“Hubungan Suhu, Curah Hujan, Kelembaban, dan Kecepatan Angin Terhadap Kejadian ISPA di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015-2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
2.1.1 Defenisi ISPA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Istilah
ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections
(ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut.
Infeksi adalah masuk dan berkembangbiaknya agent infeksi pada jaringan tubuh
manusia

yang berakibat

terjadinya

kerusakan sel

atau

jaringan


yang

patologis.Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli
beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Menurut Alsagaff dan Mukty (2010) ISPA adalah radang akut saluran
pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus
maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru.
2.1.2 Patogenesis Penyakit ISPA
Menurut Alsagaff dan Mukty (2010), saluran pernapasan selama hidup
selalu terpapar dengan dunia luar sehingga guna mengatasinya dibutuhkan suatu
system pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernapasan
terhadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada
tiga unsure alami yang selalu terdapat pada orang sehat, yaitu:
1. Keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia.
7
Universitas Sumatera Utara

8


2. Makrofag alveoli.
3. Antibody setempat.
Sudah menjadi suatu kecenderungan bahwa infeksi bakteri mudah terjadi
pada saluran napas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak, akibat infeksi yang
terdahulu. Selain itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa
dan gerak silia adalah:
1. Asap rokok dan gas SO2, polutan utama dalam pencemaran udara.
2. Sindroma imotil.
3. Pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25% atau lebih).
Menurut Alsagaff dan Mukty (2010), Makrofag banyak terdapat di alveol
dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat
menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedangkan alcohol akan
menurunkan mobilitas sel-sel ini.
Menurut Alsagaff dan Mukty (2010), Antibody setempat yang ada pada
saluran pernapasan ialah Ig A. Antibodi ini banyak didapatkan di mukosa.
Kekurangan antibodi ini akan memudahakan terjadinya infeksi saluran
pernapasan, seperti yang sering terjadi pada anak. Mereka dengan defesiensi IgA
akan mengalami

hal


yang serupa dengan penderita

yang mengalami

imunodefesiensi lain, seperti penderita yang mendapat terapi sitostatik atau
radiasi, penderita dengan neoplasma yang ganas dan lain-lain (immune
compromised host).
Menurut Alsagaff dan Mukty (2010), Gambaran klinik radang yang
disebabkan oleh infeksi sangat tergantung pada:

Universitas Sumatera Utara

9

1. Karakteristik Inokulum
Meliputi ukuran aerosol, jumlah dan tingkat virulensi jasad renik yang masuk.
2. Daya than tubuh
Seseorang tergantung pada utuhnya sel epitel mukosa, gerak mukosilia,
makrofag alveoli dan IgA.

3. Umur
Mempunyai pengaruh besar. ISPA yang terjadi pada anak dan bayi akan
memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang
dewasa. Gambaran klinik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama
disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang belum memperoleh
kekebalan alamiah.
2.1.3 Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri,virus, dan riketsia.
Bakteri penyebabnya antaralain dari genus Streptococcus, Stafilococcus,
Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebab
antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,
Micoplasma, Herpesvirus. Jamur penyebabnya anatara lain adalah Aspergillussp,
Candida albicans, dan Hitoplasma ( Widoyono,2008).
Sebagian besar ISPA disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga
disebabkan oleh bahan-bahan seperti aspirasi minyak mineral, inhalasi bahanbahan organik dan uap kimia seperti Berilium, inhalasi bahan-bahan debu yang
mengandung alergen, seperti spora aktinomisete termofilik yang terdapat pada
ampas tebu di pabrik gula, obat (Nitrofuratoin, Busulfan, Metotreksat), radiasi dan

Universitas Sumatera Utara


10

Desquamative interstitial pneumonia, Eosinofilic pneumonia ( Alsagaff dan
Abdul,2010).
2.1.4 Epidemiologi ISPA
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek
pada balita di Indonesia diperkirakan tiga sampai enam kali per tahun ( rata-rata
lima kali per tahun), artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk ,
pilek sebanyak tiga sampai enak kali per tahun. Dari hasil pengamatan
epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan dikota cenderung lebih besar
daripada di desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat
tinggal dan pencemaran lingkungan dikota lebih tinggi daripada di desa
(Widoyono,2008).
Hasil SKRT tahun1992 menunjukkan bahwa angka mortalitas pada bayi
akibat penyakit ispa menduduki urutan pertama (36%) dan angka mortalitas pada
balita menduduki urutan kedua (13%). Di Jawa Tengah pada tahun 1999 penyakit
ISPA selalu menduduki rangking 1 pada 10 besar penyakit pasien rawat jalan di
Puskesmas (Widoyono,2008).

2.1.5


Klasifikasi ISPA
Menurut Rasmaliah (2004),Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA)

mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding
dada kedalaman (chest Indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

Universitas Sumatera Utara

11

3. Bukan Pneumonia: ditandai secara kilinis oleh batuk pilek, bias
disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas
cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsillitis tergolong Pneumonia.
Menurut Rasmaliah (2004), Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat
suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur
dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk
golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu:

1. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat
dinding pada bagian bawah dan napas cepat. Batas napas cepat untuk
golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
2. Bukan Pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda
tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Menurut Rasmaliah (2004), Untuk golongan umur 2 bulan samapi 5 tahun
ada 3 klasifikasi penyakit yaitu:
1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada
saaat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tidak menangis dan
meronta)
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk
usia 2-12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1-4
tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
3. Bukan Pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

Universitas Sumatera Utara

12


2.1.6

Tanda dan Gejala ISPA.
Tanda dan gejala yang dapat diambil pada penderita penyakit ISPA yaitu:

rhinitis, nyeri tenggorokan, batuk-batuk dengan dahak kung/putih kental, nyeri
retrosternal dan konjungtivis, suhu badan meningkat 4-7 hari, disertai malaise,
mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, insomnia, dan kadang-kadang
dapat juga terjadi diare (Alsagaff dan Mukty, 2010).
2.1.7

Cara Penularan Penyakit ISPA
Salah satu penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalu udara yang telah

tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernapasan oleh karena itu
penyakit ISPA ini termasuk golongan air borne disease. Adanya bibit penyakit di
udara umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspense yang melayang di udara,
seluruhnya dapat berupa bibit penyakit atau hanya sebagian daripadanya. Adapun
bentuk aerosol dari penyebab penyakit tersebut ada 2, yakni droplet nuclei ( sisa

dari sekresi saluran pernapasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan
melayang di udara) dan dust (campuran antara bibit penyakit yang melayang di
udara). Penularan melalui udara adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak
dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi (Ditjen PP & PL,2004)
dalam Masnitauli,2016).
2.1.8

Diagnosis ISPA
Menurut Alsagaff dan Mukty (2010), diagnosis ISPA oleh karena virus

dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu
sendiri. Ada tiga cara pemeriksaan yang lazim dikerjakan:
1. Biakan virus

Universitas Sumatera Utara

13

Bahan berasal dari secret hidung atau hapusan dinding belakang faring
kemudian dikirim dalam media gelatin, lactalbumine dan ekstrak yeast

(GLY) dalam suhu 40C. untuk enterovirus dan adenovirus selain bahan
diambil dari dua tempat tersebut dapat juga diambil dari tinja dan
hapusan

rectum.

Untuk

pembiakan

Mikroplasma

pneumonia

digunakan media trypticase, soya boillon dan bovine albumin (TSB).
2. Reaksi serologis
Reaksi serologis yang digunakan antara lain, pengikatan komplemen,
reaksi hambatan hemadsorpso, reaksi hambatan hemaglutinasi, reaksi
nertalisasi, RIA serta ELISA.
3. Diagnostic virus secara langsung

Dengan cara khusus yaitu imunofluoresensi RIA, ELISA dapat
diidentifikasi virus influenza, RSV dan Mikroplasma pneumonia.
Mikroskop electron juga dipergunakan pada pemeriksaan virus corona.
4. Selain dari ketiga cara di atas, dapat juga dilakukan cara yang lebih
sederhana walupun tidak khas yaitu pemeriksaan darah tepi, jumlah
leukosit dan hitung jenis. Jarang sekali terjadi leukositosis yang paling
sering jumlah leukoit normal atau rendah. Bila terjadi leucopenia,
berarti ada gambaran klinik yang berat.pada hitungan jenis dapat
dijumpai eosinofilia, limfopenia dan netrofilia. Beberapa infeksi
dengan bacteria dapat pula memberikan leucopenia seperti infeksi
karena tifus abdominalis. Leukositosis dengan peningkatan sel PMN di

Universitas Sumatera Utara

14

dalam darah maupun sputum menandakan ada infeksi sekunder oleh
karena bakteri.
2.1.9

Pengobatan ISPA
Menurut Rasmaliah (2004), pengobatan ISPA adalah sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
paranteral, iksiden dan sebagainya.
2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat
antibiotic pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin, atau penisilin
prokalin.
3. Bukan Pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
merugikan seperti kodein, dekstrometorfan, dan antihistamin. Bila
demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah
benih dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcus dan halus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.

Universitas Sumatera Utara

15

2.1.10 Pencegahan dan Pemberantasan.
2.1.10.1

Pencegahan Penyakit ISPA
Menurut Rasmaliah (2004), pencegahan penyakit ISPA dapat
dililakukan dengan:
1. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
2. Immunisasi
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

2.1.10.2

Pemberantasan Penyakit ISPA
1. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tunjukan pada para ibu.
2. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
3.

Immunisasi.

2.2

IKLIM

2.2.1

Defenisi Iklim
Klimatologi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala

cuaca, sifat cuaca dalam waktu yang panajang dan daerah yang luas di atmosfer
permukaan bumi, tempat hidup manusia, tumbuhan, dan hewan. Sedangkan
meteolorologi atau ilmu cuaca adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji peristiwaperistiwa cuaca dalam jangka waktu pendek (Guslim,2007).
Menurut Kartasapoetra, iklim adalah rata-rata keadaan cuaca dalam jangka
waktu yang cukup lama, minimal 30 tahun yang sifatnya tetap, sedangkan cuaca

Universitas Sumatera Utara

16

adalah keadaan atau kelakuan atmosfer pada waktu tertentu yang sifatnya
berubah-ubah dari waktu ke waktu.
2.2.2. Unsur-unsur Iklim
2.2.2.1 Suhu Udara atau Temperature
Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala
tertentu dengan menggunakan termometer. Satuan suhu yang biasa digunakan
adalah derajat Celsius (0C), sedangkan di Inggris dan beberapa Negara lainnya
dinyatakan dalam derajat Fahrenheit (0C) (Kartasapoetra, 2004).
Suhu udara yang dilaporkan oleh stasiun klimatologi adalah suhu udara
yang diukur dengan menggunakan termometer air raksa yang diletakkan di dalam
sangkat meteologi yang berwarna putih pada ketinggian 1,2-1,5 meter dari
permukaan tanah yang ditanami dengan rumput. Termometer alkohol dapat
digunakan untuk tempat-tempat yang dingin. Suhu udara harian rata-rata adalah
dihitung berdasarkan rata-rata suhu pada beberapa kali pengamatan dalam setiap
periode 24 jam (sehari semalam). Frekuensi pengamatan dapat dilakukan
sebanyak 8 kali, yakni setiap 3 jam sekali dan dimulai pada tengah malam; ada
stasiun yang hanya melakukan 4 kali pengamatan atau setiap 6 jam sekali, yakni
pada pukul 03, 09, 15, dan 21. Suhu udara maksimum dan minimum diukur
dengan menggunakan termometer maksimum dan termometer minimum
(Lakiman,1994).
Menurut Kartasapoetra (2004), data suhu bersal dari suhu rata-rata harian,
bulanan, musiman, dan tahunan.
1. Suhu rata-rata harian, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

17

a. Dengan menjumlahkan suhu maksimum dan minimum hari
tersebut, selanjutnya dibagi dua, dan
b. Dengan mencatat suhu setiap jam pada hari tersebut selanjutnya
dibagi 24.
2. Suhu rata-rata bulanan, yaitu dengan menjumlahkan rata-rata suhu
harian selanjutnya dibagi 30.
3. Suhu rata-rata tahunan, yaitu dengan menjumlahkan rata-rata suhu
bulanan, yang selanjutnya dibagi 12;
4. Suhu normal adalah angka rata-rata suhu yang diambil dalam waktu 30
tahun.
Menurut Lakiman (1994), suhu maksimum tertinggi umumnya tercapai
pada sekitar bulan oktober (pada akhir musim kemarau) dan suhu minimum
terendah tercapai pada sekitar bulan juli dan agustus. Suhu maksimum rata-rata di
Indonesia umumnya tidak melebihi 320C. hal ini terjadi karena wilayah Indonesia
sebagian besar merupakan wilayah lautan.
Menurut Kartasapoetra (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi suhu di
permukaan bumi, antara lain:
1. Jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari dan per musim.
2. Pengaruh dataran atau lautan.
3. Pengaruh ketinggian tempat. Tentang hal ini, Braak memberikan
rumusan sebagai berikut: makin tinggi suatu tempat dari oermukaan
laut maka suhu akan semakin rendah.
4. t0= (26,3-0,61)0C

Universitas Sumatera Utara

18

5. Pengaruh angin secara tidak langsung, misalnya angin yang membawa
panas dari sumbernya secara horizontal.
6. Pengaruh panas laten ,yaitu panas yang disimpat dalam atmosfer.
7. Penutup panas, yaitu panas yang ditutup vegetasi yang mempunyai
temperature yang lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi.
8. Tipe tanah, tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi.
9. Pengaruh sudut dating sinar matehari. Sinar yang tegak lurus akan
membuat suhu lebuh panas daripada datangnya miring.
Suhu yang tinggi atau panas dapat mengakibatkan kelelahan terhadap
manusia karena hawa panas menyebabkan banyaknya keringat yang dikeluarkan,
sehingga mengalami dehidrasi. Begitu juga dengan anak-anak dan balita dapat
terkena penyakit flu, batuk, pilek, demam, gangguan saluran pernapasan, masuk
angin, gangguan pencernaan, alergi, dan yang paling berbahaya adalah Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Selain itu kenaikan temperatur lingkungan juga
akan mempengaruhi dampak polusi udara terutama di daerah perkotaan dan
berpengaruh terhadap individu dengan penyakit kronik seperti penyakit jantung,
asma dan penyakit saluran pernafasan lainnya (Achmadi, 2014).
Mikroorganisme

akan

berinteraksi

dengan

lingkungannya

untuk

mempertahankan hidup. mikroorganisme memiliki suhu optimum, minimum dan
maksimum untuk perkembangannya. Jenis bakteri Stafilococcus di laboratorium
tumbuh dengan baik pada suhu 37°C. Batas suhu untuk pertumbuhannya adalah
15°C dan 40°C, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 35°C. Jenis Bakteri

Universitas Sumatera Utara

19

Streptococuspneumoniaea tumbuh dengan suhu optimum 37,5°C dengan batas
suhu pertumbuhan 25°C - 41°C.
2.2.2.2 Curah Hujan
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari
awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es.
Untuk dapat terjadi hujan diperlukan titik-titik kondensasi., amoniak, debu, dan
asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap
air dari udara (Kartasapoetra,2004).
Menurut Kartasapoetra (2004), berdasarkan terjadinya proses presipitasi
hujan dapat dibagi menjadi:
1. Hujan konveksi, yaitu suatu proses hujan yang berdasarkan atas
pengembangan udara yang dipanaskan, jadi akan terus naik,. Pada
kondensasi maka timbullah hujan.
2. Hujan orografis, yaitu suatu proses hujan di mana udara terpaksa naik
karena adanya penghalang, misalnya gunung. Pada lereng gunung
uang menghadap angindatang akan mempunyai hujan yang tinggi,
sedangkan pada lereng sebelahnya dimana udara turun akan terjadi
panas yang sifatnya kering.
3. Hujan frontal, banyak terjadi pada daerah lintang pertengahan di mana
temperature massa udara tidak sama, akibatnya apabila massa udara
yang naik sampai ke massa udara yang dingin akan terjadi kondensasi
dan timbullah hujan.

Universitas Sumatera Utara

20

Satuan curah hujan diukur dalam mm/inci. Curah hujan 1 mm artinya air
hujan yang jatuh setelah 1 mm tidak mengalir., tidak meresap dan tidak menguap.
Hari hujan artinya suatu hari di mana curah hujan kurang dari 0,5 mm per hari
(Kartasapoetra,2004).
Intensifikasi hujan adalah banyaknya curah hujan per satuan jangka waktu
tertentu. Sifat awan yang dapat mengakibatkan hujan oleh manusia digunakan
untuk membuat hujan buatan. Dalam mempercepat huja, orang member zat yang
higroskopis sebagai inti kondensasi (perak iodide, Kristal es, es kering atau CO2
padat). Zat-zat tersebut ditaburkan ke udara dengan menggunakan pesawat
terbang (Kartasapoetra,2004).
Meningkatnya curah hujan akan berpengaruh terhadap perubahan suhu dan
kelembaban udara. Menurut JG Ayres, et.al (2009) dalam jurnalnya mengatakan
bahwa peningkatan kasus penyakit infeksi pernafasan kemungkinan dipengaruhi
oleh curah hujan ekstrim yang menyebabkan suatu wilayah menjadi dingin.
Musim dingin di negara-negara tropis diikuti oleh peningkatan kasus infeksi
pernafasan. Ayres, et.al (2009) juga mengatakan bahwa curah hujan yang
berlebihan akan membuat rumah menjadi lembab.
2.2.2.3 Kelembaban
Kelembaban merupakan istilah yang umum yang kadang-kadang termasuk
air dalam fase cair didalam tanah atau atmosfer (awan atau presipitasi). Dalam
tulisan istilah tersebut akan digunakan untuk menunjukkan uap air di dalam
atmosfer. Didalam ilmu atmosfer istilah udara kering berarti campuran yang

Universitas Sumatera Utara

21

merata antara gas-gas permanen, dan istilah udara basah digunakan untuk
menunjukkan campuran udara kering dengan uap air (Guslim, 2007).
Menurut kartasapoetra (2004), kelembaban adalah banyaknya kadar uap
air yang ada di udara. Dalam kelembaban dikenal beberapa istilah, seperti:
1. Kelembaban mutlak adalah massa uap air yang berada dalam satu
satuan udara, yang dinyatakan dalam gram/m3.
2. Kelembaban spesifik, merupakan perbandingan massa uap air di udara
dengan satuan massa udara, yang dinyatakan dalam gram/kilogram.
3. Kelembaban relative, merupakan perbandingan jumlah uap air di udara
dengan jumlah maksimum uap air yang dikandung udara pada
temperature tertentu, yang dinyatakan dalam %. Angka kelembaban
relative 0-100%, dimana 0% artinya udara kering, sedang 100%
artinya udara jenuh dengan uap air dimana akan terjadi titik-titik air.
Data klimatologi untuk kelembaban udara yang umum dilaporkan adalah
kelembaban relative (relative humidity, singkatan RH). kelembaban relative
adalah perbandingan antara tekanan uap air actual (yang terukur) dengan tekanan
uap air pada kondisi jenuh. Umumnya dinyatakan dalam persen (Lakitan, 1994).
Menurut Lakitan (1994), ada beberapa pendekatan dapat dilakukan untuk
mengukur kelembaban udara, yaitu:
1. Pendekatan Gravimetri.
Pendekatan gravimetric dilakukan dengan menggunakan bahan padat
penyerapan uap air (solid desiccant). Pendekatan gravimetric
merupakan pengukuran langsung (oleh sebab itu merupakan yang

Universitas Sumatera Utara

22

paling akurat) untuk kelembaban udara dan dijadikan patokan untuk
kalibrasi instrument-instrumen pengukuran kelembaban udara lainnya.
Kelemahan pendekatan ini adalah karena tidak praktis dan butuh
neraca yang sensitive dan akurat.
2. Psikrometer bola basah-bola kerinf.
Alat ini terdiri dari 2 termometer, yang disebut thermometer bola basah
dan thermometer bola kering. Termometer bola basah adalah
termometer air raksa yang ujung sensornya dibalut dengan kain kasa (
atau bahan lain) yang jaga harus selalu lembab, sedangkan termometer
bola kering adalah termometer air raksa biasa.
3. Higrometer titik embun.
Komponen utama higrometer ini adalah sumber cahaya, cermin dan
sensor cahaya, dangn pendinginan udara.
Menurut Kemenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 kelembaban dianggap
baik jika memenuhi 40 - 70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari
70%. Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi udara yang
tidak lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi rendah
sehingga kelembaban udaranya tinggi. Sebuah rumah yang memiliki kelembaban
udara tinggi memungkinkan adanya tikus, kecoa dan jamur yang semuanya
memiliki peran besar dalam pathogenesis penyakit pernafasan.
2.2.2.4 Kecepatan angin
Angin merupakan gerakan atau perpindahan massa udara dari satu tempat
ke tempat lain secara horizontal. Massa udara adalah udara dalam ukuran yang

Universitas Sumatera Utara

23

sangat besar yang mempunyai sifat fisik ( temperature dan kelembaban) yang
seragam dalam arah yang horizontal (Kartasapoetra, 2004).
Menurut Gusdim (2004) dalam klimatologi, angin mempunyai dua fungsi
dasar yaitu:
1. Pemindahan panas baik dalam bentuk yang dapat diukur (sensible
heat) maupun yang tersimpan (laten heat) dari lintang rendah ke
lintang yang lebih tinggi dan akan membuat setimbang neraca radiasi
surya antara lintang rendah dan tinggi.
2. Pemindahan uap air yang dievaporasikan dari laut ke daratan, di mana
sebagian besar dikondensasikan untuk menyediakan kebutuhan air
yang turun kembali sebagai hujan, kabut, atau embun.
Kecepatan angin dalam data klimatologi adalah kecepatan angin horizontal
pada ketinggian 2 meter dari permukaan tanah yang ditanami dengan rumput. Jadi
jelas merupakan angin permukaan yang kecepatannya dapat dipengaruhi oleh
karakteristik permukaan yang dilaluinya (Lakitan, 1994).
Alat

pengukur

kecepatan

angin

yang umum

digunakan

adalah

anemometer. Ada beberapa jenis anemometer yang telah dikembangkan. Jenis
anemometer standar yang digunakan pada Stasiun Klimatologi adalah
anemometer disesuaikan dengan tujuan penggunaannya (Lakitan, 1994).
Kecepatan Angin di wilayah Indonesia umumnya rendah, terutama untuk
wilayah dekat garis ekuator. Kecepatan angin yang diukur di Jakarta menunjukkan
perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan kecepatan

Universitas Sumatera Utara

24

angin sekitar 2,5% m/detik (9,0 km/jam) dan pada musim kemarau kecepatan
angin sekitar 3,5% (12,6 km/jam) (Lakitan, 1994).
Distribusi penyakit infeksi yang disebabkan oleh vektor, jamur dan
mikroorganisme lainnya dipengaruhi oleh faktor fisik yaitu angin. Arah kecepatan
angin akan menentukan kemana zat pencemar didistribusikan. Hal ini dapat
meningkatkan kejadian penyakit ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) karena
penularan tidak langsung yang ditularkan melalui air borne disease (udara
tercemar) (Soemirat, 2010).

Universitas Sumatera Utara

25

2.3

KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep disusun berdasarkan variabel-variabel yang diteliti.

Variabel dependen adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Variabel
independen terdiri atas suhu, curah hujan, kelembaban, dan kecepatan angin.
Kondisi alam tersebut merupakan kondisi alam yang memengaruhi kejadian
Infeksi saluran pernafasan akun (ISPA). Berdasarkan kerangka konsep dan
keterbatasan data yang ada, maka kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai
berikut:
Variabel Independen

Variabel Dependen

Suhu
Curah Hujan
Kelembaban

Infeksi Saluran pernapasan
Akut

Kecepatan Angin

Universitas Sumatera Utara