Full Paper P00194

GRAND DESIGN
PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK
KOTA SALATIGA 2010-2035

BAPERMAS KOTA SALATIGA
Bekerjasama dengan
KOALISI KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KOTA SALATIGA
TAHUN

2013

DAFTAR ISI

Sambutan .................................................................................................................. 1
Kata Pengantar ......................................................................................................... 2
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 3
A. Latar Belakang .......................................................................................... 3
B. Maksud dan Tujuan .................................................................................. 4
C. Landasan Hukum ...................................................................................... 4
D. Analisis Situasi .......................................................................................... 5
1. Jumlah Penduduk ............................................................................ 7

2. Angkatan Kerja ............................................................................... 8
3. Angka Dependency Ratio dan Window Opportunity ...........................9
4. Mortalitas ....................................................................................... 10
5. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) ...... 11
BAB II. POTENSI DAN PERMASALAHAN .......................................................... 15
A. Potensi ..................................................................................................... 15
B. Permasalahan .......................................................................................... 15
1. Kekuatan ....................................................................................... 16
2. Kelemahan ..................................................................................... 16
3. Tantangan ...................................................................................... 17
4. Peluang .......................................................................................... 18
BAB III. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN .................................................... 20
A. Visi .......................................................................................................... 20
B. Misi .......................................................................................................... 20
C. Tujuan ..................................................................................................... 20
D. Sasaran .................................................................................................... 21
E. Arah Kebijakan ....................................................................................... 21
F. Ukuran Keberhasilan ............................................................................... 21
G. Strategi Pelaksanaan ............................................................................... 21
H. Alur Pikir ................................................................................................ 22


BAB IV. POKOK-POKOK PENGENDALIAN PENDUDUK ................................ 23
A. Pengaturan Fertilitas .............................................................................. 23
B. Penurunan Mortalitas ............................................................................. 28
C. Pengarahan Mobilitas ............................................................................. 29
D. Kebijakan Kependudukan yang Lebih Luas ........................................... 36
BAB V. ROAD MAP GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN
PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK ......................................... 38
A. Tujuan Road Map .................................................................................. 38
B. Keterkaitan Grand Design dengan Road Map ........................................ 38
C. Sasaran (Road Map) Grand Design Pengendalian Kuantitas
Penduduk Kota Salatiga ......................................................................... 39
BAB VI. PENUTUP ................................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 43

SAMBUTAN WALIKOTA SALATIGA

Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Grand Desain Pengendalian Kuantitas Penduduk

Kota Salatiga Tahun 2010- 2035 telah selesai disusun tepat waktu. Grand Desain ini merupakan
jabaran dari Grand Desain Pengendalian Kuantitas Penduduk Tahun 2010-2035 yang disusun
oleh BKKBN Pusat.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (
BKKBN ) tidak hanya mempunyai tugas fungsi penyelenggaraan bidang Keluarga Berencana
saja tetapi juga mencakup bidang penyerasian kebijakan kependudukan, kerjasama dan
pendidikan kependudukan, pendidikan dan latihan kependudukan dan peningkatan penyediaan
data informasi kependudukan. Grand Desain Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Salatiga
Tahun 2010-2035 merupakan dokumen perencanaan penting yang nantinya menjadi pedoman
dan menjadi acuan bagi pemangku kepentingan dan mitra kerja dalam menyelenggarakan
Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Salatiga.
Selanjutnya pada kesempatan ini saya juga menyampaikan penghargaan serta ucapan
terima kasih kepada Koalisi Kependudukan Kota Salatiga, Kepala Badan Pemberdayaan
Masyarakat, Perempuan, Keluarga Berencana dan Ketahanan Pangan Kota Salatiga, seluruh
SKPD terkait dan seluruh jejaring yang telah banyak menyumbangkan pikiran dan tenaga
sehingga Grand Desain Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Salatiga Tahun 2010- 2035 telah
tersusun dengan baik.

Salatiga, April 2014

Walikota Salatiga

YULIYANTO, SE, MM

1

KATA PENGANTAR

Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk
Kota Salatiga tahun 2010-2035 telah selesai disusun.. Grand Design ini merupakan tindak lanjut
dari Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Tahun 2010-2035 yang disusun oleh
BKKBN Pusat dan Provinsi.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) tidak hanya mempunyai tugas fungsi penyelenggaraan bidang keluarga
berencana saja tetapi juga mencakup bidang penyerasian kebijakan kependudukan, kerjasama
pendidikan kependudukan, pendidikan dan latihan kependudukan, dan peningkatan penyediaan
data informasi kependudukan. Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2010-2035 merupakan dokumen perencanaan penting yang nantinya menjadi
pedoman dan menjadi acuan bagi pemangku kepentingan dan mitra kerja dalam

menyelenggarakan Pengendalian Kuantitas Penduduk di Kota Salatiga.
Proses perencanaan pembangunan mutlak memerlukan integrasi antara variabel demografi
dengan variabel pembangunan. Oleh karena itu disusun Grand Design Pengendalian Kuantitas
Penduduk dalam rangka menyediakan kerangka pikir dan panduan untuk mengintegrasikan
berbagai variabel kependudukan ke dalam berbagai proses pembangunan, harmonisasi antara
dinamika kependudukan dengan dinamika kondisi sosial ekonomi lainnya membantu
memperkuat penyusunan dan implementasi perencanaan pembangunan di Kota Salatiga.
Dengan disusunnya Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Salatiga Tahun
2010-2035 ini, diharapkan dapat mendorong political will dan komitmen pemerintah daerah/kota
terhadap kependudukan sekaligus mampu meningkatkan kepedulian para policy makers terhadap
keterkaitan antara isu kependudukan dengan pembangunan.
Kami sampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih kepada seluruh mitra kerja serta
semua pihak yang telah banyak menyumbangkan pikiran dan tenaganya hingga Grand Design
Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Salatiga Tahun 2010-2035 tersusun dengan baik.

2

BAB I
PENDAHULUAN
A.


Latar Belakang

Di dalam mewujudkan keselarasan, keseimbangan antara kuantitas, kualitas dan
persebaran penduduk, serta rencana pembangunan maka data kependudukan sangat dibutuhkan
baik dari tingkat nasional, provinsi hingga tingkat kabupaten /kota. Informasi tentang keadaan
penduduk yang menyangkut jumlah penduduk , persebaran dan susunan penduduk menurut umur
dan jenis kelamin, perencanaan membutuhkan informasi penduduk pada masa lalu dan masa kini
dan masa yang akan datang yang dibuat melalui proyeksi yaitu berupa perkiraan jumlah
penduduk dan komposis dimasa mendatang.
Para pemakai data kependudukan, khususnya para perencana, pengambil kebijakan, dan
peneliti sangat membutuhkan data penduduk yang berkesinambungan dari tahun ke tahun.
Sumber data yang dianggap paling lengkap dan akurat adalah hasil Sensus Penduduk. Namun,
hanya dapat memberikan informasi keadaan penduduk pada masa lampau, dan tidak memberikan
informasi keadaan penduduk di masa yang akan datang. Proyeksi tingkat Kabupaten/Kota
dihitung berdasarkan asumsi berdasarkan perkembangan Anak Lahir Hidup dan Perkembangan
Laju Pertumbuhan Penduduk sehingga perhitungan di dasarkan atas stagnan dari Laju
Pertumbuhan Penduduk dan melakukan Itriasi.
Proyeksi penduduk bukan merupakan ramalan jumlah penduduk untuk masa mendatang,
tetapi merupakan perhitungan ilmiah yang didasarkan asumsi dari komponen laju pertumbuhan

penduduk yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan perpindahan penduduk (migrasi).
Untuk menentukan asumsi tingkat kelahiran, kematian, dan perpindahan dimasa yang akan
datang, diperlukan data yang menggambarkan keadaan dimasa lampau hingga kini, kemudian
faktor-faktor yang mempengaruhi masing-masing komponen, dan hubungan antara satu
komponen dengan komponen yang lain serta target yang akan dicapai di masa yang akan datang.
Proyeksi penduduk ini secara periodik perlu direvisi, karena sering terjadi bahwa asumsi tentang
kecenderungan tingkat kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk (migrasi) yang melandasi

3

proyeksi tidak sesuai lagi dengan kenyataan. Komponen inilah yang menentukan besarnya
jumlah penduduk dan struktur penduduk yang akan datang.
Selain itu, data dan statistik kependudukan dapat digunakan untuk mengetahui gambaran
sosial dan ekonomi penduduk. Dari segi ketenagakerjaan, misalnya, keadaan penduduk dapat
dilihat dari persentasenya menurut bidang pekerjaan utama (pertanian, industri, dan jasa), status
pekerjaan (formal dan informal), atau jenis kegiatan (bekerja, sekolah, atau mencari pekerjaan).
Angka harapan hidup pada saat lahir, yang menunjukkan rata-rata lamanya hidup penduduk,
seringkali dipakai untuk melihat peningkatan standar hidup.

B. Maksud Dan Tujuan Penyusunan Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk

Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk ini dimaksudkan untuk :
a. Memberikan arah kebijakan bagi pelaksanaan pengendalian kuantitas penduduk Kota
Salatiga Tahun 2010-2035;
b. Menjadi pedoman bagi penyusunan road map pengendalian kuantitas penduduk Kota
Salatiga Tahun 2010-2015, 2015-2020, 2020-2025, 2025-2030, 2030-2035;

C. Landasan Hukum
Landasan hukum dari Grand Design ini diantaranya adalah :


Undang-Undang Dasar tahun 1945;



Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;



Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah




Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005-2025;



Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;



Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga;

4




Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional;



Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah;



Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;



Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional;



Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025;




Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013;



Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penduduk dan
Penyelenggaraan Keluarga Berencana;



Peraturan Kepala No. 72 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja BKKBN;



Peraturan Kepala No. 82 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan
BKKBN Provinsi.

D. Analisis Situasi Kependudukan Kota Salatiga
Piramida penduduk Kota Salatiga tahun 2010 merupakan sebuah gambaran stuktur
penduduk yang sangat menarik untuk dilakukan kajian, karena dari piramida tersebut dapat
diketahui jumlah penduduk berdasar pengelompokan umur dan jenis kelamin, dan yang menarik
pada perbedaan jumlah penduduk berdasar kelompok umur di Kota Salatiga terdapat jumlah
terbesar pada kelompok umur produktif (15 – 59 tahun) , dan kelompok umur belum produktif (0
14 tahun) dan tidak produktif (60 tahun ke atas) relatif rendah. Piramida penduduk Kota Salatiga
ditunjukkan pada gambar 1 berikut ini.

5

Pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Salatiga cenderung mengalami peningkatan.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kota Salatiga sebanyak
170.332 jiwa. Bila dibandingkan dengan hasil Sensus Tahun 2000 sebanyak 153.036 jiwa, maka
laju pertumbuhan penduduk Kota Salatiga pada rentang tahun 2000 - 2010 sebesar 1,09 persen
per tahun, Laju pertumbuhan penduduk ini jauh lebih besar dari pada tingkat provinsi pada
rentang tahun yang sama yakni sebesar 0,89 persen per tahun. Namun demikian trend LPP
Salatiga pada tahun 2011 dan 2012 cenderung mengalami penurunan yakni sebesar 1,06 pada
tahun 2011 dan sebesar 1,03 pada tahun 2012. Dependency rasio/ketergantungan sebesar 42,4
lebih rendah dari tingkat provinsi (49,9) apalagi pada tingkat nasional (51,33), dengan
density/kepadatan 3216 orang per/km2 lebih tinggi dari provinsi 995 orang per/km2 dan jauh
lebih tinggi dibanding nasional yang hanya 124 orang per/km2, hal ini dimungkinkan karena
luasan wilayah Kota Salatiga relatif tidak begitu luas (56.781 km2).
Untuk mengetahui lebih jauh kondisi kependudukan di Kota Salatiga berdasarkan hasil
sensus penduduk 2010 dan data penduduk lainnya, maka diperlukan analisis beberapa variabel
yang mempunyai pengaruh terhadap program kependudukan dan keluarga berencana antara lain :
jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin, angkatan kerja, dependency ratio,
mortalitas, angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan indeks pembangunan manusia.
6

1. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Dari Buku Salatiga Dalam Angka tahun 2013 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di
Salatiga sebanyak 173.874 jiwa, dengan populasi paling banyak adalah di rentang umur 20- 24
tahun sebanyak 16.369 jiwa. Sedangkan populasi paling sedikit adalah di rentang umur 70 – 74
tahun sebanyak 3.085 jiwa.

Untuk jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kota Salatiga, dari data diatas terlihat
bahwa dari 173.874 jiwa, jumlah laki-laki adalah 85.299 jiwa, sedangkan jumlah perempuannya
adalah 88.575 jiwa. Untuk jumlah laki-laki terbanyak adalah pada rentang umur 20 -24 tahun
dengan jumlah 7.884 jiwa, sedangkan yang paling sedikit pada rentang umur 70-74 tahun dengan
jumlah 1.287 jiwa. Sedangkan untuk perempuan jumlah terbanyak ada pada rentang umur 20-24
tahun dengann jumlah 8.485 jiwa, sedangkan yang paling sedikit adalah pada rentang umur 70 74 tahun dengan jumlah 1.798 jiwa.
7

2. Angkatan Kerja
Jumlah angkatan kerja menurut umur dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa, jumlah angkatan kerja laki dan perempuan dari
umur 15 – 60 + (tahun keatas) total nya berjumlah 39.697 jiwa. Untuk laki-laki total jumlah
angkatan kerja dari umur 15 – 60+ (tahun keatas) jumlahnya 15.489 jiwa, dengan jumlah paling
tinggi pada rentang umur 30 – 39 tahun dengan jumlah 3.366 jiwa dan yang paling sedikit ada
pada rentang umur 25 29 tahun dengan jumlah 1.182 jiwa. Sedangkan untuk perempuan total
jumlah angkatan kerja dari umur 15 – 60+ (tahun keatas) jumlahnya 24.208 jiwa, dengan jumlah

8

angkatan kerja terbanyak ada pada rentang umur 40 – 49 tahun dengan jumlah 3.946 jiwa dan
jumlah yang paling sedikit ada pada rentang umur 50 – 59 tahun dengan jumlah 2.196 jiwa.

3. Angka Dependency Ratio dan Window Opportunity
Dependency Ratio menyatakan perbandingan antara kelompok usia tidak produktif (0-14
tahun dan 65 tahun ke atas) terhadap kelompok penduduk usia produktif (15-64 tahun). Rasio ini
menyatakan seberapa berat beban tanggungan yang harus dipikul oleh jumlah usia produktif.
Jika angka itu satu berbading dua, artinya satu untuk usia tidak produktif dan dua untuk usia
produktif, maka disebut mengalami bonus demografi atau ada window of opportunity atau
jendela kesempatan.
Berkaitan dengan angka ini maka dapat kita lihat dependency rationya. Dependency ratio
dapat dilihat dari jumlah penduduk umur 0 – 14 tahun (penduduk belum produktif) ditambah
dengan penduduk usia 65- keatas (penduduk tidak produktif) dibagi dengan hasil jumlah
penduduk usia 15 – 64 tahun (penduduk produktif) dikalikan dengan 100. Jumlah penduduk
Salatiga tahun 2012 (BPS Kota Salatiga, 2013) berdasarkan kelompok umur adalah sebagai
berikut;
a. Penduduk usia produktif (15 – 64 tahun)

= 122.141 orang (70,247 %)

b. Penduduk belum produktif (0 – 14 tahun)

= 40.680 orang (23,396 %)

c. Penduduk tidak produktif (65 th +)

= 11.053 orang (6,357 %)

Rasio Beban Tanggungan ( Dependency Ratio) = (40.680 + 11.053) x 100
122.141
= 42, 36
Rasio beban tanggungan (DR) sebesar 42,36 berarti bahwa tiap 100 orang penduduk
kelompok produktif harus menanggung 42,36 kelompok yang belum dan tidak produktif, angka
Dependency Ratio ini termasuk cukup rendah dan jika dilihat dari perbandingan komposisi
penduduk menurut kelompok umur menunjukkan bahwa Salatiga seharusnya sudah menikmati
Bonus Demografi (window opportunity), karena jumlah penduduk kelompok usia produktif (1564 tahun) telah mencapai dua kali lipat (70,247%) dari penduduk kelompok belum produktif (014 tahun) dan kelompok penduduk tidak produktif (65 tahun ke atas). Hanya permasalahannya
9

adalah apakah kelompok usia produktif itu merupakan penduduk yang berkualitas ataukah tidak?
Berdasarkan data hasil penelitian tahun 2011 menunjukkan bahwa penduduk Salatiga yang
bekerja kurang dari 35 jam per mingu atau setengah menganggur masih cukup tinggi, hal ini
tentunya berimplikasi terhadap perlunya kebijakan dalam peningkatan lapangan kerja dengan
usaha-usaha pemberdayaan termasuk melibatkan kaum perempuan dalam ekonomi produktif
(TPAK perempuan harus ditingkatkan) demikian pula human capital harus ditingkatkan
kulaitasnya agar bunus demografi benar-benar dapat dirasakan manfaatnya untuk pertumbuhan
ekonomi Kota Salatiga.

4. Mortalitas
Untuk angka mortalitas atau angka kematian Kota Salatiga pada tahun 2012 mencapai
1.415 jiwa, angka tersebut merupakan angka total (laki dan perempuan), sedangkan pada tahun
2012 total angka kematian berjumlah 1.183 jiwa. Untuk angka mortalitas ini dari 4 kecamatan
yang ada di Salatiga (Argomulyo, Tingkir, Sidomukti dan Sidorejo) angka mortalitas paling
tinggi di tahun 2013, baik berjenis kemain laki-laki maupun perempuan ada di Kecamatan
Tingkir, dengan angka mortalitas laki-laki berjumlah 204 orang dan angka mortalitas perempuan
berjumlah 160 orang. Sedangkan angka mortalitas terendah pada laki-laki, paling rendah berada
di Kecamatan Argomulyo dengan jumlah 121 orang dan angka mortalitas perempuan paling
rendah berada di Kecamatan Sidomukti dengan jumlah 106 orang.

10

5. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
Untuk angka kematian ibu, dari data Bapermas, menunjukkan bahwa angka kematian ibu
secara nasional mengalami kenaikan, sedangkan angka kematian bayi (AKB) mengalami
penurunan. Hasil dari SDKI 2012 menunjukkan bahwa AKI : 359/ 100.000 Kh (th 2007 :
228/100.000Kh) dan AKB : 32/ 1000 Kh (th 2007 : 34/1000Kh). Di Tahun 2013, AKI dan
AKB Kota Salatiga mengalami kenaikan secara signifikan.

11

12

13

6. Angka Harapan Hidup, Melek Huruf dan Indeks Pembangunan Manusia
Dari data statistik yang ada dalam Bada Pusat Statistik Kota Salatiga angka harapan
hidup, dari tahun 2004 mengalami kenaikan hingga 2012. Data tersebut terlihat di dalam tabel di
bawah ini:
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Salatiga 2004 2012

Tahun

Angka

Angka Melek

Rata-rata

Pengeluaran

Harapan

Huruf (%)

Lama Sekolah

Perkapita

IPM

Disesuaikan

Hidup

(ribu rupiah)
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

70,2
70,3
70,6
70,66
70,82
70,92
71,03
71,14
71,25

95,1
95,2
95,21
96,49
96,49
96,5
96,5
96,52
96,55

9,2
9,5
9,5
9,5
9,5
9,75
9,94
9,97
9,98

637
638
639,48
639,5
643,96
644,65
647,54
650,39
653,16

74,4
74,8
75,06
75,37
75,81
76,11
76,53
76,83
77,13

Sumber: BPS Kota Salatiga, Tahun 2013

Mengingat beberapa hal seperti dikemukakan di atas, maka dirasa sangat perlu untuk
membuat Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Salatiga 2010-2025. Grand
Design Pengendalian Kuantitas Penduduk ini dapat digunakan oleh berbagai dinas, badan, dan
lembaga yang ada di Kota Salatiga sebagai pijakan untuk membuat berbagai kebijakan yang
berkaitan dengan pengendalian penduduk Kota Salatiga.

Melalui perhitungan proyeksi dapat diperkirakan penduduk Kota Salatiga antara tahun
2010 hingga 2035 dalam selang waktu lima tahunan maupun satu tahunan menurut kelompok
umur dan jenis kelamin. Berdasarkan hasil proyeksi dapat diperhitungkan berbagai elemen
penduduk yang sangat diperlukan bagi perencanaan program kependudukan di Kota Salatiga,
baik untuk lembaga-lembaga swasta maupun pemerintah baik di tingkat daerah maupun nasional.
Perencanaan-perencanaan yang berhubungan dengan pembangunan, pendidikan, perpajakan,
kemiliteran, kesejahteraan sosial, perumahan, pertanian, dan lain lain akan menjadi lebih tepat
apabila kesemuanya didasarkan pada data kependudukan.
14

BAB II
POTENSI DAN PERMASALAHAN
A. Potensi
Potensi Pengendalian Penduduk dengan leading sector BKKBN Propinsi Jawa Tengah,
SKPD KB Kota Salatiga dan jajarannya dapat diidentifikasi dari hasil analisis sebagai berikut :
1. Reputasi yang baik dalam pengendalian penduduk melalui pendekatan kontrasepsi
maupun non kontrasepsi.
2. Jaringan kemitraan yang kuat dengan lembaga pemerintah, Perguruan Tinggi,
maupun non pemerintah.
3. Efektivitas dan efisiensi pengelolaan pembangunan Kependudukan dan KB yang
mengharuskan menerapkan manajemen prima yang dapat memanfaatkan sumber daya
yang ada dan sistem pengelolaan yang transparan dan akuntabel.
Berbagai potensi tersebut di atas, merupakan salah satu modal dasar bagi Bapermas (KB)
untuk menjadi lembaga pemerintah yang memegang amanah dalam merevitalisasi Program
Kependudukan dan KB dan menyerasikan kebijakan kependudukan dengan pembangunan
lainnya.
B. Permasalahan
Ketersediaan data dan informasi Program Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional merupakan alat manajemen yang diperlukan dalam menunjang

keberhasilan

pelaksanaan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana. Seiring dengan terjadinya
perubahan lingkungan strategis dan juga perkembangan dari Program KKB sendiri, maka hal
tersebut menjadi dasar untuk menentukan kebijakan strategi yang tertuang dalam Grand Design
penyediaan Data dan Informasi Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Berbasis Teknologi Informasi. Kebijakan dan strategi disusun dengan memperhatikan analisa
situasi baik yang bersifat internal maupun eksternal, maka agar Grand Design Kependudukan ini
dapat dilaksanakan dengan optimal dan berhasil guna perlu kiranya dibuatkan analisis SWOT (
Stregth, Weakness, Opportunity, Tread ) yaitu sebagai berikut :

15

a. Kekuatan ( Strenght )
1) Adanya UU Statistik No. 16 Tahun 1967; UU No. 52/2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
2) Adanya Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas
Keputusan Presiden nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga

Pemerintah Non

Kementrian dan Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional No. 72/PER/B5/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Kependudkan Dan Keluarga Berencana Nasional serta Peraturan Kepala no.
82/PER/2011 tentang Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional Provinsi
3) Adanya peraturan kepala BKKBN no. 55/ HK-010/B5/2010 tentang SPM
4) Adanya dukungan kerjasama saling pengertian ( MoU) dengan para mitra kerja
pemerintah, swasta, organisasi profesi, dan lembaga swadaya masyarakat.
5) Adanya sistem dan pedoman-pedoman penatalaksanaan
6) Adanya dukungan infrastruktur teknologi informasi
7) Adanya berbagai forum pertemuan, jejaringan dan kerjasama dalam upaya
peningkatan kuantitas dan kualitas pelaksanaan sub sistem Pencatatan dan Pelaporan
8) Memiliki nilai historis
9) Tersedianya dokumentasi data mikro keluarga yang mengumpulkan data demografi,
keluarga berencana, keluarga sejahtera dan individu anggota keluarga.

b. Kelemahan (Weakness)
1) Belum optimalnya dukungan ketentuan peraturan kelembagaan penyelenggaraan
program KB di setiap strata wilayah
2) Belum optimalnya implementasi program KB pasca penyerahan sebagian
kewenangan kepada pemerintah Kabupaten/Kota
3) Belum bergesernya pola pikir (perubahan meinset) pengelola dalam pengelolaan
Program KB pasca desentralisasi
4) Tidak berfungsinya infrastruktur mekanisme operasional pada tingkat lini lapangan
16

5) Kurang memadai dukungan operasinal pada tingkat lini lapangan
6) Kecendrungan membuat pelaporan yang tidak sesuai dengan kondisi riil
7) Rendahnya integritas pengelola data terhadap data yang dilaporkan
8) Rendahnya kepedulian tentang pentingnya data
9) Terbatasnya proporsi pelatihan atau orientasi RR bagi PLKB atau Bidan/petugas RR
klinik dalam dana APBN Provinsi
10) Terbatasnya anggaran APBN Provinsi untuk mendukung ketersediaan sarana dan
prasarana RR di SKPD KB Kabupaten/Kota, misalnya dana operasional pendataan
keluarga, formulir, buku panduan RR
11) Banyaknya variable yang dikumpulkan namun seringkali tidak seluruhnya digunakan.
12) Mekanisme arus laporan yang rumit dan panjang.
13) Kurang optimalnya pelaksanaan Bimbingan Teknis oleh pengelola data dan informasi
di perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi ke
Kabupaten/Kota
14) Melemahnya komitemen kebijakan satu pintu pengelolaan data dan informasi

c. Tantangan ( Threats )
1) Mekanisme operasional di lapangan sebagai basis arus pencatatan dan pelaporan
dalam penyediaan data dan informasi program Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional belum berfungsi optimal
2) Bervariasinya unit kerja pengelola data dan informasi di SKPD KB Kabupaten dan
Kota
3) Program KB belum merupakan program prioritas sosial di daerah kabupaten dan kota
4) Rotasi pengelola / wali data di Kabupaten/Kota yang tinggi ( sering)
5) Tingginya rasio PLKB terhadap jumlah desa
6) Keterbatasan pemerintah daerah dalam memberikan dukungan dana, sarana dan
prasarana untuk penyediaan data dan informasi Program KKB Nasional
7) Rendahnya penyediaan anggaran pelatihan atau orientasi bagi PLKB / petugas di
klinik KB

17

8) Belum terlaksananya tata hubungan kerja antara perwakilan BKKBN Provinsi dengan
SKPD KB Kabupaten / Kota
9) Belum terlaksananya tugas dan fungsi program KB pada kelembagaan SKPD KB
Kabupaten/Kota
10) Tidak terprogramnya penguatan peran

kelembagaan SKPD KB Kabupaten/Kota

dalam penyelenggaraan program KB
11) Tidak kondusifnya politik pemerintahan
12) KKP yang dijabarkan menjadi kontrak kinerja Kabupaten/Kota, mendorong mereka
melaporkan data yang tidak sebenarnya
13) Kurang dipercayai oleh kalangan sendiri ( tidak kredibel ) data yang disajikan
seringkali disempurnakan/dikembangkan member dampak terhadap pengelola.

d. Peluang ( Opportunity )
1) Tersurat dan tersirat masih (sangat) diperlukan , satu-satunya data statistik rutin
Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional sebagai media untuk
monitoring dan pengendalian ( bulanan ) serta pengambilan kebijakan operasional (
tahunan ) pencapaian sasaran yang ditetapkan dalam RPJMN, RKP, SPM
2) Dimanfaatkan data program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional bagi
pelaksanaan pembangunan daerah
3) Adanya unit khusus yang menangani data dan informasi KB di kelembagaan SKPD
KB, walaupun kondisinya sangat beragam, ada yang setingkat Eselon III ada pula
yang Eselon IV
4) Cakupan laporan yang diterima setiap bulannya masih cukup baik
5) Adanya kebijakan SPM, walaupun tidak ada sanksi bagi Kabupaten/Kota yang tidak
memenuhi target SPM tersebut
6) Adanya komitmen dari lintas sektor dalam pelaksanaan sistem pencatatan dan
pelaporan program Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
7) Terdapatnya mekanisme distribusi alat kontrasepsi dari SKPD KB dan ke para PLKB,
sehingga masih dimungkinkan adanya forum koordinasi antara PLKB dengan para
petugas klinik KB yang melayani KB
18

8) Perkembangan teknologi informasi yang sudah merata di seluruh wilayah

19

BAB III
VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
PELAKSANAAN PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK

A. V i s i
Visi dari Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Salatiga adalah :
Terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara jumlah, struktur, dan persebaran
penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta perkembangan kondisi social
dan budaya.
B. M i s i
Misi dari Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk mencakup dua hal berikut:
a. Membangun komitmen para pemangku kepentingan dan penentu kebijakan (prime
stakeholders) tentang penting dan strategisnya upaya pengendalian kuantitas penduduk
bagi pembangunan berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi masyarakat;
b. Membentuk atau menyempurnakan peraturan perundang-undangan (regulasi) yang
mendukung upaya pengendalian kuantitas penduduk.
c. Mewujudkan pembangunan berwawasan kependudukan menuju masyarakat sejahtera dan
berdikari.
C. Tujuan
Tujuan utama dari pengendalian kuantitas penduduk dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan melalui rekayasa kondisi penduduk
optimal yang berkaitan dengan jumlah, struktur/komposisi, pertumbuhan, serta
persebaran penduduk;
b. Mengendalikan pertumbuhan dan persebaran penduduk sesuai dengan kondisi sosial,
budaya, ekonomi, daya dukung alam dan daya tampung lingkungan melalui
pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian, dan pengarahan mobilitas
penduduk.
20

D. Sasaran
Grand Design pengendalian kuantitas penduduk Kota Salatiga mempunyai tiga sasaran
pokok kuantitatif, yang mencakup fertilitas, mortalitas, dan persebaran penduduk.
a. Sasaran aspek fertilitas diarahkan pada pencapaian kondisi penduduk tumbuh seimbang
(PTS) pada tahun 2035 yang ditandai dengan TFR sebesar 1,7 per wanita dan NRR
sebesar 1 per wanita. Kondisi Tahun 2013 adalah TFR sebesar 2,31 dan NRR sebesar 1.
b. Sasaran aspek mortalitas berupa Angka Kematian Bayi (AKB) diharapkan terus menurun
dari 9,6 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2010, menjadi 6,5 per 1000 kelahiran hidup
tahun 2035.
c. Sasaran aspek persebaran penduduk diharapkan akan terjadi persebaran yang lebih
merata sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan.
E. Arah Kebijakan
Terdapat empat arah kebijakan yang dirumuskan dalam Grand Design Pengendalian
Kuantitas Penduduk, yaitu :
a. Penetapan perkiraan angka fertilitas, mortalitas, dan mobilitas penduduk ;
b. Penyerasian, penyelarasan dan penyeimbangan daya dukung dan daya tampung
lingkungan serta peningkatan kualitas penduduk.
c. Revitalisasi Program Kependudukan dan Keluarga Berencana dalam mewujudkan
penduduk tumbuh seimbang, sejahtera dan berdikari.
d. Pengendalian kuantitas penduduk dilakukan tidak hanya pada tingkat provinsi, namun
juga di tingkat Kabupaten/Kota secara berkelanjutan.
F. Ukuran Keberhasilan
Keberhasilan dari Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk kota Salatiga ini akan
dilihat dari sejauh mana sasaran-sasaran kependudukan tersebut dapat dicapai pada setiap
periode waktu.
G. Strategi Pelaksanaan
Di tingkat nasional strategi pelaksanaan dari Grand Design pengendalian kuantitas
penduduk ini mencakup dua hal pokok : 1). Menyangkut penyempurnaan regulasi nasional yang
21

terkait dengan upaya pengendalian kuantitas penduduk; 2). Melalui penyelesaian peraturan
pemerintah dan regulasi ikutan sebagai penjabaran Undang-undang Nomor 52 tahun 2009.
Strategi pelaksanaan Grand Design pengendalian kuantitas penduduk Kota Salatiga ini
mencakup : 1). Implementasi kebijakan atau program yang berkaitan dengan komponenkomponen pengendalian kuantitas penduduk dan 2). Pelaksanaan upaya pengendalian fertilitas,
penurunan mortalitas, dan pengarahan mobilitas penduduk
H. Alur Pikir

KONDISI SAAT
INI

INTERVENSI

KONDISI YANG
DIINGINKAN

FERTILITAS

KEBIJAKAN

FERTILITAS

MORTALITAS

STRATEGI

MORTALITAS

MOBILITAS

PROGRAM

MOBILITAS

VISI &
MISI
PKP*

*) PKP : Pengendalian Kuantitas Penduduk

Berdasarkan hasil SDKI 2013, tingkat fertilitas di kota Salatiga sebesar 2,31 sedangkan data
dari Dinas Kesehatan Kota Salatiga Tahun 2012 menyatakan bahwa angka kematian bayi (AKB)
sebesar 15,96 per 1.000 kelahiran hidup dan angka kematian ibu (AKI) sebesar 275,26 per
100.000 kelahiran hidup. Artinya angka ini cukup tinggi dengan kondisi jumlah penduduk kota
Salatiga sebesar 173.874 jiwa. Konsentrasi penduduk Salatiga cenderung merata untuk setiap
kecamatan, dimana selisih penduduk antar kecamatan relatif kecil. Dengan adanya intervensi
dari pemerintah daerah baik kebijakaan, strategi maupun program Kependudukan dan Keluarga
Berencana, maka diharapkan tingkat fertilitas akan menurun menjadi 1,7 di tahun 2035,
penurunan mortalitas yang diikuti dengan peningkatan derajat kesehatan serta persebaran
penduduk yang semakin merata di berbagai daerah dengan jaminan lapangan kerja yang cukup.
Kondisi yang demikian akan mewujudkan visi dan misi Pengendalian Kuantitas Penduduk.
22

BAB IV
POKOK-POKOK PENGENDALIAN PENDUDUK
A. Pengaturan Fertilitas
Kajian tentang fertilitas awal mulanya dari disiplin sosiologi. Kependudukan dalam hal
ini menjadi salah satu sub-bidang sosiologi. Kebanyakan analisis sosiologi juga mencakup
kepada analisa kependudukan (selain demografi formal). Berbagai kerangka teoritis tentang
perilaku fertilitas telah dikembangkan oleh Davis and Blake (1956), Freedman (1962),
Hawthorne (1970) yang pada hakekatnya bersifat sosiologis.
Kingsley Davis dan Judith Blake melakukan analisis sosiologis tentang fertilitas dalam
tulisannya yang berjudul “The Social structure and fertility: an analytic framework (1956).
Davis and Blake mengemukakan “variabel antara” (intermediate variables) sebagai faktor-faktor
yang mempengaruhi fertilitas.
Variabel antara ini akan dilalui oleh faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang
mempengaruhi fertilitas. Variabel antara ini sda 11 variabel yang mempengaruhi fertilitas, yang
masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap proses reproduksi sebagai berikut:
Intermediate variables of fertility
Davis and Blake
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan kelamin (intercouse variables):
a. Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan kelamin:
1) Umur mulai hubungan kelamin
2) Selibat permanen: proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan hubungan
kelamin
3) Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa hubangan kelamin:
(a) Bila kehidupan suami istri cerai atau pisah
(b) Bila kehidupan suami istri nerakhir karena suami meninggal dunia
b. Faktor-faktor yang mengatur terjadinya hubungan kelamin
4) Abstinensi sukarela
5) Berpantang karena terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah sementara)
6) Frekuensi hubungan seksual
23

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi (conception variables):
7) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak
disengaja
8) Menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi:
(a) Menggunakan cara-cara mekanik dan bahan-bahan kimia
(b) Menggunakan cara-cara lain
9) Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disengaja
(sterilisasi, subinsisi, obat-obatan dan sebagainya)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran (gestation variables)
10) Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak disengaja
11) Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja
Menurut Davis dan Blake1, setiap variabel diatas terdapat pada semua masyarakat. Sebab
masing-masing variabel memiliki pengaruh (nilai) positip dan negatipnya sendiri-sendiri
terhadap fertilitas.
Pada tahun 1980, Bongaarts membuat empat variabel yang lebih sempit dari variabelvariabel tersebut, antara lain yaitu :
a. perkawinan
b. kontrasepsi
c. laktasi (menyusui)
d. pengguguran
Variabel antara yang belum diteliti oleh Davis dan Blake adalah laktasi, yaitu masa menyusui
yang dapat mencegah kehamilan.
Faktor-faktor yang memperkecil fertilitas adalah:
1. Kontrasepsi modern (pil dan kondom) dan tradisional. (pijat).

1

Davis, Kingsley & Judith Blake, Struktur Sosial dan Fertilitas (Social structure and fertility: an
analytical framework), Lembaga Kependudukan UGM, Yogyakarta, 1974

24

2. Pantang berkala, yaitu tidak melakukan hubungan seks pada masa subur wanita pada
waktu-waktu tertentu. Masa subur wanita adalah 5 sampai 7 hari sebelum dan sesudah
haid.
3. Senggama terputus (coitus interuptus)
Seorang antropolog Moni Nag, pada tahun 1979, mengemukakan 10 variebel fertilitas
yang dipengaruhi oleh modernisasi. Beliau mendasarkan 10 variabel tersebut dari industrialisasi,
urbanisasi, dan beberapa bentuk perubahan sosial, diantaranya proses modernisasi, yang pada
umumnya dapat menyebabkan turunnya fertilitas melalui tindakan pengendalian kelahiran
(seperti kontrasepsi dan usaha pengguguran) serta penundaan usia kawin.
Dari 10 variabel tersebut, Moni Nag mengemukakan 4 faktor dalam pemikirannya, yaitu :
1. Mulai keluarnya ovulasi dan menstruasi sesudah melahirkan, sebagai akibat dari
pengurangan praktek menyusui atau laktasi.
2. Berkurangnya praktek pantang senggama sesudah melahirkan.
3. Berkurangnya atau hilangnya masa reproduksi pada seorang wanita disebabkan oleh
karena menjanda pada usia muda.
4. Pengurangan pengaruh pemandulan atau sterilisasi sebagai akibat pengobatan yang
bertambah baik terhadap penyakit kelamin.
Adapun sepuluh variabel (yang dipengaruhi modernisasi) yang mempengaruhi naikturunnya fertilitas adalah:
1. Fekunditas (amenorrhea dan ovulasi), yang dipengaruhi oleh laktasi (lamanya menyusui).
Pada wanita modern banyak meninggalkan kebiasaan menyusui anaknya. Hal ini juga
dipengaruhi oleh gencarnya susu kaleng, sehingga menyebabkan kesuburan wanita cepat
datang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang wanita, maka semakin tinggi pula
untuk meninggalkan laktasi.
2. Fekunditas dalam hal ini amenorrhea (periode mati haid atau berhentinya haid secara
alami setelah melahirkan), menarche (periode haid yang pertama), dan menopause
(periode berhentinya haid), yang dipengaruhi oleh gizi (nutrisi). Dalam hal ini
modernisasi menyebabkan meningkatnya ekonomi dan kesehatan, sehingga pemenuhan
gizi dapat meningkat. Gizi yang baik akan mempengaruhi fekunditas dan akan

25

mempengaruhi menarche, sehingga usia reproduksi meningkat dan menopause bisa lebih
lama.
3. Keguguran (miscarriage) dan lahir mati (stillbirth) lebih sedikit karena kesehatan yang
terpelihara dengan baik.
4. Kemandulan yang disebabkan oleh penyakit kelamin akan menurun karena kesehatan
meningkat dan bertambah baik, sehingga kesuburan wanita meningkat.
5. Abstinensi (pantang) sukarela terutama sesudah melahirkan tidak tinggi lagi, sehingga
fertilitas naik.
6. Keadaan menjanda dan janda (widowerkrod) prosentasenya menurun, sehingga
menyebabkan fertilitas naik.
7. Perceraian dan perpisahan juga berkurang karena ekonomi membaik, sehingga fertilitas
naik.
8. Usia kawin dan proporsi wanita yang tidak pernah kawin (selibat). Usia kawin meningkat
dan proporsi wanita tidak kawin menurun karena ekonomi membaik, sehingga fetilitas
naik.
9. Frekuensi hubungan kelamin (intercouse) makin tinggi terutama dalam hubungan
dengan keluarga luasnya, sehingga fertilitas naik.
10. Abstinensi terpaksa atau tidak sengaja berkurang, sehingga fertilitas naik.

Secara teoritis, Moni Nag membagi empat definisi yang berkaitan dengan pendekatan
hipotesis tersebut, yaitu definisi:
a. unit pembuat keputusan.
b. masukan-masukan atau input dalam proses pembuatan keputusan.
c. proses pemaksimalan (secara implisit atau uraian).
d. unit keputusan individu atau keluarga dan kelompok.

Secara umum orang-orang ingin menghindarkan kematian, oleh sebab itu faktor-faktor
yang mempengaruhi-fertilitas jauh lebih rumit daripada yang mempengaruhi mortalitas,
sedangkan sikap terhadap kehamilan dan kelahiran anak.banyak tergantung pada faktor sosial
budaya. Faktor ekonomi juga sedikit banyak berpengaruh, perbaikan keadaan ekonomi akan
26

memberi pengaruh terhadap penekanan tingkat mortalitas tetapi tidak demikian halnya dengan
fertilitas. Dalam fertilitas, perbaikan ekonomi dapat mempunyai pengaruh yang negatif atau
positif, tergantung pada motivasi anggota masyarakat.
Dennis Wrong mengemukakan bahwa fertilitas yang tinggi pada lapisan masyarakat
bawah (sosial-ekonomi rendah) mempunyai korelasi yang negatif antara fertilitas dengan status
sosial-ekonomi, sehingga dapat dianggap sebagai hukum demografi sosial (Singarimbun
1980:11). Untuk Indonesia, sampai sekarang belum ada data yang menguatkan hipotesis tersebut.
Malahan, dari hasil penelitian cenderung menunjukkan korelasi yang positif, yaitu status sosialekonomi rendah mempunyai tingkat fertilitas yang rendah pula
Menurut para ahli kependudukan, faktor-faktor penting yang mempengaruhi penurunan
tingkat fertilitas di negara-negara maju/industri, seperti Eropa dan Amerika Serikat, pada abad
yang lalu adalah sebagai berikut:
1. Tingkat mortalitas yang menurun. Lebih sedikit bayi (anak lahir hidup) yang diperlukan
untuk memperoleh jumlah anak yang diinginkan.
2. Pada masyarakat industri dan masyarakat.perkotaan, ongkos memelihara anak semakin
tinggi. Sebaliknya keuntungan ekonomi anak semakin menurun. Sejalan dengan
kemajuan industrialisasi, anak-anak dilarang bekerja dan wajib masuk sekolah dasar. Ini
berbeda dengan masa sebelum industrialisasi, anak-anak pada usia yang rendah sudah
membantu orang tua mereka.
3. Perbaikan status wanita. Wanita mendapat kesempatan dalam pendidikan dan pekerjaan
di luar rumah. Dengan demikian mereka lebih terdorong lagi untuk membatasi jumlah
kelahiran (keluarga berencana).
4. Sikap yang lebih sekuler dan rasional. Sikap tersebut merupakan “pelumas” bagi praktek
keluarga berencana dan dianggap bagian yang wajar daripada industrialisasi dan
modernisasi.

Masyarakat-masyarakat Barat menurunkan fertilitasnya karena kemauan anggota
masyarakat, bukan melalui program keluarga berencana pemerintah. Negara-negara yang sedang
berkembang, termasuk Indonesia, perlu mencari jalan lain dalam usahanya menurunkan tingkat
fertilitas. Berbagai negara yang sedang berkembang melancarkan program keluarga berencana,
27

dan melalui program itu penggunaan kontrasepsi ditingkatkan dan norma-norma keluarga kecil
dilembagakan. Oleh sebab itu faktor-faktor sosial dan kebudayaan yang mempengaruhinya
sangat diperlukan demi suksesnya usaha atau program keluarga berencana untuk menurunkan
tingkat fertilitas.

B. Penurunan Mortalitas
Mortalitas atau kematian juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap
struktur penduduk, dua faktor lainnya yang juga mempengaruhi adalah fertilitas dan migrasi.
Pertumbuhan penduduk di suatu daerah jelas dipengaruhi oleh tingkat mortalitas tersebut. Akan
tetapi tingkat mortalitas juga bisa dijadikan sebagai tolok ukur akan rendahnya tingkat kesehatan
di daerah tersebut. Sebagai contoh apabila mortalitas di suatu daerah tersebut tinggi bisa jadi
faktor kesehatan juga tinggi pula, karena kematian kadang kala dipengaruhi oleh kesehatan.
Indikator kematian ini berguna untuk memonitor apakah kinerja pemerintah pusat
maupun lokal sudah maksimal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam
faktor kesehatan. (Budi Utomo, 1985).
Jumlah kematian bayi menjadi salah satu perhatian terhadap ukuran kematian. Jumlah
kematian bayi ini dipublikasikan dengan sebuah indikator yang disebut angka kematian bayi
(IMR). Di Indonesia, IMR telah mengalami penurunan dari 142 pada 1967-1971 menjadi 46
pada periode 1992-1997. Penurunan IMR yang drastis ini menyembunyikan perbedaan IMR
antar daerah geografis dan kalangan sosial ekonomi yang berbeda. Data dinas kependudukan
menyebutkan perbedaan IMR antara perkotaan dan pedesaan semakin melebar, sekitar 42% lebih
tinggi di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan.
Gwatkin (2000) mengindikasikan bahwa perbedaan IMR di Indonesia berhubungan
dengan kondisi sosial ekonomi yang diukur dengan tingkat kekayaan dan rasio penduduk miskin.
Kawachi (1994) dalam Poerwanto dkk (2003) mengemukakan bahwa masyarakat yang hidup
dalam kondisi sosial ekonomi yang rendah memiliki resiko kematian yang lebih tinggi daripada
masyarakat yang hidup dengan kondisi sosial ekonomi yang menengah keatas. Hal ini terbilang
wajar karena masyarakat dengan sosial ekonomi rendah kemungkinan akan tidak peduli terhadap
kesehatan, mereka mungkin akan loebih memperhatikan mengenai masalah pangan untuk
bertahan hidup. Sehingga kebijakan pemerintah dalam memperbaiki fasilitas kesehatan dalam
28

rangka menurunkan perbedaan sosial ekonomi antar daerah sangat berpengaruh terhadap
penurunan kematian bayi.
Ada beberapa temuan di dalam penelitian sebelumnya dimana penelitian ini fokus kepada
faktor sosial-ekonomi yang menyebabkan kematian bayi. Dari beberapa temuan, faktor maternal
menjadi faktor vital penyebab kematian bayi. Faktor maternal tersebut antara lain: usia ibu pada
saat melahirkan, jumlah pemeriksaan yang dilakukan oleh ibu pada saat hamil, tingkat
pendidikan ibu, dan tingkat kesejahteraan keluarga. Selain faktor maternal adapula faktor lain
yang menjadi penyebab ketian bayi, yaitu faktor lingkungan. Jadi ketersediaan jumlah sarana
kesehatan, jumlah tenaga medis, dan persentase daerah yang berstatus desa sedikit banyak juga
mempengaruhi kematian bayi.
Angka maternal mortality ini dapat dipakai untuk mengukur taraf program kesehatan di
suatu negara khususnya program kesehatan ibu dan anak (Sukarni, 1994). Semakin rendah angka
kematian ibu di suatu negara 3 menunjukkan tingginya taraf kesehatan negara tersebut. Di
Indonesia, tiap tahun sekitar 14.180 wanita meninggal karena hamil dan melahirkan atau dalam
satu jam terdapat dua orang ibu meninggal saat melahirkan. Jika dikalkulasikan, angka kematian
ibu saat melahirkan akibat komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas mencapai 20 ribu orang
per tahun. Angka ini masih merupakan angka yang tertinggi di Asia Tenggara (Sahrudin, 2008).

C. Pengarahan Mobilitas

Konsep Dasar Mobilitas Penduduk (Migrasi)
Dalam pertumbuhan penduduk salah satu komponen yang penting adalah mobilitas
penduduk (migrasi). Banyaknya masyarakat atau penduduk yang melakukan mobilitas atau
migrasi karena berbagai alasan, seperti untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik atau
pekerjaan yang lebih baik atau karena mengikuti anggota keluarga lain yang berpindah – suami
misalnya.
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke
tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi
intemasional). Atau sederhananya migrasi adalah perpindahan yang relatif permanen dari suatu
daerah (negara) ke daerah (negara) lain. Ada dua dimensi penting dalam penalaahan migrasi,
29

yaitu dimensi ruang/daerah (spasial) dan dimensi waktu. Digunakan batasan waktu, misal berapa
tahun untuk migran, jika dia tinggal di tempat yang baru atau berniat tinggal di tempat yang barn
itu paling sedikit 6 bulan lamanya. Atau dari dimensi ruang atau daerah, adalah penduduk
tersebut pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain dalam jangka waktu tertentu.
Migrasi dapat berupa migrasi intemasional dan migrasi internal. Migrasi intemasional
yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Sedangkan migrasi internal
merupakan mobilitas penduduk yang terjadi dalam satu negara.
Dalam konteks Indonesia, migrasi internasional jarang dianalisis angkanya, dan
pengaruhnya terhadap pertumbuhan penduduk sering diabaikan. Hal ini disebabkan karena
perhitungan angka migrasi dilakukan dengan cara menghitung penduduk yang keluar dari
Indonesia dikurangi dengan banyak penduduk yang masuk ke Indonesia (banyak migrasi bersih)
kemudian dibagi dengan banyak penduduk seluruhnya. Data yang ada menunjukkan bahwa
migrasi internasional untuk Indonesia angkanya mendekati nol. Akan tetapi, untuk migrasi antar
daerah cukup tinggi, sehingga diperlukan analisis mendalam untuk melihat dampak migrasi
internal di Indonesia.
Tinjauan migrasi antar daerah (nasional) sangat penting dilakukan terutama terkait
dengan kepadatan dan distribusi penduduk yang tidak merata. Selain itu, tidak seperti kelahiran
dan kematian, tren migrasi tidak mudah untuk diperkirakan. Migrasi berperan sebagai
mekanisme realokasi sumberdaya manusia kearah yang lebih produktif. Otonomi daerah dan
globalisasi disertai kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi telah banyak dan
tents akan mengubah tren migrasi baik nasional maupun internasional, disertai dengan berbagai
dampak baik positif maupun negatif di daerah tujuan migrasi, termasuk penyebaran penyakit
seperti flu hurting, flu babi dan HIV/AIDS.
Mobilitas penduduk (migrasi) ada yang bersifat permanen dan tidak permanen.Dua jenis
mobilitas penduduk yang tidak permanen ialah migrasi sirkuler dan migrasi ulang-ali