya ditampung di Sludge Drying Bed (SDB),
sewaktu-waktu dapat penuh. Sehingga limbah sludge dibiarkan secara terbuka.
Limbah sludge yang dibiarkan di tempat terbuka tanpa penanganan lebih lanjut,
berpotensi sebagai sumber pencemar. Selain karena menimbulkan bau tak sedap,
limbah sludge yang terkena hujan akan terikut aliran air tanah dan masuk ke
sungai yang ada di sekitarnya. Limbah sludge yang mengandung bahan organic
berpotensi meningkatkan “Biological Oxygen Demand” (BOD) dan “Chemical
Oxygen Demand” (COD), yang akan mempengaruhi kualitas air sungai dan sistem
kehidupan aquatik serta dapat mengakibatkan pendangkalan air sungai. Salah satu
upaya untuk mengantisipasinya adalah dengan mengolah kembali limbah sludge
menjadi barang yang bermanfaat (Ruliansyah, 2012)
Dalam mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan, beberapa industri di
Indonesia telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001.
Industri mempunyai beberapa masalah dalam penerapan hal tersebut, diantaranya
4
5
penanganan dan pengelolaan limbah lumpur Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). Pengelolaan lumpur IPAL umumnya dibuang secara open dumping, baik
di dalam maupun di luar lokasi pabrik. Pembuangan limbah secara open dumping
tersebut, berpotensi terhadap terjadinya pencemaran air di permukaan air tanah
(Purwati, 2006).
Lumpur hasil pengolahan limbah pada industri pangan terutama terdiri dari
bahan-bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak, serat kasar dan air.
Bahan-bahan ini mudah terdegradasi secara biologis dan menyebabkan
pencemaran lingkungan, terutama menimbulkan bau busuk. Pengomposan
merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah manajemen limbah padat
industri pangan. Pengomposan adalah suatu proses biologis dimana bahan organik
didegradasi pada kondisi aerobik terkendali. Dekomposisi dan transformasi
tersebut dilakukan oleh bakteri fungi dan mikroorganisme lainnya. Pada kondisi
optimum, pengomposan dapat mereduksi volume bahan baku sebesar 50-70%
(Departemen Perindustrian, 2007).
Limbah pada kolam-kolam pengolahan banyak mengandung partikelpartikel yang lolos dari GC sehingga mengakibatkan pendangkalan pada kolam
apabila tidak ditangani. Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal tersebut
dibangun SBD yang terdapat pada sayap kanan IPAL yang berukuran 34 x 232 x
0,5 m dengan kapasitas 4.000 m3. Lumpur dikuras 1-2 tahun sekali dengan ejector
udara bertekanan. Lumpur yang terkumpul pada dasar kolam dihisap dengan
ejector udara bertekanan kemudian ditampung dalam SBD dan dikeringkan secara
alamiah dan untuk selanjutnya dipergunakan sebagai pupuk.
6
Sludge berasal dari proses pengolahan air limbah. Karena proses fisik-
kimia yang terlibat dalamnya, lumpur cenderung berkonsentrasi logam berat dan
senyawa organik biodegradable serta organisme berpotensi patogen (virus, bakteri
dll) terdapat di perairan limbah. Sludge kaya nutrisi seperti nitrogen dan fosfor
dan berisi bahan organik yang berguna. Bahan organik dan nutrisi adalah dua
elemen utama yang membuat pupuk atau tanah organik (Yazid,2005).
Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu diterapkan suatu pengolahan
lumpur lanjutan. Salah satu alternatifnya adalah dengan pemanfaatan lumpur
sebagai bahan dasar kompos. Kompos adalah produk hasil proses dekomposisi
materi organik secara biologis menjadi material seperti humus (Wahyono dkk,
2003). Lumpur hasil pengolahan limbah industri memiliki materi organik yang
tinggi sehingga berpotensi untuk dijadikan kompos. Pengomposan alami akan
memakan waktu yang relatif lama, yaitu sekitar 2-3 bulan bahkan 6-12 bulan.
Pengomposan dapat berlangsung dengan fermentasi yang lebih cepat dengan
bantuan effective innoculant atau aktivator (Indriani, 2011).
2.2
Pengertian Kompos
Kompos adalah hasil penguraian, pelapukan, dan pembusukan bahan
organik seperti kotoran hewan, daun, maupun bahan organik lainya. Bahan
kompos tersedia di sekitar kita dalam berbagai bentuk. Beberapa contoh bahan
kompos adalah batang, daun, akar tanaman, serta segala sesuatu yang dapat
hancur. Banyak dari bahan tersebut menumpuk menjadi sampah yang
mengganggu kesehatan (Soeryoko Hery, 2011).
7
Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan
mikroba agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Mikroba
tersebut adalah bakteri, fungi, dan jasad renik lainnya. Bahan organik untuk bahan
baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ternak,
dan lain sebagainya (Rosmarkam dan Yuwono, 2006).
2.3
Prinsip Dasar Pembuatan Kompos
Membuat kompos adalah untuk meniru proses terjadinya humus di alam
dengan bantuan mikroorganisme. Ada dua jenis mikroorganisme yang berperan
dalam proses pengomposan, yaitu mikroorganisme yang membutuhkan kadar
oksigen tinggi (aerob) dan mikroorganisme yang bekerja pada kadar oksigen
rendah (anaerob). Meskipun menghasilkan produk akhir yang sama (kompos),
perbedaan proses pembuatan kompos akan memengaruhi proses pembuatan
kompos (Suryati, 2014).
2.3.1
Prinsip Dasar Pengomposan Aerob
Pengomposan secara aerob harus berlangsung dalam keadaan di udara
terbuka karena membutuhkan oksigen. Dalam hal ini, udara bebas harus
bersentuhan langsung dengan bahan baku kompos berupa sampah organik.
Pengontrolan terhadap kadar air, suhu, pH, Kelembaban, ukuran bahan, volume
tumpukan bahan, dan pemilihan bahan perlu dilakukan secara intensif untuk
mempertahankan proses pengomposan agar stabil sehingga diperoleh proses
pengomposan yang optimal, kualitas maupun kecepatannya. Selain itu untuk
memperlancar udara masuk ke dalam bahan kompos. Pengontrolan secara intensif
ini merupakan ciri khas proses pengomposan secara aerob. Oleh karena itu,
8
kegiatan operasional pengomposan secara aerob relatif lebih sibuk dibandingkan
anaerob (Habibi, 2009).
Pengomposan dengan metode aerob tanpa bantuan aktivator dapat
berlangsung selama 40-55 hari. Hasil akhir pengomposan aerob berupa bahan
yang menyerupai tanah berwarna hitam kecoklatan, remah dan gembur, suhunya
normal dan cenderung konstan (tetap). Apabila bentuknya sudah seperti ini maka
kompos aerob siap digunakan pada tanaman atau dikemas dalam wadah.
Dalam Pembuatan kompos secara aerob agar berkualitas baik dan
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain akan dijelaskan berikut ini:
1. Rasio C/N bahan pada pengomposan secara aerob
Yang dimaksud dengan rasio C/N adalah perbandingan antara kadar
karbon (C) dan kadar nitrogen (N) pada suatu bahan. Semua mahluk hidup
tersusun dari sejumlah besar bahan karbon (C) serta Nitrogen (N) dalam
jumlah kecil. Pembuatan kompos yang optimal membutuhkan rasio C/N 25:1
sampai 30:1. Sebagai contoh limbah rumah tangga padat (sampah) organik
yang tercampur mempunyai rata-rata kandungan rasio C/N sekitar 15:1
sehingga perlu adanya penambahan unsur C agar mencapai atau mendekati
perbandingan rasio C/N 25:1 hingga 30:1. Kisaran nilai rasio C/N 25:1 hingga
30:1 merupakan nilai perbandingan unsur C dan N yang terbaik agar bakteri
dapat bekerja sangat cepat.
Jika bahan organik memiliki kandungan C terlalu tinggi maka proses
penguraian akan berlangsung terlalu lama. Sebaliknya jika C terlalu rendah
maka sisa nitrogen akan berlebih sehingga akan terbentuk gas amoniak (NH3).
9
Kadar amoniak yang terlalu banyak dapat meracuni bakteri. Oleh sebab itu,
Jumlah C/N ratio perlu dihitung dan direncanakan secara tepat (Habibi, 2009).
2. Volume Bahan
Baik banyaknya bahan baku maupun cara menumpuk bahan baku sangat
menentukan proses pengomposan. Tumpukan bahan yang lebih banyak dapat
mempercepat proses pengomposan dibandingkan tumpukan bahan yang
sedikit. Semakin besar tumpukan bahan baku, semakin sulit untuk mengatur
atau mengontrol suhu dan kelembabannya.
Sisi-sisi tumpukan sebaiknya dibuat rata. Bentuknya dapat berupa kubus
balok atau silinder, Tumpukan yang terlalu tipis, meruncing (berbentuk
piramida atau segitiga) dan sempit kemungkinan tidak dapat mempertahankan
suhu dan kelembaban yang diinginkan sehingga proses terbentuknya kompos
akan membutuhkan waktu yang sangat lama.
3. Ukuran bahan
Berlangsungnya proses pengomposan akan lebih cepat dan lebih baik jika
ukuran bahan baku yang kan dikomposkan diperkecil, karena mikroorganisme
akan lebih mudah beraktivitas mengolah dan membentuk koloni pada bahan
yang sudah lembut (substrat) dibandingkan bahan dengan ukuran besar.
Ukuran bahan yang dianjurkan pada pengomposan secara aerob yaitu antara 17,5 cm. Sebaiknya bahan dicacah dengan parang atau digiling dengan mesin
agar mikroorganisme lebih mudah mencernanya. Pencacahan sebaiknya tidak
terlalu lembut seperti bubur, karena pada saat berlangsung pengomposan akan
mengeluarkan kadar air.
10
Pada pengomposan secara aerob, penghancuran bahan sampai lumat
tidak dianjurkan, karena dikhawatirkan akan meningkatkan kadar air bahan
melebihi 60% sehingga dapat mengganggu proses pengomposan. Masalah
tersebut dapat diatasi dengan cara menambahkan bahan organik kering atau
dengan tanah kering. Ukuran yang kecil akan meningkatkan porositas
tumpukan bahan dan memperlancar masuknya oksigen ke dalam tumpukan
bahan.
4. Kadar air pada pengomposan secara aerob
Pada proses pengomposan secara aerob, kadar air bahan sebaiknya antara
40-50%. Kondisi kadar air seperti itu harus dipertahankan saat berlangsungnya
pengomposan agar mikroorganisme aerob dalam kompos dapat bekerja dengan
baik dan tidak mati. Kadar air yang sesuai sangat membantu pergerakan
mikroba dalam bahan. Apabila kadar air terlalu banyak dapat menyebabkan
bahan semakin padat, melumerkan sumber makanan yang dibutuhkan mikroba
dan menghalangi masuknya oksigen ke dalam bahan. Jika air terlalu sedikit
maka bahan baku akan menjadi kering dan tidak mendukung kehidupan
mikroba.
Kondisi kadar air yang terbaik yaitu sedang, tidak terlalu kering dan tidak
terlalu basah. Cara sederhana untuk mengetahui kadar air yaitu dengan
mengambil bahan dan meremasnya dalam genggaman tangan. Apabila bahan
kompos pecah/hancur dan tidak keluar air sama sekali dari genggaman maka
perlu diberi tambahan air. Apabila bagian kompos keluar dari sela-sela jari
dengan air dengan air berlebih berarti terlalu basah sehingga kompos perlu
11
dibalik-balik dan dibuat drainase yang bagus. Jika kompos terlalu basah maka
udara akan sulit masuk ke sela-sela kompos. Hal ini dapat menyebabkan
bakteri anaerob masuk ke dalamnya dan berkembang sehingga proses
pengomposan tidak berjalan lancar. Kondisi bahan dengan kandungan air yang
tepat yaitu, dapat dikepal dengan tangan meskipun hancur lagi. Untuk menjaga
kadar air, sebaiknya kompos terlindung dari air hujan dan sinar matahari
langsung. Hujan dapat menyebabkan kadar air berlebihan sedangkan sinar
matahari dapat menyebabkan penguapan, sehingga kadar air terlalu sedikit.
Pada saat bahan baku kompos ditumpuk maka titik panas yang tertinggi
akan berada di bagian tengah tumpukan. Hal ini dapat mengakibatkan
mikroorganisme di bagian tengah bahan lebih aktif sehingga penguapan yang
terhebat yang terjadi pada bagian ini. Sering dijumpai, tumpukan kompos yang
terlihat lembab serta hangat, tetapi setelah dibuka ternyata bagian dalamnya
kering dan dingin dapat dikatakan bahwa tumpukan terlalu panas dapat
menyebabkan kadar air bahan menguap dan akhirnya bahan menjadi kering.
Apabila
bahan
menjadi
kering,
mikroorganisme
enggan
melakukan
aktivitasnya maka proses pembusukan pada bagian ini terhenti dan suhu
biasanya akan turun. Cara untuk mengetahui basah atau tidaknya bagian
tengah, dibutuhkan alat pengontrol berupa tongkat bambu atau kayu. Dengan
menusukkan alat ini ke dalam tumpukan kompos sampai ke tengah maka dapat
diketahui tiga hal penting, yaitu basah atau tidak, hangat atau tidak, dan berbau
busuk atau tidak. Jika tongkat tersebut hangat dan basah berarti pengomposan
masih berlangsung dengan baik namun apabila tongkat tersebut kering dan
12
dingin maka perlu disiram air. Untuk menjaga kadar air bahan diperlukan
tempat yang terlindung dari air hujan dan sinar matahari langsung. Tempat
yang teduh sangat dianjurkan agar proses pengomposan secara aerobik dapat
berlangsung baik.
5. Suhu (Temperatur) pengomposan secara aerob
Suhu ideal untuk pengomposan secara aerob yaitu diantara 45-65ºC.
Untuk mengetahui keadaan suhu bahan dapat digunakan termometer alkohol,
agar kalau pecah di lapangan maka cairan alkohol tidak membahayakan
kompos. Suhu kompos organik dapat dijaga agar tetap stabil dengan cara
mengatur kadar air. Suhu yang terlalu rendah dapat disebabkan bahan yang
kurang lembab sehingga aktivitas mikroorganisme menurun. Masalah ini dapat
diatasi dengan cara bahan kompos disiram dengan air hingga mencapai kadar
air yang optimal. Demikian pula, jika kondisi suhu bahan terlalu tinggi, tidak
baik bagi proses pengomposan secara aerob. Kondisi suhu yang tertinggi dapat
mencapai 80ºC.
Suhu yang terlalu tinggi dapat diatasi dengan cara membalikkan bahan.
Bakteri yang bekerja pada suhu ini biasanya hanyalah bakteri termofilik, yaitu
bakteri yang tahan terhadap suhu tinggi. Apabila hal ini terjadi maka
mikroorganisme lainnya akan mati. Penggunaan temperatur tinggi yaitu 80ºC
biasanya untuk pengomposan skala besar karena diperlukan kecepatan tinggi
untuk mengomposkan berton-ton bahan organik. Pengomposan skala industri
kecil atau untuk kebun sendiri di rumah tidak terlalu berisiko apabila suhu
dipertahankan pada kisaran antara 45-65º C saja.
13
6. Derajat Keasaman (pH)
Untuk berlangsungnya pengomposan secara aerob dengan baik
dibutuhkan pH netral yaitu diantara 6-8. Jika kondisi asam biasanya dapat
diatasi dengan pemberian kapur. Sebenarnya dengan cara memantau suhu dan
membolak-balikkan bahan kompos secara tepat dan benar sudah dapat
mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral, tanpa pemberian kapur.
Dengan demikian, proses pemeriksaan pH setiap waktu tidak perlu dilakukan.
Untuk lebih meyakinkan lagi, pemeriksaan pH dapat dilakukan dengan cara
menggunakan kertas lakmus yang tersedia di apotik atau mempergunakan pH
meter elektronik.
7. Aerasi
Pada pengomposan secara aerob harus dikondisikan sedemikian rupa
agar setiap bagian bahan kompos memperoleh suplai oksigen yang cukup.
Suhu kompos yang meningkat akan membuat bahan hancur dengan cepat dan
akhirnya memadat. Kurangnya oksigen dapat disebabkan oleh kelembaban
bahan terlalu tinggi sehingga bahan melekat satu sama lain. Terjadinya
pemadatan pada bahan akan menghambat suplai oksigen yang dibutuhkan
mikroba aerob. Akibatnya mikroba tidak dapat bertahan hidup. Agar aerasi
lancar, Pengomposan dapat dilakukan di tempat terbuka sehingga udara dapat
masuk dari berbagai sisi dan secara berkala dilakukan pembalikan kompos.
Pada pembuatan kompos secara aerob skala kecil, jumlah oksigen tidak harus
diketahui. Untuk skala industri, penghitungan kebutuhan oksigen harus
dikuasai agar seorang teknisi dapat merancang alat yang mampu menyuplai
kebutuhan oksigen pada bahan (Habibi, 2009).
14
2.3.2
Prinsip Dasar Pengomposan Secara Anaerob
Pengomposan secara anaerob yaitu pengomposan yang berlangsung tanpa
adanya udara atau oksigen sedikit pun. Oleh karena itu pada pelaksanaannya
dibutuhkan tempat khusus yang tertutup rapat. Cara pembuatan kompos secara
anaerob ini tidak jauh berbeda dengan pembuatan biogas atau pembuatan septic
tank. Hasil pengomposan anaerob berupa CH4, H2S, H2, CO2, asam asetat, asam
butirat, asam laktat, etanol, methanol dan hasil sampingan berupa lumpur. Lumpur
inilah yang kita namakan sebagai kompos.
Kegiatan operasional sehari-hari pada pengomposan secara anaerob tidak
sesibuk pengomposan secara aerobik. Biaya awal untuk membuat bak fermentasi
lebih rumit dan lebih mahal dibandingkan dengan pembuatan kompos secara
aerob. Pengendalian pH dan suhu harus dilakukan karena pada pembuatan
kompos secara anaerob berlangsung dengan dibantu oleh bakteri pembentuk gas
metan yang sangat rentan oleh kondisi pH dan suhu. Bakteri metan akan
keracunan serta berhenti beraktivitas pada pH kurang dari 6,2. Sedangkan
pengendalian suhu untuk daerah tropis seperti di Indonesia mungkin dapat
ditiadakan karena suhu ideal dapat tercipta dengan mengatur desain bak
fermentasi.
Jalannya
pengomposan
secara
anerob
berlangsung
lebih
lambat
dibandingkan pengomposan secara aerob, yaitu memakan waktu 3-12 bulan.
Lama tidaknya proses pengomposan secara aerob bergantung pada perlakuan yang
diberikan, seperti antara lain rasio C/N, Kadar air, ukuran bahan, temperatur, pH,
dan aerasinya. Beberapa bahan organik yang sulit terurai pada pengomposan
15
aerob, biasanya pada pengomposan secara anaerob dapat terurai, sehingga hampir
semua bahan organik dapat diuraikan secara anaerob. Untuk membunuh bakteri
patogen pada pengomposan secara aerob dapat dilakukan dengan meningkatkan
suhu kompos pada 4 hari pertama hingga mencapai 70ºC. Pada pengomposan
anaerob, patogen dapat terbunuh dengan sendirinya karena kondisi lingkungan
yang tidak menguntungkan (tanpa udara).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengomposan
secara anaerob antara lain rasio C/N, ukuran bahan, kadar air (Rh), derajat
Keasaman (pH), temperatur (suhu) dan aerasi. Untuk lebih jelasnya berikut akan
diuraikan satu persatu.
1. Rasio C/N bahan
Proses pengomposan secara anaerob yang optimal membutuhkan rasio
C/N =25:1 hingga 30:1. Semakin tinggi rasio C/N, proses pembusukan semakin
cepat, dan kandungan N dalam lumpur semakin tinggi. Sebaiknya, apabila
rasio C/N terlalu rendah maka amonia yang dihasilkan terlalu banyak sehingga
dapat meracuni bakteri. Prinsip-prinsip perhitungan rasio C/N pada
pengomposan secara aerob dapat diterapkan juga pada pengomposan secara
anaerob.
2. Ukuran Bahan
Pada
pengomposan
secara
anaerob,
sangat
dianjurkan
untuk
menghancurkan bahan selumat-lumatnya sampai berubah bubur atau lumpur.
Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses penguraian yang dilakukan oleh
bakteri dan mempermudah pencampuran atau homogenisasi bahan.
16
3. Kadar air (Rh)
Pengomposan secara anaerob membutuhkan kadar air yang tinggi, yaitu
sekitar 50% ke atas. Kadar air yang banyak pada proses pengomposan secara
anaerob diperlukan bakteri untuk membentuk senyawa–senyawa gas dan
bermacam-macam asam organik sehingga pengendapan kompos akan lebih
cepat. Secara fisik, kadar air dapat memudahkan proses penghancuran bahan
organik dan mengurangi bau.
4. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) optimal yang dibutuhkan pada pengomposan
secara anaerob yaitu antara 6,7-7,2. Untuk mempertahankan kondisi pH
hendaknya ditambahkan kapur pada tahap awal bahan dimasukkan.
5. Temperatur (suhu)
Suhu di daerah tropis rata-rata antara 25-35ºC sudah cukup baik bagi
proses pengomposan secara anaerob. Suhu paling baik (optimal) yang
dibutuhkan yaitu antara 50-60ºC. Suhu optimal tersebut dapat dibantu dengan
cara meletakkan tempat pengomposan di lokasi yang terkena sinar matahari
langsung. Apabila sinar matahari dimanfaatkan untuk menaikkan suhu maka
gas methan yang dihasilkan akan semakin tinggi dan proses pembusukan akan
berlangsung lebih cepat. Dengan demikian, gas methan perlu dikeluarkan
setiap hari, yaitu dengan cara membuka lubang gas instalasi pengomposan.
6. Aerasi
Seperti telah dikemukakan bahwa proses pengomposan secara anaerob
tidak dibutuhkan udara (oksigen), karena yang berperan dalam proses
17
pengomposan yaitu mikroorganisme anaerob. Oleh karena itu, tempat
pembuatan
kompos
harus
selalu
dikondisikan
tertutup
rapat,
tidak
diperkenankan udara masuk sedikitpun juga.
2.4
Aktivator
Aktivator adalah bahan khusus yang menunjang aktivitas mikroorganisme
dalam proses pembusukan bahan organik. Aktivator bias mengandung
mikroorganisme pengurai, dan mengandung bahan makanan atau hormone yang
menunjang kelangsungan hidup mikroorganisme pengurai. Dengan penambahan
aktivator, akan semakin banyak jumlah dan jenis mikroorganisme yang bekerja
dalam proses pengomposan (Anonim, 2007). Mikroorganisme dipilih yang dapat
bekerja secara efektif dalam memfermentasikan dan menguraikan bahan organik.
Secara global terdapat beberapa golongan mikroorganisme dalam bioaktivator,
yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Ptomycetes sp, Ragi (yeast), dan
actinomycetes. (Setiawan, 2012).
1. Bakteri fotosintetik
Bakteri fotosintetik merupakan bakteri bebas yang dapat sintesis senyawa
nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya. Metabolir yang diproduksi dapat
diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk
perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan.
2. Lactobacillus sp.
Bakteri ini memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian dan
karbohidrat lain yang bekerja sama dengan bakteri sintesis dan ragi. Asam
18
laktat
ini
merupakan
bahan
sterilisasi
kuat
yang
dapat
menekan
mikroorganisme berbahaya dan menguraikan bahan organik dengan cepat.
3. Strepcomycetes sp.
Strepcomycetes sp. mampu memproduksi enzim streptomisin bersifat
racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan.
4. Ragi (yeast)
Ragi memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan cara
fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk
pembelahan sel dan pembelahan akar. Ragi ini juga ukuran dalam
perkembangan atau pembelahan mikroorganisme menguntungkan lain, seperti
acninomycetes dan bakteri asam.
5. Acninomycetes
Acninomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri dan jamur.
Organisme tersebut mengambil asam amino dan zat yang diproduksi bakteri
fotosintesis
dan
mengubahnya
menjadi
antibiotik.
Tujuannya
untuk
mengendalikan patogen serta menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan
cara
menghancurkan
khitin,
yaitu
zat
esensial
untuk
pertumbuhan.
Actinomycetes juga dapat menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme lain (Setiawan, 2012).
2.4.1
Jenis-jenis Aktivator
Jenis-jenis aktif yang dapat digunakan dalam pengomposan adalah sebagai
berikut:
19
1. EM-4 (Effective Mikroorganisme)
Effective Mikroorganisme 4 (EM 4) merupakan suatu cairan berwarna
kecoklatan dan beraroma manis asam (segar) yang di dalamnya berisi
campuran beberapa mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi proses
penyerapan/ persediaan unsur hara dalam tanah. Mikroorganisme atau kuman
yang berwatak “baik “itu terdiri dari bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat,
ragi, aktinomydetes , dan jamur peragaan. EM-4 merupakan produk
bioaktivator yang beredar di pasaran berupa Effective Mikroorganisme (EM)
asli yang tidak dapat langsung diaplikasikan pada media. Hal ini disebabkan
kandungan mikroorganisme dalam EM asli masih dalam kondisi tidur
(dorman) sehingga tidak akan memberikan pengaruh yang nyata. Untuk itu,
EM asli perlu dilarutkan menjadi EM aktif apabila ingin digunakan (Suryati,
2014).
Fungsi EM4 untuk mengaktifkan bakteri pelarut, meningkatkan
kandungan humus tanah lactobonillus sehingga mampu memfermentasikan
bahan organik menjadi asam amino. Bila disemprotkan di daun mampu
meningkatkan jumlah klorofil, fotosintesis meningkat dan percepat kematangan
buah dan mengurangi buah busuk. Juga berfungsi untuk mengikat nitrogen dari
udara, menghasilkan senyawa yang berfungsi antioksidan, menekan bau
limbah,
menggemburkan
tanah,
meningkatkan
daya
dukung
lahan,
meningkatkan cita rasa produksi pangan, perpanjang daya simpan produksi
pertanian, meningkatkan kualitas daging, meningkatkan kualitas air (Suryati,
2014).
20
Keunggulan dari larutan EM4 adalah selain dapat mempercepat proses
pengomposan, penambahan EM4 juga terbukti dapat menghilangkan bau yang
ditimbulkan selama proses pengomposan bila proses berlangsung dengan baik
(Susahyono, 2014). Cara mengaktifkan aktivator EM-4 dapat dilihat sebagai
berikut:
a. Campurkan 1 liter EM asli dengan 1OO liter air hingga tercampur rata.
b. Masukkan larutan yang telah jadi ke dalam wadah, lalu tutup hingga rapat.
c. Biarkan 5-10 hari dalam keadaan kedap udara.
d. Wadah harus tertutup rapat dan terhindar dari sinar matahari langsung.
e. Buka tutup wadah pada hari ke lima untuk mengeluarkan gas agar tidak
meledak.
f. Setelah 5-10 hari, EM aktif sudah dapat digunakan dengan indikasi tercium
bau asam manis.
g. pH EM aktif berkisar 3,5-3,7.
h. Apabila tidak langsung digunakan, EM aktif bisa dimasukkan ke dalam
wadah khusus. Wadah yang baik untuk menyimpan EM aktif adalah tangki
plastik
atau
tangki
stainless.
Kondisi
tangki
bersih
dan
dapat
mempertahankan kondisi anaerob. Sebaliknya, jangan gunakan tempat
bekas oli, tempat bahan kimia atau tangki logam berkarat.
i. EM aktif tidak boleh digandakan agar hasilnya sempurna.
2. MOD (microorganism decomposer )
Mikroba pengurai atau di kenal dengan juga nama mikroba dekomposer, yaitu
sejenis mikroba yang bertindak terlebih dalam sistem pengomposan, terlebih
21
dalam mengurai atau memecah material organik. Dalam sistem pembuatan
kompos, peran mikroba dekomposer sangatlah utama, terlebih untuk memecah
dinding selulose tanaman atau bahan organik yang bakal dikompos. Selolose
adalah penyusun paling utama dinding sel tanaman, yang ada berbentuk terikat
dengan plisakarida lain, seperti hemiselulose, pektin, serta lignin.
MOD
(microorganism decomposer ), di dalamnya terkandung 7 bakteri
pembusuk dan 1 bakteri hidup di dalam air. Kandungan MOD terdiri dari bakteri
Azotobacter, Bacillus, Nitrosomonas, Nitrobacter, Pseudomonas, Cytophaga,
Sporocytophaga, Microcococcus, Actinomycetes, dan Streptomyces. Kandungan
MOD 71 juga terdiri dari jamur Trichoderma sp, Aspergillus, Gliocladium, dan
Penicilium (BBPPTP, 2015).
Untuk proses mengaktifkan MOD (microorganism decomposer ) sama
seperti proses mengaktifkan EM4.
2.5
Ciri-ciri Kompos yang Sudah Matang
Berdasarkan SNI 19-7030-2004, setelah semua proses pembuatan kompos
dilakukan, mulai dari pemilahan bahan, pengadaan bahan, perlakuan bahan,
pencampuran bahan, pengamatan proses, pembalikan kompos sampai menjadi
kompos, maka dapat dilihat ciri-ciri kompos yang sudah jadi dan baik adalah
sebagai berikut:
1. Warna kompos coklat kehitaman
2. Aroma kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat, tetapi
mengeluarkan aroma lemah seperti bau tanah atau bau humus hutan.
22
3. Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal, apabila ditekan
dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur dengan mudah.
Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik yaitu standar nasional
Indonesia (SNI) No : 19-7030-2004. Spesifikasi ini menetapkan kompos dari
sampah organik domestik yang meliputi, persyaratan kandungan kimia, fisik dan
bakteri yang harus dicapai dari hasil olahan sampah organik domestik menjadi
kompos, karakteristik dan spesifikasi kualitas kompos dari sampah organik
domestik.
Menurut SNI: 19-7030-2004, kematangan kompos ditunjukkan oleh halhal berikut:
1. C/N - rasio mempunyai nilai (10-20): l
2. suhu sesuai dengan suhu air tanah
3. berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah
4. berbau tanah
Unsur mikro nilai-nilai ini dikeluarkan berdasarkan:
1. konsentrasi unsur-unsur mikro yang penting untuk pertumbuhan tanaman
(khususnya Cu, Mo, Zn)
2. logam berat yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan tergantung
pada konsentrasi maksimum yang diperbolehkan dalam tanah, seperti dalam
Tabel I spesifikasi kompos dari sampah organik domestik.
Kompos yang dibuat tidak mengandung bahan aktif pestisida yang
dilarang sesuai dengan Kepmen Pertanian No 434.1/KPTS/TP.27017/2001
tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida pada Pasal 6 mengenai Jenisjenis Pestisida yang mengandung bahan aktif yang telah dilarang.
23
Tabel 2.1. Standar Kualitas Kompos Berdasarkan SNI: 19-7030-2004
2.6.
Manfaat Kompos
Manfaat kompos adalah sebagai berikut:
1. Memperbaiki sifat-sifat atau struktur tanah
Pemberian kompos pada tanah banyak memberikan keuntungan. Misalnya,
pemberian kompos pada tanah berpasir akan menyebabkan bersatunya butiran-butiran
pasir.Hal tersebut akan membuat tanah menjadi gembur dan menyuburkan tanaman.
Sementara itu, pemberian kompos pada tanah lempung dapat meregangkan ikatan
butiran penyusun tanah sehingga susunan tanah menjadi gembur dan sangat baik untuk
ditanam.
2. Memperkaya mikroba tanah
Kompos mengandung sejumlah mikroba didalamnya. pemberian kompos
berarti menambah atau memasukkan mikroba di dalam tanah.
3. Meningkatkan Unsur Hara Tanah
Kompos mengandung unsur hara makro dan mikro yang penting bagi
pertumbuhan tanaman pemberian unsur hara akan meningkatkan unsur hara
pada tanah.
24
4. Meningkatkan kemampuan Daya serap air Yang lebih baik
Pemberian kompos pada tanah berdampak pada kemampuan mengikat air Oleh
karenanya, kehilangan air pada musim kemarau dapat diperkecil karena kompos telah
mengikat air cukup baik pada saat musim hujan.
5. Memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah
Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman. Kompos akan
mengembalikan kesuburan tanah. Tanah keras akan menjadi lebih gembur.
Tanah miskin akan menjadi subur. Tanah masam akan menjadi lebih netral.
Tanaman yang diberi kompos tumbuh lebih subur dan kualitas panennya lebih
baik daripada tanaman tanpa kompos.
6. Menyehatkan tanah dan tanaman
Tanaman yang diberi kompos akan memperoleh cukup unsur hara
sehingga tanaman akan kuat dalam menghadapi serangan hama penyakit yang
menyerang. Kompos juga menjadi media bagi tumbuh kembangnya cacing
yang diketahui dapat menyuburkan tanaman.
7. Bermanfaat bagi lingkungan sekitar
Mengurangi bertumpuknya sampah organik yang berserakan di sekitar
tempat pengangkutan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA),
menyelamatkan lingkungan dari kerusakan, seperti: gangguan bau, selokan
macet, banjir, tanah longsor, dan penyakit yang ditularkan oleh serangga dan
binatang pengerat.
25
2.7 Manfaat Pemakaian Pupuk Organik Bagi Kesehatan
2.7.1 Makanan Organik Lebih Sehat
Untuk mencegah tubuh tetap sehat, kita memerlukan asupan makanan
yang mempunyai nilai gizi yang baik dan keamanannya. Salah satu cara yang
dapat dipertimbangkan untuk memenuhinya adalah dengan memilih makanan
organik. Makanan organik adalah semua jenis bahan pangan yang berasal dari
organisme hidup (hewan dan tanaman) yang tidak mempunyai kandungan kimia
tambahan, (pestisida, insektisida, dan hormon). Manfaat makanan organik sudah
diteliti mampu meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan proses
degeneratif, mencegah terjadinya paparan radikal bebas, regenerasi sel dan
optimilisasi antibodi. Beberapa penelitian menunjukkan, susu organik mempunyai
lebih dari 60-80% kandungan nutrisi dibandingkan susu konvensional. Sedangkan
seperti tomat, kentang, bawang kubis mempunyai 20-40% lebih kandungan
antioksdan dibandingkan buah dan sayuran konvensional. Hal tersebut dapat
disiasati dengan mulai menanam tanaman-tanaman rumahan (Susetye, 2014).
2.7.2
Kelebihan Makanan Organik
Menurut hasil penelitian makanan organik lebih bergizi daripada makanan
biasa dapat memanjangkan umur dan mencegah penyakit. Berikut ini kelebihan
makanan organik (Susetya, 2014) :
1. Memiliki antioksidan 50% lebih banyak
Menurut sebuah penelitian yang dibiayai oleh Uni Eropa, buah dan sayur
anorganik memiliki 50% lebih banyak antioksidan yang dipercaya para ahli
dapat menurunkan resiko penyakit kanker dan jantung. Makanan organik juga
26
mengandung lebih banyak vitamin dan mineral seperti Besi dan Zink. Menurut
penelitian terkini, makanan organik lebih dapat melawan kanker dan orang
yang memakan makanan organik kekebalan tubuhnya meningkat, tidurnya
lebih nyenyak dan berat badan lebih ringan daripada mengkonsumsi makanan
yang non organik.
2. Lebih Aman Untuk Bayi dan Anak
Kelebihan utama dari makanan organic yang paling dirasakan oleh bayi
anda. Rata-rata bayi lahir dengan 200 zat yang mengandung toksin zat
karsinogen dari tubuhnya. Pada saat mencapai umur 2 tahun sebagian besar
kadar toksin mencapai batas yang mematikan. Dengan memberi makan anak
anda dengan makanan organik, akan menurunkan jumlah karsinogen dalam
darahnya hingga hanya 1/6 bagian dibandingkan jika memberi mereka
makanan organik.
3. Radiasi
Apakah anda pernah merasa heran mengapa di supermarket, buah dan
sayur organik lebih cepat busuk atau layu? alasannya adalah karena sebagian
besar makanan disinar atau radiasi. Radiasi bertujuan untuk membunuh bakteri
dan dapat mengawetkan makanan. Tetapi juga mengubah struktur dan daya
hidup makanan. Beberapa metode radiasi menggunakan bahan radioaktif, yang
lainnya menggunakan energy electron atau sinar x. Saya tidak tahu pendapat
anda tetapi saya lebih memilih agar makanan yang saya konsumsi murni dan
tidak diradiasi. Jadi salah satu keuntungan makanan organik adalah masih
memiliki daya hidup (leforce). Biji organik yang masih mentah bisa tumbuh,
27
tetapi biji yang sudah diradiasi tidak dapat tumbuh menjadi tanaman yang
baru. Itulah yang disebut daya hidup.
4. Ramah Lingkungan
Fakta berbicara bahwa makanan organik sangat baik untuk lingkungan.
Metode
pertanian
konvensional
menyebabkan
pengikisan
tanah
dan
menggunakan pestisida berbahaya, yang hanya akan hilang setelah berabadabad. Pikirkan tentang DDT, meskipun nampak tidak berbahaya tetapi sangat
buruk untuk kesehatan anda. Meskipun pestisida ini sangat dilarang beberapa
tahun belakangan ini, tetapi kenyataannya DDT tetap ditemukan hampir di
seluruh air, manusia dan hewan di dunia. Sejalan dengan waktu, pengendalian
hama buatan saat ini semakin tidak efektif jadi penggunaannya harus
ditingkatkan dosisnya atau metode lain ditemukan. Salah satu keuntungan
makan organik adalah dengan membelinya dapat memberikan pengaruh positif
untuk lingkungan, hewan dan manusia hidup di dalamnya (Susetya, 2014).
2.8 Kerangka Konsep
EM4
Sludge
Parameter
Fisik
Pematangan
10 Hari
Kematangan
20 Hari
Kompos
30 Hari
MOD
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Bau
Warna
pH
suhu