Analisis Pelaksanaan Pelayanan Persalinan Di Puskesmas Poned Negeri Kecamatan Bilah Hilir Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di suatu negara menunjukkan

bahwa negara tersebut dikategorikan buruk dan belum berhasil dalam
meningkatkan kesehatan ibu yang setinggi-tingginya. Kelompok yang paling
rentan yang memerlukan pelayanan maksimal dari petugas kesehatan adalah ibu
bersalin, maka intervensi ditekankan pada kegiatan pertolongan persalinan yang
aman oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Melalui pertolongan yang baik dan
benar, diharapkan komplikasi akibat salah penanganan bisa dicegah, mengetahui
dengan cepat komplikasi yang timbul dan dengan segera memberikan pertolongan
termasuk merujuk bila diperlukan.
Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2014 AKI di
dunia yaitu 289.000 jiwa, yaitu di Amerika 172000 jiwa, di Afrika Utara 179.000
jiwa. Sementara di Asia Tenggara sendiri AKI masih 16.000, di Indonesia
190/100.000 kelahiran hidup, Filipina 120/100.000 kelahiran hidup, Thailand
60/100.000 kelahiran hidup, Brunei 60/100.000 kelahiran hidup, di Vietnam
44/100.000 kelahiran hidup, dan di Malysia 29/100.000 kelahiran hidup (WHO,

2014).
Salah satu sasaran yang ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 dalam bidang kesehatan adalah
menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 306/100.000 kelahiran hidup.
Namun kenyataannya dari hasil SDKI 2012, AKI mencapai 359/100.000 kelahiran

1

hidup. Profil Kesehatan Sumatera Utara (2013), menunjukan angka kematian ibu
sebesar 249/100.000 kelahiran hidup. Hal ini memperlihatkan bahwa AKI sudah
menurun, namun masih kurang bermakna sehingga target AKI yang ditetapkan
RPJMN tahun 2015-2019 diperkirakan akan sulit tercapai.
Masih tingginya AKI juga dipengaruhi dan didorong oleh berbagai faktor
yang mendasari timbulnya risiko maternal, yaitu faktor-faktor penyakit, masalah
gizi dari wanita usia subur serta faktor 4T, yaitu: 1) terlalu muda untuk
melahirkan; 2) terlalu tua untuk melahirkan; 3) terlalu dekat jarak kehamilan/
persalinan; 4) terlalu banyak melahirkan. Kondisi tersebut di atas lebih diperparah
lagi oleh adanya keterlambatan penanganan kasus emergensi/komplikasi maternal
akibat oleh kondisi 3T (terlambat), yaitu: 1) terlambat mengambil keputusan
merujuk; 2) terlambat mengakses fasilitas pelayanan kesehatan tepat; 3) terlambat

memperoleh pelayanan dari tenaga kesehatan yang tepat atau kompoten
(Kemenkes RI, 2013).
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan 3T (terlambat), antara lain:
kemiskinan,

rendahnya

tingkat

pendidikan

wanita,

keterbatasan

sarana

transportasi, situasi geografi yang sulit dan komunikasi antar lokasi pemukiman
yang sulit terjangkau. Selanjutnya juga bisa disebabkan oleh faktor kurangnya
peralatan dan obat-obatan di fasilitas pelayanan persalinan, mahalnya biaya

pelayanan persalinan, keterbatasan jumlah tenaga terlatih dan profesional serta
waktu kerjanya yang masih rendah (Suhardi dan Ngalimun, 2010).

2

Melihat permasalahan yang terjadi dalam penurunan AKI, maka
diperlukan upaya yang lebih keras dan dukungan dari seluruh stakeholder baik
pusat maupun daerah. Upaya tersebut diantaranya adalah mulai tahun 1987 telah
dimulai program Safe Motherhood, yang diintervensikan dalam empat pilar, yaitu:
1) keluarga berencana (KB); 2) pelayanan antenatal care (ANC); 3) persalinan
yang aman; 4) pelayanan obstetri esensial. Pada tahun 2000 telah dicanangkan
strategi Making Pregnancy Saver (MPS) dengan tiga pesan kunci , yaitu: 1) setiap
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; 2) setiap komplikasi obstetri
dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat; 3) setiap wanita subur
mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan
penanganan komplikasi persalinan. Realisasi dari MPS tersebut di tingkat
puskesmas yang mempunyai dokter umum dan bidan, khususnya puskesmas
dengan rawat inap dikembangkan menjadi Puskesmas Mampu Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Dasar (PONED) yang didukung dengan keberadaan rumah
sakit dengan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK)

dalam bentuk kerjasama antara Pelayanan PONED dan PONEK dalam rangka
mencapai atau perbaikan kualitas pelayanan yang dilaksanakan secara terpadu dan
terintegrasi (Kemenkes RI, 2013).
Puskesmas PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan
langsung terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir dengan
komplikasi baik yang datang atau rujukan kader/ masyarakat, bidan di desa dan
puskesmas melaksanakan rujukan ke RS PONEK pada kasus yang tidak dapat
ditangani. Puskesmas PONED menjadi tempat pelayanan terdekat dari desa

3

sampai pembina bidan dan mendekatkan akses pelayanan kegawatdaruratan
obstetri karena komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak dapat diduga
atau diramalkan sebelumnya.
Berbagai upaya yang dilaksankanan di Puskesmas PONED antara lain
peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam menyelenggarakan pelayanan
komplikasi persalinan, pemenuhan tenaga kesehatan, pemenuhan ketersediaan
peralatan, obat dan bahan habis pakai, manajemen penyelenggaraan serta sistem
rujukannya. Puskesmas PONED sangat membutuhkan kerjasama yang baik
dengan RS PONEK sebagai suatu kesatuan sistem rujukan mempunyai peran yang

sangat penting agar puskesmas PONED dapat memberikan kontribusi pada upaya
penurunan AKI, maka perlu dilaksankan dengan baik agar dapat dioptimalkan
fungsinya (Kemenkes RI, 2013).
Dari hasil laporan Nasional Riset Fasilitas Kesehatan 2011 (Rifaskes
2011), menyatakan bahwa hampir 40% puskesmas PONED mempunyai peralatan
yang jumlahnya kurang dari 40% standar alat PONED yang harus dipunyai oleh
Puskesmas PONED dan ketersediaan obat sangat kurang, karena lebih dari 80%
Puskesmas PONED menyediakan obat kurang dari 40% standar obat yang
semestinya ada di puskesmas PONED. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kulitas
Puskesmas PONED masih jauh dibandingkan dengan standar minimal yang harus
dipenuhi.
Menurut hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Handayani (2014),
menunjukan bahwa di Puskesmas PONED belum berjalan dengan optimal
dikarenakan belum mempunyai alat yang memenuhi standar minimal, sumber

4

daya belum memenuhi secara kuantitas dan kualitas belum mendapatkan pelatihan
PONED, tidak ada dana khusus untuk program PONED. Hasil penelitian lain juga
yang dilakukan oleh Vivianri (2011), menyatakan bahwa SDM atau tim PONED

tidak tinggal di puskesmas atau sedang tugas belajar, dokter yang ada berasal dari
puskesmas lain, tidak ada dana khusus untuk kegiatan PONED, sarana dan
prasarana sebagian besar belum memenuhi standar, dan dukungan Pemerintah
Daerah belum optimal.
Banyak indikator yang menunjukkan belum optimalnya Puskesmas
PONED tersebut, antara lain kasus-kasus komplikasi persalinan hanya sekedar
lewat di puskesmas untuk mendapatkan surat rujukan ke rumah sakit, bidan
atau bidan desa banyak yang merujuk langsung ke rumah sakit (terutama ke
pelayanan swasta) tanpa melalui puskesmas termasuk puskesmas

PONED,

petugas atau tim puskesmas yang sudah dilatih PONED belum mempunyai
rasa percaya diri yang cukup untuk menangani kasus-kasus yang semestinya
mampu ditangani atau paling sedikit melakukan pertolongan pertama sebelum
dikirim ke RS dengan berbagai alasan (Bappenas, 2010).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2004), bahwa pelayanan obstetri
neonatal emergensi dasar yang dilakukan puskesmas, khususnya pelaksanaan
pelayanan persalinan secara intensif dilakukan oleh bidan dan dokter terlatih
emergensi. Dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan obstetri pada

pertolongan persalinan mengacu pada standar pelayanan kebidanan yaitu standar
pelayanan umum dan standar pelayanan kebidanan termasuk didalamnya adalah
standar untuk penanganan kegawatdaruratan persalinan (Siwi dan Endang, 2015).

5

Sejak tahun 2012 Kabupaten Labuhan Batu dijadikan wilayah intervensi
program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) yaitu sebuah
program kerjasama Kementerian Kesehatan RI dan USAID (United States Agency
for International Development) selama lima tahun (2012-2016) dalam rangka
menurunkan angka kematian ibu (AKI) sebesar 25% dengan daerah intervensi 30
Kabupaten di 6 Provinsi, yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur dan Sulawesi Selatan. Adapun intervensi program EMAS dilakukan
melalui pendekatan : 1) meningkatkan kulitas pelayanan emergensi dan neonatal
di 300 Puskesmas PONED; 2) Memperkuat sistem rujukan yang efisiensi dan
efektif antar puskesmas dan rumah sakit; serta 3) program dirancang agar dapat
memberi dampak nasional atau tidak hanya sebatas area kerja.
Kabupaten Labuhan Batu adalah salah satu kabupaten di Provinsi
Sumatera Utara yang masih memiliki masalah kematian ibu. Selama kurun waktu
2012-2014 menunjukkan AKI cenderung menurun tetapi masih menunjukkan

angka yang cukup tinggi. Untuk tahun 2012 AKI sebanyak 33 kasus, tahun 2013
sebanyak 16 kasus, dan tahun 2014 sebanyak 10 kasus. Adapun kematian ibu
tersebut disebabkan faktor eklampsia, perdarahan, infeksi dan partus macet.
Sejak tahun 2011 Puskesmas Negeri Lama menjadi salah satu Puskesmas
Mampu PONED yang ada di Kabupaten Labuhan Batu. Puskesmas Negeri Lama
ditunjuk Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhan Batu untuk membantu masalah
pemerintah dalam menurunkan AKI, khususnya untuk wilayah Kecamatan Bilah
Hilir dimana pada tahun 2015 terdapat AKI bersalin sebanyak 2 orang yang
disebabkan oleh faktor perdarahan post partum dan eklampsia. Adapun kematian

6

ibu bersalin dikarenakan kurangnya kualitas tenaga kesehatan untuk mengenal
tanda-tanda bahaya dari perdarahan post partum dan eklampsia yang
membutuhkan rujukan untuk mendapatkan pelayanan dari tenaga kesehatan yang
lebih kompoten dan fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
Puskesmas Negeri Lama berada atau terletak pada lokasi yang mudah di
jangkau karena letaknya strategis di pinggir jalan utama atau di pusat kota dan
terletak di antara klinik bersalin swasta yang mudah ditempuh oleh sebagian
masyarakat sekitar dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Jarak

Puskesmas Negeri Lama dengan rumah sakit PONEK sekitar ± 60 km. Puskesmas
Negeri Lama memiliki sarana transportasi untuk rujukan yaitu ambulance
sebanyak 1 unit.
Puskesmas Negeri Lama memiliki tenaga kesehatan sebanyak 26 orang
dan sebagian besar adalah bidan sebanyak 13, perawat 11 orang dan dokter
sebanyak 2 orang. Puskesmas Negeri Lama telah memiliki kuantitas tenaga
kesehatan yang cukup, namun kualitas tenaga kesehatan masih kurang karena
tenaga kesehatan yang mendapat pelatihan APN sebanyak 3 orang, yaitu bidan 2
orang, dokter 1 orang, dan tenaga kesehatan yang mendapat pelatihan PONED
hanya dokter 1 orang. Namun tenaga kesehatan yang dapat melaksanakan
pelayanan persalinan hanya bidan terlatih APN, sedangkan dokter yang terlatih
PONED tidak melaksanakan tanggungjawab untuk dapat melaksanakan pelayanan
persalinan karena dokter yang terlatih tersebut telah diangkat menjadi kepala
puskesmas (Puskesmas Negeri Lama, 2015).

7

Survey awal menunjukan bahwa pada tahun 2015 cakupan kunjungan ibu
bersalin yang dapat ditolong di Puskesmas Negeri Lama sebanyak 523 (67,92%)
orang. Kasus persalinan sebanyak 58 orang, dimana kasus persalinan yang dapat

ditangani sebanyak 19 orang seperti letak sungsang sebanyak 12 orang, panggul
sempit sebanyak 4 orang, pre eklampsia ringan sebanyak 3 orang, dan kasus
persalinan yang dirujuk sebanyak 39 orang seperti ketuban pecah dini (KPD)
sebanyak 17 orang, pre eklampsia berat (PEB) sebanyak 5 orang, partus macet
sebanyak 4 orang, post date sebanyak 2 orang, partus premature sebanyak 3
orang, previouse Caesar sebanyak 2 orang, retensio plasenta sebanyak 3 orang,
dan perdarahan post partum sebanyak 3 orang (Puskesmas Negeri Lama, 2015).
Dari laporan cakupan kunjungan ibu bersalin yang dapat ditolong di
Puskesmas Negeri Lama mulai bulan januari-juni tahun 2016 sebanyak 126 orang.
Kasus persalinan sebanyak 45 orang, dimana kasus persalinan yang dapat
ditangani yaitu letak sungsang sebanyak 3 orang, dan kasus persalinan yang
dirujuk sebanyak 42 orang seperti ketuban pecah dini (KPD) sebanyak 13 orang,
pre eklampsia berat (PEB) sebanyak 9 orang, partus macet sebanyak 8 orang,
partus premature sebanyak 3 orang, perdarahan post partum sebanyak 3 orang,
post date sebanyak 2 orang, previous caesar sebanyak 2 orang dan retensio
plasenta sebanyak 2 orang.
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti melalui
wawancara dengan bidan di Puskesmas Negeri Lama, ada beberapa masalah yang
dihadapi oleh Puskesmas dalam pelaksanaan pelayanan persalinan, yaitu
ketersediaan alat yang belum mencukupi seperti spekulum sims minor, spekulum


8

sims medium, speculum sims besar, vacum ekstraktor, kaca mata dan lampu
periksa halogen, bidan yang terlatih APN masih kurang yaitu sebanyak 3 orang,
petugas PONED tidak lengkap dan belum mendapatkan pelatihan PONED, dokter
dan bidan masih tidak berada di tempat, tenaga kesehatan sukarela (TKS) kurang
percaya diri dalam menolong persalinan karena usia masih muda dan belum
berpengalaman, ibu hamil juga belum memahami pelayanan yang ada di
Puskesmas

PONED

karena

petugas

kesehatan

puskesmas

kurang

mensosialisasikan tentang pelayanan persalinan yang ada di puskesmas dan ibu
bersalin tidak akan memanfaatkan kembali pelayanan persalinan puskesmas
karena petugas kesehatan kurang memperhatikan kebutuhan pasien dimana
petugas kesehatan selalu berkumpul di posko pelayanan kesehatan.
Menurut penelitian Meiri (2014), menunjukkan bahwa pelaksanaan
penanganan komplikasi persalinan terkendala oleh tidak lengkapnya SOP, tidak
ada uraian kerja tim PONED, dokter belum terlatih PONED, peralatan kurang
memadai seperti alat vakum yang rusak dan kendala dalam pengadaan ambulan
laut. Hasil penelitian lain juga dilakukan oleh Nurjayanti (2012), menunjukkan
bahwa pelayanan kegawatdaruratan puskesmas PONED masih on call,
ketersediaan dana sudah cukup namun masih ada komponen biaya yang belum
dianggarkan, fasilitas dan peralatan ada yang belum tersedia, tim PONED belum
mengikuti pelatihan untuk pengembangan staf. Penanganan dan pengelolaan
rujukan kegawatdaruratan obstetri belum sepenuhnya memakai standar rujukan
yaitu bidan, alat, keluarga, surat, obat, kendaraan dan uang (BAKSOKU).

9

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Analisis pelaksanaan pelayanan persalinan di Puskesmas
PONED Negeri Lama Kecamatan Bilah Hilir Kabupaten Labuhan Batu Tahun
2016.
1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diambil

rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana Pelaksanaan Pelayanan
Persalinan di Puskesmas PONED Negeri Lama Kecamatan Bilah Hilir Kabupaten
Labuhan Batu Tahun 2016.
1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pelaksanaan pelayanan

persalinan di Puskesmas PONED Negeri Lama Kecamatan Bilah Hilir Kabupaten
Labuhan Batu Tahun 2016.
1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi puskesmas untuk meningkatkan kualitas
pelayanan persalinan di puskesmas PONED Negeri Lama.
2. Untuk meningkatkan kemampuan peneliti dalam mengadakan research ilmiah
dan meningkatkan pemahaman peneliti mengenai pelaksanaan pelayanan
persalinan di Puskesmas PONED.
3. Sebagai bahan referensi untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
analisis pelaksanaan pelayanan persalinan di Puskesmas PONED.

10