Hubungan Iklim (Suhu, Curah Hujan,Kelembaban dan Kecepatan Angin) dengan Kejadian Penyakit ISPA Bukan Pneumonia di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012-2015

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Rancangan penelitian ini merupakan studi ekologi menurut waktu (ecological time trend study) dengan memanfaatkan data sekunder pencatatan dan pelaporan Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli serta data iklim dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Gunung Sitoli.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Gunung Sitoli pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2016. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan oleh beberapa pertimbangan yaitu Kota Gunung Sitoli merupakan wilayah yang memiliki angka kasus ISPA bukan pneumonia tinggi dari tahun ke tahun serta pencatatan dan pelaporan kasus relatif baik.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data kasus ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli selama tahun 2012 - 2015 yang bersumber dari dokumen atau laporan perbulan kasus ISPA Dinas Kesehatan Gunung Sitoli. 3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh data kasus ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli yang bersumber dari dokumen atau laporan perbulan kasus ISPA Dinas Kesehatan Gunung Sitoli. Pada penelitian ini tidak dilakukan sampling karena populasi diambil semua untuk di analisis.


(2)

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa : a. Data kasus ISPA bukan pneumonia diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota

Gunung Sitoli selama empat periode (Januari 2012 - Desember 2015).

b. Data iklim yang meliputi suhu udara, curah hujan, kelembaban dan kecepatan angin dari Stasiun Klimatologi selama empat periode (Januari 2012 – Desember 2015).

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1 Variabel Dependen

1. Penyakit ISPA bukan pneumonia adalah jumlah penderita ISPA bukan pneumonia perbulan di Kota Gunung Sitoli dalam kurun waktu tahun 2012 sampai 2015 sebagaimana tercantum dalam sistem pencatatan dan pelaporan program P2 ISPA Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli tahun 2012 sampai dengan 2015

Hasil ukur : jumlah penderita ISPA perbulan Skala Ukur : rasio

Alat ukur : laporan kasus ISPA bukan pneumonia Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli

Cara ukur : analisis data Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli 3.5.2 Variabel Independen

1. Temperatur / suhu udara adalah suatu keadaan dingin atau panas udara yang diperoleh dari hasil pengukuran per hari selama satu bulan kemudian dirata -ratakan setiap tahun (Januari 2012 - Desember 2015)

Hasil Ukur : °C Skala Ukur : rasio


(3)

Alat ukur : laporan Badan Klimatologi Kota Gunung Sitoli Cara ukur : analisis data Badan Klimatologi Kota Gunung Sitoli

2. Curah Hujan adalah jumlah rata - rata air hujan yang turun ke bumi yang diperoleh dari hasil pengukuran harian selama satu bulan kemudian dirata -ratakan setiap tahun (Januari 2012 - Desember 2015)

Hasil Ukur : mm Skala Ukur : rasio

Alat ukur : laporan Badan Klimatologi Kota Gunung Sitoli Cara ukur : analisis data Badan Klimatologi Kota Gunung Sitoli

3. Kelembaban adalah keadaan uap air per hari di dalam udara ambien yang diperoleh dari hasil pengukuran harian selama satu bulan kemudian dirata -ratakan setiap tahun (Januari 2012 - Desember 2015)

Hasil Ukur : % Skala Ukur : rasio

Alat ukur : laporan Badan Klimatologi Kota Gunung Sitoli Cara ukur : analisis data Badan Klimatologi Kota Gunung Sitoli

4. Kecepatan angin adalah laju pergerakan angin yang diperoleh dari hasil pengukuran per hari selama satu bulan kemudian dirata - ratakan setiap tahun (Januari 2012 - Desember 2015)

Hasil Ukur : knot Skala Ukur : rasio

Alat ukur : laporan Badan Klimatologi Kota Gunung Sitoli Cara ukur : analisis data Badan Klimatologi Kota Gunung Sitoli 3.6 Metode Analisis Data


(4)

Analisis hubungan dilakukan dengan menggunakan metode analisis korelasi (Sugiyono, 2012). Dengan desain penelitian tersebut diharapkan dapat diketahui pengaruh keadaan iklim lingkungan terhadap kejadian penyakit ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli. Data iklim yang berupa curah hujan, suhu udara, kecepatan angin dan kelembaban udara berbentuk data bulanan diolah menjadi data rata-rata tahunan dan data rata-rata bulanan selama empat tahun. Sedangkan data kasus ISPA bukan pneumonia didapatkan dalam bentuk data bulanan diolah menjadi data tahunan dan data bulanan selama empat tahun. Selanjutnya data dianalisis dengan metode statistik menggunakan komputer. 3.6.1 Analisis Univariat

Analisis univariat secara statistik digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dalam penelitian ini meliputi suhu udara, curah hujan, kelembaban, kecepatan angin dan kejadian kasus ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli menurut data tahunan dan bulanan selama empat tahun.

3.6.2 Analisis Bivariat

Analisis ini merupakan teknik staristik inferensial yang dipergunakan untuk menguji adanya hubungan dua variabel yang diteliti (independen dan dependen). Untuk menganalisis derajat atau keeratan hubungan antara keadaan iklim lingkungan yang berupa suhu udara, curah hujan, kelembaban dan kecepatan angin dengan kasus ISPA bukan pneumonia digunakan uji korelasi. Uji Normalitas data bertujuan untuk menentukan apakah data distribusi normal atau tidak, sehingga dapat menentukan uji statistik yang digunakan pada analisis bivariat, uji normalitas yang digunakan adalah Kolmogorov-smirnov menunjukkan


(5)

data distribusi normal, maka analisis korelasi Pearson Moment, jika data tidak berdistribusi normal maka uji korelasi yang digunakan adalah uji non parametrik Spearman-rho (Sopiyudin, 2013). Uji korelasi untuk menentukan koefisien korelasi (r), kuat hubungan dapat diperoleh dari formulasi berikut :

√[ ][ ] Keterangan :

r = koefisien korelasi n = jumlah sampel X = variabel independen Y = variabel dependen

Nilai korelasi (r) berkisar 0 sampai dengan 1 atau bila dengan disertai arahnya nilainya -1 sampai dengan +1.

r = 0 tidak ada korelasi linier

r = -1 korelasi linier negatif sempurna

r = +1 korelasi linier positif sempurna atau kuat

Selain untuk mengetahui derajat/keeratan hubungan, korelasi dapat juga untuk mengetahui arah hubungan dua variabel. Hubungan dua variabel dapat berpola positif maupun negatif. Hubungan positif terjadi bila kenaikan suatu variabel independen diikuti kenaikan variabel dependen yang lain, sedangkan hubungan negatif dapat terjadi bila kenaikan suatu variabel independen diikuti penurunan variabel dependen yang lain.

Menurut Sutrisno (1979) dalam Arikunto (2002) kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam lima area, yaitu :


(6)

r = 0,20 - 0,40 hubungan lemah r = 0,40 - 0,60 hubungan sedang r = 0,60 – 0,80 hubungan kuat r = 0,80 – 1,00 hubugan sangat kuat

Selanjutnya untuk mengetahui bentuk korelasi dua variabel dilakukan analisis regresi. Analisis regresi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui bentuk hubungan dua variabel atau lebih. Tujuan analisis regresi adalah untuk membuat perkiraan (prediksi) nilai variabel kasus ISPA bukan pneumonia (variabel dependen) melalui variabel iklim (variabel independen). Untuk melakukan prediksi digunakan persamaan garis yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square). Secara matematis persamaan garis sebagai berikut :

Y = a + b X

Sedangkan untuk menghitung koefisien regresi variabel bebas (b) dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan :

Y = variabel dependen X = variabel independen

a = intercept, perbedaan besarnya rata-rata variabel Y ketika variabel X = 0 b = slope, perkiraan besarnya perubahan nilai variabel Y bila nilai variabel X berubah satu unit pengukuran


(7)

Koefisien regresi variabel bebas bisa bertanda positif atau negatif. Jika bertanda positif, bermakna memberikan pengaruh yang searah antara perubahan variabel dengan variabel terikat. Dengan kata lain jika besarnya nilai faktor curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin bertambah naik maka jumlah kasus ISPA bukan pneumonia pada balita (variabel terikat) mengalami kenaikan proporsional dengan besarnya nilai koefisien regresi variabel bebas tersebut. Demikian juga sebaliknya, apabila koefisien regeresi variabel bebas bernilai negatif maka perubahan yang terjadi berlawanan arah (Sopiyudin, 2013).


(8)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Keadaan Geografi

Kota Gunung Sitoli adalah salah satu daerah kota dari 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang terletak di pulau Nias dan berjarak sekitar 85 mil laut dari Kota Sibolga. Secara geografis wilayah Kota Gunung Sitoli terletak di

1°05′00” - 1°25′00” Lintang Utara dan 97°28′00” - 97°41′00” Bujur Timur. Kota Gunung Sitoli memiliki luas wilayah mencapai ± 469,36 km², atau mencapai 0,63% dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kota Gunung Sitoli terletak pada garis khatulistiwa dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Batas Utara : Kecamatan Sitolu Ori Batas Timur : Samudera Indonesia

Batas Selatan : Kecamatan Gido dan Kecamatan Hiliserangkai

Batas Barat : Kecamatan Hiliduho Kabupaten Nias serta Kecamatan Alasa Talumuzoi dan Kecamatan Namohalu Esiwa Kab. Nias Utara Kondisi alam/topografi daratan Pulau Nias sebahagian besar berbukit-bukit sempit dan terjal dengan tinggi di atas permukaan laut bervariasi antara 0 – 800m. Kota Gunung Sitoli secara administratif terbagi atas 6 (enam) kecamatan, yaitu : Kecamatan Gunung Sitoli Idanoi, Gunung Sitoli Selatan, Gunung Sitoli Barat,

Gunung Sitoli, Gunung Sitoli Alo’oa dan Gunung Sitoli Utara. Masing-masing kecamatan terdiri atas desa/kelurahan. Jumlah total desa/ kelurahan di Kota Gunungsitoli adalah sebanyak 101 desa/kelurahan dengan jumlah desa sebanyak 98 desa dan kelurahan sebanyak 3. Dari 101 desa/kelurahan tersebut, sebanyak 27


(9)

desa/kelurahan (27%) terletak di daerah pantai, dan 74 desa/kelurahan (73%) berada di daerah bukan pantai /pegunungan.

Tabel 4.1 Luas Kecamatan dan Jumlah Desa disetiap Kecamatan di Kota Gunung Sitoli

Kecamatan Luas/Area (Km²) Jumlah Desa/ Kelurahan Kepadatan Penduduk

Gunung Sitoli Utara 79,73 10 16.623

Gunung Sitoli Alo’oa 60,21 9 6.878

Gunung Sitoli 109,09 32 62.162

Gunung Sitoli Selatan 56,85 15 14.088

Gunung Sitoli Barat 28,70 9 7.623

Gunung Sitoli Idanoi 134,78 26 22.029

Jumlah 469,46 101 129.403

Sumber : BPS Kota Gunung Sitoli dalam angka Tahun 2014 4.1.2 Keadaan Demografi

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012 - 2015 (jiwa)

Tahun Total Jumlah Peduduk Kota Gunung Sitoli

2012 128337

2013 129403

2014 133755

2015 134551

Sumber : BPS Kota Gunung Sitoli

Jumlah penduduk Kota Gunung Sitoli dari Tahun 2012 – 2015 dapat dilihat pada tabel 4.2.

Grafik 4.1 Jumlah Penduduk di Kota Gunung Sitoli Periode Tahun 2012-2015

128337 129403

133755 134551

124000 126000 128000 130000 132000 134000 136000

2012 2013 2014 2015

Total Jumlah Penduduk Kota Gunung Sitoli


(10)

Pada grafik 4.1 menunjukan jumlah penduduk di Kota Gunung Sitoli pada tahun 2012 sampai pada tahun 2015 mengalami peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya.

4.2 Gambaran Kasus ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012-2015

Tabel 4.3 Jumlah Kasus ISPA Bukan Pneumonia di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012 – 2015

Bulan 2012 2013 Tahun 2014 2015 Rerata/bulan

Januari 562 1386 1718 847 1128,25

Februari 872 1575 1333 991 1192,75

Maret 811 1558 1140 1009 1129.50

April 1194 1225 1148 930 1124,25

Mei 1110 1454 1060 943 1141,75

Juni 1056 1127 776 893 963,00

Juli 1129 1401 906 901 1084,25

Agustus 1162 996 1040 842 1010,00

September 1275 1168 1231 1053 1181,75

Oktober 1170 1351 1131 1410 1265,5

November 1013 1739 839 1616 1301,75

Desember 1003 1669 861 1361 1223,50

Rata2/tahun 1029,75 1387,42 1098,58 1066,33

Gambaran kasus ISPA bukan pneumonia setiap bulan selama tahun 2012-2015 di Kota Gunung Sitoli dapat dilihat dari pada tabel 4.3. Jumlah kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi terjadi di tahun 2013 yaitu 1387,42 kasus dan kasus ISPA bukan pneumonia terendah terjadi di tahun 2012 yaitu 1029,75 kasus.


(11)

Grafik 4.2 Rerata Kasus ISPA bukan pneumonia perbulan di Kota Gunung Sitoli Periode Tahun 2012-2015

Dari grafik 4.2 dapat dilihat bahwa kasus ISPA bukan pneumonia setiap bulannya mengalami fluktuasi dengan trend naik turun. Rata-rata kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi terjadi pada bulan November yaitu 1301,75 kasus, sedangkan rata-rata kasus ISPA bukan pneumonia terendah terjadi pada bulan Juni yaitu 963 kasus.

Tabel 4.4 Jumlah Kasus ISPA Bukan Pneumonia Usia < 1 Tahun di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012 – 2015

Bulan 2012 2013 Tahun 2014 2015 Rerata/bulan

Januari 40 88 94 32 63,5

Februari 57 134 44 44 69,75

Maret 43 116 114 46 79,75

April 76 91 118 33 79,5

Mei 76 85 116 40 79,25

Juni 78 57 60 28 55,75

Juli 64 63 44 32 50,75

Agustus 56 53 57 48 53,5

September 106 122 68 51 86,75

Oktober 98 101 39 48 71,5

November 62 130 36 57 71,25

Desember 69 127 71 73 85

Rata2/tahun 68,75 97,25 71,75 44,33

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli Tahun 2012 - 2015

1128,25 1192,75 1129,5 1124,25 1141,75 963

1084,25 1010

1181,75 1265,5 1301,75 1223,5

0 200 400 600 800 1000 1200 1400


(12)

Gambaran kasus ISPA bukan pneumonia pada usia < 1 tahun setiap bulan selama tahun 2012-2015 di Kota Gunung Sitoli dapat dilihat dari pada tabel 4.4. Jumlah kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi pada usia < 1 tahun terjadi di tahun 2013 yaitu 97,25 kasus dan kasus ISPA bukan pneumonia terendah terjadi di tahun 2015 yaitu 44,33 kasus.

Grafik 4.3 Rerata Kasus ISPA bukan pneumonia pada usia < 1 tahun perbulan di Kota Gunung Sitoli Periode Tahun 2012-2015

Dari grafik 4.3 dapat dilihat bahwa kasus ISPA bukan pneumonia < 1 tahun setiap bulannya mengalami fluktuasi dengan trend naik turun. Rata-rata kasus ISPA bukan pneumonia < 1 tahun tertinggi terjadi pada bulan September yaitu 86,75 kasus, sedangkan rata-rata kasus ISPA bukan pneumonia < 1 tahun terendah terjadi pada bulan Juli yaitu 50,75 kasus.

63,5 69,75

79,75 79,5 79,25

55,75 50,75 53,5

86,75

71,5 71,25 85

0 20 40 60 80 100


(13)

Tabel 4.5 Jumlah Kasus ISPA Bukan Pneumonia Usia 1-4 Tahun di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012 – 2015

Bulan 2012 2013 Tahun 2014 2015 Rerata/bulan

Januari 113 321 498 154 271,5

Februari 121 268 302 178 217,25

Maret 244 316 211 203 243,5

April 202 257 291 142 223

Mei 202 273 213 177 216,25

Juni 214 191 157 176 184,5

Juli 196 239 152 97 171

Agustus 186 214 218 152 192,5

September 194 297 193 192 219

Oktober 187 283 201 198 217,25

November 179 444 216 259 274,5

Desember 188 464 135 177 241

Rata2/tahun 185,5 297,25 232,25 175,417

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli Tahun 2012-2015

Gambaran kasus ISPA bukan pneumonia pada usia 1- 4 tahun setiap bulan selama tahun 2012-2015 di Kota Gunung Sitoli dapat dilihat dari pada tabel 4.4. Jumlah kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi pada usia 1 - 4 tahun terjadi di tahun 2013 yaitu 297,25 kasus dan kasus ISPA bukan pneumonia terendah terjadi di tahun 2015 yaitu 175,417 kasus.

Grafik 4.4 Rerata Kasus ISPA bukan pneumonia pada usia 1-4 tahun perbulan di Kota Gunung Sitoli Periode Tahun 2012-2015

Dari grafik 4.4 dapat dilihat bahwa kasus ISPA bukan pneumonia pada usia 1-4 tahun setiap bulannya mengalami fluktuasi. Rata-rata kasus ISPA bukan

271,5

217,25 243,5 223 216,25

184,5 171 192,5

219 217,25 274,5 241 0 50 100 150 200 250 300


(14)

pneumonia pada usia 1-4 tahun tertinggi terjadi pada bulan November yaitu 274,5 kasus, sedangkan rata-rata kasus ISPA bukan pneumonia pada usia 1-4 tahun terendah terjadi pada bulan Juli yaitu 171 kasus.

Tabel 4.6 Jumlah Kasus ISPA Bukan Pneumonia Berdasarkan Usia > 5 Tahun di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012 – 2015

Bulan 2012 2013 Tahun 2014 2015 Rerata/bulan

Januari 409 968 1126 661 791

Februari 481 1173 987 769 852,5

Maret 525 1126 815 760 806,5

April 916 868 739 755 819,5

Mei 834 1090 701 726 837,75

Juni 764 879 559 688 722,5

Juli 869 1099 710 672 837,5

Agustus 920 730 765 642 764,25

September 975 749 970 810 876

Oktober 885 970 891 1164 977,5

November 772 1165 707 1300 986

Desember 746 1078 655 1111 897,5

Rata2/tahun 758 991,25 803,08 838,17

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli Tahun 2012-2015

Gambaran kasus ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun setiap bulan selama tahun 2012-2015 di Kota Gunung Sitoli dapat dilihat dari pada tabel 4.6. Jumlah kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi pada usia > 5 tahun terjadi di tahun 2013 yaitu 991,25 kasus dan kasus ISPA bukan pneumonia terendah terjadi di tahun 2012 yaitu 758 kasus.

791 852,5 806,5 819,5 837,75 722,5 837,5 764,25 876

977,5 986 897,5

0 200 400 600 800 1000 1200


(15)

Grafik 4.5 Rerata Kasus ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun perbulan di Kota Gunung Sitoli Periode Tahun 2012-2015

Dari grafik 4.5 dapat dilihat bahwa kasus ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun setiap bulannya mengalami fluktuasi. Rata-rata kasus ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun tertinggi terjadi pada bulan November yaitu 986 kasus, sedangkan rata-rata kasus ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun terendah terjadi pada bulan Juni yaitu 722,5 kasus.

4.3 Gambaran Iklim (Suhu Udara, Curah Hujan, Kelembaban dan Kecepatan Angin) di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012-2015

Tabel 4.7 Data Suhu Udara di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012-2015 (°C) Bulan 2012 2013 Tahun 2014 2015 Rerata/bulan

Januari 26,4 26,3 26,3 26,0 26,25

Februari 26,3 26,2 26,6 26,3 26,35

Maret 26,3 27,3 27,3 26,0 26,72

April 26,1 26,6 26,2 26,2 26,27

Mei 26,4 26,9 26,8 26,8 26,72

Juni 26,4 26,7 26,5 26,4 26,5

Juli 25,8 26,2 26 25,9 25,97

Agustus 26,3 26,4 26,2 26,1 26,25

September 25,8 26,1 26,1 25,9 25,97

Oktober 26,1 26 26,3 26,0 26,1

November 25,7 25,7 26 26,0 25,85

Desember 26,1 26,4 25,8 25,9 26,05

Rata2/tahun 26,14 26,4 26,34 26,12 Sumber: BMKG Kota Gunung Sitoli Tahun 2012-2015

Gambaran suhu udara perbulan di Kota Gunung Sitoli dari tahun 2012 sampai tahun 2015 dapat dilihat dalam tabel 4.7. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata suhu udara tertinggi terjadi di bulan Maret dan Mei. Sementara rata-rata suhu udara terendah terjadi di bulan November. Berdasarkan rata-rata suhu udara pertahun, rata-rata suhu udara tertinggi terjadi pada tahun 2013, sedangkan rata-rata suhu udara terendah terjadi pada tahun 2015.


(16)

Grafik 4.6 Rerata Suhu Udara perbulan di Kota Gunung Sitoli Periode Tahun 2012-2015 (°C)

Grafik 4.6 menunjukan bahwa rata-rata suhu udara perbulan pada tahun 2012 sampai tahun 2015 di Kota Gunung Sitoli relatif mengalami sedikit peningkatan. Rata-rata suhu udara tertinggi terjadi pada bulan Maret dan Juni yaitu 26,72°C, sedangkan rata-rata suhu udara terendah terjadi pada bulan November yaitu 25,85°C.

Tabel 4.8 Data Curah Hujan di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012 – 2015 (mm)

Bulan Tahun Rerata/bulan

2012 2013 2014 2015

Januari 94,8 350,1 120,4 268,4 208,43 Februari 173,5 402,2 115,8 88,6 195,03

Maret 189,7 54,7 172,9 277 173,58

April 200 239,6 125,9 417,3 245,7

Mei 352,2 247,7 155,5 202,6 239,5

Juni 137,1 120,8 151,5 169,9 144,83

Juli 353 148,6 291,6 163,9 239,28

Agustus 222,8 200,7 339,6 160,2 230,83 September 215,3 158,6 243,9 242,9 215,18 Oktober 330,9 333,8 194,3 198,5 264,38 November 514,6 368,0 373,4 372,8 407,2

Desember 335,2 326,5 371.3 346 335,9

Rata2/tahun 259,92 245,94 207,7 242,3 Sumber : BMKG Kota Gunung Sitoli Tahun 2012-2015

Gambaran curah hujan di Kota Gunung Sitoli dari tahun 2012 sampai tahun 2015 dapat dilihat dalam tabel 4.8. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa

26,25 26,35 26,72 26,27 26,72 26,5 25,97 26,25

25,97 26,1 25,85 26,05 25,4 25,6 25,8 26 26,2 26,4 26,6 26,8


(17)

rata curah hujan tertinggi/bulan terjadi di bulan November. Sementara rata-rata curah hujan terendah terjadi di bulan Juni. Berdasarkan rata-rata-rata-rata curah hujan pertahun, rata curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2012, sedangkan rata-rata curah hujan terendah terjadi pada tahun 2014.

Grafik 4.7 Rerata Curah Hujan Perbulan di Kota Gunung Sitoli Periode Tahun 2012-2015 (mm)

Grafik 4.7 menunjukan bahwa rata-rata curah hujan perbulan pada tahun 2012 sampai tahun 2015 di Kota Gunung Sitoli mengalami fluktuasi. Rata-rata curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November yaitu 407,2 (mm), sedangkan rata-rata curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni yaitu 144,83(mm).

Tabel 4.9 Data Kelembaban Udara di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012 – 2015 (%)

Bulan Tahun Rerata/bulan

2012 2013 2014 2015

Januari 82 87 85 91 86,25

Februari 88 88 81 90 86,75

Maret 89 85 85 91 87,5

April 86 89 87 91 88,25

Mei 89 88 93 91 90,25

Juni 87 90 93 91 90,25

Juli 89 86 92 91 89,5

Agustus 89 87 93 92 90,25

September 91 86 93 92 90,5

Oktober 89 88 91 92 90

November 92 90 94 92 92

Desember 89 87 93 91 90

208,43 195,03 173,58

245,7 239,5 144,83

239,28 230,83 215,18 264,38 407,2 335,9 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450


(18)

Rata2/tahun 88,3 87,58 90 91 Sumber : BMKG Kota Gunung Sitoli Tahun 2012-2015

Gambaran kelembaban perbulan di Kota Gunung Sitoli dari tahun 2012 sampai tahun 2015 dapat dilihat dalam tabel 4.9. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata kelembaban perbulan tertinggi terjadi di bulan November. Sementara rata-rata suhu udara terendah terjadi di bulan Januari. Berdasarkan rata-rata kelembaban pertahun, rata-rata kelembaban tertinggi terjadi pada tahun 2015, sedangkan rata-rata kelembaban terendah terjadi pada tahun 2013.

Grafik 4.8 Rerata Kelembaban Perbulan di Kota Gunung Sitoli Periode Tahun 2012-2015 (%)

Grafik 4.8 menunjukan bahwa rata-rata kelembaban perbulan pada tahun 2012 sampai tahun 2015 di Kota Gunung Sitoli relatif mengalami sedikit peningkatan setiap bulannya. Rata-rata kelembaban tertinggi terjadi pada bulan November yaitu 92(%), sedangkan rata-rata kelembaban terendah terjadi pada bulan Januari yaitu 86,25(%).

86,25 86,75 87,5 88,25

90,25 90,25 89,5 90,25 90,5 90 92 90 82

84 86 88 90 92

94


(19)

Tabel 4.10 Data Kecepatan Angin di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012 – 2015 (Knot)

Bulan 2012 2013 Tahun 2014 2015 Rerata/bulan

Januari 6 6 6 6 6

Februari 6 5 6 6 5,75

Maret 6 6 5 6 5,75

April 6 6 5 6 5,75

Mei 6 6 5 6 5,75

Juni 6 6 6 5 5,75

Juli 6 6 5 6 5,75

Agustus 6 5 6 5 5,5

September 6 6 6 6 6

Oktober 6 5 5 6 5,5

November 5 5 6 6 5,5

Desember 5 5 6 6 5,5

Rata2/tahun 5,83 5,58 5,58 5,83 Sumber : BMKG Kota Gunung Sitoli Tahun 2012-2015

Gambaran kecepatan angin perbulan di Kota Gunung Sitoli dari tahun 2012 sampai tahun 2015 dapat dilihat dalam tabel 4.10. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata kecepatan angin perbulan tertinggi terjadi di bulan Januari dan September. Sementara rata-rata kecepatan angin terendah terjadi di bulan Oktober-Desember. Berdasarkan rata-rata kecepatan angin pertahun, rata-rata kecepatan angin tertinggi terjadi pada tahun 2012 dan 2015, sedangkan rata-rata kecepatan angin terendah terjadi pada tahun 2013 dan 2014.

Grafik 4.9 Rerata Kecepatan Angin Perbulan di Kota Gunung Sitoli Periode Tahun 2012-2015 (Knot)

6

5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,75 5,5

6

5,5 5,5 5,5 5

5,2 5,4 5,6 5,8 6 6,2


(20)

Grafik 4.9 menunjukan bahwa rata-rata kecepatan angin perbulan pada tahun 2012 sampai tahun 2015 di Kota Gunung Sitoli relatif stabil. Rata-rata kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari dan September yaitu 6 Knot, sedangkan rata-rata kecepatan angin terendah terjadi pada bulan Agustus, Oktober, November dan Desember yaitu 5,5 Knot.

Tabel 4.11 Rangkuman Data Kasus ISPA Bukan Pneumonia dan Variasi Iklim di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012-2015

Bulan Rerata kasus /bulan

Rerata Kasus/bulan berdasarkan usia

Rerata Variasi Iklim/ bulan < 1 tahun 1-4 tahun > 5 tahun

suhu Curah hujan

Kelemb aban

Kecepatan angin Januari 1128,25 63,5 271,5 791 26,25 208,43 86,25 6 Februari 1192,75 69,75 217,25 852,5 26,35 195,03 86,75 5,75 Maret 1129.50 79,75 243,5 806,5 26,72 173,58 87,5 5,75

April 1124,25 79,5 223 819,5 26,27 245,7 88,25 5,75

Mei 1141,75 79,25 216,25 837,75 26,72 239,5 90,25 5,75

Juni 963,00 55,75 184,5 722,5 26,5 144,83 90,25 5,75

Juli 1084,25 50,75 171 837,5 25,97 239,28 89,5 5,75

Agustus 1010,00 53,5 192,5 764,25 26,25 230,83 90,25 5,5 September 1181,75 86,75 219 876 25,97 215,18 90,5 6

Oktober 1265,5 71,5 217,25 977,5 26,1 264,38 90 5,5

November 1301,75 71,25 274,5 986 25,85 407,2 92 5,5

Desember 1223,50 85 241 897,5 26,05 335,9 90 5,5

4.4 Analisis Normalitas Data

Uji normalitas pada sebuah data dimaksudkan untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak, sehingga dapat menentukan jenis uji statistik yang dapat digunakan dalam analisis bivariat. Suatu data berdistribusi normal apabila dalam uji normalitas Shapiro-Wilk menunjukan (Sunyoto, 2011) :

a. Distribusi data normal apabila nilai signifikansi (p > 0,05) b. Distribusi data tidak normal apabila nilai signifikansi (p < 0,05)


(21)

Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Data Variabel-Variabel Penelitian Per Bulan Selama Periode Tahun 2012-2015

Variabel Hasil Uji Keterangan

Kasus ISPA buka Pneumonia 0,903 Normal

Kasus ISPA bukan Pneumonia < 1 tahun 0.843 Normal Kasus ISPA bukan Pneumonia 1-4 tahun 0.877 Normal Kasus ISPA bukan Pneumonia > 5 tahun 0.972 Normal

Suhu Udara 0.975 Normal

Curah Hujan 0.559 Normal

Kelembaban Udara 0.272 Normal

Kecepatan Angin 0.399 Normal

Tabel 4.12 menunjukan bahwa semua variabel- penelitian dilihat perbulan dari tahun 2012 sampai tahun 2015 berdistribusi normal.

4.5 Analisis Korelasi Data

4.5.1 Uji Korelasi Data Variabel-Variabel Penelitian Perbulan Tahun 2012-2015

Tabel 4.13 Uji Korelasi Data ISPA Bukan Pneumonia Dengan Variasi Iklim Perbulan Tahun 2012-2015

Jumlah Kasus ISPA Bukan

pneumonia < 1 tahun Keterangan

Nilai p R

Suhu Udara 0,136 -0.456 Tidak Berkorelasi

Curah Hujan 0,010 0,709 Berkorelasi Kuat

Signifikan dan berpola positif

Kelembaban 0,592 0,172 Tidak Berkorelasi

Kecepatan Angin 0,415 -0,260 Tidak Berkorelasi Hasil uji korelasi data suhu, curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kasus ISPA bukan Pneumonia perbulan di Kota Gunung Sitoli dari tahun 2012 sampai 2015 dapat dilihat pada tabel 4.13. Berdasarkan klasifikasi nilai hubungan dapat disimpulkan bahwa variabel suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin tidak berkorelasi signifikan dan memiliki korelasi yang lemah dengan kasus ISPA bukan pneumonia sedangan curah hujan berkorelasi kuat


(22)

signifikan dan memiliki nilai korelasi paling tinggi dengan kejadian ISPA bukan pneumonia.

Tabel 4.14 Uji Korelasi Data ISPA Bukan Pneumonia < 1 Tahun Dengan Variasi Iklim Perbulan Tahun 2012-2015

Jumlah Kasus ISPA Bukan

pneumonia < 1 tahun Keterangan

Nilai p R

Suhu Udara 0,841 0,065 Tidak Berkorelasi

Curah Hujan 0,432 0,251 Tidak Berkorelasi

Kelembaban 0,934 0,027 Tidak Berkorelasi

Kecepatan Angin 0,749 0,103 Tidak Berkorelasi

Hasil uji korelasi data suhu, curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kasus ISPA bukan Pneumonia < 1 tahun perbulan di Kota Gunung Sitoli dari tahun 2012 sampai 2015 dapat dilihat pada tabel 4.13. Berdasarkan klasifikasi nilai hubungan dapat disimpulkan bahwa variabel suhu udara, curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan angin tidak berkorelasi signifikan dan memiliki korelasi yang lemah dengan kasus ISPA bukan pneumonia < 1 tahun. Tabel 4.15 Uji Korelasi Data ISPA Bukan Pneumonia 1-4 Tahun Dengan

Variasi Iklim Perbulan Tahun 2012-2015 Jumlah Kasus ISPA Bukan

Pneumonia 1-4 tahun Keterangan

Nilai p r

Suhu Udara 0,722 -0,115 Tidak Berkorelasi

Curah Hujan 0,119 0,475 Tidak Berkorelasi

Kelembaban 0,693 -0,127 Tidak Berkorelasi

Kecepatan Angin 0,897 0,042 Tidak Berkorelasi

Hasil uji korelasi data curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kasus ISPA bukan Pneumonia 1-4 tahun perbulan di Kota Gunung Sitoli dari tahun 2012 sampai 2015 dapat dilihat pada tabel 4.14. Berdasarkan klasifikasi nilai hubungan dapat disimpulkan bahwa variabel suhu udara, curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan angin tidak berkorelasi signifikan dan memiliki korelasi yang lemah dengan kasus ISPA bukan pneumonia 1- 4 tahun.


(23)

Tabel 4.16 Uji Korelasi Data ISPA Bukan Pneumonia > 5 Tahun Dengan Variasi Iklim Perbulan Tahun 2012-2015

Jumlah Kasus ISPA Bukan

Pneumonia > 5 tahun Keterangan

Nilai p r

Suhu Udara 0,043 -0,590 Berkorelasi Sedang

Signifikan dengan nilai negatif

Curah Hujan 0,003 0,776 Berkorelasi Kuat

Signifikan dengan nilai positif

Kelembaban 0,177 0,418 Tidak Berkorelasi

Kecepatan Angin 0,169 -0,425 Tidak Berkorelasi Hasil uji korelasi data curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kasus ISPA bukan Pneumonia > 5 tahun perbulan di Kota Gunung Sitoli dari tahun 2012 sampai 2015 dapat dilihat pada tabel 4.15. Berdasarkan klasifikasi nilai hubungan dapat disimpulkan bahwa variabel kelembaban dan kecepatan angin tidak berkorelasi signifikan dan memiliki korelasi yang sedang dengan kasus ISPA bukan pneumonia > 5 tahun. Sedangkan variabel suhu udara memiliki korelasi sedang signifikan, curah hujan berkorelasi kuat signifikan dan memiliki nilai korelasi paling tinggi dengan kejadian ISPA bukan pneumonia > 5 tahun.

Grafik 4.10 Hubungan Curah Hujan dan Penyakit ISPA bukan pneumonia perbulan di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012-2015


(24)

Grafik 4.11 Hubungan Suhu Udara dan Penyakit ISPA bukan pneumonia > 5 tahun perbulan di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012-2015

Grafik 4.12 Hubungan Curah hujan dan Penyakit ISPA bukan pneumonia > 5 tahun perbulan di Kota Gunung Sitoli Tahun 2012-2015


(25)

Grafik 4.10 memperlihatkan gambaran bahwa scater plot tidak membentuk suatu pola sehingga data suhu dan curah hujan dengan data penyakit ISPA bukan pneumonia selama waktu 4 tahun sebagai variabel dependen berdistribusi normal.

Grafik 4.11 dan 4.12 memperlihatkan gambaran bahwa scater plot tidak membentuk suatu pola sehingga data suhu dan curah hujan dengan data penyakit ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun selama waktu 4 tahun sebagai variabel dependen berdistribusi normal.

4.6 Analisis Regresi Linear Sederhana

Sugiyono, (2001) menyatakan analisis regresi digunakan untuk mengetahui bagaimana variabel dependen/kriterium dapat diprediksikan melalui variabel independen/prediktor, secara individual/parsial ataupun secara simultan/bersama-sama. Variabel yang menjadi kandidat model regresi linear sederhana adalah variabel dengan p < 0,25. Berdasarkan kriteria tersebut variabel independen yang memungkinkan untuk dianalisa lanjut menggunakan uji regresi linear adalah variabel suhu udara dan curah hujan yang dilihat perbulan berdasarkan kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun selama tahun 2012 sampai 2015. Uji regresi linier ini menggunakan metode enter. Untuk menentukan suatu persamaan dikatakan layak untuk digunakan maka diperlukan nilai p pada uji ANOVA. Apabila nilai p pada uji ANOVA < 0,05 dengan demikian persamaan linear tersebut layak digunakan.

Berikut adalah hasil analisis regresi linier sederhana variabel curah hujan dengan kasus ISPA bukan pneumonia perbulan selama tahun 2012-2015 :


(26)

Tabel 4.17 Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana Untuk Variabel Curah Hujan Dengan Kasus ISPA Bukan Pneumonia

Variabel R R² Persamaan Regresi p value

Curah hujan 0,709 0,502 Y = 909,617 + 0,977 X 0,010 Keterangan :

Y = Kasus ISPA bukan pneumonia X = Rata-rata Curah hujan

Berdasarkan tabel diatas didapatkan p value lebih kecil dari pada alpa

(α = 0,05) yaitu sebesar 0,010 dengan demikian persamaan tersebut layak untuk digunakan atau signifikan secara statistik. Hubungan antara curah hujan dengan kasus ISPA bukan pneumonia menunjukkan hubungan (r = 0,709) dan berpola positif, artinya peningkatan curah hujan sebesar 1mm meningkatkan kasus ISPA bukan pneumonia sebesar 0,977 dan nilai R square 0,502 menunjukkan bahwa pengaruh variabel suhu udara terhadap kasus ISPA bukan pneumonia adalah sebesar 50,2%.

Berikut adalah hasil analisis regresi linier sederhana variabel suhu udara dan curah hujan dengan kasus ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun perbulan selama tahun 2012-2015 :

Tabel 4.18 Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana Untuk Variabel Suhu Udara Dengan Kasus ISPA Bukan Pneumonia Usia > 5 Tahun

Variabel R R² Persamaan Regresi p value

Suhu Udara 0,590 0,348 Y = 5109,802 +(- 162,380) X 0,043 Keterangan :

Y = Kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun X = Rata-rata Suhu Udara

Berdasarkan tabel diatas didapatkan p value lebih kecil dari pada alpa

(α = 0,05) yaitu sebesar 0,043 dengan demikian persamaan tersebut layak untuk digunakan atau signifikan secara statistik. Hubungan antara suhu udara dengan


(27)

kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun menunjukkan hubungan (r = 0,590) dan berpola positif, artinya peningkatan suhu udara sebesar 1°C meningkatkan kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun sebesar - 162,380 dan nilai R square 0,348, nilai ini menunjukkan bahwa pengaruh variabel suhu udara terhadap kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun adalah sebesar 34,8%.

Tabel 4.19 Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana Untuk Variabel Curah Hujan Dengan Kasus ISPA Bukan Pneumonia Usia > 5 Tahun

Variabel R R² Persamaan Regresi p value

Curah hujan 0,776 0,602 Y = 639,767 + 0,861 X 0,003 Keterangan :

Y = Kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun X = Rata-rata curah hujan

Berdasarkan tabel diatas didapatkan p value lebih kecil dari pada alpa

(α = 0,05) yaitu sebesar 0,003 dengan demikian persamaan tersebut layak untuk

digunakan atau signifikan secara statistik. Hubungan antara curah hujan dengan kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun menunjukkan hubungan yang kuat (r = 0,776) dan berpola positif, artinya peningkatan curah hujan sebesar 1mm meningkatkan kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun sebesar 0,861 dan nilai R square 0,602 menunjukkan bahwa pengaruh variabel curah hujan terhadap kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun adalah sebesar 60,2%.


(28)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Kasus ISPA Bukan Pneumonia di Kota Gunung Sitoli pada Tahun 2012-2015

Penyakit ISPA bukan pneumonia selalu ada sepanjang tahun di Kota Gunung Sitoli, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kasus ISPA bukan pneumonia selalu berfluktuasi dari bulan kebulan dan dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data selama 4 (empat) tahun sebagaimana tercantum pada tabel 4.3, 4.4 dan 4.5, maka dapat diketahui bahwa kasus penyakit ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli terbagi dalam 3 kelompok yaitu ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun, ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun dan ISPA bukan pneumonia > 5 tahun. Kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi terjadi pada usia lebih besar lima tahun (> 5 tahun) dikarenakan penduduk usia lebih besar 5 tahun lebih banyak melakukan aktivitas diluar rumah dibandingkan penduduk yang berusia kurang 1 tahun dan 1-4 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa kasus ISPA bukan pneumonia pada usia < 1 tahun di Kota Gunung Sitoli selama kurun waktu 4 (empat) tahun mengalami kenaikan dan penurunan. Rata-rata kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi terjadi pada bulan September yaitu 86,75 kasus, dan terendah pada bulan Juli yaitu 50,75 kasus. Rata-rata pertahun kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu 97,25 kasus, dan terendah pada tahun 2015 yaitu 44,33 kasus.


(29)

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa kasus ISPA bukan pneumonia pada usia 1-4 tahun di Kota Gunung Sitoli selama kurun waktu 4 (empat) tahun mengalami kenaikan dan penurunan. Rata-rata kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi terjadi pada bulan November yaitu 274,5 kasus, dan terendah pada bulan Juli yaitu 171 kasus. Rata-rata pertahun kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu 297,25 kasus, dan terendah pada tahun 2015 yaitu 175,417 kasus.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa kasus ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun di Kota Gunung Sitoli selama kurun waktu 4 (empat) tahun mengalami kenaikan dan penurunan. Kasus ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun meningkat tajam dari tahun 2012 (758 kasus) ke tahun 2013 (991,25 kasus) dan rata-rata kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi terjadi pada bulan November yaitu 986 kasus, dan terendah pada bulan Juni yaitu 722,5 kasus. Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013 Prevalensi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) per provinsi berada pada rentang 6,9% - 20,1% dengan rata-rata nasional 13,8%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli tahun 2012 – 2015, prevalensi ISPA berada pada rentang 7,92% - 10,72% dengan rata-rata pertahun 8,71%. Berdasarkan data tersebut Kota Gunung Sitoli termasuk kategori sedang untuk kasus ISPA.

Hasil penelitian menunjukkan puncak tertinggi kejadian ISPA bukan pneumonia terjadi pada bulan September dan November karena pada bulan ini setiap tahun terjadi badai di Kota Gunung Sitoli. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Mahmud R di Kota Palembang (2004) yang mendapatkan


(30)

bahwa puncak kejadian ISPA bukan pneumonia pada balita terjadi pada triwulan II (Mei - Juni) dan triwulan IV (Oktober).

5.2 Suhu Udara

Berdasarkan hasil analisa data tentang rata-rata suhu udara di Kota Gunung Sitoli selama 4 (empat) tahun terakhir (tahun 2012-2015) menunjukkan bahwa rata-rata suhu udara adalah 26,25°C, dengan kisaran suhu tertinggi 26,72°C dan terendah 25,85°C.

Dari hasil analisis data antara suhu udara dengan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun, diperoleh kekuatan hubungan yang lemah, dengan arah hubungan positif, artinya peningkatan suhu udara akan diikuti dengan peningkatan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun, demikian juga sebaliknya jika suhu udara menurun, maka angka kasus ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun akan menurun. Berdasarkan hasil analisis data

nilai p lebih besar dari nilai α = 0.05, oleh karena itu hipotesis nol (Ho) diterima, dapat disimpulkan secara statistik tidak terdapat hubungan antara suhu udara dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun.

Dari hasil analisis data antara suhu udara dengan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun, diperoleh kekuatan hubungan yang lemah, dengan arah hubungan negatif, artinya peningkatan suhu udara akan diikuti dengan penurunan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun, demikian juga sebaliknya jika suhu udara menurun, maka angka kasus ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun akan meningkat. Berdasarkan hasil analisis data


(31)

dapat disimpulkan secara statistik tidak terdapat hubungan antara suhu udara dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun.

Dari hasil analisis data antara suhu udara dengan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun, diperoleh kekuatan hubungan yang sedang, dengan arah hubungan negatif, artinya peningkatan suhu udara akan diikuti dengan penurunan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun, demikian juga sebaliknya jika suhu udara menurun, maka angka kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun akan meningkat. Berdasarkan hasil analisis data nilai p lebih kecil dari nilai α = 0.05, oleh karena itu hipotesis nol (Ho) ditolak, dapat disimpulkan secara statistik terdapat hubungan signifikan antara suhu udara dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun.

Hasil analisis regresi linier sederhana memprediksi bahwa variabel suhu udara berhubungan dengan jumlah kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun secara signifikan dengan koefisien sebesar 162,464. Artinya, jumlah kasus ISPA bukan pneumonia diprediksikan akan bertambah sebesar 162,464 jika nilai suhu udara bertambah satu satuan. Dengan kata lain jika nilai suhu udara naik atau turun sebesar satu satuan, maka mengakibatkan perubahan jumlah kasus ISPA bukan pneumonia naik atau turun sebesar 162,464.

Perubahan suhu udara rendah ke tinggi akan memperluas distribusi vektor, meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan parasit menjadi infektif. Temperatur udara akan menentukan kualitas udara dan daya tahan hidup mikroba (Soemirat, 2010). Perubahan suhu udara yang relatif stabil di Kota Gunung Sitoli (rata-rata 26,25°C) merupakan batas suhu pertumbuhan bakteri Streptococus


(32)

25°C - 41°C dan suhu optimum pertumbuhan 37,5°C. Perubahan suhu udara di Kota Gunung Sitoli selama periode tahun 2012-2015 tidak mempengaruhi secara bermakna tinggi rendahnya kejadian ISPA bukan pneumonia pada usia < 1 tahun dan pada usia 1-4 tahun. Asumsi yang dapat diberikan yang berhubungan dengan hal tersebut adalah adanya faktor lain selain faktor iklim yang mempengaruhi kejadian ISPA bukan pneumonia pada usia < 1 tahun dan usia 1-4 tahun seperti Asi eksklusif, higiene personal ibu dll. Namun mempengaruhi secara bermakna tinggi rendahnya kejadian ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Mahmud R (2004) yang menyatakan bahwa suhu udara memiliki hubungan atas peningkatan prevalensi ISPA non pneumonia pada balita di Kota Palembang pada tahun 1999 – 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara peningkatan suhu dengan prevalensi ISPA non pneumonia pada balita sedangkan hasil penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan iklim dengan ISPA bukan pneumonia pada balita (usia < 1 tahun dan 1-4 tahun).

5.3 Curah Hujan

Kejadian kasus ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli tertinggi terjadi di bulan September dan November, hal ini diikuti dengan intensitas curah hujan yang tertinggi yaitu 407,2 mm, dan curah hujan terendah 144,83 mm dengan rata-rata curah hujan per bulan 241,65 mm.

Dari hasil analisis data antara curah hujan dengan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun, diperoleh kekuatan hubungan yang lemah, dengan arah hubungan positif, artinya peningkatan curah hujan akan diikuti dengan peningkatan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun,


(33)

demikian juga sebaliknya jika curah hujan menurun, maka angka kasus ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun akan menurun. Berdasarkan hasil analisis data

nilai p lebih besar dari nilai α = 0.05, oleh karena itu hipotesis nol (Ho) diterima, dapat disimpulkan secara statistik tidak terdapat hubungan antara curah hujan dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun.

Dari hasil analisis data curah hujan udara dengan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun, diperoleh kekuatan hubungan yang lemah, dengan arah hubungan positif, artinya peningkatan curah hujan akan diikuti dengan peningkatan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun, demikian juga sebaliknya jika curah hujan menurun, maka angka kasus ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun akan menurun. Berdasarkan hasil analisis data

nilai p lebih besar dari nilai α = 0.05, oleh karena itu hipotesis nol (Ho) diterima,

dapat disimpulkan secara statistik tidak terdapat hubungan antara curah hujan dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun.

Dari hasil analisis data antara curah hujan dengan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun, diperoleh kekuatan hubungan yang kuat, dengan arah hubungan positif, artinya peningkatan curah hujan akan diikuti dengan peningkatan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun, demikian juga sebaliknya jika curah hujan menurun, maka angka kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun akan meningkat. Berdasarkan hasil analisis data nilai p lebih kecil dari nilai α = 0.05, oleh karena itu hipotesis nol (Ho) ditolak, dapat disimpulkan secara statistik terdapat hubungan signifikan antara curah hujan dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun.


(34)

Hasil analisis regresi linier sederhana memprediksi bahwa variabel curah hujan berhubungan dengan jumlah kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun secara signifikan dengan koefisien sebesar 0,859. Artinya, jumlah kasus ISPA bukan pneumonia diprediksikan akan bertambah sebesar 0,859 jika nilai curah hujan bertambah satu satuan. Dengan kata lain jika nilai curah hujan naik atau turun sebesar satu-satuan, maka mengakibatkan perubahan jumlah kasus ISPA bukan pneumonia naik atau turun sebesar 0,859.

Pola curah hujan dapat mempengaruhi penyebaran berbagai organisme yang dapat menyebarkan penyakit. Curah hujan yang tinggi di Kota Gunung Sitoli dikarenakan letak Kota Gunung Sitoli dekat dengan garis khatulistiwa, maka curah hujan setiap tahun cukup tinggi dan menyebabkan wilayahnya menjadi dingin. Curah hujan yang tinggi setiap tahun mengakibatkan kondisi alam Kota Gunung Sitoli sangat lembab dan basah, disamping itu curah hujan yang tinggi mengakibatkan sering terjadinya badai besar yang biasanya terjadi antara bulan September sampai dengan November setiap tahunnya (Gunung Sitoli dalam angka, 2013). Menurut JG Ayres, et.al (2009) mengatakan bahwa peningkatan kasus penyakit infeksi pernafasan kemungkinan dipengaruhi oleh curah hujan ekstrim yang menyebabkan suatu wilayah menjadi dingin.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Mahmud R (2004) yang menyatakan bahwa curah hujan memiliki hubungan atas peningkatan prevalensi ISPA non pneumonia pada balita di Kota Palembang pada tahun 1999 – 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara peningkatan curah hujan dengan prevalensi ISPA non pneumonia pada balita sedangkan hasil


(35)

penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan curah hujan dengan ISPA bukan pneumonia pada balita (usia < 1 tahun dan 1-4 tahun).

5.4 Kelembaban Udara

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa rata-rata kelembaban udara perbulan selama periode tahun 2012-2015 di Kota Gunung Sitoli yaitu 89,29%, dengan kisaran kelembaban tertinggi perbulan 92% dan kelembaban terendah 86,25%.

Dari hasil analisis data antara kelembaban udara dengan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun, diperoleh kekuatan hubungan yang lemah, dengan arah hubungan positif, artinya peningkatan kelembaban udara akan diikuti dengan peningkatan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun, demikian juga sebaliknya jika kelembaban menurun, maka angka kasus ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun akan menurun. Berdasarkan hasil

analisis data nilai p lebih besar dari nilai α = 0.05, oleh karena itu hipotesis nol (Ho) diterima, dapat disimpulkan secara statistik tidak terdapat hubungan antara kelembaban dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun.

Dari hasil analisis data antara kelembaban udara dengan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun, diperoleh kekuatan hubungan yang lemah, dengan arah hubungan negatif, artinya peningkatan kelembaban udara akan diikuti dengan penurunan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun, demikian juga sebaliknya jika kelembaban udara menurun, maka angka kasus ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun akan

meningkat. Berdasarkan hasil analisis data nilai p lebih besar dari nilai α = 0.05,


(36)

tidak terdapat hubungan antara kelembaban udara dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun.

Dari hasil analisis data antara kelembaban udara dengan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun, diperoleh kekuatan hubungan yang sedang, dengan arah hubungan positif, artinya peningkatan kelembaban udara akan diikuti dengan peningkatan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun, demikian juga sebaliknya jika kelembaban menurun, maka angka kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun akan meningkat. Berdasarkan hasil analisis data nilai p lebih besar dari nilai α = 0.05, oleh karena itu hipotesis nol (Ho) diterima, dapat disimpulkan secara statistik tidak terdapat hubungan antara kecepatan angin dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun.

Sebagaimana pada variabel suhu udara, kelembaban juga diketahui mempengaruhi berkembang-biaknya berbagai organisme penyebab penyakit terutama jamur, bakteri dan virus yang merupakan etiologi penyebab penyakit ISPA. Tingginya kejadian ISPA bukan pneumonia pada suatu daerah menggambarkan kelembaban udara di daerah tersebut cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme penyebab penyakit. Menurut Kemenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan kelembaban dianggap baik jika memenuhi 40% - 70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70% sedangkan kelembaban udara di Kota Gunung sitoli mencapai 89,29% , kelembaban yang sangat tinggi cocok untuk pertumbuhan jamur dan menyebabkan bakteri akan bertahan lebih lama.


(37)

Ternyata hasil analisa data korelasi kedua variabel menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang antara kelembaban udara dengan kejadian penyakit ISPA bukan pneumonia pada usia < 1 tahun, 1-4 tahun dan usia > 5 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Mahmud R di Kota Palembang pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kelembaban udara dengan kejadian ISPA non pneumonia balita di Kota Palembang selama tahun 1999-2003.

5.5 Kecepatan Angin

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa rata-rata kecepatan angin perbulan selama periode tahun 2012-2015 di Kota Gunung Sitoli yaitu 5,7 Knot, dengan kisaran kcepatan angin tertinggi perbulan 6 Knot dan kecepatan angin terendah 5,5 Knot.

Dari hasil analisis data antara kecepatan angin dengan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun, diperoleh kekuatan hubungan yang lemah, dengan arah hubungan positif, artinya peningkatan kecepatan angin akan diikuti dengan peningkatan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun, demikian juga sebaliknya jika kecepatan angin menurun, maka angka kasus ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun akan menurun. Berdasarkan hasil analisis data nilai p lebih besar dari nilai α = 0.05, oleh karena itu hipotesis nol (Ho) diterima, dapat disimpulkan secara statistik tidak terdapat hubungan antara kecepatan angin dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia < 1 tahun.

Dari hasil analisis data antara kecepatan angin dengan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun, diperoleh kekuatan hubungan yang lemah, dengan arah hubungan positif, artinya peningkatan kecepatan angin akan diikuti


(38)

dengan peningkatan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun, demikian juga sebaliknya jika kecepatan angin menurun, maka angka kasus ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun akan menurun. Berdasarkan hasil analisis data

nilai p lebih besar dari nilai α = 0.05, oleh karena itu hipotesis nol (Ho) diterima,

dapat disimpulkan secara statistik tidak terdapat hubungan antara kecepatan angin dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun.

Dari hasil analisis data antara kecepatan angin dengan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun, diperoleh kekuatan hubungan yang sedang, dengan arah hubungan negatif, artinya peningkatan kecepatan angin akan diikuti dengan penurunan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun, demikian juga sebaliknya jika kecepatan angin menurun, maka angka kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun akan meningkat. Berdasarkan hasil analisis

data nilai p lebih besar dari nilai α = 0.05, oleh karena itu hipotesis nol (Ho)

diterima, dapat disimpulkan secara statistik tidak terdapat hubungan antara kecepatan angin dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun.

Angin adalah gerakan atau perpindahan massa udara dari suatu tempat ke tempat lainnya secara horizontal atau dapat dikatakan bahwa anginlah yang kemudian menggerakkan massa udara yang berbeda temperatur dan kelembabanya dari satu lokasi ke lokasi lainnya (Soemirat, 2010). Dengan demikian kecepatan angin berperan terhadap proses penyebaran berbagai mikroorganisme penyebab penyakit baik itu vektor, virus, maupun bakteri. Oleh sebab itu kecepatan angin dapat pula berperan dalam memperluas wilayah yang terkena penyakit tertentu sehingga kejadian penyakit tersebut tampak meningkat kejadiannya pada suatu wilayah.


(39)

Ternyata hasil analisa data korelasi kedua variabel menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecepatan angin dengan kejadian penyakit ISPA bukan pneumonia pada usia < 1 tahun, 1-4 tahun dan usia > 5 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Mahmud R di Kota Palembang pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kecepatan angin dengan kejadian ISPA non pneumonia balita di Kota Palembang selama tahun 1999-2003.


(40)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kota Gunung Sitoli, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kejadian penyakit ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli tertinggi pada usia > 5 tahun, kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu 991,25 kasus dan kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi terjadi pada bulan September dan November.

2. Rata-rata suhu udara perbulan adalah 26,25°C. Rata-rata curah hujan perbulan adalah 241,65 mm. Rata - rata kelembaban udara perbulan yaitu 89,29%. Rata - rata kecepatan angin perbulan yaitu 5,7 Knot.

3. Tidak ada hubungan variasi iklim (suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan kecepatan angin) terhadap kejadian ISPA bukan pneumonia pada usia < 1 tahun dan usia 1-4 tahun dan terdapat hubungan suhu udara dan curah hujan dengan penyakit ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun di Kota Gunung Sitoli selama periode 2012-2015.

6.2Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan, khususnya program P2 ISPA sebaiknya melakukan analisa terhadap data sekunder yang ada dengan memperhatikan kondisi iklim, agar dapat menganalisa dan mengevaluasi pola sebaran penyakit ISPA bukan pneumonia dan dapat membuat perencanaan program penanggulangan penyakit ISPA bukan pneumonia seperti melaksanakan kegiatan penyuluhan


(41)

pada bulan Agustus dan Oktober sebelum bulan September dan November mengingat pada bulan tersebut kejadian ISPA bukan pneumonia meningkat. 2. Disarankan kepada Badan Meteorologi dan Geofisika dapat memberikan

informasi tentang cuaca Kota Gunung Sitoli kapanpun dibutuhkan Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli dalam penanggulangan penyakit.

3. Disarankan kepada masyarakat agar mengurangi aktivitas diluar rumah saat musim hujan dan suhu yang semakin dingin dan yang memiliki bayi dan balita jika musim hujan, dan suhu udara yang semakin dingin terutama pada bulan September dan November, sebaiknya tidak membawa anak kontak dengan lingkungan luar dan menciptakan kondisi tubuh bayi dan balita selalu hangat. 4. Bagi penelitian selanjutnya, perlu dilakukan analisis spasial dengan

menggunakan range umur yang lebih besar (contoh : 1-5 tahun, 5-10 tahun dst) agar dapat diketahui hubungan antara variasi iklim dengan kejadian ISPA bukan pneumonia dengan hasil yang lebih spesifik.


(42)

ABSTRAK

ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) merupakan masalah kesehatan masyarakat dinegara berkembang yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian terbesar pada bayi dan balita. ISPA bukan pneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit ISPA yang menyerang bagian saluran pernafasan atas (mulai dari hidung sampai bagian faring). Iklim merupakan faktor pendukung yang mempengaruhi terjadinya ISPA bukan pneumonia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan suhu, curah hujan, kelembaban dan kecepatan angin dengan kejadian ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoliperiode tahun 2012-2015.Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi time trend dimana unit analisisnya adalah waktu per bulan selama 4 tahun. Analisis data dilakukan secara univariat dan analisis bivariat menggunakan uji korelasi pearson dan regresi linier sederhana.

Hasil penelitian ini adalah ada hubungan signifikan suhu udara dengan kasus ISPA bukan pneumoniapada usia > 5 tahun perbulan (p = 0,043) dan hubungan sedang (r = -0,590) berpola negatif, ada hubungan signifikan curah hujan dengan kasus ISPA bukan pneumoniapada usia > 5 tahun perbulan (p = 0,003) dan hubungan kuat (r = 0,744) berpola positif sedangkan kelembaban dan kecepatan angin per bulan tidak berhubungan dan tidak terdapat hubungan variasi iklim (suhu, curah hujan, kelembaban dan kecepatan angin) dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia kuran 1 tahun dan usia 1-4 tahun.

Kesimpulan yang diperoleh adalah suhu dan curah hujan perbulan berhubungan dengan kasus ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun perbulan. Perlu adanya kerjasama lintas program antara Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli dan instansi terkait. Dinas Kesehatan sebaiknya memberikan penyuluhan pencegahan ISPA bukan pneumonia kepada masyarakat pada bulan Agustus dan Oktober sebelum bulan September dan November mengingat pada bulan tersebut kejadian ISPA bukan pneumonia meningkat. Masyarakat diharapkan selalu waspada penyakit ISPA bukan pneumonia dengan mengurangi aktivitas diluar rumah pada saat musim hujn dan suhu udara semakin dingin dan menciptakan kondisi tubuh bayi dan balita tetap hangat. Kata Kunci : ISPA, ISPA bukan pneumonia, Iklim


(43)

ABSTRACT

ARI (Acute Respiratory Infection) was a public health problem in developing country with the higher rate of mortality and morbidity of the baby and under kindergarten. ARI non pneumonia as a part of ARI disease that attack the upper respiratory tract (nose up to faring). Climate was proponent factors of ARI non pneumonia.

This research aims to know the relation among temperature, rain precipitation, humidity and wind speed with the ARI non pneumonia at Gunung Sitoli city from year 0f 2012 to 2015. The research design uses time trend ecology study which the unit analysis is per month during four year. Data analysis was performed by using univariate and bivariate analysis using pearson correlation and simple linear regression.

The results of this research, there is a significant correlation of temperature with ARI non Pneumonia over five years per month(p = 0,043) and medium correlation (r = -0,590) in negative pattern, there is a significant correlation of rain precipitation with ARI non Pneumonia over five years per month (p = 0,003) and strong correlation (r = 0,744) in positive pattern while humidity and wind speed per month did not correlate significantly and did not correlate clime variations (temperature, rain precipitation, humidity and wind speed)with ARI non pneumonia age less than 1 year and age of 1 to 4 years.

Conclusion is temperature and rain precipitation in a month is related with with ARI non Pneumonia over five years per month. It need a cooperation program among Department of Health in Gunungsitoli and related institution. The Department of Health must provide the extension of prevention of ARI non pneumonia to the society in particular on Agustus and Oktober before September and November because on the time ARI non poneumonia incident is higher. The society must be care to ARI non pneumonia by minimize the activity in out door in the rainy season and when the air temperature is lower and build a condition of baby and child under five is warm.


(1)

72

dengan peningkatan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun, demikian juga sebaliknya jika kecepatan angin menurun, maka angka kasus ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun akan menurun. Berdasarkan hasil analisis data nilai p lebih besar dari nilai α = 0.05, oleh karena itu hipotesis nol (Ho) diterima, dapat disimpulkan secara statistik tidak terdapat hubungan antara kecepatan angin dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia 1-4 tahun.

Dari hasil analisis data antara kecepatan angin dengan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun, diperoleh kekuatan hubungan yang sedang, dengan arah hubungan negatif, artinya peningkatan kecepatan angin akan diikuti dengan penurunan angka kasus penyakit ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun, demikian juga sebaliknya jika kecepatan angin menurun, maka angka kasus ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun akan meningkat. Berdasarkan hasil analisis data nilai p lebih besar dari nilai α = 0.05, oleh karena itu hipotesis nol (Ho) diterima, dapat disimpulkan secara statistik tidak terdapat hubungan antara kecepatan angin dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia > 5 tahun.

Angin adalah gerakan atau perpindahan massa udara dari suatu tempat ke tempat lainnya secara horizontal atau dapat dikatakan bahwa anginlah yang kemudian menggerakkan massa udara yang berbeda temperatur dan kelembabanya dari satu lokasi ke lokasi lainnya (Soemirat, 2010). Dengan demikian kecepatan angin berperan terhadap proses penyebaran berbagai mikroorganisme penyebab penyakit baik itu vektor, virus, maupun bakteri. Oleh sebab itu kecepatan angin dapat pula berperan dalam memperluas wilayah yang terkena penyakit tertentu sehingga kejadian penyakit tersebut tampak meningkat kejadiannya pada suatu wilayah.


(2)

Ternyata hasil analisa data korelasi kedua variabel menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecepatan angin dengan kejadian penyakit ISPA bukan pneumonia pada usia < 1 tahun, 1-4 tahun dan usia > 5 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Mahmud R di Kota Palembang pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kecepatan angin dengan kejadian ISPA non pneumonia balita di Kota Palembang selama tahun 1999-2003.


(3)

74 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kota Gunung Sitoli, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kejadian penyakit ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoli tertinggi pada usia > 5 tahun, kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu 991,25 kasus dan kasus ISPA bukan pneumonia tertinggi terjadi pada bulan September dan November.

2. Rata-rata suhu udara perbulan adalah 26,25°C. Rata-rata curah hujan perbulan adalah 241,65 mm. Rata - rata kelembaban udara perbulan yaitu 89,29%. Rata - rata kecepatan angin perbulan yaitu 5,7 Knot.

3. Tidak ada hubungan variasi iklim (suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan kecepatan angin) terhadap kejadian ISPA bukan pneumonia pada usia < 1 tahun dan usia 1-4 tahun dan terdapat hubungan suhu udara dan curah hujan dengan penyakit ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun di Kota Gunung Sitoli selama periode 2012-2015.

6.2Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan, khususnya program P2 ISPA sebaiknya melakukan analisa terhadap data sekunder yang ada dengan memperhatikan kondisi iklim, agar dapat menganalisa dan mengevaluasi pola sebaran penyakit ISPA bukan pneumonia dan dapat membuat perencanaan program penanggulangan penyakit ISPA bukan pneumonia seperti melaksanakan kegiatan penyuluhan


(4)

pada bulan Agustus dan Oktober sebelum bulan September dan November mengingat pada bulan tersebut kejadian ISPA bukan pneumonia meningkat. 2. Disarankan kepada Badan Meteorologi dan Geofisika dapat memberikan

informasi tentang cuaca Kota Gunung Sitoli kapanpun dibutuhkan Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli dalam penanggulangan penyakit.

3. Disarankan kepada masyarakat agar mengurangi aktivitas diluar rumah saat musim hujan dan suhu yang semakin dingin dan yang memiliki bayi dan balita jika musim hujan, dan suhu udara yang semakin dingin terutama pada bulan September dan November, sebaiknya tidak membawa anak kontak dengan lingkungan luar dan menciptakan kondisi tubuh bayi dan balita selalu hangat. 4. Bagi penelitian selanjutnya, perlu dilakukan analisis spasial dengan

menggunakan range umur yang lebih besar (contoh : 1-5 tahun, 5-10 tahun dst) agar dapat diketahui hubungan antara variasi iklim dengan kejadian ISPA bukan pneumonia dengan hasil yang lebih spesifik.


(5)

iii ABSTRAK

ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) merupakan masalah kesehatan masyarakat dinegara berkembang yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian terbesar pada bayi dan balita. ISPA bukan pneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit ISPA yang menyerang bagian saluran pernafasan atas (mulai dari hidung sampai bagian faring). Iklim merupakan faktor pendukung yang mempengaruhi terjadinya ISPA bukan pneumonia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan suhu, curah hujan, kelembaban dan kecepatan angin dengan kejadian ISPA bukan pneumonia di Kota Gunung Sitoliperiode tahun 2012-2015.Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi time trend dimana unit analisisnya adalah waktu per bulan selama 4 tahun. Analisis data dilakukan secara univariat dan analisis bivariat menggunakan uji korelasi pearson dan regresi linier sederhana.

Hasil penelitian ini adalah ada hubungan signifikan suhu udara dengan kasus ISPA bukan pneumoniapada usia > 5 tahun perbulan (p = 0,043) dan hubungan sedang (r = -0,590) berpola negatif, ada hubungan signifikan curah hujan dengan kasus ISPA bukan pneumoniapada usia > 5 tahun perbulan (p = 0,003) dan hubungan kuat (r = 0,744) berpola positif sedangkan kelembaban dan kecepatan angin per bulan tidak berhubungan dan tidak terdapat hubungan variasi iklim (suhu, curah hujan, kelembaban dan kecepatan angin) dengan kejadian ISPA bukan pneumonia usia kuran 1 tahun dan usia 1-4 tahun.

Kesimpulan yang diperoleh adalah suhu dan curah hujan perbulan berhubungan dengan kasus ISPA bukan pneumonia pada usia > 5 tahun perbulan. Perlu adanya kerjasama lintas program antara Dinas Kesehatan Kota Gunung Sitoli dan instansi terkait. Dinas Kesehatan sebaiknya memberikan penyuluhan pencegahan ISPA bukan pneumonia kepada masyarakat pada bulan Agustus dan Oktober sebelum bulan September dan November mengingat pada bulan tersebut kejadian ISPA bukan pneumonia meningkat. Masyarakat diharapkan selalu waspada penyakit ISPA bukan pneumonia dengan mengurangi aktivitas diluar rumah pada saat musim hujn dan suhu udara semakin dingin dan menciptakan kondisi tubuh bayi dan balita tetap hangat. Kata Kunci : ISPA, ISPA bukan pneumonia, Iklim


(6)

ABSTRACT

ARI (Acute Respiratory Infection) was a public health problem in developing country with the higher rate of mortality and morbidity of the baby and under kindergarten. ARI non pneumonia as a part of ARI disease that attack the upper respiratory tract (nose up to faring). Climate was proponent factors of ARI non pneumonia.

This research aims to know the relation among temperature, rain precipitation, humidity and wind speed with the ARI non pneumonia at Gunung Sitoli city from year 0f 2012 to 2015. The research design uses time trend ecology study which the unit analysis is per month during four year. Data analysis was performed by using univariate and bivariate analysis using pearson correlation and simple linear regression.

The results of this research, there is a significant correlation of temperature with ARI non Pneumonia over five years per month(p = 0,043) and medium correlation (r = -0,590) in negative pattern, there is a significant correlation of rain precipitation with ARI non Pneumonia over five years per month (p = 0,003) and strong correlation (r = 0,744) in positive pattern while humidity and wind speed per month did not correlate significantly and did not correlate clime variations (temperature, rain precipitation, humidity and wind speed)with ARI non pneumonia age less than 1 year and age of 1 to 4 years.

Conclusion is temperature and rain precipitation in a month is related with with ARI non Pneumonia over five years per month. It need a cooperation program among Department of Health in Gunungsitoli and related institution. The Department of Health must provide the extension of prevention of ARI non pneumonia to the society in particular on Agustus and Oktober before September and November because on the time ARI non poneumonia incident is higher. The society must be care to ARI non pneumonia by minimize the activity in out door in the rainy season and when the air temperature is lower and build a condition of baby and child under five is warm.