“Hubungan Suhu, Curah Hujan, Kelembaban, dan Kecepatan Angin Terhadap Kejadian ISPA di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015-2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau
disertai radang parenkim paru (Alsagaf, 2009). ISPA salah satu penyebab utama
kematian pada anak di bawah 5 tahun. World Health Organization memperkirakan
insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan
angka kejadian ISPA pada balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%20% pertahun pada 13 juta anak balita di dunia kelompok umur balita. Pada tahun
2000, 1,9 juta (95%) anak – anak di seluruh dunia meninggal karena ISPA, 70 %
dari Afrika dan Asia Tenggara (WHO, 2002).
ISPA menjadi perhatian bagi anak-anak (termasuk balita) baik dinegara
berkembang maupun dinegara maju karena ini berkaitan dengan sistem kekebalan
tubuh. Anak-anak dan balita akan sangat rentan terinfeksi penyebab ISPA karena
sistem tubuh yang masih rendah, itulah yang menyebabkan angka prevalensi dan
gejala ISPA sangat tinggi bagi anak-anak dan balita (Riskerdas, 2007).
Di Indonesia, prevalensi nasional ISPA 25% (16 Provinsi di atas angka
rasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada bayi 2,2%, balita 3%,
sedangkan angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%
(Riskerdas, 2007). Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, Departemen

Kesehatan RI menetapkan 10 program prioritas masalah kesehatan yang

Universitas Sumatera Utara

2

ditemukan di masyarakat untuk mencapai tujuan Indonesia Sehat 2010, dimana
salah satu diantaranya adalah Program Pencegahan Penyakit Menular termasuk
penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Depkes RI, 2002).
Menurut survey kesehatan Indonesia, angka kematian Balita pada tahun
2007 sebesar 44/1000 kelahiran hidup, sementara perkiraan kelahiran hidup
diperoleh 4.467.714 bayi. Berdasarkan data tersebut dapat dihitung jumlah
kematian balita 196.579. Menurut Riskesdas penyebab kematian balita karena
pneumonia adalah 15,5%. Dan jumlah kematian balita akibat pneumonia setiap
harinya adalah 30.470 atau rata – rata 83 orang balita ( Depkes, 2007).
Iklim dan kejadian penyakit memiliki hubungan yang sangat erat, terutama
terjadinya berbagai penyakit menular. Selain itu, kenaikan suhu lingkungan juga
dapat memperparah dampak polusi udara terutama di daerah perkotaan dan
meningkatkan kelembaban udara yang berpengaruh terhadap individu dengan
penyakit-penyakit seperti penyakit saluran pernapasan( EPA, 2002).

Dunia sedang mengalami perubahan iklim. Hal ini disebabkan karena
aktivitas manusia, khususnya dalam

pemilihan penggunaan energi yang

cenderung tidak terbarui dan mengeluarkan gas-gas atau bahan-bahan beracun
yang berpengaruh pada perubahan iklim tersebut. Diperkirakan terjadi kenaikan
suhu bumi antara 1,4 sampai 5,80C pada akhir abad ke-21. Dimana suhu bumi
yang tinggi akan meningkatkan polusi udara di udara bebas.
Menurut JG Ayres dan kawan-kawan (2009) mengatakan bahwa
peningkatan kasus penyakit infeksi pernafasan dipengaruhi oleh curah hujan
ekstrim yang menyebabkan suatu wilayah menjadi dingin. Musim dingin di

Universitas Sumatera Utara

3

negara-negara tropis diikuti oleh peningkatan kasus infeksi pernafasan. Suhu dan
kelembaban udara berkorelasi positif dengan virus penyakit pernafasan terhadap
anak-anak di bagian tenggara Brasil. Suhu dan kelembaban udara menurun, virus

infeksi saluran pernafasan cenderung meningkat. Pada kelembaban relatif sebesar
75% virus pernafasan terdapat dalam beberapa sampel laboratorium (Luiz
Gustavo Gardinassi ,2012).
Ayres dan kawan-kawan (2009) juga mengatakan bahwa curah hujan yang
berlebihan akan dapat membuat rumah menjadi lembab, curah hujan tidak
menentu dan tinggal di kawasan padat penduduk banyak menderita penyakit
pernafasan karena sirkulasi dan sanitasi yang kurang baik, sedangkan menurut
Mairusnita (2007), mengatakan pada saat musim hujan di kawasan padatan
hunian akan berpengaruh terhadap terjadinya cross infection, ketika ada penderita
ISPA yang berada dalam satu ruangan, maka pada saat batuk/bersin udara akan
mempercepat proses penularan terhadap orang lain.
Menurut penelitian Mahmud (2004), mengatakan adanya hubungan
penyakit ISPA Non Pneumonia Balita dengan curah hujan dengan Pv sebesar
0,030 dan nilai r = 0,49 (kekuatan hubungan" kuat" arah poritif), suhu udara
dengan Pv = 0,003 dan nilai r = - 0,62 (kekuatan hubungan "kuat" arah negatif)
serta hari hujan dengan Pv = 0,049 dan nilai r = 0,45 ( kekuatan hubungan "kuat"
arah positif ), sedangkan menurut Masnitauli (2016) suhu dan curah hujan
perbulan berhubungan dengan kasus ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun
perbulan.


Universitas Sumatera Utara

4

Salah satu faktor terjadinya penyakit ISPA adalah kelembaban (Brussels,
2010). Menurut Mairusnita (2007), kelembaban udara yang terjadi diakibatkan
oleh adanya musim hujan, sehingga menyebabkan bakteri dapat bertahan lebih
lama dan dalam kondisi rumah yang tidak memiliki ventilasi yang baik, maka
akan mempercepat proses penularan penyakit.
Dalam hal ini peneliti ingin melihat hubungan iklim suhu, curah hujan,
kelembaban, dan kecepatan angin terhadap kejadian penyakit ISPA di Kabupaten
Deli Serdang Tahun 2015-2016.
1.2 Rumusan Masalah
Penyakit ISPA di Kabupaten Deli Serdang masih merupakan salah satu
10 masalah kesehatan masyarakat. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini
adalah bagaimana hubungan suhu, curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan
angin terhadap kejadian ISPA di Kabupaten Deli Serdang selama kurun waktu
dua tahun yaitu dari tahun 2015 sampai tahun 2016.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1


Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan suhu

udara, curah hujan, kelembaban

dan,kecepatan angin terhadap kejadian ISPA di Kabupaten Deli Serdang selama
kurun waktu dua tahun yaitu tahun 2015 sampai tahun 2016.
1.3.2

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan

suhu udara terhadap kejadian ISPA di

Kabupaten Deli Serdang tahun 2015-2016.

Universitas Sumatera Utara


5

2. Untuk mengetahui hubungan curah hujan terhadap kejadian ISPA di
Kabupaten Deli Serdang tahun 2015-2016.
3. Untuk mengetahui hubungan kelembaban udara terhadap kejadian ISPA di
Kabupaten Deli Serdang tahun 2015-2016.
4. Untuk mengetahui hubungan kecepatan angin terhadap kejadian ISPA di
Kabupaten Deli Serdang tahun 2015-2016.
1.4 Hipotesis
H0 = Tidak ada hubungan suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan
kecepatan angin terhadap kejadian ISPA di Kabupaten Deli Serdang
selama kurun waktu dua tahun yaitu dari tahun 2015 sampai tahun 2016.
Ha = Ada hubungan suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan kecepatan
angin terhadap kejadian ISPA di Kabupaten Deli Serdang selama kurun
waktu dua tahun yaitu dari tahun 2015 sampai tahun 2016.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah khususnya Dinas Kesehatan
Kabupaten Deli Serdang dalam penentuan arah kebijakan dan perencanaan
program pencegahan dan pengendalian kasus ISPA di Kabupaten Deli
Serdang.

2. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam menanggulangi kasus ISPA dan
masyarakat dapat mengantisipasi terjadinya kasus ISPA di wilayah mereka
masing-masing.
3. Sebagai bahan tambahan ilmu untuk pengembangan kompetensi mahasiswa,
khususnya mahasiswa kesehatan lingkungan dan sebagai informasi bagi

Universitas Sumatera Utara

6

peneliti selanjutnya untuk studi yang lebih mendalam tentang pengaruhsuhu,
curah hujan, kelembaban, dan kecepatan angin terhadap perkembangan
penyakit ISPA.

Universitas Sumatera Utara