Kemampuan Fungi Pelarut Fosfat Asal Gambut Dalam Melarutkan P Dari Berbagai Sumber Setelah Tiga Tahun Chapter III V

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2016. Uji
kemampuan fungi pelarut fosfat dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat
Bahan yang di gunakan adalah isolat yang diisolasi dari tanah gambut dari
Desa Nagasaribu Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbanghas oleh
Mulyani (2013) dengan kode isolat JNV3, JNV4, JNV7, dan JV9 dari genus
Aspergillus dari tanah bervegetasi dan non vegetasi, tanah gambut dari Dusun
XVI Pasar Banjar, Kecamatan Simpang Empat, Tanjung Balai oleh Sitanggang
(2013), dengan kode isolat JF1, JF4, JF10 dan JF12, dari genus Aspergillus yang
berasal dari gambut fibrik dan dari Desa Bukkas Malombu Kecamatan Angkola
Kabupaten Tapanuli Selatan oleh Suhendra (2013) dengan kode isolat JS4, JS6,
JS8, dan JS10 dari genus Aspergillus yang berasal dari rhizosfer sawit, akuades,
agar-agar, NaOH 0,1%, HCl 0,1%, alkohol 96%, kapas, aluminium foil, plastik,
wrap,label, kertas, dan tisu. Media yang digunakan adalah media Pikovskaya
(glukosa 10g ; Ca 3 (PO 4 ) 2 5 g ; (NH 4 ) 2 SO 4 0,5 g ; KCl 0,2 g; MgSO 4 .7H 2 O 0,1 g;
MnSO 4 0,002 g; FeSO 4 0,002 g; ekstrak khamir 0,5 g; agar 20 g; akuades) dengan

sumber P yang berbeda, yaitu Ca 3 PO 4, AlPo 4, FePO 4 dan Rock Phosphate.
Alat yang digunakan adalah petridish 10 cm, Erlenmeyer 1000 ml, 500 ml,
dan 250 ml, autoklaf, kompor gas, pipet tetes, pipet skala, tabung reaksi, jarum
ose, gelas ukur 100 ml, timbangan, sprayer, bunsen, oven, laminar air flow,

Universitas Sumatera Utara

inkubator, korek api, sentrifus, pH meter, kamera digital, batang pengaduk, baki,
serbet, alat tulis, alat dokumentasi, maskers, sarung tangan, dan baju laboratorium.
Prosedur Penelitian
a. Uji potensi pada media padat
Fungi pelarut fosfat yang telah disimpan di laboratorium selama tiga tahun
terlebih dahulu di remajakan (lampiran), kemudian diuji kemampuannya
melarutkan fosfat dalam cawan petri berisi media Pikovskaya padat steril. Bahan
yang digunakan dalam pembuatan media uji ini sama dengan bahan media
Pikovskaya pada tahap isolasi (glukosa 10g ; Ca 3 (PO 4 ) 2 5 g ; (NH 4 ) 2 SO 4 0,5 g ;
KCl 0,2 g; MgSO 4 .7H 2 O 0,1 g; MnSO 4 0,002 g; FeSO 4 0,002 g; ekstrak khamir
0,5 g; agar 20 g; akuades), namun Ca 3 (PO4) 2 pada media isolasi diganti dengan
AlPO 4 , FePO 4 , dan batuan fosfat (rock phosphate) dengan dosis 5 g/L media.
Media Pikovskaya padat steril dituang secukupnya sampai menutupi

permukaan cawan petri dan dibiarkan mengeras. Selanjutnya biakan murni
ditumbuhkan pada media uji. Tiap kultur diulang sebanyak 3 kali untuk
mendapatkan rataan hasil yang valid. Inkubasi dilaksanakan selama lima hari.
Selama masa pengujian diamati ukuran zona bening dan koloni yang tumbuh pada
media.
Parameter uji potensi pada media padat adalah fungi pelarut fosfat yang
membentuk holozone paling cepat dengan diameter paling besar secara kuantitatif
di sekitar koloni menunjukkan besar kecilnya potensi fungi pelarut fosfat dalam
melarutkan unsur P dari bentuk yang tidak terlarut.

Universitas Sumatera Utara

Dihitung potensi fungi dengan menggunakan nilai indeks pelarutan yaitu:
Indeks pelarutan = Diameter zona bening
Diameter koloni

b. Uji potensi pada media cair
Fungi pelarut fosfat yang terpilih (nilai indeks pelarutan lebih besar daripada
satu) selanjutnya diuji kemampuannya melarutkan fosfat pada media Pikovskaya
cair. Sebanyak 50 ml media Pikovskaya cair ditempatkan dalam Erlenmeyer 250

ml dan sebanyak 1 jarum ose fungi pelarut fosfat diinokulasikan pada media cair
tersebut, selanjutnya diinkubasi selama 14 hari pada suhu kamar. Setelah proses
inkubasi selesai, kultur disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 10
menit sampai terjadi pemisahan filtrat dengan fungi sehingga terbentuk endapan.
Diambil filtrat jernih menggunakan pipet dan dijaga agar endapan tidak terikut.
Filtrat jernih ditentukan kadar P-tersedianya dengan metode kolorimetri dan
dihitung dengan Bray-II. Fungi yang paling besar meningkatkan P terlarut secara
kuantitatif pada media merupakan fungi yang efektif dan potensial. Setelah itu pH
medium diukur dengan pH meter untuk mengetahui pengaruh pelarutan fosfat
oleh fungi terhadap pH media.
Uji potensi pada media cair menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial
dengan dua faktor perlakuan dan tiga kali ulangan. Masing-masing faktor tersebut
adalah :
1. Faktor pertama adalah isolat fungi pelarut fosfat
F1

: Aspergillus sp. (JF4)

F2


: Aspergillus sp. ( JNV3)

F3

: Aspergillus sp. (JS8)

Universitas Sumatera Utara

F4

: Aspergillus sp. (JS4)

F5

: Aspergillus sp. (JS6)

2. Faktor kedua adalah sumber P
P1 = Ca 3 PO 4
P2 = AlPO 4
P3 = FePO 4

P4 = Batuan fosfat (rock phosphate)
Dengan demikian diperoleh 60 jumlah unit percobaan (5 x 4 x 3).
Model linear yang digunakan :
Yij(k) = µ + αi + βj + αβ + €ijk
Keterangan :
Yij(k) = pengamatan pada perlakuan isolat ke–i, pada sumber fosfat ke-j, dan
interaksi isolat ke-i dan sumber fosfat ke-j
µ = rataan umum
αi = pengaruh perlakuan isolat ke-i
βj = pengaruh perlakuan berbagai sumber fosfat ke-j
(αβ)ij = pengaruh interaksi perlakuan isolat ke-i dan berbagai sumber fosfat ke-j
€ijk = pengaruh galat dari perlakuan isolat ke-i, berbagai sumber ke-j, dan
interaksi isolat ke-i dan berbagai sumber fosfat ke-j.
Untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan maka akan dilakukan
analisis sidik ragam (Anova). Apabila F-hitung nyata atau sangat nyata maka
dilanjutkan dengan uji lanjutan berdasarkan uji jarak Duncan (Duncan Multiple
Range Test), dengan taraf nyata α = 5%.

Universitas Sumatera Utara


HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemampuan Fungi Pelarut Fosfat dalam media pikovskaya padat
Sebanyak 11 isolat Fungi pelarut fosfat yang merupakan koleksi
laboratorium yang telah disimpan selama tiga tahun diuji kemampuannya dalam
melarutkan P-terikat dalam media Pikovskaya padat. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan sumber P yang berbeda yaitu Ca 3 PO 4 , AlPO 4 , FePO 4 dan batuan
fosfat. Kemampuan fungi dalam melarutkan fosfat dapat dilihat dari terbentuknya
zona bening di sekitar koloni. Daerah bening ini terbentuk karena adanya
pelarutan fosfat dari sumber fosfat sukar larut yang ada dalam media oleh asamasam organik yang dihasilkan koloni fungi. Kemampuan melarutkan fosfat
ditunjukkan oleh nilai indeks pelarutan, yaitu nisbah antara diameter holozone
(diameter zona bening) dengan diameter koloni (Tabel 1).
Table 1. Nilai indeks pelarutan fosfat pada media padat dengan berbagai sumber P
Isolat

Ca 3 PO 4

JF12
JF4
JF1

JNV3
JS8
JS4
JS6
JS10
JV9
JNV7
JNV4

0,65
1,07
0,65
1,13
1,16
1,13
0,97
0,79
1,01
1,12
1,29


Sumber Fosfat
Fe 3 PO 4
AlPO 4
Indeks Pelarutan
0,90
1,02
0,87
1,12
0,59
1,03
1,00
1,19
0,92
1,29
1,05
1,28
0,59
2,28
0,99

0,59
0,71
0,88
0,84
0,60
0,53
0,65

Batuan Fosfat
0,90
0,99
1,05
1,11
0,76
1,46
1,28
0,40
0,59
1,05
0,89


Rata-rata
0,86
1,01
0,83
1,10
1,03
1,23
1,28
0,69
0,79
0,90
0,84

Tabel 1 menunjukkan bahwa 11 isolat fungi pelarut fosfat mampu
melarutkan fosfat meskipun dengan indeks pelarutan yang bervariasi pada setiap
sumber P (Ca 3 PO 4 , FePO 4 , AlPO 4 dan batuan fosfat). Fungi pelarut fosfat yang
mampu melarutkan fosfat dari sumber Ca 3 PO 4 adalah JNV4 dengan indeks
pelarutan sebesar 1,29. Fungi pelarut fosfat yang mampu melarutkan fosfat dari


Universitas Sumatera Utara

sumber Fe 3 PO 4 yang paling besar adalah JS4 dengan indeks pelarutan sebesar
1,05. Fungi pelarut fosfat yang mampu melarutkan fosfat dari sumber AlPO 4 yang
paling besar adalah JS6 dengan indeks pelarutan sebesar 2,28, sedangkan fungi
pelarut Fosfat yang mampu melarutkan fosfat dari sumber batuan fosfat yang
paling besar adalah JS4 dengan indeks pelarutan sebesar 1,46.
Kemampuan setiap isolat dalam melarutkan P sangat berbeda-beda. Isolat
JS6 mempunyai nilai indeks terbesar melarutkan P dari sumber AlPO 4 belum
tentu mempunyai nilai indeks pelarutan terbesar dari sumber Ca 3 PO 4, Fe 3 PO 4 ,
maupun batuan fosfat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Elfiati (2005) yang
menyatakan bahwa setiap fungi memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
melarutkan ikatan fosfat Ca 3 (PO4) 2 , AlPO 4 , FePO 4 dan RP. Isolat FPF yang
mampu mereduksi senyawa fosfat mungkin terkait erat dengan kemampuannya
dalam menghasilkan asam organik, karena menurut Ginting et al., (2006) asam
organik yang dilepaskan oleh isolat FPF mampu mengikat PO 4.
Tabel 2. Nilai indeks pelarutan fosfat dengan berbagai sumber P tahun 2013
Sumber Fosfat
Isolat
Ca 3 PO 4
Fe 3 PO 4
AlPO 4
Batuan Fosfat
Indeks Pelarutan
JF12 *
1,33
1,37
1,34
1,35
JF4
1,33
1,33
1,25
JF1
1,46
1,33
1,36
1,36
JNV3**
0,96
1,11
1,12
***
JS8
3,83
2,25
JS4
1,33
0,32
1,12
1,55
JS6
1,41
2,14
JS10
2,10
2,21
JV9
1,12
0,56
0,68
JNV7
1,20
0,85
1,12
JNV4
0,95
0,96
0,51
Keterangan :

* Isolat dari tanah gambut fibrik (Sitanggang, 2013)
** Isolat dari tanah gambut vegetasi dan tanpa vegetasi (Mulyani, 2013)
*** Isolat dari tanah gambut rhizosfer sawit (Suhendra, 2013)

Universitas Sumatera Utara

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa 11 isolat mampu melarutkan P dari
berbagai sumber, sedangkan pada Tabel 2 terdapat isolat yang tidak mampu dalam
melarutkan P dari berbagai sumber. Adanya perubahan kemampuan isolat tersebut
diduga karena fungi mempunyai pertumbuhan yang berbeda-beda. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Gaur et al., (1990) menyatakan bahwa fungi yang dapat
menyesuaikan diri dengan kondisi di sekitarnya akan mudah tumbuh dan cepat
berkembang biak, dan jumlahnya akan lebih banyak. Fungi yang pertumbuhannya
lambat membutuhkan waktu inkubasi yang lama untuk berkembang biak.
Efektifitas pelarutan fosfat sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, aerasi, dan waktu
inkubasi.
Tabel 2 menunjukkan bahwa indeks pelarutan terbesar pada tahun 2013
adalah isolat JS8 yaitu 3,83 dari sumber Ca 3 PO 4 , tetapi tidak mampu melarutkan
P pada sumber media AlPO 4 , FePO 4. Sedangkan nilai indeks pelarutan terkecil
ditunjukkan oleh isolat JNV4 sebesar 0,51 yang berasal dari sumber batuan fosfat
dan mampu melarutkan P pada media Ca 3 PO 4 dan AlPO 4 .
Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2, hasil pengukuran indeks pelarutan pada
tahun 2013 lebih besar dibandingkan dengan hasil pengukuran indeks pelarutan
pada tahun 2016. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata indeks pelarutan yang
dihasilkan dari pengukuran tersebut. Penurunan nilai indeks pelarutan disebabkan
karena kemungkinan jumlah populasi yang tidak seragam pada saat inokulasi,
konsentrasi fosfat yang tidak larut dalam air, ketebalan agar yang tidak seragam,
dan

kecepatan pertumbuhan isolat yang berbeda. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Geonadi dan Saraswati (1994), variasi indeks pelarutan fosfat
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:

Universitas Sumatera Utara

1. Konsentrasi fosfat tidak larut dalam air, untuk menuang medium ini ke
dalam cawan petri perlu digoyang-goyang terlebih dahulu. Ada
kemungkinan bahwa konsentrasi sumber fosfatnya tidak seragam,
sehingga zona jernihnya juga berpengaruh.
2. Ketebalan agar juga mempengaruhi zona bening yang terbentuk. Agar
yang lebih tebal tentunya lebih sulit untuk dilarutkan dari pada agar yang
tipis.
3. Kecepatan pertumbuhan mikroba. Ada mikroba yang tumbuh dengan
cepat dan ada mikroba yang tumbuh lambat.
Menurut Maryanti (2006) Pelarutan unsur Ca yang mengikat P pada media
Pikovskaya dapat dilihat dari lebar zona bening yang terbentuk di sekeliling
koloni. Semakin besar zona bening maka semakin besar kemampuannya dalam
melarutkan fosfat. Pertambahan lebar zona bening yang lebih tinggi oleh suatu
isolat terhadap isolat lainnya menunjukkan bahwa isolat fungi ini mempunyai sifat
yang lebih unggul. Pertambahan zona bening tentunya diikuti juga oleh
pertambahan diameter koloni fungi. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengujian
lebih lanjut untuk mengetahui kemampuan isolat fungi pelarut fosfat dalam
melarutkan fosfat pada media Pikovskaya cair.
Kemampuan Fungi Pelarut Fosfat dalam media pikovskaya cair
Aktifitas masing-masing isolat fungi pelarut fosfat yang tumbuh pada
media padat berbeda dengan aktifitas pada media cair. Pengujian pada media
padat digunakan untuk mengetahui secara kuantitatif besar kecilnya kemampuan
isolat dalam melarutkan fosfat yaitu melalui terbentuknya zona bening disekitar
koloni. Nautiyal (1999) menyatakan bahwa semakin lebar zona bening, secara

Universitas Sumatera Utara

kualitatif dapat dianggap sebagai tanda kemampuan fungi pelarut fosfat
melarutkan fosfat dalam media tumbuh semakin besar. Pada umumnya semakin
besar nilai perbandingan antara garis tengah zona bening dengan garis tengah
koloni, menunjukkan kemampuan fungi pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat
secara kualitatif semakin besar, walaupun hal ini belum cukup untuk
menggambarkan kemampuan fungi pelarut fosfat dalam pelarutan fosfat yang
sebenarnya.
Dari Tabel 1 isolat yang diuji kemampuannya pada media padat tidak
semuanya diuji pada media cair. Hasil uji potensi pada media padat hanya didapat
lima isolat yang mempunyai nilai indeks pelarutan yang mempunyai nilai indeks
pelarut paling besar. Nilai indeks pelarutan paling besar dapat dilihat dari rata-rata
nilai indeks pelarutan dari setiap isolat pada berbagai sumber P dengan nilai
indeks pelarutannya lebih besar dari satu cm (>1). Kelima isolat yang mempunyai
nilai indeks terbesar yaitu JF4, JNV3, JS8, JS4, dan JS6. Kelima isolat ini diuji di
media cair dengan sumber fosfat dari Ca 3 PO 4 , AlPO 4 , FePO 4 dan batuan fosfat.
Menurut Geonadi dan Saraswati (1994) kemampuan melarutkan fosfat diukur
berdasarkan peningkatan kadar P terlarut dibandingkan kontrol.
Tabel 3. Hasil Pengukuran P tersedia yang dilarutkan fungi pelarut fosfat
Sumber Fosfat
Isolat

Ca 3 PO 4

FePO 4
AlPO 4
P larutan (ppm)

Kontrol
JF4
JNV3
JS8
JS4
JS6

21,86
53,22a
66,07bc
53,72ab
66,83bc
73,87c

23,23
54,30bc
62,39c
58,84bc
21,34a
47,33b

21,84
54,72b
51,48b
45,81ab
32,28a
50,83b

Batuan Fosfat
20,43
46,49b
37,53b
18,75a
37,39b
51,15b

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf 5%

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil pengujian yang disajikan pada Tabel 3 terlihat bahwa
kemampuan fungi pelarut fosfat dari sumber P yang berbeda sangat bervariasi.
Jumlah P yang dapat dilarutkan dari sumber Ca 3 (PO 4 ) 2 lebih tinggi dibandingkan
dengan sumber AlPO 4 , FePO 4 dan batuan fosfat. Menurut Noor (2001) hal ini
disebabkan karena sumber AlPO 4 , FePO 4 , dan batuan fosfat lebih sukar larut atau
memerlukan waktu yang cukup lama untuk melarutkannya dibandingkan dengan
sumber Ca 3 (PO 4 ) 2 dan berkaitan erat dengan kemampuan fungi pelarut fosfat
dalam menghasilkan asam organik yang berbobot molekul rendah karena jumlah
asam organik yang diekskresikan oleh fungi pelarut fosfat berbeda-beda, asam
organik ini berperan membentuk khelat organik yang stabil sehingga dapat
membebaskan ion fosfat dari bentuk tidak tersedia menjadi bentuk yang tersedia
(Widjajanti, 1991).
Kemampuan Fungi pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat pada uji media
cair berbeda-beda. Pada kontrol ditemukan P terlarut meskipun tidak diberi
inokulum fungi pelarut fosfat. Besar P pada kontrol Ca 3 PO 4 sebesar 21,86 ppm,
pada FePO 4 sebesar 23,23 ppm, sedangkan pada media AlPO 4 sebesar 21,84 ppm
dan pada media batuan fosfat sebesar 20,43 ppm. Pelarutan fosfat yang terjadi
pada kontrol ini kemungkinan disebabkan karena adanya pemanasan saat
sterilisasi media.
Kemampuan isolat dalam pelarutan fosfat dari keempat sumber media
kemudian dibandingkan dengan besar kontrol dari keempat media. Isolat yang
paling besar dalam melarutkan P dari sumber fosfat Ca 3 PO 4 yaitu JS6 dengan P
tersedia sebesar 73,87 ppm, artinya

isolat

JS6

memiliki kemampuan

membebaskan fosfat 3,37 kali lebih tinggi dalam membebaskan fosfat dari bentuk

Universitas Sumatera Utara

terikat menjadi bentuk tersedia dibandingkan dengan kontrol yang tanpa
inokulasi. Sedangkan yang terkecil dari sunber Ca 3 PO 4 adalah isolat JF4 dengan P
tersedia sebesar 53,22 ppm. Hasil uji lanjut isolat dari sumber Ca 3 PO 4
menunjukkan isolat JS6 tidak berbeda nyata dengan isolat JS4 dan isolat JNV3
tetapi berbeda nyata dengan isolat lainnya.
Kemampuan isolat yang paling besar dalam membebaskan fosfat dari
sumber FePO 4 adalah JNV3 yaitu sebesar 62,39 ppm, artinya isolat JNV3
memiliki kemampuan melarutkan fosfat

2,68 kali lebih tinggi dalam

membebaskan fosfat dibandingkan dengan kontrol tanpa inokulasi, sedangkan
isolat terkecil dari sumber FePO 4 adalah JS4 dengan P tersedia sebesar 21,34
ppm. hasil uji lanjut menunjukkan isolat JNV3 tidak berbeda nyata dengan isolat
JF4 dan isolat JS8 tetapi berbeda nyata dengan isolat lainnya.
Kemampuan isolat yang paling besar dalam melarutkan P dari sumber
AlPO 4 adalah JF4 dengan P tersedia sebesar 54,72 ppm, artinya isolat JF4
memiliki kemampuan membebaskan fosfat 2,50 kali lebih tinggi dalam
membebaskan fosfat dibandingkan kontrol tanpa inokulasi dan terendah
membebaskan fosfat dari sumber AlPO 4 adalah isolat JS4 yaitu sebesar 32,28
ppm. Hasil uji lanjut pada sumber AlPO 4 menunjukkan isolat JF4 tidak berbeda
nyata dengan isolat JNV3, JS8 dan JS6 tetapi berbeda nyata dengan isolat lainnya.
Kemampuan isolat yang mampu melarutkan P dari sumber batuan fosfat
adalah JS6 dengan P tersedia sebesar 51,15 ppm artinya isolat JS6 memiliki
kemampuan membebaskan fosfat 2,50 kali lebih tinggi dibandingkan kontrol
tanpa inokulasi dan terendah membebaskan fosfat dari sumber batuan fosfat

Universitas Sumatera Utara

adalah JS8 yaitu sebesar 18,75 ppm. Hasil uji lanjut pada sumber batuan fosfat
menunjukkan isolat JS8 berbeda nyata dengan isolat lainnya.
Aktivitas masing-masing isolat Fungi pelarut fosfat dalam melarutkan P
yang tumbuh pada medium padat berbeda dengan aktivitas pada medium cair.
Kemampuan fungi pada medium cair dapat dipengaruhi oleh aerasi dan lamanya
waktu inkubasi. Menurut Fankem et al. (2006), aktivitas fungi dalam melarutkan
P pada media padat dan cair tidak mutlak sama. Kriteria zona bening tidak cukup
untuk menentukan kemampuan mikroba dalam melarutkan P. Jumlah mikroba
yang banyak juga belum tentu memiliki kemampuan yang tinggi dalam
melarutkan P.
Semua isolat (JF4, JNV3, JS8, JS4, JS6) mampu melarutkan P dari sumber
Ca, Al, Fe dan batuan fosfat dikarenakan Aspergillus sp. mampu menghasilkan
asam organik. Hal ini didukung oleh pernyataan Khan et al. (2009) yang
menyatakan bahwa Aspergillus sp. telah diketahui mampu menghasilkan asam
organik berupa asam oksalat, asam sitrat asam glukonat, dan asam suksinat.
Asam-asam organik seperti asam sitrat, asam suksinat, dan asam oksalat dapat
menggantikan kedudukan anion P, dan mengelat kation-kation seperti Ca, Al, dan
Fe membentuk senyawa kompleks.
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa urutan kemampuan pelarutan media
fosfat yang terbesar terdapat pada media Ca 3 PO 4 ,diikuti oleh media AlPO 4 dan
FePO 4 . Hal ini sesuai dengan pernyataan Premono (1994) yang menyatakan
bahwa asam organik yang mampu membentuk komplek yang lebih mantap
dengan kation logam akan lebih efektif dalam melepas Al dan Fe mineral tanah

Universitas Sumatera Utara

sehingga akan melepas P yang lebih besar. Urutan kemudahan fosfat terlepas
mengikuti urutan Ca 3 [(PO) 4 ] 2 > AlPO 4 > FePO 4 .
Tabel 4. Hasil pengukuran P-tersedia tahun 2013
Sumber Fosfat
Isolat

Ca 3 PO 4

FePO 4

AlPO 4

Batuan
Fosfat

P larutan (ppm)
JF4
18,45
21,66
15,29
21,80
JNV3
55,87
40,09
45,43
29,83
JS8
19,99
15,96
25,24
30,11
JS4
19,24
12,99
25,13
24,83
JS6
17,97
16,90
28,77
19,68
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa isolat yang terbesar dalam melarutkan P
dari media Ca 3 PO 4 adalah JNV3 sebesar 55,87 ppm. Isolat yang mampu
melarutkan P terbesar pada sumber FePO 4 adalah JNV3 40,09 ppm. Isolat yang
mampu melarutkan P terbesar pada sumber AlPO 4 adalah JNV3 sebesar 45,43
ppm. Isolat yang mampu melarutkan P terbesar pada sumber batuan fosfat adalah
JS8 sebesar 30,11 ppm.
Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4 hasil pengukuran P terlarut pada tahun
2016 lebih besar dibandingkan dengan pengukuran P terlarut pada tahun 2013.
Hal ini dapat dilihat dari nilai pengukuran P terlarut. Peningkatan nilai P terlarut
menunjukkan bahwa isolat yang disimpan selama tiga tahun masih berpotensi
dalam melarutkan P.
Selain mengukur kadar P-tersedia, pada uji media cair dilakukan
pengukuran pH media sebelum dilakukan inokulasi dan diukur kembali pH media
setelah dilakukan inokulasi fungi pelarut fosfat selama 14 hari untuk mengetahui
perubahan pH media yang terjadi.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5. Hasil pengukuran pH media
Sumber Fosfat
Isolat
Ca 3 PO 4
FePO 4
pH media
Kontrol
4,06
4,52
JF4
4,16
2,70
JNV3
3,37
2,46
JS8
3,81
2,09
JS4
3,04
1,90
JS6
4,05
2,23

AlPO 4

Batuan Fosfat

4,09
2,65
2,60
2,64
2,58
2,73

4,33
5,73
4,70
6,34
3,08
2,95

Perubahan pH yang terjadi dapat dilihat setelah dilakukannya inkubasi
selama 14 hari. pH sebelum dilakukan pemberian isolat adalah pH netral (6,92)
dan terjadi penurunan pH dimana kisaran pH setelah inkubasi adalah 1,90-6,34.
Penurunan pH terjadi karena pada saat fungi pelarut fosfat melarutkan fosfat,
fungi pelarut fosfat mengeluarkan sejumlah asam-asam organik yang dapat
mempengaruhi terhadap perubahan pH dari netral menjadi masam. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Setiawati (2005) yang menyatakan bahwa penurunan pH ini
diduga akibat pembebasan sejumlah asam-asam organik oleh fungi pelarut fosfat
sebagai hasil metabolismenya akibat banyaknya asam organik yang diekskresikan
membuat pH menjadi turun. Hal ini merupakan bentuk adaptasi fungi pelarut
fosfat terhadap media yang mengandung P terikat yang

lebih tinggi dari P

terlarut. Fosfat merupakan sumber energi primer bagi oksidasi fungi pelarut
fosfat. Jika fungi pelarut fosfat mati maka P-organik yang terdapat dalam jaringan
mikroba akan lepas kembali dalam bentuk P-anorganik. Fungi pelarut fosfat
mengeluarkan berbagai macam asam organik seperti asam formiat, asetat,
propionat, laktat, glikolat, fumarat, dan suksinat. Asam-asam organik ini dapat
membentuk khelat (kompleks stabil) dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat
P, sehingga ion H 2 PO 4 menjadi bebas dari ikatannya (Rao, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Penurunan pH media menandakan bahwa terjadi pelarutan P oleh fungi
pelarut fosfat, dimana fungi pelarut fosfat mengeluarkan asam-asam organik
sehingga pH media menjadi semakin masam. Menurut Jang dan Suh (2002),
terdapat korelasi negatif antara pH dengan pelarutan P, dimana penurunan pH
sejalan dengan penaikan pelarutan P. Hubungan antara pH dengan P terlarut
dimana pelarutan P tergantung dari banyaknya dan jenis asam organik yang
dikeluarkan oleh isolat tersebut yang ditandai dengan penurunan pH.
Asam-asam organik melarutkan P pada media dan dalam tanah melalui
mekanisme antara lain: kompetisi anion ortofosfat pada tapak jerapan, perubahan
pH media, pengikatan logam membentuk logam organik dan khelat oleh ligan
organik. Terdapatnya asam-asam organik ini dalam tanah sangat penting artinya
dalam mengurangi ikatan P oleh unsur penjerapannya dan mengurangi daya racun
logam seperti aluminium pada tanah masam. Menurut Premono (1994), kecepatan
pelarutan P dari mineral P oleh asam organik ditentukan oleh: (1) kecepatan difusi
asam organik dari larutan tanah, (2) waktu kontak antara asam organik dan
permukaan mineral, (3) tingkat dissosiasi asam organik, (4) tipe dan letak gugus
fungsi asam organik, (5) kadar asam organik dalam larutan tanah.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Fungi pelarut fosfat yang disimpan selama tiga tahun di Laboratorium
masih mempunyai potensi dalam melarutkan fosfat. Fungi pelarut fosfat yang
paling baik dalam melarutkan P dari sumber Ca 3 PO 4 adalah JS4, fungi pelarut
fosfat yang paling baik dalam melarutkan P dari sumber FePO 4 adalah JNV3,
fungi pelarut fosfat yang paling baik dalam melarutkan P dari sumber AlPO 4
adalah JF4 dan fungi pelarut fosfat yang paling baik dalam melarutkan P dari
sumber batuan fosfat adalah JS6.

Saran
Perlu dilakukan perhitungan jumlah koloni fungi pelarut fosfat sebelum
dilakukannya uji kemampuan dalam melarutkan P.

Universitas Sumatera Utara